BAB I
DEFINISI
B. Masalah Kesehatan
Masalah kesehatan berisi pengertian singkat serta prevalensi
penyakit di Indonesia. Substansi dari bagian ini diharapkan dapat
memberikan pengetahuan awal serta gambaran kondisi yang mengarah
kepada penegakan diagnosis penyakit tersebut.
C. Hasil Anamnesis
Hasil Anamnesis berisi keluhan utama maupun keluhan penyerta
yang sering disampaikan oleh pasien atau keluarga pasien. Penelusuran
riwayat penyakit yang diderita saat ini, penyakit lainnya yang merupakan
faktor risiko, riwayat keluarga, riwayat sosial, dan riwayat alergi menjadi
informasi lainnya pada bagian ini. Pada beberapa penyakit, bagian ini
memuat informasi spesifik yang harus diperoleh dokter dari pasien atau
keluarga pasien untuk menguatkan diagnosis penyakit.
E. Penegakan Diagnosis
Bagian ini berisi diagnosis yang sebagian besar dapat ditegakkan
dengan anamnesis, dan pemeriksaan fisik. Beberapa penyakit
membutuhkan hasil pemeriksaan penunjang untuk memastikan diagnosis
atau karena telah menjadi standar algoritma penegakkan diagnosis. Selain
itu, bagian ini juga memuat klasifikasi penyakit, diagnosis banding, dan
komplikasi penyakit.
G. Sarana Prasarana
Bagian ini berisi komponen fasilitas pendukung spesifik dalam
penegakkan diagnosis dan penatalaksanaan penyakit tersebut.
Penyediaan sarana prasarana tersebut merupakan kewajiban fasilitas
pelayanan kesehatan.
H. Prognosis
Prognosis digolongkan sebagai berikut:
1. Sanam : sembuh
2. Bonam : baik
3. Malam : buruk/jelek
4. Dubia : tidak tentu/ragu-ragu
5. Dubia ad sanam : tidak tentu/ragu-ragu, cenderung sembuh/baik
6. Dubia ad malam : tidak tentu/ragu-ragu, cenderung memburuk/jelek
Untuk penentuan prognosis sangat ditentukan dengan kondisi pasien saat
diagnosis ditegakkan
BAB II
RUANG LINGKUP
3. Jadwal Kegiatan
Proses pelayanan ruangan pemeriksaan umum dilakukan menurut
tabel berikut
No. Hari Jam Pelayanan
1 Senin-kamis 08.30-selesai
2 Jum’at 08.30-selesai
3 Sabtu 08.30-selesai
B. Standar Fasilitas
No. Jenis Peralatan Jumlah Keadaan
1 Otoskop 1 buah Baik
2 Spigmomanometer 1 buah Baik
3 Stetoskop Dewasa 2 buah Baik
4 Termometer 1 buah Baik
5 Timbangan Berat Badan 1 buah Baik
6 Alat Pengukur Tinggi Badan 1 buah Baik
7 Masker Wajah Sesuai
kebutuhan
8 Sarung Tangan non-Steril Sesuai
kebutuhan
9 Sikat 1 buah Baik
10 Tempat Sampah Tertutup 2 buah Baik
11 Buku Register Sesuai
kebutuhan
12 Formulir Informed Consent Sesuai
kebutuhan
13 Formulir Rujukan Umum Sesuai
kebutuhan
14 Kertas Resep Sesuai
kebutuhan
15 Surat Keterangan Sakit Sesuai
kebutuhan
16 Komputer 1 buah Baik
C. Langkah Kegiatan
1. Pemeriksaan awal dilakukan oleh perawat
2. Perawat harus melakukan pengkajian keperawatan
3. Perawat berkolaborasi dengan dokter
4. Dokter melakukan pemeriksaan, pengkajian, penatalaksanaan, dan
pemulangan atau rujukan
b. Masalah Kesehatan
Hipertensi adalah kondisi terjadinya peningkatan tekanan darah
sistolik lebih dari ≥ 140 mmHg dan atau diastolik ≥ 90 mmHg.
