01 GDL Chandragil 1502 1 Ktichan A
01 GDL Chandragil 1502 1 Ktichan A
S
YANG MENGALAMI ISOLASI SOSIAL DENGAN
PEMBERIAN STRATEGI PELAKSANAAN 1 SAMPAI 4
DI RUANG SADEWA RUMAH SAKIT JIWA
DAERAH Dr. ARIF ZAINUDDIN
SURAKARTA
DI SUSUN OLEH :
NIM.P14068
DI SUSUN OLEH :
NIM.P14068
i
SURAT PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN
NIM : P14068
Menyatakan dengan sebenarnya bahwa Tugas Akhir yang saya tulis ini
benar-benar hasil karya saya sendiri, bukan merupakan pengambilalihan tulisan
atau pikiran orang lain yang saya akui sebagai tulisan atau pikiran saya sendiri.
Apabila dikemudian hari dapat dibuktikan bahwa Tugas Akhir ini adalah
hasil jiplakan, maka saya bersedia menerima sanksi atas perbuatan tersebut sesuai
dengan ketentuan akademik yang berlaku.
ii
MOTTO
Kesuksesan hanya dapat diraih dengan segala upaya dan usaha yang disertai
dengan doa, karena sesungguhnya nasib seseorang manusia tidak akan berubah
dengan sendirinya tanpa berusaha dan percayalah usaha tidak akan mengkhiyanati
hasil.
iii
LEMBAR PERSETUJUAN
Diajukan sebagai salah satu syarat guna memperoleh gelar Ahli Madya
Keperawatn (Amd. Kep.)
Oleh :
Menyetujui,
Pembimbing
iv
LEMBAR PENETAPAN DEWAN PENGUJI
Dewan Penguji :
Ketua : ( )
1.
Anggota : ( )
2.
v
HALAMAN PENGESAHAN
Nim : P14068
Ditetapkan di :
Hari/Tanggal :
DEWAN PENGUJI
Ketua : ( )
1. Anggota : ( )
Mengetahui
vi
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa karena berkat
dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah
dengan judul “Asuhan Keperawatan Pada Klien Dengan Isolasi Sosial Rumah
Sakit Jiwa Daerah Dr. Arif Zainuddin Surakarta”
Dalam penyusunan Karya Tulis Ilmiah ini penulis banyak mendapat bimbingan
dan dukungan dari berbagai pihak, oleh karena itu pada kesempatan ini penulis
mengucapkan terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada yang
terhormat:
1. Ns. Wahyu Rima Agustin M.Kep, selaku Ketua STIkes yang telah
memberikan kesempatan untuk dapat membina ilmu di STIkes Kusuma
Husada Surakarta.
2. Ns. Meri Oktariani M.Kep, selaku Ketua Program Studi DIII Keperawatan
yang telah memberikan kesempatan untuk dapat menimba ilmu di Stikes
Kusuma Husada Surakarta.
3. Ns. Erlina Windyastuti. M.Kep, selaku sekretaris Program Studi DIII
Keperawatan yang telah memberikan kesempatan dan arahan untuk dapat
menimba ilmu di Stikes Kusuma Husada Surakarta.
4. Joko Kismanto S.Kep., Ns selaku dosen pembimbing sekaligus sebagai
penguji yang telah membimbing dengan cermat, memberikan masukan-
masukan, inspirasi, perasaan nyaman dalam bimbingan serta memfasilitasi
demi sempurnanya studi kasus ini.
5. selaku dosen penguji yang telah membimbing
dengan cermat, memberikan masukan-masukan, inspirasi, perasaan
nyaman dalam bimbingan serta memfasilitasi demi sempurnanya studi
kasus ini.
6. Semua dosen Program Studi DIII Keperawatan STIKes Kusuma Husada
Surakarta yang telah memberikan bimbingan dengan sabar dan
wawasannya serta ilmu yang bermanfaat.
vii
7. Kedua orangtuaku yang selaku menjadi inspirasi dan memberikan
semangat untuk menyelesaikan pendidikan.
8. Teman-teman Mahasiswa Program Studi DIII Keperawatan STIKes
Kusuma Husada Surakarta dan berbagai pihak yang tidak dapat disebutkan
satu-persatu, yang telah memberikan dukungan moril dan spiritual.
viii
DAFTAR ISI
Halaman
ix
BAB III METODE STUDI KASUS
3.1 Desain Studi Kasus............................................................. 26
3.2 Batasan Istilah .................................................................... 26
3.3 Partisipan............................................................................ 26
3.4 Lokasi dan Waktu............................................................... 26
3.5 Pengumpulan Data ............................................................. 27
3.6 Uji Keabsahan Data............................................................ 28
3.7 Analisa Data ....................................................................... 28
3.8 Kesimpulan......................................................................... 29
BAB IV HASIL
4.1 Gambaran lokasi pengambilan data ................................... 30
4.2 Pengkajian .......................................................................... 30
4.3 Analisa Data ....................................................................... 38
4.4 Diagnosa Keperawatan....................................................... 29
4.5 Intervensi Keperawatan...................................................... 41
BAB V PEMBAHASAN
5.1 pengkajian .......................................................................... 51
5.2 Diagnosa Keperawatan....................................................... 62
5.3 Intervensi............................................................................ 63
5.4 Implementasi ...................................................................... 64
5.5 Evaluasi .............................................................................. 69
x
DAFTAR GAMBAR
Halaman
xi
LAMPIRAN
xii
BAB I
PENDAHULUAN
sempurna baik fisik, mental maupun sosial, bukan semata-mata keadaan tanpa
penyakit atau kelemahan, tidak hanya terbebas dari penyakit serta kelemahan
atau secukupnya. Gangguan jiwa yaitu suatu sindrom atau pola perilaku yang
dan menimbulkan gangguan pada satu atau lebih fungsi kehidupan manusia.
Di era globalisasi akan terjadi berbagai masalah pada masyarakat baik fisik
kesehatan jiwa saat ini cukup tinggi, sekitar 10% orang dewasa mengalami
gangguan jiwa saat ini dan 25% penduduk dunia diperkirakan akan
mengalami gangguan jiwa pada usia tertentu hidupnya. Usia ini biasanya
1
2
memang tinggi, setiap saat 450 juta orang diseluruh dunia terkena dampak
0,1 per mil dengan tanpa memandang perbedaan status sosial atau budaya.
mengalami gangguan jiwa, jika prevalensi gangguan jiwa diatas 100 jiwa per
1000 penduduk dunia, maka berarti di Indonesia mencapai 264 per 1000
penduduk.
2013 jumlah seluruh responden dengan tipe gangguan jiwa berat sebanyak
dalam pasal 149 ayat (2) mengatakan bahwa Pemerintah dan masyarakat
pada Tn.K dan Tn.S yang mengalami Isolasi sosial di Rumah Sakit Jiwa
isolasi sosial di Rumah Sakit Jiwa Daerah dr. Arif Zainuddin Surakarta.
1.4 Tujuan
kemampuan untuk:
Zainuddin Surakarta.
Surakarta.
5
Zainuddin Surakarta.
1.5.1 Teoritis
1.5.2 Praktis
1. Bagi Penulis
pendidikan.
2. Bagi Perawat
LANDASAN TEORITIS
individu dan dirasakan saat didorong oleh keberadaan orang lain dan
7
8
2.1.2. Etiologi
1) Faktor Predisposisi
keluarga.
d) Faktor Biologis
hubungan social adalah otak, misalnya pada klien Isolasi sosial yang
abnormal pada otak seperti atropi otak, serta perubahan ukuran dan
bentuk sel-sel.
2) Faktor Presipitasi
a) Faktor Eksternal
b) Faktor Internal
3) Perilaku
energy, harga diri rendah dan sikap tidur seperti janin saat tidur.
kurang asertif, mengisolasi diri dari lingkungan, harga diri rendah, dan
Purwanto,2013,Hal.157).
4) Rentang Respon
Saling tergantung
(interdependen)
Keterangan :
1. Respon Adaktif
11
di terima oleh norma-norma sosial dan budaya yang umum berlaku ( masih
a) Menyendiri/solitude
b) Otonomi
c) Bekerja Sama
2. Respon Maladaptif
a) Manipulasi
12
berorientasi pada diri sendiri atau tujuan, bukan pada orang lain.
b) Implusif
c) Narkisme
Rusdi,2013,Hal.35).
2.1.3. Patofisiologi
yang disebabkan oleh perasaan tidak berharga, yang bias dialami klien
lalu serta tingkah laku primitive antara lain pembicaraan yang autistic dan
tingkah laku yang tidak sesuai dengan kenyataan, sehingga berakibat lanjut
2.1.4. Pathway
akan ditemukan data objektif meliputi apatis, ekspresi wajah sedih, afek
tumpul, menghindar dari orang lain, klien tampak memisahkan diri dari
dengan klien lain atau perawat, tidak ada kontak mata atau kontak mata
meniru posisi janin pada saat lahir, sedangkan untuk data Subjektif
tidak tahu”.
2. Mekanisme Koping
3. Sumber koping
dkk,2013,Hal.10).
2.1.6. Komplikasi
dan tingkah laku masa lalu primitive antara lain pembicaraan yang autistic
dan tingkah laku yang tidak sesuai dengan kenyataan, sehingga berakibat
diri sendiri, orang lain serta lingkungan dan penurunan aktivitas sehingga
Rusdi,2013,Hal.40).
2. Elektroensefalografik (EEG)
2.1.8. Penatalaksanaan
a. Clorpromazine (CPZ)
norma sosial dan tilik diri terganggu, berdaya berat dalam fungsi -
b. Haloperidol (HLD)
2. Therapy Farmakologi
ditujukan untuk terapi pasien gangguan jiwa yang tidak berespon kepada
obat psikiatri pada dosis terapinya. ECT pertama kali diperkenalkan oleh
2 orang neurologist italia Ugo Cerletti dan Lucio Bini pada tahun 1930.
pasti dari kerja ECT sampai saat ini masih belum dapat dijelaskan dengan
4. Terapi Kelompok
sama lain yang dipimpin atau diarahkan oleh seorang therapist atau
5. Terapi Lingkungan
2.2.1 Pengkajian
a. Faktor Predisposisi
adalah:
1. Faktor Perkembangan
2. Faktor Biologis
keluarga.
b. Stressor Presipitasi
2. Stressor Psikologis
(isolasi sosial).
c. Perilaku
tidak ada. Klien tidak bercakap-cakap dengan klien lain atau perawat,
d. Sumber Koping
tulisan.
e. Mekanisme Defensif
kesadaran.
Iskandar,2012,Hal.82).
a. Gejala Subjektif :
lain.
lain.
b. Gejala Objektif :
yang terdekat.
24
7) Kurang spontan.
1. Isolasi Sosial
2.2.3 Intervensi
disukai klien
dasar klien
Iskandar,2012,Hal.86).
2.2.4 IMPLEMENTASI
Diagnosa : Isolasi Sosial
1. Mengidentifikasi penyebab isolasi sosial
2. Berdiskusi dengan klien tentang keuntungan bila berhubungan dengan
orang lain
3. Berdiskusi dengan klien tentang kerugian bila tidak berhubungan
dengan orang lain
4. Mengajarkan klien cara berkenalan
5. Menganjurkan klien memasukkan kegiatan latihan berkenalan ke
dalam kegiatan harian
(Damaiyanti, 2012).
5. EVALUASI
Diagnosa : Isolasi Sosial
26
komprehensif yang meliputi aspek fisik dan psikologis individu, dengan tujuan
memperoleh pemahaman secara mendalam. Studi kasus ini adalah studi untuk
Isolasi Sosial.
3.3 Partisipan
Subyek studi dalam kasus ini adalah pasien yang mengalami Isolasi
dr. Arif Zainudin Surakarta dan waktu pelaksanaan studi kasus ini secara
Juni 2017.
26
27
langsung ke objek penelitian yaitu Rumah Sakit dr. Arif Zainudin. Metode
atau objek yang diteliti. Dalam hal ini data diperoleh dengan cara-cara
sebagai berikut:
Sosial.
Uji keabsahan data dimaksud dengan mengambil data baru (here and
1. Pengumpulan Data
2. Mereduksi Data
3. Penyajian Data
3.8 Kesimpulan
HASIL
Pengambilan data ini dilakukan di rumah sakit dr. Arif Zainudin Surakarta.
Pasien dirawat di ruang Sadewa dengan kondisi ruangan yang bersih serta
lebih dekat dengan perawat ruangan. Situasi yang cukup aman bagi pasien
dan perawat ruangan. Di dapatkan 2 data pasien bernama Tn. K dan Tn. S.
4.2 Pengkajian
1. Identitas Klien
30
31
2. Alasan Masuk
KLIEN 1 KLIEN 2
ALASAN MASUK Keluarga klien mengatakan klien dibawa ke RSJ
alasan klien dibawa ke RSJD Surakarta karena klien sering
dr. Arif Zainudin Surakarta menyendiri, tidak pernah
karena klien di rumah sering berinteraksi dengan orang
mengurung diri, tidak mau lain, tidak bisa tidur, tidak
makan dan kurang mau makan, tidak mau
bersosialisasi baik dengan mandi. klien mengurung diri,
orang yang berada di di kamar, tidak mau bicara
rumahnya dan tetangga karena merasa di PHK dari
sekitar. Klien tidak mau tempat kerjanya. Saat
bicara, tidak mau makan, dilakukan pengkajian tanggal
tidak mau mandi karena 27 mei 2017, klien banyak
temannya telah merebut diam, tidak mau bicara,
pacarnya. Pada saat di menundukkan kepala.
lakukan pengkajian tanggal
30 mei 2017 klien tampak
berdiam diri, menundukkan
kepala dan tidak mau bicara.
KLIEN 1 KLIEN 2
Faktor predisposisi Klien sudah 2 kali masuk Gangguan jiwa ini sudah
rumah jiwa pada tahun 2015 dialami klien pada tahun
dan 2017. Pengobatan klien 2014 dan sudah pernah
sebelumnya berhasil dan dirawat di rumah sakit jiwa.
klien sempat bekerja sebagai Klien sudah dibawa pulang
penjual tissue galon. Klien ke rumah tapi tidak pernah di
pernah di aniaya fisik pada kontrol sehingga kambuh
saat klien berumur 35 tahun. lagi dan saat ini di bawa
Klien juga pernah pukul kembali pada tanggal 23
tetangganya pada saat klien april 2017. Pengobatan klien
berumur 36 tahun. Keluarga sebelumnya kurang berhasil.
klien tidak ada yang Klien tidak pernah
mengalami gangguan jiwa. mengalami aniaya fisik,
aniaya seksual, penolakan,
kekerasan dalam keluarga
dan tindakan kriminal.
Anggota keluarga klien tidak
ada yang mengalami
gangguan jiwa
Faktor presipitasi Faktor pancetus terjadinya Faktor pancetus terjadinya
gangguan jiwa yaitu karena gangguan jiwa yaitu karena
temannya telah merebut di PHK dari tempat kerjanya
pacarnya.
32
4. Fisik
5. Psikososial
6. Status Mental
Isolasi sosial.
Masalah keperawatan Isolasi sosial.
Pasien merasa putus asa,
4. Alam perasaan berdiam diri dan tampak Klien mengatakan putus asa
ekspresi wajah sedih . karena ia tidak bisa
membantu keluarganya.
Isolasi sosial, Harga Diri
Masalah keperawatan Rendah. Harga Diri Rendah.
Isolasi sosial.
Masalah keperawatan Tidak ada.
Klien mengatakan
7. Persepsi mendengarkan bisikan dan Klien mengatakan sering
melihat bayangan hitam. mendengar ada bisikan-
bisikan pada saat ia sendiri
dan suara itu adalah suara
wanita.
Halusinasi pendengaran dan
Masalah keperawatan penglihatan. Halusinasi pendengaran.
Tidak ada.
Masalah keperawatan Tidak ada.
Pasien mampu untuk
12. Tingkat konsentrasi berkosentrasi penuh, pasien Klien mampu berhitung
dan berhitung mampu berhitung sederhana dengan baik, saat diberi soal
dibuktikan dengan pasien penambahan, klien bisa
dapat menyebutkan menjawab dengan baik.
perhitungan dari 1-10 dan
sebaliknya 10-1.
Tidak ada.
Tidak ada.
Masalah keperawatan
KLIEN 1 KLIEN 2
Masalah Psikososial dan Klien tidak mempunyai Klien tidak mempunyai
Lingkungan masalah dengan dukungan masalah dengan dukungan
kelompok, lingkungan, kelompok, lingkungan,
pendidikan, pekerjaan, pendidikan, pekerjaan,
perumahan, ekonomi. perumahan, ekonomi.
KLIEN 1 KLIEN 2
Chlorpromazine 1x100mg
Terapi medis haloperidol 1 x 5 mg haloperidol 2 x 5 mg
Trihexyphenidyl 2x2mg
KLIEN 1 KLIEN 2
Daftar Masalah 1. Isolasi sosial. 1. Isolasi sosial.
