Anda di halaman 1dari 26

BAB 1

PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang


Kimia medisinal adalah ilmu pengetahuan yang mempelajari
penemuan, pengembangan, identifikasi dan interpretasi cara kerja senyawa
aktif biologis (obat) pada tingkat molekul dan melibatkan studi identifikasi
dan sintesis produk metabolisme obat dan senyawa yang berhubungan.
Hubungan struktur aktivtas adalah menghubungkan struktur kimia dan
aktivitas biologi obat melalui sifat-sifat kimia fisika termasuk kelarutan obat
dalam lemak (lipofilik), derajat ionisasi (elektronik), dan ukuran molekul
(sterik).
Histamine adalah mediator kimia yang di keluarkan pada fenomena
alergi, penderita yang sensitif terhadap histamine atau mudah terkena alergi
disebabkan jumlah enzim-enzim yang dapat merusak histamine di tubuh
seperti histamine dan diamino oksidase lebih rendah dari normal.
Antihistamin adalah obat yang dapat mengurangi atau menghilangkan kerja
histamine dalam tubuh melalui mekanisme penghambatan bersaing pada sisi
resptor H1, H2. Antihistamin terutama bekerja dengan menghambat secara
kompetitif interaksi histamine dengan resptor khas. Berdasarkan pada
reseptor khas antihistamin dibagi menjadi antagonis H1, terutama digunakan
untuk pengobatan gejala-gejala akibat reaksi alergi, dan antagonis H 2
digunakan untuk mengurangi sekresi asam lambung pada pengobtan
penderita tukak lambung.

Hubungan kuantitatif struktur kimia dan aktivitas biologis obat


(HKSA) merupakan bagian penting rancangan obat, dalam usaha untuk
mendapatkan suatu obat baru dengan aktivitas yang lebih besar, keselektifan
yang lebih tinggi, toksisitas atau efek samping sekecil mungkin dan
kenyamanan yang lebih besar.

1
I.2 Tujuan
1. Memahami pengertian histamine dan antihistamine
2. Memahami jenis reseptor dan mekanisme aski antihistamin
3. Memahami interaksi antihistamin terhadap reseptor histamine
4. Memahami hubungan struktur terhadap aktivitas antihistamine

2
BAB II
PEMBAHASAN

II.1 Definisi Histamine


Histamine merupakan senyawa normal yang ada di dalam jaringan
tubuh, yaitu pada jaringan sel mast dan
peredaran basofil, yang berperan terhadap
berbagai proses fisiologis penting yaitu
mediator kimia yang dikeluarkan pada fenomena alergi seperti rhinitis,
asma, urtikaria, pruritis dan anafilaksis. Penderita yang sensitif terhadap
histamine atau mudah terkena alergi dikarenakan jumlah enzim-enzim yang
dapat merusak histamine di tubuh, seperti histaminases dan aminooksidase,
lebih rendah dari normal.
Histamine dikeluarkan dari tempat pengikatan ion pada kompleks
heparin-protein dalam sel mast,
sebagai hasil reaksi antigen-antibodi,
bila adanya rangsangan senyawa
alergen. Senyawa alergen dapat
berupa spora, debu, sinar ultraviolet,
cuaca, racun, tripsin dan enzim
proteolitik lain, detergen, zat warna,
makanan, obat dan beberapa turunan
amin. Histamin cepat dimetabolisis
melalui reaksi oksidasi, n-metilasi dan
asetilasi.
Histamine diperoleh dari hasil
dekarboksilasi dari asam amino L-
Histidine, dikatalisis oleh enzim
histidine dekarboksilasi dalam jaringan tubuh. Saat dibentuk, histamine
sangant cepat diinaktivasi. Sangat kecil kemungkinan ketika histamine
dikeluarkan tidak diubah. Sebagian besar jalur inaktivasi melibatkan

3
konversi ke methylhistamine, methylimidazoleacetic acid, and
imidazoleacetic acid. Pada neoplasma (sistemik mastocytosis, urtikaria,
pigmentosa, gastric carcinoid, dan kadang-kadang myelogenous leukemia)
menghubungkan dengan peningkatan jumlah sel mast atau basofil dan
disertai dengan peningkatan eksresi histamine dan metabolitnya.
II.2 Reseptor dan Efek Histamine
Aktifitas farmakologi histamine tergantung pada ikatannya dengan
reseptor spesifik pada permukaan membrane sel. Histamine memiliki 4
reseptor yakni H1-H4 dideskripsikan pada tabel.

Reseptor H1 dan H2 terdapat pada otak di membrane postsynaptic, dan


reseptor H3 yang mendominasi pada presynaptik. Aktivasi reseptor H1 yang
terdapat pada endothelium, sel otot polos, dan ujung saraf akan
meningkatkan hidrolisis phosphoinositol dan meningkatkan kalsium
intraseluler. Aktivasi reseptor H2 yang terdapat pada mukosa gastric, sel otot
jantung, dan beberapa sel imun, akan meningkatkan cAMP intraseluler.
Seperti B2 adrenoseptor, reseptor H2 dapat berikatan dengan Gq, sehingga