Kondisi ini sering tanpa gejala. Peningkatan tekanan darah yang
tidak terkontrol dapat mengakibatkan komplikasi, seperti stroke,
aneurisma, gagal jantung, serangan jantung dan kerusakan ginjal.
c. Hasil Anamnesis
Keluhan
Mulai dari tidak bergejala sampai dengan bergejala. Keluhan
hipertensi antara lain: sakit/nyeri kepala, gelisah, jantung
berdebar-debar, pusing, leher kaku, penglihatan kabur, dan rasa
sakit di dada.Keluhan tidak spesifik antara lain tidak nyaman
kepala, mudah lelah dan impotensi.
Faktor Risiko
Faktor risiko dibedakan dalam 2 kelompok, yaitu kelompok yang
dapat dimodifikasi dan yang tidak dapat dimodifikasi. Hal yang
tidak dapat dimodifikasi adalah umur, jenis kelamin, riwayat
hipertensi dan penyakit kardiovaskular dalam keluarga.
Pemeriksaan Penunjang
Jika diperlukan dapat dilakukan urinalisis (proteinuria atau
albuminuria), tes gula darah, tes kolesterol (profil lipid).
Pemeriksaan penunjang lainnya seperti ureum, kreatinin,
funduskopi, EKG dan foto thoraks dapat diindikasikan jika ada
keluhan atau gejala spesifik. Untuk melakukan pemeriksaan
tersebut diperlukan kerjasama dengan laboratorium/penunjang di
luar puskesmas atau Rumah Sakit
e. Penegakan Diagnosis
Diagnosa Klinis
Diagnosa klinis cukup ditegakkan dengan anamnesis dan
pemeriksaan fisik. Namun untuk menegakkan beberapa
kemungkinan komplikasi diperlukan pemeriksaan penunjang.
Tabel klasifikasi tekanan darah berdasarkan Joint National
Committee VII (JNC VII)
Klasifikasi TD Sistolik TD Diastolik
Normal < 120 mmHg < 80 mm Hg
Pre- 120-139 mmHg 80-89 mmHg
Hipertensi
Hipertensi 140-159 mmHg 80-99 mmHg
stage -1
Hipertensi ≥ 160 mmHg ≥ 100 mmHg
stage -2
Diagnosis Banding
1) Proses akibat white coat hypertension
2) Proses akibat obat
3) Nyeri akibat tekanan intraserebral
4) Ensefalitis
Komplikasi
Hipertrofi ventrikel kiri, proteinurea dan gangguan fungsi
ginjal,aterosklerosis pembuluh darah, retinopati, stroke atau TIA,
infark myocard, angina pectoris, serta gagal jantung
Kriteria rujukan
1) Hipertensi dengan komplikasi
2) Resistensi hipertensi
3) Krisis hipertensi (hipertensi emergensi dan urgensi)
g. Sarana Prasarana
Laboratorium untuk melakukan pemeriksaan urinalisis, glukometer
dan profil lipid
h. Prognosis
Prognosis umumnya bonam apabila terkontrol
c. Hasil Anamnesis
Infeksi yang disebabkan oleh virus yang menyerang hidung, trakea
(pipa pernapasan), atau paru-paru
Keluhan
Keluhan yang sering muncul adalah demam, bersin, batuk, sakit
tenggorokan, hidung meler, nyeri sendi dan badan, sakit kepala,
lemah badan.
Faktor Risiko
1) Daya tahan tubuh menurun
2) Kepadatan hunian dan kepadatan penduduk yang tinggi
3) Perubahan musim/cuaca
4) Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK)
5) Usia lanjut
e. Penegakan Diagnosis
Diagnosis Klinis
Penegakan diagnosis influensa membutuhkan ketelitian, karena
keluhannya hampir sama dengan penyakit saluran pernafasan
lainnya.
Diagnosis Banding
Faringitis, Tonsilitis, Laringitis
Komplikasi
infeksi sekunder oleh bakteri, Pneumonia
f. Rencana Penatalaksanaan Komprehensif
1) Penatalaksanaan
Tatalaksana influenza umumnya tanpa obat(seIf-Iimited
disease). Hal yang perlu ditingkatkan adalah daya tahan tubuh.
