Anda di halaman 1dari 7

See discussions, stats, and author profiles for this publication at: https://www.researchgate.

net/publication/298711928

Analisis Reliability untuk Menentukan Mean Time Between Failure (MTBF) Studi
Kasus Pada Sebuah PLTU

Conference Paper · December 2013

CITATION READS

1 4,220

1 author:

Nuha Desi Anggraeni


Institut Teknologi Nasional
11 PUBLICATIONS   11 CITATIONS   

SEE PROFILE

Some of the authors of this publication are also working on these related projects:

Reliability View project

Perancangan dan Perencanaan Mesin Pemipih Emping Jagung Skala Industri View project

All content following this page was uploaded by Nuha Desi Anggraeni on 31 March 2017.

The user has requested enhancement of the downloaded file.


ISSN 1693-3168
Seminar Nasional - XII
Rekayasa dan Aplikasi Teknik Mesin di Industri
Kampus ITENAS - Bandung, 17-18 Desember 2013 Teknik

MESIN

Analisis Reliability
Untuk Menentukan Mean Time Between Failure (MTBF)
Studi Kasus Pulverizer Pada Sebuah PLTU

Nuha Desi Anggraeni1, Indra Nurhadi2


1
Jurusan Teknik Mesin, Fakultas Teknologi Industri
Institut Teknologi Nasional
Jl. PKH. Mustopa No. 23, Bandung 40124
2
Program Studi Teknik Mesin, Fakultas Teknik Mesin dan Dirgantara
Institut Teknologi Bandung
Jl. Ganesha No. 10, Bandung 40132
nuha@itenas.ac.id

Abstrak

Teknik pemeliharaan berbasis waktu adalah tindakan direncanakan yang bertujuan untuk
pencegahan kerusakan dan kegagalan, ternyata belum cukup efektif untuk mencegah terjadinya
kegagalan. Sehingga, perlu dilakukan analisis reliability untuk menentukan nilai Mean Time Between
Failure (MTBF). Untuk melakukan analisis reliability, digunakan distribusi Weibull, karena distribusi
ini dapat digunakan untuk berbagai model kegagalan baik dengan peningkatan maupun penurunan
tingkat kegagalan. Dari data kerusakan komponen yang dikumpulkan di lapangan, kemudian akan
ditentukan nilai Mean Time Between Failure (MTBF). Berdasarkan studi kasus di PLTU, ditemukan
bahwa kegagalan-kegagalan yang terjadi adalah akibat dari: throat-ring patah, lower-gate macet,
keausan plate, gagal start, dan kebocoran. Dari data kegagalan ini, ditentukan nilai MTBF
menggunakan analisis reliability dari mesin pembangkit di PLTU, sehingga teknik pemeliharaannya
menjadi lebih efektif dan efisien. Dari hasil perhitungan yang dilakukan, nilai MTBF yang diperoleh
untuk setiap kegagalan adalah sebagai berikut: gagal start 2685,6 jam; kebocoran 40456,8 jam,
lower gate macet 1104 jam; keausan 4378,2 jam; throat ring patah 84636,5 jam; inspeksi major tire
orginal 19130,9 jam dan inspeksi major tire non-original 32384,2 jam.

Keywords: reliability, distribusi Weibull, MTBF

1. Pendahuluan
Preventive maintenance adalah tindakan direncanakan yang bertujuan untuk pencegahan kerusakan
dan kegagalan. Tujuan utama preventive maintenance adalah untuk mencegah kegagalan peralatan
sebelum benar-benar terjadi. Hal ini dirancang untuk menjaga dan meningkatkan reliability peralatan
dengan mengganti komponen yang uzur sebelum mereka benar-benar gagal. Kegiatan preventive
maintenance termasuk pemeriksaan peralatan, sebagian atau lengkap overhauls pada periode tertentu,
penggantian oli, pelumas dan sebagainya. Selain itu, pekerja dapat merekam kerusakan peralatan
sehingga mereka tahu untuk mengganti atau memperbaiki bagian aus sebelum mereka menyebabkan
kegagalan sistem. Perkembangan teknologi yang ada dewasa ini, membantu pemeriksaan pada
tindakan preventive maintenance menjadi semakin akurat.
Dalam suatu industri, bagian maintenance memegang peranan yang penting untuk menunjang
kelancaran proses produksi. Metode preventive maintenance merupakan salah satu solusi untuk
memperbaiki kinerja mesin yang ada. Perubahan teknologi, sosioekonomi, dan budaya pada akhir
abad ke-18 dan awal abad ke-19 yang terjadi, mengakibatkan pergantian ekonomi yang awalnya
menggunakan banyak pekerja, menjadi didominasi oleh industri dan diproduksi mesin. Dalam
keberlangsungannya, industri dan mesin-mesin industri harus ditopang oleh pasokan listrik yang
memadai.
Konsumsi listrik bagi kebutuhan industri dan rumah tangga dewasa ini sangat besar. Ketergantungan
ini mengakibatkan perusahaan penyedia listrik diharuskan selalu menyediakan kebutuhan pasokan