4
akan mengaktivasi IP3-DAG. Aktivasi reseptor H3 menurunkan pengeluaran
transmitter dari histaminergik dan saraf lainnya, dan dapat memicu
terjadinya penurunan influx kalsium pada N-type calcium channel di ujung
saraf. Reseptor H4 terutama terdapat pada sel darah dalam sumsum tulang
dan sirkulasi darah yang dapat memodulasi produksi dari tipe sel ini dan
dapat mengenali efek histamine dalam memproduksi sitokin.
Interkasi histamine dengan reseptor H1 menyebabkan kontraksi otot
polos usus dan bronki, meningkatkan permeabilitas vaskular dan
meningkatkan sekresi mukus, yang dihubungkan dengan peningkatan CGMP
dalam sel. Interaksi dengan reseptor H1 juga menyebabkan vasodilatasi arteri
sehingga permeabel terhadap cairan dan plasma protein, yang menyebabkan
sembab, pruritik dan urtikaria. Efek ini diblok oleh antagonis H1.
Interaksi histamine dengan reseptor H2 dapat meningkatkan sekresi
asam lambng dn kecepatan kerja jantung. Produksi asam lambung
disebabkan penurunan CGMP dalam sel dan peningkatan C AMP.
Peningkatan sekresi asam lambung dapat menyebabkan tukak lambung.
Efek ini diblok oleh antagonis H2
Reseptor H3 adalah reseptor histamine yang baru diketemukan pada
tahun 1987 oleh Arrang dan kawan-kawan, terletak pada ujung saraf
histamin jaringan otak dan jaringan perifer, yang mengontrol sintesis dan
pelepasan histamin, mediator alergi lain dan keradangan. Efek ini diblok
oleh antagonis H3.
Histamin menimbulkan efek yang bervariasi pada beberapa organ,
antara lain yaitu:
1) Vasodilatasi kapiler sehingga permeable terhadap cairan dan plasma
protein dan menyebabkan sembab, rasa gatal, dermatitis dan urtikaria.
2) Merangsang sekresi asam lambung sehingga menyebabkan tukak
lambung.
3) Meningkatkan sekresi kelenjar.
4) Meningkatkan kontraksi otot polos bronkus dan usus.
5) Mempercepat kerja jantung

5
6) Menghambat kontraksi uterus.

Efek Histamine Terhadap Jaringan dan Organ


1. Sistem saraf
Histamine merupakan stimulator terhadap sensor ujung saraf, terkhusus
pada mediasi nyeri dan rasa gatal. Efek dari H1 merupakan komponen penting
yang berperan dalam respon urtikaria dan reaksi terhadap sengatan serangga.
Beberapa penelitian menyatakan bahwa konsentrasi tinggi histamine local
dapat menyebabkan depolarisasi efferent (axonal) ujung saraf. Pada tikus, dan
mungkin pada manusia saraf respiratory (inspirasi dan ekspirasi) dimodulasi
oleh reseptor H1. Reseptor H3 presinaptik berperan penting dalam memodulasi
pengeluaran transmitter dalam system saraf. Agonist H3 menurunkan
pengeluaran asetilkolin, amine dan transmitter peptide dalam beberapa area
pada otak dan dalam saraf perifer.
2. Sistem kardiovaskular
Pada manusia, injeksi atau infuse histamine menyebabkan penurunan
tekanan darah sistolik dan diastolik dan meningkatkan kecepatan detak
jantung. Perubahan tekanan darah disebabkan oleh aksi langsung vasodilator
dari histamine pada arteriol dan sfingter prekapiler; peningkatan detak jantung
keduanya melibatkan aksi stimulator dari histamine pada jantung dan reflex
takikardia. Kemerahan terjadi karena rasa panas, dan nyeri kepala juga dapat
terjadi selama penghantaran histamine, menetap dengan terjadinya
vasodilatasi. Histamine yang menginduksi vasodilatasi merupakan factor
utama dalam pengeluaran nitric oxide. Studi mengenai antagonis reseptor
histamine menunjukkan reseptor H1 dan H2 terhadap respon cardiovascular
dalam dosis tinggi. Bagaimanapun pada manusia, efek kardiovaskular pada
dosis kecil dari histamine biasanya digunakan antagonis reseptor H1 tunggal.
Histamine menginduksi edema hasil dari aksi dari amine pada reseptor
H1 dalam mikrosirkulasi, terkhusus pada postkapiler. Efeknya mengasosiasi
dengan pemisahan dari sel endotel, yang mana memungkinkan untuk
terjadinya transudat dari cairan dan molekul protein besar dan kecil dalam

6
jaringan perivaskular. Efeknya akan menghasilkan respon urtikaria (gatal-
gatal) sebagai penanda pengeluaran histamine pada kulit. Studi sel endotel
menyatakan bahwa aktin dan myosin dalam sel, menghasilkan perpisahan sel
endotel dan meningkatkan permeabilitas. Efek langsung terhadap kardiak dari
histamine yaitu meningkatkan kontraksi dan meningkatkan kecepatan
pacemaker. Efek ini dimediasi oleh reseptor H2. Pada otot atrial manusia,
histamine juga dapat menurunkan kontraksi, efek ini dimediasi oleh reseptor
H1.
3. Otot polos bronkus
Pada manusia dan kelinci percobaan histamine penyebab bronkokontriksi
yang dimediasi oleh reseptor H1. Pasien dengan asthma sangat sensitif
terhadap histamine. Induksi bronkokontriksi pada kebanyakan pasien
menunjukkan adanya respom neural hiperaktif, sebagian pasien juga memiliki
respon berlebih terhadap banyak stimulus, dan respon dari histamine dapat di
hambat dengan menggunakan obat yang memblocking otonom sebagai agen
penghambat ganglionik (penggunaan antagonis reseptor H1).
4. Otot polos saluran gastrointestinal
Histamine menyebabkan kontraksi otot polos intestinal, dan histamine
menginduksi kontraksi ileum dari kelinci percobaan merupakan standar uji
dari amine. Usus manusia tidak sesensitif seperti kelinci percobaan, tetapi
pada dosis besar histamine dapat menyebabkan diare; sebagian hasil penelitian
menunjukkan efek ini. Aksi ini dimediasi oleh reseptor H1.
5. Otot polos organ lainnya
Pada manusia, secara umum histamine tidak memberikan efek signifikan
terhadap otot polos dari mata dan saluran genitourinary. Bagaimanapun,
wanita hamil yang menderita reaksi anafilaksis dapat terjadi keguguran
sebagai hasil dari histamine yang menginduksi kontraksi.
6. Sekresi jaringan
Histamine selama ini dikenal sebagai stimulator dari sekresi asam lambung
dan dengan adanya pepsin lambung yang menjadi factor intrinsic. Efek ini
disebabkan oleh aktivasi reseptor H2 pada sel parietal lambung yang

