Anda di halaman 1dari 16

SATUAN ACARA PELAJARAN

MATA KULIAH : Keperawatan Kritis 2


KODE MATA KULIAH :
SEMESTER/TINGKAT :
WAKTU : 40 Menit
JUMLAH PERTEMUAN : 1X Pertemuan
POKOK BAHASAN : Sistem Saraf
SUB POKOK BAHASAN : afasia

I. TUJUAN INSTRUKSIONAL UMUM


Setelah mengikuti pembelajaran ini, diharapkan mahasiswa/I memahami
mamahami tentang menambah afasia. Selain itu diharapkan warga tahu dan
mampu bagaimana berkomunikasi pada penderita afasia.

II. TUJUAN INSTRUKSIONAL KHUSUS


Setelah selesai mengikuti perkuliahan ini mahasiswa diharapkan mampu
menyebutkan kembali
1. Mengerti dan memahami tentang Pengertian afasia
2. Mengerti tentang  Klasifikasi berdasarkan usia afasia
3. Mengerti tentang penyebab afasia
4. Mengerti tentang Bagaimana afasia terjadi/patofisiologi
5. Mengerti tentang Beberapa tanda dan gejala afasia
6. Mengerti tentang Penatalaksanaan afasia

III. POKOK MATERI PENYULUHAN


1. Pengertian afasia
2. Klasifikasi afasia
3. Penyebab afasia
4. Patofisiologis
5. Tanda dan gejala afasia
6. Penatalaksanaan afsia
IV. KEGIATAN PENYULUHAN
NO PERTEMUAN KE KEGIATAN KEGIATAN WAKTU
VARIABEL DOSEN MAHASISWA
1 Pendahuluan Mengucapkan salam 10’
menjelaskan TIU dan Menjawab salam
TIK apersepsi
2 Penyampaian materi Menjelaskan 20
1. Pengertian afasia 1. Mendengarkan dan
2. Klasifikasi afasia memperhatikan
3. Penyebab afasia 2. Mendengarkan dan
4. Patofisiologis memperhatikan
5. Tanda dan gejala 3. Mendengarkan dan
afasia memperhatikan
6. Penatalaksanaan 4. Mendengarkan dan
afasia memperhatikan
5. Mendengarkan dan
memperhatikan
6. Mendengarkan dan
memperhatikan
7. Bertanya
3 Penutup 1. Mengevaluasi 1. Menjawab pertanyaan 10’
(memberikan
pertanyaan)
2. Menyimpulkan 2. Mendengarkan dan
materi yang memperhatikan
disampaikan
3. Mengucapkan 3. Menjawab salam
salam

V. MEDIA PEMBELAJARAN
 LCD
 Powerpoint
 Meja
 Kursi

VI. METODE PEMBELAJARAN


 Ceramah
 Tanya jawab
 Peragaan ( stimulasi )

VII. ALAT PELAJARAN


 Laptop
 PPT
 Leaflet

VIII. MATERI
1. Pengertian Afasia

Afasia adalah gangguan kemampuan berbahasa, yaitu  hilangnya


kemampuan untuk menggunakan bahasa karena terjadinya cedera
pada area bahasa di otak.                     
Setiap orang menggunakan bahasa. Berbicara, memperoleh kata-kata
yang tepat, memahami sesuatu, membaca, menulis, melakukan isyarat
adalah merupakan bagian dari penggunaan bahasa. Ketika satu atau
lebih dari penggunaan bahasa tidak lagi berfungsi dengan baik (yang
dikarenakan oleh cedera otak), maka kondisi tersebut dinamakan
afasia. Afasia  A (= tidak) fasia (= bicara), berarti seseorang tidak
dapat lagi mengungkapkan apa yang dia mau. Dia tidak bisa lagi
menggunakan bahasa. Selain afasia, dapat terjadi kelumpuhan dan
atau masalah-masalah sehubungan dengan :
a. Kemampuan melakukan sesuatu secara sadar.
b. Kemampuan mengamati situasi di sekelilingnya.
c. Konsentrasi, pengambilan inisiatif, dan kemampuan mengingat.