Tindakan untuk meringankan gejala flu adalah beristirahat 2-3
hari. mengurangi kegiatan fisik berlebihan, meningkatkan gizi
makanan dengan makanan berkalori dan protein tinggi. serta
buah-buahan yang tinggi vitamin
2) Terapi simplomatik per oral
a) Antipiretik. Pada dewasa yaitu parasetamol 3-4 x 500
mg/hari (10-15 mg/kgBB). atau ibuprofen 3-4 x 200-400
mg/hari (5-10 mg/kgBB)
b) Dekongestan, seperti pseudoefedrin (60 mg setiap 4-6 jam)
c) Antihistamin. seperti klorfeniramin 4-6 mg sebanyak 3-4
kali/hari. atau difenhidramin, 25-50 mg setiap 4-6 jam, atau
loratadin atau cetirizine 10 mg dosis tunggal (pada anak
loratadin 0,5 mg/kgBB dan setirizin 0.3 mg/kgBB)
d) Dapat pula diberikan antitusif atau ekspektoran bila disertai
batuk
g. Sarana Prasarana
Tidak ada sarana dan prasarana khusus yang diperlukan.
h. Prognosis
Prognosis pada umumnya bonam.
3. Dispepsia
a. Kode ICD10 : K30 (dyspepsia) Tingkat Kemampuan: 4A
b. Masalah Kesehatan
dyspepsia adalah proses inflamasi/peradangan pada lapisan
mukosa dan submukosa lambung sebagai mekanisme proteksi
mukosa apabila terdapat akumulasi bakteri atau bahan iritan lain.
Proses inflamasi dapat bersifat akut, kronis, difus, atau lokal.
c. Hasil Anamnesis
Keluhan
Pasien datang ke dokter karena rasa nyeri dan panas seperti
terbakar pada perut bagian atas. Keluhan mereda atau memburuk
bila diikuti dengan makan, mual, muntah dan kembung.
Faktor Risiko
1) Pola makan yang tidak baik: waktu makan terlambat, jenis
makanan pedas, porsi makan yang besar
2) Sering minum kopi dan teh
3) Infeksi bakteri atau parasit
4) Pengunaan obat analgetik dan steroid
5) Usia lanjut
6) Alkoholisme
7) Stress
8) Penyakit lainnya, seperti: penyakit refluks empedu, penyakit
autoimun, HIV/AIDS, Chron disease.
d. Hasil Pemeriksaan Fisik dan Pemeriksaan Penunjang Sederhana
Pemeriksaan Fisik Patognomonis
1) Nyeri tekan epigastrium dan bising usus meningkat
2) Bila terjadi proses inflamasi berat, dapat ditemukan pendarahan
saluran cerna berupa hematemesis dan melena
3) Biasanya pada pasien dengan gastritis kronis, konjungtiva
tampak anemis
Pemeriksaan Penunjang
Tidak diperlukan, kecuali pada gastritis kronis dengan melakukan
pemeriksaan:
1) Darah rutin
2) Untuk mengetahui infeksi Helicobacter pylori: pemeriksaan
breathe test dan feses
3) Rontgen dengan barium enema
4) Endoskopi
e. Penegakan Diagnosis
Diagnosis Klinis
Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan
fisik. Untuk Diagnosis definitif dilakukan pemeriksaan penunjang.
Diagnosis Banding
1) Kolesistitis
2) Kolelitiasis
3) Chron disease
4) Kanker lambung
5) Gastroenteritis
6) Limfoma
7) Ulkus peptikum
8) Sarkoidosis
9) GERD
Komplikasi
1) Pendarahan saluran cerna bagian atas
2) Ulkus peptikum
3) Perforasi lambung
4) Anemia
f. Rencana Penatalaksanaan Komprehensif
Penatalaksanaan
1) Menginformasikan kepada pasien untuk menghindari pemicu
terjadinya keluhan, antara lain dengan makan tepat waktu,
makan sering dengan porsi kecil dan hindari dari makanan yang
meningkatkan asam lambung atau perut kembung seperti kopi,
the, makanan pedas dan kol.
2) Terapi diberikan per oral dengan obat, antara lain: H2 Bloker2
x/hari (Ranitidin 150 mg/kali, Famotidin 20 mg/kali, Simetidin
400-800 mg/kali), PPI 2x/hari (Omeprazole 20 mg/kali,
Lansoprazole 30 mg/kali), serta Antasida dosis 3 x 500-1000
mg/hr.
