TUGAS 3
2. Konflik Antarperan, yang muncul oleh adanya peran berganda yang dilakukan
oleh seseorang. Konflik terjadi karena peran berganda yang dijalankan oleh
seseorang tersebut mempunyai harapan yang saling bertentangan. Seseorang ahli
kimia yang memiliki keahlian kimia dan semua kegiatannya sangat didasarkan
kepada dalil-dalil kimia, akan menderita konflik apabila ia diserahi peran sebagai
kepala administrasi, karena hukum-hukum yang terdapat dalam ilmu administrasi
berbeda dengan dalil kimia. Harapan manajer dalam bidang administrasi yang
diharapkan datang dari ahli kimia tersebut akan sangat membebaninya, sehingga
sang ahli kimia akan menderita konflik. Oleh sebab itu, dalam banyak kasus, suatu
unit yang dikepalai oleh bukan ahlinya akan mengalami kemunduran prestasi unit
tersebut.
Konflik peran adalah suatu konflik yang timbul karena mekanisme pengendalian
birokrasi organisasi tidak sesuai dengan norma, aturan, etika dan kemandirian
profesional. Kondisi tersebut biasanya terjadi karena adanya dua perintah yang
berbeda yang diterima secara bersamaan dan pelaksanaan salah satu perintah saja
akan mengakibatkan terabaikannya perintah yang lain. Konflik peran dapat
menimbulkan rasa tidak nyaman dalam bekerja dan bisa menurunkan motivasi
kerja karena mempunyai dampak negatif terhadap perilaku individu seperti
timbulnya ketegangan kerja, banyak terjadi perpindahan pekerja, penurunan
kepuasankerja sehingga bisa menurunkan kinerja secara keseluruhan.
3. Reaktif adalah sifat cenderung, tanggap, atau segera bereaksi terhadap sesuatu
yang timbul atau muncul. Reaktif merupakan reaksi negatif seseorang terhadap
lingkungan. Orang reaktif sering merasa menjadi korban. Mereka tidak bisa
mengambil peluang yang ada, belum sepenuhnya sadar akan tanggung jawabnya,
dan suka menyalahkan orang lain.
Selain itu, ciri-ciri sikap reaktif juga tidak memiliki visi ke depan, tidak aktif, dan
tidak memiliki keinginan untuk meningkatkan kualitas kehidupannya. Sikap
reaktif dipengaruhi dan digerakkan oleh lingkungan fisik mereka, perasaan, dan
masa lalu.
Biasanya, orang reaktif menggunakan bahasa reaktif seperti “Saya tidak bisa..”,
“Seandainya..”. Orang reaktif percaya bahwa mereka tidak bertanggung jawab
atas apa yang mereka katakan dan lakukan, karena mereka merasa tidak punya
pilihan.
4. 1) Kepuasan pelanggan
Merupakan hal yang harus dipertimbangakan oleh setiap pengusaha atau
pemilik modal karna pelanggan merupakan orang yang akan membeli produk
perusahaan sehingga pengusaha dapat merasakan keuntungan atas produk yang
telah dijual oleh sipemproduksi. Sehingnga kepuasan pelanggan amatlah penting
untuk diperhatikan.
2) Manajemen berdasarkan fakta
Suatu hal harus berdasarkan pada fakta karena jika tidak berdasarkan fakta akan
ditanya dimana keabsahanan akan keaslian dari pada informasi tersebut. Serta
mengelola dengan baik dan benar bagaimana suatu fakta dapat diajukan dan
dikatakan benar dan teruji kebenarannya.
3) Respek terhadap setiap karyawan
Tiap-tiap karyawan memiliki potensi yang berbeda-beda karna orang pada
hakikatnya memiliki kompetensinya senidri yang tak sama dengan orang lain
bahkan meskipun mereka berhubungan darah.
SYARAT PENERAPAN
a) Seluruh sumber daya manusia yang turut serta (manajerial/operasional) harus
menghayati dan mengerti arti, mampu,bermentalitas baik, dan bertanggung-jawab
terhadap penyelesaian pekerjaan.
b) PMT sebagai totalitas pengendalian mutu produk merupakan rangkaian proses,
maka setiap kelompok kerja (sub sistem) harus bekerja benar.
c) Setiap mata rantai harus bekerja efisien dan efektif didukung oleh sikap mental
positif anggotanya. Sikap mental positif adalah kesediaan bekerja produktif dalam
tim dengan semangat yang sama kuat.
d) Sarana, prasarana dan lingkungan kerja harus mendukung PMT. Setiap
individu karyawan harus mengetahui dan berpartisipasi dalam mengerjakan
pekerjaan secara benar.
Tujuan penerapan.
1. Untuk mengetahui pengertian/ konsep standar dari manajemen seutuhnya
2. Dapat memilih cara penerapan yang paling tepat dan efektif
3. Sistem Manajemen memilih tiga tingkat aktivitas sesuai dengan struktur
piramida organisasi dan setiap jenjang memiliki tugas membantu penerapan PMT
sesuai dengan fungsinya masing-masing.
Menurut Hessel dalam Nasution 2005: 366-367, ada beberapa hambatan dalam
melaksanakan Total Quality Management, antara lain:
1. Kurangnya komitmen manajemen puncak Hal ini ditunjukkan dengan dukungan
manajemen puncak hanya berpengaruh signifikan pada ”manajemen arus proses”.
Hal ini menggambarkan manajemen belum menganggap proses produksi
merupakan proses yang berhubungan dengan proses-proses lain yang
mengakibatkan berbagai proses dalam perusahaan yang belum terpadu.
2. Kurangnya dukungan infrastruktur untuk implementasi TQM TQM bergerak
pada lima dimensi infrastruktur, yaitu hubungan dengan pelanggan customer
chain, dukungan manajemen puncak, manajemen sumber daya manusia, hubungan
dengan pemasok supply chain dengan sikap kerja karyawan. Kelima dimensi
infrastruktur tersebut harus dibenahi dengan sebaik-baiknya.
3. Partial quality management Implementasi Manajemen Mutu Terpadu masih
bersifat parsial yang berorientasi hanya pada little quality, yaitu hanya di bidang
produksi saja. Hal ini menunjukkan implementasi Manajemen Mutu Terpadu baru
terbatas pada bagian produksi saja dan tidak keseluruhan sistem organisasi yang
ada. Manajemen Mutu Terpadu harus diintegrasikan ke dalam strategi yang lebih
dalam. Organisasi bersifat lintas fungsional, melibatkan seluruh karyawan, serta
pelanggan dan pemasok yang berorientasi pada big quality secara total.
4. Kurangnya pengetahuan tentang konsep TQM Kurangnya pengetahuan tentang
konsep TQM akan mempersulit karyawan untuk menerima dan menerapkan
konsep TQM
5. Budaya organisasi kurang mendukung implementasi TQM Budaya organisasi
yang belum sepenuhnya berfokus pada kepuasan pelanggan. Organisasi belum
menganggap perlu untuk menjalin hubungan jangka panjang dengan pelanggan
dan pemasok. Kemudian belum menerapkan budaya kualitas di dalam organisasi.
6. Ketidaksempurnaan implementasi TQM Ini disebabkan adanya kekhawatiran
karyawan mengenai adanya kemungkinan diberentikan. Jika implementasi TQM
karena karena adanya kekhawatiran pekerja kemungkinan adanya down-sizing,
dimana pekerja yang tidak memiliki kompetensi akan diberentikan organisasi.