Anda di halaman 1dari 6

TUGAS 1 PENGANTAR SOSIOLOGI

Nama Mahasiswa : Syalom Miracle Jorigo

Nomor Induk Mahasiswa (NIM) : 042731821

Kode/Nama Mata Kuliah : ISIP4110/ Pengantar Sosiologi


SOAL TUGAS 1

1. Sosiologi membawa kita untuk berpikir dengan cara yang tidak biasa atau beyond
commonsense, salah satunya dengan sosiologi seseorang dapat seeing the strange in
familiar. Jelaskan konsep seeing the strange in familiar tersebut dengan menyertakan
contoh fenomena sosial yang ada di masyarakat.

2. Kemukakan fenomena kondisi masyarakat yang sekarang dalam masa pandemi Covid
19, dianalisis dari perspektif konflik, struktural fungsional dan interaksionisme simbolik.
JAWABAN TUGAS 1

Jawaban Soal ke-1


Seeing the strange in familiar atau kita bisa gunakan the strange in familiar, secara
terjemahan kasar dalam Bahasa Indonesia berarti “melihat keanehan di kebiasaan” atau
“keunikan dalam kenormalan”. Sosiologi merupakan ilmu yang mempelajari fenomena
sosial yang ada di kehidupan masyarakat sehingga membutuhkan suatu metode, pola pikir,
sebuah pandangan, suatu konsep analisis tajam. Membawa kita imajinasi sosiologi yang
selalu mempertanyakan kenapa hal ini bisa terjadi ? mengapa harus demikian ? bagaimana
proses awal/akhirnya ? kepada lingkungan sekitar kita yang bisa memberikan suatu
informasi atas pertanyaan-pertanyaan krusial tadi.
Misal kita ingin memahami mengapa para penonton dalam suatu pertandingan
bulutangkis, menyerukan yel-yel, semangat, tepuk tangan ketika situasi permainan tengah
“memanas”, sedangkan para penonton di konser orkestra di teater, duduk terdiam hening,
fokus layaknya sedang bermeditasi walau permainan musik telah sampai “klimaksnya”.
Disini konsep seeing the strange in familiar mempertanyakan perilaku orang yang tengah
menonton pertandingan bulutangkis boleh berteriak-teriak, sementara di waktu yang sama
orang yang menonton orkestra tidak boleh membuat suara kegaduhan apapun selama
pertunjukkan berlangsung.
Konsep seeing the strange in familiar secara tidak langsung membawa pola pikir dan
pandang kita kembali ke masa kecil, ketika masih banyak pertanyaan di dalam pikiran dan
rasa ingin tahu yang mendalam akan sesuatu hal yang kita lihat, rasakan, dan seterusnya.
Bertanya mengapa harus cium tangan kepada orang yang lebih tua, seperti guru dan orang
tua, dan bukannya membungkuk hormat ala Jepang atau hormat tangan ala militer. Dimana
kedua hal itu sama-sama menujukkan bentuk kesopanan dan rasa hormat. Di situasi yang
sama, di Amerika, anak-anak tak diajarkan untuk harus cium tangan, namun hanya cukup
menyapa dan senyum kepada gurunya.
Banyak lagi hal-hal yang akan kita temukan dan inilah tujuan daripada konsep seeing the
strange in familiar sebagai salah satu acuan para sosiolog dalam menghadapi suatu
fenomena sosial.
Jawaban Soal ke-2
Ilmu sosiologi memiliki banyak cara pandang dalam menilai suatu fenomena sosial yang
terjadi di masyarakat. Cara pandang ini berkembang menjadi sebuah beberapa teori yang
membantu para sosiolog menjelaskan aspek-aspek sosial dalam suatu fenomena. Tiga teori
atau sering kita sebut dengan tiga perspektif menjadi yang utama dan sering digunakan, yaitu
struktural fungsional, perspektif konflik, dan interaksi simbolik.
Dalam perspektif struktural fungsional, pandemi Covid-19 berdampak pada semua
kalangan dari atas hingga bawah, dari kanan ke kiri, hingga depan sampai belakang. Pada
awal masuk di tahun 2020, situasi masyarakat masih tenang dan pemerintah hanya sekadar
memonitor situasi perkembangan di Tiongkok, terutama di Wuhan. Memasuki pertengahan
hingga akhir tahun 2020, Covid-19 mulai menyebar dan muncul banyak red zone. Pemerintah
dalam hal ini Presiden, Kementerian Kesehatan, Kementerian Sosial, Kementerian Dalam
Negeri dan departemen/organinasi non-pemerintah, memberlakukan banyak rangkaian
kebijakan silih berganti sesuai kondisi seperti PSBB, Perpu Covid-19, stimulus dan bantuan,
program prakerja, protokol kesehatan ketat hingga PPKM. Pemerintah juga terus melakukan
kampanye seperti 3M, 3T dan vaksinasi di tiap-tiap daerah, media, dan platform lainnya.
Pemerintah Indonesia melakukan peran pentingnya sebagai badan utama dalam menjaga
kestabilan, keamanan, dan kesejahteraan negara. Sehingga menciptakan kerangka kerja
(framework) sedemikian rupa dalam penanganan pandemi di masyarakat.
Sementara itu dari masyarakat sendiri, terutama individu-individu yang terjangkit Covid-
19 atau sakit, mengisolasi dirinya dari rutinitas sehari-hari yang melibatkan banyak orang