Keperawatan 2. Halusinasi pendengaran 2. Halusinasi pendengaran
dan penglihatan 3. Harga diri rendah.
3. Harga diri rendah
38
KLIEN 1
Senin, Ds: Isolasi sosial.
22 Mei 2017 Klien mengatakan takut
bersosialisasi dengan orang lain
karena takut dihina, dipukul.
Do:
Pasien tampak males
bergabung dengan orang lain
Pasien tampak sering
menyendiri dari teman-
temannya.
Selasa, Ds: Halusinasi pendengaran dan
23 Mei 2017 Klien mengatakan sering
mendengar bisikan-bisikan. penglihatan.
Klien mengatakan sring
melihatt bayangan hitam.
Do:
Klien tampak berbicara sendiri.
Klien tampak menghayati
sesuatu dalam jangka waktu
yang lama.
Rabu, Ds: Harga diri rendah.
24 Mei 2017 Klien merasa malu dan minder
karena dianggap orang stres.
Klien selalu menyendiri.
Do:
Tidak ada kontak mata ketika
di ajak berbicara
Klien tampak lebih suka
beraktivitas sendiri
Klien tampak tidak percaya diri
ketika berinteraksi dengan
orang lain
KLIEN 2
Sabtu, Ds: Isolasi sosial
27 Mei 2017 Klien mengatakan bingung
dalam memulai pembicaraan
karena menurut klien tidak ada
bahan pembicaraan untuk
berinteraksi dengan orang lain.
Do:
Klien lebih banyak berdiam diri
Kontak mata kurang
Klien sering menyendiri
Senin, Ds: Klien mengatakan mendengar Halusinasi pendengaran
29 Mei 2017 bisikan-bisikan wanita mengajak
klien melakukan hal tidak baik
Do:
Klien sering menyendiri
39
KLIEN 1
Ds: Isolasi sosial.
Klien mengatakan takut
bersosialisasi dengan orang lain
karena takut dihina, dipukul.
Do:
Pasien tampak males bergabung
dengan orang lain
Pasien tampak sering
menyendiri dari teman-
temannya.
Ds: Halusinasi pendengaran dan penglihatan.
Klien mengatakan sering
mendengar bisikan-bisikan.
Klien mengatakan sring
melihatt bayangan hitam.
Do:
Klien terlihat selalu menyendiri.
Klien tampak melamun di
tempat tidur.
Ds: Harga diri rendah.
Klien merasa malu dan minder
karena dianggap orang stres.
Klien selalu menyendiri.
Do:
Selalu menyendiri
Malu
Minder
KLIEN 2
Ds: Isolasi sosial
Klien mengatakan bingung
dalam memulai pembicaraan
karena menurut klien tidak ada
bahan pembicaraan untuk
berinteraksi dengan orang lain.
40
Do:
Klien lebih banyak berdiam diri
Kontak mata kurang
Klien sering menyendiri
Ds: Halusinasi pendengaran
Klien mengatakan mendengar
bisikan-bisikan wanita
mengajak klien melakukan hal
tidak baik
Do:
Klien sering menyendiri
Klien terkadang berbicara
sendiri
Klien sering melamun
KLIEN 1
Isolasi sosial Tujuan Umum: SP 1:
Pasien dapat berinteraksi 1. Bina hubungan saling
dengan orang lain. percaya.
Tujuan Khusus: 2. Identifikasi penyebab isolasi
1. Klien dapat membina sosial.
hubunagn saling percaya. 3. Tanyakan keuntungan dan
2. Pasien mampu kerugian berinteraksi dengan
menyebutkan penyebab orang lain.
menarik diri. a. Tanyakan pendapat
3. Pasien dapat menyebutkan pasien tentang kebiasaan
keuntungan berhubungan berinteraksi dengan
sosial dan kerugian orang lain.
menarik diri. b. Tanyakan apa yang
4. Pasien dapat menyebabkan pasien
melaksanakan hubungan mengurung diri.
sosial secara bertahap. c. Diskusikan keuntungan
5. Pasien mampu dan kerugian bila pasien
menjelaskan perasaannya akrab dengan orang lain.
setelah berhubungan 4. Latih berkenalan
sosial. a. Jelaskan pada pasien
6. Pasien dapat dukungan cara berkenalan.
keluarga. dalam b. Berikan contoh cara
memperluas hubungan berkenalan dengan
sosial. orang lain.
7. Pasien dapat c. Beri kesempatan pasien
memanfaatkan obat mempraktikkan cara
dengan baik. berinteraksi dengan
orang lain yang
dilakukan dihadapan
perawat.
SP 2:
1. Evaluasi SP 1.
2. Latih cara berkenalan dengan
2-3 orang.
3. Masukkan ke jadwal harian
pasien berkenalan dengan 2-3
orang.
SP 3:
1. Evaluasi SP 1 dan SP 2.
2. Latih cara berkenalan dengan
4-5 orang.
3. Masukkan ke jadwal harian
pasien berkenalan dengan 4-5
orang
SP 4:
1. Evaluasi SP 1, SP 2, dan SP 3
2. Latih cara berbicara dengan
lebih dari 5 orang.
3. Masukkan ke jadwal harian
pasien berkenalan dengan
42
SP 2:
4. Evaluasi SP 1.
5. Latih cara berkenalan dengan
2-3 orang.
6. Masukkan ke jadwal harian
pasien berkenalan dengan 2-3
orang.
SP 3:
4. Evaluasi SP 1 dan SP 2.
5. Latih cara berkenalan dengan
4-5 orang.
6. Masukkan ke jadwal harian
pasien berkenalan dengan 4-5
orang
SP 4:
4. Evaluasi SP 1, SP 2, dan SP 3
5. Latih cara berbicara dengan
lebih dari 5 orang.
6. Masukkan ke jadwal harian
pasien berkenalan dengan
lebih dari 5 orang.
44
4.6 Penatalaksanaan
Diagnosa IMPLEMENTASI
Keperawatan
22 Mei 2017 23 Mei 2017 24 Mei 2017 25 Mei 2017
KLIEN 1
Isolasi sosial SP 1: SP 2: SP 3: SP 4:
1. Bina hubungan 1. Evaluasi SP 1. 1. Evaluasi SP 1 dan 1. Evaluasi SP 1, SP 2, dan
saling percaya. 2. Latih cara SP 2. SP 3
2. Identifikasi berkenalan 2. Latih cara 2. Latih cara berbicara
penyebab isolasi dengan 2-3 berkenalan dengan dengan lebih dari 5 orang.
sosial. orang. 4-5 orang. 3. Masukkan ke jadwal harian
3. Tanyakan 3. Masukkan ke 3. Masukkan ke jadwal pasien berkenalan dengan
keuntungan dan jadwal harian harian pasien lebih dari 5 orang.
kerugian pasien berkenalan dengan
berinteraksi dengan berkenalan 4-5 orang
orang lain. dengan 2-3
a. Tanyakan orang.
pendapat
pasien tentang
kebiasaan
berinteraksi
dengan orang
lain.
b. Tanyakan apa
yang
menyebabkan
pasien
mengurung
diri.
c. Diskusikan
45
keuntungan
dan kerugian
bila pasien
akrab dengan
orang lain.
4. Latih berkenalan
a. Jelaskan pada
pasien cara
berkenalan.
b. Berikan
contoh cara
berkenalan
dengan orang
lain.
c. Beri
kesempatan
pasien
mempraktikka
n cara
berinteraksi
dengan orang
lain yang
dilakukan
dihadapan
perawat.
46
KLIEN 2
Isolasi sosial SP 1: SP 2: SP 3: SP 4:
1. Bina hubungan saling 4. Evaluasi SP 1. 4. Evaluasi SP 1 dan 4. Evaluasi SP 1, SP 2,
percaya. 5. Latih cara SP 2. dan SP 3
2. Identifikasi penyebab berkenalan 5. Latih cara 5. Latih cara berbicara
isolasi sosial. dengan 2-3 berkenalan dengan dengan lebih dari 5
3. Tanyakan orang. 4-5 orang. orang.
keuntungan dan 6. Masukkan ke 6. Masukkan ke jadwal 6. Masukkan ke jadwal
kerugian berinteraksi jadwal harian harian pasien harian pasien
dengan orang lain. pasien berkenalan dengan berkenalan dengan
a. Tanyakan berkenalan 4-5 orang lebih dari 5 orang.
pendapat pasien dengan 2-3
tentang orang.
kebiasaan
berinteraksi
dengan orang
lain.
b. Tanyakan apa
yang
menyebabkan
pasien
mengurung diri.
c. Diskusikan
keuntungan dan
kerugian bila
pasien akrab
dengan orang
lain.
4. Latih berkenalan
a. Jelaskan pada
pasien cara
berkenalan.
47
b. Berikan contoh
cara berkenalan
dengan orang
lain.
c. Beri
kesempatan
pasien
mempraktikkan
cara
berinteraksi
dengan orang
lain yang
dilakukan
dihadapan
perawat.
48
4.7 Evaluasi
KLIEN 1
Isolasi sosial S: S: S: S:
Klien mengatakan mau Klien mengatakan Klien mengatakan Klien mengatakan sudah mau
berkenalan dan klien penyebab klien adalah senang setelah bercakap- berinteraksi dengan orang
mau menyebutkan orang lain tidak mau cakap dengan 2-3 orang lain
namanya Tn. K. bergaul dengan klien. dan sudah mengerti cara O:
O: O: berinteraksi dengan Klien sudah mau
Saat berkenalan klien Klien tampak menunduk orang lain. keluar kamar.
berbicara sopan, mau namun tampak senang O: Klien bisa melakukan
berjabat tangan, ekspresi mengungkapkan Klien tampak senang aktivitas di ruangan
agak tegang tapi klien perasaannya. setelah berbincang A:
terkesan terbuka. A: dengan 2-3 orang. Isolasi sosial.
A: Iolasi sosial. A: P:
Isolasi sosial P: Isolasi sosial. Evaluasi SP 1, SP 2, SP 3,
P: Praktikkan cara P: dan SP 4 isolasi soail, jika
Latih cara berkenalan berkenalan dengan 2-3 Praktikkan cara berhasil lanjut intervensi
dan masukkan dalam orang dan masukkan ke berkenalan dengan 4-5 selanjutnya dan masukkan ke
jadwal harian pasien. dalam jadwal harian orang dan masukkan ke dalam jadwal harian pasien.
pasien. dalam jadwal harian
pasien.
KLIEN 2
Resiko perilaku S: S: S: S:
kekerasan Klien mengatakan Pasien Pasien Klien mengatakan sudah mau
namanya Tn. S. mengatakan cara- mengatakan sudah berinteraksi dengan orang
Klien mengatakan cara berkenalan berkenalan dengan lain
males berinteraksi itu tahap-tahapnya 2 orang. O:
dengan orang lain. : jabatkan tangan, Pasien Klien sudah mau
Klien mengatakan perkenalkan diri, mengatakan cara keluar kamar.
49
mempraktikkan
cara berkenalan
dengan perawat.
A:
Isolasi sosial.
P:
Latih cara berkenalan
dan masukkan dalam
jadwal.
BAB V
PEMBAHASAN
Pada bab ini penulis akan membahas tentang Asuhan Keperawatan Jiwa
Pada Tn. K dan Tn. S Dengan Gangguan Konsep Diri : Isolasi Sosial Di Ruang
Sadewa Rumah Sakit Jiwa Daerah dr. Arif Zainudin Surakarta. Pembahasan pada
bab ini berisi perbandingan antara tinjauan pustaka dengan tinjauan kasus yang
5.1 Pengkajian
pengkajian ini dibuat agar semua data relevan tentang semua masalah klien
saat ini, lampau atau potensial didapatkan sehingga diperoleh suatu data
51
52
kelamin laki-laki, ruang rawat di bangsal sadewa, klien masuk rumah sakit
pada tanggal 23 april 2017. Sedangkan klien bernama Tn.K, usia 37 tahun,
berinteraksi dengan orang lain, tidak bisa tidur, tidak mau makan, tidak mau
mengurung diri, tidak mau makan dan kurang bersosialisasi baik dengan
orang yang berada di rumahnya dan tetangga sekitar. Hal ini sesuai dengan
tanda dan gejala isolasi sosial yaitu: sering menyendiri, tidak pernah
berinteraksi dengan orang lain, tidak ada kontak mata, sering menunduk,
2014).
tugas yang harus dilalui individu dengan sukses, karena apabila tugas
dari ibu/pengasuh pada bayi bayi akan memberikan rasa tidak aman yang
tersebut dapat mengembangkan tingkah laku curiga pada orang lain maupun
53
dalam masa ini, agar anak tidak merasa diperlakukan sebagai objek (Purba,
ditemukan pada Tn.K dimana klien pernah masuk rumah sakit jiwa 2 kali
pada tahun 2015 dan 2017. pengobatan klien sebelumnya berhasil dan
sempat bekerja sebagai penjual tissue galon. klien juga pernah di aniaya
fisik pada umur 35 tahun, keluarga klien tidak ada yang mengalami
dengan isolasi sosial dapat terjadi karena stimulus lingkungan dan putus
obat, hal ini sama dengan data pengkajian faktor predisposisi yang
ditemukan pada kasus klien Tn.S dimana klien pernah mengalami gangguan
jiwa pada tahun 2014 dan sudah sudah pernah di rawat di rumah sakit jiwa.
Klien sudah pulang ke rumah tapi tidak pernah di kontrol sehingga kambuh
lagi dan saat ini dibawa kembali pada tanggal 23 april 2017. Pengobatan
kriminal. Anggota keluarga klien tidak ada yang mengalami gangguan jiwa.
orang yang dicintai, kehilangan pasangan pada usia tua, kesepian karena
ditinggal jauh, dirawat dirumah sakit atau dipenjara. Semua ini dapat
54
Karena salah satu kegiatan MAO adalah sebagai enzim yang menurunkan
dikaitkan dengan tingkah laku psikotik, Viral hipotesis yaitu Beberapa jenis
HIV yang dapat merubah stuktur sel-sel otak. Stressor Biologik dan
seseorang yang tidak mau berinteraksi dengan orang lain karena takut di
pukul maupun di hina. Faktor pencetus isolasi sosial antara lain kelemahan
waktu lahir, tetapi dipelajari sebagai hasil pengalaman unik seseorang dalam
dirinya sendiri, dengan orang terdekat, dan realitas dunia. Harga diri (self
Harga diri yang tinggi adalah perasaan yang berasal dari penerimaan diri
kegagalan, tetap merasa seseorang yang penting dan berharga. Harga diri
kehilangan percaya diri, tidak berharga, tidak berguna, pesimis, tidak ada
harapan dan putus asa (Stuart, 2006 dalam Gumilar, 2016). Menurut
negatif terhadap diri dan perasaan tentang diri atau kemampuan diri yang
Harga diri klien yang rendah menyebabkan klien merasa malu, dianggap
tidak berharga dan berguna. Klien kemudian merasa sedih, klien merasa
orang lain. Berdasarkan teori yang telah disampaikan tersebut sama dengan
data pengkajian konsep diri harga diri yang ditemukan pada kasus klien
Tn.K yaitu klien merasa malu kepada tetangga karena klien di bawa ke
rumah sakit jiwa. Sedangkan pada kasus Tn.S yaitu klien merasa sedih
mengalami gangguan kesehatan, rasa duka yang berat, atau penderitaan lain
yang disebabkan bencana alam. (Ambari, 2010 dalam Fauziah & Latipun,
2016). Berdasarkan teori yang telah disampaikan tersebut sama dengan data
pengkajian hubungan sosial yang ditemukan pada kasus kedua klien yaitu
karena klien malu jika dirinya dianggap orang stress sehingga klien tidak
mau bergaul. Hambatan yang dialami kedua klien untuk berhubungan atau
komitmen agama dan kesehatan. Orang yang sangat religius dan taat
menjalankan ajaran agamanya relatif lebih sehat dan atau mampu mengatasi
pakaian bersih, di ganti setiap hari, berpakaian sesuai. Dilihat dari cara
bicara, klien berbicara dengan nada pelan dan lambat, cenderung diam, dan
waktunya ditempat tidur. Alam perasaan, klien merasa putus asa, berdiam
diri dan tampak ekspresi wajah sedih. Afek klien datar, karena selama
interaksi pasien lebih banyak diam. Saat berinteraksi dengan klien, klien
lebih banyak diam dan kontak mata kurang karena klien selalu menunduk.
tujuan pembicaraan. Isi pikir dan waham klien, Klien ingin pulang cepat dan
kalau dirinya dirawat RSJ. Memori klien, Klien tidak mengalami gangguan
gangguan kemampuan penilaian. Daya tilik diri klien, Klien mengatakan tau
kalau sekarang berada di rumah sakit jiwa tapi klien mengatakan bahwa
bersih dan diganti setiap hari dan berpakaian sesuai. Di lihat dari cara bicara
Klien berbicara dengan nada pelan dan lambat, pasien cenderung diam saja
klien tampak lesu, malas beraktivitas, pasien lebih sering berdiam diri dan
klien merasa putus asa, berdiam diri dan tampak ekspresi wajah sedih.
