Anda di halaman 1dari 8

John Locke

John Locke (lahir 29 Agustus 1632 – meninggal 28 Oktober 1704 pada


umur 72 tahun) adalah seorang filsuf dari Inggris yang menjadi salah satu tokoh
utama dari pendekatan empirisme. Selain itu, di dalam bidang filsafat politik, Locke
juga dikenal sebagai filsuf negara liberal.[2] Bersama dengan rekannya, Isaac
Newton, Locke dipandang sebagai salah satu figur terpenting di eraPencerahan.[3]
[4] Selain itu, Locke menandai lahirnya era Modern dan juga era pasca-Descartes

(post-Cartesian), karena pendekatanDescartes tidak lagi menjadi satu-satunya


pendekatan yang dominan di dalam pendekatan filsafat waktu itu.[4][5][6] Kemudian
Locke juga menekankan pentingnya pendekatan empiris dan juga pentingnya
eksperimen-eksperimen di dalam mengembangkan ilmu pengetahuan.[6]

Tulisan-tulisan Locke tidak hanya berhubungan dengan filsafat, tetapi juga


tentang pendidikan, ekonomi, teologi, dan medis.[3]Karya-karya Locke yang
terpenting adalah "Esai tentang Pemahaman Manusia" (Essay Concerning Human
Understanding), Tulisan-Tulisan tentang Toleransi" (Letters of Toleration), dan
"Dua Tulisan tentang Pemerintahan" (Two Treatises of Government).
Gagasan utama John Locke adalah teori kejiwaan yang mengatakan bahwa
jiwa seseorang pada saat dilahirkan mula-mula masih bersih seperti “tabula rasa”.
Semua pengetahuan berasal dari indera atau pengalaman.

Teori Tabularasa (John Locke dan Francis Bacon) Teori ini mengatakan
bahwa anak yang baru dilahirkan itu dapat diumpamakan sebagai kertas putih yang
belum ditulisi (a sheet ot white paper avoid of all characters). Jadi, sejak lahir anak
itu tidak mempunyai bakat dan pembawaan apa-apa. Anak dapat dibentuk
sekehendak pendidiknya. Di sini kekuatan ada pada pendidik. Pendidikan dan
lingkungan berkuasa atas pembentukan anak.
Pendapat John Locke seperti di atas dapat disebut juga empirisme, yaitu suatu aliran
atau paham yang berpendapat bahwa segala kecakapan dan pengetahuan manusia
itu timbul dari pengalaman (empiri) yang masuk melalui alat indera.
Kaum behavioris juga berpendapat senada dengan teori tabularasa itu.
Behaviorisme tidak mengakui adanya pembawaan dan keturunan, atau sifat-sifat
yang turun-temurun. Semua Pendidikan, menurut behaviorisme, adalah
pembentukan kebiasaan, yaitu menurut kebiasaan-kebiasaan yang berlaku di dalam
lingkungan seorang anak.

Pemikiran John Locke yang menyatakan bahwa semua pengetahuan berasal


dari indera atau pengalaman merupakan gagasan yang relevan dengan konsep
pengembangan pendidikan vokasi. Pendidikan vokasi sebagai upaya untuk
membekali peserta didik dengan keterampilan praktis harus menekankan
penguasaan pengetahuan dan teknologi melalui pengalaman nyata. Proses
pembelajaran yang dikembangkan harus berbasis pengalaman nyata, sehingga
lulusan pendidikan vokasi memiliki kompetensi yang dapat diandalkan. Konsep
tersebut juga didukung oleh pandangan David Hume yang menganggap bahwa
pengenalan secara inderawi merupakan pengalaman yang paling jelas dan
sempurna.

Melalui pengalaman inderawi dalam proses pembelajaran, maka akan terbangun


konstruksi pengetahuan dalam diri peserta didik. Sesuai dengan pandangan
Immanuel Kant, konstruksi pengetahuan yang dimiliki peserta didik melalui proses
pengenalan inderawi tersebut akan memberikan kesan mendalam, sehingga
penguasaan kompetensi oleh peserta didik menjadi lebih baik dan sempurna.
John Locke
BAB I
PENDAHULUAN
John Locke merupakan salah satu dari begitu banyak tokoh yang sudah
memberikan pemikirannya tentang perkembangan pendidikan di dunia, ia memiliki
latar belakang yang berbeda dalam pendidikan dan perkembangan individunya.