7
mengasosiasi peningkatan aktivitas adenylyl siklase, konsentrasi cAMP, dan
konsentrasi kalsium intraseluler. Stimulator lainnya yang meningkatkan
sekresi asam lambung seperti asetilkolin dan gastrin tidak meningkatkan
cAMP ketika efek maksimal dari pengeluaran asam dapat menjadi
penghambat, tetapi tidak menghilangkan dari antagonis reseptor H2. Histamine
juga menstimulasi sekresi dalam usus halus dan besar. Sedangkan agonis
selektif H3 menginhibisi stimulasi sekresi asam dengan makanan atau
pentagastrin dalam beberapa spesies.
7. Efek metabolik
Hasil penelitian reseptor H3 pada tikus diperoleh ketidakhadiran reseptor ini
dalam hewan percobaan dengan memingkatkan asupan makanan, menurunkan
pengeluaran energy, dan obesitas. Hasilnya juga menunjukkan resistensi
insulin dan meningkatkan level darah dari leptin dan insulin. Ini belum
diketahui apakah reseptor H3 sama dengan yang terdapat pada manusia.

II.4 Mekanisme Respon Hipersensitivitas

Degranulasi dan
pengeluaran histamine
dapat menjadi pencetus
dari interaksi antigen-
IgE, atau dengan
menstimulasi sel mast.
Hasil dari pengeluaran
histamine sel mast yakni
vasodilatasi,
meningkatkan
permeabilitas vaskular,
stimulasi rasa nyeri lokal
(kemerahan, bengkak,
rasa menyengat atau
gatal). Efek dari

8
pengeluaran histamine yaitu meningkatkan sirkulasi lokal, meningkatkan
permeabilitas kapiler, meningkatkan pergerakan leukosit dan chemotaxis
merupakan reaksi tubuh untuk melawan benda asing (membantu melawan
infeksi). Efek merugikan dari pengeluaran histamine adalah nyeri, rasa gatal,
swelling dan membuat tekanan darah menurun (shock), bronkokontriksi, dan
pembengkakan trakea.

II.5 Definisi Antihistamine


Antihistamin adalah obat yang dapat mengurangi atau menghilangkan
kerja histamin dalam tubuh melalui mekanisme penghambatan bersaing pada
sisi reseptor H1, H2 dan H3. Efek antihistamin bukan suatu reaksi antigen-
antibodi karena tidak dapat menetralkan atau mengubah efek antihistamin
yang sudah terjadi. Antihistamin pada umumnya tidak dapat mencegah
produksi histamin. Antihistamin bekerja terutama dengan menghambat
secara bersaing interaksi histamin dengan reseptor khas.

II.6 Penggolongan Obat Antihistamine


Antihistamin dibagi menjadi tiga kelompok berdasarkan hambatan pada
reseptor khas, yaitu:
1. Antagonis-H1 terutama digunakan untuk pengobatan gejala-gejala
akibat reaksi alergi
2. Antagonis-H2 digunakan untuk mengurangi sekresi asam lambung
pada pengobatan penderita dengan tukak lambung.
3. Antagonis-H3 belum digunakan untuk pengobatan, masih dalam
penelitian lebih lanjut dan kemungkinan berguna dalam pengaturan
kardiovaskular, pengobatan alergi dan kelainan mental.

II.7 Hubungan Struktur-Aktivitas Antagonis H1


Antagonis-H1 atau disebut antihistamin klasik adalah senyawa yang
dalam kadar rendah dapat menghambat secara bersaing kerja histamine pada
jaringan yang mengandung reseptor H1. Antagonis-H1 digunakan untuk
mengurangi gejala alergi, antimetik, antiparkinson, sedatif, antipsikotik dan
anastesi. Antagonis-H1 kurang efektif pada pengobatan asma bronkial dan

9
syok anafilaksis. Efek samping antagonis-H1 anatra lain mengantuk, sedasi,
kelemahan otot, gangguan pada waktu tidur, gelisah, tremor, iritasi, kejang
dan sakit kepala.
Antihistamin yang memblok reseptor H1 secara umum mempunyai
struktur :

Ar = gugus aril, termasuk fenil, fenil tersubstitusi dan heteroaril


Ar’ = gugus aril kedua
R dan R’ = gugus alkil
X = gugus isosterik
X = O, adalah turunan aminoalkil eter, senyawa menimbulkan efek
sedasi yang besar
X = N, adalah turunan etilendiamin, senyawa lebih aktif tetapi juga
lebih toksik.
X = CH, adalah turunan alkilamin, senyawa kurang aktif tetapi
toksisitasnya lebih rendah
a) Gugus aril bersifat lipofil kemungkinan membentuk ikatan hidrofob
dengan reseptor H1. Monosubstitusi gugus yang mempunyai efek
induktif (-), seperti Cl atau Br, pada posisi para gugus Ar atau Ar’ akan
meningkatkan aktivitas, karena dapat memperkuat ikatan hidrofob
dengan reseptor. Disubstitusi pada posisi para akan menurunkan
aktivitas. Substitusi pada posisi orto atau meta juga menurunkan
aktivitas.
b) Untuk mencapai aktivitas optimal, atom N pada ujung adalah amin
tersier yang pada pH fisiologis bermuatan positif sehingga dapat
mengikat reseptor H1 melalui ikatan ion. N-dimetil mempunyai aktivitas
yang tinggi dan perpanjangan atom C akan menurunkan aktivitas.
Kadang-kadang atom N merupakan bagian dari struktur heterosiklik,
misalnya pada antazolin dan klorsiklizin masih menunjukkan aktivitas
antihistamin yang tinggi.