Dilihat dari afek klien datar, karena selama interaksi pasien lebih banyak
diam. Saat berinteraksi dengan klien, klien lebih banyak diam dan kontak
mata kurang karena klien selalu menunduk. Dilihat dari persepsi klien
jelas tidak terbelit-belit, sampai pada tujuan pembicaraan. Dilihat dari isi
pikir dan waham klien ingin pulang cepat dan bertemu keluarganya kembali.
dirinya dirawat RSJ. Dilihat dari memori klien tidak mengalami gangguan
mengingat dengan baik. Dilihat dari tingkat kosentrasi dan berhitung klien
mengatakan tau kalau sekarang berada di rumah sakit jiwa tapi klien
mental Tn.S dari penampilan klien terlihat kurang rapi, rambut klien tidak
tertata, rambut berketombe. Dilihat dari cara bicara Klien berbicara lambat
tapi jelas, terbuka. Aktivitas motorik klien Ketika berbicara kontak mata
putus asa karena ia tidak bisa membantu keluarganya. Afek klien datar,
karena selama interaksi kien diam kalau tidak ditanya sama perawat. Saat
berinteraaksi dengan klien, Klien kooperatif saat berbicara tapi kontak mata
bisikan pada saat ia sendiri dan suara itu adalah suara wanita. Klien
sampai pada tujuan pembicaraan. Isi pikir dan waham klien, Klien saat ini
klien yaitu sadar penuh, klien mampu mengingat dan dapat menyebutkan
nama tempat dan waktu. Memori klien, Klien mampu mengingat yang lalu
60
Klien mampu berhitung dengan baik, saat diberi soal penambahan, klien
menilai yang baik dan buruk. Klien tidak menyadari apa yang diderita klien.
Klien merasa sehat dan tidak perlu ada perawatan khusus. Menurut suliswati
(2012), tanda gejala klien isolasi sosial dapat dilihat dari pengkajian status
mental dalam pembicaraan dengan nada pelan dan lambat, tampak lesu,
pengobatan klien yang dimulai dari saat klien masuk rumah sakit. Hal ini
kesehatan, keluarga, klien, dan orang yang penting bagi klien (Yosep, 2007
data sebagai berikut: Makan, kedua klien makan 3x sehari dengan menu
yang disediakan dari rumah sakit, klien mampu makan secara mandiri.
BAB/ BAK, kedua klien mampu melakukan BAB/ BAK secara mandiri.
Mandi, kedua klien mampu mandi secara mandiri pagi dan sore.
berhias sendiri tanpa bantuan orang lain. Istirahat dan tidur, kedua klien
tidur siang selama 1-2 jam, tidur malam selama 7-8 jam, tidak ada aktivitas
khusus sebelum atau sesudah tidur. Dalam penggunaan obat, kedua klien
dan sistem dukungan, kedua klien berusaha untuk rutin minum obat dan
rumah, Tn.K di rumah sering mencuci piring, bantu orang tua menyapu
menyapu. Aktivitas di luar rumah, Tn.K menjual tissue galon. Tn.S saat di
rumah sakit, klien jarang keluar rumah kecuali di suruh ibunya beli sesuatu.
jiwa tetapi mengerti bagaimana tanda orang sakit jiwa, tidak seperti orang
biasanya, jalan terus, berbicara sendri, suka menyendiri dan orang sakit jiwa
itu harus diobati agar sembuh. Tn.S tidak mengetahui tentang penyakit jiwa,
koping dan obat-obatan. Aspek medik, diagnosa medis kedua klien yaitu
skizofrenia tak terinci F.20.0. Terapi medis yang di berikan kepada Tn.K
pengaruh obat untuk susunan syaraf, efek sampingnya adalah mulut kering,
harus jelas, singkat, dan lugas terkait masalah kesehatan klien berikut
2011).
isolasi sosial adalah Menghindar dari orang lain (menyendiri), Berdiam diri
berhubungan sosial dengan orang lain, Apatis, ekspresi sedih, afek tumpul.
Diagnosa utama yang diangkat pada Tn.K dan Tn.S yaitu isolasi
sosial, diagnosa ini didukung dengan data subjektif kedua klien sering
mengurung diri, tidak mau makan dan kurang bersosialisasi baik dengan
objektifnya klien lebih banyak berdiam diri, kontak mata kurang, klien
adalah isolasi sosial, etiologinya yaitu harga diri rendah, dan sebagai akibat
sedikit perbedaan dengan kasus, pada kasus yang menjadi core problem
tidak diterima, kesepian, dan tidak mampu membina hubungan yang berarti
dengan orang lain (Purba, dkk. 2011). Isolasi sosial adalah gangguan dalam
oleh seseorang karena orang lain dianggap menyatakan sikap negatif dan
5.3 Intervensi
diharapkan dari klien dan/ atau tindakan yang harus dilakukan oleh perawat.
Intervensi harus spesifik dan dinyatakan dengan jelas dimulai dengan kata
Iskandar, 2012). Perencanaan terdiri dari tiga aspek, yaitu tujuan umum,
yaitu klien dapat berinteraksi dengan orang lain dan terdapat tujuh tujuan
khusus. tujuan khusus pertama yaitu Klien dapat membina hubungan saling
5.4 Implementasi
sesuai dan dibutuhkan oleh klien saat ini. Semua tindakan yang telah
isolasi sosial ada empat yaitu strategi pelaksanaan pertama melatih cara
22 Mei 2017, untuk Tn.K pada pukul 08.00 WIB, sedangkan Tn.S pukul
contoh berkenalan dengan perawat atau orang lain (1 orang), sebelum klien
orang lain. Oleh karena itu beberapa teknik cara berkenalan dapat
dengan orang lain dan penelitian tersebutkan mendapatkan hasil bahwa ada
pengaruhnya.
Mei 2017, untuk Tn.K pada pukul 08.00 WIB, Tn.S pukul 08.30 WIB.
klien berkenalan dengan perawat atau orang lain (1 orang), melatih cara
cara berkenalan 2-3 orang dengan benar tanpa di beri contoh berulang-ulang
dari perawat. Tn.S mengatakan menyukai cara ini karena dapat berinteraksi
wajar (Dermawan dan Rusdi, 2010). Untuk mengurangi isolasi sosial maka
banyak, salah satunya adalah teknik berkenalan dengan 2-3 orang (Fitria,
2008). Teknik ini digunakan agar isolasi sosial yang dialami oleh pasien
67
dapat tersalurkan dangan baik sehingga tidak mengurung diri dan tidak mau
2017, untuk Tn.K pada pukul 08.00 WIB, Tn.S pukul 09.00 WIB. Tindakan
berkenalan dengan 2-3 orang, melatih cara berkenalan dengan 4-5 orang,
2017, untuk Tn.K pada pukul 08.30 WIB, sedangkan Tn.S pukul 09.00
melatih cara berkenalan dengan 2-3 orang, melatih cara berkenalan dengan
4-5 orang, melatih cara berkenalan dengan lebih dari 5 orang, membimbing
mampu melakukan teknik cara berkenalan dengan lebih dari 5 orang. Kedua
klien tersebut sudah mau berkenalan dengan lebih dari 5 orang, sudah mau
dari satu orang. Dari hasil diskusi didapatkan rata-rata klien mengatakan
bahwa orang lain berbuat jahat pada dirinya. Klien juga bisa menyebutkan
lain. Klien melakukan latihan berkenalan dengan satu orang atau lebih dan
berkenalan dengan klien lain di dalam satu ruangan. Hal ini sesuai dengan
dengan klien isolasi sosial kadang membutuhkan waktu yang lama dan
interaksi yang singkat serta sering karena tidak mudah bagi klien untuk
percaya pada orang lain. Oleh karena itu perawat harus konsisten bersikap
terapeutik terhadap klien. Selalu menepati janji adalah salah satu upaya
kebiasaan tersebut telah terbentuk dalam jangka waktu yang lama. Untuk itu
awalnya klien hanya akan akrab dengan perawat, tetapi setelah itu perawat
(Kumar,2015).
keperawatan ini memiliki tujuan yaitu pada klien untuk menilai tanda dan
5.5 Evaluasi
terhadap klien, evaluasi dibagi menjadi 2 yaitu evaluasi proses dan evaluasi
yaitu hasil Subyektif dari klien, O yaitu hasil yang di lihat secara obyektif
Evaluasi SP1 pada tanggal 23 Mei 2017. Pada Tn.K, Subjektif Klien
ekspresi agak tegang tapi klien terkesan terbuka. Analisis SP1 tercapai.
Planning Latih cara berkenalan dan masukkan dalam jadwal harian pasien.
di rumah sakit hanya mengenal wajah orang lain, tapi tidak mengenal
wajahnya, Klien mengatakan jika tidak ada teman, klien merasa kesepian,
Evaluasi SP2 pada tanggal 24 Mei 2017. Pada Tn.K, Subjektif Klien
mengatakan penyebab klien adalah orang lain tidak mau bergaul dengan
cara berkenalan dengan 2-3 orang dan masukkan ke dalam jadwal harian
lengkap, nama panggilan, alamat dan hobi, Pasien mengatakan merasa lega
sudah bisa berkenalan. Objektif Pasien tampak berkenalan dengan Tn. K &
Evaluasi SP3 pada tanggal 25 Mei 2017. Pada Tn.K, Subjektif Klien
mengerti cara berinteraksi dengan orang lain. Objektif Klien tampak senang
pertama : jabatkan tangan, perkenalkan diri, alamat dan hobi setelah itu baru
Tn. I, dan Tn. L, Pasien tampak ceria setelah berkenalan dengan Tn. K, Tn.
Evaluasi SP4 pada tanggal 26 Mei 2017. Pada Tn.K, Subjektif Klien
mengatakan sudah mau berinteraksi dengan orang lain. Objektif Klien sudah
mau keluar kamar, Klien bisa melakukan aktivitas di ruangan. Analisis SP4
berinteraksi dengan orang lain. Objektif Klien sudah mau keluar kamar,
6.1 Kesimpulan
Dari uraian bab pembahasan, maka penulis dapat menarik kesimpulan sebagai
berikut :
A. Pengkajian
bersosialisasi dengan orang lain karena takut dihina, dipukul. Sedangkan data
objektif klien tampak males bergabung dengan orang lain, klien tampak sering
ada bahan pembicaraan untuk berinteraksi dengan orang lain. Sedangkan data
objektif Klien lebih banyak berdiam diri, Kontak mata kurang, Klien sering
menyendiri.
B. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa utama yang muncul saat dilakukan pengkajian pada Tn. K dan Tn.S
C. Intervensi keperawatan
pertama yaitu membina hubungan saling percaya, tujuan yang kedua yaitu
keuntungan berhubungan sosial dan kerugian menarik diri, tujuan keempat yaitu
72
73
D. Implementasi Keperawatan
Ruang Sadewa Rumah sakit Jiwa Daerah Dr. Arif Zainudin Surakarta telah
sesuai dengan intervensi yang dibuat oleh penulis. Penulis melakukan strategi
pelaksanaan ketiga membantu klien latihan cara berkenalan dengan 4-5 orang.
E. Evaluasi Keperawatan
Evaluasi yang penulis dapatkan pada Tn. K dan Tn. S adalah tercapainya
tujuan yang pertama yaitu mampu berkenalan dengan perawat atau orang lain
(1 orang), hasil evaluasi yang penulis dapatkan dalam tujuan yang kedua sesuai
dengan kriteria evaluasi pada perencanaan yaitu mampu berkenalan dengan 2-3
orang, evaluasi yang penulis dapatkan dalam tujuan yang ketiga yaitu mampu
berkenalan dengan 4-5 orang, tujuan keempat yaitu mampu berkenalan dengan
6.2 Saran
sebagai berikut :
A. Bagi Perawat
C. Bagi Penulis
rencana kerja dengan baik dalam mendapatkan data yang lebih akurat.
DAFTAR PUSTAKA
Abdul Wakhid, Achir Yani S. Hamid, Novy Helena CD. 2013. Penerapan
Terapi Latihan Ketrampilan Sosial Pada Klien Isolasi Sosial
Dan Harga Diri Rendah Dengan Pendekatan Model Hubungan
Interpersonal Peplau Di RS Dr Marzoeki Mahdi Bogor. Jurnal
Keperawatan Jiwa . Volume 1, No. 1, Mei 2013; 34-48
Direja, Surya Herman Ade. 2011. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Jiwa.
Yogyakarta; Nuha Medika.
NIM : P14068
Far'Ur
L"/ uL't
Itt
,ffi
'4wl e&,w t p/t<tY\\ffi
lrr,r,pAtu",<rJf,\;
) ,u/ w7 d;w^4%
R W-f
t
n {vitrt-y
,1/ zc t)/
{lfW v,,r A4u
t1 [,"+
rl^n g
.
Mengetahui,
Pembimbing,
( ...oo!.t'..r...rr...r..t....t
)
l.lama lvfahasiswa : Chandra Gilbert L,:da
NiM : P14068
-rat'
Judul KTI : Asuhan Keperarnratan Pada W*nlsolasi Sosial Rumah
f, d^+^--i
1\.l^
r\U HarifTanggal lvlaLCI t Saran Pembirnbing lrlama&TTD
Dprnhirnhitrrt
I. r, rI I L-rrlll1-' r lia
r
\
I
T=EMBAR K*HSTJI"?AST KAFSA ?L}LIS ILMTAH
NIM : P14068
w
T\T^
1\t T
-flal rr I- \J -tJ rvl(lLEI I Saran peiiihimbing -L
1\d.ilr(roc r L L)
Pembimhqs
''',;'i^-
tru T
W
W" t4"
Mengetahui
Fen:bimb,ing.
/
\ "**+++*iii=++*+;EFt+i**if
t++ q.zd*- -) i
'.t. " ' .. : '
'!
\
:' .
. t.
.o
E,Fp,BAE
E
lg-J! 'i.J AliltEiicE, Liii sEB.tuHG E{TH
o
t ''
.
?t'1" $l
.tl Y d rr{rraI.\
nama dE L LU
Hari / Ta-nggul NagaTenr-ii Drrh.r.,ii
i- iJl-&aa. '-.3 3 :
J
/,.''rJt^^
Bi^ I*3 htpq.,*4
)fum
['f +t%q; ,
CtrlhJ o &r,L;
Vwvwota\,1
?^lL
?"J-
h:* d^tt
11-1!oe-?aal,1,
r
iDi P(uO ,t
I
\rJo\no6ir-,
45uLq* Lk+"*"li
Z, Setor|^, 9 n^ci U,ki f=uet a"*tv'tr1.y"l
[)-J-
UUhr4
tr^al^Jti LSrp
- |
1!
kq( o\^9^gfr t
1^t? iil,^-,,.,iilr,
e.
I
Nhma Mahasiswa : CHAIiIDRA GILBERT LODA
.ot.
NIM
NO TGL
5u ira
5 tr,lsftlitl
6 Sato Ag^-^t"
ts{;/wt
t..
.t
' .,|
, .'
...
I
,NO
/LQ)o)<'l &)'A^?'t
&-WNr" W,.-
(ryP44)
t-
.t .
' ..'l
.t
/f
,/,/
o
o..
Nb Irlama&TTD
Pembimbing
tr- ^r&
-'a
o
j. i.u
.t ,'
"
Nama Mahasiswa .(
. \./;hqt^:r"* Gillrqt, [i4 .: , ,
- , 't,
.. 1
NIM a,
.t
No Materi
"/ tP\7
/1
'o
,
,l
.a
,: TULIS ILMIAH
LEMBAR KONSULTASI KARYA
NIM
Judul I(TI
%r1.
,' '
\ )
BAg I}
t"
o
a,
r.l:
a'
r
-r)
B7
.
t.. ..1
,l
PENERAPAN TERAPI LATIHAN KETRAMPILAN SOSIAL PADA
KLIEN ISOLASI SOSIAL DAN HARGA DIRI RENDAH DENGAN
PENDEKATAN MODEL HUBUNGAN INTERPERSONAL PEPLAU
DI RS DR MARZOEKI MAHDI BOGOR
Email: abdul.wakhid2010@gmail.com
Abstract
Application of social skills training therapy to client with social isolation and low self esteem disturbance
with Interpersonal relationship Peplau Model Approach in RS Dr Marzoeki Mahdi Bogor. Social skills
training was designed to improve communication and social skills for someone was experienced difficulties in
their interaction skills include giving reinforcement, complain because they do not agree, reject the request of
other, exchange experience, demanding personal rights, give advice to others, problem solving and working with
people, sharing experience, ask for privacy (Michelson, 1985). Objective this final assignment was to found
describing result of Application of social skills training therapy management on Social isolation and low self
esteem client with interpersonal relationship Peplau Model approach in RS Dr Marzoeki Mahdi Bogor.