Penderita tidak dapat melakukan dua hal pada waktu yang


bersamaaan.
Beberapa definisi afasia sebagai berikut :
a. Elizabeth J. Corwin, afasia adalah kehilangan total pemahaman
atau pembentukan bahasa. 
b. Tikofsky, afasia merupakan suatu manifestasi dari cedera otak
dalam komunikasi, yang ditandai dengan adanya gangguan dalam
kemampuan berbahasa.
c. Kenneth scott Wood (1971), afasia diartikan sebagai suatu
kehilangan kemampuan fungsi simbolisasi dan ekspresi akibat
adanya lesi pada otak yang terjadi karena penyakit, trauma, atau
kelainan/penyimpangan dalam perkembangannya
d. Mildred Fredburg Berry dan Jon Eisenson (1973), afasia sebagai
suatu istilah umum,yang menunjukkan adanya kerusakan pada
pusat di otak yang mengakibatkan terganggunya aspek linguistik
atau bahasa. Gangguan ini meliputi pengertian terhadap kata-kata,
simbolisasi atau coding, dan penggunaan bahasa yang meliputi
bicara, menulis, dan membaca.
e. Sidiarto Kusumoputro (1977), afasia didefinisikan sebagai
kehiangan kemampuan untuk membentuk, mengungkapkan, atau
mengerti suatu pembicaraan. Dengan kata lain afasia adalah
kehilangan kemampuan untuk berbahasa aktif dan pasif.
f. Bambang Setyono (1982), afasia adalah gangguan fungsi bahasa
pasif dan atau aktif yang terjadi akibat adanya trauma atau
kerusakan di pusat bahasa otak. Gangguan funsi bahasa ini
ditandai dengan kehilangan seluruh atau sebagian dari
pembentukan konsep, pengertian, proses simbolisasi (coding),
serta aspek linguistik lain di lingkungannya. Gangguan tersebut
tidak termasuk yang diakibatkan oleh adanya gangguan saraf
perifer, kelainan sensoris primer, kelainan fungsi mental, atau
masalah psikiatri yang lain.

Afasia adalah suatu keadaan pada pasien sehingga ia tidak mampu


berbicara. Afasia Broca menjadikan pasien tak mampu membentuk
kalimat kompleks dengan tata bahasa yang benar. Pasien sendiri masih
memiliki kemampuan pemahaman bahasa yang baik, walaupun ada
beberapa kasus di mana kemampuan pemahaman bahasa pasien ikut
menurun.
Berikut adalah contoh pasien dengan afasia Broca. Ia bermaksud
menjelaskan bagaimana ia datang ke rumah sakit untuk menjalani
bedah gigi.
"Ya... ah... Senin... ng... Ayah dan Peter H... (namanya), dan Ayah....
ng... rumah sakit... dan... ah... Rabu... Rabu, jam sembilan... dan oh...
Kamis... jam sepuluh, ah dokter... dua... dan dokter... dan ng... gigi...
yah."

2. Klasifikasi Berdasarkan Usia afasia

Berdasarkan usia afasia dapat dibedakan menjadi :


a. Afasia anak
Disebut afasia anak bila kelainan tersebut terjadi pada masa
perkembangan baik karena kelainan kongenital maupun kelainan
yang didapat.
b. Afasia dewasa
Disebut dengan afasia dewasa bila kelainan terjadi pada tahap
akhir perkembangan bahasa atau penyebab terjadi setelah
perkembangan dan mampu mempergunakan kaidah linguistik.
Berikut beberapa klasifikasi afasia, ada banyak sekali jenis afasia,
namun yang disebutkan berikut merupakan jenis afasia yang sering
ditemukan , yaitu:
1. Afasia Broca (tidak dapat berbicara lancar); disebut juga afasia
ekspresif
Orang dengan afasia Broca cenderung berbicara pendek-pendek
dan penuh arti karena ia sulit memproduksi kata-kata atau
kalimat. Afasia Broca cenderung berkaitan dengan hemiparesis
kiri.
2. Afasia Wernicke (tidak dapat menyimak)
Penderita afasia Wernicke hampir merupakan kebalikan dari
afasia Broca. Bila afasia Broca dikategorikan sebagai non-fluent
aphasia, maka afasia Wernicke merupakan fluent aphasia. Orang
dengan afasia jenis ini justru dapat berbicara dengan lancar,
dengan kalimat-kalimat yang panjang, namun yang dibicarakan
tersebut tidak mempunyai arti atau menggunakan kata-kata yang
tidak diperlukan. Mereka bahkan bisa membuat kata-kata baru
(neologisme).
3. Afasia anomik (tidak dapat menyebut nama benda)
Individu dengan afasia ini memiliki kesulitan dengan penamaan.
Pasien sulit menyebutkan nama kata-kata tertentu, termasuk
kesulitan menyebutkan jenis kata dari kata tersebut (kata benda,
sifat, dan lain-lain).
4. Afasia konduksi (tidak dapat mengulang kalimat)
Pasien dengan afasia konduksi mengalami kerusakan pada
fasciculus arcuata, bagian dari otak yang menghubungkan
informasi antara area Wernicke dan area Broca. Kemampuan
pengulangan kata atau kalimatnya sangat buruk.
5. Afasia global (gabungan dari keseluruh jenis afasia)

3. Penyebab Afasia

 Afasia biasanya disebabkan oleh kerusakan pada pusat bahasa otak.