Pandangan pendidikan John Locke yang terkenal adalah konsep TABULA


RASA atau lembaran kosong, yaitu dimana dianggap bahwa otak adalah sebuah
penerima pasif yang memperoleh pengetahuan dari pengalaman dan menyerapnya
melalui panca indera berbagai gagasan sederhana dan kemudian digabungkan atau
dihubungkan untuk membentuk suatu pemikiran yang berkaitan.

Penerapan tabula rasa oleh John Locke ditunjukkan dalam pandangannya


mengenai pembedaan yang jelas antara pendidikan dan perolehan (melalui
penggabungan) informasi verbal yang semata-mata hanya untuk diingat dan
diulangi. Ia menekankan bahwa tujuan pendidikan adalah untuk mengembangkan
kekuatan badan dan pikiran individu agar ia sukses dalam hidupnya.

BAB II
PEMBAHASAN
A. Riwayat Hidup

Sarjana Inggris ini dilahirkan pada tahun 1632, dibesarkan oleh ayah yang
seorang pengacara yang bekerja sebagai juru tulis hakim di Somersetshire dan
menjadi kapten angkatan bersenjata di Long Parliament selama pemerintahan Raja
Charles I. Pada Tahun 1646, John Locke berusia 14 tahun dia diterima di
Westminster School, dimana selama 6 tahun ia mencurahkan perhatiannnya pada
pelajaran bahasa latin dan Yunani, disamping pelajaran-pelajaran lainnya yang
diberikan disekolah-sekolah menengah. Kemudian pada tahun 1952 Ia belajar
kedokteran di Universitas Oxford, disamping itu ia mempelajari ilmu alam dan
filsafat. Ia mendapatkan gelar sarjana mudanya pada tahun 1656 dan sarjana penuh
pada tahun 1658. Sebagai dokter ia menjadi dokter pribadi Lord Shaftesbury dan
menjadi pengasuh anaknya yang sakit-sakitan. Bersama dengan Shaftesbury ia
mengadakan beberapa kali perjalanan ke luar Inggris. Karena persengketan politik
ia mengikuti Shaftesbury mengungsi ke Negeri Belanda. Akhirnya dalam situasi
kemenangan politik ia kembali ke Inggris bersama dengan Raja Willem III.
Padanya diserahi jabatan tinggi, tetapi karena buruknya kesehatannya ia akhirnya
mengundurkan diri dan meninggalkan London. Ia hidup dalam suatu pesanggrahan,
yang dipinjamkan dari seorang teman. Ia berdiam disitu sampai meninggal pada
tahun 1704.[1]

B. Dalam Bidang Pendidikan

Pandangannya tentang pendidikan ia letakkan dalam bukunya pada tahun 1693


yang berjudul “Some thoughts concerning education of children” (beberapa
pemikiran tentang pendidikan kanak-kanak). Pangkal pemikirannya adalah
penerapan falsafahnya terhadap anak. Pada waktu lahir anak manusia adalah kosong
seperti kertas putih yang belum tertulisi, pengisiannya bergantung pada
pengalamannya. Ini adalah aliran empirismedalam pendidikan, disebut pula
aliran tabula rasa.

Jenis pendidikannya: pendidikan harmonis antara jasmani dan rohani. Ini


ternyata dari kalimat permulaan dalam bukunya berupa ucapan men sana in
corpora sano (pada akal yang sehat terdapat jiwa yang kuat).

Pendidikan jasmani. Ia mementingkan kesehatan jasmani karena telah


merasakan akibat yang tidak baik berhubung dengan kesehatan badan pribadinya
yang buruk, itu karena jabatannya sebagai dokter. Untuk penjagaan kesehatan wajib
ada pendidikan jasmani teratur dan keras, ada cara hidup baik untuk menguatkan
badan dengan berbagai pantangan.

Pendidikan rohani. Dalam pendidikan rohani ia mengutamakan manusia


berkepribadian, berwatak berdasarkan pikirnya. Ini sesuai dengan anggapannya,
bahwa pikir berada di atas segalanya dan merupakan hakim tertinggi baginya
(rasionalisme). Pendirian ini menentang pendidikan pada zaman itu, pada waktu itu
pendidikan mengutamakan manusia yang pandai mengabdi dengan perbuatan semu
untuk menyenangkan atasan dan orang lain.