Application of social skills therapy was done to 18 clients since 10 September-9 November 2012. Finding was
revealed social skills training exactly effective may used for client with social isolation and low self esteem,
where all of clients who have done social skills therapy. Base on this finding, recommended social skills training
become to specialist standard therapy in psychiatric nursing and may used for social isolation and low self
esteem clients.
Key word : social skills training, social isolation, low self esteem, Peplau interpersonal model
Penerapan Terapi Latihan Ketrampilan Sosial Pada Klien Isolasi Sosial Dan Harga Diri Rendah Dengan 35
Pendekatan Model Hubungan Interpersonal Peplau Di RS Dr Marzoeki Mahdi Bogor
Abdul Wakhid, Achir Yani S. Hamid, Novy Helena CD
Tindakan keperawatan yang dapat untuk membantu menyelesaikan
dilakukan kepada klien isolasi sosial dan perasalahan yang dihadapi oleh klien dan
harga diri rendah adalah terapi generalis diakhiri dengan tahap resolusi dimana
dan terapi spesialis (terapi klien diupayakan untuk tidak tergantung
psikososial/psikoterapi) yang ditujukan kepada perawat karena telah dilakukan
kepada klien sebagai individu, kelompok latihan mengatasi masalah oleh perawat.
klien, dan keluarga klien, serta komunitas
disekitar klien (Carson, 2000; Chen, et, al., Metode
2006; Eiken, 2012). Tindakan keperawatan
spesialis diberikan kepada pasien yang Karya ilmiah akhir ini merupakan analisis
bertujuan untuk meningkatkan kemampuan terhadap penerapan manajemen terapi
bersosialisasi adalah latihan ketrampilan latihan ketrampilan sosial pada klien
sosial (Cacioppo, et, al, 2002). Terapi ini isolasi sosial dan harga diri rendah dengan
merupakan metode yang didasarkan pendekatan model teori hubungan
prinsip-prinsip sosial dan menggunakan interpersonal Peplau yang dilaksanakan
teknik perilaku bermain peran, praktek dan terhadap klien yang mengalami isolasi
umpan balik guna meningkatkan sosial dan harga diri rendah di Ruang
kemampuan seseorang dalam Antareja Rumah Sakit dr Marzoeki Mahdi
menyelesaikan masalah (Kneisl, 2004 & Bogor sejak tanggal 10 September hingga
Varcarolis, 2006). 9 November 2012 dengan jumlah klien
yang mengalami isolasi sosial sebanyak 18
Karya tulis ilmiah ini menggabungkan klien.
tindakan keperawatan dengan salah satu
teori model keperawatan yang sesuai
dengan kondisi klien isolasi sosial yaitu
teori keperawatan Hildegard Peplau’s.
Teori Peplau sangat tepat diaplikasikan
pada klien yang mengalami isolasi sosial
dan harga diri rendah karena menjelaskan
proses hubungan antara perawat dan klien
dimulai dari tahap orientasi dimana
perawat merupakan orang asing yang baru
dikenal oleh klien, selanjutnya masuk
kedalam tahap identifikasi dan eksploitasi
dimana terjadi proses hubungan terapeutik
Penerapan Terapi Latihan Ketrampilan Sosial Pada Klien Isolasi Sosial Dan Harga Diri Rendah Dengan 37
Pendekatan Model Hubungan Interpersonal Peplau Di RS Dr Marzoeki Mahdi Bogor
Abdul Wakhid, Achir Yani S. Hamid, Novy Helena CD
Tabel 3
Distribusi Faktor Presipitasi Pada Klien dengan
masalah Isolasi Sosial Dan Harga Diri Rendah di
Ruang Antareja Rumah Sakit Marzoeki Mahdi
Bogor 2012 (n=18)
Tabel 4
Distribusi Penilaian Stresor terhadap masalah
Isolasi Sosial dan Harga Diri Rendah di Ruang
Faktor Presipitasi Jumlah %
Antareja Rumah Sakit Dr.H.Marzoeki Mahdi Bogor
Biologis
2012 (n=18)
Putus obat 6 33,3
Psikologis
Isolasi Sosial Harga diri rendah
1. Keinginan tidak terpenuhi 14 77,8
Penilaian Min Min-
2. Gagal membina hubungan 9 50,0 Terhadap - maks
dengan lawan jenis n Mean SD Mean SD
Stresor mak
3. Gagal bekerja 12 66,7 s
4. Merasa tak berguna 12 66,7 Respon 18 27,50 7,548 16- 16,06 4,7 7-23
Sosial Kultural Kognitif 39 9
1. Ekonomi 11 61,1 Respon Afektif 18 15,89 5,368 8-27 13,61 3,5 8-23
2. Masalah pekerjaan 12 66,7 6
3. Konflik keluarga 11 61,1 Respon 18 14,94 2,711 9-19 17,61 5,2 10-27
Asal stresor Perilaku 4
Respon Sosial 18 19,61 3,109 13- 13,44 4,1 8-20
1. Internal 18 100,0
24 6
2. Eksternal 14 77,8 Respon 18 15,17 3,536 9-21 7,94 1,3 6-10
Waktu stresor Fisiologis 0
1. < 6 bulan 6 33,3 Jumlah 18 93,11 16,97 69- 60,92 15,57 46-99
2. > 6 bulan 12 66,7 130
Jumlah stresor
1. >1 stresor 18 100,0 Berdasarkan tabel 4 dapat dijelaskan
bahwa rata-rata penilaian terhadap stressor
Berdasarkan tabel 3 dapat dijelaskan
pada 18 klien isolasi sosial pada respon
bahwa pada faktor presipitasi aspek
kognitif 27,50, respon afektif sebesar
biologis yaitu putus obat sebanyak 6 klien
15,89, respon perilaku sebesar 14,94,
(33,3%), dan secara psikologis 77,8% klien
respon sosial sebesar 19,61, respon
memiliki keinginan yang tidak terpenuhi,
fisiologis sebesar 15,17 dan secara
pada faktor sosial budaya didapatkan
keseluruhan respon klien harga diri rendah
masalah pekerjaan sebanyak 66,7%, asal
sebesar 93,11. Sedangkan penilaian stresor
stresor seluruhnya berasal dari internal
pada masalah harga diri rendah didapatkan
tetapi ada juga stresor ekstrenal yang
gambaran rata-rata respon kognitif klien
menyertainya yang didapatkan pada 14
sebelum diberikan terapi latihan
klien (77,8%). Waktu stresor paling
ketrampilan sosial sebesar 16,06, respon
banyak pada waktu >6 bulan sebanyak 12
afektif sebesar 13,61, respon perilaku
klien (66,7%) dan jumlah stresor
sebesar 17,61, respon sosial sebesar 13,44,
seluruhnya lebih dari 1 stresor.
respon fisik sebesar 7,94 dan secara
komposit didapatkan respon klien harga
diri rendah sebesar 60,92.
Penerapan Terapi Latihan Ketrampilan Sosial Pada Klien Isolasi Sosial Dan Harga Diri Rendah Dengan 39
Pendekatan Model Hubungan Interpersonal Peplau Di RS Dr Marzoeki Mahdi Bogor
Abdul Wakhid, Achir Yani S. Hamid, Novy Helena CD
ini individu mulai mempertahankan dibandingkan wanita dan wanita
hubungan saling ketergantungan, tampaknya memiliki fungsi sosial
memilih pekerjaan, memilih karir, yang lebih baik daripada laki-laki.
melangsungkan perkawinan. Didukung pula oleh pendapat
Sinaga (2007), yang menyatakan
Individu dalam kehidupannya prevalensi Skizofrenia berdasarkan
memiliki tugas-tugas jenis kelamin, ras dan budaya
perkembangan sesuai tingkat adalah sama. Dimana wanita
usianya. Tugas perkembangan yang cenderung mengalami gejala yang
tidak dapat diselesaikan dengan lebih ringan, lebih sedikit rawat
baik dapat menjadi stresor untuk inap dan fungsi sosial yang lebih
perkembangan berikutnya dan jika baik di komunitas dibandingkan
stresor tersebut menumpuk sangat dengan laki-laki. Laki-laki lebih
berisiko mengalami gangguan jiwa. banyak mengalami harga diri
Kondisi tersebut akan rendah dan isolasi sosial karena
menyebabkan individu merasa disebabkan tuntutan terhadap
rendah diri dan apabila berlangsung tanggung jawab atau peran yang
lama akan menjadi harga diri harus dipenuhi seorang laki-laki
rendah kronis. didalam keluarga lebih tinggi
dibanding perempuan, sehingga
b. Jenis Kelamin stresor yang dialami juga lebih
Jenis kelamin merupakan bagian banyak.
dari aspek sosial budaya faktor
predisposisi dan presipitasi c. Pendidikan
terjadinya gangguan jiwa. Seluruh Klien yang dirawat dengan masalah
klien adalah laki-laki karena di isolasi sosial dan harga diri rendah
ruangan Antareja merupakan ruang sebagian besar memiliki latar
perawatan klien laki-laki. Terlepat belakang pendidikan sekolah
dari kondisi tersebut, Kaplan, menengah (SMP-SMA), yaitu 11
Sadock, dan Grebb (1999); klien (61,1%). Hal ini
Davison dan Neale (2001), dalam menunjukkan bahwa klien
Fausiah dan Widury, (2005) dalam mempunyai latar belakang
penelitiannya yang menunjukkan pendidikan yang cukup memenuhi
bahwa laki-laki lebih mungkin syarat dalam menerima informasi
memunculkan gejala negatif baru. Klien sebagian besar mampu
Penerapan Terapi Latihan Ketrampilan Sosial Pada Klien Isolasi Sosial Dan Harga Diri Rendah Dengan 41
Pendekatan Model Hubungan Interpersonal Peplau Di RS Dr Marzoeki Mahdi Bogor
Abdul Wakhid, Achir Yani S. Hamid, Novy Helena CD
terjadinya gangguan jiwa. Faktor sudah menikah yaitu sebanyak 12
status sosioekonomi yang rendah klien (66,7%). Hal ini didukung
lebih banyak mengalami gangguan dengan pendapat Hawari (2001)
jiwa dibanding pada tingkat dan Kintono (2010) yang
sosioekonomi tinggi. Pendapat menyatakan bahwa berbagai
tersebut juga didukung oleh masalah perkawinan dapat menjadi
Townsend (2009) yang menyatakan sumber stress bagi seseorang dan
bahwa salah satu faktor sosial yang merupakan salah satu penyebab
menyebabkan tingginya angka umum gangguan jiwa. Masalah
gangguan jiwa termasuk umum yang sering terjadi selama
skizofrenia adalah tingkat sosial menjalani perkawinan adalah
ekonomi rendah. pertengkaran, ketidaksetiaan,
kematian salah satu pasangan, dan
Penjelasan tersebut menjelaskan perceraian yang jika tidak dapat
bahwa seseorang yang berada diatasi dapat menjadi sumber stres
dalam sosial ekonomi rendah dan yang menyebabkan masalah
tidak memiliki pekerjaan lebih kejiwaan. Cara seseorang
berisiko untuk mengalami berbagai mengatasi permasalah yang muncul
masalah terutama kurangnya rasa merupakan mekanisme koping
percaya diri dalam menjalankan dalam menjalankan 5 (lima) fungsi
aktivitas hidup sehari-hari. Terapi dalam sebuah keluarga, yaitu
latihan ketrampilan sosial sangat fungsi afektif, fungsi sosialisasi dan
tepat dilakukan terhadap individu penempatan sosial, fungsi
yang mengalami masalah kurang reproduksi, fungsi ekonomi, serta
percaya diri sehingga klien memberikan pelayanan kesehatan
memiliki pengetahuan bagaimana bagi seluruh anggota keluarga
cara membina hubungan dengan (Friedman, 1998). Beberapa fungsi
orang lain, cara melakukan kerja keluarga tersebut merupakan
sama dengan orang lain yang dapat stresor bagi setiap orang yang
dijadikan sebagai mekanisme sudah melangsungkan pernikahan
koping konstruktif. sehingga apabila salah satu atau
beberapa fungsi tersebut tidak
e. Status Perkawinan terpenuhi dapat menyebabkan
Klien isolasi sosial dan harga diri terjadinya harga diri rendah. Harga
rendah yang dirawat sebagian besar diri rendah yang dialami seseorang
Penerapan Terapi Latihan Ketrampilan Sosial Pada Klien Isolasi Sosial Dan Harga Diri Rendah Dengan 43
Pendekatan Model Hubungan Interpersonal Peplau Di RS Dr Marzoeki Mahdi Bogor
Abdul Wakhid, Achir Yani S. Hamid, Novy Helena CD
Pemberian terapi latihan Klien dengan gangguan jiwa berat
ketrampilan sosial dapat membantu yang memiliki status ekonomi
klien mengembangkan mekanisme rendah sering mendapatkan stigma
koping dalam memecahkan dari lingkungan sosialnya sehingga
masalah terkait masa lalu yang akan membuat mereka lebih
tidak menyenangkan. Klien dilatih memilih tidak terlibat dalam
untuk mengidentifikasi kemampuan kegiatan sosial sehingga terkesan
yang masih dapat digunakan yang menutup diri.
dapat meningkatkan harga dirinya
sehingga tidak akan mengalami Terapi latihan ketrampilan sosial
hambatan dalam berhubungan akan melatih klien dalam
sosial. meningkatkan hubungan dengan
orang lain dengan cara memberikan
c. Aspek Sosial Budaya pengetahuan serta kemampuan
Faktor predisposisi selanjutnya bagaimaa menjalani hubungan
adalah aspek sosial budaya, dimana dengan orang lain yang akan
pada klien kelolaan didapatkan meningkatkan kemampuan untuk
aspek sosial budaya sebagian besar mencapai harga diri yang positif.
adalah pendidikan menengah dan
sosial ekonomi rendah masing- 3. Faktor Presipitasi
masing sebanyak 11 klien (61,1%). Hasil pengkajian terhadap 18 klien
Menurut Townsend (2009) status yang mengalami isolasi sosial dan
sosioekonomi yang rendah lebih harga diri rendah kronis diperoleh
rentan mengalami gangguan jiwa bahwa 6 klien (33,3%) mengalami
dibanding pada tingkat putus obat. Rata-rata klien
sosioekonomi tinggi. Kemiskinan menyampaikan bahwa mereka merasa
yang dialami oleh seseorang bosan dan merasa sudah sembuh
menjadikan terjadinya keterbatasan sehingga tidak perlu lagi minum obat,
dalam pemenuhan kebutuhan disamping itu klien juga
pokok seperti nutrisi, pemenuhan menyampaikan bahwa jika minum obat
kesehatan, kurangnya perhatian terus menerus menjadikan klien tidak
terhadap pemecahan masalah yang bisa bekerja seperti biasa karena mudah
dapat menimbulkan munculnya ngantuk dan lemas.
stres.
Penerapan Terapi Latihan Ketrampilan Sosial Pada Klien Isolasi Sosial Dan Harga Diri Rendah Dengan 45
Pendekatan Model Hubungan Interpersonal Peplau Di RS Dr Marzoeki Mahdi Bogor
Abdul Wakhid, Achir Yani S. Hamid, Novy Helena CD
dengan menggunakan teknik perilaku hubungan sosial. Adanya latihan
bermain peran, praktik dan umpan ketrampilan sosial terbukti dapat
balik untuk meningkatkan kemampuan membantu meningkatkan kemampuan
menyelesaikan masalah (Kneisl, 2004). sosial klien yang dapat dilihat pada
Proses pembelajaran sosial mengacu respon kognitif, sektif, psikomotor,
kepada kekuatan berpikir tentang sosial dan fisik. Pada klien harga diri
bagaimana belajar memberikan pujian rendah juga didapatkan penurunan
dan hukuman, termasuk beberapa respon kognitif, afektif, perilaku, sosial
pujian dan model yang akan diberikan. dan fisik. Hal ini diakibatkan karena
Pembelajaran sosial meliputi motivasi, sebelum diberikan terapi, klien merasa
emosi, pikiran, penguatan sosial, malu, minder dan tidak percaya diri
penguatan diri. Penguatan sosial bisa untuk membina hubungan sosial
berbentuk perhatian, rekomendasi, dengan lingkunganya. Setelah
perhatian dan lainnya yang dapat diberikan terapi, didapatkan pengaruh
membuat individu terus berperilaku ke yang signifikan terhadap kemampuan
arah yang lebih baik. sosial klien.
Penerapan Terapi Latihan Ketrampilan Sosial Pada Klien Isolasi Sosial Dan Harga Diri Rendah Dengan 47
Pendekatan Model Hubungan Interpersonal Peplau Di RS Dr Marzoeki Mahdi Bogor
Abdul Wakhid, Achir Yani S. Hamid, Novy Helena CD
dan melakukan latihan berbicara untuk
Chen, K, & walk. (2006). Social Skills Training
menghadapi situasi yang sulit. Intervension for Student with
Emotional/Behavioral Disorder: A Literature
3. Latihan ketrampilan sosial dapat Review from American Perspective.
www.ccbd.net/dokuments/bb/BB.15(3)%socia
menurunkan tanda dan gejala pada l % 20 skills pdf. Desember 12, 2012.
klien yang mengalami isolasi sosial dan
Kneisl, C.R., Wilson, S.K., and Trigoboff, E.
harga diri rendah. Rata-rata respon (2004). Psychiatric mental health nursing.
