Anda di halaman 1dari 6

BONUS AKHIR TAHUN Dari TUHAN Di HUTAN PINUS LIMPA

KUWUS!!

Here with saya mencoba mengingatkan kembali perjalanan kami yang bisa dibilang
liburan paling berkesan. Walaupun penuh drama, kendala di berbagai hal, but finally
terbayar lunasss. Here we goesss!

FIRST,

First of all, let me introduce our team. Adalah Koh Agil Faturohman, atau Radhen
Daden Geni, sebagai inisiator berdirinya sebuah grup whatsapp, yang dari tahun
ke tahun selalu mengajukan nama baru untuk grup. Kurang kerjaan? Oh belum
tentu. Dia meyakini nama adalah doa, jadi semakin banyak nama akan semakin
baik. Terakhir grup kami bernama AADK 2, iyaa AADK 2. Gimana? Terdengar
bermakna sekali ya? Yaps, betul. Maknanya memang hanya dia dan Tuhan yang
tahu, kita nggak.

Secara de facto, berangkat dari riset historical yang dilakukan ilmuwan grup dengan
metode ngawang-ngawang, disepakati bahwa tahun berdirinya AADK 2 adalah 2015,
setahun sebelum berlanjut ke jenjang sekolah menengah akhir. Dengan beberapa poin
penjabarannya, salah satu tujuan awal dibentuk grup ini sebagai wadah laki-laki most
wanted pada jamannya. Sebagai sarana berkomunikasi, meditasi, kontemplasi, mencari
solusi, sampai menentukan destinasi kemana minggu depan mereka pergi. Saya ingat
betul, diskusi mereka hanya berakhir halusinasi. Kalau pun jadi pergi, yang dikenang
hanya tragedi. Miris...

Namun seiring waktu circle pertemanan meluas, dengan itikad baik bergabunglah
perempuan-perempuan limited edition ke grup laki-laki most wanted atas ajakan si
Kokoh Agil. Setelah tergabung, kegiatan-kegiatan selanjutnya lebih banyak
difokuskan bersama. Suasana roomchat grup pun lebih berwarna, laki-laki jadi
jarang gossip karena yang di-gossipin ada di grup. Laki-laki juga belajar mengatur
ritme emosionalnya, sedu sedan ketika ada yang curhat, dan khidmat kala
menyimak gossipan emak-emak. Hal ini menghadirkan chemistry antara satu
dengan yang lain. Suka sama hal yang sama. Benci pada hal yang sama. Pada
akhirnya persahabatan kami terasa benar-benar seperti ikatan keluarga yang satu
sama lain saling terbuka dan menerima. Dan bahagianya, per tanggal 25
Desember 2019 kemaren, dengan pedenya kami menggaungkan anniversary kami
yang ke-5 tahun, Yeay!

5 tahun. Angka yang fantastis. 1825 hari menjalin pertemanan. 5 kali puasa 5 kali
lebaran. Namun, kaleidoskop kami masih itu-itu saja. Nothing special.
“Malu lah, pohon pisang saja di luar gil.” Ejekan nampaknya tertuju kepada Radhen
Daden Geni untuk segera menikahi pohon pisang.
PLAN,

Orang bijak bilang, “A goals without plan is just a wish”. Tujuan tanpa perencanaan yang
baik, hanyalah omong kosong. Berangkat dari quote itu, kami hendak memamerkan diri.
Kami adalah kumpulan orang-orang yang berusaha menciptakan momen dan mengejar
kesempatan. Peringatan hari jadi grup sekitar akhir desember, planning-planning sudah
terbayang sejak 3 bulan sebelumnya. Terlihat ambisius memang, tetapi tak ada gading
yang tak retak. Alih-alih kami milih destinasi liburan ke Jogja atau ke kota lain, kami lebih
memilih ribut. Banyak pertimbangan yang harus diperhatikan. Dari segi keamanan,
transportasi apa yang hendak digunakan, kelayakan homestay, layak dengan isi dompet kami
apa enggak, dan sebagai pertimbangan terpenting adalah izin. Kami semua sepakat tidak
akan pergi kecuali dengan izin orangtua.