Motif perbuatan manusia berwatak adalah harga diri, dengan nama baiknya.
Norma kesusilaan tidak boleh ditanamkan berdasarkan agama, melainkan
berdasarkan pemikiran (rasio). Berpegangan pada pemikiran sehat orang
memperoleh watak dan keberanian yang baik, watak dihargai lebih tinggi dari pada
pengetahuan. Pendidikan formil lebih diutamakan daripada pendidikan materiil,
karena pendidikan dalam keluarga oleh orang tua dan pengasuh dirumah lebih
diutamakan daripada pendidikan di sekolah. Begitulah ciri pendidikan menurut
John Locke adalah serba individual.

Ketertiban di sekolah. Ia tidak menyetujui ketertiban keras berdasarkan


paksaan, yang menimbulkan perbuatan semu, melainkan ketertiban yang lebih
lunak, yaitu ketertiban batin berdasarkan daya tangkap anak akan kegunaannya.
Hukuman badan dan hadiah tidak disetujuinya.[2]
1. Tujuan Pendidikan

Dalam pandangannya tentang filsafat ilmu pengetahuan, Locke mengemukakan


tentang beberapa tujuan dari pendidikan, yakni pertama, pendidikan bertujuan untuk
mencapai kesejahteraan dan kemakmuran setiap manusia (bangsa). Oleh sebab itu,
sebagai bagian akhir dari pendidikan, pengetahuan hendaknya membantu menusia
untuk memperoleh kebenaran, keutamaan dan kebijaksanaan
hidup. Kedua, pendidikan juga bertujuan untuk mencapai kecerdasan setiap individu
dalam menguasai ilmu pengetahuan sesuai dengan tingkatannya. Dalam konteks itu,
Locke melihat pengetahuan sebagai usaha untuk memberantas kebodohan dalam
hidup masyarakat. Setiap manusia diarahkan pada usaha untuk mengembangkan
potensi-potensi yang ada dalam dirinya. Ketiga, pendidikan juga menyediakan karakter
dasar dari kebutuhan manusia untuk menjadi pribadi yang dewasa dan bertanggung
jawab. Dalam arti ini, pengetahuan dilihat oleh John Locke sebagai sarana untuk
membentuk manusia menjadi pribadi yang bermoral. Seluruh tingkah laku diarahkan
pada usaha untuk membentuk pribadi manusia yang baik, sesuai dengan karakter
dasar sendiri sejak diciptakan. Keempat, pendidikan menjadi sarana dan usaha untuk
memelihara dan membaharui sistem pemerintahan yang ada.

2. Kompetensi Guru

Menurut Locke, yang penting bagi seorang guru adalah melatih pikiran siswa
untuk memecahkan masalah yang dihadapi. Guru tidak boleh membuat penyiksaan
fisik yang sewenang-wenang terhadap siswa, sebab dengan demikian hanya akan
menghilangkan kebebasan dalam pelaksanaan pendidikan.

Dengan demikian seorang guru harus berperan sebagai mediator atau fasilitator
yang membantu proses belajar seorang siswa. Oleh kerena itu, seorang guru
memiliki tiga tugas utama, yaitu:

a) Guru menyediakan pengalaman belajar yang memungkinkan siswa menyusun


rancangan belajar. Seorang guru memungkinkan siswanya untuk menjalankan
proses belajar atau membentuk pengertiannya sendiri. Yang perlu diperhatikan di
sini adalah guru menyediakan pengalaman belajar bagi siswa itu sendiri. Mengajar
dalam bentuk ceramah bukanlah menjadi tugas utama seorang guru.

b) Guru memberikan kegiatan-kegiatan yang membangkitkan rasa ingin tahu siswa


dan membantu siswa untuk mengekspresikan gagasan-gagasannya atau
mengkomunikasikan ide ilmiah mereka. Dengan kata lain, guru memberi semangat
kepada siswa untuk berpikir, mencari pengalaman baru. Bahkan guru perlu
memberikan pengalaman konflik. Pengalaman konflik yang dimaksudkan yakni
pemaparan mengenai sebuah kasus atau persoalan yang perlu dipecahkan sendiri
oleh siswa tersebut.

c) Guru memonitor atau mengevaluasi apakah proses berpikir siswa dan cara
mengekspresikan pikiran berhasil atau tidak. Guru mempertanyakan apakah
pengetahuan siswa cukup untuk memecahkan persoalan-persoalan yang akan
dihadapi.