New Jersey: Pearson Prentice Hall.
secara keseluruhan pada masalah
Kopelowitz, dkk (2002), Psycosocial treatment for
isolasi sosial sebelum diberikan terapi schizofrenia, NewYork, Oxford University
latihan ketrampilan sosial sebesar Michelson, L., Sugai, P.D & Wood, R.P.(1985).
93,11 dan sesudah diberikan terapi Social skills assesment, New York: Plenum
press.
latihan ketrampilan sosial sebesar
Riskesdas, (2007), Riset Kesehatan Dasar, Badan
60,56. Dan rata-rata respon secara Penelitian Kesehatan Nasional, Jakarta.
keseluruhan pada masalah harga diri Sadock, B.J., & Sadock, V.A. (2007). Kaplan and
Sadock’s Synopsis of Psychiatry Behavioral
rendah sebelum diberikan latihan Sciences/Clinical Psychiatry. 10th ed.
ketrampilan sosial sebesar 60,92 dan Lippincott Williams & Wilkins
sesudah diberikan terapi latihan Stuart, G.W. & Laraia, M.T. (2005). Principles and
Practice of Psychiatric Nursing, 8th ed.
ketrampilan sosial sebesar 40,17. Missouri: Mosby, Inc.
4. Pendekatan model hubungan Townsend, M.C. (2009). Psychiatric Mental Health
Nursing Concepts of Care in Evidence-Based
interpersonal Peplau dirasakan tepat Practice. 6th ed. Philadelphia: F.A. Davis
diterapkan pada klien dengan masalah Company
isolasi sosial dan harga diri rendah Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2009 tentang
Kesehatan
karena tahapan-tahapan pemberian
Varcarolis, E.M.,. (2010). Foundations of
asuhan keperawatan dalam model Psychiatric Mental Health Nursing a Clinical
Approach. Missouri: Saunders Elsevier
hubungan interpersonal Peplau yang
terdiri dari tahap orientasi, identifikasi, Videbeck, S.L. (2008). Psychiatric-Mental Health
Nursing. 4th ed. Philadelphia: Lippincott
eksploitasi dan resolusi dapat Williams & Wilkins
diterapkan sesuai dengan karakteristik WHO. (2006). The world health report: 2006:
mental health: new Understanding, new hope.
klien. www.who.int/whr/2001/en/ diperoleh tanggal
20 Februari 2011.
Daftar pustaka WHO. (2009). Improving health systems and
services for mental health (Mental health
Cacioppo, J. T., Hawkley, L. C., Crawford, L. E., policy and service guidance package). Geneva
Ernst, J. M., Burleson, M. H., Kowalewski, R. 27, Switzerland: WHO Press.
B., . . . Berntson, G. G. (2002). Loneliness and
Health: Potential Mechanisms. Psychosomatic
Medicine, 64, 407–417.
Abstract: This study aims to determine the Effect of Activity Group Therapy: Socialization
(AGTS) to Client Behavior Change Social Isolation in Gelatik Room Prof. HB Sa'anin Mental
Hospital Padang. This study used quasi experiment design without a control group with the
approach one group pretest and posttest design. Objects in this study is the client's social
isolation. Sampling was purposive sampling with a sample of 10 people. Instruments used in the
form of sheets of observation and interview guides. Clients of social isolation pretest conducted
before given AGTS, then do posttest. The average value of 31.5 pretest and posttest mean value of
40.1. This shows a decline in social isolation behavior after being given the AGTS. Data were
analyzed using Two Different Tests Mean Dependent (Paired Samples) with 95% degree of
confidence. The results of statistical tests obtained p = 0.00 (p <0.05). This suggests there is a
significant influence on the administration AGTS to changes in client behavior of social isolation.
Expected to hospital nurses to be able to improve the implementation of AGTS with respect to
indications that the client can participate in the activities of the AGTS. Then the researchers next
to be examined by using qualitative techniques.
Abstrak: Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pemberian terapi aktivitas
kelompok sosialisasi terhadap Perubahan Perilaku Klien Isolasi Sosial di Ruang Gelatik RS Jiwa
Prof HB Sa’anin Padang. Penelitian ini menggunakan desain quasi experiment tanpa kelompok
kontrol dengan pendekatan one group pretest and posttest design. Sampel dalam penelitian ini
adalah klien isolasi sosial yang diambil secara purposive sampling berjumlah 10 orang.
Instrumen yang digunakan berupa lembar observasi dan pedoman wawancara.Nilai rata-rata
pretest 31,5 dan posttest 40,1. Data diuji dengan Uji Beda Dua Mean Dependen (Paired Sampel)
dengan derajat kepercayaan 95 %. Hasil uji statistik didapatkan p = 0,00 (p<0,05). Hal ini
menunjukkan terdapat pengaruh yang bermakna pada pemberian TAKS terhadap perubahan
perilaku klien isolasi sosial. Diharapkan kepada perawat rumah sakit untuk dapat meningkatkan
pelaksanaan TAKS dengan memperhatikan indikasi klien yang bisa diikutsertakan dalam
kegiatan TAKS. Kemudian kepada peneliti selanjutnya diharapkan untuk dapat melanjutkan
penelitian ini dengan menggunakan teknik kualitatif.
Sehat menurut WHO adalah keadaan Dalam definisi tersebut jelas bahwa sehat
yang sempurna baik fisik, mental maupun bukan sekedar terbebas dari penyakit atau
sosial, tidak hanya terbebas dari penyakit, cacat. Orang yang tidak berpenyakit pun
kelemahan atau cacat (Notosoedirjo, 2002). belum tentu dikatakan sehat. Seseorang
105
NERS JURNAL KEPERAWATAN VOLUME 8, No 2, Desember 2012 : 105-114
semestinya dalam keadaan yang sempurna dan merasa tertekan. Keadaan ini dapat
baik fisik, mental maupun sosial. Dalam menimbulkan perilaku tidak ingin
perkembangan dan pembangunan dunia akhir- berkomunikasi dengan orang lain, lebih
akhir ini yang ditandai dengan modernisasi, menyukai berdiam diri, menghindar dari
industrialisasi dan globalisasi, akan membawa orang lain, dan kegiatan sehari-hari terabaikan
banyak perubahan dalam kehidupan yang bisa (Kusumawati dan Hartono, 2010). Menurut
menjadi stressor bagi seseorang. Dengan Stuart and Sundeen, (2006) Individu dalam
tingginya stressor itu diperkirakan gangguan situasi seperti ini harus diarahkan pada respon
jiwa akan semakin meningkat (Setiaji, 2002). perilaku dan interaksi sosial yang optimal
Salah satu bentuk gangguan jiwa yang melalui asuhan keperawatan yang
paling banyak terdapat di seluruh dunia komprehensif dan terus menerus disertai
adalah gangguan jiwa skizofrenia. Prevalensi dengan terapi-terapi modalitas seperti Terapi
skizofrenia di dunia adalah 0,1 per mil dengan Aktivitas Kelompok (TAK), bahkan TAK
tanpa memandang perbedaan status sosial Sosialisasi memberikan modalitas terapeutik
atau budaya (Varcarolis and Halter 2010). yang lebih besar daripada hubungan
Sedangkan hasil riset dasar kesehatan terapeutik antara dua orang yaitu perawat dan
nasional tahun 2007 menyebutkan bahwa klien.
sebanyak 0,46 per mil masyarakat Indonesia TAK adalah terapi modalitas yang
mengalami gangguan jiwa berat. Mereka dilakukan perawat kepada sekelompok klien
adalah yang diketahui mengidap skizofrenia yang mempunyai masalah keperawatan yang
dan mengalami gangguan psikotik berat sama. Aktivitas yang digunakan sebagai
(Depkes RI, 2007). terapi, dan kelompok digunakan sebagai
Skizofrenia adalah suatu gangguan target asuhan. Di dalam kelompok terjadi
jiwa berat yang ditandai dengan penurunan dinamika interaksi yang saling bergantung,
atau ketidakmampuan berkomunikasi, saling membutuhkan dan menjadi
gangguan realitas (halusinasi atau waham), laboratorium tempat klien berlatih perilaku
afek yang tidak wajar atau tumpul, gangguan baru yang adaptif untuk memperbaiki perilaku
kognitif (tidak mampu berpikir abstrak) serta lama yang maladaptif. Stuart and Sundeen
mengalami kesukaran melakukan aktivitas (2006) menambahkan bahwa TAK dilakukan
sehari-hari. Salah satu gejala negatif untuk meningkatkan kematangan emosional
skizofrenia adalah menarik diri dari pergaulan dan psikologis pada klien yang mengidap
sosial (isolasi sosial). Isolasi sosial adalah gangguan jiwa pada waktu yang lama. TAK
keadaan dimana seorang individu mengalami dapat menstimulus interaksi diantara anggota
penurunan atau bahkan sama sekali tidak yang berfokus pada tujuan kelompok. TAK
mampu berinteraksi dengan orang lain di Sosialisasi juga membantu klien
sekitarnya. Pasien mungkin merasa ditolak, berinteraksi/berorientasi dengan orang lain.
tidak diterima, kesepian dan tidak mampu Terapi Aktivitas Kelompok :
membina hubungan yang berarti dengan Sosialisasi (TAKS) merupakan suatu
orang lain (Keliat et al, 2005). rangkaian kegiatan yang sangat penting
Terjadinya gangguan ini dipengaruhi dilakukan untuk membantu dan memfasilitasi
oleh faktor predisposisi diantaranya klien isolasi sosial untuk mampu
perkembangan dan sosial budaya. Kegagalan bersosialisasi secara bertahap melalui tujuh
dapat mengakibatkan individu tidak percaya sesi untuk melatih kemampuan sosialisasi
pada diri, tidak percaya pada orang lain, ragu, klien. Ketujuh sesi tersebut diarahkan pada
takut salah, pesimis, putus asa terhadap orang tujuan khusus TAKS, yaitu : kemampuan
lain, tidak mampu merumuskan keinginan, memperkenalkan diri, kemampuan
106
Efendi, dkk, Pengaruh Pemberian Terapi Aktivitas Kelompok
berkenalan, kemampuan bercakap-cakap, bahwa semua ruang rawat inap di RS. Jiwa
kemampuan menyampaikan dan Prof. HB. Sa’anin Padang khususnya ruang
membicarakan topik tertentu, kemampuan Gelatik telah melaksanakan TAK sebagai
menyampaikan dan membicarakan masalah bagian dari kegiatan perawatan pasien yang
pribadi, kemampuan bekerja sama, dilaksanakan setiap hari yang salah satunya
kemampuan menyampaikan pendapat tentang adalah TAKS. TAKS dilakukan berurutan
manfaat kegiatan TAKS yang telah dilakukan. dari sesi 1 sampai sesi 7 yang dilaksanakan
Langkah-langkah kegiatan yang dilakukan oleh perawat ruangan dan mahasiswa yang
dalam TAKS yaitu tahap persiapan, orientasi, sedang melaksanakan praktik klinik di RS.
tahap kerja dan tahap terminasi dengan Jiwa Prof. HB. Sa’anin Padang. Perawat
menggunakan metode dinamika kelompok, melaksanakannya sesuai dengan prosedur
diskusi atau tanya jawab serta bermain peran yang ada pada buku panduan, tapi belum
atau stimulasi. sepenuhnya memperhatikan indikasi untuk
Penelitian yang dilakukan oleh Setya, pasien yang sudah bisa diikutsertakan dalam
T (2009) didapatkan adanya pengaruh TAKS kegiatan ini, seperti masih ada klien yang
terhadap kemampuan berinteraksi pada klien belum bisa melakukan interaksi interpersonal
isolasi sosial di Rumah Sakit Jiwa Pusat Dr. dan berespon sesuai dengan stimulus juga
Soeharto Heerdjan Jakarta. Sedangkan diikutsertakan. Selain itu, klien yang tidak ada
penelitian Joko (2009) di Rumah Sakit Jiwa kemajuan setelah dirawat secara individu juga
Surakarta menyatakan bahwa ada pengaruh diikutsertakan dalam kegiatan TAKS, padahal
yang signifikan pelaksanaan TAKS sesi satu klien seperti ini belum bisa diikutsertakan
dan sesi dua terhadap perubahan perilaku karena tidak akan memberi dampak walaupun
menarik diri. dilibatkan dalam kegiatan TAKS.
Berdasarkan data laporan masing- Hasil observasi pada tanggal 16
masing ruang rawat inap RS. Jiwa Prof. HB. Oktober 2011 pada sepuluh orang klien
Sa’anin Padang dalam enam bulan terakhir dengan masalah keperawatan isolasi sosial
(dari bulan Maret 2011 sampai Agustus yang telah diberikan TAKS sesi 1 sampai sesi
2011), diketahui bahwa klien dengan masalah 7 di ruang Gelatik RS Jiwa Prof. HB. Sa’anin
isolasi sosial terbanyak terdapat di ruang Padang, ditemukan tujuh orang klien masih
Gelatik yaitu sebanyak 64 orang dari 352 suka menyendiri, jarang berbincang-bincang
orang (18,1 %). Sedangkan di ruangan dengan pasien yang lain, terlihat tidak
Merpati sebanyak 54 orang dari 382 orang semangat, afek tumpul, kontak mata kurang
(14,1 %), ruangan Melati sebanyak 45 orang dan lebih sering menunduk, sedangkan tiga
dari 331 orang (13,5 %), ruangan orang pasien yang sudah mulai mau
Cenderawasih 34 orang dari 462 orang (7,3 berinteraksi dengan pasien yang lain kadang-
%), ruangan Flamboyan 19 orang dari 288 kadang masih sering tampak melamun.
orang (6,6 %), dan ruangan Anggrek Data di atas menunjukkan bahwa pasien yang
sebanyak 4 orang dari 86 orang (4,7 %). telah mendapat TAKS sebagian besar masih
RS. Jiwa Prof. HB. Sa’anin Padang menunjukkan perilaku isolasi sosial, seperti
merupakan sebuah Rumah Sakit Jiwa tipe A masih suka menyendiri, jarang berbincang-
yang telah menerapkan Terapi Aktivitas bincang dengan pasien yang lain, tampak
Kelompok yaitu dengan dibentuknya ruang tidak bersemangat, afek tumpul, kontak mata
MPKP, dimana salah satu programnya adalah kurang dan lebih sering menunduk. Padahal
pelaksanaan TAK. Berdasarkan pengalaman secara teoritis TAKS dapat membantu pasien
peneliti secara langsung selama bekerja di RS untuk berinteraksi/bersosialisasi dengan orang
Jiwa Prof. HB. Sa’anin Padang diketahui lain.
107
NERS JURNAL KEPERAWATAN VOLUME 8, No 2, Desember 2012 : 105-114
Penelitian ini bertujuan untuk anggota kelompok kecil menurut Stuart dan
mengetahui bagaimana pengaruh pemberian Laraia (2006), yaitu 7-10 orang. Untuk
terapi aktivitas kelompok sosialisasi terhadap menetapkan sampel maka digunakan kriteria
perubahan perilaku klien isolasi sosial di inkulusi dan kriteria eksklusi. Kriteria inklusi
Ruang Gelatik RS Jiwa Prof HB Sa’anin adalah karakteristik umum subjek penelitian
Padang Tahun 2011. dari suatu populasi, suatu target dan
terjangkau akan diteliti (Nursalam, 2008).
Adapun kriteria inklusi penelitian ini adalah :
METODE a. Klien isolasi sosial yang sudah mendapat
Penelitian ini menggunakan desain asuhan keperawatan untuk masalah isolasi
quasi eksperiment tanpa kelompok kontrol sosial.
dengan pendekatan one group pretest and b. Klien isolasi sosial yang telah mulai
posttest design (Nursalam, 2008). Dalam melakukan interaksi interpersonal.
rancangan ini kelompok subjek dilakukan c. Klien isolasi sosial yang telah mulai
pretest terlebih dahulu. Populasi dalam berespon sesuai dengan stimulus.
penelitian ini adalah jumlah pasien isolasi d. Klien isolasi sosial yang bersedia dijadikan
sosial yang dirawat di ruang Gelatik RS. Jiwa responden.
