Anda di halaman 1dari 45

PENDIDIKAN ANTI KORUPSI DI PERGURUAN TINGGI

Korupsi adalah salah satu masalah dan tantangan besar yang dihadapi oleh masyarakat nasional
maupun internasional.
Korupsi sering dikaitkan dengan politik, juga dikaitkan dengan:
perekonomian,
kebijakan publik,
kebijakan internasional,
kesejahteraan sosial, dan
pembangunan nasional.
Korupsi di tanah air kita ibarat “warisan haram” tanpa surat wasiat.
Faktor internal penyebab korupsi dari diri pribadi sedang faktor eksternal adalah faktor penyebab
terjadinya korupsi karena sebab-sebab dari luar. Faktor internal terdiri aspek moral, aspek sikap
atau perilaku dan aspek sosial.
Faktor eksternal dilacak dari aspek ekonomi, aspek politis, aspek manajemen dan organisasi,
aspek hukum dan lemahnya penegakkan hukum, serta aspek social yaitu lingkungan atau
masyarakat kurang mendukung perilaku anti korupsi. Korupsi tidak hanya berdampak terhadap
satu aspek kehidupan saja.
Korupsi menimbulkan efek domino yang meluas terhadap eksistensi bangsa dan negara. Korupsi
memiliki berbagai efek penghancuran yang hebat, khususnya dalam sisi ekonomi sebagai
pendorong utama kesejahteraan masyarakat. Pada keadaan ini, inefisiensi terjadi, yaitu ketika
pemerintah mengeluarkan lebih banyak kebijakan namum disertai dengan maraknya praktek
korupsi, bukannya memberikan nilai positif yang semakin tertata, namun memberikan efek
negative bagi perekonomian secara umum.
Salah satu upaya jangka panjang yang terbaik mengatasi korupsi adalah dengan memberikan
pendidikan anti korupsi dini kepada kalangan generasi muda sekarang khususnya mahasiswa di
Perguruan Tinggi. Karena mahasiswa adalah generasi penerus yang akan menggantikan kedudukan
para penjabat terdahulu.
Juga karena generasi muda sangat mudah terpengaruh dengan lingkungan di sekitarnya. Jadi, kita
lebih mudah mendidik dan memengaruhi generasi muda supaya tidak melakukan tindak pidana
korupsi sebelum mereka lebih dulu dipengaruhi oleh “budaya” korupsi dari generasi
pendahulunya.

Pengertian Korupsi secara Teoritis


Kata Korupsi berasal dari bahasa latin, Corruptio-Corrumpere yang artinya: busuk, rusak,
menggoyahkan, memutarbalik atau menyogok.
Menurut: Kartini Kartono, korupsi adalah: tingkah laku individu yang menggunakan wewenang
dan jabatan guna mengeduk keuntungan, dan merugikan kepentingan umum.
Huntington(1968) adalah perilaku pejabat publik yang menyimpang dari norma-norma yang
diterima oleh masyarakat, dan perilaku menyimpang ini ditujukan dalam rangka memenuhi
kepentingan pribadi.
Maka dapat disimpulkan korupsi merupakan perbuatan curang yang merugikan Negara dan
masyarakat luas dengan berbagai macam modus. Banyak para ahli yang mencoba merumuskan
korupsi, yang jika dilihat dari struktrur bahasa dan cara penyampaiannya yang berbeda, tetapi pada
hakekatnya mempunyai makna yang sama.
Kartono (1983) memberi batasan korupsi sebagi tingkah laku individu yang menggunakan
wewenang dan jabatan guna mengeduk keuntungan pribadi, merugikan kepentingan umum dan
negara. Jadi korupsi merupakan gejala salah pakai dan salah urus dari kekuasaan, demi keuntungan
pribadi, salah urus terhadap sumber-sumber kekayaan negara dengan menggunakan wewenang dan
kekuatankekuatan formal (misalnya denagan alasan hukum dan kekuatan senjata) untuk
memperkaya diri sendiri.
Korupsi terjadi disebabkan adanya penyalahgunaan wewenang dan jabatan yang dimiliki oleh
pejabat atau pegawai demi kepentingan pribadi dengan mengatas namakan pribadi atau keluarga,
sanak saudara dan teman. Wertheim (dalam Lubis, 1970) menyatakan bahwa seorang pejabat
dikatakan melakukan tindakan korupsi bila ia menerima hadiah dari seseorang yang bertujuan
mempengaruhinya agar ia mengambil keputusan yang menguntungkan kepentingan si pemberi
hadiah.
Kadang-kadang orang yang menawarkan hadiah dalam bentuk balas jasa juga termasuk dalam
korupsi. Selanjutnya, Wertheim menambahkan bahwa balas jasa dari pihak ketiga yang diterima
atau diminta oleh seorang pejabat untuk diteruskan kepada keluarganya atau partainya/
kelompoknya atau orang-orang yang mempunyai hubungan pribadi dengannya, juga dapat
dianggap sebagai korupsi. Dalam keadaan yang demikian, jelas bahwa ciri yang paling menonjol
di dalam korupsi adalah tingkah laku pejabat yang melanggar azas pemisahan antara kepentingan
pribadi dengan kepentingan masyarakat, pemisaham keuangan pribadi dengan masyarakat.

Tindak Pidana Korupsi Menurut Undang-Undang


Memperhatikan Undang-undang nomor 31 tahun 1999, sebagaimana telah diganti dengan
Undang-undang Nomor 20 tahun 2001.
Maka tindak Pidana Korupsi itu dapat dilihat dari dua segi yaitu: korupsi Aktif dan Korupsi
Pasif.
I. Korupsi Aktif
- Secara melawan hukum memperkaya diri sendiri atau orang lain atau Korporasi yang dapat
merugikan keuangan negara atau perekonomian Negara (Pasal 2 Undang-undang Nomor 31 Tahun
1999)
- Dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau Korporasi yang
menyalahgunakan kewenangan,kesempatan atau dapat merugikan keuangan Negara,atau
perekonomian Negara (Pasal 3 Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999)
- Memberi hadiah Kepada Pegawai Negeri dengan mengingat kekuasaan atau wewenang yang
melekat pada jabatan atau kedudukannya,atau oleh pemberi hadiah atau janji dianggap melekat
pada jabatan atau kedudukan tersebut (Pasal 4 Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999)
- Percobaan pembantuan,atau pemufakatan jahat untuk melakukan Tindak pidana Korupsi (Pasal
15 Undang-undang Nomor 20 tahun 2001)
- Memberi atau menjanjikan sesuatu kepada pegawai negeri atau Penyelenggara Negara dengan
maksud supaya berbuat atau tidak berbuat sesuatu dalam jabatannya yang bertentangan dengan
kewajibannya (Pasal 5 ayat (1) huruf a Undang-undang Nomor 20 tahun 2001)
- Memberi sesuatu kepada pegawai negeri atau Penyelenggara negara karena atau berhubung
dengan sesuatu yang bertentangan dengan kewajibannya dilakukan atau tidak dilakukan dalam
jabatannya (Pasal 5 ayat (1) huruf b Undang-undang Nomor 20 Tagun 2001)
- Memberi atau menjanjikan sesuatu kepada Hakim dengan maksud untuk mempengaruhi putusan
perkara yang diserahkan kepadanya untuk diadili (Pasal 6 ayat (1) huruf a Undang-undang Nomor
20 Tahun 2001)
- Pemborong,ahli bangunan yang pada waktu membuat bangunan atau penjual bahan bangunan
yang pada waktu menyerahkan bahan bangunan,melakukan perbuatan curang yang dapat
membahayakan keamanan orang atau barang atau keselamatan negara dalam keadaan perang
(Pasal (1) huruf a Undang-undang Nomor 20 tahun 2001)
- Setiap orang yang bertugas mengawasi pembangunan atau penyerahan bahan bangunan,sengaja
membiarkan perbuatan curang sebagaimana dimaksud dalam huruf a (Pasal 7 ayat (1) huruf b
Undang-undang Nomor 20 tahun 2001)
- Setiap orang yang pada waktu menyerahkan barang keperluan Tentara nasional Indonesia atau
Kepolisian negara Reublik Indonesia melakukan perbuatan curang yang dapat membahayakan
keselamatan negara dalam keadaan perang (Pasal 7 ayat (1) huruf c Undang-undang Nomor 20
tahun 2001)
- Setiap orang yang bertugas mengawasi penyerahan barang keperluan Tentara nasional indpnesia
atau Kepolisian Negara Republik Indonesia dengan sengaja mebiarkan perbuatan curang
sebagaimana dimaksud dalam huruf c (pasal 7 ayat (1) huruf d Undang-undang Nomor 20 Tahun
2001)
- Pegawai negeri atau selain pegawai negeri yyang di tugaskan menjalankan suatu jabatan umum
secara terus-menerus atau untuk sementara waktu,dengan sengaja menggelapkan uang atau
mebiarkan uang atau surat berharga tersebut diambil atau digelapkan oleh orang lain atau
membantu dalam melakukan perbuatan tersebut (Pasal 8 Undang-undang Nomor 20 tahun 2001)
- Pegawai negeri atau selain Pegawai Negeri yang diberi tugas menjalankan suatu jabatan umum
secara terus menerus atau sementara waktu,dengan sengaja memalsu buku-buku atau daftar-daftar
khusus pemeriksaan administrasi (Pasal 9 Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001)
- Pegawai negeri atau orang selain Pegawai Negeri yang diberi tugas menjalankan suatu jabatan
umum secara terus-menerus atau untuk sementara waktu dengan sengaja menggelapkan
menghancurkan,merusakkan,atau mebuat tidak dapat dipakai barang,akta,surat atau daftar yang
digunakan untuk meyakinkan atau membuktikan di muka pejabat yang berwenang yang dikuasai
karena jabatannya atau membiarkan orang lain menghilangkan, menghancurkan, merusakkan, atau
membuat tidak dapat dipakai barang, akta, surat atau daftar tersebut (Pasal 10 Undang-undang
Nomor 20 tahun 2001)
- Pegawai negeri atau Penyelenggara Negara yang Dengan maksud menguntungkan diri sendiri
atau orang lain secara melawan hukum atau dengan menyalahgunakan kekuasaannya memaksa
seseorang memberikan sesuatu atau menerima pembayaran dengan potongan atau mengerjakan
sesuatu bagi dirinya sendiri (pasal 12 e undang-undang Nomor 20 tahun 2001) Pada waktu
menjalankan tugas meminta,menerima atau memotong pembayaran kepada pegawai Negeri atau
Penyelenggara negara yang lain atau kas umum tersebut mempunyai hutang kepadanya.padahal
diketahui bahwa hal tersebut bukan merupakan hutang (huruf f) Pada waktu menjalankan tugas
meminta atau menerima pekerjaan atau penyerahan barang seplah-olah merupakan hutang pada
dirinya,padahal diketahui bahwa hal tersebut bukan merupakan hutang (huruf g) Pada waktu
menjalankan tugas telah menggunakan tanah negara yang di atasnya terdapat hak pakai,seolah-
olah sesuai dengan peraturan perundang-undangan,telah merugikan orang yang berhak,apadahal
diketahuinya bahwa perbuatan tersebut bertentangan dengan peraturan perundang-undangan atau
baik langsung maupun tidak langsung dengan sengaja turut serta dalam
pemborongan,pengadaan,atau persewaan yang pada saat dilakukan perbuatan,untuk seluruhnya
atau sebagian ditugaskan untuk mengurus atau mengawasinya (huruf i)
- Memberi hadiah kepada pegawai negeri dengan mengingat kekuasaan atau wewenang yang
melekat pada jabatan atau kedudukannya,atau oleh pemberi hadiah atau janji dianggap melekat
pada jabatan atau kedudukan itu (Pasal 13 Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999).
II. Korupsi Pasif
- Pegawai negeri atau penyelenggara negara yang menerima pemberian atau janji karena berbuat
atau tidak berbuat sesuatu dalam jabatannya yang bertentangan dengan kewajibannya (pasal 5 ayat
(2) Undang-undang Nomor 20 tahun 2001)
- Hakim atau advokat yang menerima pemberian atau janji untuk mempengaruhi putusan perkara
yang diserahkan kepadanya untuk diadili atau untuk mepengaruhi nasihat atau pendapat yang
diberikan berhubung dengan perkara yang diserahkan kepada pengadilan untuk diadili (Pasal 6
ayat (2) Undang-undang nomor 20 Tahun 2001)
- Orang yang menerima penyerahan bahan atau keparluan tentara nasional indonesia, atau
kepolisisan negara republik indonesia yang mebiarkan perbuatan curang sebagaimana dimaksud
dalam ayat (1) huruf a atau c Undang-undang nomor 20 tahun 2001 (Pasal 7 ayat (2) Undang-
undang nomor 20 tahun 2001.
- Pegawai negeri atau penyelenggara negara yang menerima hadiah atau janji padahal diketahui
atau patut diketahui atau patut diduga bahwa hadiah atau janji tersebut diberikan utnuk
mengerakkan agar melakukan atau tidak melakukan sesuatu dalam jabatannya yang bertentangan
dengan kewajibannya,atau sebaga akibat atau disebabkan karena telah melakukan atau tidak
melakukan sesuatu dalam jabatannya yang bertentangan dengan kewajibannya (pasal 12 huruf a
dan huruf b Undang-undang nomor 20 tahun 2001)
- Hakim yang enerima hadiah atau janji,padahal diketahui atau patut diduga bahwa hadiah atau
janji tersebut diberikan untuk mempengaruhi putusan perkara yang diserahkan kepadanya untuk
diadili (pasal 12 huruf c Undang-undang nomor 20 tahun 2001)
- Advokat yang menerima hadiah atau janji padahal diketahui atau patut diduga,bahwa hadiah
atau janji itu diberikan untuk mempengaruhi nasihat atau pendapat uang diberikan berhubungan
dengan perkara yang diserahkan kepada pengadilan untuk diadili (pasal 12 huruf d Undang-undang
nomor 20 tahun 2001)
- Setiap pegawai negeri atau penyelenggara negara yang menerima gratifikasi yang diberikan
berhubungan dengan jabatannya dan berlawanan dengan kewajiban atau tugasnya (pasal 12
Undang-undang nomor 20 tahun 2001).

Teori Budaya Korupsi


Di Indonesia, korupsi telah menjadi kebiasaan zaman lampau. Korupsi menjadi budaya dalam
sistem tersebut, dimana kekuasaan menjadi harga mati bagi kalangan ningrat dan golongannya.
Korupsi merupakan tindakan penyimpangan dalam kehidupan sosial, budaya, kemasyarakatan, dan
kenegaraan. Perilaku korupsi sudah terjadi dimana-mana.
Antara pengusaha dan pejabat birokrat yang mempunyai kekuasaan atau antara warga bertaraf
ekonomi menengah ke bawah. Sepertinya dalam berbagai perbincangan, kata korupsi merupakan
kata yang sudah tidak aneh lagi. Seolah telah menjadi bahasa lumrah dalam perbincangan.
Korupsi sudah tidak dianggap lagi sebagai pelanggaran etika individual melainkan dianggap
sebagai pelanggaran etika sosial sebagai kesepakatan umum.
Para anggota dewan, birokrasi, dan penegak hukum masih menganggap bahwa korupsi merupakan
tindakan pelanggaran etika individual yang harus dihindari. Berkembangnya sikapsemacam ini
justru membahayakan. Jika terjadi di kalangan anggota dewan dan berkaitan erat dengan penegak
hukum. Hal ini disebabkan karena korupsi di DPR dilakukan dalam peraturan perundang-
undangan yang sah sebagai kebijakan negara (corruption by policy). Hal ini tentu akan merusak
cita-cita dan tujuan bangsa.
Terungkapnya berbagai kasus korupsi di lingkungan DPR, telah membuktikan bahwa korupsi
sudah menjadi budaya di Indonesia. DPR adalah lembaga yang memegang kedaulatan
rakyat. Dimana rakyat menaruh harapan banyak kepada para DPR. Namun tidak semua DPR
melakukan korupsi, tetapi dengan adanya DPR yng melakukan korupsi akan mengubah persepsi
masyarakat sehingga menjadi tidak percaya lagi terhadap kinerja DPR.
Masalah lain yaitu korupsi di tingkat pegawai negeri. Dalam hal ini salah satu pemicunya adalah
gaji pegawai yang rendah. Dengan gaji pegawai yang rendah danbanyaknya kepentingan partai
politik maka semua ini akan mendorong pada tindakan korupsi dalam birokrasi dan dalam
masyarakat.
Selain itu, pada masyarakat menengah ke bawah tanpa sadar juga sering melakukan tindakan
korupsi. Misalnya saja pada pemilihan kepala desa, para calon memberikan uang kepada para
warga dengan maksud agar warga memilih calon kepala desa tersebut. hal ini juga termasuk dalam
tidakan suap. Perilaku korupsi juga tak hanya berlaku pada siapa yang menerima uang pelicin,
tetapi juga pada siapa yang memberikan uang pelicin tersebut. (Semma, 2008:36). Jadi, terhadap
pemberi suap maupun penerima suap sama-sama telah melakukan perilaku korupsi.
Di lingkup pendidikan misalnya saja seorang guru yang membocorkan kunci jawaban UNAS
kepada murid-muridnya agar bisa lulus semua dengan nilai yang memuaskan. Tentu hal ini juga
terbilang korupsi dalam tingkat yang kecil. Murid sudah diajarkan terlebih dahulu untuk berbuat
kecurangan yaitu seperti tidak jujur dalam mengerjakan soal UNAS.
Semestinya dalam lingkup pendidikan anak sudah mulai diajarkan sejak dini untuk selalu
berperilaku jujur.
Melihat hal di atas memang sangat mengkhawatirkan.
Hampir semua orang di negeri ini sudah mulai melakukan perilaku korupsi mulai dari taraf yang
rendah hingga sampai taraf tinggi. Korupsi memang sudah menjadi budaya di negeri ini. suatu
upaya untuk menghilangkan korupsi tersebut dari masyarakat sama saja memusnahkan
kebudayaan masyarakat yang merupakan warisan.
Salah satu cara yang bisa dilakukan yaitu dengan cara mengubah budaya pada masyarakat yang
masih mengagungkan kebudayaan lama yang dianut. Seberapa kuat kebudayaan lama, jika kita
lama-lama mampu mengikis secara terus menerus akan terlihat dampak dengan mulai
berkurangnya perilaku korupsi.

Faktor Penyebab Korupsi


Menurut Yamamah, ketika perilaku konsumtif dan materialistic masyarakat serta sistem politik
yang masih “mendewakan” materi maka dapat “memaksa” terjadinya permainan uang dan korupsi
(Ansari Yamamah: 2009).
Nur Syam (2000) memberikan pandangan bahwa penyebab seseorang melakukan korupsi adalah
karena ketergodaannya akan dunia materi atau kekayaan yang tidak mampu ditahannya. Cara
pandang terhadap kekayaan yang salah akan menyebabkan cara yang salah dalam mengakses
kekayaan.