10
c) Kuarternerisasi dari nitrogen rantai samping tidak selalu menghasilkan
senyawa yang kurang aktif.
d) Rantai alkil antara atom X dan N mempunyai aktivitas antihistamine
optimal bila jumlah atom C=2 dan jarak antara pusat cincin aromatik dan
N alifatik= 5-6 A, karena mempunyai jarak rantai samping molekul
histamine. Perpanjangan jumlah atom C atau adanya percabangan pada
rantai samping akan menurunkan aktivitas.
e) Faktor sterik juga mempengaruhi aktivitas antagonis-H1, jarak 5-6 A
mudah dicapai bila gugus-gugus pada atom X dan N membentuk
konformasi trans, sehingga bentuk isomer trans lebih aktif dibanding
isomer cis.
f) Untuk antivitas antihistamin maksimal, kedua cincin aroamatik pada
struktur difenhidramin tidak terletak pada bidang yang sama. Analog
fluoren yang kedua cincinya koplanar aktivtasnya seperseratus kali
dibanding aktivitas difenhidramin.
g) Pada turunan trisiklik yang poten, seperti fenotiazin, cincin A dan C
tidak terletak pada bidang yang sama dan cincin B terdapat dalam bentuk
perahu.
h) Feniramin, klorfeniramin dan karbinoksamin mempunyai
stereoselektivitas terhadap reseptor H1. Bentuk isomer dekstro lebih aktif
dibanding bentuk levo.
i) Senyawa yang menunkukkan ativitas antihistamin secara stereoselektiv,
pusat asimetrik harus terletak pada atom C yang mengikat gugus-gugus
aromatik. Bila pusat asimetrik terletak pada atom C dimana terikat gugus
dimetilamino, aktivitasnya akan hilang.
j) Struktur senyawa antagonis-H1 dan senyawa pemblok kolinergik
mempunyai persamaan yang menarik sehingga antagonis-H1 dapat
menunjukkan aktivitas antikolinergik, sedang senyawa pemblok
kolinergik juga menunjukkan aktivitas antihistamin.
Secara umum antagonis-H1 digunakan dalam bentuk garam-garam
HCl, sitrat, fumarat, fosfat, suksinat, tartrat dan maleat, untuk meningkatkan

11
kelarutan dalam air. Berdasarkan struktur kimianya antagonis-H1 dibagi
menjadi enam kelompok, yaitu turunan aminoalkil eter, turunan
etilendiamin, turunan alkilamin, turunan piperazin, turunan fenotiazin dan
turunan lain-lain.
A. Turunan Aminoalkil eter
Struktur umum : Ar (Ar-CH2) CH-O-CH2-CH2-N(CH3)2
Hubungan struktur-aktivitas:
1. Pemasukan gugus Cl, Br dan OCH3 pada posisi para cincin aromatik
akan meningkatkan aktivitas dan menurunkan efek samping.
2. Pemasukan gugus CH3 pada posisi para cincin aromatik juga
meningkatkan aktivitas, tetapi pemasukan pada posisi orto akan
menghilangkan efek antagonis-H1 dan meningkatkan aktivitas
antikolinergik.
3. Senyawa turunan aminoalkil eter mempunyai aktivitas antikolinergik
yang cukup bermakna karena mempunyai struktur mirip dengan
aminoalkohol eter, suatu senyawa pemblok kolinergik.
Turunan aminoalkil eter yang pertama kali digunakan sebagai
antagonis-H1 adalah difenhidramin. Studi hubungan kuantitatif turunan
difenhidramin oleh Kutter dan Hansch menunjukkan bahwa sifat lipofil
dan sterik mempengaruhi aktivitas antihistamin dan pengaruh sifat sterik
lebih dominan dibanding sifat lipofil.
Efek samping umum turunan aminoalkil eter tersiar adalah
mengantuk. Efek samping pada saluran cerna relatif rendah.
Contoh: Difenhidramin HCl, Dimenhidrat, Karbinoksamin maleat,
Klorfenoksamin HCl, Klemastin fumarat dan Piprihidrinat.
Struktur antagonis-H1 turunan aminoalkil eter dapat dilihat pada tabel:
Struktur Kimia Nama Obat Dosis
Difenhidramin (R=H) 25-50 mg 3
Klorodifenhidramin (R=Cl) dd
Bromodifenhidramin (R=Br)
Metildifenhidramin (R=CH3)

12
Medrilamin (R=OCH3)
Dimenhidrinat (R=H, garam 50 mg 4 dd
8-kloroteofilinat)

Karbinoksamin 4-8 mg 4 dd
(garam maleat)

Klemastin (garam fumarat) 1 mg 2 dd

Klofenoksamin ( garam HCl) 1,5 % (krim)

Piprihidrinat (garam 8- 3-6 mg 2 dd


kloroteofilinat )

Contoh:
1. Difenhidramin HCl (Benadryl), merupakan antihistamin kuat yang
mempunyai efek sedatif dan antikolinergik. Senyawa ini digunakan untuk
pengobatan berbagai kondisi alergi, seperti pruritik, urtikaria, ekzem,
dermatitis atopik, rinitis untuk antispasmodik (antikolinergik), antiemetik dan
obat batuk. Difenhidramin diikat oleh plasma protein 80-98%, kadar plasma
tertinggi dicapai dalam 2-4 jam setelah pemberian oral, dengan waktu paruh
plasma 9 jam.
2. Dimenhidrinat (Dramamin, Antimo) adalah garam yang terbentuk dari
difenhidramin dan 8-koloteofilin, dimenhidrinat digunakan untuk antimabuk,
diberikan 1,5 jam sebelum bepergian dan antimual pada wanita hamil. Efek
farmakologis ini tidak berhubungan dengan aktivitas antihistamin dari
Difendramin.