Tanpa statement tertulis, Jogja seolah menjadi jawaban dari perdebatan kami. Sekitar
2 bulan berjalan, kami disibukkan dengan urusan masing-masing. Ada yang sibuk
merilis itinerary ke Jogja, ada yang mencari harga tiket masuk masing-masing
destinasi, ada yang memperkaya halu sebelum tidur, ada juga yang lontang-lantung
berharap orang tua segera diberi hidayah agar bisa berlibur bersama sahabatnya.
Memang inilah seni kehidupan. Tidak semua bisa diraih hanya dengan duduk manis,
merapalkan mantra “bimsalabim jadi apa prok-prok-prok” terus keinginan kita terkabul.
Nggak, nggak semudah itu hidup. Life is about learning. Ada softskill yang terasah
disitu. Belajar bersabar, belajar negosiasi, gimana cara meyakinkan orang lain, dan
membuat orang lain bisa percaya kepada kita.

Memasuki bulan November, dada acap kali merasa deg-degan yang nggak jelas setiap
membayangkan liburan. Inilah saat-saat galeri smartphone kami dipenuhi photo-photo spot
indah dan instagramable di sekitaran Jogja. Menggiurkan sekali. Daftar kunjungan sudah
terlampir digrup, berikut media dan harga tiket masuknya. Sekarang kami dibimbangkan 2
pilihan lagi, memilih jasa biro wisata atau memakai kendaraan sewa. Saya sendiri setuju yang
mana saja, tidak begitu memikirkan harga yang penting murah. Ya, sebisa mungkin berlaku
hemat apalagi saat menentukan hal-hal teknis seperti itu. Lumayan, bisa saving sedikit
banyak jika pintar-pintar memilih. Uang sisa bisa dialokasikan untuk keinginan kita yang lain.
Karena ada mata yang harus diobati dahaganya ketika liburan, apalagi destinasinya ke Jogja.
Kota sejuta seni.

Malam-malam kami lebih banyak dihabiskan berhalu bersama. Deg-degan gak karuan,
nggak sabar.

“Aku butuh piknikk gustiiiiii,” Terang saya ke temen-temen yang lain. Penat sekali
waktu itu.

“Iyaa, jadiin yak. Aku udah beli outfit liburan pliss,” Sahut ibu-ibu.
Storm,

Saking terobsesi akan liburan, kami melewatkan beberapa orang yang sampai waktu
itu belum memberikan jawaban. Boro-boro memberikan suara, sekadar say hello di
grup juga tidak pernah semenjak tema yang dibahas tentang liburan di Jogja dan
segala tetekbengeknya. Padahal, pada saat bersamaan kami sedang gencar sekali
menghubungi penginapan sekitar Malioboro. Temen-temen bilang, homestay disitu
lebih murah serta memiliki akses yang mudah untuk bepergian. Kami melayangkan
reservasi kepada beberapa pihak penginapan via whatsapp. Ketika dimintai tanggal
spesifik dan jumlah pengunjung, lagi-lagi kami harus menerka-nerka. Balasan demi
balasan pun kami terima.

Karena kondisi grup yang semakin tidak kondusif serta banyak homestay yang menyatakan
dirinya fully booked untuk akhir desember, kami berinisiatif untuk segera mengadakan rapat
online terkait plan kami. Saat itu sudah memasuki awal desember ketika rapat digelar. Mepet
sekali. Tidak ada banyak waktu lagi. Akhirnya, dari banyaknya masukan dan pertimbangan
dalam rapat malam itu dengan berat hati kami memutuskan untuk mengurungkan niat liburan
ke Jogja. Sedih, kecewa, sakit, nano-nano rasanya. Ekspektasi yang sudah lama dibangun,
menyusuri sungai di Goa Pindul, menikmati senja di Bukit Punthuk Setumbuk, bercengkerama
menghabiskan malam di Malioboro, dan lamunan-lamunan lain seketika buyar. Kami berusaha
untuk tidak memberi makan ego kami masing-masing. Kami tahu, kami mencoba menyadari
ada banyak alasan rasional seperti keperluan izin, biaya, waktu, dan keamanan. Jadi tak apa
lah, demi kebaikan bersama. Malam itu juga kami mengakhiri rapat dengan menjadikan
Purwokerto sebagai destinasi pengganti, mengingat view yang ditawarkan alam Purwokerto
tak kalah dengan Jogja.