Secara umum faktor penyebab korupsi dapat terjadi karena faktor politik, hukum, ekonomi,
sebagaimana dalam buku berjudul Peran Parlemen dalam Membasmi Korupsi (ICW: 2000)
yang mengidentifikasikan empat faktor penyebab korupsi yaitu: 1.faktor politik, 2.faktor
hukum, 3.faktor ekonomi dan 4.faktor organisasi/birokrasi serta faktor transnasional.
1. Faktor Politik
Politik salah satu penyebab terjadinya korupsi. Hal ini dilihat ketika terjadi instabilitas politik,
kepentingan politis para pemegang kekuasaan bahkan ketika meraih dan mempertahankan
kekuasaan. Menurut Susanto (2002) korupsi level pemerintahan adalah dari sisi penerimaan,
pemerasan uang suap, pemberian perlindungan, pencurian barang-barang publik untuk kepentingan
pribadi, disebabkan suatu hal yang disebut konstelasi politik.
Sementara menurut De Asis, korupsi politik misalnya perilaku curang (politik uang) pada
pemilihan anggota legislatif atau pejabat-pejabat eksekutif, dana illegal untuk pembiayaan
kampanye, penyelesaian konflik parlemen melalui cara-cara illegal dan teknik lobi yang
menyimpang (De Asis: 2000). Dapat dikatakan bahwa korupsi adalah hasil dari adanya monopoli
(kekuasaan) ditambah dengan kewenangan yang begitu besar tanpa keterbukaan dan
pertanggungjawaban.
2. Faktor Hukum
Faktor hukum bisa dilihat dari dua sisi, di satu sisi dari aspek perundang-undangan dan sisi lain
lemahnya penegakan hukum. Tidak baiknya substansi hukum, mudah ditemukan dalam aturan-
aturan yang diskriminatif dan tidak adil, rumusan yang tidak jelas-tegas sehingga menjadi multi
tafsir, kontradiksi dan overlapping dengan peraturan lain, sanksi yang tidak equivalen dengan
perbuatan yang dilarang, sehingga tidak tepat sasaran, dan sebagainya, memungkinkan peraturan
tidak kompatibel dengan realitas di masa mendatang akan mengalami resistensi.
Banyak produk hukum menjadi ajang perebutan legitimasi bagi berbagai kepentingan kekuasaan
politik, untuk tujuan mempertahankan dan mengakumulasi kekuasaan.
Bibit Samad Riyanto (2009) mengatakan lima hal yang dianggap berpotensi menjadi
penyebab timbulnya korupsi:
Pertama, sistem politik;
Kedua, intensitas moral seseorang atau kelompok;
Ketiga, remunerasi (pendapatan) yang minim;
Keempat, pengawasan baik bersifat internal-eksternal; kelima, budaya taat aturan.
Hal senada juga dikemukakan oleh Basyaib, dkk (Basyaib: 2002) yang menyatakan bahwa
lemahnya sistem peraturan perundang-undangan memberikan peluang untuk melakukan tindak
pidana korupsi. Di samping itu, praktik penegakan hukum juga masih dilihat berbagai
permasalahan yang menjauhkan hukum dari tujuannya.
3. Faktor Ekonomi
Faktor ekonomi merupakan salah satu penyebab terjadinya korupsi. Hal itu dapat dijelaskan dari
pendapatan atau gaji yang tidak mencukupi kebutuhan. Pendapat ini tidak mutlak benar karena
dalam teori kebutuhan Maslow, korupsi seharusnya dilakukan orang untuk memenuhi dua
kebutuhan yang paling bawah dan hanya dilakukan oleh komunitas masyarakat yang pas-pasan
yang bertahan hidup.
Namun di saat ini korupsi dilakukan oleh orang kaya dan berpendidikan tinggi (Sulistyantoro:
2004). Pendapat lain menyatakan kurangnya gaji dan pendapatan pegawai negeri merupakan
faktor paling menonjol menyebabkan meluasnya korupsi di Indonesia. Dari keinginan pribadi
untuk keuntungan yang tidak adil, ketidakpercayaan sistem peradilan, banyak faktor motivasi
orang kekuasaan, anggota parlemen termasuk warga biasa, terlibat dalam perilaku korup.
4. Faktor Organisasi
Menurut Tunggal (2000). Aspek-aspek penyebab terjadinya korupsi dari sudut pandang
organisasi meliputi:
(a) kurang adanya teladan dari pimpinan,
(b) tidak adanya kultur organisasi yang benar,
(c) system akuntabilitas di instansi pemerintah kurang memadai,
(d) manajemen cenderung menutupi korupsi di dalam organisasinya.
Melalui tujuan organisasi para anggota dapat memiliki arah yang jelas tentang segala kegiatan dan
tentang apa saja yang tidak, serta apa yang dikerjakan dalam kerangka organisasi. Tujuan
organisasi dapat berfungsi menyediakan pedoman-pedoman praktis bagi anggotanya.
Tujuan organisasi menghubungkan anggota dengan berbagai tata cara dalam kelompok. Standar
tindakan anggota organisasi akan menjadi tolok ukur dalam menilai bobot tindakan. Sebuah
organisasi berfungsi baik, bila anggotanya bersedia mengintegrasikan diri di bawah sebuah pola
tingkah laku (yang normatif), sehingga dapat dikatakan kehidupan bersama mungkin apabila
anggota-anggota bersedia memenuhi aturan yang telah ditentukan.
Nilai-nilai anti korupsi berjumlah 9 buah, yaitu :
1. Kejujuran
Kejujuran berasal dari kata jujur yang dapat di definisikan sebagai sebuah tindakan maupun
ucapan yang lurus, tidak berbohong dan tidak curang. Dalam berbagai buku juga disebutkan bahwa
jujur memiliki makna satunya kata dan perbuatan. Jujur ilah merupakan salah satu nilai yang
paling utama dalam anti korupsi, karena tanpa kejujuran seseorang tidak akan mendapat
kepercayaan dalam berbagai hal, termasuk dalam kehidupan sosial.
Bagi seorang mahasiswa kejujuran sangat penting dan dapat diwujudkan dalam bentuk tidak
melakukan kecurangan akademik, misalnya tidak mencontek, tidak melakukan plagiarisme dan
tidak memalsukan nilai. Lebih luas, contoh kejujuran secara umum dimasyarakat ialah dengan
selalu berkata jujur, jujur dalam menunaikan tugas dan kewajiban, misalnya sebagai seorang aparat
penegak hukum ataupun sebagai masyarakat umum dengan membaya pajak.
2. Kepedulian
Arti kata peduli adalah mengindahkan, memperhatikan dan menghiraukan. Rasa kepedulian dapat
dilakukan terhadap lingkungan sekitar dan berbagai hal yang berkembang didalamnya.Nilai
kepedulian sebagai mahasiswa dapat diwujudkan dengan berusaha memantau jalannya proses
pembelajaran, memantau sistem pengelolaan sumber daya dikampus serta memantau kondisi
infrastruktur di kampus.
Selain itu, secara umum sebagai masyarakat dapat diwujudkan dengan peduli terhadap sesama
seperti dengan turut membantu jika terjadi bencana alam, serta turut membantu meningkatkan
lingkungan sekitar tempat tinggal maupun di lingkungan tempat bekerja baik dari sisi lingkungan
alam maupun sosial terhadap individu dan kelompok lain.
3. Kemandirian
Di dalam beberapa buku pembelajaran, dikatakan bahwa mandiri berarti dapat berdiri diatas kaki
sendiri, artinya tidak banyak bergantung kepada orang lain dalam berbagai hal. Kemandirian
dianggap sebagai suatu hal yang penting harus dimiliki oleh seorang pemimpin, karena tampa
kemandirian seseorang tidak akan mampu memimpin orang lain.
4. Kedisiplinan
Definisi dari kata disiplin ialah ketaatan atau kepatuhan kepada peraturan. Sebaliknya untuk
mengatur kehidupan manusia memerlukan hidup yang disiplin. Manfaat dari disiplin ialah
seseorang dapat mencpai tujuan dengan waktu yang lebih efisien.
Kedisiplinan memiliki dampak yang sama dngan nilai-nilai antikorupsi lainnya yaitu dapat
menumbuhkan kepercayaan dari orang lain dalam berbagai hal. Kedisiplinan dapat diwujudkan
antara lain dalam bentuk kemampuan mengatur waktu dengan baik, kepatuhan kepada seluruh
peraturan dan ketentuan yang berlaku, mengerjakan segala sesuatu dengan tepat waktu, dan fokus
pada pekerjaan.
5. Tanggung Jawab
Kata tanggung jawab adalah keadaan wajib menanggung segala sesuatunya (kalau terjadi apa-apa
boleh dituntut, dipersalahkan dan diperkarakan). Seseorang yang memiliki tanggung jawab akan
memiliki kecenderungan menyelesaikan tugas dengan lebih baik.
Seseorang yang dapat menunaikan tanggung jawabnya sekecil apa-pun itu dengan baik akan
mendapatkan kepercayaan dari orang lain. Penerapan nilai tanggung jawab antara lain dapat
diwujudkan dalam bentuk belajar dengan sungguh-sungguh, lulus tepat waktu dengan nilai baik,
mengerjakan tugas akademik dengan baik, menjaga amanah dan kepercayaan yang diberikan.
6. Kerja Keras
Kerja keras didasari dengan adanya kemauan. Di dalam kemauan terkandung ketekadan,
ketekunan, daya tahan, daya kerja, pendirian keberanian, ketabahan, keteguhan dan pantang
mundur. Bekerja keras merupakan hal yang penting guna tercapainya hasil yang sesuai dengan
target. Akan tetapi bekerja keras akan menjadi tidak berguna jika tanpa adanya pengetahuan.
7. Kesederhanaan
Gaya hidup merupakan suatu hal yang sangat penting bagi interaksi dengan masyarakat disekitar.
Dengan gaya hidup yang sederhana manusia dibiasakan untuk tidak hidup boros, tidak sesuai
dengan kemampuannya. Dengan gaya hidup yang sederhana, seseorang juga dibina untuk
memprioritaskan kebutuhan diatas keinginannya.
8. Keberanian
Keberanian dapat diwujudkan dalam bentuk berani mengatakan dan membela kebenaran, berani
mengakui kesalahan, berani bertanggung jawab, dan sebagainya. Keberanian sangat diperlukan
untuk mencapai kesuksesan dan keberanian akan semakin matang jika diiringi dengan keyakinan,
serta keyakinan akan semakin kuat jika pengetahuannya juga kuat.
9. Keadilan
Berdasarkan arti katanya, adil adalah sama berat, tidak berat sebelah dan tidak memihak. Keadilan
dari sudut pandang bangsa Indonesia disebut juga keadilan sosial, secara jelas dicantumkan dalam
pancasila sila ke-2 dan ke-5, serta UUD 1945. Keadilan adalah penilaian dengan memberikan
kepada siapapun sesuai dengan apa yang menjadi haknya, yakni dengan bertindak proposional dan
tidak melanggar hukum.
Keadilan berkaitan erat dengan hak, dalam konsepsi bangsa Indonesia hak tidak dapat dipisahkan
dengan kewajiban. Dalam konteks pembangunan bangsa Indonesia keadilan tidak bersifat sektoral
tetapi meliputi ideologi. Untuk menciptakan masyarakat yang adil dan makmur. Adil dalam
kemakmuran dan makmur dalam keadilan.

Sedangkan prinsip-prinsip anti korupsi, yaitu :


1. Akuntabilitas
Akuntabilitas adalah kesesuaian antara aturan dan pelaksanaan kerja. Semua lembaga
mempertanggung jawabkan kinerjanya sesuai aturan main baik dalam bentuk konvensi (de facto)
maupun konstitusi (de jure), baik pada level budaya (individu dengan individu) maupun pada level
lembaga.
Akuntabilitas publik secara tradisional dipahami sebagai alat yang digunakan untuk mengawasi
dan mengarahkan perilaku administrasi dengan cara memberikan kewajiban untuk dapat
memberikan jawaban (answerability) kepada sejumlah otoritas eksternal (Dubnik : 2005).
Selain itu akuntabilitas publik dalam arti yang lebih fundamental merujuk kepada kemampuan
seseorang terkait dengan kinerja yang diharapkan. (Pierre : 2007). Seseorang yang diberikan
jawaban ini haruslah seseorang yang memiliki legitimasi untuk melakukan pengawasan dan
mengharapkan kinerja (Prasojo : 2005). Akuntabilitas publik memiliki pola-pola tertentu dalam
mekanismenya, antara lain adalah akuntabilitas program, akuntablitas proses, akuntailitas
keuangan, akuntabilitas outcome, akuntabilitas hukum, dan akuntabilitas politik (Puslitbang,
2001).
Dalam pelaksanaannya, akuntabilitas harus dapat diukur dan dipertanggungjawabkan melalui
mekanisme pelaporan dan pertanggungjawaban atas semua kegiatan yang dilakukan. Evaluasi atas
kinerja administrasi, proses pelaksanaan, dampak dan manfaat yang diperoleh masyarakat baik
secara langsung maupun manfaat jangka panjang dari sebuah kegiatan.
2. Transparansi
Prinsip transparansi penting karena pemberantasan korupsi dimulai dari transparansi dan
mengharuskan semua proseskebijakan dilakukan secara terbuka, sehingga segala bentuk
penyimpangan dapat diketahui oleh publik. Transparansi menjadi pintu masuk sekaligus kontrol
bagi seluruh proses dinamika struktural kelembagaan.
Dalam bentuk yang paling sederhana, transparansi mengacu pada keterbukaan dan kejujuran untuk
saling menjunjung tinggi kepercayaan (trust) karena kepercayaan, keterbukaan, dan kejujuran ini
merupakan modal awal yang sangat berharga bagi semua orang untuk melanjutkan hidupnya di
masa mendatang.
Dalam prosesnya transparansi dibagi menjadi lima, yaitu :
– Proses penganggaran,
– Proses penyusunan kegiatan,
– Proses pembahasan,
– Proses pengawasan, dan
– Proses evaluasi.
Proses penganggaran bersifat bottom up, mulai dari perencanaan, implementasi, laporan
pertanggungjawaban dan penilaian (evaluasi) terhadap kinerja anggaran.
Di dalam proses penyusunan kegiatan atau proyek pembangunan terkait dengan proses
pembahasan tentang sumber-sumber pendanaan (anggaran pendapatan) dan alokasi anggaran
(anggaran belanja).
Proses pembahasan membahas tentang pembutan rancangan peraturan yang berkaitan dengan
strategi penggalangan (pemungutan dana), mekanisme pengelolaan proyek mulai dari pelaksanaan
tender, pengerjaan teknis, pelaporan finansial dan pertanggungjawaban secara teknis. Proses
pengawasan dalam pelksnaaan program dan proyek pembangunan berkaitan dengan kepentingan
publik dan lebih khusus lagi adalah proyek-proyek yang diusulkan oleh masyarakat sendiri.
Proses evaluasi ini berlaku terhadap penyelenggaraan proyek dijalankan secara terbuka dan bukan
hanya pertanggungjawaban secara administratif, tapi juga secara teknis dan fisik dari setiap output
kerja-kerja pembangunan.
3. Kewajaran
Prinsip fairness atau kewajaran ini ditunjukkan untuk mencegah terjadinya manipulasi
(ketidakwajaran) dalam penganggaran, baik dalam bentuk mark up maupun ketidakwajaran dalam
bentuk lainnya. Sifat-sifat prinsip ketidakwajaran ini terdiri dari lima hal penting komperehensif
dan disiplin, fleksibilitas, terprediksi, kejujuran dan informatif. Komperehensif dan disiplin berarti
mempertimbangkan keseluruhan aspek, berkesinambungan, taat asas, prinsip pembebanan,
pengeluaran dan tidak melampaui batas (off budget).
Fleksibilitas artinya adalah adanya kebijakan tertentu untuk mencapai efisiensi dan efektifitas.
Terprediksi berarti adanya ketetapan dlam perencanaan atas dasar asas value for money untuk
menghindari defisit dalam tahun anggaran berjalan. Anggaran yang terprediksi merupakan
cerminan dari adanya prinsip fairness di dalam proses perencanaan pembangunan. Kejujuran
mengandung arti tidak adanya bias perkiraan penerimaan maupun pengeluaran yang disengaja
yang berasal dari pertimbangan teknis maupun politis. Kejujuran merupakan bagian pokok dari
prinsip fairness. Penerapan sifat informatif agar dapat tercapainya sistem informasi pelaporan yang
teratur dan informatif. Sistem informatif ini dijadikan sebagai dasar penilaian kinerja, kejujuran
dan proses pengambilan keputusan selain itu sifat ini merupakan ciri khas dari kejujuran.
4. Kebijakan
Kebijakan ini berperan untuk mengatur tata interaksi agar tidak terjadi penyimpangan yang dapat
merugikan negara dan masyarakat. Kebijakan anti korupsi ini tidak selalu identik dengan undang-
undang anti korupsi, namun bisa berupa undang-undang kebebasan mengakses informasi, undang-
undang desentralisasi, undang-undang anti-monopoli, maupun lainnya yang dapat memudahkan
masyarakat mengetahui sekaligus mengontrol terhadap kinerja dan penggunaan anggaran negara
oleh para pejabat negara.
Aspek-aspek kebijakan terdiri dari isi kebijakan, pembuat kebijakan, pelaksana kebijakan, kultur
kebijakan. Kebijakan anti korupsi akan efektif apabila didalamnya terkandung unsur-unsur yang
terkait dengan persoalan korupsi dan kualitas dari isi kebijakan tergantung pada kualitas dan
integritas pembuatnya. Kebijakan yang telah dibuat dapat berfungsi apabila didukung oleh aktor-
aktor penegak kebijakan yaitu kepolisian, kejaksaan, pengadilan, pengacara, dan lembaga
pemasyarakatan. Eksistensi sebuah kebijakan tersebut terkait dengan nilai-nilai, pemahaman,
sikap, persepsi dan kesadaran masyarakat terhadap hukum atau undang-undang anti korupsi. Lebih
jauh lagi kultur kebijakan ini akan menentukan tingkat partisipasi masyarakat dalam
pemberantasan korupsi.
5. Kontrol Kebijakan
Kontrol kebijakan merupakan upaya agar kebijakan yang dibuat betul-betul efektif dan
mengeliminasi semua bentuk korupsi. Bentuk kontrol kebijakan berupa partisipasi, evolusi dan
reformasi. Kontrol kebijakan partisipasi yaitu melakukan kontrol terhadap kebijakan dengan ikut
serta dalam penyusunan dan pelaksanaannya. Kontrol kebijakan evolusi yaitu dengan menawarkan
alternatif kebijakan baru yang dianggap lebih layak.
Kontrol kebijakan reformasi yaitu mengontrol dengan mengganti kebijakan yang dianggap tidak
sesuai. Korupsi yang terjadi di Indonesia sudah sangat mengkhawatirkan dan berdampak buruk
luar biasa pada hampir seluruh sendi kehidupan. Korupsi telah menghancurkan sistem
perekonomian, sistem demokrasi, sistem politik, sistem hukum, sistem pemerintahan, dan tatanan
sosial kemasyarakatan di negeri ini. Dilain pihak upaya pemberantasan korupsi yang telah
dilakukan selama ini belum menunjukkan hasil yang optimal.
Korupsi dalam berbagai tingkatan tetap saja banyak terjadi seolah-olah telah menjadi bagian dari
kehidupan kita yang bahkan sudah dianggap sebagai hal yang biasa. Jika kondisi ini tetap kita
biarkan berlangsung maka cepat atau lambat korupsi akan menghancurkan negeri ini. Ini dapat
menjadi indikator bahwa nilai-nilai dan prinsip anti korupsi seperti yang telah diterangkan diatas
penerapannya masih sangat jauh dari harapan.
Banyak nilai-nilai yang terabaikan dan tidak dengan sungguh-sungguh dijalani sehingga
penyimpangannya menjadi hal yang biasa. Tak dapat dipungkiri untuk menanamkan nilai dan
prinsip-prinsip anti korupsi perlu diajarkan sejak dini kepada seluruh masyarakat secara umum.
Saat ini sebagain besar baru terpusat pada golongan tertentu di tempat tertentu.
Untuk langkah yang lebih serius, seharusnya penanaman nilai dan prinsip anti korupsi ini harus di
terapkan bukan hanya di bangku kuliah saja sebagai contohnya, tetapi juga dilakukan secara
merata di berbagai kalangan masyarakat agar hasil yang didapatkan juga bisa maksimal secara
merata.
Yang ironisnya lagi dalam berbagai sistem pemerintahan termasuk di berbagai lembaga negara
praktik korupsi seakan dibiarkan dengan sistem yang menuntun, bahkan memaksa yang
berkepentingan untuk melakukan korupsi. Contoh nyata sistem perkorupsian itu ialah sistem
pemilihan kepala daerah secara langsung oleh rakyat, yang bernama Korupsi.

Gerakan Anti Korupsi


Upaya pemberantasan korupsi yang dilakukan selama ini belum dapat menunjukkan hasil
maksimal. Hal ini antara lain terlihat dari masih rendahnya angka Indeks Persepsi Korupsi (IPK)
Indonesia. Berdasarkan UU No. 30 Tahun 2001, Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi
dirumuskan sebagai rangkaian tindakan untuk mencegah dan memberanas tindak pidana korupsi
melalui upaya koordinasi, supervisi, monitor, penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan di sidang
pengadilan, dengan peran serta masyarakat berdasarkan peraturan perundang-undangan yang
berlaku.
Dengan demikian dalam strategi pemberantasan korupsi terdapat 3 (tiga) unsur utama,
yaitu: 1.Pencegahan, 2.Penindakan, dan 3.Peran serta masyarakat.
Salah satu upaya pemberantasan korupsi adalah dengan sadar melakukan suatu Gerakan Anti-
Korupsi di masyarakat. Dengan tumbuhnya budaya anti-korupsi di masyarakat diharapkan dapat
mencegah munculnya perilaku koruptip. Gerakan anti-korupsi adalah suatu gerakan jangka
panjang yang harus melibatkan seluruh pemangku kepentingan yang terkait, yaitu pemerintah,
swasta, dan masyarakat.

Pada dasarnya korupsi yang terjadi jika ada pertemuan antara tiga faktor utama, yaitu:
Niat,
Kesempatan, dan
Kewenangan.
Sehingga upaya memerangi korupsi pada dasarnya adalah upaya untuk menghilangkan atau
setidaknya meminimalkan ketiga faktor tersebut. Karena, gerakan anti korupsi adalah suatu
gerakan yang memperbaiki perilaku individu dan sistem untuk mencegah terjadinya perilaku
koruptif, sehingga dapat memperkecil peluang berkembang luasnya korupsi di negeri ini.
Upaya perbaikan perilaku manusia antara lain dapat dimulai dengan menanamkan nilai-nilai yang
mendukung terciptanya perilaku anti-koruptif. Nilai-nilai yang dimaksud antara lain adalah
kejujuran, kepedulian, kerja keras, kemandirian, kedisiplinan, tanggungjawab, kesederhanaan,
keberanian dan keadilan. Penanaman nilai-nilai ini kepada masyarakat dilakukan dengan berbagai
cara yang disesuaikan dengan kebutuhan. Penanaman nilai-nilai ini juga penting dilakukan kepada
mahasiswa.

Peran Mahasiswa dalam Mencegah Tindak Korupsi


Korupsi atau rasuah (bahasa Latin: corruptio dari kata erja corrumpere yang bermakna busuk,
rusak, menggoyahkan, memutar balik, menyogok) adalah: tindakan pejabat publik,
baik politisi maupunpegawai negeri, serta pihak lain yang terlibat dalam tindakan itu yang secara
tidak wajar dan tidak legal menyalah gunakan kepercayaan publik yang dikuasakan kepada mereka
untuk mendapatkan keuntungan sepihak.

Dari sudut pandang hukum, tindak pidana korupsi secara garis besar memenuhi unsur-
unsur sebagai berikut:
perbuatan melawan hukum,
penyalahgunaan kewenangan, kesempatan, atau sarana,
memperkaya diri sendiri, orang lain, atau korporasi, dan
merugikan keuangan negara atau perekonomian negara.

Jenis tindak pidana korupsi di antaranya, namun bukan semuanya, adalah:


Memberi atau menerima hadiah atau janji (penyuapan),
Penggelapan dalam jabatan,
Pemerasan dalam jabatan,
Ikut serta dalam pengadaan (bagi pegawai negeri/penyelenggara negara), dan
Menerima gratifikasi (bagi pegawai negeri/penyelenggara negara)

Pemuda khususnya mahasiswa adalah aset paling menentukan kondisi zaman tersebut
dimasa depan.
Mahasiswa salah satu bagian dari gerakan pemuda. Belajar dari masa lalu, sejarah telah
membuktikan bahwa perjalanan bangsa ini tidak lepas dari peran kaum muda yang menjadi bagian
kekuatan perubahan. Tokoh-tokoh Sumpah Pemuda 1928 telah memberikan semangat
nasionalisme bahasa, bangsa dan tanah air yang satu yaitu Indonesia. Peristiwa Sumpah Pemuda
memberikan inspirasi tanpa batas terhadap gerakan-gerakan perjuangan kemerdekaan di Indonesia.
Peranan tokoh-tokoh pemuda lainnya adalag Proklamasi Kemerdekaan tahun 1945, lahirnya Orde
Baru tahun 1966, dan Reformasi tahun 1998.
Tidak dapat dipungkiri bahwa dalam peristiwa-peristiwa besar tersebut mahasiswa tampil di
depan sebagai motor penggerak dengan berbagai gagasan, semangat dan idealisme yang mereka
miliki dan jalankan. Untuk konteks sekarang dan mungkin masa-masa yang akan dating yang
menjadi musuh bersama masyarakat adalah praktek bernama Korupsi.
Peran penting mahasiswa tersebut tidak dapat dilepaskan dari karakteristik yang mereka miliki,
yaitu: intelektualitas, jiwa muda dan idealisme. Dengan kemampuan intelektual yang tinggi, jiwa
muda yang penuh semangat, dan idealisme yang murni terlah terbukti bahwa mahasiswa selalu
mengambil peran penting dalam sejarah perjalanan bangsa ini. Dalam beberapa peristiwa besar
perjalanan bangsa ini telah terbukti mahasiswa berperan penting sebagai agen perubahan (agent of
change).
Mahasiswa didukung oleh kompetensi dasar yang mereka miliki, yaitu: intelegensia, ide-ide
kreatif, kemampuan berpikir kritis, dan keberanian untuk menyatakan kebenaran. Dengan
kompetensi yang mereka miliki tersebut mahasiswa diharapkan mampu menjadi agen perubahan,
mereka mampu menyuarakan kepentingan`rakyat, mampu mengkritisi kebijakan-kebijakan yang
koruptif, dan mampu menjadi watch dog lembaga-lembaga negara dan penegak hukum.