13
3. Karbinoksamin maleat (Clistin), mengandung satu atom C asimetrik yang
mengikat dua cincin aromatik. Bentuk aktif adalah isomer levo dengan
konfigurasi S karena dapat berinteraksi secara serasi dengan reseptor H1.
4. Klorfenoksamin HCl (Systrat), penyerapan dalam saluran cerna rendah
sehingga untuk memperoleh efek sistemik diperlukan dosis cukup besar.
Klorfenoksamin lebih sering digunakan secara setempat untuk antipruritik dan
antialergi. Obat ini juga digunakan untuk analgesik karena mempunyai efek
anestesi setempat.
5. Klemastin Fumarat (Tavegyl), merupakan antagonis-H1, kuat dengan masa
kerja panjang, efek antikolinergik dan penekan sistem saraf pusatnya kecil.
Bentuk yang aktif adalah isomer dekstro dengan pusat kiral yang membentuk
konfigurasi R. Klemastin digunakan untuk memperbaiki gejala pada alergi
rinitis, dermatosis, seperti pruritik, urtikaria, ekzem, dermaritis atau erupsi dan
sebagai antikolinergik. Klemastin diserap secara cepat dan sempurna pada
saluran cerna, kadar plasma tertintggi dicapai setelah 5-7 jam, dengan masa
kerja panjang 10-12 jam.
6. Piprinhidrat (Kolton), difenilpiralin 8-kloroteofilinat digunakan terutama
untuk pengobatan rinitis, alergi konjungtivitas dan demam karena alergi.
Dosis: 3-6 mg 2 dd
B. Turunan Etilendiamin
Struktur umum: Ar (Ar’) N-CH2-CH2-N(CH3)2
Merupakan antagonis-H1 dengan keefektifan yang cukup tinggi,
meskipun efek penekan sistem saraf pusat dan iritasi lambung cukup besar.
Fenbenzain (mepiramin) merupakan antagonis-H1 turunan etilendemin yang
pertama kali digunakan dalam klinik. Penggantian isosterik gugus fenil
dengan gugus pertama kali digunakan dalam klinik. Penggantian isosterik
gugus fenil dengan gugus 2-piridil, seperti pada tripelanamin, dapat
meningkatkan aktivitas dan menurukan toksisitas. Pemasukan gugus metoksi
pada posisi paa gugus benzil tripelenamin, seperti pada pirilamin akan
meningkatkan aktivitas dan memperpanjang masa kerja obat. Contoh:

14
Tripelenamin HCl, Antazolin HCl, Mebhidrolin nafadisilat dan Bapamin HCl
(soventol).
Struktur antagonis-H1 turunan etilendiamin dapat dilihat pada tabel:
Struktur Kimia Nama Obat Dosis
Fenbenzamin

Tripelenamin (R=H) 50 mg 3 dd, 3% (krim)


Pirilamin (R=OCH3) 25-50 mg 3-4 dd

Antazolin 100 mg 3-4 dd

Bamipin 50 mg 3-4 dd

Mebhidrolin 50 mg 3 dd

Contoh :
1. Tripelenamin HCl (Azaron, Tripel), mempunyai efek antihistamin sebanding
Difenhidramin dengan efek samping lebih rendah. Tripelenamin juga
digunakan untuk pemakaian setempat karena mempunyai efek anestesi
setempat. Efektif untuk pengobatan gejala alergi kulit, seperti pruritis dan
urtikaria kronik.
2. Antazolin HCl (antistine) mempunyai aktivitas antihistamin lebih rendah
dibanding turunan etildiamin lain. Antazolin mempunyai efek kolinergik dan
lebih digunakan untuk pemakaian setempat karena mempunyai efek anestesi
setempat dua kali lebih besar dibanding Prokain HCl. Dosis untuk obat mata:
larutan 0.5 %.

15
3. Mebhidrolin nafadisilat (Incidal, Histapan) strukturnya mengandung rantai
samping aminopropil dalam sistem heteroksiklik karbon dan bersifat kaku.
Senyawa tidak menimbulkan efek analgesik dan anestesi setempat.
Mebhidrolin digunakan untuk pengobatan gejala pada alergi dermal, seperti
dermatitis dan ekzem, konjungtivitas dan asma bronkial. Penyerapan obat
dalam saluran cerna relatif lambat, kadar plasma tertinggi dicapai setelah 2
jam dan menurun secara bertahap sampai 8 jam.
C. Turunan Alkilamin
Struktur umum: Ar-CH-CH2-CH2-N(CH3)2
Turunan alkilamin merupakan antihistamin dengan indeks terapeutik
(batas keamanan cukup besar dengan efek samping dan toksisitas yang relatif
rendah). Contoh: Feniramin maleat, Bromfeniramin maleat, Klorfeniramin
maleat, Deksklorfeniramin maleat dan Triprolidin HCl.
Struktur antagonis-H1 turunan alkilamin dapat dilihat pada tabel:
Struktur Kimia Nama Obat Dosis
Feniramin (X=H) 25 mg 3 dd
Klorfeniramin (X=Cl) 4 mg 3-4 dd
Bromfeniramin (X=Br) 4 mg 3-4 dd
Deksklorfeniramin (X=Cl isomer 2 mg 3-4 dd
d)
Dimetinden 2.5 mg 2 dd

Contoh:
1. Feniramin maleat (Avii), merupakaan turunan alkilamin yang mempunyai
antihistamin-H1 terendah. Diperdagangkan dalam bentuk campuran
rasematnya.
2. Klorfeniramin maleat (Chlor-trimeton=C.T.M, Cohistan Pehachlor),
merupakan antihistamin-H1 yang populer dan banyak digunakan dalam