Esoknya, hasil itu sudah ter-broadcast rapi di roomchat grup. Bangga, ternyata
keputusan itu disambut antusias oleh anggota yang lain, bahkan respon mereka lebih
hangat. ”Nggak nyangka banget si gue,” ujar Riska Amelia, Menteri Pemberdayaan
Jomblo AADK 2. Waktu semakin dekat, persiapan juga sudah semakin matang. Tepat
selasa malam, 22 Desember 2020 kami menyempatkan berkumpul membahas
kesiapan pemberangkatan. Titik temu kami di Lapangan Krida Nusantara. Kebetulan
malam itu cukup cerah, jadi rencana bangun tidur kami tidak sia-sia. Untuk memastikan
2 jam kedepan perut masih dalam keadaan baik-baik saja, kami mencari angkringan
terdekat. Tidak berlangsung lama, dua loyang sate ati ayam tersaji dimeja kami. Berikut
dengan minuman khasnya angkringan tidak luput kita pesan, wedang jahe susu.
Obrolan dimulai, masing-masing dari kami menawarkan ide dan gagasan. Hanya
Kangmas Arip Rahmadi, Harry Potternya AADK 2, yang masih sibuk memastikan 2 jam
kedepan perutnya aman terkendali.

Pukul 21.00, rapat kami akhiri. Hasilnya adalah jalan bareng akan dilaksanakan besok lusa
pada hari Kamis, 24 Desember 2020. Adapun itinerary yang disepakati adalah, paginya di
Limpa Kuwus, makan siang di Buper Caub, dan mampir ke Curug Telu dahulu sebelum
akhirnya bertolak pulang.
Kamis, 24 Desember 2020

Hari yang ditunggu-tunggu tiba. Agak pesimis, karena hari itu diawali dengan gerimis. Pukul
06.00 pagi, sudah dibikin bising oleh bunyi notifikasi whatsapp. Kaum bapak-bapak mulai
bermunculan di grup AADK 2. Mengabarkan dirinya baru saja berniat mengemasi barang.
Sungguh berita yang sama sekali tidak ingin didengar oleh ibu-ibu. Ibu-ibu sudah berkemas
lebih awal. Sementara laki laki? “Laki-laki memang lamban!” gerutu Ibu-ibu.

“Gerimis nih, gimana hyungg?” Sebuah kekhawatiran salah satu warga.

“Dokter cipto aman,”

“Menganti baru ujan gaesss,”

“Makanya ganti kartu, biar ga pending ujannya, xixixixi” Canda anak setan.

“Gassken lah. Ntar juga reda,” Sang Ketua membakar semangat anak-anak.

Suka terharu ngeliat kekompakan mereka. Mereka moodboster yang baik, sekaligus
penghancur mood yang handal. Riuh rendah, renyah, tawa hangat, makin nggak sabar
ngrasain jalan-jalan bareng mereka.

Tepat pukul 07.00 pagi, satu per satu tiba di titik kumpul. Tepatnya, kediaman Vina Mei
Lestari. Sebagian on time. Sebagian yang lain masih di jalan. Namun ada satu species
manusia antah berantah yang membuat geram. Pasalnya, sedari pagi dia hanya typing
di grup “Otewe part 1, Otewe part 2, Otewe part 3.” Tanpa segera membawa ruh dan
jasadnya ke titik kumpul.

Sembari menunggu, kami duduk berderet dan kill the time by having conversations. Menerka-
nerka jalur pemberangkatan. Membayangkan berenang di dinginnya air curug. Bergaya kupu-
kupu, gaya bebas, sampai gaya kupu-kupu kena pergaulan bebas. Dari obrolan kami, banyak
infromasi yang akhirnya saya tahu. Ternyata bagi sebagian yang lain, ini bukan kali pertama
mereka ke Limpa Kuwus. Bahkan akan menjadi kali ketiga bagi Yanuar, Abu Hurairah nya
AADK 2. Disebut demikian sebab dia adalah sosok yang sangat penyayang terhadap kucing-
kucingnya. Suatu ketika kucing kesayangannya mati. Siapa sangka kalau kepergiannya
membawa setengah dari kebahagiaan Yanuar.

“Pada dimana?” Tiba-tiba handphone kami menerima notifikasi grup. Pesan dari Marha
Dhaifina Rahmawati pukul 09.00 WIB. Anak yang minta izin poop sejak 2 jam yang lalu
sudah kembali. Positive-thinking saja, mungkin dia poop di Kamerun. Lingkungannya
terlalu berdosa untuk menerima hajatnya yang suci. Good vibes, girl!
“Kamu nunggu di Indoapril Karangkandri aja, biar kami kesitu.” Titah ketua.Ya, memang
Indoapril searah dengan tujuan kami. Dengan segera kami berkemas. Hujan mulai reda.
Matahari juga sudah terlihat sinarnya, meski masih dikelilingi awan mendung.