TKE ‐ 128 
ISSN 1693-3168
Seminar Nasional - XII
Rekayasa dan Aplikasi Teknik Mesin di Industri
Kampus ITENAS - Bandung, 17-18 Desember 2013 Teknik

MESIN

listrik tanpa mengalami gangguan semisal pemadaman bergilir. Konsumen yang mengalami kerugian
akibat permasalah tersebut akan berdampak buruk bagi citra perusahaan di masyarakat. Untuk itu
diperlukan perencanaan kegiatan pemasokan listrik agar secara berkelanjutan dapat memenuhi
kebutuhan tersebut.
Dalam penelitian ini, sebuah PLTU yang merupakan salah satu perusahaan penyedia jasa listrik yang
menopang konsumsi listrik beban sistem Jawa-Bali dijadikan sebagai objek penelitian. Perusahaan ini
mempunyai 7 unit mesin pembangkit dengan total daya 3400 MW.
Seiring dengan perkembangan beban sistem kelistrikan Jawa-Bali, mesin-mesin pembangkit PLTU
dituntut mempunyai reliability, maintainability, ketersediaan, dan keamanan yang baik. Tidak jarang
akibat kebutuhan sistem yang tinggi, jadwal pemeliharaan yang sudah direncanakan terhadap sebuah
mesin sering mengalami perubahan. Untuk menjamin tuntutan sistem ini, operasi mesin pembangkit
PLTU harus ditopang dengan teknik pemeliharaan yang efektif dan efisien.
Teknik pemeliharaan yang sudah dilakukan saat ini adalah dalam bentuk preventive maintenance
(PM) yang berbasis pada jam operasi mesin yang dikombinasikan dengan pengalaman pengoperasian
dan pemeliharaan selama ini, diantaranya inspeksi harian, inspeksi 3000 jam, inspeksi tahunan,
inspeksi major. Perpanjangan interval inspeksi pada pulverizer dilakukan berdasarkan pengalaman
pengoperasian. Dengan modal pengalaman pengoperasian dan pemeliharaan yang tinggi
dimungkinkan untuk menyusun sistem pemeliharaan yang berbasis reliability.
Untuk mendukung sistem pemeliharaan yang berbasis reliability, perlu dilakukan analisis untuk
menentukan interval waktu inspeksi yang tepat. Dengan interval waktu inspeksi yang ada, ternyata di
lapangan masih terdapat kegagalan-kegagalan sehingga diperlukan penentuan kembali interval waktu
inspeksi
Dari data-data kegagalan di lapangan, dapat ditentukan interval waktu inspeksi atau MTBF (Mean
Time Between Failure) dengan menggunakan analisis reliability. Sehingga, jika telah ditentukan nilai
interval waktu inspeksi yang tepat, maka sebelum terjadi kegagalan, sudah dilakukan perawatan
sehingga mesin dapat dikatakan seperti baru lagi (AGAN = As Good As New).