16
sediaan kombinasi. Pemasukan gugus klor pada posisi para cincin aromatik
feniramin maleat akan meningkatkan aktivitas antihistamin. Klorfeniramin
mempunyai aktivitas 20 kali lebih besar dibanding feniramin dn batas
keamanannya 50 kali lebih besar dibanding tripelenamin. Penyerapan obat
dalam saluran cerna cukup baik, 70% obat terikat oleh protein plasma. Kadar
darah tertinggi obat dicapai 2-3 jam setelah pemberian oral, dengan waktu
paru plasma 18-40 jam. Bromfeniramin maleat, mempunyai aktivitas
sebanding dengan klorfeniramin maleat.
3. Deksklorfeniramin maleat (Polaramine, Polamec) adalah isomer dekstro
klorfeniramin maleat, mempunyai aktivitas yang lebih besar dibanding
campuran rasematnya.
4. Dimetinden maleat (Fenistil), aktif dalam bentuk isomer levo, digunakan
untuk pengobatan pruritik dan berbagai bentuk alergi. Awal kerja obat cepat,
20-60 menit setelah pemberian oral dan efeknya berakhir setelah 8-12 jam.
D. Turunan Piperazin
Turunan piperazin mempunyai efek antihistamin sedang, dengan awal
kerja lambat dan masa kerja panjang 9-24 jam. Terutama digunakan untuk
mencegah dan mengobati mual, muntah dan pusing serta untuk mengurangi
gejala alergi, seperti urtikaria. Contoh: Siklizin, Buklizin, Setirizin, Sinarizin,
Homoklorsiklizin, Hidroksizin HCl dan Oksatomid.
Struktur Umum:

Hubungan struktur antagonis-H1 turunan piperazin dapat dilihat


pada tabel.
R1 R2 Nama Obat Dosis
H H Siklizin 50 mg 4-6 dd
Cl H Homoklorsiklizin 10-20 mg 3 dd
Cl Buklizin 50 mg 4-6 dd

17
H -CH2OCH2CH2OH Hidroksizin 25 mg 3 dd
H Oksatomid 30 mg 2 dd

Contoh:
1. Homoklorsiklizin (Homoclomin), mempunyai spektrum kerja luas, merupakan
antagonis yang kuat terhadap histamine, serotonin dan asetilkolin, serta dapat
memblok kerja bradikinin dan slow reacting substance of anaphylaxis (SRS-
A). homoklorsiklizin digunakan untuk pengobatan gejala pada alergi dermal,
seperti pruritis, ekzem dermatitis dan erupsi, serta alergi rhinitis. Penyerapan
obat dalam saluran cerna cukup baik, kadar plasma tertinggi dicapai 1 jam
setelah pemberian oral.
2. Hidroksizin HCl (Iterax), dapat menekan aktivitas daerah tertentu subkortikal
system saraf pusat sehingga digunakan untuk memperbaiki gejala ketegangan
dan kecemasan pada psikoneurosis dan sebagai sedative pada pramedikasi
anestesi. Hidroksizin juga mempunyai efek antihistamin, bronkodilator,
analgesik dan antiemetik. Penyerapan obat dalam saluran cerna cepat, awal
kerjanya cepat 15-30 menit. Kadar darah tertinggi dicapai 2 jam setelah
pemberian oral, dengan waktu paruh plasma 12-20 jam.
3. Oksatomid (Tinset), merupakan antialergi baru yang efektif terhadap berbagai
jenis reaksi alergi. Mekanisme kerjanya berbeda dengan antihistamin klasik
lain, yaitu dengan menekan pengeluaran mediator kimia dari sel mast,
sehingga menghambat efeknya. Kerja antialergi lebih luas dibanding
antihistamin klasik lain, yang hanya memblok efek dari histamine. Oksatomid
digunakan untuk pencegahan dan pengobatan alergi rhinitis, urtikaria kronia
dan alergi makanan. Oksatomid juga untuk pengobatan asma ekstrinsik tetapi
tidak untuk pencegahan. Dosis: 30 mg 2 dd, sesudah makan.
E. Turunan Fenotiazin
Turunan fenotiazin selain mempunyai efek antihistamin juga mempunyai
aktivitas tranzquilizer dan antiemetik, serta dapat mengadakan potensiasi
dengan obat analgesik dan sedatif. Secara umum pemasukan gugus halogen

18
atau CF3 pada posisi 2 dan perpanjangan atom C rantai samping, misalnya etil
menjadi propil, akan meningkat aktivitas tranquilizer dan menurunkan efek
antihistamine. Contoh: Prometazin HCl, Metdilazin HCl, Mekuitazin,
Oksomemazin, Siproheptadin HCl, Isotipendil HCl, Azatadin maleat,
Loratadin dan Pizotifen maleat.
Hubungan struktur antagonis-H1 turunan fenotiazin dapat dilihat pada
tabel.
Struktur Kimia Nama Obat Dosis
Prometazin 25 mg 3 dd
2% (krim)

Metdilazin 8 mg 3 dd

Mekuitazin 5 mg 2 dd

Isotipendil 12 mg 2-3 dd
1% (jeli)

Oksomemazin 10 mg 1-4 dd

Siproheptadin 4 mg 3-4 dd
Azatadin 1 mg 2 dd
(-CH2-CH2-)