Kriteria rujukan
1) Bila 5 hari pengobatan belum ada perbaikan
2) Terjadi komplikasi
3) Terjadi alarm symptoms seperti perdarahan, berat badan
menurun 10% dalam 6 bulan, dan mual muntah berlebihan
g. Sarana Prasarana
Laboratorium untuk pemeriksaan Gram.
h. Prognosis
Prognosis sangat tergantung pada kondisi pasien saat datang,
ada/tidaknya komplikasi, dan pengobatannya. Umumnya prognosis
gastritis adalah bonam, namun dapat terjadi berulang bila pola
hidup tidak berubah.
b. Masalah Kesehatan
Diabetes Melitus (DM) tipe 2, menurut American Diabetes
Association (ADA) adalah kumulan gejala yang ditandai oleh
hiperglikemia akibat defek pada kerja insulin (resistensi insulin)
dan sekresi insulin atau kedua-duanya. Berdasarkan Riset
Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2013, terjadi peningkatan dari
1,1% (2007) menjadi 2,1% (2013). Proporsi penduduk ≥15 tahun
dengan diabetes mellitus (DM) adalah 6,9%. WHO memprediksi
kenaikan jumlah penyandang DM tipe 2 di Indonesia dari 8,4 juta
pada tahun 2000 menjadi sekitar 21,3 juta pada tahun 2030.
Senada dengan WHO, International Diabetes Federation (IDF) pada
tahun 2009, memprediksi kenaikan jumlah penyandang DM dari
7,0 juta pada tahun 2009 menjadi 12,0 juta pada tahun 2030.
Meskipun terdapat perbedaan angka prevalensi, laporan keduanya
menunjukkan adanya peningkatan jumlah penyandang DM
sebanyak 2-3 kali lipat pada tahun 2030.
Faktor risiko
1) Berat badan lebih dan obese (IMT ≥ 25 kg/m2)
2) Riwayat penyakit DM di keluarga
3) Mengalami hipertensi (TD ≥ 140/90 mmHg atau sedang dalam
terapi hipertensi)
4) Riwayat melahirkan bayi dengan BBL > 4000 gram atau pernah
didiagnosis DM Gestasional
5) Perempuan dengan riwayat PCOS (polycistic ovary syndrome)
6) Riwayat GDPT (Glukosa Darah Puasa Terganggu) / TGT
(Toleransi Glukosa Terganggu)
7) Aktifitas jasmani yang kurang
Pemeriksaan Penunjang
1) Gula Darah Puasa
2) Gula Darah 2 jam Post Prandial
3) Urinalisis
Dosis OHO
Cara Pemberian OHO, terdiri dari:
1) OHO dimulai dengan dosis kecil dan ditingkatkan secara
bertahap sesuai respons kadar glukosa darah, dapat diberikan
sampai dosis optimal.
2) Sulfonilurea: 15 –30 menit sebelum makan.
3) Metformin : sebelum/pada saat/sesudah makan.
4) Penghambat glukosidase (Acarbose): bersama makan suapan
pertama.
Komplikasi
1) Akut Ketoasidosis diabetik, Hiperosmolar non ketotik,
Hipoglikemia
2) Kronik Makroangiopati, Pembuluh darah jantung, Pembuluh
darah perifer, Pembuluh darah otak
3) Mikroangiopati: Pembuluh darah kapiler retina, pembuluh
darah kapiler renal
4) Neuropati
5) Gabungan: Kardiomiopati, rentan infeksi, kaki diabetik,
disfungsi ereksi
Kriteria Rujukan
Untuk penanganan tindak lanjut pada kondisi berikut:
1) DM tipe 2 dengan komplikasi
2) DM tipe 2 dengan kontrol gula buruk
3) DM tipe 2 dengan infeksi berat
50
Trigliserida 150-
< 150 ≥ 200
((mg/dL) 199
3
IMT (kg/m ) 18, 5 -23 23-25 > 25
> 130 -140
≤130/80 >140/90
(mmHg ) / >80 -90
Keterangan:
Angka-angka laboratorium di atas adalah hasil pemeriksaan plasma
vena. Perlu konversi nilai kadar glukosa darah dari darah kapiler
darah utuh dan plasma vena.
Rumus Broca:*
Berat badan idaman = ( TB – 100 ) – 10 %
*Pria < 160 cm dan wanita < 150 cm, tidak dikurangi 10 %
lagi.
BB kurang : < 90 % BB idaman
BB normal : 90 – 110 % BB idaman
BB lebih : 110 – 120 %
BB idaman Gemuk : >120 % BB idaman
Latihan Jasmani
Kegiatan jasmani sehari-hari dan latihan teratur (3-5 kali seminggu
selama kurang
lebih 30-60 menit minimal 150 menit/minggu intensitas sedang).