Bagian otak yang rusak ini adalah lobus temporalis sebelah kiri dan
lobus frontalis di sebelahnya. Kedua area ini mengatur penggunaan
bahasa seseorang. Kerusakan pada area-area tersebut dapat terjadi
karena :
a) cedera otak, pendarahan otak
b) tumor,
c) stroke,
d) infeksi

Berikut merupakan pusat bahasa otak :


a. Area Broca adalah bagian dari otak manusia yang terletak di gyrus
frontalis superior pada lobus frontalis korteks otak besar. Area ini
berperan pada proses bahasa, serta kemampuan dan pemahaman
berbicara.
b. Area Wernicke terletak berdampingan dengan area Broca.
Keduanya ditemukan hanya pada salah satu belahan otak saja,
umumnya pada bagian kiri, karena populasi manusia kebanyakan
"dominan kiri".
1. Cedera otak
Afasia disebabkan oleh cedera otak. Penyebab cedera otak
umumnya disebabkan oleh kelainan pada pembuluh darah.
Kelainan tersebut juga dinamakan pendarahan otak, gangguan
pembuluh darah otak, atau geger otak. Istilah medisnya adalah
CVA Cerebro (= otak ) Vasculair (= pembuluh darah) Accident
(= kecelakaan). Penyebab lain terjadinya afasia adalah trauma
(cedera pada otak karena kecelakaan, misalnya kecelakaan lalu
lintas, jatuk di kamar mandi) yang menyebabkan cedera pada
otak.     
2. Tumor
Tumor otak dimana tumor ini terletak pada otak baik benigna
maupun maligna. Jika tumor ini berada di otak, maka akan
mengganggu fungsi dari sistem syaraf di otak.
3. Sistem syaraf merupakan sistem koordinasi atau sistem kontrol
yang bertugas menerima rangsang, menghantarkan rangsang ke
seluruh tubuh dan memberikan respon terhadap rangsangan
tersebut.
4. Stroke
Stroke adalah kehilangan fungsi otak secara mendadak yang
diakibatkan oleh gangguan suplai darah kebagian otak.
Stroke adalah gangguan perfusi otak yang diakibatkan oklusi
(sumbatan), embolisme serta pendarahan, patologi dalam otak
itu sendiri bukan karrena faktor luar) yang mengakibatkan
gangguan permanen atau sementara.
Pada saat gangguan, umumnya ada penyakit lain yang
mendahului terutama penyakit kardiovaskuler (jantung,
hipertensi), ganguan otak (degeneratif, atritis, penyakit
pembuluh darah tepi, paru-paru menahun, kanker, DM yang tak
terkendali, dan trauma kepala.
Akibatnya adalah gangguan suplai darah ke otak, menyebabkan
kehilangan gerak, pikiran, memori, bicara atau sensasi baik
sementara maupun permanen.
5. Infeksi
Infeksi ini terjadi karena masuknya mikroorganisme ke dalam
jaringan otak. Mikroorganisme tersebut dapat berupa bakteri,
virus maupun jamur. Bila infeksi tadi menyerang sistem susunan
syaraf akan menimbulkan gangguan. Terjadinya infeksi tersebut
ditandai dengan timbulnya rasa sakit, kenaikan suhu badan,
edema dan gangguan fungsi. Infeksi ini dapat dibedakan atas
a. Meningitis, terjadinya infeksi pada meningen ini dapat
terjadi karena fraktur kranii, penyebaran secara hematogen
(septikemia atau infeksi fokal) ataupun perkontiunitatum
( sinusitis, mastoiditis, otitis media akut.
b. Enseffalitis, merupakan infeksi jaringan otak yang
umumnya disebabkan oleh virus neuropatik, pantropik,
visotropik.
c. Abses Serebri ini terjadi karena adanya penggumpalan
nanah yang terjadi akibat adanya infeksi. Gumpalan nanah
ini akan meningkatkan tekanan intrakranial.
4. Patofisiologi Afasia