Keterlibatan Mahasiswa
1. Di Lingkungan Keluarga
Internalisasi karakter anti korupsi di dalam diri mahasiswa dapat dimulai dari lingkungan keluarga.
Pelajaran yang dapat diambil dari lingkungan keluarga ini adalah tingkat ketaatan seseorang
terhadap aturan/tata tertib yang berlaku. Substansi dari dilanggarnya aturan/tata tertib adalah
dirugikannya orang lain karena haknya terampas.
Tahapan proses internalisasi karakter anti korupsi di dalam diri mahasiswa yang diawali dari
lingkungan keluarga yang sangat sulit dilakukan. Justru karena anggota keluarga adalah orang-
orang terdekat, yang setiap saat bertemu dan berkumpul, maka pengamatan terhadap adanya
perilaku korupsi yang dilakukan di dalam keluarga seringkali menjadi bias.
2. Di Lingkungan Kampus
Keterlibatan mahasiswa dalam gerakan anti korupsi di lingkungan kampus dapat dibagi ke dalam
dua wilayah, yaitu: untuk individu mahasiswanya sendiri, dan untuk komunitas mahasiswa. Untuk
konteks individu, seseorang mahasiswa diharapkan dapat mencegah agar dirinya sendiri tidak akan
berperilaku koruptif dan tidak korupsi. Sedangkan untuk konteks komunitas seorang mahasiswa
diharapkan dapat mencegah rekan-rekannya sesame mahasiswa dan organisasi kemahasiswaan
kampus untuk tidak berperilaku koruptif dan tidak korupsi.
3. Di Masyarakat Sekitar
Hal yang sama dapat dilakukan mahasiswa atau kelompok mahasiswa untuk mengamati
lingkungan di lingkungan masyarakat sekitar.
4. Di Tingkat Lokal dan Nasional
Mahasiswa dengan kompetensi yang dimilikinya dapat menjadi pemimpin (leader) dalam gerakan
massa anti korupsi baik yang bersifat lokal maupun nasional. Kegiatan-kegiatan anti korupsi yang
dirancang dan dilaksanakan secara bersama dan berkesinambungan oleh mahasiswa dari berbagai
perguruan tinggi akan mampu membangunkan kesadaran masyarakat akan buruknya korupsi yang
terjadi di suatu Negara.
Peranan Dini Pendidikan Anti Korupsi di Kalangan Mahasiswa dalam Mencegah
Terjadinya Tindak Korupsi
Pendidikan budi pekerti adalah salah satu pendidikan penting untuk bekal hidup setiap orang.
Disini ‘siswa’ belajar memahami nilai-nilai yang diterima dan harus ditaati dalam masyarakat
tempat dia tinggal dan dalam masyarakat dunia. Dalam mempelajari nilai-nilai ini akan ditemui
manfaat jika kita mematuhi pagar aturan tersebut dan apa akibatnya jika kita melanggarnya.
Sebetulnya inti dari pendidikan anti korupsi adalah bagaimana penanaman kembali nilai-nilai
universal yang baik yang harus dimiliki oleh setiap orang agar dapat diterima dan bermanfaat bagi
dirinya sendiri serta lingkungannya.
Di antara sifat-sifat itu ada jujur, bertanggung jawab, berani, sopan, mandiri, empati, kerja keras,
dan masih banyak lagi. Pendidikan adalah salah satu penuntun generasi muda untuk ke jalan yang
benar. Jadi, sistem pendidikan sangat memengaruhi perilaku generasi muda ke depannya.
Termasuk juga pendidikan anti korupsi dini. Pendidikan, sebagai awal pencetak pemikir besar,
termasuk koruptor sebenarnya merupakan aspek awal yang dapat merubah seseorang menjadi
koruptor atau tidak. Pedidikan merupakan salah satu tonggak kehidupan masyarakat demokrasi
yang madani, sudah sepantasnya mempunyai andil dalam hal pencegahan korupsi.
Salah satu yang bisa menjadi gagasan baik dalam kasus korupsi ini adalah penerapan anti korupsi
dalam pendidikan karakter bangsa di Indonesia, khususnya ditujukan bagi mahasiswa. Karena pada
dasarnya mereka adalah agen perubahan bangsa dalam perjalanan sejarah bangsa.
Pendidikan anti korupsi sesungguhnya sangat penting guna mencegah tindak pidana korupsi. Jika
KPK dan beberapa instansi anti korupsi lainnya menangkapi para koruptor, maka pendidikan anti
korupsi juga penting guna mencegah adanya koruptor. Seperti pentingnya pelajaran akhlak dan
moral. Pelajaran akhlak penting guna mencegah terjadinya kriminalitas. Begitu halnya pendidikan
anti korupsi memiliki nilai penting guna mencegah aksi korupsi. Satu hal yang pasti, korupsi
bukanlah selalu terkait dengan korupsi uang.
Seperti yang dilansir dari program KPK yang akan datang bahwa pendidikan dan pembudayaan
antikorupsi akan masuk ke kurikulum pendidikan dasar hingga pendidikan tinggi mulai tahun
2012. Pemerintah akan memulai proyek percontohan pendidikan antikorupsi di pendidikan tinggi.
Jika hal tersebut dapat terealisasi dengan lancar maka masyarakat Indonesia bisa optimis di masa
depan kasus korupsi bisa diminimalisir.

Hambatan dalam Penerapan Pendidikan Anti Korupsi di Lingkungan Kampus:


1. Minimnya role-models atau pemimpin yang dapat dijadikan panutan dan kurangnya
political-will dari pemerintah untuk mengurangi korupsi.
2. Penegakan hukum yang tidak konsisten dan cenderung setengah-setengah.
3. Karena beberapa perilaku sosial yang terlalu toleran terhadap korupsi.
4. Struktur birokrasi yang berorientasi ke atas, termasuk perbaikan birokrasiyang cenderung
terjebak perbaikan renumerasi tanpa membenahi strukturdan kultur.
5. Peraturan perundang-undangan hanya sekedar menjadi huruf mati yang tidak pernah
memiliki roh sama sekali.
6. Kurang optimalnya fungsi komponen-komponen pengawas ataupengontrol, sehingga tidak
ada check and balance.
7. Banyaknya celah/lubang-lubang yang dapat dimasuki tindakan korupsipada sistem politik
dan sistem administrasi Indonesia.
8. Kesulitan dalam menempatkan atau merumuskan perkara, sehingga daricontoh-contoh kasus
yang terjadi para pelaku korupsi begitu gampang mengelak dari tuduhan yang diajukan oleh
jaksa.
9. Taktik-taktik koruptor untuk mengelabui aparat pemeriksa dan masyarakat yang semakin
canggih.
10. Kurang kokohnya landasan moral untuk mengendalikan diri dalam menjalankan amanah
yang diemban.

Tujuan Pendidikan Anti korupsi:


1. Pendidikan anti korupsi dini sebagai langkah awal terhadap penanganan kasus korupsi yang
bermula dari diri sendiri dan diharapkan berimplikasi terhadap kehidupan keluarga,
masyarakat, bangsa dan negara.
2. Dalam jangka panjang, pendidikan anti korupsi dini diharapkan mampu mewujudkan
pemerintahan yang bersih dan bebas dari KKN serta mampu melaksanakan Undang-Undang
Dasar ’45 demi terwujudnya good goverment.
3. Pendidikan anti korupsi dini diharapkan mampu memberikan pola pikir baru terhadap
generasi muda dalam mewujudkan negara yang bebas dari KKN (Korupsi, Kolusi, dan
Nepotisme).
4. Pedidikan merupakan salah satu tonggak kehidupan masyarakat demokrasi yang madani,
sudah sepantasnya mempunyai andil dalam hal pencegahan korupsi. Salah satu yang bisa
menjadi gagasan baik dalam kasus korupsi ini adalah penerapan anti korupsi dalam
pendidikan karakter bangsa di Indonesia, khususnya ditujukan bagi mahasiswa. Karena pada
dasarnya mereka adalah agen perubahan bangsa dalam perjalanan sejarah bangsa.
5. Dengan kemampuan intelektual yang tinggi, jiwa muda yang penuh semangat, dan idealisme
yang murni terlah terbukti bahwa mahasiswa selalu mengambil peran penting dalam sejarah
perjalanan bangsa ini. Dalam beberapa peristiwa besar perjalanan bangsa ini telah terbukti
mahasiswa berperan penting sebagai agen perubahan (agent of change).
6. Perlu peningkatan peran keluarga dalam penerapan pendidikan anti korupsi dini sebagai
figur dalam pembentukan karakter. Karena pendidikan utama yang paling awal didapatkan
generasi muda berasal dari keluarga.
7. Pemerintah dalam halnya melalui Dinas Pendidikan memformulas kan pendidikan anti
korupsi dalam mata pelajaran pada jenjang pendidikan formal.
8. Pendidikan anti korupsi (PAK) seharusnya diterapkan di bangku Perguruan Tinggi sebagai
mata kuliah wajib maupun pilihan. Karena, Mahasiswa sebagai salah satu bagian dari
generasi penerus bangsa memiliki kompetensi intelektual, ide-ide inovatif, kebijakan, dan
pola pikir yang lebih diplomatis menjadikan mereka agen perubahan pembelajaran
kehidupan kebangsaan.
9. Pendidikan Anti Korupsi (PAK) di tingkat Perguruan Tinggi memberikan pembelajaran
lebih efektif dan pengalaman aktif bagi mahasiswa tentang realitas sosial, masalah-masalah
yang berkaitan dengan profesi, pelayanan umum, dll. Sehingga termotivasi untuk kreatif dan
mandiri mengajak dirinya sendiri, keluarga dan lingkungannya untuk proaktif memberantas
korupsi.
10. Pemerintah seharusnya mampu memperbaiki kinerja lembaga peradilan baik dari tingkat
kepolisian, kejaksaan, pengadilan dan lembaga pemasyarakatan.
11. Adanya kerjasama masyarakat, pemerintah serta instansi terkait secara sinergis untuk dapat
mengimplementasikan dan menerapkan pendidikan anti korupsi dini di segala aspek
kehidupan.
12. Salah satu cara memberantas korupsi adalah dengan membentuk lembaga yang independen
yang khusus menangani korupsi. (KPK)
PANCASILA SEBAGAI IDEOLOGI NEGARA

Ideologi yang bersumber dari kebudayaan, artinya berbagai komponen budaya yang meliputi: sistem religi
dan upacara keagamaan, sistem dan organisasi kemasyarakatan, sistem pengetahuan, bahasa, kesenian,
sistem mata pencaharian hidup, sistem teknologi dan peralatan, Suatu ideologi bertitik tolak dari komponen-
komponen budaya yang berasal dari sifat dasar bangsa itu sendiri, maka pelaku-pelaku ideologi, yakni
warga negara, lebih mudah melaksanakannya. Para pelaku ideologi merasa sudah akrab, tidak asing lagi
dengan nilai-nilai yang terdapat dalam ideologi yang diperkenalkan dan diajukan kepada mereka.
Agama dapat menjadi sumber bagi suatu Ideologi. Di saat ideologi bersumber dari agama, maka akan
ditemukan suatu bentuk negara teokrasi, yakni sistem pemerintahan negara yang berlandaskan pada nilai-
nilai agama tertentu. Apabila suatu negara bercorak teokrasi, maka pada umumnya segala bentuk peraturan
hukum yang berlaku di negara tersebut berasal dari doktrin agama tertentu. Pada zaman dahulu, banyak
negara yang bercorak teokrasi, seperti kerajaan-kerajaan di Cina, Jepang, bahkan Indonesia pada zaman
kerajaan. Dewasa ini, bentuk negara teokrasi masih menyisakan beberapa negara di antaranya ialah negara
Vatikan.
Marxisme termasuk salah satu di antara aliran ideologi (mainstream) yang berasal dari pemikiran tokoh
atau filsuf Karl Marx. Pengaruh ideologi Marxisme masih terasa sampai sekarang di beberapa negara,
walaupun hanya menyisakan segelintir negara, seperti Korea Utara, Kuba, Vietnam. Bahkan Cina pernah
berjaya menggunakan ideologi Marxis di zaman Mao Ze Dong, meskipun sekarang bergeser menjadi
semiliberal, demikian pula halnya dengan Rusia. Dewasa ini, ideologi berkembang ke dalam bidang
kehidupan yang lebih luas, seperti ideologi pasar dan ideologi agama. Ideologi pasar berkembang dalam
kehidupan modern sehingga melahirkan sikap konsumtif; sedangkan ideologi agama berkembang ke arah
radikalisme agama.

Pengertian Idiologi, ideologi berasal dari kata idea (Inggris), yang artinya gagasan, pengertian.
Kata kerja Yunani oida = mengetahui, melihat dengan budi. Kata “logi” yang berasal dari bahasa
Yunani logos yang artinya pengetahuan. Jadi Ideologi mempunyai arti pengetahuan tentang
gagasangagasan, pengetahuan tentang ide-ide, science of ideas atau ajaran tentang pengertian-
pengertian dasar. Dalam pengertian sehari-hari menurut Kaelan ‘idea’ disamakan artinya dengan
citacita. Dalam perkembangannya terdapat pengertian Ideologi yang dikemukakan oleh beberapa
ahli. Istilah Ideologi pertama kali dikemukakan oleh Destutt de Tracy seorang Perancis pada tahun
1796. Menurut Tracy ideologi yaitu ‘science of ideas’, suatu program yang diharapkan dapat
membawa perubahan institusional dalam masyarakat Perancis.
Karl Marx mengartikan Ideologi sebagai pandangan hidup yang dikembangkan berdasarkan
kepenti-ngan golongan atau kelas sosial tertentu dalam bidang politik atau sosial ekonomi.
Gunawan Setiardjo mengemukakan bahwa ideologi adalah seperangkat ide asasi tentang manusia
dan seluruh realitas yang dijadikan pedoman dan cita-cita hidup. Ramlan Surbakti mengemukakan
ada dua pengertian Ideologi yaitu Ideologi secara fungsional dan Ideologi secara struktural.
Ideologi secara fungsional diartikan seperangkat gagasan tentang kebaikan bersama atau tentang
masyarakat dan negara yang dianggap paling baik. Ideologi secara fungsional ini digolongkan
menjadi dua tipe, yaitu Ideologi yang doktriner dan Ideologi yang pragmatis. Ideologi yang
doktriner bilamana ajaran-ajaran yang terkandung di dalam Ideologi itu dirumuskan secara
sistematis, dan pelaksanaannya diawasi secara ketat oleh aparat partai atau aparat pemerintah.
Sebagai contohnya adalah komunisme.
Sedangkan Ideologi yang pragmatis, apabila ajaran-ajaran yang terkandung di dalam Ideologi
tersebut tidak dirumuskan secara sistematis dan terinci, namun dirumuskan secara umum hanya
prinsip-prinsipnya, dan Ideologi itu disosialisasikan secara fungsional melalui kehidupan keluarga,
sistem pendidikan, system ekonomi, kehidupan agama dan sistem politik. Pelaksanaan Ideologi
yang pragmatis tidak diawasi oleh aparat partai atau aparat pemerintah melainkan dengan
pengaturan pelembagaan (internalization), contohnya individualisme atau liberalisme. Ideologi
secara struktural diartikan sebagai sistem pembenaran, seperti gagasan dan formula politik atas
setiap kebijakan dan tindakan yang diambil oleh penguasa. Dengan demikian secara umum dapat
ditarik kesimpulan bahwa Ideologi adalah kumpulan gagasan- gagasan, ide-ide, keyakinan-
keyakinan yang menyeluruh dan sistematis, yang menyangkut berbagai bidang kehidupan
manusia.
Notonegoro sebagaimana dikutip oleh Kaelan mengemukakan, bahwa Ideologi negara
dalam arti cita-cita negara atau cita-cita yang menjadi dasar bagi suatu sistem
kenegaraan untuk seluruh rakyat dan bangsa yang bersangkutan pada hakikatnya
merupakan asas kerokhanianyang antara lain memiliki ciri:
1) Mempunyai derajat yang tertinggi sebagai nilai hidup kebangsaan dan kenegaraan;
2) Mewujudkan suatu asas kerokhanian, pandangan dunia, pedoman hidup, pegangan hidup
yang dipelihara, dikembangkan, diamalkan, dilestarikan kepada generasi berikutnya,
diperjuangkan dan dipertahankan dengan kesediaan berkorban. Ideologi merupakan
cerminan cara berfikir orang atau masyarakat yang sekaligus membentuk orang atau
masyarakat itu menuju cita- citanya.

Pancasila sebagai Ideologi


Negara
1. Konsep Pancasila sebagai Ideologi
Negara
Istilah ideologi berasal dari kata idea, yang artinya gagasan, konsep, pengertian dasar, cita-cita; dan
logos yang berarti ilmu. Ideologi secara etimologis, artinya ilmu tentang ide-ide (the science of ideas),
atau ajaran tentang pengertian dasar (Kaelan, 2013: 60-61).
Machiavelli menengarai bahwa hampir tidak ada orang berbudi yang memperoleh kekuasaan besar
“hanya dengan Sikap semacam itulah yang menjadikan Machiavelli menghubungkan antara ideologi
dan pertimbangan mengenai penggunaan kekuatan dan tipu daya untuk mendapatkan serta
mempertahankan kekuasaan. Ungkapan Machiavelli tersebut dikenal dengan istilah adagium, “tujuan
menghalalkan segala macam cara”.
Beberapa tokoh atau pemikir Indonesia yang mendefinisikan ideologi sebagai
berikut:
a. Sastrapratedja (2001: 43): ”Ideologi adalah seperangkat gagasan/ pemikiran yang berorientasi
pada tindakan dan diorganisir menjadi suatu sistem yang teratur”.
b. Soerjanto (1991: 47): “Ideologi adalah hasil refleksi manusia berkat kemampuannya menjaga
jarak dengan dunia kehidupannya”.
c. Mubyarto (1991: 239): ”Ideologi adalah sejumlah doktrin, kepercayaan, dan simbol-
simbol
sekelompok masyarakat atau suatu bangsa yang menjadi pegangan dan pedoman kerja (atau
perjuangan) untuk mencapai tujuan masyarakat atau bangsa itu”.
Beberapa teori ideologi yang dikemukakan oleh tokoh-tokoh pemikir ideologi sebagai
berikut.
a. Martin Seliger: Ideologi sebagai sistem
kepercayaan
Ideologi adalah sekumpulan kepercayaan dan penolakan yang diungkapkan dalam bentuk
pernyataan yang bernilai yang dirancang untuk melayani dasar-dasar permanen yang bersifat
relatif bagi sekelompok orang.
Ideologi Fundamental Ideologi Operatif
b. Alvin Gouldner: Ideologi sebagai Proyek Nasional
Gouldner mengatakan bahwa ideologi harus dipisahkan dari kesadaran mitis dan religius,
sebab ideologi itu merupakan suatu tindakan yang didukung nilai-nilai logis dan
dibuktikan berdasarkan kepentingan sosial. Gouldner juga mengatakan bahwa
kemunculan ideologi itu tidak hanya dihubungkan dengan revolusi komunikasi, tetapi
juga dihubungkan dengan revolusi industri yang pada gilirannya melahirkan kapitalisme
c. Paul Hirst: Ideologi sebagai Relasi Sosial
Hirst meletakkan ideologi di dalam kalkulasi dan konteks politik. Hirst menegaskan bahwa
ideologi merupakan suatu sistem gagasan politis yang dapat digunakan dalam perhitungan politis.

Pentingnya Ideologi bagi suatu Negara, jika menengok sejarah kemerdekaan negaranegara dunia
ketiga, baik yang ada di Asia, Afrika maupun Amerika Latin yang pada umumnya cukup lama
berada di bawah cengkeraman penjajahan negara lain, ideologi dimaknai sebagai keseluruhan
pandangan, cita-cita, nilai, dan keyakinan yang ingin mereka wujudkan dalam kenyataan hidup
yang nyata. Ideologi dalam artian ini sangat diperlukan, karena dianggap mampu membangkitkan
kesadaran akan kemerdekaan, memberikan arahan mengenai dunia beserta isinya, serta
menanamkan semangat dalam perjuangan masyarakat untuk bergerak melawan penjajahan, yang
selanjutnya mewujudkannya dalam kehidupan penyelenggaraan negara. Pentingnya ideologi bagi
suatu negara juga terlihat dari fungsi ideologi itu sendiri.
Adapun fungsi ideologi adalah membentuk identitas atau ciri kelompok atau bangsa. Ideologi
memiliki kecenderungan untuk “memisahkan” kita dari mereka. Ideologi berfungsi
mempersatukan sesama kita. Apabila dibandingkan dengan agama, agama berfungsi juga
mempersatukan orang dari berbagai pandangan hidup bahkan dari berbagai ideologi. Sebaliknya
ideologi mempersatukan orang dari berbagai agama. Oleh karena itu ideologi juga berfungsi untuk
mengatasi berbagai pertentangan (konflik) atau ketegangan sosial.
Dalam hal ini ideologi berfungsi sebagai pembentuk solidaritas (rasa kebersamaan) dengan
mengangkat berbagai perbedaan ke dalam tata nilai yang lebih tinggi. Fungsi pemersatu itu
dilakukan dengan memenyatukan keseragaman ataupun keanekaragaman, misalnya dengan
memakai semboyan “kesatuan dalam perbedaan” dan “perbedaan dalam kesatuan”.

Pancasila dan Ideologi Lain,


Ideologi dan dasar negara kita adalah Pancasila yang terdiri dari lima sila. Kelima sila tersebut
digunakan oleh bangsa Indonesia sebagai dasar negara karena Pancasila dipandang cocok bagi
bangsa Indonesia. Pancasila dipandang baik dan cocok bagi bangsa Indonesia, maka kita perlu
mempertahankannya melalui pengamalan dalam berbagai bidang kehidupan seperti bidang
pemerintahan, kehidupan masyarakat, dan bidang pendidikan.
Tentu saja negara-negara lain selain Indonesia tidak menggunakan Pancasila sebagai ideologi
negara. Negara-negara lain itu mempunyai ideologi negara sendiri yang dipandang baik dan cocok.
Di dunia ini ada dua ideologi yang terkenal yaitu liberalisme dan sosialisme. Liberalisme dan
sosialisme merupakan ideologi yang terkenal di dunia. Ideologi liberalisme banyak dianut oleh
negara-negara Barat, Amerika Serikat dan negara-negara Eropa seperti Inggris, Belanda, Spanyol,
Italia dan lain-lainnya. Negara yang menganut paham sosialisme adalah Uni Soviet (sekarang
Rusia), Cina, Korea Utara, Vietnam.
Perbedaan pokok antara ideologi negara sosialisme dengan ideologi negara liberalisme :

Negara Liberalisme Negara Sosialisme

1. Negara sebagai penjaga malam.


2. Rakyat atau warganya mempunyai kebebasan
untuk berbuat atau bertindak apa saja asal tidak 1. Mementingkan kekuasaan dan
melanggar tertib hukum. kepentingan negara
3. Kepentingan dan hak warganegara lebih 2. Kepentingan negara lebih diutamakan
diutamakan dari pada kepentingan negara. daripada kepentingan warga negara.
4. Negara didirikan untuk menjamin kebebasan dan 3. Kebebasan atau kepentingan warganegara
kepentingan warganegara. dikalahkan untuk kepentingan negara
5. Negara tidak mencampuri urusan agama. 4. Kehidupan agama terpisah dengan negara.
6. Agama menjadi urusan pribadi setiap 5. Warganegara bebas beragama, bebas tidak
warganegara. beragama dan bebas pula untuk propaganda
7. Negara terpisah dengan agama. anti-agama.
8. Warganegara bebas beragama, tetapi juga bebas
tidak beragama.