19
Loratadin 10 mg 1 dd

Contoh:
1. Prometazin HCl (Camergan, Phenergan, Prome) merupakan antihistamin-H1
dengan aktivitas cukupan dan masa kerja panjang, digunakan sebagai
antiemetik dan tranquilizer. Prometazin menimbulkan efek sedasi cukup besar
dan digunakan pula untuk pemakaian setempat karena mempunyai efek
anestesi setempat.
2. Metdilazin HCl (Tacaryl), digunakan terutama sebagai antipruritik.
Penyerapan obat dalam saluran cerna cepat, kadar darah tertinggi dicapai 30
menit setelah pemberian oral.
3. Mekuitazin (Meviran), adalah antagonis-H1 yang kuat dengan masa kerja
panjang, digunakan untuk memperbaiki gejala alergi, terutama alergi rhinitis,
pruritik, urtikaria dan ekzem.
4. Oksomemazin (Doxergan), adalah antgonis-H1 yang kuat dengan masa kerja
panjang, digunakan untuk memperbaiki gejala alergi, terutama alergi rhinitis
dan kutaneus dan untuk antibatuk.
5. Siproheptadin HCl (Periactin, Ennamax, Heptasan, Pronicy, Prohessen),
strukturnya berhubungan dengan fenotiazin, yaitu atom S pada cincin trisiklik
diganti dengan -CH=CH- dan N diganti dengan atom C sp 2. Siproheptadin
merupakan antihistamin dengan aktivitas sebanding dengan klorfeniramin
maleat. Siproheptadin juga mempunyai efek antiserotonin, antimigrain,
perangsangan nafsu makan dan tranquilizer. Efeknya terhadap sistem saraf
pusat kecil. Siproheptadin digunakan terutama untuk alergi kulit, seperti
pruritik, urtikaria, ekzem dan dermatitis, dan alergi rhinitis.
6. Isotipendil HCl (Andatol), merupakan antagonis-H1 turunan azafenotiazin,
digunakan sebagai antipruritik, urtikaria, dan dermatitis. Senyawa ini

20
menimbulkan efek sedasi cukup besar. Masa kerja obat 6 jam. Kadang-kadang
digunakan pula sebagai antihistamin setempat.
7. Azatadin maleat (Zadine), adalah aza isomer dari siproheptadin, didapat
dengan cara mereduksi ikatan rangkap C10-C11. Azatadin merupakan
antagonis-H1 yang kuat dengan masa kerja panjang dan efek sedasi rendah.
Aktivitasnya 3 kali lebih besar dibanding klorfeniramin maleat. Azatadin
digunakan untuk alergi kulit, rhinitis dan alergi sistemik.
8. Loratadin (Claritin), adalah antihistamin trisiklik yang kuat, mempunyai masa
kerja panjang dengan aktivitas antagonis perifer yang selektif. Efek sedasi dan
antikolinergiknya rendah. Loratadin digunakan untuk meringankan gejala
alergi rhinitis, urtikaria kronik dan lain-lain kelainan alergi dermatologis.
9. Pizotifen hydrogen fumarat, adalah antihistamin-H1 yang sering digunakan
sebagai perangsangan nafsu makan. Dosis: 0.5 mg 1 dd.
F. Turunan Lain-lain
Contoh: Terfenadin, Astemizol, Sefarantin, Ketotifen hidroksi fumarat
(Zaditen) dan Sodium kromolin (Asam kromoglikat, Intal).
1. Terfenadin (Hibrolex, Nadane), merupakan antagonis-H1 selektif, yang
relatif tidak menimbulkan efek sedasi dan antikolinergik. Senyawa ini
efektif untuk pengobatan alergi rhinitis musiman, pruritik dan urtikaria
kronik.

2. Astemizol (Hismanal, Scantihis) adalah antagonis-H1 selektif yang kuat


dan relatif tidak menimbulkan efek penekan saraf pusat (sedasi) karena
tidak mampu menembus sawar darah otak. Masa kerjanya panjang dan
tidak menimbulkan efek antikolinergik. Astemizol efektif untuk menekan
gejala alergi rhinitis, alergi konjungtivitas dan urtikaria kronik.

21
II.8 Hubungan Struktur-Aktivitas Antagonis H2
Antagonis-H2 adalah senyawa yang menghambat secara bersaing
interaksi histamine dengan reseptor H2 sehingga dapat menghambat sekresi
asam lambung. Secara umum digunakan untuk pengobatan tukak lambung
dan usus. Efek samping antagonis-H2 antara lain: diare, nyeri otot dan
kegelisahan.
Mekanisme kerja: Antagonis-H2 mempunyai struktur serupa dengan
histamine, yaitu mengandung cincin imidazol atau bioisosteriknya, tetapi
berbeda pada panjang gugus rantai samping, yang meskipun polar tetapi
tidak bermuatan. Pada interaksi obat dengan reseptor H 2, cincin imidazol
atau bioisosteriknya terikat pada sisi reseptor khas yang melalui ikatan
dipole, sedang rantai samping yang panjang dan tidak bermuatan terikat
melalui ikatan hidrofob dan kekuatan van der waals pada sisi reseptor tidak
khas.
Hipotesis sederhana mekanisme kerja senyawa antagonis H2 adalah:
sekresi asam lambung dipengaruhi oleh histamine, gastrin dan asetilkolin.
Antagonis-H2 menghambat secara langsung kerja histamine pada sekresi
asam (efikasi intrinsik) dan menghambat kerja potensiasi histamine pada
sekresi asam, yang dirangsang oleh gastrin atau asetilkolin (efikasi
potensiasi). Jadi histamine mempunyai efikasi intrinsik dan efikasi
potensiasi, sedangkan gastrin dan asetilkolin hanya mempunyai efikasi
potensiasi. Hal ini berarti bahwa hanya histamine yang dapat meningkatkan
sekresi asam, sedangkan gastrin atau asetilkolin hanya meningkatkan sekresi
asam karena efek potensiasinya dengan histamine.
Hubungan struktur dan aktivitas
Struktur umum:

Histamin (R=H)
4-Metilhistamin (R=CH3)