Seseorang mengalami pendarahan otak jika aliran darah di otak tiba-


tiba mengalami gangguan. Hal ini dapat terjadi melalui dua cara, yaitu :
Terjadi penyumbatan pada pembuluh darah Kebocoran pada pembuluh
darah. Penyumbatan : Disebabkan oleh penebalan dinding pembuluh
darah (trombosis) atau penggumpalan darah (emboli) yang
mengakibatkan penyumbatan pembuluh darah. Dalam hal ini terjadi
serangan otak. Kebocoran : Di pembuluh darah terdapat bagian yang
lemah (aneurisma). Bagian tersabut dapat menjadi berpori-pori,
selanjutnya mengalami kebocoran, bahkan pecah. Dalam hal ini terjadi
pendarahan otak. Oleh para dokter, pendarahan otak disebut CVA
Cerebro Vasculair Accident atau kecelakaan vaskuler otak. Otak kita
membutuhkan oksigen dan glukoso untuk dapat berfungsi. Jika terjadi
perdarahan otak atau gangguan lainnya seperti cedera otak, tumor,
stroke,  infeksi dan lain-lain sehingga terjadi penyumbatan maupun
kebocoran pembuluh darah. Maka lambat laun sel-sel otak di bagian
tersebut mengalami kematian. Di otak terdapat berbagai bagian dengan
fungsi berbeda-beda. Pada kebanyakan orang, bagian untuk
kemampuan menggunakan bahasa terdapat di sisi kiri otak diantaranya
area broca dan area wernicke. Jika terjadi cedera pada bagian bahasa di
otak, maka terjadi afasia.

5. Tanda dan Gejala Afasia

Gejala afasia adalah tanda-tanda klinis yang tidak normal dari fungsi
reseptif atau ekspresif yang secara reatif mempengaruhi kemampuan
komunikasi seseorang. Gejala-gejala yang dapat mengarah pada
diagnosa afasia adalah sebagai berikut:
1.    Ketidakmampuan berbicara spontan
2.    Ketidakmampuan membentuk kata-kata
3.    Ketidakmampuan menyebut nama suatu benda/objek
4.    Ketidakmampuan mengulang suatu frase
5.    Parafasia (mengganti huruf atau kata)
6.    Agramatisme (ketidakmampuan berbicara dengan bahasa yang baik
dan baku)
7.    Produksi kalimat yang tidak lengkap
8.    Ketidakmampuan membaca dan mrnulis
9.    Ketidakmampuan untuk memahami bahasa

Para penderita afasia dapat mengalami kesulitan dalam banyak hal. Hal-
hal tersebut sebelumnya merupakan sesuatu yang biasa terjadi di
kehidupannya sehari-hari seperti:
a. Melakukan percakapan berbicara dalam grup atau lingkungan yang
gaduh.
b. Membaca buku, koran majalah atau papan petunjuk di jalan raya.
c. Pemahaman akan lelucon atau menceritakan lelucon.
d. Mengikuti program di televisi atau radio.
e. Menulis surat atau mengisi formulir.
f. Bertelepon
g. Berhitung mengingat angka atau berurusan dengan uang.
h. Menyebutkan nama-namanya sendiri atau anggota keluarga

Penderita afasia mengalami kesulitan menggunakan bahasa tetapi mereka


bukan orang tidak waras. Kebanyakan penderita afasia mendapati
kehidupan mereka berbeda sama sekali. Hal-hal sebelumnya dapat
dilakukan mudah, sekarang dilakukan dengan susah payah dan
membutuhkan lebih banyak waktu. Banyak penderita afasia tidak percaya
diri dan khawatir akan masa depannya. Oleh karena itu, bantuan dan
dukungan dari lingkungan mereka merupakan hal yang sangat penting.
Bertemu dengan penderita afasia lainnya juga membantu.

Tanda-tanda bahaya terjadi afasia pada anak :


a. 4-6 Bulan

Tidak menirukan suara yang dikeluarkan orang tuanya. Pada usia 6 bulan


belum tertawa atau berceloteh..

b. 8-10 Bulan
Usia 8 bulan tidak mengeluarkan suara yang menarik perhatian.Usia
10 bulan, belum bereaksi ketika dipanggil namanya. 9-10 bulan, tidak
memperlihatkan emosi seperti tertawa atau menangis.

c. 12-15 Bulan
 12 bulan, belum menunjukkan mimik.
 12 bulan, belum mampu mengeluarkan suara, seperti
“mama”,“dada”.
 12 bulan, tidak menunjukkan usaha berkomunikasi bila
membutuhkan sesuatu.
 15 bulan, belum mampu memahami arti “tidak boleh” atau
“daag”.
 15 bulan, tidak memperlihatkan 6 mimik yang berbeda.
 15 bulan, belum dapat mengucapkan 13 kata.