Kegiatan sehari
hari seperti berjalan kaki ke pasar, menggunakan tangga, berkebun
harus tetap dilakukan.
g. Sarana prasarana
1) Laboratorium untuk pemeriksaan gula darah, darah rutin, urin
rutin, ureum, kreatinin
2) Alat Pengukur berat dan tinggi badan anak serta dewasa
3) Monofilamen test
h. Prognosis
Prognosis umumnya adalah dubia. Karena penyakit ini adalah
penyakit kronis, quo ad vitam umumnya adalah dubia ad bonam,
namun quo ad fungsionam dan sanationamnya adalah dubia ad
malam
5. Artritis, Osteoartritis
a. No. ICD X : M19.9 Osteoarthrosis other. Tingkat Kemampuan: 3A
b. Masalah Kesehatan
Penyakit sendi degeneratif yang berkaitan dengan kerusakan
kartilago sendi. Pasien sering datang berobat pada saat sudah ada
deformitassendi yang bersifat permanen.
c. Hasil Anamnesis
Keluhan
1) Nyeri sendi
2) Hambatan gerakan sendi
3) Kaku pagi
4) Krepitasi
5) Pembesaran sendi
6) Perubahan gaya berjalan
Faktor Risiko
1) Usia > 60 tahun
2) Wanita, usia >50 tahun atau menopouse
3) Kegemukan/ obesitas
4) Pekerja berat dengen penggunaan satu sendi terus menerus
Pemeriksaan Penunjang
Radiografi
e. Penegakan diagnosis
Diagnosis Klinis
Diagnosis ditegakkan berdasarkan gambaran klinis dan radiografi.
Diagnosis Banding
1) Artritis Gout
2) Rhematoid Artritis
Komplikasi
Deformitas permanen
Kriteria Rujukan
1) Bila ada komplikasi, termasuk komplikasi terapi COX 1
2) Bila ada komorbiditas
g. Sarana prasaranan
Tidak dibutuhkan sarana dan prasarana khusus.
h. Prognosis
Prognosis umumnya tidak mengancam jiwa, namun fungsi sering
terganggu dan sering mengalami kekambuhan.
6. Dermatitis Numularis
a. Kode ICD10 : L30.0 Nummular Dermatitis. Tingkat kompetensi : 4A
b. Masalah Kesehatan
Dermatitis adalah suatu kumpulan penyakit berupa peradangan
kulit yang ditandai dengan ruam, gatal, dan kemerahan pada kulit.
Pada kasus dermatitis yang kronis akan menyebabkan penebalan
pada kulit yang akan mengganggu estetika.
c. Hasil Anamnesis
Keluhan
Terdapat bercak di kulit yang dirasakan perih atau gatal. Keluhan
mungkin terjadi berulang. Pasien juga bisa bercerita mempunyai
keluhan yang berhubungan dengan perasaan seperti cemas, egois,
frustasi, agresif, atau merasa tertekan
e. Penegakan Diagnosis
Diagnosis Klinis
Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan
fisik
Diagnosis Banding
Dermatitis kontak, Dermatitis atopi, Neurodermatitis sirkumskripta,
Dermatomikosis
f. Rencana Penatalaksanaan Komprehensif
Non-medikamentosa
Pasien disarankan menghindari faktor pencetus seperti stress.
Medikamentosa
1) Topikal
Steroid topikal potensi rendah seperti hidrokortison krim 2,5%
untuk kasus akut. Untuk kasus kronis dengan likenifikasi dan
hiperpigmentasi dapat diberikan steroid topikal dengan potensi
yang lebih kuat seperti Betametason Valerat krim 0,1% atau
Mometason Furoat krim 0,1%.
Pada kasus dermatitis dengan infeksi sekunder dapat diberikan
tambahan antibiotik topikal
2) Oral
Dapat diberikan antihistamin sedatif seperti klorfeniramin
3x4mg atau setirizin 1x10mg selama maksimal 2 minggu. Dapat
juga diberikan antihistamin nonsedatif seperti loratadin 1x10mg
maksimal untuk 2 minggu.
Pada kasus dermatitis yang disertai infeksi sekunder dengan lesi
luas dapat diberikan tambahan antibiotik sistemik.