Perbedaan keduanya dapat dilihat dari hubungannya antara negara dengan warganegara. Dalam
negara liberalisme, negara itu diumpamakan sebagai penjaga malam atau polisi lalu lintas. Jadi
tugas negara hanya menjaga. Rakyat atau warganya mempunyai kebebasan untuk berbuat atau
bertindak apa saja asal tidak melanggar tertib hukum. Kalian sering melihat petugas lalulintas bukan?
Coba amati bagaimana tugas polisi lalulintas yang berjaga-jaga di pertigaan atau di perempatan jalan.
Mereka hanya mengawasi jalannya lalulintas. Asalkan lalulintas lancar, mereka tidak berbuat apa-apa.
Baru jika terjadi pelanggaran lalulintas maka polisi berhak untuk menertibkan. Itulah perumpamaan
hubungan antara negara dengan warganegara pada negara yang menganut ideologi liberalisme.
Pada negara liberalisme, kepentingan dan hak warganegara lebih dipentingkan daripada kepentingan
negara. Negara didirikan untuk menjamin kebebasan dan kepentingan warganegara. Sekarang
bagaimana halnya dengan negara sosialis? Paham atau ideologi sosialis merupakan kebalikan dari
ideologi liberalisme. Bagaimana hubungan antara warga negara dengan negara pada negara sosialis?
Dalam negara sosialis, kepentingan negara lebih diutamakan daripada kepentingan warga negara.
Kebebasan atau kepentingan warganegara dikalahkan untuk kepentingan negara. Jadi negara yang
paling utama, sedangkan kepentingan warga negara nomor dua. Kekuasaan negara sangat besar,
sedangkan kekuasaan warganegara kecil saja. Kalian telah mempelajari Pancasila sebagai ideologi dan
dasar negara Republik Indonesi. Pancasila dianggap baik dan cocok dengan kehidupan bangsa
Indonesia. Kalian juga telah mempelajari ideologi liberalisme dan sosialisme. Sekarang coba
bandingkan Pancasila dengan liberalisme dan sosialisme!

Negara Pancasila
1. Hubungan antara warganegara dengan negara adalah seimbang. Apa arti seimbang? Artinya,
tidak mengutamakan negara tetapi juga tidak mengutamakan warganegara. Kepentingan negara
dan kepentingan warganegara sama-sama dipentingkan
2. Agama erat hubungannya dengan negara. Negara memperhatikan kehidupan agama. Agama
mendapatkan perhatian penting dari negara. Setiap warganegara dijamin pula kebebasannya untuk
memilih salah satu agama yang ada dan diakui oleh pemerintah. Setiap orang harus beragama,
tetapi agama yang dipilih diserahkan kepada masing-masing warganegara. Atheis atau tidak
mengakui adanya Tuhan, tidak diperbolehkan

Persamaannya, baik Pancasila, liberalisme, maupun sosialisme sama-sama digunakan sebagai


ideologi atau dasar negara.

1. Karakteristik Ideologi Pancasila


Karakteristik yang dimaksud di sini adalah ciri khas yang dimiliki oleh Pancasila sebagai ideologi
negara, yang membedakannya dengan ideologi-ideologi yang lain.

Karakteristik ini berhubungan dengan sikap positif bangsa Indonesia yang memiliki Pancasila
adapun karakteristik tersebut adalah:
Pertama: Tuhan Yang Maha Esa. Ini berarti pengakuan bangsa Indonesia akan eksistensi Tuhan
sebagai pencipta dunia dengan segala isinya. Tuhan sebagai kausa prima. Oleh karena itu sebagai umat
yang berTuhan, adalah dengan sendirinya harus taat kepada Tuhan Yang Maha Esa.
Kedua ialah penghargaan kepada sesama umat manusia apapun suku bangsa dan bahasanya. Sebagai
umat manusia kita adalah sama dihadapan Tuhan Yang Maha Esa. Hal ini sesuai dengan Kemanusiaan
yang Adil dan Beradab. Adil dan beradab berarti bahwa adil adalah perlakuan yang sama terhadap
sesama manusia, dan beradab berarti perlakuan yang sama itu sesuai dengan derajat kemanusiaan. Atas
dasar perlakuan ini maka kita menghargai akan hak-hak asasi manusia seimbang dengan kewajiban-
kewajibannya. Dengan demikian harmoni antara hak dan kewajiban adalah penjelmaan dari
kemanusaiaan yang adil dan beradab. Adil dalam hal ini adalah seimbang antara hak dan kewajiban.
Dapat dikatakan hak timbul karena adanya kewajiban.
Ketiga, bangsa Indonesia menjunjung tinggi persatuan bangsa. Di dalam persatuan itulah dapat dibina
kerja sama yang harmonis. Dalam hubungan ini, maka persatuan Indonesia kita tempatkan di atas
kepentingan sendiri. Pengorbanan untuk kepentingan bangsa, lebih ditempatkan daripada pengorbanan
untuk kepentingan pribadi. Ini tidak berarti kehidupan pribadi itu diingkari. Sebagai umat yang takwa
terhadap Tuhan Yang Maha Esa, maka kehidupan pribadi adalah utama. Namun demikian tidak berarti
bahwa demi kepentingan pribadi itu kepentingan bangsa dikorbankan.
Keempat adalah bahwa kehidupan kita dalam kemasyarakatan dan bernegara berdasarkan atas sistem
demokrasi. Demokrasi yang dianut adalah demokrasi Pancasila. Hal ini sesuai dengan sila ke empat
yaitu kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan.
Dalam rangka pelaksanaan demokrasi kita mementingkan akan musyawarah. Musyawarah tidak
didasarkan atas kekuasaan mayoritas maupun minoritas. Keputusan dihasilkan oleh musyawarah itu
sendiri. Kita menolak demokrasi liberal.
Kelima adalah Keadilan Sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Keadilan dalam kemakmuran adalah
cita-cita bangsa kita sejak masa lampau. Sistem pemerintahan yang kita anut bertujuan untuk
tercapainya masyarakat yang adil dan makmur. Itulah sebabnya disarankan agar seluruh masyarakat
kita bekerja keras dan menghargai prestasi kerja sebagai suatu sikap hidup yang diutamakan.

Untuk lebih memperdalam pemahaman, berikut ini beberapa corak ideologi::


a. Seperangkat prinsip dasar sosial politik yang menjadi pegangan kehidupan sosial politik yang
diinkorporasikan dalam dokumen resmi negara.
b. Suatu pandangan hidup yang merupakan cara menafsirkan realitas serta mengutamakan nilai tertentu yang
memengaruhi kehidupan sosial, politik, budaya.
c. Suatu model atau paradigma tentang perubahan sosial yang tidak dinyatakan sebagai ideologi, tetapi
berfungsi sebagai ideologi, misalnya ideologi pembangunan.
d. Berbagai aliran pemikiran yang menonjolkan nilai tertentu yang menjadi pedoman gerakan suatu kelompok
(Sastrapratedja, 2001: 45-46).
Beberapa fungsi ideologi sebagai berikut:
a. Struktur kognitif; keseluruhan pengetahuan yang dapat menjadi landasan untuk memahami dan
menafsirkan dunia, serta kejadian-kejadian di lingkungan sekitarnya.
b. Orientasi dasar dengan membuka wawasan yang memberikan makna serta menunjukkan tujuan dalam
kehidupan manusia.
c. Norma-norma yang menjadi pedoman dan pegangan bagi seseorang untuk melangkah dan bertindak.
d. Bekal dan jalan bagi seseorang untuk menemukan identitasnya
e. Kekuatan yang mampu menyemangati dan mendorong seseorang untuk menjalankan kegiatan dan
mencapai tujuan.
f. Pendidikan bagi seseorang atau masyarakat untuk memahami, menghayati serta memolakan tingkah
lakunya sesuai dengan orientasi dan norma-norma yang terkandung di dalamnya (Soerjanto, 1991: 48).
Untuk mengetahui posisi ideologi Pancasila di antara ideologi besar dunia, perlu mengenal beberapa
jenis ideologi dunia sebagai berikut:
a. Marxisme-Leninisme; suatu paham yang meletakkan ideologi dalam perspektif evolusi sejarah yang
didasarkan pada dua prinsip; pertama,
penentu akhir dari perubahan sosial adalah perubahan dari cara produksi; kedua, proses perubahan sosial
bersifat dialektis.
b. Liberalisme; suatu paham yang meletakkan ideologi dalam perspektif kebebasan individual, artinya lebih
mengutamakan hak-hak individu.
c. Sosialisme; suatu paham yang meletakkan ideologi dalam perspektif kepentingan masyarakat, artinya
negara wajib menyejahterakan seluruh masyarakat atau yang dikenal dengan kosep welfare state.
d. Kapitalisme; suatu paham yang memberi kebebasan kepada setiap individu untuk menguasai sistem
pereknomian dengan kemampuan modal yang ia miliki (Sastrapratedja, 2001: 50 – 69).
2. Urgensi Pancasila sebagai Ideologi Negara
Salah satu tantangan yang paling dominan dewasa ini adalah globalisasi. Globalisasi merupakan era saling
keterhubungan antara masyarakat suatu bangsa dan masyarakat bangsa yang lain sehingga masyarakat dunia
menjadi lebih terbuka. Dengan demikian, kebudayaan global terbentuk dari pertemuan beragam kepentingan
yang mendekatkan masyarakat dunia. Sastrapratedja menengarai beberapa karakteristik kebudayaan
global sebagai berikut:
a. Berbagai bangsa dan kebudayaan menjadi lebih terbuka terhadap pengaruh timbal balik.
b. Pengakuan akan identitas dan keanekaragaman masyarakat dalam berbagai kelompok dengan pluralisme
etnis dan religius.
c. Masyarakat yang memiliki ideologi dan sistem nilai yang berbeda bekerjasama dan bersaing sehingga tidak
ada satu pun ideologi yang dominan.
d. Kebudayaan global merupakan sesuatu yang khas secara utuh, tetapi tetap bersifat plural dan heterogen.
e. Nilai-nilai hak asasi manusia (HAM), kebebasan, demokrasi menjadi nilai-nilai yang dihayati bersama,
tetapi dengan interpretasi yang berbeda-beda (Sastrapratedja, 2001: 26--27).
Berdasarkan karakteristik kebudayaan global tersebut, maka perlu ditelusuri fase-fase perkembangan globalisasi
sebagai bentuk tantangan terhadap ideologi Pancasila. Adapun fase-fase perkembangan globalisasi itu
adalah sebagai berikut:
a. Fase embrio; berlangsung di Eropa dari abad ke-15 sampai abad ke-18 dengan munculnya komunitas
nasional dan runtuhnya sistem transnasional Abad Tengah.
b. Fase pertumbuhan yang meliputi abad ke-18 dengan ciri pergeseran kepada gagasan negara kesatuan,
kristalisasi konsep hubungan internasional, standarisasi konsep kewarganegaraan.
c. Fase take off yang berlangsung dari 1870 sampai pertengahan 1920 yang ditandai dengan diterimanya
konsep baru tentang negara kebangsaan, identitas dan kepribadian nasional, mulai masuknya negara-negara
non-Eropa ke dalam masyarakat internasional.
d. Fase perjuangan hegemoni yang dimulai 1920 sampai dengan pertengahan 1960 yang ditandai dengan
meningkatnya konflik internasional dan ideologis, seperti kapitalisme, sosialisme, fasisme, dan nazisme,
dan jatuhnya bom atom yang menggugah pikiran tentang masa depan manusia yang diikuti terbentuknya
Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB).
e. Fase ketidakpastian; berlangsung dari 1960--1990 ditandai dengan munculnya gagasan dunia ketiga,
proliferasi nuklir, konsepsi individu menjadi lebih kompleks, hak-hak kewarganegaraan semakin tegas
dirumuskan, berkembangnya media global yang semakin canggih.
f. Fase kebudayaan global; fase ini ditandai oleh perubahan radikal di Eropa Timur dan Uni Soviet (runtuhnya
dominasi komunisme di beberapa negara), berakhirnya perang dingin, dan melemahnya konfrontasi
ideologi (Sastrapratedja, 2001: 49 – 50).
Kajian Pancasila sebagai Ideologi Negara
1. Warga Negara Memahami dan Melaksanakan Pancasila sebagai Ideologi Negara
Kedudukan Pancasila sebagai ideologi negara karena ideologi Pancasila menghadapi tantangan dari berbagai
ideologi dunia dalam kebudayaan global. Pada bagian ini, perlu diidentifikasikan unsur-unsur yang
memengaruhi ideologi Pancasila sebagai berikut:
a. Unsur ateisme yang terdapat dalam ideologi Marxisme atau komunisme bertentangan dengan sila
Ketuhanan Yang Maha Esa.
b. Unsur individualisme dalam liberalisme tidak sesuai dengan prinsip nilai gotong royong dalam sila
Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
c. Kapitalisme yang memberikan kebebasan individu untuk menguasai sistem perekonomian negara tidak
sesuai dengan prinsip ekonomi kerakyatan.
Salah satu dampak yang dirasakan dari kapitalisme ialah munculnya gaya hidup konsumtif.
Pancasila sebagai ideologi, selain menghadapi tantangan dari ideologi-ideologi besar dunia juga menghadapi
tantangan dari sikap dan perilaku kehidupan yang menyimpang dari norma-norma masyarakat umum.
Tantangan itu meliputi, antara lain terorisme dan narkoba. Sebagaimana yang telah diinformasikan oleh
berbagai media masa bahwa terorisme dan narkoba merupakan ancaman terhadap keberlangsungan hidup
bangsa Indonesia dan ideologi negara. Beberapa unsur ancaman yang ditimbulkan oleh aksi terorisme,
antara lain:
a. Rasa takut dan cemas yang ditimbulkan oleh bom bunuh diri mengancam keamanan negara dan masyarakat
pada umumnya.
b. Aksi terorisme dengan ideologinya menebarkan ancaman terhadap kesatuan bangsa sehingga mengancam
disintegrasi bangsa.
Aksi terorisme menyebabkan investor asing tidak berani menanamkan modal di Indonesia dan wisatawan asing
enggan berkunjung ke Indonesia sehingga mengganggu pertumbuhan perekonomian negara.
Beberapa unsur ancaman yang ditimbulkan oleh penyalahgunaan narkoba meliputi hal-hal sebagai
berikut:
a. Penyalahgunaan narkoba di kalangan generasi muda dapat merusak masa depan mereka sehingga
berimplikasi terhadap keberlangsungan hidup bernegara di Indonesia.
b. Perdagangan dan peredaran narkoba di Indonesia dapat merusak reputasi negara Indonesia sebagai negara
yang berlandaskan pada nilai-nilai Pancasila.
c. Perdagangan narkoba sebagai barang terlarang merugikan sistem perekonomian negara Indonesia karena
peredaran illegal tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Gambar berikut mencerminkan
beberapa dampak negatif yang ditimbulkan oleh pengguna narkoba sehingga menjadi bahan pertimbangan
bagi mereka yang ingin coba-coba menggunakan narkoba:
Beberapa unsur ancaman yang ditimbulkan oleh penyalahgunaan narkoba meliputi hal-hal sebagai
berikut:
a. Penyalahgunaan narkoba di kalangan generasi muda dapat merusak masa depan mereka sehingga
berimplikasi terhadap keberlangsungan hidup bernegara di Indonesia.
b. Perdagangan dan peredaran narkoba di Indonesia dapat merusak reputasi negara Indonesia sebagai
negara yang berlandaskan pada nilai-nilai Pancasila.
c. Perdagangan narkoba sebagai barang terlarang merugikan sistem perekonomian negara Indonesia
karena peredaran illegal tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Gambar berikut
mencerminkan beberapa dampak negatif yang ditimbulkan oleh pengguna narkoba sehingga menjadi
bahan pertimbangan bagi mereka yang ingin coba-coba menggunakan narkoba:

1. Sumber historis Pancasila sebagai Ideologi Negara


Pada bagian ini, akan ditelusuri kedudukan Pancasila sebagai ideologi oleh para penyelenggara negara yang
berkuasa sepanjang sejarah negara Indonesia:
a. Pancasila sebagai ideologi negara dalam masa pemerintahan Presiden Soekarno
b. Pada masa pemerintahan Presiden Soekarno, Pancasila ditegaskan sebagai pemersatu bangsa. Penegasan
ini dikumandangkan oleh Soekarno dalam berbagai pidato politiknya dalam kurun waktu 1945--1960.
Namun seiring dengan perjalanan waktu, pada kurun waktu 1960--1965, Soekarno lebih mementingkan
konsep Nasakom (Nasionalisme, Agama, dan Komunisme) sebagai landasan politik bagi bangsa Indonesia.
c. Pancasila sebagai ideologi dalam masa pemerintahan Presiden Soeharto

d. Pancasila sebagai ideologi dalam masa pemerintahan Presiden Habibie

e. Pancasila sebagai Ideologi dalam masa pemerintahan Presiden Abdurrahman Wahid


f. Pancasila sebagai ideologi dalam masa pemerintahan Presiden Megawati
g. Disahkannya Undang-Undang SISDIKNAS No. 20 tahun 2003 yang tidak mencantumkan pendidikan
Pancasila sebagai mata pelajaran wajib dari tingkat Sekolah Dasar sampai perguruan tinggi.
h. Pancasila sebagai ideologi dalam masa pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY)
i. Presiden SBY menandatangani Undang-Undang RI No. 12 tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi yang
mencantumkan mata kuliah Pancasila sebagai mata kuliah wajib pada pasal 35 ayat (3).
2. Sumber Sosiologis Pancasila sebagai Ideologi Negara
Unsur-unsur sosiologis yang membentuk Pancasila sebagai ideologi negara meliputi hal-hal sebagai
berikut:
a. Sila Ketuhanan Yang Maha Esa dapat ditemukan dalam kehidupan beragama masyarakat Indonesia dalam
berbagai bentuk kepercayaan dan keyakinan terhadap adanya kekuatan gaib.
b. Sila Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab dapat ditemukan dalam hal saling menghargai dan menghormati
hak-hak orang lain, tidak bersikap sewenang-wenang.
c. Sila Persatuan Indonesia dapat ditemukan dalam bentuk solidaritas, rasa setia kawan, rasa cinta tanah air
yang berwujud pada mencintai produk dalam negeri.
d. Sila Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan/Perwakilan dapat
ditemukan dalam bentuk menghargai pendapat orang lain, semangat musyawarah dalam mengambil
keputusan.
e. Sila Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia tercermin dalam sikap suka menolong, menjalankan
gaya hidup sederhana, tidak menyolok atau berlebihan.
f. Sumber Politis Pancasila sebagai Ideologi Negara

g. Pada bagian ini, mahasiswa diajak untuk melihat Pancasila sebagai ideologi negara dalam kehidupan
politik di Indonesia. Unsur-unsur politis yang membentuk Pancasila sebagai ideologi negara meliputi hal-
hal sebagai berikut.
h. Sila Ketuhanan Yang Maha Esa diwujudkan dalam bentuk semangat toleransi antarumat beragama.
i. Sila Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab diwujudkan penghargaan terhadap pelaksanaan Hak Asasi
Manusia (HAM) di Indonesia.
j. Sila Persatuan Indonesia diwujudkan dalam mendahulukan kepentingan bangsa dan negara daripada
kepentingan kelompok atau golongan, termasuk partai.
k. Sila Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan/Perwakilan
diwujudkan dalam mendahulukan pengambilan keputusan berdasarkan musyawarah daripada voting.
l. Sila Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia diwujudkan dalam bentuk tidak menyalahgunakan
kekuasaan (abuse of power) untuk memperkaya diri atau kelompok karena penyalahgunaan kekuasaan
itulah yang menjadi faktor pemicu terjadinya korupsi.
Membangun Argumen tentang Dinamika dan Tantangan Pancasila sebagai Ideologi Negara

1. Argumen tentang Dinamika Pancasila sebagai Ideologi Negara Dinamika Pancasila sebagai ideologi negara
dalam sejarah bangsa Indonesia memperlihatkan adanya pasang surut dalam pelaksanaan nilai-nilai
Pancasila. Pancasila sebagai ideologi negara dalam masa pemerintahan Presiden Soekarno. Dalam hal ini,
Soekarno memahami kedudukan Pancasila sebagai ideologi negara. Namun dalam perjalanan
pemerintahannya, ideologi Pancasila mengalami pasang surut karena dicampur dengan ideologi komunisme
dalam konsep Nasakom.
Pancasila sebagai ideologi dalam masa pemerintahan Presiden Soeharto diletakkan pada kedudukan yang
sangat kuat melalui TAP MPR No. II/1978 tentang pemasayarakatan P-4. Pada masa Soeharto ini pula,
ideologi Pancasila menjadi asas tunggal bagi semua organisasi politik (Orpol) dan organisasi masyarakat
(Ormas).
Pada masa era reformasi, Pancasila sebagai ideologi negara mengalami pasang surut dengan ditandai
beberapa hal, seperti: enggannya para penyelenggara negara mewacanakan tentang Pancasila, bahkan
berujung pada hilangnya Pancasila dari kurikulum nasional, meskipun pada akhirnya timbul kesadaran
penyelenggara negara tentang pentingnya pendidikan Pancasila di perguruan tinggi.
2. Argumen tentang Tantangan terhadap Pancasila sebagai Ideologi Negara
Pada bagian ini, akan ditemukan berbagai tantangan terhadap Pancasila sebagai ideologi negara. Unsur-
unsur yang memengaruhi tantangan terhadap Pancasila sebagai ideologi negara meliputi faktor
eksternal dan internal. Adapun faktor eksternal meliputi hal-hal berikut:
a. Pertarungan ideologis antara negara-negara super power antara Amerika Serikat dan Uni Soviet antara
1945 sampai 1990 yang berakhir dengan bubarnya negara Soviet sehingga Amerika menjadi satu-
satunya negara super power.
b. Menguatnya isu kebudayaan global yang ditandai dengan masuknya berbagai ideologi asing dalam
kehidupan berbangsa dan bernegara karena keterbukaan informasi.
c. Meningkatnya kebutuhan dunia sebagai akibat pertambahan penduduk dan kemajuan teknologi
sehingga terjadi eksploitasi terhadap sumber daya alam secara masif. Dampak konkritnya adalah
kerusakan lingkungan, seperti banjir, kebakaran hutan.
Adapun faktor internal meliputi hal-hal sebagai berikut:
a. Pergantian rezim yang berkuasa melahirkan kebijakan politik yang berorientasi pada kepentingan kelompok
atau partai sehingga ideologi Pancasila sering terabaikan.
b. Penyalahgunaan kekuasaan (korupsi) mengakibatkan rendahnya kepercayaan masyarakat terhadap rezim
yang berkuasa sehingga kepercayaan terhadap ideologi menurun drastis. Ketidakpercayaan terhadap partai
politik (parpol) juga berdampak terhadap ideologi negara sebagaimana terlihat dalam gambar berikut.
c. Dimensi fleksibilitas; mengandung relevansi atau kekuatan yang merangsang masyarakat untuk
mengembangkan pemikiran-pemikiran baru tentang nilai-nilai dasar yang terkandung di dalamnya. Dengan
demikian, Pancasila sebagai ideologi bersifat terbuka karena bersifat demokratis dan mengandung
dinamika internal yang mengundang dan merangsang warga negara yang meyakininya untuk
mengembangkan pemikiran baru, tanpa khawatir kehilangan hakikat dirinya (Alfian, 1991: 192 – 195).
2. Urgensi Pancasila sebagai Ideologi Negara
Pada bagian ini, mahasiswa perlu menyadari bahwa peran ideologi negara itu bukan hanya terletak pada aspek
legal formal, melainkan juga harus hadir dalam kehidupan konkret masyarakat itu sendiri. Beberapa peran
konkret Pancasila sebagai ideologi meliputi hal-hal sebagai berikut:
a. Ideologi negara sebagai penuntun warga negara, artinya setiap perilaku warga negara harus didasarkan
pada preskripsi moral. Contohnya, kasus narkoba yang merebak di kalangan generasi muda
menunjukkan bahwa preskripsi moral ideologis belum disadari kehadirannya. Oleh karena itu,
diperlukan norma-norma penuntun yang lebih jelas, baik dalam bentuk persuasif, imbauan maupun
penjabaran nilai-nilai Pancasila ke dalam produk hukum yang memberikan rambu yang jelas dan
hukuman yang setimpal bagi pelanggarnya.
b. Ideologi negara sebagai penolakan terhadap nilai-nilai yang tidak sesuai dengan sila-sila Pancasila.
Contohnya, kasus terorisme yang terjadi dalam bentuk pemaksaan kehendak melalui kekerasan. Hal ini
bertentangan nilai toleransi berkeyakinan, hak-hak asasi manusia, dan semangat persatuan. Gambar berikut
ini memperlihatkan bagaimana terorisme telah merusak nilai toleransi.
c. dunia, khususnya tentang ideologi tertutup dan ideologi terbuka.
d. Pancasila sebagai ideologi, termasuk bersifat tertutup atau terbuka, berikan argumen Anda.
e. Berbagai kasus yang terkait dengan penyalahgunaan narkoba dan yang mengancam eksistensi Pancasila.
f. Berbagai kasus yang terkait dengan terorisme yang mengancam eksitensi ideologi Pancasila.
g. Berbagai kasus yang terkait dengan korupsi di Indonesia yang mengancam eksistensi ideologi Pancasila.
h. Berbagai kasus kesadaran pajak warga Negara yang mengancam eksistensi ideologi Pancasil.
Pancasila sebagai Ideologi Negara
Pentingnya Pancasila sebagai ideologi negara bagi mahasiswa adalah untuk memperlihatkan peran ideologi
sebagai penuntun moral dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara sehingga ancaman berupa
penyalahgunaan narkoba, terorisme, dan korupsi dapat dicegah. Di samping itu, Pancasila sebagai ideologi
negara pada hakikatnya mengandung dimensi realitas, idealitas, dan fleksibilitas yang memuat nilai-nilai dasar,
cita-cita, dan keterbukaan sehingga mahasiswa mampu menerima kedudukan Pancasila secara akademis.
Pentingnya Pancasila sebagai ideologi negara bagi mahasiswa adalah untuk memperlihatkan peran ideologi
sebagai penuntun moral dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara sehingga ancaman berupa
penyalahgunaan narkoba, terorisme, dan korupsi dapat dicegah. Di samping itu, Pancasila sebagai ideologi
negara pada hakikatnya mengandung dimensi realitas, idealitas, dan fleksibilitas yang memuat nilai-nilai dasar,
cita-cita, dan keterbukaan sehingga mahasiswa mampu menerima kedudukan Pancasila secara akademis
NEGARA DAN KONSTITUSI