Gambar 1. Pulverizer MPS-89N unit 5-7

TKE ‐ 129 
ISSN 1693-3168
Seminar Nasional - XII
Rekayasa dan Aplikasi Teknik Mesin di Industri
Kampus ITENAS - Bandung, 17-18 Desember 2013 Teknik

MESIN

2. Metodologi
Dengan menggunakan metode FMEA ditemukan bahwa mesin essensial dari pembangkit listrik ini
adalah pulverizer. Pulverizer atau sering disebut mill merupakan sebuah mesin yang berfungsi untuk
menghaluskan batu bara sebelum proses pembakaran di burner (tungku). Pulverizer type MPS-89N
unit 5-7 adalah mesin essensial yang berfungsi untuk menghaluskan batu bara menjadi ukuran 200
mesh dengan tingkat kelolosan 70% sekaligus mengeringkan dan dengan dorongan udara utama
disalurkan ke furnace untuk proses pembakaran, seperti terlihat pada gambar 1. Ada enam pulverizer
untuk masing-masing unit, pada kondisi design memback-up daya sebesar masing-masing 120 MW.
Dari pengamatan di lapangan diperoleh data kegagalan-kegagalan yang terjadi pada pulverizer, yaitu:
throat-ring patah, lower-gate macet, keausan plate, gagal start, dan kebocoran. Data yang diberikan
dari lapangan berupa waktu kegagalan terjadi dihitung mulai sejak pulverizer tersebut dinyalakan
hingga timbulnya kegagalan dalam hitungan jam. Berikut ditampilkan contoh data kegagalan yang
diakibatkan oleh kebocoran.

Tabel 1. Data kegagalan pulverizer akibat terjadinya kebocoran


No Jam No Jam
1 17520 8 39480
2 17880 9 52560
3 20496 10 61920
4 22680 11 77520
5 24792 12 77592
6 31320 13 78240
7 36144

Dari data kegagalan ini, kemudian dilakukan analisis reliability untuk menentukan nilai MTBF dari
pulverizer. Dengan menggunakan dua buah perangkat lunak, dibandingkan hasil perhitungan yang
dilakukan menggunakan distribusi Weibull. Distribusi ini digunakan karena dapat digunakan untuk
model distribusi, baik yang mengalami peningkatan maupun penurunan laju kegagalan. Sesuai dengan
persamaan distribusi Weibull:

Beta disebut sebagai parameter bentuk (shape parameter). Alpha ( ) adalah paramater skala
(scale parameter) yang mempengaruhi nilai rata-rata (mean) dan sebaran dari sebuah distribusi. Nilai
parameter bentuk (shape parameter) memberikan pengetahuan yang dalam mengenai perilaku dari
proses kegagalan, yang dijelaskan dalam tabel berikut ini:

Tabel 2. Weibull shape parameter


Value Property
Decreasing failure rate (DFR)
Exponential distribution (CFR)
IFR, concave
Rayleigh distribution (LFR)
IFR, convex
IFR, Approaches normal distribution Symmetrical

TKE ‐ 130 
ISSN 1693-3168
Seminar Nasional - XII
Rekayasa dan Aplikasi Teknik Mesin di Industri
Kampus ITENAS - Bandung, 17-18 Desember 2013 Teknik

MESIN

Kemudian diperoleh hasil perhitungan sebagai berikut:


Tabel 3. Hasil perhitungan parameter statistik dengan menggunakan Minitab
Distribusi Weibull
Jenis Kegagalan
Shape Par Scale Par Mean Stdev
Gagal Start 0.99 3836.54 3854.97 3898.36
Kebocoran 2.12 47639.30 42192.00 20969.50
Lower Gate Macet 1.04 1577.11 1552.89 1494.67
Throat Ring Patah 6.07 87497.30 81226.90 15566.10
Keausan Plate 6.46 4624.17 4307.44 779.15
Tire Non-Original 5.20 34630.70 31869.40 7040.55
Tire Original 4.93 20529.40 18834.60 4368.36

Tabel 4.Hasil perhitungan parameter statistik dengan menggunakan Ms. Excell


Distribusi Weibull
Jenis Kegagalan
Shape Par Scale Par Mean Stdev
Gagal Start 0.92 4008.12 3882.88 3463.71
Kebocoran 1.88 49166.94 42934.15 23815.83
Lower Gate Macet 0.90 1657.06 1537.85 1521.57
Throat Ring Patah 5.71 90243.41 81509.65 16302.35
Keausan Plate 5.99 4654.33 4322.25 890.34
Tire Non-Original 4.71 35002.80 32054.40 7810.84
Tire Original 4.46 20769.36 18875.56 3945.21