Komplikasi
Infeksi Sekunder
Kriteria Rujukan
1) Apabila kelainan tidak membaik dengan pengobatan topikal
standar
2) Apabila diduga terdapat faktor penyulit lain misal ada fokus
infeksi di tempat lain
g. Sarana Prasarana
Tidak diperlukan peralatan khusus untuk diagnosa dan
tatalaksana.
h. Prognosis
Umumnya bonam pada kelainan ringan.
7. Mialgia
a. Kode ICD10 : M79.1 Myalgia. Tingkat kompetensi : 4A
b. Masalah Kesehatan
Myalgia adalah suatu sindrom klinis dengan penyebab yang
berbagai macam. Myalgia dapat disebabkan oleh aktivitas
berlebihan, trauma, atau infeksi virus. Pada usia lanjut biasanya
yang terjadi adalah Polimialgia Reumatika, ditandai dengan myalgia
proksimal dari pinggul dan gelang bahu dengan kekakuan pagi hari
yang berlangsung selama lebih dari 1 jam
c. Hasil Anamnesis
Nyeri difus dapat di satu bagian tubuh maupun multiple. Keluhan
diperberat dengan gerakan
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan gula darah, kolesterol, dan asam urat untuk mencari
kemungkinan penyebab. Pada usia tua dapat dilakukan
pemeriksaan LED untuk menyingkirkan kemungkinan Polimyalgia
Rheumatika
e. Penegakan Diagnosis
Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala dan penyebab
berdasarkan hasil pemeriksaan fisik dan penunjang. Pada usia tua
perlu diperhatikan adanya Polimyalgia Rheumatika dengan kriteria
sebagai berikut:
1) Usia onset 50 tahun atau lebih tua
2) Laju endap darah ≥ 40 mm / jam
3) Nyeri bertahan selama ≥ 1 bulan dan melibatkan 2 dari daerah
berikut: leher, bahu, dan korset panggul
4) Tidak adanya penyakit lain dapat menyebabkan gejala
muskuloskeletal
5) Kekakuan pagi berlangsung ≥ 1 jam
6) Respon cepat terhadap prednison (≤ 20 mg)
Medikamentosa
1) Pada usia muda dapat diberikan NSAID berupa asam
mefenamat 3x500mg, meloxicam 2 x 7,5-15 mg, atau natrium
diklofenak 2 x 25-50 mg.
2) Pada usia tua dapat diberikan Prednison 10-15 mg per hari di
bagi 3 dosis.
g. Sarana Prasarana
Laboratorium sederhana untuk pemeriksaan darah
h. Prognosis
Prognosis adalah dubia ad bonam, tergantung dari ada/tidaknya
komplikasi.
8. Nyeri Kepala
a. Kode ICD10: G44.2 Tension–type headache. Tingkat kompetensi: 4A
b. Masalah Kesehatan
Tension-type Headache adalah bentuk sakit kepala yang paling
sering terjadi. Penyebab tersering adalah perasaan yang
menimbulkan penegangan otot-otot kepala atau gangguan
vaskularisasi sehingga menimbulkan nyeri kepala. Nyeri kepala ini
terjadi lebih sering pada pria dibanding wanita dan pada usia 20-40
tahun walaupun bisa terjadi pada semua rentang usia.
c. Hasil Anamnesis
Pasien mengeluh nyeri kepala difus dengan derajat ringan sampai
berat. Nyeri bisa kadang-kadang atau terus menerus, berlangsung
antara 30 menit sampai 1 minggu. Nyeri menjalar dari leher menuju
kepala dan bahu. Nyeri dirasakan seperti kepala terasa berat, pegal,
dan rasa kencang pada daerah bitemporal dan bioksipital,atau
sering dipersepsikan sebagai rasa diikat di sekeliling kepala.
Keluhan biasanya tidak disertai mual dan muntah namun bisa
disertai anoreksia.
Pada nyeri kepala tegang otot yang kronis biasanya merupakan
manifestasi konflik psikologis yang mendasarinya seperti
kecemasan dan depresi.
e. Penegakan Diagnosis
Diagnosa
Diagnosa ditegakkan berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik
yang normal. Anamnesis yang mendukung adalah adanya nyeri
kepala tidak berdenyut, difus, simetris kanan dan kiri, dan adanya
faktor psikis yang melatarbelakangi.