layaknya ke sekolah maupun ke tempat kerja. Dengan bantuan penertiban oleh tenaga medis
profesional, mereka yang sakit diarahkan untuk penangan sesuai SOP yang telah berlaku.
Begitu juga bagi individu lain yang sekiranya masih sehat dan produktif melaksanakan
kebijakan dan regulasi pemerintah layaknya 3M dan protokol kesehatan ketat dimana pun dan
kapan pun. Jika melanggar tak hanya akan menerima sanksi dari pihak berwajib tetapi juga
menghambat upaya pemutusan rantai penyebaran Covid-19 dalam skala nasional.
Dalam perspektif konflik, pandemi Covid-19 semakin berdampak pada bertambahnya
persentase masyarakat yang miskin, bahkan yang dibawah garis kemiskinan. Sebelum
merebaknya pandemi, masyarakat golongan miskin berusaha keras siang-malam dalam
mencari pendapatan entah menjadi pedagang kaki lima, buruh kasar, dan seterusnya. Ketika
Covid-19 telah meluas dan pemerintah mulai menetapkan kebijakan-kebijakan ketat,
terutamanya jam malam, jaga jarak, work from home, hingga lockdown. Mereka yang sehari-
harinya telah kesusahan dan bertahan dalam pekerjaannya, tiba-tiba tak bisa lagi bekerja. Ada
yang ter-PHK, diistirahatkan di rumah, tak bisa berjualan ketika jam 9 malam ke atas.
Ekonomi keseluruhan menjadi stagnan dan lesu. Mereka pun berusaha keras bertahan
walau itu berarti harus melanggar kebijakan dan regulasi yang telah diterapkan pemerintah
dan terkena sanksi dari pihak berwajib. Walau pemerintah telah memberikan program
bantuan dan insetiv tapi tak cukup untuk kebutuhan selama sebulan atau malah tidak
menerimanya sama sekali oleh karena permainan korupsi dalam pendistribusian. Akhirnya
mereka pun utang sana kemari, pinjol (pinjaman online) pun marak. Saat tak bisa membayar
utang dan terdesak, akhirnya mereka pun berbuat aksi kejahatan yang juga menyasar sesama
dari mereka sendiri. Menciptakan konflik sosial, saling berebut untuk bertahan selama
pandemi.
Dalam perspektif interaksi simbolik, datangnya pandemi Covid-19 merubah proses
pembelajaran siswa SMA selama bersekolah. Dimana pada awal-awal bulan ketika masih
belum merebak zona merah, siswa hanya diwajibkan memakai masker selama berada di
sekolah dan pembelajaran normal seperti biasanya. Menjelang masuk pertengahan, Covid-19
makin mengganas, siswa mulai merasakan apa yang namanya belajar dari rumah atau kita
kenal dengan sekolah online. Perkenalan dengan pembelajaran jarak jauh seperti video call,
Zoom, dan media-media pembelajaran online lainnya, merubah kebiasaan belajar siswa SMA.
Ada yang menyambut ini dengan senang, sebab tak perlu keluar rumah, hemat ongkos,
fleksibel, dan tentu ada yang menggangap ini aneh dan susah, sebab tak bisa nongkrong
dengan teman, fasilitas pendukung tidak ada, rasa malas makin mengganas yang
menyebabkan proses pembelajaran tak masuk pikiran, ditambah koneksi jaringan internet
yang lemot.
Beberapa siswa pun menganggap bahwa pembelajaran jarak jauh membuat semakin
mandiri dan mempersiapkan mereka kelak ketika masuk dunia perkuliahan yang berstigma
relax dan bebas. Beberapa yang lain menggangap ini malah membuat guru semakin malas
mengajar dan hanya sekadar memberikan tugas-tugas online, tanpa memperhatikan peserta
didiknya tlah mengerti atau tidak. Di antara yang lain, menjadikan kesempatan ini untuk
hura-hura, main sana-sini walau di tengah situasi pandemi. Dan terakhir yang lain, memilih
untuk putus sekolah dengan beragam alasan, entah itu membantu orang tua mereka mencari
pendapatan, bosan, rehat sejenak akibat stress, bahkan menikah dengan gadis/pria incaran
mereka. Semua ini ialah interaksi sosial/simbolik dari siswa SMA ketika masa pandemi
Covid-19.
SUMBER REFERENSI

1. Marvasti, A. (2003). Qualitative Research in Sociology. India: SAGE Publications.


Tersedia dalam Google Books
2. Johnston, J., Cairns, K., & Baumann, S. (2016). Introducing Sociology Using the Stuff of
Everyday Life (1st ed.). Routledge. Tersedia dalam Google Books
3. Basir, S. N. M., Bakar, M. Z. A., Ismail, F., & Hassan, J. (2020). Conceptualizing on
Structure Functionalism and Its Applications on Patriotism Study during Covid-19
Pandemic in Malaysia. South Asian Journal of Social Studies and Economics, 6(4), 1-7.
Diakses dari https://doi.org/10.9734/sajsse/2020/v6i430171
4. Riana, F., & Wibowo K. S. (2021, Maret 2). Setahun Pandemi Covid-19, Ini Aneka
Kebijakan Pemerintah dan Kritiknya. Tempo. Diakses dari
https://nasional.tempo.co/read/1437725/setahun-pandemi-covid-19-ini-aneka-kebijakan-
pemerintah-dan-kritiknya

Anda mungkin juga menyukai