Dengan menggunakan Minitab juga, diperoleh hasil perhitungan distribusi Weibull beserta siurvival
function dan hazard function. Berikut adalah perhitungan distribusi Weibull untuk data kegagalan
berupa kebocoran.
Distribution Overview Plot for Kebocoran
LSXY Estimates-Complete Data
Table of S tatistics
P robability D ensity F unction Weibull
S hape 2.11547
90 S cale 47639.3
M ean 42192.0
0.000015
50 S tDev 20969.5
P er cent

M edian 40061.0
P DF

0.000010 IQ R 29157.6
10 F ailure 13
0.000005 C ensor 0
A D* 1.647
C orrelation 0.943
0.000000 1
0 50000 100000 10000 100000
Kebocor an Kebocor an

S urv iv al F unction Hazard F unction


100 0.00010
P er cent

Rate

50 0.00005

0
0.00000
0 50000 100000 0 50000 100000
Kebocor an Kebocor an

Gambar 2. Distribusi Weibull untuk kebocoran

TKE ‐ 131 
ISSN 1693-3168
Seminar Nasional - XII
Rekayasa dan Aplikasi Teknik Mesin di Industri
Kampus ITENAS - Bandung, 17-18 Desember 2013 Teknik

MESIN

Dari hasil perhitungan parameter statistik tersebut, kemudian diperoleh penghitungan siklus reliability
untuk tiap komponen kegagalan.

Tabel 5. Perhitungan siklus reliability untuk tiap komponen


Reliability Cycles (jam)
Kegagalan
0.01 0.1 0.5 0.9 0.99
Gagal Start 21257.8 9969.0 2685.6 343.0 26.3
Kebocoran 110795.6 76625.5 40456.8 14850.3 4254.3
Lower Gate Macet 8999.4 4175.1 1104.0 136.9 10.1
Keausan Plate 6005.1 5349.3 4378.2 3197.4 2160.3
Throat Ring Patah 117894.6 104426.0 84636.5 60865.2 40342.8
Tire Original 29249.8 25039.9 19130.9 12540.3 7404.8
Tire Non-Original 48396.6 41778.2 32384.2 21714.8 13190.2

3. Hasil Diskusi
Suatu sistem secara normal akan terdiri dari sejumlah blok-blok fungsional yang terkait sedemikian
rupa sehingga sistem tersebut dapat menjalankan fungsinya. Untuk dapat melakukan fungsinya
dengan baik, maka perlu dilakukan analisis pendahuluan untuk menentukan komponen-komponen
utama dalam sistem tersebut. Dengan mengetahui komponen-komponen utamanya, maka dapat
diilustrasikan bagaimana suatu sistem akan mengalami kegagalan atau tidak. Dalam hal ini, telah
dilakukan metode FMEA untuk menentukan bahwa mesin yang esensial dari pembangkit yang akan
dianalisis. Dari metode ini ditemukan bahwa pulverizer adalah mesin esensial dari pembangkit
tersebut, sehingga dengan melakukan analisis kualitatif terhadap data yang ada, dianggap cukup
mewakili data lapangan yang mungkin tidak lengkap. Jika analisis reliability dilakukan pada data
yang secara kuantitatif tidak cukup (tidak lengkap), maka perlu dilakukan analisis kegagalan pada
sistem tersebut.
Dengan melakukan analisis reliability menggunakan distrbusi Weibull, diperoleh nilai koefisien
korelasi untuk setiap data kegagalan nilanya diatas 0,8. Hal ini mengindikasikan bahwa keseluruhan
data kegagalan cocok bila diolah dengan menggunakan distribusi Weibull dan instrumen yang
digunakan pada penelitian ini dapat dikatakan valid dan reliable.
Nilai shape parameter untuk masing-masing komponen kegagalan menyatakan bahwa pada
komponen tersebut terjadi peningkatan atau penurunan tingkat kegagalan bergantung waktu. Jika nilai
shape parameter berada di antara 0 dan 1, maka komponen dikatakan mengalami penurunan tingkat
kegagalan atau berada dalam fase infant mortality. Sedangkan jika nilai shape parameter ini lebih
besar dari 1 maka komponen mengalami proses penuaan (aging process), seperti diuraikan pada tabel
2. Komponen kegagalan yang mengalami infant mortality adalah gagal start dan lower gate macet,
sedangkan komponen-komponen lainnya mengalami proses “penuaan” (aging process).
Dari tabel 5 diperoleh siklus reliability untuk masing-masing komponen, waktu inspeksi yang makin
cepat makin baik untuk perawatan mesin, hal ini karena nilai reliability yang mendekati 100%.
Namun nilai siklus reliability 0,5 sudah dikatakan baik, karena nilai ini merupakan rataan dari nilai
reliability yang terendah dan tertinggi. Penentuan nilai MTBF dengan menggunakan perhitungan
langsung maupun dengan menggunakan siklus reliability ternyata hasilnya tidak jauh berbeda.