3. Metode Pembelajaran

Pada dasarnya Locke menolak metode pengajaran yang biasa disertai dengan
hukuman. Baginya, tata krama dipelajari melalui teladan dan bahasa dipelajari melalui
kecakapan. Dengan demikian metode yang ditawarkan Locke adalah pelajaran melalui
praktek. Metode harus membawa para murid kepada praktek aktivitas-aktivitas
kesopanan yang ideal sampai mereka menjadi terbiasa. Anak-anak pertama-tama
belajar melalui aktivitas-aktivitas yang dilakukan, baru kemudian tiba pada pengertian
atau pengetahuan atas apa yang ia lakukan.

Menurutnya pengajaran di sekolah wajib berdasarkan pengalaman dengan cara


induktif melalui indera, sambil bermain-main. Dengan permainan anak tetap memiliki
sifat gembiranya dan juga anak memperoleh berbagai pengalaman.

Perlu diketahui bahwa John Locke menginginkan agar mata pengajaran


diajarkan berturutan, tidak bersamaan. Misalnya: membaca dulu hingga bisa,
kemudian menulis dulu sampai bisa, lalu hitung dan seterusnya.

4. Kurikulum

John Locke menegaskan kurikulum harus diarahkan demi kecerdasan individual,


kemampuan dan keistimewaan anak-anak dalam menguasai pengetahuan dan bukan
pada pengetahuan yang biasa diajarkan dengan hukuman yang sewenang-
wenang. Kurikulum bagi siswa hendaknya difokuskan pada ibadah yang teratur demi
memperbaiki kehidupan religius dan moral, pada kerajinan tangan dan pada
pendidikan kesenian, dengan suatu maksud bahwa para murid harus belajar
membaca, menulis dan mengerjakan ilmu pasti.[3]

5 Evaluasi Proses Belajar

Dalam mengevaluasi cara belajar siswa, seorang guru tidak dapat mengevalusi
apa yang sedang dibuat siswa atau apa yang mereka katakan. Yang harus dibuat
guru adalah menunjukkan kepada siswa apa yang mereka pikirkan itu tidak cocok
atau tidak sesuai untuk persoalan yang dihadapi. Guru tidak menekankan kebenaran
tetapi kebehasilan suatu usaha. Tidak ada gunanya mengatakan siswa itu salah
karena hanya merendahkan motivasi belajar.

Kepada siswa diberikan suatu persoalan yang belum pernah ditemui


sebelumnya, amati bagaimana mereka menyelesaikan persoalan itu. Pendekatan
siswa terhadap persoalan itu lebih penting dari pada jawaban akhir yang
diberikannya. Dengan mengamati cara konseptual yang dipakai siswa, guru dapat
menangkap bagaimana jalannya konsep mereka.

BAB III
KESIMPULAN
John Locke lahir pada tahun 1632 di Wrington Inggris, dibesarkan oleh ayah
yang seorang pengacara yang bekerja sebagai juru tulis hakim di Somersetshire dan
menjadi kapten angkatan angkatan bersenjata di Long Parliament selama
pemerintahan Raja Charles I.

Pandangannya tentang pendidikan ia letakkan dalam bukunya pada tahun 1693


yang berjudul “Some thoughts concerning education of children” (beberapa
pemikiran tentang pendidikan kanak-kanak). Pangkal pemikirannya adalah
penerapan falsafahnya terhadap anak. Pada waktu lahir anak manusia adalah kosong
seperti kertas putih yang belum tertulisi, pengisiannya bergantung pada
pengalamannya. Ini adalah aliran empirisme dalam pendidikan, disebut pula
aliran tabula rasa.

Jenis pendidikannya: pendidikan harmonis antara jasmani dan rohani. Ini


ternyata dari kalimat permulaan dalam bukunya berupa ucapan men sana in
corpora sano (pada akal yang sehat terdapat jiwa yang kuat).

DAFTAR PUSTAKA
Ag.Soejono, Aliran Baru dalam Pendidikan, (Bandung: C.V.ILMU, 1978)

Leonardo, “Filsafat Pendidikan Menurut John Locke dan John Dewey”,


dariwww.wordpress.com, 5 Mei 2011.

[1] Ag.Soejono, Aliran Baru dalam Pendidikan, (Bandung: C.V.ILMU, 1978), hlm. 18

[2] Ag.Soejono, Aliran Baru dalam Pendidikan, (Bandung: C.V.ILMU, 1978), hlm. 20-
21

[3] Leonardoansis, “Filsafat Pendidikan Menurut John Locke dan John Dewey”,
dariwww.wordpress.com, 5 Mei 2011.

Anda mungkin juga menyukai