Prof. HB. Sa’anin Padang dalam 6 bulan Penelitian ini dilakukan di Ruang Gelatik RS
terakhir (dari bulan Maret 2011 sampai bulan Jiwa Prof HB Sa’anin Padang dari bulan
Agustus 2011), yaitu berjumlah : 64 orang Agustus sampai Desember 2011.
dengan rata-rata perbulan 11 orang. teknik
pengambilan sampel yang digunakan peneliti
adalah purposive sampling, yaitu penelitian HASIL DAN PEMBAHASAN
yang didasarkan pada suatu pertimbangan Hasil pengambilan data pada klien
tertentu yang dibuat oleh peneliti sendiri isolasi sosial di Ruang Gelatik RS. Jiwa Prof.
berdasarkan ciri atau sifat-sifat populasi yang HB. Sa’anin Padang selama 10 hari mulai dari
sudah diketahui sebelumnya. Jumlah sampel tanggal 4 sampai 13 Desember 2011 dengan
yang digunakan dalam penelitian ini adalah jumlah responden 10 orang didapatkan data
10 orang yang didasarkan pada jumlah sebagai berikut :
108
Efendi, dkk, Pengaruh Pemberian Terapi Aktivitas Kelompok
4. Pendidikan SD 3 30
SMP/Sederajat 5 50
SMA/Sederajat 2 20
Perguruan Tinggi 0 0
Total 10 100
Tabel di atas memperlihatkan bahwa lebih dari separuh (60 %) responden berumur >25-40,
semua responden (100 %) berjenis kelamin laki-laki, lebih dari separuh (60 %) responden tidak
bekerja, lebih banyak (50 %) responden berpendidikan SMP.
Tabel 2. Rerata perbahan perilaku isolasi sosial sebelum dan sesudah terapi aktivitas
kelompok sosialisasi di Ruang Gelatik RS Jiwa Prof. HB. Sa’anin Padang Tahun 2011
No. Sebelum Perlakuan Setelah Perlakuan Kategori
Responden (Pretest) (Posttest)
1 30 41 11
2 27 37 10
3 30 39 9
4 33 43 10
5 33 41 8
6 30 37 7
7 34 42 8
8 35 41 6
9 31 39 8
10 32 41 9
31,5 40,1
109
NERS JURNAL KEPERAWATAN VOLUME 8, No 2, Desember 2012 : 105-114
110
Efendi, dkk, Pengaruh Pemberian Terapi Aktivitas Kelompok
dengan total nilai 20, suka melamun dengan Dalam penelitian ini masih terdapat
total nilai 19 dan menghindar dari orang lain separuh (50 %) responden yang mengalami
dengan total nilai 19. Setelah diberikan penurunan perilaku isolasi sosial dalam
TAKS, hal tersebut mengalami penurunan rentang 6 sampai 8. Walaupun tidak ada yang
dengan nilai perubahan sebagai berikut : mengalami penurunan nilai atau peningkatan
menyendiri dalam ruangan 10, tidak perilaku isolasi sosial dalam penelitian ini,
berkomunikasi 8, suka melamun 9, dan perubahan skor yang sedikit dalam penelitian
menghindar dari orang lain 8. Sedangkan ini dapat terjadi karena penurunan konsentrasi
dilihat dari pedoman wawancara, hal yang dan juga sikap responden selama kegiatan
paling banyak dirasakan klien pada saat TAKS. Hal ini dapat diihat dari hasil evaluasi
pretest adalah merasa kesepian dengan total TAKS yang menunjukkan masih adanya
nilai 19, tidak percaya atau merasa tidak aman responden yang tidak ada/kurang kontak
berada dengan orang lain dengan total nilai 20 mata, menggunakan bahasa tubuh yang tidak
dan merasa bosan dan lambat menghabiskan sesuai dan minta izin ke kamar mandi, minum
waktu dengan total nilai 19. Setelah diberikan ataupun melakukan kegiatan lain di luar
TAKS, hal tersebut mengalami perubahan ruangan TAK pada setiap sesi selama
dengan nilai perubahan sebagai berikut : pelaksanaan TAKS. Menurut Depkes, (2000)
merasa kesepian 9, tidak percaya atau merasa keadaan ini dipengaruhi oleh faktor internal
tidak aman berada dengan orang lain 7 dan yaitu faktor sosiopsikologis seperti sikap,
merasa bosan dan lambat menghabiskan kebiasaan dan kemauan dapat mempengaruhi
waktu 4. apa yang kita perhatikan dan faktor eksternal
Perubahan ini sesuai dengan yang terdiri dari intensitas stimulus sehingga
pernyataan Stuart and Sundeen (2006) yang perhatian akan tertuju atau terfokus pada
menyatakan bahwa TAKS dilakukan untuk stimulus yang menonjol serta dapat juga
meningkatkan kematangan emosional dan dipengaruhi oleh faktor lingkungan, dimana
psikologis pada klien yang mengidap lingkungan yang bising, warna yang
gangguan jiwa pada waktu yang lama. TAKS mencolok akan mempengaruhi konsentrasi
dapat menstimulus interaksi diantara anggota anggota kelompok dalam melakukan TAK.
yang berfokus pada tujuan kelompok. TAKS Selain itu, keadaan tersebut di atas
juga membantu klien berinteraksi/berorientasi juga dapat dipengaruhi oleh tingkat
dengan orang lain. pendidikan responden, dimana dalam
Menurut Niven, (2000) Keberhasilan penelitian ini didapatkan lebih banyak (50%)
pasien dalam TAK dimungkinkan karena responden dengan tingkat pendidikan
telah terbentuknya rasa percaya antara SMP/Sederajat. Menurut Purwanto, H (1999),
anggota kelompok, dimana rasa saling inti dari kegiatan pendidikan adalah proses
percaya (trust) antara anggota akan belajar mengajar. Hasil dari proses belajar
memungkinkan pasien untuk dapat bekerja mengajar adalah seperangkat perubahan
sama. Rasa saling percaya, saling menerima perilaku. Dengan demikian, pendidikan
dalam norma kelompok akan meningkatkan sangat besar pengaruhnya terhadap perilaku
rasa kebersamaan antar anggota. Dimana seseorang. Seseorang yang berpendidikan
kekuasaan dan pengaruh masing-masing tinggi akan berbeda perilakunya dengan orang
anggota kelompok sangat menentukan dalam yang berpendidikan rendah.
pencapaian tujuan dari suatu TAK. Selain itu Seseorang yang memiliki tingkat
juga dapat dipengaruhi oleh peran terapis pendidikan yang tinggi akan relatif mudah
dalam memberikan motivasi kepada memahami setiap terapi yang diberikan dalam
responden agar terlibat dalam diskusi. kegiatan TAKS. Sehingga akan menghasilkan
111
NERS JURNAL KEPERAWATAN VOLUME 8, No 2, Desember 2012 : 105-114
penurunan perilaku isolasi sosial yang cepat. terhambat sehingga penurunan perilaku
Sedangkan tingkat pendidikan yang rendah isolasi sosial klien juga akan ikut terhambat.
membuat proses terapi dalam TAKS menjadi
Hasil uji statistik dengan menggunakan Uji Dilihat dari tujuan terapeutik, TAKS
Beda Dua Mean Dependen (Paired Sampel) mempunyai tujuan untuk memfasilitasi proses
didapatkan rata-rata perilaku isolasi sosial interaksi, meningkatkan sosialisasi,
sebelum pemberian TAKS adalah 31,50 meningkatkan kemampuan klien memberi
dengan standar deviasi 2,369. Sedangkan rata- respon terhadap realita, mengenali cara baru
rata perilaku isolasi sosial setelah pemberian dalam mengatasi masalah, meningkatkan
TAKS adalah 40,10 dengan standar deviasi identitas diri, menyalurkan emosi secara
2,025. Hasil uji statistik ini didapatkan nilai p konstruktif dan meningkatkan kemampuan
= 0,00 (p<0,05), maka dapat disimpulkan ekspresi diri. Sedangkan dilihat dari tujuan
terdapat pengaruh yang bermakna pada rehabilitasi, TAKS bertujuan untuk
pemberian TAKS terhadap perubahan meningkatkan keterampilan ekspresi diri,
perilaku klien isolasi sosial. Dengan demikian meningkatkan kemampuan berempati,
Ho ditolak. meningkatkan kemampuan berhubungan
sosial, meningkatkan kemampuan pemecahan
Penelitian ini juga sejalan dengan penelitian masalah dan meningkatkan kepercayaan diri
Joko (2009) di Rumah Sakit Jiwa Surakarta (Depkes RI, 2000).
dengan nilai p = 0,00 (p<0,05). Namun, pada Pemberian TAKS pada responden
penelitian yang dilakukan oleh Joko (2009) dalam penelitian ini dilakukan secara bertahap
hanya melaksanakan TAKS dalam 2 sesi saja, dan dilaksanakan dalam tujuh sesi yang
yaitu sesi 1 dan sesi 2. Padahal menurut dilaksanakan sesuai dengan prosedur yang
Keliat dan Akemat (2004), rangkaian kegiatan ada dalam buku panduan dan responden yang
dalam TAKS terdiri dari tujuh sesi. diikutsertakan dalam kegiatan ini memenuhi
Sedangkan dalam penelitian ini, peneliti indikasi pasien TAKS. Adapun indikasinya
melaksanakan semua sesi dalam TAKS, yaitu adalah klien isolasi sosial yang telah mulai
dari 1 sampai sesi 7. melakukan interaksi interpersonal, dan telah
Menurut Niven (2000) TAK sangat mulai berespon sesuai dengan stimulus.
efektif dilakukan pada pasien gangguan jiwa Pelaksanaan TAKS di RS Jiwa Prof.
karena memiliki beberapa keuntungan yang HB. Sa’anin Padang telah sesuai dengan
akan diperoleh pasien, meliputi dukungan prosedur yang ada dalam buku panduan, tapi
moral, pendidikan, meningkatkan kemampuan perawat belum sepenuhnya memperhatikan
pemecahan masalah dan meningkatkan indikasi untuk pasien yang sudah bisa
hubungan interpersonal. diikutsertakan dalam kegiatan ini, seperti
112
Efendi, dkk, Pengaruh Pemberian Terapi Aktivitas Kelompok
masih ada klien yang belum bisa melakukan KESIMPULAN DAN SARAN
interaksi interpersonal dan berespon sesuai Penelitian ini menyimpulkan bahwa
dengan stimulus juga diikutsertakan. Selain seluruh responden mengalami penurunan
itu, klien yang tidak ada kemajuan setelah perilaku isolasi sosial setelah diberikan
dirawat secara individu juga diikutsertakan TAKS. Selain itu, terdapat pengaruh yang
dalam kegiatan TAKS. Hal ini berbeda bermakna pada pemberian TAKS terhadap
dengan yang dilakukan dalam penelitian ini, perubahan perilaku klien isolasi sosial.
dimana peneliti melaksanakan TAKS sesuai Disarankan kepada perawat di RS.
dengan buku panduan dan memperhatikan Jiwa Prof. HB. Sa’anin Padang untuk dapat
indikasi pasien yang bisa diikutsertakan meningkatkan pelaksanaan TAKS dengan
dalam TAKS. Sehingga terapi yang diberikan memperhatikan indikasi klien yang sudah bisa
dapat memberikan perubahan yang bermakna diikutsertakan dalam TAKS. Kepada peneiti
terhadap perubahan perilaku klien isolasi selanjutnya untuk dapat melakukan penelitian
sosial. lebih lanjut tentang TAKS dengan
Dilihat dari hasil evaluasi masing- menggunakan teknik kualitatif untuk klien
masing sesi pada saat pelaksanaan TAKS, yang masih ditemukan penurunan
ditemukan responden yang mengalami kemampuan dalam masing-masing sesi pada
penurunan kemampuan dari sesi sebelumnya. kegiatan TAKS agar klien tersebut dapat
Seperti yang dialami oleh responden 2 dan mengeksplorasikan perasaan dan pikirannya
responden 9. pada pelaksanaan TAKS sesi 4, sehingga dapat diketahui penyebab penurunan
responden 2 mampu menyampaikan topik kemampuan tersebut.
secara spontan, memilih topik secara spontan
dan memberi pendapat secara spontan.
Namun pada pelaksanaan TAKS sesi 5 dan DAFTAR PUSTAKA
sesi 6, hal tersebut mengalami penurunan. Abraham & Shanley. (1997). Psikologi sosial
Begitu juga dengan responden 9, pada saat untuk perawat. Jakarta: EGC.
pelaksanaan TAKS sesi 4 responden mampu Departemen Kesehatan Republik Indonesia.
menyampaikan topik dengan jelas, (2000). Keperawatan jiwa, teori dan
menyampaikan topik secara spontan dan tindakan keperawatan. Jakarta.
menjawab dan memberi secara spontan. Departemen Kesehatan Republik Indonesia.
Namun pada sesi 5, terjadi penurunan (2007). Laporan hasil riset kesehatan
kemampuan dalam menyampaikan topik dasar. Jakarta.
dengan jelas dan menyampaikan topik secara Isaacs, A. (2004). Keperawatan Kesehatan
spontan. Sedangkan pada sesi 6 terjadi Jiwa dan Psikiatri. Jakarta: EGC.
penurunan kemampuan dalam menjawab dan Joko. (2009). Pengaruh pelaksanaan terapi
memberi secara spontan. Oleh karena itu, aktivitas kelompok sosialisasi sesi 1 dan
perlu diadakan penelitian lebih lanjut sesi 2 terhadap perubahan perilaku
mengenai TAKS dengan menggunakan teknik menarik diri klien di Ruang Abimayu,
kualitatif agar masing-masing responden Ruang Maespati dan Ruang Pringgodani
dapat lebih mengeksplorasikan perasaan dan di RSJ Daerah Surakarta. Diakses
pikirannya sehingga dapat diketahui penyebab Tanggal 4 Juni 2011 dari
terjadinya penurunan kemampuan responden http://www.scribd/doc/32713247/proposal
pada masing-masing sesi pelaksanaan TAKS. -terapi-aktivitas-kelompok-sosialisasi
Keliat, B. A. (2005a). Keperawatan jiwa
TAK. Jakarta: EGC.
113
NERS JURNAL KEPERAWATAN VOLUME 8, No 2, Desember 2012 : 105-114
Keliat, B.A. (2005b). Modul basic course Varcarolis & Halter. (2010). Foundations of
community mental health nursing. Jakarta psychiatric mental health nursing: A
: FIK UI. clinical spproach, (Edisi 6). Philadelphia:
Kusumawati, F & Hartono, Y. (2010). Buku WB. Saunders Company.
ajar keperawatan jiwa. Malang: Salemba
Medika.
McGhie, A. (1996). Penerapan psikologi
dalam perawatan. Yogyakarta: Yayasan
Essentia Medica.
Natsir & Muhith. (2010). Dasar-dasar
keperawatan jiwa: Pengantar dan teori.
Malang: Salemba Medika
Niven, N. (2000). Psikologi kesehatan. (Edisi
3). Jakart: EGC
Notosoedirjo, M, L. (2002). Kesehatan mental
konsep dan penerapan. Universitas
Muhammadiyah Malang
Nursalam. (2008). Konsep dan penerapan
metodologi penelitian ilmu keperawatan
(edisi 2). Jakarta: Salemba Medika.
Prayitno, E. (2006). Psikologi orang dewasa.
Padang: Angkasa Raya
Setiaji, S. (2002). Upaya yang perlu
dilakukan untuk menghilangkan stigma
masyarakat terhadap gangguan jiwa.
Yogyakarta: Bagian Ilmu Kedokteran
Jiwa Fakultas Kedokteran Jiwa UGM.
Setya, T. (2009). Pengaruh terapi aktifitas
kelompok : sosialisasi terhadap
kemampuan berinteraksi pada kien isolasi
sosial di Rumah Sakit Jiwa Pusat Dr.
Soeharto Heerdjan Jakarta. Diakses
tanggal 4 Juni 2011 dari
http://darsananursejiwa.blogspot.com/201
0/05/strategi-pelaksanaan-tindakan.html
Stuart, G. & Laraia. (2005). Principles and
practice of psychiatric nursing. Misouri:
Mosby Year Book.
Stuart, G.W. & Sundeen, S. J. (2006).
Principles and practice of psychiatric
nursing. Mosby Year Book : Misouri
Townsend, M.C. (2009). Psychiatric mental
health nursing: Consepts of care in
evidence-based practice. Philadelphia:
FA. Davis.
114
E-Journal Keperawatan (EKP) Volome 4 Nomor 1, Februari 2016
Eyvin Berhimpong
Sefty Rompas
Michael Karundeng
Abstract : Socialization skilss training are given to patients with impaired social isolation to
practice their skills in relationships with others and the environment optimally that have aims to
teach the patients ability to interact with others. The aim of this research is is to know the effect of
socialization skills training to the interaction of social pateints’ ability. This research method is
using the design / pre-experimental study design one group pre test post test. The results is using
wilcoxon signed rank test with significant value is 0,000 or less than the significant value of 0,05
(0,00 < 0, 005). Conclusion from the results of this research showed that there is an influence of
socialization skills training to interaction capability of social isolation patient in Prof. Dr. V. L.
Ratumbuysang Manado. Suggestions socialization skills training can be used as one of the
independent actions of nurses in improving the quality of health services to the interaction
capability of social isolation patient.