Sistem Konstitusi (Hukum Dasar) Republik Indonesia, selain tersusun dalam hukum
dasar yang tertulis yaitu UUD 1945, juga mengakui hukum dasar yang tidak tertulis. Perlu
diperhatikan bahwa kaidah-kaidah hukum ketatanegaraan tidak hanya terdapat pada hukum dasar.
Kaidah-kaidah hukum ketatanegaraan terdapat juga pada berbagai peraturan ketatanegaraan
lainnya seperti dalam Tap. MPR, UU, Perpu, dan sebagainya.
Hukum dasar tidak tertulis yang dimaksud dalam UUD 1945: adalah Konvensi atau kebiasaan
ketatanegaraan dan bukan hukum adat (juga tidak tertulis), terpelihara dalam praktek
penyelenggaraan negara. Meminjam rumusan ( dalam teori ) mengenai Konvensi dari AV. Dicey :
adalah ketentuan yang mengenai bagaimana seharusnya mahkota atau menteri melaksanakan “
Discretionary Plowers “. Dicretionary Plowers adalah kekuasaan untuk bertindak atau tidak
bertindak yang semata-mata didasarkan kebijaksanaan atau pertimbangan dari pemegang
kekuasaan itu sendiri.

Hal diatas yang mula-mula mengemukakan yaitu Dicey dikalangan sarjana di Inggris
pendapat tersebut dapat diterima, lebih lanjut beliau memperinci konvensi ketatanegaraan
merupakan hal-hal sebagai berikut :
a. Konvensi adalah bagian dari kaidah ketatanegaraan (konstitusi) yang tumbuh, diikuti dan ditaati
dalam praktek penyelenggaraan negara.
b. Konvensi sebagai bagian dari konstitusi tidak dapat dipaksakan oleh ( melalui ) pengadilan.
c. Konvensi ditaati semata-mata didorong oleh tuntutan etika, akhlak atau politik dalam
penyelenggaraan negara.
d. Konvensi adalah ketentuan-ketentuan mengenai bagaimana seharusnya (sebaliknya)
discretionary plowers dilaksanakan. Menyinggung ketatanegaraan adalah tak terlepas dari
organisasi negara, disini muncul pertanyaan yaitu : apakah negara itu ? Untuk menjawab
pertanyaan tersebut kita pinjam “ Teori Kekelompokan “ yang dikemukakan oleh ; Prof.Mr.R.
Kranenburg adalah sebagai berikut :
“ Negara itu pada hakekatnya adalah suatu organisasi kekuasaan yang diciptakan oleh sekelompok
manusia yang disebut bangsa dengan tujuan untuk menyelenggarakan kepentingan mereka
bersama “ Maka disini yang primer adalah kelompok manusianya, sedangkan organisasinya, yaitu
negara bersifat sekunder. Tentang negara muncul adanya bentuk negara dan sistem pemerintahan,
keberadaan bentuk negara menurut pengertian ilmu negara dibagi menjadi dua yaitu :
Monarchie dan Republik, jika seorang kepala negara diangkat berdasarkan hak waris atau
keturunan maka bentuk negara disebut Monarchie dan kepala negaranya disebut Raja atau Ratu.
Jika kepala negara dipilih untuk masa jabatan yang ditentukan, bentuk negaranya disebut Republik
dan kepala negaranya adalah Presiden. Bentuk negara menurut UUD 1945 baik dalam Pembukaan
dan Batang Tumbuh dapat diketahui pada pasal 1 ayat 1, tidak menunjukkan adanya persamaan
pengertian dalam menggunakan istilah bentuk negara (lihat alinea ke 4), maka disusunlah
kemerdekaan kebangsaan Indonesia dalam suatu Undang-Undang Dasar Negara Indonesia yang
berkedaulatan rakyat dengan berdasar kepada Ketuhanan Yang Maha Esa, dst. Negara Indonesia
adalah negara kesatuan yang berbentuk Republik.
Dalam sistem ketatanegaraan dapat diketahui melalui kebiasaan ketatanegaraan (convention), hal
ini mengacu pengertian Konstitusi, Konstitusi mengandung dua hal yaitu : Konstitusi tertulis dan
Konstitusi tidak tertulis, menyangkut konstitusi sekelumit disampaikan tentang sumber hukum
melalui ilmu hukum yang membedakan dalam arti materiil dan sumber hukum dalam arti formal.
Sumber hukum dalam arti materiil adalah sumber hukum yang menentukan isi dan substansi
hukum sedangkan sumber hukum dalam arti formal adalah hukum yang dikenal dari bentuknya,
karena bentuknya itu menyebabkan hukum berlaku umum, contoh dari hukum formal adalah
Undang-Undang dalam arti luas, hukum adat, hukum kebiasaan, dan lain-lain.
Konvensi atau hukum kebiasaan ketatanegaraan adalah: hukum yang tumbuh dalam praktek
penyelenggaraan Negara, untuk melengkapi, menyempurnakan, menghidupkan mendinamisasi
kaidah-kaidah hukum perundang-undangan. Konvensi di Negara Republik Indonesia diakui
merupakan salah satu sumber hukum tata negara. Pengertian Undang-Undang Dasar 1945 terdiri
dari 2 kelompok yaitu : Pembukaan, Batang Tumbuh yang memuat pasal-pasal, dan terdiri 16 bab,
37 pasal, 3 pasal aturan peralihan dan aturan tambahan 2 pasal. Mengenai kedudukan Undang-
Undang Dasar 1945 sebagai sumber hukum tertinggi, Pancasila merupakan segala sumber hukum.

Negara yaitu: suatu tempat yang di dalamnya di diami oleh banyak orang yang mempunyai tujuan
hidup yang bermacam-macam dan berbeda-beda antara satu orang dengan orang yang lain.

Suatu tempat dapat disebut dengan Negara jika mempunyai 3 unsur terpenting yang harus
ada didalamnya yaitu :
1. Wilayah
2. Pemerintah
3. Rakyat

Ketiga unsur tersebut harus ada dalam suatu Negara. Jika salah satu dari unsur tersebut tidak
ada maka tempat tersebut tidak dapat dinamakan Negara. Ketiga unsur tersebut saling melengkapi
dalam suatu Negara. Unsur yang lainnya yang juga harus dimiliki oleh suatu Negara adalah
pengakuan dari Negara lain.
Pengakuan dari Negara lain harus dimiliki oleh suatu Negara supaya keberadaan Negara tersebut
diakui oleh Negara-negara lain. Secara historis pengertian negara senantiasa berkembang sesuai
dengan kondisi masyarakat ada saat itu. Pada zaman Yunani kuno para ahli filsafat negara
merumuskan pengertian negara secara beragam. Aristoteles yang hidup pada tahun 384-322 S.M.,
merumuskan negara dalam bukunya Politica, yang disebutnya sebagai negara polis, yang pada saat
itu masih dipahami negara masih dalam suatu wilayah yang kecil.
Dalam pengertian itu negara disebut sebagai negara hukum, yang di dalamnya terdapat sejumlah
warga negara yang ikut dalam permusyawaratan (ecclesia), oleh karena itu menurut Aristoteles
keadilan merupakan syarat mutlak bagi terselenggaranya negara yang baik, demi terwujudnya cita-
cita seluruh warganya. Konsep pengertian negara modern yang dikemukakan oleh para tokoh
antara lain: Roger H. Soltau, mengemukakan bahwa negara adalah sebagai alat agency atau
wewenang/authority yang mengatur atau mengendalikan persoalan-persoalan bersama atas nama
masyarakat (Soltau, 1961). Sementara itu menurut Harold J. Lasky, bahwa negara adalah
merupakan suatu masyarakat yang diintegrasikan karena mempunyai wewenang yang bersifat
memaksa dan yang secara sah lebih agung dari pada individu atau kelompok, yang merupakan
bagian dari masyarakat itu.
Masyarakat adalah : suatu kelompok manusia yang hidup dan bekerja sama untuk tercapainya
suatu tujuan bersama. Masyarakat merupakan suatu negara manakala cara hidup yang harus ditaati
baik oleh individu maupun kelompok-kelompok, ditentukan suatu wewenang yang bersifat
memaksa dan mengikat (Lasky, 1947: 8-9). Max Weber mengemukakan pemikirannya bahwa
Negara adalah suatu masyarakat yang mempunyai monopoli dalam penggunaan kekerasan fisik
secara sah dalam suatu wilayah (Weber, 1958: 78). Mac Iver, menjelaskan bahwa negara adalah
asosiasi yang menyelenggarakan penertiban di dalam suatu masyarakat dalam suatu wilayah
dengan berdasarkan sistem hukum yang diselenggarakan oleh suatu pemerintah yang demi maksud
tersebut diberi kekuasaan memaksa (Iver, 1955: 22).
Sementara itu Miriam Budiardjo Guru Besar Ilmu Politik Indonesia: mengemukakan, bahwa
negara : adalah suatu daerah teritorial yang rakyatnyadiperintah (governed) oleh sejumlah pejabat
dan berhasil menuntut dari warga negaranya ketaatan pada peraturan perundang-undangannya
melalui penguasaan (kontrol) monopolistis dari kekuasaan yang sah (Budiardjo, 1985: 40-41).
Berdasarkan pengertian yang dikemukakan oleh berbagai filsuf serta para sarjana tentang negara,
maka dapat disimpulkan bahwa semua negara memiliki unsur-unsur yang mutlak harus ada.
Unsur-unsur negara adalah meliputi: Wilayah atau daerah teritorial yang sah, rakyat yaitu suatu
bangsa sebagai pendukung pokok negara dan tidak terbatas hanya pada salah satu etnis saja, serta
pemerintahan yang sah diakui dan berdaulat.

Negara Indonesia
Meskipun ditinjau berdasarkan unsur-unsur yang membentuk negara, hampir semua negara
memiliki kesamaan, namun ditinjau dari segi tumbuh dan terbentuknya negara serta susunan
negara, setiap negara di dunia ini memiliki spesifikasi serta ciri khas masing-masing. Negara
Inggris tumbuh dan berkembang berdasarkan ciri khas bangsa serta wilayah bangsa Inggris.
Mereka tumbuh dan berkembang dengan dilatar belakangi oleh megahnya kekuasaan kerajaan,
sehingga negara Inggris tumbuh dan berkembang senantiasa terkait dengan eksistensi kerajaan.
Negara Amerika tumbuh dan berkembang dari penduduk imigran yang bertualang menjelajahi
benua, meskipun bangsa yang dimaksud adalah bangsa Inggris, yang kemudian disusul oleh
berbagai etnis di dunia seperti dari Cina dan bangsa Asia lainnya, Perancis, Sepanyol, Amerika
Latin dan lain sebagainya.
Negara Amerika terbentuk melalui integrasi antar etnis di dunia, demikian pula negara-negara lain
di dunia tumbuh dan berkembang dengan ciri khas dan sejarahnya masing-masing.
Demikian pula bangsa dan Negara Indonesia tumbuh dan berkembang dengan dilatar belakangi
oleh kekuasaan dan penindasan bangsa asing seperti penjajahan Belanda serta Jepang, bangsa
Indonesia tumbuh dan berkembang dilator belakangi oleh adanya kesatuan nasib, yaitu bersama-
sama dalam penderitaan di bawah penjajahan bangsa asing serta berjuang merebut kemerdekaan.
Selain itu yang sangat khas bagi bangsa Indonesia adalah unsur-unsur etnis yang membentuk
bangsa itu sangat beraneka ragam, baik latar belakang budaya seperti bahasa, adat kebiasaan serta
nilai-nilai yang dimilikinya, oleh karena itu terbentuknya bangsa dan negara Indonesia melalui
suatu proses yang cukup panjang.
Sejak masa sebelum bangsa asing menjajah Indonesia, seperti masa kejayaan kerajaan Kutai, Sri-
wijaya, Majapahit dan kerajaan-kerajaanlainnya. Kemudian datanglah bangsa asing ke Indonesia
maka bangsa Indonesia saat itu bertekad untuk membentuk suatu persekutuan hidup yang disebut
bangsa, sebagai unsur pokok negara melalui Sumpah Pemuda 28 Oktober 1928. Isi sumpah itu
merupakan suatu tekad untuk mewujudkan unsur-unsur negara yaitu satu nusa (wilayah) negara,
satu bangsa (rakyat), dan satu bahasa, sebagai bahasa pengikat dan komunikasi antar warga negara,
dan dengan sendirinya setelah kemerdekaan kemudian dibentuklah suatu pemerintahan negara.
Prinsip-prinsip negara Indonesia dapat dikaji melalui makna yang terkandung di dalam Pembukaan
UUD 1945 Alinea I, menjelaskan tentang latar belakang terbentuknya negara dan bangsa
Indonesia, yaitu tentang kemerdekaan adalah hak kodrat segala bangsa di dunia, dan penjajahan itu
tidak sesuai dengan peri kemanusiaan dan peri keadilan oleh karena itu harus dihapuskan. Alinea
ke II menjelaskan tentang perjalanan perjuangan bangsa Indonesia dalam memperjuangkan ke-
merdekaan, alinea III menjelaskan tentang kedudukan kodrat manusia Indonesia sebagai bangsa
yang religius yang kemudian pernyataan kemerdekaan.
Adapun alinea IV, menjelaskan tentang terbentuknya bangsa dan negara Indonesia, yaitu adanya
rakyat Indonesia, pemerintahan negara Indonesia yang disusun berdasarkan Undang-Undang Dasar
negara, Wilayah negara serta dasar filosofis negara yaitu Pancasila (Notonagoro, 1975).
Setelah suatu Negara terbentuk maka Negara tersebut berhak membentuk undang-
undang atau konstitusi. Konstitusi di Indonesia sudah ada sejak zaman dahulu bahkan sebelum
kemerdekaan Indonesia, konstitusi telah ada yang berfungsi mengatur kehidupan bermasyarakat
yang disebut dengan adat istiadat yang ada karena kesepakatan dari suatu masyarakat yang terlahir
dan dipakai sebagai pengatur kehidupan bermasyarakat. Adat istiadat mempunyai suatu hukum
yang dinamakan hukum adat. Pada jaman dahulu walaupun belum ada undang-undangseperti
halnya sekarang, tetapi kehidupan masyarakat sudah diatur dengan adat istiadat dan yang
melanggar adat istiadat akan dikenakan suatu hukum yang telah masyarakat setempat sepakati
yaitu hukum adat.
Dalam reformasi menuntut dilakukannya amandemen atau mengubah UUD 1945
karena yang menjadi causa prima penyebab tragedi nasional mulai dari gagalnya suksesi
kepemimpinan yang berlanjut kepada krisis sosial-politik, bobroknya managemen negara yang
mereproduksi KKN, hancurnya nilai-nilai rasa keadilan rakyat dan tidak adanya kepastian hukum
akibat telah dikooptasi kekuasaan adalah UUD Republik Indonesia 1945. Itu terjadi karena
fundamen ketatanegaraan yang dibangun dalam UUD 1945 bukanlah bangunan yang demokratis
yang secara jelas dan tegas diatur dalam pasal-pasal dan juga terlalu menyerahkan sepenuhnya
jalannya proses pemerintahan kepada penyelenggara negara. Akibatnya dalam penerapannya
kemudian bergantung pada penafsiran siapa yang berkuasalah yang lebih banyak untuk legitimasi
dan kepentingan kekuasaannya. Dari dua kali kepemimpinan nasional rezim orde lama (1959-
1966) dan orde baru (1966-1998) telah membuktikan hal itu, sehingga siapapun yang berkuasa
dengan masih menggunakan UUD yang all size itu akan berperilaku sama dengan penguasa
sebelumnya.
Keberadaan UUD 1945 yang selama ini disakralkan, dan tidak boleh diubah kini telah
mengalami beberapa perubahan. Tuntutan perubahan terhadap UUD 1945 itu pada hakekatnya
merupakan tuntutan bagi adanya penataan ulang terhadap kehidupan berbangsa dan bernegara.
Atau dengan kata lain sebagai upaya memulai “kontrak sosial” baru antara warga negara dengan
negara menuju apa yang dicita-citakan bersama yang dituangkan dalam sebuah peraturan dasar
(konstitusi). Perubahan konstitusi ini menginginkan pula adanya perubahan sistem dan kondisi
negara yang otoritarian menuju kearah sistem yang demokratis dengan relasi lembaga negara yang
seimbang, dengan demikian perubahan konstititusi menjadi suatu agenda yang tidak bisa
diabaikan.Hal ini menjadi suatu keharusan dan amat menentukan bagi jalannya demokratisasi
suatu bangsa.
Realitas yang berkembang kemudian memang telah menunjukkan adanya komitmen
bersama dalam setiap elemen masyarakat untuk mengamandemen UUD 1945. Bagaimana cara
mewujudkan komitmen itu dan siapa yang berwenang melakukannya serta dalam situasi seperti
apa perubahan itu terjadi, menjadikan suatu bagian yang menarik dan terpenting dari proses
perubahan konstitusi itu. Karena dari sini akan dapat terlihat apakah hasil dicapai telah
merepresentasikan kehendak warga masyarakat, dan apakah telah menentukan bagi pembentukan
wajah Indonesia kedepan. Wajah Indonesia yang demokratis dan pluralistis, sesuai dengan nilai
keadilan sosial, kesejahteraan rakyat dan kemanusiaan. Dengan melihat kembali dari hasil-hasil
perubahan itu, kita akan dapat dinilai apakah rumusan-rumusan perubahan yang dihasilkan
memang dapat dikatakan lebih baik dan sempurna. Dalam artian, sampai sejauh mana rumusan
perubahan itu telah mencerminkan kehendak bersama. Perubahan yang menjadi kerangka dasar
dan sangat berarti bagi perubahan-perubahan selanjutnya. Sebab dapat dikatakan konstitusi
menjadi monumen sukses atas keberhasilan sebuah perubahan. Penempatan Pancasila sebagai
staatsfundamentalnorm pertama kali disampaikan oleh Notonagoro (Jimly;2006).
Pancasila dilihat sebagai cita hukum (rechtsidee) merupakan bintang pemandu. Posisi ini
mengharuskan pembentukan hukum positif adalah untuk mencapai ide-ide dalam Pancasila, serta
dapat digunakan untuk menguji hukum positif. Dengan ditetapkannya Pancasila sebagai
staatsfundamentalnorm maka pembentukan hukum, penerapan, dan pelaksanannya tidak dapat
dilepaskan dari nilai-nilai Pancasila. Namun dengan penempatan Pancasila sebagai
taatsfundamentalnorm berarti menempatkannya di atas Undang-undang Dasar. Jika demikian,
Pancasila tidak termasuk dalam pengertian konstitusi, karena berada di atas konstitusi. Untuk
membahas permasalahan ini dapat dilakukan dengan melacak kembali konsep norma dasar dan
konstitusi menurut Kelsen dan pengembangan yang dibuat Hans Nawiasky, serta melihat
hubungan antara Pancasila dan UUD 1945. Memang hingga kini masih terjadi polemik dikalangan
ahli hukum mengenai apakah Pancasila, atau Pembukaan UUD 1945, atau Proklamasi
Kemerdekaan, sebenarnya yang dapat disebut sebagai sumber dari segala sumber hukum.
Polemik ini mencuat ketika Muh. Yamin pada tahun 1959 menggunakan istilah sumber
dari segala sumber hukum tidak untuk Pancasila seperti yang lazim digunakan saat ini, melainkan
untuk Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945 yang disebutnya dengan ”maha-sumber dari
segala sumber hukum,”the source of the source” (Denny;2003). Sebagaimana telah ditentukan oleh
pembentukan negara bahwa tujuan utama dirumuskannya Pancasila adalah sebagai dasar negara
republik Indonesia. Dengan terbentuknya UU No.10 tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan
Perundang-undangan, sebagaimana yang termuat dalam Pasal 2 UU No.10 tahun 2004 yang
menyatakan bahwa ”Pancasila merupakan sumber dari segala sumber hukum negara”, dengan
tegas menyebutkan Pancasila sebagai sumber dari segala sumber hukum sebagai berikut:
”Penempatan Pancasila sebagai sumber dari segala sumber hukum negara adalah sesuai dengan
Pembukaan UUD 1945 yang menempatkan Pancasila sebagai dasar ideologi negara serta sekaligus
dasar filosofis bangsa dan negara, sehingga setiap materi muatan peraturan perundang-undangan
tidak boleh bertentangan dengan nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila”.
Dardji Darmodihadjo menyebutkan, bahwa Pancasila yang sah dan benar adalah yang
dapat dipertanggungjawabkan secara yuridis konstitusional dan secara objektif ilmiah. Secara
yuridis konstitusional, Pancasila sebagai dasar negara yang dipergunakan sebagai dasar mengatur
menyelenggarakan pemerintahan negara.