1. Modifikasi pada cincin

22
Cincin imidazol dapat membentuk 2 tautomer yaitu ; ‘N-H dan “N-H. Bentuk
‘N-H lebih dominan dan diperlukan untuk aktivitas antagonis-H2 dan
mempunyai aktifitas 5 kali lebih kuat daripada “N-H. Pemasukan gugus metil
pada atom C2 cincin imidazol secara selektif dapat merangsang reseptor H 1.
Pemasukan gugus metil pada atom C4 ternyata senyawa bersifat selektif H2
agonis dengan efek H1 agonis lemah. Hal ini disebabkan substituent 4-metil
yang bersifat donor elektron akan memperkuat efek tautomeri rantai samping
penarik elektron sehingga bentuk tautomer ‘N-H lebih stabil.
2. Modifikasi pada rantai samping
Untuk aktivitas optimal cincin harus terpisah dari gugus N oleh 4 atom C atau
ekivalennya. Pemendekan rantai dapat menurunkan aktivitas antagonis-H2,
sedangkan penambahan panjang gugus metilen pada rantai samping turunan
guanidine akan meningkatkan kekuatan antagonis-H2, tetapi senyawa masih
mempunyai efek parsial agonis yang tidak dinginkan. Pengantian 1 gugus
metilen (-CH2-) pada rantai samping dengan isosteriktioeter dapat
meningkatkan aktivitas antagonis.
3. Modifikasi pada gugus N
Penggantian gugus amino rantai samping dengan gugus guanidine yang
bersifat basa kuat maka akan menghasilkan efek antagonis-H 2 lemah dan
masih bersifat parsial agonis. Penggantian gugus guanidine yang bermuatan
positif dengan gugus tiorurea yang tidak bermuatan atau tidak terionisasi pada
pH tubuh dan bersifat polar serta masih membentuk ikatan hidrogen maka
akan menghilangkan efek agonis dan memberikan efek antagonis-H2 yang
kuat.
Simetidin aktivitasnya 2 kali lebih besar dibanding metiamid dan
menimbulkan efek samping agranulositosis lebih rendah. Pengembangan lebih
lanjut adalah dengan memodifikasi cincin dan rantai samping sehingga
didapatkan senyawa antagonis-H2 yang lebih aktif dengan masa kerja lebih
panjang seperti Ranitidine, Famotidin dan Roksatidin.
Contoh:

23
1. Simetidin, merupakan antagonis kompetitif histamine pada reseptor H2 dari sel
parietal sehingga secara efektif dapat menghambat sekresi asam lambung.
Simetidin juga memblok sekresi asam lambung
yang disebabkan oleh rangsangan makanan,
asetilkolin, kafein dan insulin. Simetidin
digunakan untuk pengobatan tukak lambung
atau usus. Efek samping yang ditimbulkan antara lain diare, pusing, kelelahan
dan rush. Penyerapan obat dalam saluran cerna cepat, kadar plasma tertinggi
dicapai dalam 1 jam bila diberikan dalam keadaan lambung kosong dan 2 jam
bila diberikan bersama-sama dengan makanan. Jadi pemberian simetidin
sebaiknya bersama-sama dengan makanan karena dapat menghambat
penyerapan obat sehingga memperpanjang masa kerja obat. Dosis: 200 mg 3
dd, pada waktu makan 400 mg, sebelum tidur.

2. Ranitidin HCl (Ranin, Rantin, Renatac, Zantac, Zantadin) merupakan


antagonis kompetitif histamin yang khas pada reseptor H2 sehingga secara
efektif dapat menghambat sekresi asam lambung, menekan kadar asam dan
volume sekresi lambung. Ranitidin
digunakan untuk pengobatan tukak
lambung atau usus dan keadaan
hipersekresi yang patologis. Efek samping ranitidin antara lain adalah
hepatitis, trombositopenia dan leukopenia yang terpulihkan, sakit kepala dan
pusing. Dosis: 150 mg 2 dd atau 300 mg, sebelum tidur.
3. Famotidin (Facid, Famocid, Gaster, Regastin, Restadin) merupakan antagonis
kompetitif histamin yang khas pada reseptor H2 sehingga secara efektif dapat
menghambat sekresi asam lambung,
menekan kadar asam, dan volume
lambung. Famotidin merupakan
antagonis-H2 yang kuat dan sangat
selektif dengan masa kerja panjang. Famotidin digunakan untuk pengobatan
tukak lambung atau usus dan keadaan hipersekresi yang patologis. Efek

24
samping obat antara lain adalah trombositopenia, konstipasi, diare, artralgia,
sakit kepala dan pusing. Dosis: 20 mg 2 dd atau 40 mg, sebelum tidur.
4. Roksatidin Asetat HCl (Roxan), merupakan antagonis kompetitif histamin
yang khas pada sel parietal lambung atau reseptor H2, sehingga secara efektif
menghambat sekresi asma lambung. Roksatidin merupakan antagonis-H2 yang
kuat dengan masa kerja cukup panjang, digunakan untuk pengobatan tukak
lambung dan usus. Efek samping obat antara lain trombositopenia, leukopenia,
konstipasi, diare, sakit kepala dan pusing. Dosis: 75 mg 2 dd atau 150 mg,
sebelum tidur.

BAB III
PENUTUP

III.1 Kesimpulan
1. Histamine merupakan senyawa normal yang ada di dalam jaringan
tubuh, yaitu pada jaringan sel mast dan peredaran basofil, yang berperan
terhadap berbagai proses fisiologis penting yaitu mediator kimia yang
dikeluarkan pada fenomena alergi seperti rhinitis, asma, urtikaria,
pruritis dan anafilaksis. Histamine diperoleh dari hasil dekarboksilasi

25
dari asam amino L-Histidine, dikatalisis oleh enzim histidine
dekarboksilasi dalam jaringan tubuh.
2. Antihistamin dibagi menjadi tiga kelompok berdasarkan reseptornya
yaitu: antagonis-H1 terutama digunakan untuk pengobatan gejala-gejala
akibat reaksi alergi, antagonis-H2 digunakan untuk mengurangi sekresi
asam lambung pada pengobatan penderita dengan tukak lambung, dan
ntagonis-H3 belum digunakan untuk pengobatan, masih dalam penelitian
lebih lanjut dan kemungkinan berguna dalam pengaturan kardiovaskular,
pengobatan alergi dan kelainan mental.

DAFTAR PUSTAKA

Katzung, B, G, 2007, Basic Clinical Pharmacology 9th Edition, pdf.


Siswandono., Soekardjo, B., 1995, Kimia Medisinal, Airlangga University Press,
Surabaya.

26

Anda mungkin juga menyukai