Abstrak : Latihan keterampilan sosialisasi diberikan pada pasien dengan gangguan isolasi sosial
untuk melatih keterampilan dalam menjalin hubungan dengan orang lain dan lingkungan secara
optimal bertujuan untuk mengajarkan kemampuan berinteraksi seseorang dengan orang lain.
Tujuan penelitian untuk mengetahui pengaruh latihan keterampilan sosialisasi terhadap
kemampuan berinteraksi klien isolasi sosial. Metode penelitian ini menggunakan rancangan/desain
penelitian pra eksperimental one group pre test post test, Sampel dengan teknik pengambilan
sampel total sampling 30 responden. Hasil penelitian dengan menggunakan uji wilcoxon signed
rank testdengan nilai signifikan adalah 0,000 atau lebih kecil dari nilai signfikan 0,05 (0,00 < 0,05).
Kesimpulan hasil penelitian ini menunjukan adanya pengaruh latihan keterampilan sosialisasi
terhadap kemampuan berinteraksi klien isolasi sosial di Rumah Sakit Prof. Dr. V. L. Ratumbuysang
Manado. Saran latihan keterampilan sosialisasi dapat dijadikan sebagai salah satu tindakan
mandiri perawat dalam meningkatkan mutu pelayanan kesehatan terhadap kemampuan berinteraksi
klien isolasi sosial.
1
E-Journal Keperawatan (EKP) Volome 4 Nomor 1, Februari 2016
3
E-Journal Keperawatan (EKP) Volome 4 Nomor 1, Februari 2016
B.Pengaruh Latihan Sosialisasi Terhadap berkenalan dengan satu orang atau lebih dan
Kemampuan Berinteraksi Klien Isolasi memasukkan ke dalam jadwal sebagai bukti
Sosial telah melakukan latihan berkenalan dengan
klien lain di dalam satu ruangan. Hal ini
Berdasarkan hasil analisis dengan sesuai dengan tujuan strategi pertemuan yaitu
menggunakan uji Wilcoxon Signed klien mampu membina hubungan saling
Rankmenyatakan bahwa nilai signifikansi percaya, menyadari penyebab isolasi sosial
adalah 0,000 atau lebih kecil dari nilai dan mampu berinteraksi dengan orang lain
signifikasi 0,05 (0,000 < 0,005). Dari nilai (Purba,dkk,2008 dalam Nasution, 2011).
diatas maka dapat diambil kesimpulan yaitu
H0 ditolak atau terdapat pengaruh penerapan Menurut Keliat (2009) untuk membina
latihan sosialisasi terhadap kemampuan hubungan saling percaya dengan klien isolasi
berinteraksi klien isolasi sosial di Rumah sosial kadang membutuhkan waktu yang lama
Sakit Jiwa Prof. Dr. V. L. Ratumbuysang dan interaksi yang singkat serta sering karena
Manado. tidak mudah bagi klien untuk percaya pada
orang lain. Oleh karena itu perawat harus
Penelitian ini sejalan dengan penelitian konsisten bersikap terapeutik terhadap klien.
yang dilakukan oleh Dewi Rahmadani Lubis Selalu menepati janji adalah salah satu upaya
(2011) di Ruang Kamboja RSJ Daerah yang dapat dilakukan. Pendekatan yang
Provinsi Sumatera Utara Medan dengan konsisten akan membuahkan hasil. Jika
jumlah responden sebesar 7 orang. Dari hasil pasien sudah percaya dengan perawat,
uji statistik menggunakan Paired Sample T program asuhan keperawatan lebih mungkin
Test diperoleh nilai p=0,000 (p < 0,05), maka dilaksanakan. Perawat tidak mungkin secara
dapat disimpulkan bahwa terdapat pengaruh drastis mengubah kebiasaan klien dalam
Terapi Aktivitas Kelompok Sosialisasi berinteraksi dengan orang lain karena
Latihan Keterampilan Sosial terhadap
kebiasaan tersebut telah terbentuk dalam
kemampuan sosialisasi pasien isolasi sosial. jangka waktu yang lama. Untuk itu perawat
Penelitian ini juga sejalan dengan dapat melatih klien berinteraksi secara
penelitian yang dilakukan oleh Arni Wiastuti bertahap. Mungkin pada awalnya klien hanya
(2011) di Rumah Sakit Ghrasia Provinsi DIY akan akrab dengan perawat, tetapi setelah itu
dengan jumlah responden sebanyak 15 orang. perawat harus membiasakan klien untuk dapat
Hasil uji statistik menggunakan Wilcoxon berinteraksi secara bertahap dengan orang-
Sign Rank Test adalah nilai p=0,001 (p < orang disekitarnya.
0,05) yang artinya Terapi Aktivitas Kelompok Latihan keterampilan sosial secara luas
Sosial Latihan Keterampilan Sosial memberikan keuntungan dengan
berpengaruh dalam meningkatkan meningkatkan interaksi, ikatan aktivitas
kemampuan bersosialisasi pada pasien isolasi sosial, mengekspresikan perasaan kepada
sosial di RS Ghrasia Provinsi DIY. orang lain dan perbaikan kualitas kerja.
Latihan keterampilan sosial berisi diskusi Pasien mulai berpartisipasi dalam aktivitas
tentang penyebab isolasi sosial, diskusi sosial seperti interaksi dengan teman dan
tentang keuntungan bersosialisasi dan perawat. Latihan keterampilan sosial sangat
kerugian tidak bersosialisasi serta latihan- berguna dalam meningkatkan fungsi sosial
latihan berkenalan dengan satu orang atau pada pasien skizofrenia kronis karena pasien
lebih dari satu orang. Dari hasil diskusi dapat belajar dan melaksanakan keterampilan
didapatkan rata-rata klien mengatakan dasar yang dibutuhkan untuk hidup mandiri,
penyebab menarik diri yaitu karena malas belajar dan bekerja dalam komunitas tertentu
bersosialisasi dan mengatakan bahwa orang (Kumar,2015).
lain berbuat jahat pada dirinya. Klien juga
bisa menyebutkan keuntungan bersosialisasi
dan kerugian tidak bersosialisasi dengan
orang lain. Klien melakukan latihan
4
E-Journal Keperawatan (EKP) Volome 4 Nomor 1, Februari 2016
6
E-Journal Keperawatan (EKP) Volome 4 Nomor 1, Februari 2016
7
Jurnal Keperawatan Soedirman (The Soedirman Journal of Nursing), Volume 5, No.2, Juli 2010
ABSTRACT
Social isolation is an individual failure in the interaction with other people because of negative
thinking or threatening.The purpose of this study to determine the effect of family psycho
education therapy toward family’s ability on caring of client with social isolation. This study
used a quasi experiment design by method of pre post test with control group. Respondents of
this study were families where 48 clients with social isolation devided as random sampling
consist of 24 respondents who got family psycho education therapy as the intervention group
and 24 respondents who did not get family psycho education therapy as control group.
Analysis univariate data by analyzing variables as descriptive. Analysis bivariate using
dependent and independent sample t-test. Family psycho education therapy had been done by
5 sessions. Study result indicated that the average of respondent age were 43,81 females with
basic educations and period of caring more than one year. Cognitive abilities in intervention
group before therapy were 47,5 and after therapy were 77,5. Cognitive abilities in control group
before therapy were 51,25 and after therapy were 64,17. The average of psychomotor abilities
in intervention group before therapy were 48,75 and after therapy were 75,83. While the
average of psychomotor abilities in control group before therapy were 52,5 and after therapy
were 65. From result of bivariate analysis indicated that family psycho education therapy can
improve affective and psychomotor abilities in intervention group compared than control group.
It was recommended to implement above as family therapy on caring of clients with social
isolation.
PENDAHULUAN
Pembangunan kesehatan Kesehatan RI yaitu masyarakat yang
bertujuan meningkatkan kesadaran, mandiri untuk hidup sehat. Masyarakat
kemampuan dan kemauaan hidup sehat yang mandiri untuk hidup sehat adalah
bagi seluruh masyarakat dalam rangka masyarakat yang sadar, mampu mengenali
mewujudkan derajat masyarakat yang dan mengatasi permasalahan kesehatan
setinggi-tingginya. Masyarakat diharapkan yang dihadapi sehingga dapat bebas dari
berpartisipasi aktif dalam memelihara dan gangguan kesehatan, baik yang
meningkatkan derajat kesehatannya disebabkan penyakit termasuk gangguan
sendiri, sehingga masyarakat bukan hanya kesehatan akibat bencanan, maupun
menjadi sasaran tetapi juga menjadi lingkungan dan perilaku yang yang tidak
pelaksana dalam pembangunan kesehatan mendukung untuk hidup sehat termasuk
jiwa. Sesuai dengan Visi Departemen masalah kesehatan jiwa ( Farid, 2008).
85
Jurnal Keperawatan Soedirman (The Soedirman Journal of Nursing), Volume 5, No.2, Juli 2010
86
Jurnal Keperawatan Soedirman (The Soedirman Journal of Nursing), Volume 5, No.2, Juli 2010
Gejala negatif seperti : sikap apatis, bicara Secara medis tidak ada
jarang, afek tumpul, menarik diri. Gejala penggolongan untuk masalah gangguan
lain dapat bersifat non-skizofrenia meliputi isolasi sosial. Isoalasi sosial menjadi tanda
kecemasan, depresi dan psikosomatik. dan gejala dari gangguan jiwa. Tanda
Perilaku yang sering muncul pada gejala utama klien dengan episode depresi
klien skizofrenia: motivasi kurang (81%), adalah sedih yang mendalam,
isolasi sosial (72%), perilaku makan dan berkurangnya energi dan menurunnya
tidur buruk (72%), sukar menyelesaikan aktivitas gejala tambahan yang meliputi
tugas (72%), sukar mengatur keuangan adalah harga diri rendah , kepercayaan diri
(72%), penampilan tidak rapih (64%), lupa kurang, rasa bersalah, pesimis, tidur
melakukan sesuatu (64%), kurang terganggu, tidak nafsu makan (Maslam
perhatian pada orang lain (56%), sering 2003).
bertengkar (47%), bicara pada diri sendiri Isolasi sosial tidak hanya
(41%), dan tidak teratur makan obat (47%) berdampak secara individu pada klien
(Stuart & Larai, 2005). Dari data diatas yang mengalami tetapi juaga pada sistim
mengindikasikan isolasi sosial adalah klien secara keseluruhan yaitu keluarga
salah satu perubahan yang muncul pada dan lingkungan sosialnya. Isolasi sosial
skizofrenia. Isolasi sosial adalah suatu dapat menurunkan produktifitas atau
pengalaman menyendiri dari seseorang berdampak buruk pada fungsi di tempat
dan perasaan segan terhadap orang lain kerja, karena kecenderungan klien menarik
sebagai sesuatu yang negatif atau diri dari peran dan fungsi sebelum sakit,
keadaan yang mengancam (Nanda, 2005). membatasi hubungan sosial dengan
Dengan kata lain dapat dikatakan oarang lain dengan berbagai macam
bahwa isolasi sosial adalah kegagalan alasan.
individu dalam melakukan interaksi dengan Beban yang ditimbulkan oleh
orang lain yang disebabkan oleh pikiran gangguan jiwa sangat besar. Hasil studi
negatif atau mengancam. Seseorang dapat Bank Dunia menunjukkan, global burden of
dikatakan mengalami gangguan isolasi disease akibat masalah kesehatan jiwa
sosial jika individu tersebu: menarik diri, mencapai 8,1 persen, jauh lebih tinggi dari
tidak komunikatif, menyendiri, asyik tuberklosis (72%), kanker (58%), penyakit
dengan pikiran dan dirinya sendiri, tidak jantung (4,4 %), atau malaria (2,6%)
ada kontak mata, sedih, afek tumpul, (Kompas, 2007). Menurut Chandra
perilaku bermusuhan, menyatakan (2001), Health and Behaviour Advisor dari
perasaan sepi atau ditolak, kesulitan WHO Wilayah Asia Tenggara (WHO-
membina hubungan di lingkungannya, SEARO), meski bukan penyebab utama
menghindari orang lain dan kematian, gangguan jiwa merupakan
mengungkapkan perasaan tidak dimengerti penyebab utama disabilitas pada kelompok
orang lain. Jika perilaku isolasi sosial tidak usia paling produktif, yakni antara 15 - 44
ditangani dengan baik dapat dapat tahun. Dampak sosial berupa penolakan,
menurunkan produktifitas individu dan pengucilan, dan diskriminasi. Begitu pula
menjadikan beban bagi keluarga ataupun dampak ekonomi berupa hilangnya hari
masyarakat. produktif untuk mencari nafkah bagi
penderita maupun keluarga yang harus
87
Jurnal Keperawatan Soedirman (The Soedirman Journal of Nursing), Volume 5, No.2, Juli 2010
merawat, serta tingginya biaya perawatan merawat anggota keluarga mereka yang
yang harus ditanggung keluarga maupun mengalami gangguan jiwa, sehingga
masyarakat. diharapkan keluarga akan mempunyai
Menurut Hawari (2003) salah satu koping yang positif terhadap stress dan
kendala dalam upaya penyembuhan beban yang dialaminya (Goldenberg &
pasien gangguan jiwa adalah Goldengerg, 2004).
pengetahuan masyarakat dan keluarga. Pendapat lain menjelaskan bahwa
Keluarga dan masyarakat menganggap Psikoedukasi keluarga adalah pemberian
gangguan jiwa penyakit yang memalukan pendidikan kepada seseorang yang
dan membawa aib bagi keluarga. mendukung treatment dan rehabilitasi.
Penilaian masyarakat terhadap gangguan Berdasarkan penelitian psikoedukasi
jiwa sebagai akibat dari dilanggarnya keluarga terbukti efektif keluarga klien
larangan, guna –guna, santet, kutukan skizofrenia keluarga klien ketergantungan
dan sejenisnya berdasarkan kepercayaan napza, keluarga klien dengan bipolar
supranatural. Dampak dari kepercayaan disorder dan keluarga klien dengan
mayarakat dan keluarga, upaya pengobtan depresi. Skizofrenia ditandai dengan dua
pasien gangguan jiwa dibawa berobat ke katagori gejala utama, positif dan
dukun atau paranormal. Kondisi ini negative.
diperberat dengan sikap keluarga yang Mengacu pada hal tersebut,
cenderung memperlakukan pasien dengan penulis menfokuskan pada psikoedukasi
disembunyikan, diisolasi, dikucilkan yang dilakukan pada keluarga klien
bahkan sampai ada yang dipasung. dengan gangguan isolasi sosial. Penulis
Keluarga merupakan faktor yang mengharapkan dengan psikoedukasi yang
sangat penting dalam proses kesembuhan dilakukan pada keluarga klien denga
klien yang mengalami gangguan jiwa. isolasi sosial, maka pengetahuan keluarga
Kondisi keluarga yang terapeutik dan tentang kemampuan cara merawat klien
mendukung klien sangat membantu isolasi sosial dan kemampuan koping
kesembuhan klien dan memperpanjang terhadap stress dan beban yang dialami
kekambuhan. dapat meningkat.
Berdasarkan penelitian ditemukan
bahwa angka kekambuhan pada klien METODE PENELITIAN
tanpa terapi keluarga sebesar 25 - 50% Penelitian ini menggunakan
sedangkan angka kekambuhan pada klien metode kuantitatif dengan desain
yang diberikan terapi keluarga 5 - 10% ( penelitian eksperimen semu (quasi
Keliat, 2006). Keluarga sebagai ”perawat experimant pre dan post test with kontrol
utama” dari klien memerlukan treatment group). Besar sampel penelitian ditetapkan
untuk meningkatkan pengetahuan dan dengan purposive sample yaitu 24
ketrampilan dalam merawat klien. kelompok intervensi yang diberikan terapi
Berdasarkan evidance based psikoedukasi keluarga dan 24 keluarga
practice psikoedukasi keluarga adalah sebagai kelompok kontrol yang diberikan
terapi yang digunakan untuk memberikan terapi generalis. Pelaksanaan penelitian
informasi pada keluarga untuk dibantu oleh perawat rumah sakit yaitu
meningkatkan ketrampilan mereka dalam ruang Samiaji dan Yudistira dalam
88
Jurnal Keperawatan Soedirman (The Soedirman Journal of Nursing), Volume 5, No.2, Juli 2010
Tabel 1.Kesetaraan Pada Kelompok Intervensi dan Kontrol Berdasarkan Usia Di RSUD
Banyumas. Bulan Mei – Juni 2009 ( n=48).