Pengertian Konstitusi
Kata “Konstitusi” berarti “pembentukan”, berasal dari kata kerja yaitu “constituer”
(Perancis) atau membentuk. Yang dibentuk adalah negara, dengan demikian konstitusi
mengandung makna awal (permulaan) dari segala peraturan perundang-undangan tentang
negara.Belanda menggunakan istilah “Grondwet” yaitu berarti suatu undang-undang yang menjadi
dasar (grond) dari segala hukum.Indonesia menggunakan istilah Grondwet menjadi Undang-
undang Dasar. Menurut Brian Thompson, secara sederhana pertanya¬an: what is a constitution
dapat dijawab bahwa “…a constitution is a document which contains the rules for the the operation
of an organization” Organisasi dimaksud beragam bentuk dan kompleksitas strukturnya. Negara
sebagai salah satu bentuk organisasi, pada umumnya selalu memiliki naskah yang disebut sebagai
konstitusi atau Undang-Undang Dasar.
Dahulu konstitusi digunakan sebagai penunjuk hukum penting biasanya dikeluarkan
oleh kaisar atau raja dan digunakan secara luas dalam hukum kanon untuk menandakan keputusan
subsitusi tertentu terutama dari Paus.Konstitusi pada umumnya bersifat kondifaksi yaitu sebuah
dokumen yang berisian aturan-aturan untuk menjalankan suatu organisasi pemerintahan negara,
namun dalam pengertian ini, konstitusi harus diartikan dalam artian tidak semuanya berupa
dokumen tertulis (formal).
Namun menurut para ahli ilmu hukum maupun ilmu politik konstitusi harus
diterjemahkan termasuk : kesepakatan politik, negara, kekuasaan, pengambilan keputusan,
kebijakan dan distibusi maupun alokasi Konstitusi bagi organisasi pemerintahan negara yang
dimaksud terdapat beragam bentuk dan kompleksitas strukturnya,
terdapat konstitusi politik atau hukum akan tetapi mengandung pula arti konstitusi ekonomi
Konstitusi memuat aturan-aturan pokok (fundamental) yang menopang berdirinya suatu negara.
Terdapat dua jenis kontitusi, yaitu konstitusi tertulis (Written Constitution) dan konstitusi
tidak tertulis (Unwritten Constitution).
Ini diartikan seperti halnya “Hukum Tertulis” (geschreven Recht) yang termuat dalam undang-
undang dan “Hukum Tidak Tertulis” (ongeschreven recht) yang berdasar adat kebiasaan.Dalam
karangan “Constitution of Nations”, Amos J. Peaslee menyatakan hampir semua negara di dunia
mempunyai konstitusi tertulis, kecuali Inggris dan Kanada.
Dasar negara Indonesia adalah Pancasila. Dasar negara Pancasila merupakan pandangan bangsa
Indonesia yang mengandung nilai-nilai luhur bangsa dalam menentukan konsep dasar dari cita-cita
bangsa. Dengan demikian secara tidak langsung Pancasila mengikat bangsa Indonesia dalam
praktik kenegaraan.
Pancasila sebagai dasar negara berkedudukan sebagai norma objektif dan norma tertinggi dalam
negara, serta sebagai sumber segala sumber hukum sebagaimana tertuang di dalam Tap MPRS
NO. XX/MPRS/1966, Tap MPR No. V/MPR/1973, Tap MPR NO. IX/MPR/1978. Penegasan
kembali Pancasila sebagai dasar negara tercantum dalam Tap MPR NO. XVIII/MPR /1998.
Berbeda dengan konstitusi. Konstitusi memuat bangunan negara dan sendi-sendi pemerintahan
negara. Konstitusi bisa tertulis dan tidak tertulis. Konstitusi tertulis di sebut Undang Undang Dasar
(UUD). Oleh karena itu konstitusi negara RI adalah UUD 1945. Istilah constitution lebih luas,
yaitu keseluruhanperaturan baik yang tertulis maupun tidak tertulis yang mengatur secara mengikat
cara suatu pemerintahan diselenggarakan dalam suatu masyarakat. L.J. Van
Apeldoornmembedakan antara istilah udang-undang dasar (grondwet) dengan konstitusi
(constitutie). Undang-undang dasar adalah bagian tertulis maupun peraturan yang tidak tertulis.

Keterkaitan dasar Negara dengan Konstitusi


Hubungan antara dasar negara dan konstitusi memiliki keterkaitan yang sangat erat sekali.
Keterkaitan itu memiliki: sifat filosofis, yuridis, dan sosiologis.
1. Keterkaitan Secara Filosofis
Secara filosofis, konstitusi bangsa Indonesia selalu di dasarkan pada filosofi-filosofi bangsa. Para
pendiri negara Republik Indonesia yang arif dan bijaksana telah berhasil meletakkan dasar negara
yang kokoh dan kuat, yaitu Pancasila. Kemudian, pada tanggal 18 Agustus 1945 dalam sidang
Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI).
2. Keterkaitan Secara Yuridis
Secara yuridis, konstitusi negara RI mengandung pokok-pokok pikiran dasar negara yang
diwujudkan dalam bentuk pasal-pasal konstitusi negara RI. Dengan demikian, segala bentuk
hukum atau aturan perundangan-undangan harus berpedoman pada konstitusi yang telah diilhami
oleh nilai-nilai dasar negara.
3. Keterkaitan Secara Sosiologis
Secara sosiologis, konstitusi hendaknya dapat menampung seluruh nilai-nilai yang berkembang
dalam masyarakat karena dasar merupakan prinsip-prinsip dasar dalam menjalankan kehidupan
bernegara karena mengandun nilai-nilai luhur bangsa di suatu negara. Dalam tiga UUD yang
pernah berlaku di Indonesia, yaitu UUD 1945, Konstitusi RIS 1943, dan UUDS 1950, semua
pembukaan atau mukadimahnya mencantumkan Pancasila. Selain itu, Pancasila sebagai dasar
negara mempunyai hubungan yang sangat erat dengan Proklamasi 17 Agustus 1945, dan Batang
Tubuh UUD 1945. UUD 1945 yang memuat nilai dasar Pancasila dijadikan landasan konstitusi
rakyat, dan merupakan satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan.
Pancasila sebagai dasar negara yang fundamental menjadi dasar atau fondasi perumahan bangsa
Indonesia yang merdeka dan berdaulat. UUD 1945 sebagai sumber hukum dasar yang tertulis
mempunyai kekuatan hukum yang mengikat kepada pemerintah, lembaga-lembaga negara, dan
masyarakat warga negara Indonesia dalam penyelenggaraan pemerintahan negara.

Substansi Konstitusi Negara


Substansi konstitusi negara Indonesia adalah ::watak dari suatu UUD 1945 yang menjadi dasar
hukum tertulis bagi bangsa dan negara Indonesia. Substansi memiliki makna kata inti atau sifat
pokok. Secara garis besar hal-hal yang pokok atau utama dari suatu konstitusi negara tidak boleh
berubah atau menyimpang dari rumusan dasar negara. Dalam kenegaraan Indonesia, hal tersebut
tercantum dalam Pembukaan UUD 1945.
Inti atau sifat pokok dari UUD 1945 adalah Pancasila dengan nilai-nilai yang dikandungnya yang
menjadi dasar yuridis bagi pelaksanaan dan kelangsungan negara Republik Indonesia. Rumusan
Pancasila sebagai dasar negara Republik Indonesia tercantum di dalam pembukaan UUD 1945,
terutama alenia IV, sedangkan Pembukaan UUD 1945 secara ilmiah merupakan kaidah pokok
negara yang fundamental. Dengan kata lain, substansi konstitusi negara Indonesia adalah naskah
yang merupakan rangka dan tugas-tugas pokok dari badan-badan pemerintahan suatu negara
Indonesia dan menentukan pokok-pokok kerja tersebut berdasarkan Pancasila.

Sikap Positif terhadap Konstitusi Negara


Pembukaan UUD 1945 telah merumuskan secara padat tujuan serta prinsip-prinsipdasar untuk
mencapai tujuan dasar bangsa Indonesia. Namun, UUD 1945 bukanlah sumber permasalahan atas
segala peristiwa yang pernah bergolak di Indonesia.

Beberapa sikap positif warga negara yang perlu dilestarikan terhadap konstitusi negara
UUD 1945 adalah sebagai berikut:
1. Menjalankan segala ketentuan hukum serta kehidupan berbangsa dan bernegara berdasarkan
UUD 1945.
2. Mensosialisasikan UUD 1945 ke dalam berbagai kehidupan masyarakat.
3. Menjadikan UUD 1945 sebagai pedoman atas permasalahan ketatanegaraan atau kehidupan
berbangsa dan bernegara.
4. Menghindari sikap yang inkonstitusisnal.
5. Menjadikan UUD 1945 sebagai sumber hukum atas berbagai produk hukum yang ingin dibuat
karena telah di juarai oleh nilai-nilai dasar bangsa Indonesia (tertuang dalam Pancasila).
Konstitusi merupakan hasil perjanjian masyarakat dengan negara yang dipergunakan untuk
membina negara dan pemerintahan yang akan mengurus mereka. Konstitusi menjamin hak-hak inti
manusia dan warga negara dan alat-alat pemerintahannya

Pendapat para ahli tentang Konstitusi


Usep Ramawijaya
Dalam arti sempit :Konstitusi menunjuk pada dokimen pokok yang berisi aturan mengenai
susunan organisasi kenegaraan beserta cara kerjanya.
Dalam arti luas: Kostitusi mencakup segala ketantuan tentang keorganisasian Negara baik UUD,
UU Organik maupun kebiasaan kenegaraan atau konvensi (perjanjian)
C.F Strong
Dalam arti sempit: Kumpulan naskah atau keseluruhan kumpulan peraturan yang mengandung
unsur otoritas sebagai hukum negara
Herman Heller
Konstitusi memiliki arti yang lebih luas dari UUD. Konstitusi tidak hanya bersifat yuridis
(pengadilan hukum) semata, tetapi juga bersifat sosiologis dan politis.
Konstitusi Tertulis Dan Tidak Tertulis
Konstitusi memuat suatu aturan pokok (fundamental) mengenai sendi-sendi pertama
untuk menegakkan suatu bangunan besar yang disebut negara. Sendi-sendi itu tentunya harus
kokoh, kuat dan tidak mudah runtuh agar bangunan negara tetap tegak berdiri. Ada dua macam
konstitusi di dunia, yaitu “Konstitusi Tertulis” (Written Constitution) dan “Konstitusi Tidak
Tertulis” (Unwritten Constitution), ini diartikan seperti halnya “Hukum Tertulis” (geschreven
Recht) yang trmuat dalam undang-undang dan “Hukum Tidak Tertulis” (ongeschreven recht) yang
berdasar adat kebiasaan.
Dalam karangan “Constitution of Nations”, Amos J. Peaslee menyatakan hampir semua
negara di dunia mempunyai konstitusi tertulis, kecuali Inggris dan Kanada. Di beberapa negara ada
dokumen tetapi tidak disebut konstitusi walaupun sebenarnya materi muatannya tidak berbeda
dengan apa yang di negara lain disebut konstitusi.

Ivor Jenning dalam buku (The Law and The Constitution) menyatakan di negara-negara
dengan konstitusi tertulis ada dokumen tertentu yang menentukan:
a. Adanya wewenang dan tata cara bekerja lembaga kenegaraan
b. Adanya ketentuan berbagai hak asasi dari warga negara yang diakui dan dilindungi.

Di inggris baik lembaga-lembaga negara termaksud dalam huruf a maupun pada huruf b yang
dilindungi, tetapi tidak termuat dalam suatu dokumen tertentu. Dokumen-dokumen tertulis hanya
memuat beberapa lembaga-lembaga negara dan beberapa hak asasi yang dilindungi, satu dokumen
dengan yang lain tidak sama.
Karenanya dilakukan pilihan-pilihan di antara dokumen itu untuk dimuat dalam konstitusi. Pilihan
di Inggris tidak ada.Penulis Inggris yang akhirnya memilih lembaga-lembaga mana dan hak asasi
mana oleh mereka yang dianggap “constitutional.”

Ada konstitusi yang materi muatannya sangat panjang dan sangat pendek. Konstitusi yang
terpanjang adalah India dengan 394 pasal. Kemudian Amerika Latin seperti uruguay 332 pasal,
Nicaragua 328 pasal, Cuba 286 pasal, Panama 271 pasal, Peru 236 pasal, Brazil dan Columbia 218
pasal, selanjutnya di Asia, Burma 234 pasal, di Eropa, belanda 210 pasal.
Konstitusi terpendek adalah Spanyol dengan 36 pasal, Indonesia 37 pasal, Laos 44 pasal,
Guatemala 45 pasal, Nepal 46 pasal, Ethiopia 55 pasal, Ceylon 91 pasal dan Finlandia 95 pasal.

Tujuan Dari Konstitusi


Pada umumnya hukum bertujuan untuk mengadakan tata tertib untuk keselamatan
masyarakat yang penuh dengan konflik antara berbagai kepentingan yang ada di tengah
masyarakat. Tujuan hukum tata negara pada dasarnya sama dan karena sumber utama dari hukum
tata negara adalah konstitusi atau Undang-Undang Dasar, akan lebih jelas dapat dikemukakan
tujuan konstitusi itu sendiri.

Konstitusi juga memiliki tujuan yang hampir sama dengan hukum, namun tujuan dari
konstitusi lebih terkait dengan:
1. Berbagai lembaga-lembaga kenegaraan dengan wewenang dan tugasnya masing-masing.
2. Hubungan antar lembaga negara
3. Hubungan antar lembaga negara(pemerintah) dengan warga negara (rakyat).
4. Adanya jaminan atas hak asasi manusia
5. Hal-hal lain yang sifatnya mendasar sesuai dengan tuntutan jaman.
Semakin banyak pasal-pasal yang terdapat di dalam suatu konstitusi tidak menjamin
bahwa konstitusi tersebut baik.Di dalam praktekna, banyak negara yang memiliki lembaga-
lembaga yang tidak tercantum di dalam konstitusi namun memiliki peranan yang tidak kalah
penting dengan lembaga-lembaga yang terdapat di dalam konstitusi.Bahkan terdapat hak-hak asasi
manusia yang diatur diluar konstitusi mendapat perlindungan lebih baik dibandingkan dengan yang
diatur di dalam konstitusi. Dengan demikian banyak negara yang memiliki aturan-aturan tertulis di
luar konstitusi yang memiliki kekuatan yang sama denga pasal-pasal yang terdapat pada konstitusi.
Konstitusi selalu terkait dengan paham konstitusionalisme. Walton H. Hamilton
menyatakan “Constitutionalism is the name given to the trust which men repose in the power of
words engrossed on parchment to keep a government in order. Untuk tujuan to keep a government
in order itu diperlukan pengaturan yang sede-mikian rupa, sehingga dinamika kekuasaan dalam
proses pemerintahan dapat dibatasi dan dikendalikan sebagaimana mestinya. Gagasan mengatur
dan membatasi kekuasaan ini secara alamiah muncul karena adanya kebutuhan untuk merespons
perkembangan peran relatif kekuasaan umum dalam kehidupan umat manusia.

Klasifikasi Konstitusi
Hampir semua negara memiliki konstitusi, namun antara negara satu dengan negara
lainya tentu memiliki perbeadaan dan persamaan. Dengan demikian akan sampai pada klasifikasi
dari konstitusi yang berlaku di semua negara.
Para ahli hukum tata negara atau hukum konstitusi kemudian mengadakan klasifikasi
berdasarkan cara pandang mereka sendiri, antara lain K.C. Wheare, C.F. Strong, James Bryce dan
lain-lainnya.

Dalam buku K.C. Wheare “Modern Constitution” (1975) mengklasifikasi konstitusi


sebagai berikut:
a. Konstitusi tertulis dan konstitusi tidak tertulis (written constitution and unwritten constitution)
b. Konstitusi fleksibel dan konstitusi rigid (flexible and rigid constitution). Konstitusi fleksibelitas
merupakan konstitusi yang memiliki ciri-ciri pokok :
- Sifat elastis, artinya dapat disesuaikan dengan mudah .
- Dinyatakan dan dilakukan perubahan adalah mudah seperti mengubah undang- undang.
c. Konstitusi derajat tinggi dan konstitusi derajat tidak derajat tinggi (Supreme and not supreme
constitution). Konstitusi derajat tinggi, konstitusi yang mempunyai kedudukan tertinggi dalam
negara (tingkatan peraturan perundang-undangan).Konstitusi tidak derajat tinggi adalah konstitusi
yang tidak mempunyai kedudukan seperti yang pertama.
d. Konstitusi Negara Serikat dan Negara Kesatuan (Federal and Unitary Constitution).
Bentuk negara akan sangat menentukan konstitusi negara yang bersangkutan. Dalam
suatu negara serikat terdapat pembagian kekuasaan antara pemerintah federal (Pusat) dengan
negara-negara bagian.Hal itu diatur di dalam konstitusinya.Pembagian kekuasaan seperti itu tidak
diatur dalam konstitusi negara kesatuan, karena pada dasarnya semua kekuasaan berada di tangan
pemerintah pusat.
e. Konstitusi Pemerintahan Presidensial dan pemerintahan Parlementer (President Executive and
Parliamentary Executive Constitution).

Dalam sistem pemerintahan presidensial (strong) terdapat ciri-ciri antara lain:


1. Presiden memiliki kekuasaan nominal sebagai kepala negara, tetapi juga memiliki kedudukan
sebagai Kepala Pemerintahan.
2. Presiden dipilih langsung oleh rakyat atau dewan pemilih.
3. Presiden tidak termasuk pemegang kekuasaan legislatif dan tidak dapat memerintahkan
pemilihan umum.

Berlakunya suatu konstitusi sebagai hukum dasar yang mengikat didasarkan atas kekuasaan
tertinggi atau prinsip kedaulatan yang dianut dalam suatu negara.Jika negara itu menganut paham
kedaulatan rakyat, maka sumber legitimasi konstitusi itu adalah rakyat.Jika yang berlaku adalah
paham kedaulatan raja, maka raja yang menentukan berlaku tidaknya suatu konstitusi.Hal inilah
yang disebut oleh para ahli sebagai constituent power yang merupakan kewenangan yang berada di
luar dan sekaligus di atas sistem yang diaturnya.Karena itu, di lingkungan negara-negara
demokrasi, rakyatlah yang dianggap menentukan berlakunya suatu konstitusi.
Constituent power mendahului konstitusi, dan konstitusi mendahului organ
pemerintahan yang diatur dan dibentuk berdasarkan konstitusi.Pengertian constituent power
berkaitan pula dengan pengertian hirarki hukum (hierarchy of law). Konstitusi merupakan
hukum yang lebih tinggi atau bahkan paling tinggi serta paling fundamental sifatnya, karena
konstitusi itu sendiri merupakan sumber legitimasi atau landasan otorisasi bentuk-bentuk hukum
atau peraturan- peraturan perundang-undangan lainnya. Sesuai dengan prinsip hukum yang
berlaku universal, maka agar peraturan-peraturan yang tingkatannya berada di bawah Undang-
Undang Dasar dapat berlaku dan diberlakukan, peraturan-peraturan itu tidak boleh bertentangan
dengan hukum yang lebih tinggi tersebut.
Dengan ciri-ciri konstitusi yang disebutkan oleh Wheare ” Konstitusi Pemerintahan
Presidensial dan pemerintahan Parlementer (President Executive and Parliamentary Executive
Constitution)”, oleh Sri Soemantri, Undang-Undang Dasar 1945 (UUD 45) tidak termasuk
kedalam golongan konstitusi Pemerintahan Presidensial maupun pemerintahan Parlementer . Hal
ini dikarenakan di dalam tubuh UUD 45 mengndung ciri-ciri pemerintahan presidensial dan ciri-
ciri pemerintahan parlementer, oleh sebab itu menurut Sri Soemantri di Indonesia menganut sistem
konstitusi campuran.

Konstitusi Di Negara Indonesia


Konstitusi dalam praktik ketatanegaraan dapat diartikan sebagai undang-undang
dasar suatu Negara.Undang-Undang Dasar Negara Indonesia yang berlaku adalah Undang-Undang
Dasar 1945 beserta amamdemennya.
Undang-Undang Dasar 1945 merupakan sebagian dari hukum dasar, yaitu khusus
hukum dasar tertulis, yang di sampingnya masih ada hukum dasar tidak tertulis.Hukum dasar
tertulis merupakan konstitusi. Hukum dasar tertulis ini terdiri atas Pembukaan, Batang Tubuh, dan
Penjalasan, sebagai satu kesatuan organic yang masing-masing mempunyai fungsi dan kedudukan
tersendiri.

Sifat-sifat hukum tertulis antara lain :


1. Merupakan hukum yang mengikat pemerintah sebagai penyelenggara Negara, maupun rakyat
sebagai warga Negara
2. Berisi norma-norma, aturan atau ketentuan-ketentuan yang dapat dan harus dilaksanakan.
3. Merupakan perudangan-undangan yang tertinggi dan berfungsi sebagai alat control terhadap
norma-norma hukum yang lebih rendah.
4. Memuat aturan-aturan pokok yang bersifat singkat dan supel serta memuat hak asasi manusia,
sehingga dapat memenuhi tuntutan zaman.
Sistim Pemerintahan Negara Indonesia
Sistem pemerintahan Indonesia dijelaskan dalam penjelasan UUD 1945, dikenal tujuh
kunci pokok system pemerintahan Negara yang dibagi dua kelompok yaitu system dasar dan
system pelaksana.
Sistem Negara Hukum
Yaitu Negara yang berdasarkan atas hukum ( Rechtsstaat) tidak berdasarkan atas
kekuasaaan belaka (Machtsstaat). Hal ini mengandung arti bahwa Negara termasuk di dalamnya
pemerintah dan lembaga-lembaga Negara dalam melaksanakan tindakan apapun harus dilandasi
oleh hukum atau harus dapat dipertanggungjawabkan secara hukum.
Sistem Konstitusional
Pemerintah berdasar atas system kontitusi (hukum dasar), tidak bersifat absulitisme
(kekuasaan yang tidak terbatas). Sistem ini memberikan ketegasan bahwa cara pengendalian
pemerintah dibatasi ketentuan-ketentuan konstitusi serta ketentuan-ketentuan hukum lain yang
merupakan produk konstitusional seperti GBHN dan UU.
Dengan landasan kedua system itu, system Negara hukum dan system konstitusioanal,
diciptakan system mekanisme hubungan tugas dan hukum antara lembaga-lembaga Negara yang
dapat menjamin terlaksananya system itu sendiri serta dapat memperlancar pelaksanaan
pencapaian cita-cita nasional.
Sistem Pelaksana
Lembaga Negara yang tercantum dalam system pelaksana pemerintahan ada tiga lembaga
Negara, yaitu Majelis Permusyawaratan Rakyat, Presiden, dan Dewan Perwakilan Rakyat.
Kekuasaan Negara yang Tertinggi di tangan rakyat

Sebelum amandemen dirumuskan, kekuasaan Negara yang Tertinggi di tangan Majelis


Permusyawaratan Rakyat (MPR). Tugas dan wewenang MPR adalah:
1. Menetapkan Undang-Undang Dasar dan menetapkan Garis-garis Besar Haluan Negara.
2. Mengangkat kepala negara dan wakil kepala Negara.
3. Memegang kekuasaan negara yang tertinggi, sedang presiden harus menjalankan haluan negara
menurut garis-garis besar yang telah ditetapkan oleh majelis.
Presiden ialah penyelenggara pemerintahan negara yang tertinggi disamping MPR.Sebelum
amandemen dirumuskan Presiden ialah penyelenggara pemerintahan negara yang tertinggi
dibawah majelis. Berdasarkan Undang-Undang 1945 hasil amandemen Presiden dan wakil
presiden dipilih oleh rakyat . Maka logis bahwa dalam menyelenggarakan pemerintahan Presiden
disamping MPR dan DPR, dan Presiden bukan sebagai mandataris majelis.