Sebelum berangkat, kami menyempatkan untuk melakukan short briefing yang diisi
dengan pemaparan rute oleh ketua; pengecekan perlengkapan termasuk jas hujan;
dan doa bersama. Berdasarkan arahan ketua, kami akan melewati jalur utara. “Jalur ini
lumayan sepi,” ujar ketua. Jalur yang dirasa cukup aman bagi rombongan yang sama-
sama takut nyasar. Tentu nantinya didampingi teknologi GPS sebagai penunjuk jalan.
Dengan komposisi sepadan, 5 laki-laki dan 5 perempuan. Formasi yang kami pakai
setiap satu sepeda motor, laki-laki didepan dengan membonceng satu perempuan
dibelakang. Seperti itu untuk menjaga marwah bapak-bapak. Mengucap bismillah,
perjalanan kami mulai.

Jalanan yang basah. Aroma petrichor menghadirkan sensasi emosional bagi kami. Pelan
namun pasti. Mata menyusuri dedaunan yang bergoyang dihempas angin. Hampir terlupa
mensyukuri nikmat Tuhan Semesta Alam. Hati berdesir, mengucap lirih fabi ayyi ala i
rabbikuma tukazziban.10 menit perjalanan, kami memasuki kawasan Pasar Wage. Kebetulan
hari itu tepat pasaran wage. Pasar dibuka, banyak pengunjung yang memarkir kendaraan di
bahu jalan. Jadi akses jalan lumayan macet.

Sejurus kemudian, kami melaju melewati Indoapril Karangkandri. Mata kami mencari
kawan kami. Seakan memberi sinyal, Marha Dhaifina Rahmawati dan Sukma Ayu
Pratiwi melambaikan tangan mereka. Mereka nyengir ke arah kami. Namun karena
posisi kami di jalan, jadi semua pengguna jalan merasa tercengiri oleh kedua makhluk
ini.

“Keh bocaeh ra, ayuh ra hih ayuh ra!” Gugup Ara (Red: Marha Dhaifina Rahmawati) me
maenuver stang motornya, karena punggungnya didorong-dorong oleh Sukma Ayu Pratiwi.

Kami melanjutkan perjalanan kami. Menyusuri kali Serayu. Belok kanan ke arah Jl.Sida
Bowa. Kanan kiri terhampar pemandangan hijau nan sejuk. Sekitar 2 jam berkendara, kami
memasuki kawasan Baturraden. Dingin. Berhenti sejenak untuk mengecek kelengkapan
anggota. Sementara saya istirahat. Mengecek kondisi pantat saya. Yak, pantat saya serasa
migraine. Pegel sebelah. Rasa-rasanya pantat terkikis angin selama perjalanan.

Tim dirasa komplit. Kami beranjak menuju jalur Limpa Kuwus. Baru di gerbang
entrance, salah satu personil kami bermasalah. Track nya kurang bersahabat.
Sehingga memaksa kami untuk turun dan membantu motornya melewati tanjakan
pertama. Ada semburat lelah terpancar dari setiap wajah. Tenang, selangkah lagi.
Hanya ada 3 kali tanjakan di Limpa Kuwus. Kedua dan setelahnya, cukup mudah
dilalui.
Akhirnya, kami tiba di area parkir Limpa Kuwus. Motor kami terparkir rapi. Hawa sejuk seakan
berputar-putar ditubuh kami. Kami disodori pemandangan yang menakjubkan. Pesona Limpa
Kuwus membayar lunas. Membayar semua janji, perdebatan, keinginan, drama, perjalanan
panjang nan melelahkan seolah sirna. Tanpa pikir panjang, kami mulai berkeliling
mengabadikan setiap momen. Di jembatan, di hamparan rumput tandus. Kini, yang terpancar
hanyalah tawa dan kegembiraan.

Hari yang menyenangkan. Rencana berjalan dengan sempurna. Makan siang kami di Caub.
Sore hari sebelum pulang kami menyempatkan berkunjung ke Curug Telu. Whoaaaa..

What a beautiful day!!! Thanks..

Anda mungkin juga menyukai