Kelompok Mean SD SE N P T
Intervensi 43,96 8,730 1,782 24 0,905 0,120
Kontrol 43,67 8,117 1,657 24
89
Jurnal Keperawatan Soedirman (The Soedirman Journal of Nursing), Volume 5, No.2, Juli 2010
Tabel 2. Kesetaraan Kelompok intervensi dan Kontrol berdasarkan jenis kelamin, pendidikan
dan lama merawat di RSUD Banyumas Mei – Jini 2009 (n=48)
Karakteristik Intervensi Kontrol Jumlah X² P value
n % n % n %
Kelamin
Laki-laki 10 20,8 13 27,1 23 66,7 0,334 0,564
Perempn 14 29,2 11 22,9 25 33,3
Pendidikan
Dasar 15 31,75 12 25 21 43,8 0,339 0,561
Menegah 9 18,75 12 25 27 56,2
Lama Merawat
< 1 tahun 12 25 11 22,9 23 47,9 0,000 1,000
> 1 tahun 12 25 13 27,1 25 52,1
Hasil penelitian ini menunjukan bahwa lebih tinggi secara bermakna dibandingkan
rerata kemampuan kognitif dan psikomotor kelompok kontrol (p<0,05) (Tabel 3).
keluarga kelompok intervensi meningkat
Tabel 3. Analisis Kemampuan keluarga Dalam Merawat Klien Isolasi Sosial Sebelum Dan
Sesudah Terapi Psikoedukasi Keluarga Kelompok Intervensi dan Kontrol Di RSUD
Banyumas. Mei –Juni 2009(n= 48)
Kemampuan Mean SD SE T P Value
Kelompok Intervensi
Kognitif
Sebelum 47,50 9,891 2,019 -17,621 0,000*
Sesudah 77,50 11,51 2,351
Selisih 30
Psikomotor
Sebelum 48,75 10,347 2,112 -10,195 0,000*
Sesudah 75,83 9,286 1,896
Selisih 27,08
Kelompok Kontrol
Kognitif
Sebelum 51,25 9,918 2,025 -9,167 0,000*
Sesudah 64,17 7,755 1,583
Selisih 12,93
Psikomotor
Sebelum 52,50 11,561 2,351 -1073 0,000*
Sesudah 65.00 9,325 1,903
Selisih 12,5 2,236 0,448
90
Jurnal Keperawatan Soedirman (The Soedirman Journal of Nursing), Volume 5, No.2, Juli 2010
91
Jurnal Keperawatan Soedirman (The Soedirman Journal of Nursing), Volume 5, No.2, Juli 2010
92
Jurnal Keperawatan Soedirman (The Soedirman Journal of Nursing), Volume 5, No.2, Juli 2010
sumber daya manusia keperawatan perlu keluarga dan terapi generalis untuk
ditingkatkan dalam melakukan asuhan keluarga. Perlu penelitian pada kasus lain
keperawatan pada klien isolasi sosial untuk melengkapi informasi tentang sejuah
berdasarkan terapi generalis. Direktur RS mana terapi psikoedukasi Keluarga dapat
Jiwa atau Umum yang membuka bangsal membantu klien dengan masalah selain
jiwa menetapkan suatu kebijakan untuk isolasi sosial dalam meningkatkan
implementasi terapi keluarga pada pengetahuan kognitif.
keperawatan jiwa yaitu terapi psikoedukasi
Keliat, B. (2003). Pemberdayaan klien dan
DAFTAR PUSTAKA keluarga dalam perawatan klien
American Psychological Association. skizofrenia dengan perilaku
(2001). Publication manual of the kekerasaan di Rumah Sakit Jiwa
American Psychological Pusat Bogor:Desertasi, Jakarta:
Association. Washington, DC. FKM UI
American Psychological Lameshow, Stanley, et.al. (1997), Besar
Association. sampel dalam penelitian
Balitbangkes, (2008). www.litbang kesehatan, Gadjah Mada
depkes.go.id, diperoleh tanggal University Press.
20 januari 2009). Lawrence & Veronika. (2002).
Carson, V .B. (2000). Mental Health Understanding families in their in
Nursing : The Nurse – patien their own context:schizophrenia
Journey. Philadelphia. W.B. and structural family therapy in
Sauders Company Beijing. Journal of family therapy
Departemen Kesehatan Republik 24: 233-257
Indonesia. (2003). Buku Maramis. (2006). http//www.Suarakarya
Pedoman Kesehatan Jiwa, online.
Jakarta Depkes. Com/news.htm/id=157830011,
Farid, A. (2006). Membangun Kesadaran diperoleh pada tanggal 20 februari
Baru tentang Kesehatan Jiwa, 2009.
http//www. Suara karya- Notoatmojo, S. (2005). Promosi
online.com/news-html. Diperoleh Kesehatan dan teori aplikasinya.
tanggal 19 Desember 2008. Jakarta: PT Rineka Cipta.
Goldenberg, I & Goldengerg, H. (2004). Notoatmojo, S. (2007). Promosi kesehatan
Family Theraphy an overview . dan ilmu perlaku: PT Rineka Cipta
United states, Thomson Nursalam. (2003). Metodologi Penelitian
Kalpan & Saddock . (1997), Synopsis of Ilmu Keperawatan. Jakarta;
Pshyciatry Science Clinical Salemba Medika.
Psychiatry . Baltimore: Williams & Psychoeducation. ( 2006).
Wilkins. Psycoeducation,
Keliat, B. (1996). Peran Serta Keluarga www.psycoeducation.com,
daalam Perawatan Gangguan diambil tanggal 5 Januari 2009.
Jiwa, Jakarta : EGC Psyweb Mental Health Site . (2000).
Schizofrenia. http:/www.
93
Jurnal Keperawatan Soedirman (The Soedirman Journal of Nursing), Volume 5, No.2, Juli 2010
94
PENINGKATAN KEMAMPUAN INTERAKSI SOSIAL (KOGNITIF, AFEKTIF
DAN PERILAKU) MELALUI PENERAPAN TERAPI PERILAKU KOGNITIF
DI RSJ DR AMINO GONDOHUTOMO SEMARANG
Sri Nyumirah
Program Magister Ilmu Keperawatan Kekhususan Keperawatan Jiwa
Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, Kampus UI Depok, 16424, Indonesia
Email : srinyumirah@yahoo.co.id
ABSTRAK
Isolasi sosial merupakan suatu keadaan perubahan yang dialami klien skizofrenia. Suatu pengalaman
menyendiri dari seseorang dan perasaan segan terhadap orang lain sebagai sesuatu yang negatif.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pemberian terapi perilaku kognitif terhadap
kemampuan klien isolasi sosial dalam melakukan interaksi di ruang rawat inap di RSJ Dr Amino
Gondohutomo Semarang. Desain penelitian quasi experimental pre-post test with without control. Sampel
berjumlah 33 orang dengan tehnik pengambilan sampel total sampling. Hasil penelitian menunjukkan ada
pengaruh terapi perilaku kognitif terhadap kemampuan interaksi (kognitif, afektif dan perilaku) pada klien
isolasi sosial (p value < 0.05). Ada peningkatan kemampuan interaksi sosial (kognitif, afektif dan
perilaku) setelah dilakukan terapi perilaku kognitif. Terapi perilaku kognitif direkomendasikan diterapkan
sebagai terapi keperawatan dalam merawat klien dengan isolasi sosial dengan penurunan kemampuan
interaksi sosial.
Kata kunci :Terapi perilaku kognitif, kemampuan interaksi sosial (kognitif, afektif dan psikomotor),
klien isolasi sosial
Daftar pustaka : 88 (1999 -2012)
ABSTRACT
Social isolation is a state of change experienced by clients with schizophrenia. A person's solitude
experience and shyness towards others as something negative. This study aims to determine the effect of
cognitive behavioral therapy for social isolation in the client's ability to interaction the hospitalized in the
RSJ Dr Amino Gondohutomo Semarang. Quasi-experimental research design pre-post test without
control. Sample 33 peoples with total sampling technique. Results showed no effect of cognitive
behavioral the rapyon the ability of interaction (cognitive, affective and behavioral) on the client's social
isolation (p value <0.05). There is increasing social interaction skills (cognitive, affective and
behavioral) after cognitive behavioral therapy. Cognitive behavioral therapy is recommended as a
treatment applied to nursing in the care of clients with social isolation with a reduction in social
interaction skills.
Keyword : Cognitive Behavioral Therapy, ability of social interaction (cognitive, affective and
behavioral), social isolation client.
Bibliography : 88 ( 1999 - 2012)
Peningkatan Kemampuan Interaksi Sosial (Kognitif, Afektif Dan Perilaku) Melalui Penerapan Terapi 121
Peningkatan Kemampuan Interaksi Sosial Perilaku Kognitif Afektif
(Kognitif, Di RSJ Dr Amino
Dan Gondohutomo
Perilaku) MelaluiSemarang
Penerapan 121
Terapi Perilaku Kognitif Di RSJ DR Amino Gondohutomo Sri Nyumirah
Semarang
Sri Nyumirah
PENDAHULUAN orang (Widyayati, 2009). Angka kejadian
ini merupakan penderita yang sudah
Kesehatan jiwa adalah suatu kondisi sehat terdiagnosa. Persentase gangguan kesehatan
emosional, psikologis, dan sosial yang jiwa itu akan terus bertambah seiring
terlihat dari hubungan interpersonal yang dengan meningkatnya beban hidup
memuaskan perilaku dan koping individu masyarakat Indonesia.
efektif, konsep diri yang positif dan
kestabilan emosional (Johnsons, 1997 Salah satu bentuk gangguan kejiwaan yang
dalam Videback, 2008). Kesehatan jiwa memiliki tingkat keparahan yang tinggi
juga mempunyai sifat yang harmonis dan adalah skizofrenia. Skizofrenia merupakan
memperhatikan semua segi dalam gangguan jiwa berat yang akan membebani
kehidupan manusia dalam berhubungan masyarakat sepanjang hidup penderita yang
dengan manusia lainnya yang akan dikarakteristikan dengan disorganisasi
mempengaruhi perkembangan fisik, mental, pikiran, perasaan dan perilaku
dan sosial individu secara optimal yang (Lenzenweger & Gottesman, 1994 dalam
selaras dengan perkembangan masing- Sinaga 2008). Seseorang yang mengalami
masing individu. skizofrenia akan mempengaruhi semua
aspek dari kehidupannya yang ditandai
Menurut WHO (2009), prevalensi masalah dengan gejala-gejala psikotik yang khas dan
kesehatan jiwa mencapai 13% dari penyakit terjadi kemunduran fungsi sosial yaitu
secara keseluruhan dan kemungkinan akan gangguan dalam berhubungan dengan orang
berkembang menjadi 25% di tahun 2030, lain, fungsi kerja menurun, kesulitan dalam
gangguan jiwa juga berhubungan dengan berfikir abstrak, kurang spontanitas, serta
bunuh diri, lebih dari 90% dari satu juta gangguan pikiran/ inkoheren.
kasus bunuh diri setiap tahunnya akibat
gangguan jiwa. Gangguan jiwa ditemukan Gejala yang lebih banyak muncul pada
di semua negara, terjadi pada semua tahap klien dengan skizofrenia yaitu disfungsi
kehidupan, termasuk orang dewasa dan sosial dan pekerjaan yang mempengaruhi
cenderung terjadi peningkatan gangguan perilaku pada klien skizofrenia
jiwa. menyebabkan depresi pada klien yang
mengganggu konsep diri klien sehingga
Prevalensi terjadinya gangguan jiwa berat menjadikan kurangnya penerimaan klien di
di Indonesia berdasarkan Riset Kesehatan lingkungan keluarga dan masyarakat
Dasar (2007) adalah sebesar 4,6 permil, terhadap kondisi yang dialami klien yang
dengan kata lain dari 1000 penduduk mengakibatkan klien mengalami isolasi
Indonesia empat sampai lima diantaranya sosial (Sinaga, 2008). Isolasi sosial adalah
menderita gangguan jiwa berat (Balitbang merupakan suatu keadaan perubahan yang
Depkes RI, 2008). Penduduk Indonesia dialami klien skizofrenia. Isolasi sosial
pada tahun 2007 (Pusat Data dan Informasi adalah suatu pengalaman menyendiri dari
Depkes RI, 2009) sebanyak 225.642.124 seseorang dan perasaan segan terhadap
sehingga klien gangguan jiwa di Indonesia orang lain sebagai sesuatu yang negatif atau
pada Tahun 2007 diperkirakan 1.037.454 keadaan yang mengancam (NANDA,
orang. Kondisi diatas mengambarkan 2005). Klien yang mengalami isolasi sosial
jumlah klien gangguan jiwa yang akan cenderung muncul perilaku
mengalami ketidakmampuan untuk terlibat menghindar saat berinteraksi dengan orang
dalam aktivitas oleh karena keterbatasan lain dan lebih suka menyendiri terhadap
mental akibat gangguan jiwa berat yang lingkungan agar pengalaman yang tidak
akan mempengaruhi kualitas kehidupan menyenangkan dalam berhubungan dengan
penderitanya. Tahun 2009 angka kejadian orang lain tidak terulang kembali (Keliat,
penderita gangguan jiwa di Jawa Tengah 1999). Dengan demikian kegagalan
berkisar antara 3300 orang sampai 9300 individu dalam melakukan interaksi dengan
Peningkatan Kemampuan Interaksi Sosial (Kognitif, Afektif Dan Perilaku) Melalui Penerapan Terapi 123
Peningkatan Kemampuan Interaksi Sosial Perilaku Kognitif Afektif
(Kognitif, Di RSJ Dr Amino
Dan Gondohutomo
Perilaku) MelaluiSemarang
Penerapan 123
Terapi Perilaku Kognitif Di RSJ DR Amino Gondohutomo Sri Nyumirah
Semarang
Sri Nyumirah
positif. Klien dengan isolasi sosial yang yang digunakan peneliti Maleficience,
mengalami penurunan motivasi dalam Justice, Anomymous, Beneficence
melakukan interaksi sosial dengan danInformed concent.
diberikan terapi perilaku kognitif akan
mempunyai persepsi yang positif dan klien HASIL PENELITIAN
mengetahui pentingnya interaksi sosial.
Menjelaskan bahwa dari 33 orang
Tujuan Umum: Penelitian ini bertujuan responden dalam penelitian ini, usia
untuk mendapatkan gambaran tentang produktif pada responden adalah 31
pengaruh terapi perilaku kognitif tahun dengan umur termuda 20tahun
terhadap tingkat kemampuan klien dan tertua 45 tahun yang paling banyak
isolasi sosial dalam melakukan interaksi berjenis kelamin laki-laki 25 (75,8%)
sosial di ruang rawat inap RSJ Dr yang berpendidikan SMP 20 (60,6%),
Amino Gondohutomo Semarang. bekerja 20 (60,6%), tidak kawin 24
(72,7%).
METODE PENELITIAN
Berdasarkan hasil uji statistik tidak ada
Penelitian ini adalah penelitian dengan hubungan umur dengan kognitif, afektif
metode kuantitatif menggunakan desain dan perilaku dan ada hubungan antara
”Quasi experimental pre-post test jenis kelamin dengan kognitif (p<0,05).
without control” dengan intervensi Ada hubungan antara pekerjaan dengan
terapi perilaku kognitif yang terdiri dari semua kemampuan responden dalam
5 sesi pada tanggal 25 April-5 Juni melakukan interaksi sosial (kognitif,
2012. Teknik pengambilan sampel afektif, perilaku) responden (p<0,05).
secara total sampling. Penelitian Ada hubungan pendidikan SD-SMA
dilakukan untuk menganalisa dengan kemampuan kognitif responden
peningkatan kemampuan kognitif, dalam melakukan interaksi sosial. Ada
afektif dan perilaku klien isolasi social hubungan antara status perkawinan
dalam melakukan interaksi sosial. dengan kognitif dan afektif responden.
Sampel berjumlah 33 orang. Instrumen
yang digunakan instrumen ini Berdasarkan tabel 1 menjelaskan bahwa
modifikasi peneliti dari (Townsend, dari 33 responden rata-rata kemampuan
2009; Videback, 2008; Suryani, 2006; dalam melakukan interaksi sosial
Nasir dkk 2009; Nurjannah, 2001) dan (kognitif, afektif dan perilaku) setelah
penilaian dari buku catatan harian klien dilakukan terapi perilaku kognitif lebih
dan raport hasil evaluasi pelaksanaan tinggi dibandingkan sebelum dilakukan
terapi perilaku kognitif dengan terapi perilaku kognitif.
menggunakan modul, buku kerja, buku
raport yang dibuat oleh Sasmita (2007); Variabel Mean P Value
Fauziah (2009) dan Wahyuni, (2010); Kognitif
Erwina (2010); Hidayat (2010); Lelono Sebelum 13,79 0,000
(2010); Sudiatmika (2010). Pengolahan Sesudah 19,88
data dengan editing, coding, processing Afektif
Sebelum 14,58
dan cleaning. Analisis statistik yang 0,000
Sesudah 17,33
dipergunakan yaitu univariat dan
Perilaku
bivariat dengan analisis dependen dan
Sebelum 9,64 0,000
independent sample t-test sertauji anova Sesudah 11,06
dankorelasi regresi. Etika penelitian
Riwayat pendidikan :
1. SDN Toguraci
2. SMP Kristen 3 Surakarta
3. SMK Kristen 1 Surakarta
Riwayat pekerjaan :-
Riwayat organisasi :-
Publikasi :-