Presiden Tidak Bertanggung Jawab Pada DPR


Menurut sistem pemerintahan ini presiden tidak bertanggung jawab kepada DPR. Akan
tetapi presiden bekerja sama dengan dewan. Dalam pembuatan Undang-Undang, sesuai UUD 1945
hasil amandemen yaitu presiden berhak mengajukan rancangan Undang-Undang kepada DPR, dan
rancangan Undang-Undang anggaran pendapatan dan belanja negara diajukan oleh presiden untuk
dibahas bersama DPR dengan memerhatikan pertimbangan DPD. Presiden harus mendapatkan
persetujuan DPR.

Menteri Negara ialah pembantu Presiden, menteri negara tidak bertanggung jawab kepada
dewan perwakilan rakyat.
Sistem ini dijelaskan dalam UUD 1945 sebagai berikut :presiden mengangkat dan
memberhentikan menteri-menteri negara. Menteri-menteri itu tidak bertanggung jawab kepada
DPR. Kedudukannya tidak tergantung daripada dewan, akan tetapi tergantung pada Presiden.
Kekuasaan Presiden Adalah Terbatas
Dalam sistem ini kedudukan dan peranan DPR adalah kuat. DPR tidak dapat dibubarkan
oleh presiden, tetapi DPR pemegang kekuasaan membentuk Undang-Undang dan setiap rancangan
Undang-Undang dibahas oleh DPR. Presiden untuk mendapat persetujuan bersama, jadi sesuai
dengan sistem ini maka kebijaksanaan atau tindakan Presiden dibatasi pula oleh adanya
pengawasan yang efektif oleh DPR.

Hubungan Negara Dengan Konstitusi


Berhubungan sangat erat, konstitusi lahir merupakan usaha untuk melaksanakan dasar
negara. Dasar negara memuat norma-norma ideal, yang penjabarannya dirumuskan dalam pasal-
pasal oleh UUD (Konstitusi) Merupakan satu kesatuan utuh, dimana dalam Pembukaan UUD 45
tercantum dasar negara Pancasila, melaksanakan konstitusi pada dasarnya juga melaksanakan
dasar negara.

Hubungan Pancasila Dan Konstitusi Di Indonesia


Seperti yang kita ketahui dalam kehidupan bangsa Indonesia, Pancasila merupakan
filosofische grondslag dan common platforms atau kalimatun sawa. Pada masa lalu timbul suatu
permasalahan yang mengakibatkan Pancasila sebagai alat yang digunakan untuk mengesahkan
suatu kekuasaan dan mengakibatkan Pancasila cenderung menjadi idiologi tertutup. Hal ini
dikarenakan adanya anggapan bahwa pancasila berada di atas dan diluar konstitusi.
Pancasila disebut sebagai norma fundamental negara (Staatsfundamentalnorm) dengan
menggunakan teori Hans Kelsen dan Hans Nawiasky.Teori Hans Kelsen yang mendapat banyak
perhatian adalah hierarki norma hukum dan rantai validitas yang membentuk piramida hukum
(stufentheorie). Salah seorang tokoh yang mengembangkan teori tersebut adalah murid Hans
Kelsen, yaitu Hans Nawiasky. Teori Nawiaky disebut dengan theorie von stufenufbau der
rechtsordnung.

Susunan norma menurut teori tersebut adalah:


1. Norma fundamental negara (Staatsfundamentalnorm);
2. Aturan dasar negara (staatsgrundgesetz);
3. Undang-undang formal (formell gesetz); dan
4. Peraturan pelaksanaan dan peraturan otonom (verordnung en autonome satzung).

Staatsfundamentalnorm adalah norma yang merupakan dasar bagi pembentukan konstitusi atau
Undang-Undang Dasar (staatsverfassung) dari suatu negara. Posisi hukum dari suatu
Staatsfundamentalnorm adalah sebagai syarat bagi berlakunya suatu
konstitusi.Staatsfundamentalnorm ada terlebih dahulu dari konstitusi suatu negara.

Perubahan Dan Macam-macam Perubahan Konstitusi


Dari segi tata bahasa kata Amandemen sama dengan amandement. Secara harfiah
amandement dalam bahasa Indonesia berarti mengubah. Mengubah maupun perubahan berasal dari
kata dasar ubah yang berarti lain atau beda. Mengubah mengandung arti menjadi lain sedang
perubahan diartikan hal berubahnya sesuatu; pertukaran atau peralihan.
Dapat kita jabarkan bahwa perubahan yang oleh John M Echlos dan Hasan Shadily juga
disebut amandemen tidak saja berarti menjadi lain isi serta bunyi ketentuan dalam UUD, akan
tetapi juga mengandung sesuatu yang merupakan tambahan pada ketentuan-ketentuan dalam UUD
yang sebelumnya tidak terdapat didalamnya. Menurut KC Wheare konstitusi itu harus bersifat
kaku dalam aspek perubahan.

Empat sasaran yang hendak dituju dalam usaha mempertahankan Konstitusi dengan jalan
mempersulit perubahannya adalah:
1. Agar perubahan konstitusi dilakukan dengan pertimbangan yang masak, tidak secara
serampangan dan dengan sadar (dikehendaki).
2. Agar rakyat mendapat kesempatan untukmenyampaikan pandangannya sebelum perubahan
dilakukan.
3. Agar kekuasaan Negara serikat dan kekuasaan Negara bagian tidak diubah semata-mata oleh
perbuatan masing-masing pihak secara tersendiri.
4. Agar supaya hak-hak perseorangan atau kelompok, seperti kelompok minoritas agama atau
kebudayaannya mendapat jaminan.

Konsensus yang menjamin tegaknya konstitusionalisme di zaman modern dewasa ini pada
umumnya dipahami berdasarkan pada tiga elemen kesepakatan atau konsensus, sebagai
berikut :
1. Kesepakatan tentang tujuan atau cita-cita bersama (the general goals of society or
general acceptance of the same philosophy of government).
2. Kesepakatan tentang the rule of law sebagai landasan pemerintahan atau
penyelenggaraan negara (the basis of government).
3. Kesepakatan tentang bentuk institusi-institusi dan prosedur-prosedur ketatanegaraan
(the form of institution and procedures). (Andrews 1968: 12).
Kesepakatan pertama yaitu berkenaan dengan cita-cita bersama yang sangat menentukan
tegaknya konstitusionalisme dan konstitusi dalam suatu Negara, karena cita-cita bersama itulah
yang pada puncak abstraksinya paling mungkin mencerminkan bahkan melahirkan kesamaan-
kesamaan kepentingan diantara sesama warga masyarakat yang dalam kenyataannya harus hidup
di tengah-tengah pluralisme atau kemajemukan.
Oleh karena itu, pada suatu masyarakat untuk menjamin kebersamaan dalam kerangka kehidupan
bernegara, diperlukan perumusan tentang tujuan-tujuan atau cita-cita bersama yang biasa juga di-
sebut sebagai falsafah kenegaraan atau staatsidee (cita Negara) yang berfungsi sebagai
philosofhiscegronslaag dan comonplatforms, di antara sesama warga masyarakat dalam konteks
kehidupan bernegara. Bagi bangsa Indonesia dasar filosofis yang dimaksud adalah dasar filsafat
negara Pancasila.
Lima prinsip dasar yang merupakan dasar filosofis bangsa Indonesia tersebut adalah:
(1) Ketuhanan Yang Maha Esa,
(2) Kemanusiaan yang adil dan beradab,
(3) Persatuan Indonesia,
(4) Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan, dan
(5) Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Kelima prinsip dasar filsafat negara tersebut merupakan dasar filosofis-ideologis untuk
mewujudkan cita-cita ideal dalam bernegara yaitu:
(1) melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia,
(2) meningkatkan (memajukan) kesejahteraan umum,
(3) mencerdaskan kehidupan bangsa, dan
(4) ikut melaksanakan ketertiban dunia berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan
sosial.
Kesepakatan kedua, adalah kesepakatan bahwa basis pemerintahan didasarkan atas aturan
hukum dan konstitusi. Kesepakatan kedua ini juga sangat prinsipial, karena dalam setiap negara
harus ada keyakinan bersama bahwa dalam segala hal dalam penyelenggaraan negara harus
didasarkan atas rule of law. Bahkan di Amerika dikenal istilah The Rule of law, and not rule of
man" untuk menggambarkan pengertian bahwa hukumlah yang sesungguhnya memerintah atau
memimpin dalam suatu negara, bukan manusia. Istilah "The Rule of law" harus dibedakan dengan
istilah "The Rule by Law". Dalam istilah terakhir ini, kedudukan hukum (law) digambarkan hanya
bersifat instrumentalis atau hanya sebagai alat, sedangkan kepemimpinan tetap berada ditangan
orang atau manusia, yaitu "The Rule of Man by Law".
Dalam pengertian yang demikian, hukum dapat dipandang sebagai suatu kesatuan sistem yang
puncaknya terdapat pengertian mengenai hukum dasar yang disebut konstitusi, baik dalam arti
naskah yang tertulis maupunyang tidak tertulis, pengertian inilah kita kenal istilah constitutional
state yang merupakan salah satu ciri penting negara demokrasi modern. Kesepakatan tentang
sistem aturan sangat penting, sehingga konstitusi sendiri dapat dijadikan pegangan tertinggi dalam
memutuskan segala sesuatu yang harus didasarkan atas hukum. Tanpa ada konsensus semacam itu,
konstitusi tidak berguna, karena ia sekedar berfungsi sebagai kertas dokumen yang mati, hanya
bernilai semantik dan tidak berfungsi atau tidak dapat difungsikan sebagaimana mestinya.
Kesepakatan ketiga, adalah berkenaan dengan:
(a) bangunan organ negara dan prosedur-prosedur yang mengatur kekuasaan,
(b) hubungan-hubungan antar organ negara itu satu sama lain, serta
(c) hubungan antara organ-organ negara itu dengan warga negara.
Dengan adanya kesepakatan tersebut, maka isi konstitusi dapat dengan mudah dirumuskan karena
benar-benar mencerminkan keinginan bersama, berkenaan dengan institusi kenegaraan dan
mekanisme ketatanegaraan yang hendak dikembangkan dalam kerangka kehidupan negara ber-
konstitusi (constitutional state). Kesepakatan itulah yang dirumuskan dalam dokumen konstitusi
yang diharapkan dijadikan pegangan bersama untuk kurun waktu yang cukup lama. Para
perancang dan perumus konstitusi tidak seharusnya membayangkan bahwa konstitusi akan diubah
dalam waktu dekat.
Konstitusi tidak sama dengan undang-undang yang dapat lebih mudah diubah. Karena
itulah mekanisme perubahan Undang-Undang Dasar memang sudah seharusnya tidak diubah
semudah mengubah undang-undang. Meskipun demikian seharusnya konstitusi tidak disakralkan
dari kemungkinan perubahan seperti yang terjadi tatkala Orde Baru. Keseluruhan kesepakatan itu
pada intinya menyangkut prinsip pengaturan dan pembatasan kekuasaan, atas dasar pengertian
tersebut maka sebenarnya prinsip konstitusionalisme modern adalah menyangkut prinsip
pembatasan kekuasaan atau yang lazim disebut sebagai prinsip limited government. Dalam
pengertian inilah maka konstitusionalisme mengatur dua hubungan yang saling berkaitan satu
sama lain yaitu: Pertama, hubungan antara pemerintahan dengan warga negara; dan Kedua,
hubungan antara lembaga pemerintahan yang satu dengan lainnya.

Konstitusi mempunyai pengertian dalam arti luas adalah keseluruhan dari ketentuan-ketentuan
dasar/hukum dasar, sedangkan dalam arti sempit memiliki arti piagam dasar atau undang-undang
dasar yang merupakan dokumen lengkap mengenai peraturan dasar Negara.Konstitusi mempunyai
tujuan dan kegunaan dalam pembentukannya. Konstitusi dibuat dengan tujuan mencapai tujuan
dari suatu negara yang membuatnya kalau di Indonesia konstitusi dibuat untuk mencapai tujuan
yang berdasarkan pada nilai-nilai Pancasila yang sebagai dasar Negara Indonesia.
Sedangkan selain mempunyai tujuan, Konstitusi juga mempunyai kegunaan bagi penguasa sebagai
alat mewujudkan cita-cita dari tujuan Negara yang sesuai dengan kaedah Negara pembuatnya.
Tampak bahwa begitu banyak tujuan, manfaat dan kegunaan konstitusi bagi suatu Negara
khususnya bagi Indonesia untuk mewujudkan suatu cita-cita luhur bangsa Indonesia maka
konstitusi sangat dibutuhkan bagi Negara Indonesia yang dapat juga sebagai alat pencapai tujuan
Negara berdasarkan pada Dasar Negara yaitu Pancasila. Oleh karena itu, dengan adanya konstitusi
maka pengaturan dalam Negara akan berjalan dengan baik, lancar dan tertata sehingga dinamika
dan proses pemerintahan Negara dapat dibatasi dan dikendalikan serta dapat mewujudkan
kehidupan dalam Negara yang dinamis dan terkendali untuk kepentingan bersama.

Persamaan Dan Perbedaan UUD Dan Konstitusi


Persamaannya
Persamaan UUD & Konstitusi adalah sama-sama peraturan yang ditetapkan lembaga hukum remsi
(Pemerintah).
Perbedaannya
UUD adalah: peraturan yang menjadi dasar seluruh peraturan, konstitusi, atau Perundang-
undangan disebuah negara, Tidak sah sebuah konstitusi tanpa mengacu pada UUD., sedangkan
Konstitusi adalah: Semua ketentuan, peraturan, atau perundang-undangan, termasuk didalamnya
UUD itu sendiri.
Suasana kebatinan UUD 1945 dan cita-cita hukum UUD 1945 tidak lain adalah bersumber kepada
atau dijiwai dasar falsafah negara pancasila, disinilah arti dan fungsi Pancasila sebagai dasar
negara. Pancasila adalah jiwa, sumber dan landasan UUD 1945, secara teknis dapat dikatakan
bahwa pokok-pokok pikiran yang terdapat dalam pembukaan UUD 1945 adalah garis besar cita-
cita yang terkandung dalam pancasila. Batang tubuh UUD 1945 merupakan pokok-pokok nilai-
nilai pancasila yang disusun dalam pasal-pasal.

Konstitusi Indonesia
Dalam proses reformasi hukum dewasa ini berbagai kajian ilmiah tentang UUD 1945, banyak
yang melontarkan ide untuk melakukan amandemen terhadap UUD 1945. Amandemen tidak
dimak- sudkan untuk mengganti sama sekali UUD 1945, akan tetapi merupakan prosedur
penyempurnaan terhadap UUD 1945 tanpa harus Langsung mengubah UUD nya itu sendiri,
amandemen lebih merupakan perlengkapan dan rincian yang dijadikan lampiran otentik bagi UUD
tersebut (Mahfud, 1999:64).
Dengan sendirinya amandemen dilakukan dengan melakukan berbagai perubahan pada pasal-pasal
maupun memberikan tambahan-tambahan. Ide tentang amandemen terhadap UUD 1945 tersebut
didasarkan pada suatu kenyataan sejarah selama masa Orde Lama dan Orde Baru, bahwa
penerapan terhadap pasal-pasal UUD memiliki sifat "multi interpretable" atau dengan kata lain
berwayuh arti, sehingga mengakibatkan adanya sentralisasi kekuasaan terutama kepada presiden.
Karena latar belakang politik inilah maka masa Orde Baru berupaya untuk melestarikan UUD
1945 bahkan UUD 1945 seakan-akan bersifat keramat yang tidak dapat diganggu gugat.
Suatu hal yang sangat mendasar bagi pentingnya amandemen UUD 1945 adalah tidak adanya
sistem kekuasaan dengan "checks and balances" terutama terhadap kekuasaan eksekutif, bagi
bangsa Indonesia proses reformasi terhadap UUD 1945 adalah merupakan suatu keharusan, karena
hal itu akan mengantarkan bangsa Indonesia ke arah tahapan baru melakukan penataan terhadap
ketatanegaraan.

Amandemen terhadap UUD 1945 dilakukan oleh bangsa Indonesia sejak tahun 1999, di mana
amandemen pertama dilakukan dengan memberikan tambahan dan perubahan terhadap pasal; 9
UUD 1945. Kemudian amandemen kedua dilakukan pada tahun 2000, amandemen ketiga
dilakukan pada tahun 2001, dan amandemen terakhir dilakukan pada tahun 2002 dan disahkan
pada tanggal 10Agustus 2002.
Demikianlah bangsa Indonesia memasuki suatu babakan baru dalam kehidupan ketatanegaraan
yang diharapkan membawa ke arah perbaikan tingkat kehidupan rakyat. UUD 1945 hasil
amandemen 2002 dirumuskan dengan melibatkan sebanyak-banyaknya partisipasi rakyat dalam
mengambil keputusan politik, sehingga diharapkan struktur kelembagaan negara yang lebih
demokratis ini akan meningkatkan kesejahteraan rakyat.

Ciri-ciri suatu negara Hukum adalah:


a. Pengakuan dan perlindungan hak-hak asasi yang mengandung persamaan dalam bidang politik,
hukum, sosial, ekonomi dan kebudayaan.
b. Peradilan yang bebas dari suatu pengaruh kekuasaan atau kekuatan lain dan tidak memihak.
c. Jaminan kepastian hukum, yaitu jaminan bahwa ketentuan hukumnya dapat dipahami dapat
dilaksanakan dan aman dalam melaksanakannya.

Pancasila sebagai dasar negara yang mencerminkan jiwa bangsa Indonesia harus menjiwai semua
peraturan hukum dan pelaksananya, ketentuan ini menunjukkan bahwa di negara Indonesia
dijamin adanya perlindungan hak-hak asasi manusia berdasarkan ketentuan hukum, bukan
kemauan seseorang yang menjadi dasar kekuasaan. Menjadi suatu kewajiban bagi setiap
penyelenggaraan negara untuk menegakkan keadilan dan kebenaran berdasarkan Pancasila yang
selanjutnya melakukan penyusunan peraturan pelaksanaan, di samping itu sifat hukum yang
berdasarkan Pancasila, hukum mempunyai fungsi pengayoman agar cita-cita luhur bangsa
Indonesia tercapai dan terpelihara.
Namun demikian untuk menegakkan hukum demi keadilan dan kebenaran perlu adanya Badan-
badan kehakiman yang kokoh kuat yang tidak mudah dipengaruhi oleh lembaga-lembaga lainnya.
Pemimpin eksekutif (Presiden) wajib bekerja sama dengan badan-badan kehakiman untuk
menjamin penyelenggaraan pemerintahan yang bersih dan sehat. Dalam era reformasi dewasa ini
bangsa Indonesia benar-benar akan mengembalikan peranan hukum, aparat penegak hukum
beserta seluruh sistem peraturan perundang-undangan akan dikembalikan pada dasar-dasar negara
hukum yang berdasarkan Pancasila dan UUD 1945 hasil amandemen tahun 2002 yang mengemban
amanat demokrasi dan perlindungan hak-hak asasi manusia. Adapun pembangunan hukum di
Indonesia sesuai dengan tujuan negara hukum, diarahkan pada terwujudnya sistem hukum yang
mengabdi pada kepentingan nasional terutama rakyat, melalui penyusunan materi hukum yang
bersumberkan pada Pancasila sebagai sumber filosofinya dan UUD 1945 sebagai dasar
konstitusionalnya, serta aspirasi rakyat sebagai sumber materialnya.

Perbedaan antara UUD dan Konstitusi

UUD Konstitusi
Memuat peraturan tertulis saja. Memuat peraturan tertulis dan lisan.
Bersifat dasar dan belum memiliki sanksi pemaksa atau Bersifat dasar, belum memiliki sanksi pemaksa atau
sanksi pidana bagi penyelenggaraanya. sanksi pidana bagi penyelenggaraanya, timbul dan
terpelihara dalam praktek penyelenggaraan negara
meskipun tidak tertulis.
Mengandung pokok-pokok sebagai berikut : Memuat ketentuan-ketentuan sebagai berikut :
Adanya jaminan terhadap HAM dan warganya Organisasi negara, misalnya pembagian
Ditetapkan susunan ketatanegaraan suatu negara yang kekuasaan antar badan legislatif, eksekutif, dan
bersifat fundamental yudikatif
Adanya pembagian dan pembatasan tugas HAM
ketatanegaraan yang juga bersifat fundamental Prosedur mengubah UUD
Ada kalanya memuat larangan untuk mengubah
sifat tertentu dari UUD
Contoh : UUD NKRI 1945 Contoh : Konstitusi RIS 1949

PENTINGNYA KONSTITUSI BAGI BANGSA INDONESIA


Seorang pemikir Romawi kuno yang bernama Cicero ( 106 – 43 SM) pernah menyatakan “Ubi societas ibi ius” ,
yang berarti “di mana ada masyarakat disitu ada hukum” Ungkapan tersebut menunjukan bahwa di manapun dalam
kehidupan kelompok manusia senantiasa terdapat aturan yang mengikat warganya.
Lebih – lebih dalam kehidupan bernegara. Dalam Negara terdapat kumpulan manusia yang demikian banyak dan
demikian luas permasalahanya. Namun demikian kehidupan bernegara akan tertib jika ada aturan yang ditaati dan
di jalankan oleh segenap warganya. Aturan tertinggi dalam Negara itu adalah konstitusi atau undang – undang
(UUD) (bentuknya konstitusi)

A. KONSTITUSI – KONSTITUSI YANG PERNAH BERLAKU DI INDONESIA


Sebelum membahas tentang konstitusi – konstitusi yang pernah berlaku di Indonesia, perlu kalian ketaui
terlebih dahulu pengertian, fungsi, dan kedudukan konstitusi. Pemahaman terhadap hal ini sangat perlu mengingat
pentingnya konstitusi dalam mengatur kehidupan bernegara.
Apakah konstitusi itu? Cobalah kalian lihat dalam kamus Bahasa Inggris – Indonesia. Konstitusi
(constitution) diartikan dengan undang-undang dasar. Benarkah pengertian konstitusi sama dengan Undang-
Undang Dasar (UUD)? Memang, tidak sedikit para ahli yang mengindentikan konstitusi dengan UUD. Namun
beberapa ahli yang lain mengatakan bahwa arti konstitusi yang lebih tepat adalah hukum dasar.
Menurut Kusnardi dan Ibrahim (1983), UUD merupakan konstitusi yang tertulis. Selain konstitusi yang
tertulis, terdapat pula konstitusi yang tidak tertulis atau disebut konvensi. Konvensi adalah kebiasaan – kebiasaan
yang timbul dan terpelihara dalam praktik ketatanegaraan. Meskipun tidak tertulis , kovensi mempunyai kekuatan
hukum yang kuat dalam ketatanegaraan. Dalam uraian bab ini, konstitusi yang dimaksudkan adalah konstitusi yang
tertulis atau Undang–Undang Dasar.
Konstitusi atau Undang–Undang Dasar berisi ketentuan yang mengatur hal – hal yang mendasar dalam
bernegara. Hal–hal yang mendasar itu misalnya tentang batas – batas kekuasaan penyelenggara pemerintah Negara,
hak – hak dan kewajiban warga Negara dan lain–lain.
Menurut Sri Soemantri (1987), suatu konstitusi biasanya memuat atau mengatur hal – hal pokok sebagai
berikut :
1. Jaminan terhadap hak–hak asasi manusia dan warga Negara
2. Susunan ketatanegaraan suatu Negara
3. Pembagian dan pembatasan tugas ketatanegaraan

Konstitusi yang memuat seperangkat ketentuan atau aturan dasar suatu Negara tersebut mempunyai
fungsi yang sangat penting dalam suatu Negara. Mengapa? Sebab, konstitusi menjadi pegangan dalam
penyelenggraan Negara harus didasarkan pada konstitusi dan tidak bertentangan dengan konstitusi Negara itu.
Dengan adanya pembatasan kekuasaan yang diatur dalam konstitusi, maka pemerintahan tidak boleh menggunakan
kekuasaannya secara sewenang–wenang.
Sebagai aturan dasar dalam Negara, maka Undang–Undang Dasar mempunyai kedudukan tertinggi dalam
peraturan perundang – undangan di Indonesia. Artinya semua jenis peraturan perundang – undangan di Indonesia
kedudukannya di bawah Undang – Undang Dasar Negara Republik Indoensia, yakni UUD 1945. Peraturan
perundang – undangan tersebut adalah Undang–Undang/ Peraturan Pemerintah pengganti Undang – Undang,
Peraturan Pemerintah, Peraturan Presiden dan Peraturan Daerah.
Sekarang, marilah kita kaji konstitusi atau UUD yang pernah berlaku dan masih berlaku di Indonesia!
Materi ini perlu dipahami agar kalian mampu menjelaskan berbagai UUD yang pernah berlaku serta dinamika
ketatanegaraan di Negara kita.
Sejak tanggal 18 Agustus 1945 hingga sekarang (tahun 2008), di Negara Indonesia pernah menggunakan
tiga macam UUD yaitu UUD 1945, Konstitusi RIS 1949, dan UUD Sementara 1950 . Dilihat dari periodesasi
berlakunya kitiga UUD tersebut, dapat diuraikan menjadi lima periode yaitu:
1. 18 Agustus 1945 – 27 Desember 1949 berlaku UUD 1945,
2. 27 Desember 1949 – 17 Agustus 1950 berlaku Konstitusi RIS 1949,
3. 17 Agustus 1950 – 5 Juli 1959 berlaku UUD Sementara 1950,
4. 5 Juli 1959 – 19 Oktober 1999 berlaku kembali UUD 1945,
5. 19 Oktober 1999 – sekarang berlaku UUD 1945 (hasil perubahan)
Untuk memahami pelaksanaan konstitusi atau UUD pada setiap periode tersebut, perhatikan uraian di
bawah ini dengan seksama!