Klasifikasi
Menurut lama berlangsungnya, nyeri kepala tegang otot ini dibagi
1) Nyeri kepala episodik: berlangsung kurang dari 15 hari dengan
serangan yang terjadi kurang dari 1 hari perbulan atau 12 hari
dalam 1 tahun
2) Nyeri kepala kronis: berlangsung lebih dari 15 hari selama 6
bulan terakhir
Diagnosa Banding
1) Migrain
2) Cluster-type Headache
Maintenance:
Pada kasus yang kronis dan berulang dapat diberikan antidepresan
yaitu amitriptilin
Kriteria Rujukan
1) Bila nyeri kepala tidak membaik maka dirujuk ke fasilitas
pelayanan kesehatan sekunder yang memiliki dokter
spesialis saraf
2) Bila depresi berat dengan kemungkinan bunuh diri maka pasien
harus dirujuk ke pelayanan sekunder yang memiliki dokter
spesialis jiwa
g. Sarana Prasarana
Tidak ada sarana dan prasarana khusus yang dibutuhkan.
h. Prognosis
Prognosis umumnya bonam karena dapat terkendali dengan
pengobatan pemeliharaan
9. Diare
a. No. ICD X: A09 Diarrhoea and gastroenteritis of presumed infection
origin Tingkat Kemampuan: 4A
b. Masalah Kesehatan
Diare adalah peradangan mukosa lambung dan usus halus yang
ditandai dengan diare, yaitu buang air besar lembek atau cair,
dapat bercampur darah atau lender, dengan frekuensi 3 kali atau
lebih dalam waktu 24 jam, dan disertai dengan muntah, demam,
rasa tidak enak di perut dan menurunnya nafsu makan. Apabila
diare > 30 hari disebut kronis.
Diare lebih sering terjadi pada anak-anak karena daya tahan tubuh
yang belum optimal. Hal ini biasanya terjadi berhubungan dengan
tingkat pendidikan dan pendapatan yang rendah yang terkait
dengan perilaku kesehatan yang kurang. Penyebab gastroenteritis
antara lain infeksi, malabsorbsi, keracunan atau alergi makanan
dan psikologis penderita. Infeksi yang menyebabkan GE akibat
Entamoeba histolytica disebut disentri, bila disebabkan oleh
Giardia lamblia disebut giardiasis, sedangkan bila disebabkan oleh
Vibrio cholera disebut kolera.
c. Hasil Anamnesis
Keluhan
Pasien datang ke dokter karena buang air besar (BAB) lembek atau
cair, dapat bercampur darah atau lendir, dengan frekuensi 3 kali
atau lebih dalam waktu 24 jam. Dapat disertai rasa tidak nyaman di
perut (nyeri atau kembung), mual dan muntah serta tenesmus.
Setiap kali diare, BAB dapat menghasilkan volume yang besar (asal
dari usus kecil) atau volume yang kecil (asal dari usus besar). Bila
diare disertai demam maka diduga erat terjadi infeksi.
Bila terjadinya diare didahului oleh makan atau minum dari
sumber yang kurang higienenya, GE dapat disebabkan oleh infeksi.
Riwayat bepergian ke daerah dengan wabah diare, riwayat
intoleransi laktosa(terutama pada bayi), konsumsi makanan iritatif,
minum jamu, diet cola, atau makan obat-obatan seperti laksatif,
magnesium hidrochlorida, magnesium citrate, obat jantung
quinidine, obat gout (colchicides), diuretika (furosemid, tiazid),
toksin (arsenik, organofosfat), insektisida, kafein, metil xantine,
agen endokrin (preparat pengantian tiroid), misoprostol, mesalamin,
antikolinesterase dan obat-obat diet perlu diketahui.
Selain itu, kondisi imunokompromais (HIV/AIDS) dan demam tifoid
perlu diidentifikasi.
Faktor Risiko
1) Higiene pribadi dan sanitasi lingkungan yang kurang
2) Riwayat intoleransi lactose, riwayat alergi obat
3) Infeksi HIV atau infeksi menular seksual
Pemeriksaan penunjang
Pada kondisi pasien yang telah stabil (dipastikan hipovolemik telah
teratasi), dapat dilakukan pemeriksaan:
1) Darah rutin (lekosit) untuk memastikan adanya infeksi.