4. Kesimpulan dan Saran


Setelah melakukan analisis reliability untuk menentukan MTBF pada pulverizer, maka dapat
disimpulkan bahwa:
1. Dengan menggunakan analisis reliability diperoleh nilai MTBF untuk setiap kegagalan
sebagai berikut: gagal start 2685,6 jam; kebocoran 40456,8 jam; lower gate macet 1104 jam;
keausan 4378,2 jam; throat ring patah 84636,5 jam; tire original 19130,9 jam dan tire non
original 32384,2 jam. Dari nilai-nilai MTBF tersebut, diharapkan telah dilakukan inspeksi

TKE ‐ 132 
ISSN 1693-3168
Seminar Nasional - XII
Rekayasa dan Aplikasi Teknik Mesin di Industri
Kampus ITENAS - Bandung, 17-18 Desember 2013 Teknik

MESIN

untuk mencegah terjadinya kerusakan yang dapat timbul akibat dari kegagalan tersebut di
atas.
2. Waktu inspeksi terbaik yang harus dilakukan adalah pada saat siklus reliability mendekati
nilai 100%, dalam penelitian ini nilainya dibuat 99%.
3. Perhitungan nilai MTBF pada tire original lebih kecil dibandingkan dengan nilai MTBF pada
tire non original, karena data kegagalan tire non original merupakan data kegagalan tire
original yang telah mengalami rekondisi (rebuild).
4. Nilai reliability yang digunakan adalah 0,5 dengan asumsi pada nilai ini kegagalan masih
mungkin untuk diperbaiki dan biaya maintenance dinilai tidak terlalu besar.
5. Pada penggunaan distribusi Weibull, nilai-nilai shape parameter yang ditemukan mempunyai
arti sebagai berikut: jika nilainya antara 0 dan 1, maka kegagalan tersebut adalah burn-in;
jika nilainya sama dengan satu maka dikatakan kegagalan tersebut adalah konstan (constant
failure rate); dan jika nilainya diantara 1 dan 2, maka kegagalan akibat dari wear-out.

Disarankan untuk melakukan hal-hal berikut:


1. Data kegagalan yang terjadi di lapangan perlu dibuat lengkap, untuk mempermudah
melakukan analisis serupa.
2. Penggunaan nilai reliability, sebaiknya sebesar mungkin (mendekati 100%) agar kegagalan
yang terjadi dapat dihindari.
3. Penentuan nilai inspeksi hendaknya disesuaikan dengan nilai MTBF untuk mencegah
terjadinya kegagalan dan mesin dapat berfungsi dengan sebaik-baiknya.  

Daftar Pustaka
Blisckhe, R, W., & Murthy, P. D. (2000). Reliability Modelling, Prediction, and Optimization. John
Wiley & Sons.
Bossche, A., & Sherwin, D. J. (1993). The Reliability, Availability and Productiveness of System.
Chapman & Hall.
Ebeling, C. E. (1997). An Introduction to Reliability and Maintainability Engineering. McGraw-Hill .
Geitner, B. (1993). An Introduction to Machinery Reliability Assessment. New York: Van Nostrand
Reinhold.
MPS-89N, M. B. (1996). Design Manual (C60-DM-13 DP Pulverizer), Maintenance Manual (C60-
MM-13 DP1 Pulverizer/Burner), Operation Manual (C60-OM-Dp Pulverizer/Burner). Babcock &
Wilcox.
Narayan, V. (2004). Effective Maintenance Management. Industrial Press.
Yang, G. (2007). Life Cycle Reliability Engineering. Joh Willey & Sons.
Zulfadhli. (2010). Studi Implementasi Reliability Centered Maintenance (RCM) di PLTU X studi
kasus pada Pulverizer Type MPS-89N unit 5-7. Bandung: Master Thesis, Institut Teknologi
Bandung.

TKE ‐ 133 

View publication stats

Anda mungkin juga menyukai