1. UUD 1945 PERIODE 18 AGUSTUS 1945 – 27 DESEMBER 1949


Pada saat Proklamasi kemerdekaan tanggal 17 Agustus 1945, Negara Republik Indonesia belum
memeiliki konstitusi atau UUD Namun sehari kemudian, tepatnya tanggal 18 Agustus 1945 , Panitia persiapan
kemerdekaan Indonesia ( PPKI ) mengadakan siding pertama yang salah satu keputusanya adalah mengesahkan
UUD yang kemudian disebut UUD 1945. Mengapa UUD 1945 tidak ditetapkan oleh MPR belum terbentuk.
Naskah UUD yang disahkan oleh PPKI tersebut diserahkan penjelasanya dimuat dalam Berita Republik
Indonesia No. 7 tahun II 1946.UUD 1945 tersebut terdiri atas tiga bagian yaitu Pembukaan, Batang Tubuh , dan
Penjelasan. Perlu dikemukakan bahwa Batang Tubuh terdiri atas 16 bab yang terbagi menjadi 37 pasal , serta 4
pasal Aturan Peralihan dan 2 ayat Aturan Tambahan.
Bagaiman system ketatanegaraan menurut UUD 1945 saat itu ? ada beberapa hal yang harus kalian
ketahui , antara lain tentang bentuk Negara ,kedaulatan,dan system pemerintahan.
Mengetahui bentuk Negara diatur dalam pasal 1 ayat ( 1 ) UUD 1945 yang menyatakan “ Negara
Indonesia adalah Negara kesatuan berbentuk republik “. Sebagai Negara ,kesatuan , maka Negara di Negara
Republik Indonesia hanya ada satu kekuasan pemerintahan Negara , yakni di tangan pemerintahan pusat. Di sini
tidak ada pemerintahan Negara bagian sebagaimana yang berlaku di Negara yang berbentuk republic, maka kepala
Negara dijabat oleh Presiden .Presiden siangkat melalui suatu pemelihan , bukan berdasar keturunan.
Mengenai sistem pemerintahan Negara diatur dalam Pasal 4 ayat ( 1 ) yang berbunyi “ Presiden
Republik Indonesia memegang kekuasaan pemerintahan menurut Undang Undang Dasar ‘’. Pasal tersebut
menunjukan bahwa sistem pemerintahan . Menteri - Menteri sebagai pelaksana tugas pemerintahan adalh
pembantu Presiden yang bertanggung jawab kepada Presiden, bukan kepada Dewan Perwakilan Rakyat (DPR ).
Perlu diketahui, lembaga tertinggi dan lembaga lembaga tinggi Negara menurut UUD 1945 ( sebelum aman
demen ) adalah:
a) Majelis Permusyawaratan ( MPR )
b) Presiden
c) Dewan Pertimbangan Agung ( DPA )
d) Dewan perwakilan Rakyat ( DPR )
e) Badan Pemeriksa Keuangan ( BPK )
f) Mahkamah Agung ( MA )

2. PERIODE BERLAKUNYA KONSTITUSI RIS 1945


Perjalanan Negara baru Republik Indonesia tidak luput dari perorangan pihak Belanda yang
menginginkan menjajah kembali Indonesia. Belanda berusaha memecah belah bangsa Indonesia dengan cara
memebentuk Negara Negara “ Boneka “ seperti Negara Sumatera Timur , Negara Indonesia Timur ,Negara
Pasundan , dan Negara jawa Timur di dalam Negara Republik Indonesia.
Bahkan Belanda kemudian melakukan agresi atau pendudukan terhadap ibu kota Jakarta , yang di kenal
dengan Agresi Militer I pada tahun 1947 dan agresi Militer II atas kota Yogyakarta pada tahun 1948 . Untuk
menyelesaikan pertikaian Belanda dengan Republik Indonesia , Perserikatan Bangsa – Bangsa (PBB ) turun tangan
dengan menyelengarakan konferensi Meja Bundar ( KMB ) di Denhaag ( Belanda ) tangal 23 Agustus - 2
November 1949. Konferensi ini dihadiri oleh wakil – wakil dari Republik Indonesia , BFO ( Bijeenkomst
VoorOverleg , gabungan Negara Negara boneka yang dibentuk Belanda ). Dan Belanda serta sebuah komisi PBB
untuk Indonesia.
KMB tersebut menghasilkan tiga buah persetujuan pokok yaitu :
1) Didirikan Negara Republik Indonesia Serikat;
2) Penyerahan kedaulatan kepada Republik Indonesia Serikat; dan
3) Didirikan uni antara RIS dengan Kerajaan Belanda
Perubahan bentuk Negara dari Negara kesatuan menjadi Negara serikat mengharuskan adanya
penggantian UUD. Oleh karena itu, disusunlah naskah UUD Republik Indonesia Serikat. Rancangan UUD tersebut
dibuat oleh delegasi RI dan delegasi BFO pada konferensi Meja Bundar.
Setelah kedua belah pihak menyetujui rancangan tersebut, maka mulai 27 Desember 1949 diberlakukan
suatu UUD yang diberi nama Konstitusi Republik Indonesia Serikat. Konstitusi tersebut terdiri atas Mukadimah
yang berisi 4 alinea, Batang Tubuh yang berisi 6 bab dan 197 pasal, serta sebuah lampiran.
Mengenai bentuk Negara dinyatakan dalam pasal ayat (1) Konstitusi RIS yang berbunyi “Republik
Indonesia Serikat yang merdeka dan berdaulat adalah Negara hukum yang demokratis dan berbentuk federasi”.
Dengan berubah menjadi Negara serikat (federasi), maka di dalam RIS terdapat beberapa Negara bagian. Masing –
masing memiliki kekuasaan peemrintahan di wilayah Negara bagiannya. Negara – nagara bagian itu adalah: Negara
Republik Indonesia, Indonesia Timur, Pasundan, Jawa Timur, Madura, Sumatra Timur dan Sumatera Selatan.
Selain itu terdapat pula satuan – satuan kenegaraan yang berdiri sendiri, yaitu : Jawa Tengah, Bangka, Belitung,
Riau, Kalimantan Barat, Dayak Besar, Daerah Banjar, Kalimantan Tenggara, dan Kalimantan Timur. Selama
Berlakunya Konstitusi RIS 1949, UUD 1945 tetap berlaku tetapi hanya umtuk Negara bagian Republik Indonesia.
Wilayah Negara bagian itu meliputi Jawa dan Sumatera dengan ibu kota di Yogyakarta.
Sistem pemerintahan yang digunakan pada masa berlakunyaKonstitusi RIS adalah sistem parlementer. Hal
itu sebagaimana dalam pasal 118 ayat 1 dan 2 Konstitusi RIS. Pada ayat (1) ditegaskan bahawa “Presiden tidak
dapat di ganggu gugat”. Artinya, Presiden tidak dapat dimintai pertanggungjawaban atas tugas – tugas
pemerintahan. Sebab, Presiden adalah kepala Negara, tetapi bukan kepala pemerintahan. Kalau demikian, siapakah
yang menjalankan dan yang bertanggung jawab atas tugas pemerintahan? Pada Pasal 118 ayat (2) ditegaskan bahwa
“Menteri–menteri bertanggung jawab atas seluruh kebijaksanaan pemerintahan baik bersama – sama untuk
seluruhnya maupun masing – masing untuk bagiannya sendiri – sendiri”. Dengan demikian, yang melaksanakan
dan mempertanggungjawabkan tugas – tugas pemerintahan adalah menteri–menteri. Dalam system ini, kepala
pemerintahan dijabat oleh Perdana Menteri. Lalu, kepada siapak pemerintah bertanggung jawab? Dalam system
pemerintahan palementer, pemerintahan beratnggung jawab kepada parlemen (DPR).
Lembaga–lembaga Negara menurut Konstitusi RIS adalah :
a. Presiden
b. Menteri–menteri
c. Senat
d. Dewan Perwakilan Rakyat
e. Mahkamah Agung
f. Dewan Pengawas Keuangan

3. PERIODE BERLAKUNYA UUDS 1950


Pada awal Mei 1950 terjadi penggabungan Negara – Negara bagian dalam Negara RIS, sehingga hanya
tinggal tiga Negara bagian yaitu Negara Republik Indonesia, Negara Indonesia Timur dan Negara Sumatera Timur.
Perkembangan berikutnya adalah munculnya kesepakatan antara RIS yang mewakili Negara Indonesia Timur dan
Negara Sumatera Timur dengan Republik Indonesia untuk kembali ke bentuk Negara kesatuan. Kesepakatan
tersebut kemudian dituangkan dalam Piagam Persetujuan tanggal 19 Mei 1950. Untuk mengubah Negara serikat
menjadi Negara kesatuan diperlukan suatu UUD Negara kesatuan. UUD tersebut akan diperoleh dengan cara
memasukkan isi UUD 1954 ditambah bagian – bagian yang baik dari Konstitusi RIS.
Pada tanggal 15 Agustus 1950 ditetapkanlah Undang – Undang Federal No.7 tahun 1950 tentang Undang
– Undang Dasar Sementara (UUDS) 1950, yang berlaku sejak tanggal 17 Agustus 1950. Dengan demikian, sejak
tanggal tersebut Konstitusi RIS 1949 diganti dengan UUDS 1950, dan terbentuklah kembali Negara KEsatuan
Republik Indonesia. Undang – Undang Dasar Sementara 1950 terdiri atas Mukadimah dan Batang Tubuh, yang
meliputi 6 bab dan 146 pasal.
Mengenai dianutnya bentuk Negara kesatuan dinyatakan dalam Pasal 1 ayat (1) UUDS 1950 yang
berbunyi “Republik Indonesia yang merdeka dan berdaulat ialah suatu Negara hukum yang demokratis dan
berbentuk kesatuan.

4. UUD 1945 PERIODE 5 JULI 1959 – 19 OKTOBER 1999


Praktik penyelenggaraan Negara pada masa berlakunya UUD 1945 sejak 5 juli 1999 ternyata mengalami
berbagai pergeseran bahkan terjadinya beberapa penyimpangan. Oleh karena itu, pelaksanaan UUD 1945 selama
kurun waktu tersebut dapat dipilah menjadi dua periode yaitu periode Orde lama (1956-1966) dan periode Orde
Baru (1966-1999)
Pada masa pemerintahan orde lama kehidupan politik dan pemerintahan sering terjadi penyimpangan yang
dilakukan presiden dan juga MPRS yang justru bertentangan dengan Pancasila dan UUD 1945. Artinya,
pelaksanaan UUD 1945 pada masa itu belum dilaksankan sebagaimana mestinya. Hal ini terjadi karena
penyelenggaraan pemerintahan terpusat pada kekuasaan seorang Presiden dan lemahnya control yang seharunya
dilakukan DPR terhadap kebijakan-kebijakan Presiden.
Selain itu muncul pertentangan politik dan konflik lainnya yang berkepanjangan sehingga situasi politik,
keamanan, dan kehidupan ekonomi semakin memburuk. Puncak dari situasi tersebut adalah munculnya
pemberontakan G-30_S/PKI yang sangat membahayakan keselamatan bangsa dan Negara.
Mengingat keadaan semakin membahayakan, Ir soekarno selaku Presiden RI memberikan perintah kepada
Letjen Soeharto melalui surat Perintah 11 Maret 1966 (Supersemar) untuk mengambil segala tindakan yang
diperlukan bagi terjaminnya keamanan, ketertiban, dan ketenangan serta kestabilan jalanya pemerintah. Lahirnya
Supersemar tersebut dianggap sebagai awal masa Order Baru.
Semboyan Order baru pada masa itu adalah melaksanakan Pancasila dan UUD 1945 secara murni dan
konsekuen. Apakah tekad tersebut menjadi suatu kenyataan? Ternyata tidak. Dilihat dari prinsip demokrasi, prinsip
Negara hukum, dan keadilan sosial ternyata masih terdapat banyah hal yang jauh dari harapan. Hampir sama
dengan pada masa orde lama, sangat dominannya kekuasaan Presiden dan lemahnya control DPR terhadap
kebijakan-kebijakan Presiden / Pemerintah
Selain itu kelemahan tersebut terletak pada UUD 1945 itu sendiri, yang sifatnya singkat dan luwes
(fleksibel), sehingga yang sifatnya singkat dan luwes (fleksibel), sehingga memungkinkan munculnya berbagai
penyimpangan. Tuntutan untuk merubah atau menyempurnakan UUD 1945 tidak memperoleh tanggapan, bahkan
pemerintahan Orde baru bertekad untuk mempertahankan dan tidak merubah UUD 1945

5. UUD 1945 PERIODE 19 OKTOBER 1999 – SEKARANG


Seiring dengan tuntutan reformasi dan setelah lengsernya Presiden Soeharto sebagai penguasa order baru,
maka sejak tahun 1999 dilakukan perubahan ( amandemen ) terhadap UUD 1945. Sampai saat ini UUD 1945 sudah
mengalami empat tahap perubahan, yaitu pada tahun 1999,2000,2001, dan 2002, Penyebutan UUD setelah
perubahan menjadi lebih lengkap, yaitu : Undang – undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Melalui empat tahap perubahan tersebut, UUD 1945 telah mengalami perubahan yang cukup mendasar.
Perubahan itu menyangkut kelembagaan Negara, pemilihan umum, pembatasan kekuasaan Presiden dan Wakil
Presiden, memeperkuat kedudukan DPR, pemerintahan daerah, dan ketentuan yang terinci tentang hak-hak asasi
manusia. Pertanyaannya kita sekarang, apakah UUD 1945 yang telah diubah tersebut telah dijalankan sebagaimana
mestinya? Tentu saja masih harus ditunggu perkembangannya, karena masa berlakunya belum lama dan masih
masa transisi. Setidaknya setelah perubahan UUD 1945, ada beberapa praktik ketatanegaraan yang melibatkan
rakyat secara langsung. Misalnya dalam hal pemilihan Presiden dan Wakil Presiden, dan pemilihan Kepala Negara
(Gubernur dan Bupati/Walikota). Hal-hal tersebut tentu lebih mempertegas prinsip kedulatan rakyat yang dianut
Negara kita.
Perlu kalian ketahui bahwa setelah melalui serangkaian perubahan (amandemen), terdapat lembaga-
lembaga Negara baru dibentuk. Sebaliknya terdapat lembaga Negara yang dihapus, Yaitu Dewan Pertimbangan
Agung (DPA). Lembaga–lembaga Negara menurut UUD 1945 sesudah amandemen adalah :
a) Presiden
b) Majelis Permusyawaratan Rakyat
c) Dewan Perwakilan Rakyat
d) Dewan Perwakilan Daerah
e) Badan Pemeriksa Keuangan
f) Mahkamah Agung
g) Mahkamah Konstitusi
h) Komisi Yudisial

C. HASIL-HASIL PERUBAHAN UUD 1945


Perubahan Undang-undang Dasar atau sering pula digunakan istilah amandemen Undang-Undang
Dasar merupakan salah satu agenda reformasi. Perubahan itu dapat berupa pencabutan, penambahan, dan
perbaikan.
Sebelum menguraikan hasil-hasil perubahan UUD 1945, kalian akan diajak untuk memahami
dasar pemikiran perubahan, dasar yuridis perubahan, tujuan perubahan, dasar yuridis perubahan UUD
1945. Oleh karena itu, perhatikan uraian dibawah ini dengan seksama.

1. Apa dasar pemikiran untuk melatarbelakangi perubahan terhadap UUd 1945?


Dasar pemikiran yang melatarbelakangi dilakukannya perubahan UUD 1945 antara lain:
a) UUD 1945 memberikan kekuasaan yang sangat besar pada presiden yang meliputi kekuasaan eksekutif
dan legislatif, khususnya dalam membentuk undang-undang.
b) UUD 1945 mengandung pasal-pasal yang terlalu luwes (fleksibel) sehingga dapat menimbulkan lebih
dari satu tafsir (multitafsir).
c) Kedudukan penjelasan UUd 1945 seringkali diperlakukan dan mempunyai kekuatan hukum seperti
pasal-pasal (batang tubuh) UUD 1945.
2. Apa tujuan perubahan UUD 1945?
Perubahan UUD 1945 memiliki beberapa tujuan antara lain :
a) Menyempurnakan aturan dasar mengenai tatanan negara dalam mencapai tujuan nasional dan
memperkukuh NKRI
b) Menyempurnakan aturan dasar mengenai jaminan dan pelaksanaan kedaulatan rakyat serta memperluas
partisipasi rakyat agar sesuai dengan perkembangan paham demokrasi.
c) Menyempurnakan aturan dasar mengenai jaminan dan perlindungan HAM dan peradaban umat manusia
yang merupakan syarat bagi suatu Negara hukum yang tercantum dalam UUD 1945.
d) Menyempurnakan aturan dasar penyelenggaraan Negara secara demokratis dan modern.
e) Melengkapi aturan dasar yang sangat penting dalam penyelenggaraan Negara bagi eksistensi Negara dan
perjuangan Negara mewujudkan demokrasi, seperti pengaturan wilayah Negara dan pemilihan umum.

3. Bagaimana Hasil Perubahan UUD 1945?


Perubahan terhadap UUD 1945 dilakukan secara bertahap karena mendahulukan pasal-pasal yang
disepakati oleh semua fraksi di MPR, kemudian dilanjutkan dengan perubahan terhadap pasal-pasal yang lebih sulit
memperoleh kesepakatan. Perubahan terhadap UUD 1945 dilakukan sebanyak empat kali melalui mekanisme
siding MPR yaitu:
a) Sidang Umum MPR 1999 tanggal 14-21 Oktober 1999
b) Sidang Tahunan MPR 2000 tanggal 7-18 Agustus 2000
c) Sidang Tahunan MPR 2001 tanggal 1-9 November 2001
d) Sidang Tahunan MPR 2002 tanggal 1-11 Agustus 2002

Perubahan UUD Negara RI dimaksudkan untuk menyempurnakan UUD itu sendiri bukan untuk mengganti. Secara
umum hasil perubahan yang dilakukan secara bertahap MPR adalah sebagai berikut.
Perubahan Pertama. Perubahan pertama terhadap UUD 1945 ditetapkan pada tgl 19 Oktober 1999 dapat di
katakan sebagai tonggak sejarah yang berhasil mematahkan semangat yang cenderung mensakralkan atau
menjadikan UUD 1945 sebagai yang suci yang tidak boleh disentuh oleh ide perubahan. Perubahan Pertama
terhadap UUD 1945 meliputi 9 pasal, 16 ayat yaitu :
Perubahan Kedua . Perubahan kedua ditetapkan pada tanggal 18 Agustus 2000, meliputi 27 pasal
yang tersebar dalam 7 Bab yaitu :
Bab VI Pemerintah Daerah
Bab VII Dewan Perwakilan daerah
Bab X Warga Negara dan Penduduk
Bab XA Hak asasi Manusia
Bab XII Pertahanan dan Keamanan
Bab XV Bendera , Bahasa , Lambang Negara serta Lagu Kebangsaan.

Perubahan Ketiga , Perubahan ketiga ditetapkan pada tanggal tgl 9 November 2001, meliputi 23
pasal tersebar 7 bab. Yaitu
Bab I Bentuk dari Kedaulatan
Bab II MPR
Bab III Kekuasaan Pemerintah Negara
Bab VII A DPR
Bab VII B Pemilihan Umun
Bab VII BPK

Perubahan keempat , ditetapkan 10 Agustus 2002 meliputi 19 pasal yang terdiri atas 31 butir ketentuan serta 1 butir
yang di hapuskan dalam naskah perubahan keempat ini ditetapkan bahwa :
a. UUD 1945 sebagaimana telah diubah dengan perubahan pertaman , kedua dan ketiga dan keempat adalh UUD
1945 dan diberlakukan kembali dengan Dekrit Presiden 5 Juli 1959
b. Perubahan tersebut diputuskan dalam rapat Paripurna MPR RI ke 9 tanggal 18 agustus 2000 Sidang Thunan
MPR RI dan mulai berlaku pada tanggal sitetapkan .
c. Bab IV tentang “ Dewan Pertimbangan Agung “ dihapuskan dan pengubahan substansi pasal 16 serta
penempatanya kedalam Bab III tentang “ kekuasaan Pemerintah Negara “

Anda mungkin juga menyukai