2) Feses lengkap (termasuk analisa mikrobiologi) untuk
menentukan penyebab.
e. Penegakan diagnosis
Diagnosis Klinis
Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis (BAB cair lebih dari 3
kali sehari) dan pemeriksaan fisik (ditemukan tanda-tanda
hipovolemik dan pemeriksaan konsistensi BAB).
Diagnosis Banding
1) Demam tifoid
2) Kriptosporidia (pada penderita HIV)
3) Kolitis pseudomembran
Kriteria Rujukan
1) Tanda dehidrasi berat
2) Terjadi penurunan kesadaran
3) Nyeri perut yang signifikan
4) Pasien tidak dapat minum oralit
5) Tidak ada infus set serta cairan infus di fasilitas pelayanan
g. Sarana Prasarana
1) Laboratorium untuk pemeriksaan darah rutin, feses dan WIDAL
2) Obat-obatan
3) Infus set
h. Prognosis
Prognosis sangat tergantung pada kondisi pasien saat datang,
ada/tidaknya komplikasi, dan pengobatannya, sehingga umumnya
prognosis adalah dubia ad bonam. Bila kondisi saat datang dengan
dehidrasi berat, prognosis dapat menjadi dubia ad malam.
b. Masalah Kesehatan
Gagal jantung (akut dan kronik) merupakan masalah kesehatan
yang menyebabkan penurunan kualitas hidup, tingginya
rehospitalisasi karena kekambuhan yang tinggi dan peningkatan
angka kematian. Prevalensi kasus gagal jantung di komunitas
meningkat seiring dengan meningkatnya usia yaitu berkisar 0,7%
(40-45 tahun), 1,3% (55-64 tahun), dan 8,4% (75 tahun ke atas).
Lebih dari 40% pasien kasus gagal jantung memiliki fraksi ejeksi
lebih dari 50%. Pada usia 40 tahun, risiko terjadinya gagal jantung
sekitar 21% untuk lelaki dan 20,3% pada perempuan
c. Hasil Anamnesis
1) Sesak pada saat beraktifitas (dyspneu d’effort)
2) Gangguan napas pada perubahan posisi (ortopneu)
3) Sesak napas malam hari (paroxysmal nocturnal dyspneu)
e. Penegakan Diagnosis
Diagnosis Klinis
Diagnosis ditegakkan berdasarkan kriteria Framingham yaitu
minimal 1 kriteria mayor dan 2 kriteria minor.
Kriteria Mayor:
1) Sesak napas tiba-tiba pada malam hari (paroxysmal
nocturnal dyspneu)
2) Distensi vena-vena leher
3) Peningkatan tekanan vena jugularis
4) Ronki basah basal
5) Kardiomegali
6) Edema paru akut
7) Gallop (S3)
8) Refluks hepatojugular positif
Kriteria Minor:
1) Edema ekstremitas
2) Batuk malam
3) Dyspneu d’effort (sesak ketika beraktifitas)
4) Hepatomegali
5) Efusi pleura
6) Penurunan kapasitas vital paru sepertiga dari normal
7) Takikardi >120 kali per menit
Diagnosis Banding
1) Penyakit paru: obstruktif kronik (PPOK), asma, pneumonia,
infeksi paru berat (ARDS), emboli paru
2) Penyakit Ginjal: Gagal ginjal kronik, sindrom nefrotik
3) Sirosis hepatik
4) Diabetes ketoasidosis
Komplikasi
1) Syok kardiogenik
2) Gangguan keseimbangan elektrolit
Kriteria Rujukan
1) Pasien dengan gagal jantung harus dirujuk ke fasilitas peayanan
kesehatan sekunder yang memiliki dokter spesialis jantung atau
spesialis penyakit dalam untuk perawatan maupun
pemeriksaan lanjutan seperti ekokardiografi
2) Pada kondisi akut, dimana kondisi klinis mengalami
perburukan dalam waktu cepat harus segera dirujuk layanan
sekunder atau layanan tertier terdekat untuk dilakukan
penanganan lebih lanjut
g. Sarana Prasarana
Jika diperlukan pemeriksaan lebih lanjut seperti EKG atau X-Ray
Thorax maka diperlukan kerjasama dengan fasilitas rujukan
h. Prognosis
Tergantung dari berat ringannya penyakit, komorbid dan
respon pengobatan
BAB IV
DOKUMENTASI
H.Muhroji, S.Kep.Ns
NIP.19780629 200604 1 007
PENATA / III.c