d. 18-24 Bulan
 18 bulan, belum dapat mengucapkan 610 kata.
 18-20 bulan, tidak menunjukkan ke sesuatu yang menarik
perhatian.
 21 bulan, belum dapat mengikuti perintah sederhana.
 24 bulan, belum mampu merangkai 2 kata menjadi kalimat.
 24 bulan, tidak memahami fungsi alat rumah tangga seperti
sikat gigi dan telepon.
 24 bulan, belum dapat meniru tingkah laku atau katakata orang
lain.
 24 bulan, tidak mampu menunjukkan anggota tubuhnya bila
ditanya.

e. 30-36 Bulan
 30 bulan, tidak dapat dipahami oleh anggota keluarga.
 36 bulan, tidak menggunakan kalimat sederhana dan
pertanyaan dan tidak dapat dipahami oleh orang lain selain
anggota keluarga.

f. 3-4 Tahun
·         3 tahun, tidak mengucapkan kalimat, tidak mengerti perintah
verbal dan tidak mamiliki minat bermain dengan sesamanya.
·         3,5 tahun, tidak dapat menyelesaikan kata seperti “ayah”
diucapkan “aya”.
·         4 tahun, masih gagap dan tidak dimengerti secara lengkap.

6.      Penatalaksanaan afasia
Banyak penderita afasia pernah dirawat dalam periode tertentu di rumah
sakit. Opname di rumah sakit biasanya dilakukan setelah terjadi cedera
otak. Setelah keluar dari rumah sakit, banyak dari mereka yang masih
membutuhkan penanganan lanjutan. Penanganan afasia hampir selalu
diteruskan ke ahli logopedia (=seseorang yang ahli dalam bidang
komunikasi) atau pada ahli terapi wicara.
Tindakan dalam terapi wicara. Berikut, sifat tindakan dalam terapi wicara
dapat dibedakan atas :
a. Kuratif. Tindakan terapi wicara bertujuan untuk menyembuhkan
gangguan/kelainan perilaku komunikasi, agar dapat berkomunikasi
secara wajar.
b. Rehabilitatif atau Habilitatif. Tindakan terapi wicara bertujuan
untuk memulihkan dan memberikan kemampuan kepada penderita
gangguan/kelainan perilaku komunikasi sebagaimana kemampuan
sebelum sakit atau sekurang-kurangnya mendekati kemampuan
komunikasi normal.
c. Preventif. Tindakan terapi wicara bertujuan mencegah terjadinya
gangguan/kelainan perilaku komunikasi, sehingga seseorang dapat
tumbuh dan perkembangan secara wajar.
d. Promotif. Tindakan terapi wicara yang bertujuan untuk
meningkatkan kemampuan perilaku komunikasinya sehingga dapat
meningkatkan tingkat kehidupan secara lebih optimal.

Beberapa cara yang dapat diterapkan untuk memberi semangat dalam


proses perkembangan bahasa anak :
a. Ekspresi kalimat seru
b. Mengombinasikan ekspresi verbal dengan mengarahkan atau
melakukan gerak isyarat untuk mendapatkan benda
c. Mengoceh selama bermain
d. Menirukan kata terakhir yang diucapkan anak
e. Menirukan suara lingkungan
f. Berusaha untuk bernyanyi

Apa yang dapat dilakukan, baik bagi penderita afasia maupun kita atau
siapa saja yang ingin berkomunikasi pada penderita afasia ?
Apabila Anda adalah penderita afasia :
 Katakan pada orang lain bahwa Anda menderita afasia.
 Pakai kartu penanda, dimana tertulis apa itu afasia.
 Jika dengan berbicara tidak berhasil, coba gunakan bahasa isyarat,
gambar, tulisan atau dengan menunjuk untuk memperjelas apa
yang Anda maksudkan.
 Minta pertolongan pada keluarga atau teman.
 Rencanakan dan siapkan di pikiran Anda atau tulis percakapan
yang akan Anda lakukan.

Apabila Anda berkomunikasi dengan penderita afasia :


a.       Ketika Anda ingin memberitahukan sesuatu kepada penderita
afasia :
 Luangkan waktu khusus untuk percakapan tersebut. Duduk tenang
dan buat kontak mata.
 Jika Anda merasa tidak yakin dengan percakapan tersebut, mulai
dengan sesuatu yang sederhana mengenai diri Anda. Setelah itu
ajukan pertanyaan yang jawabannya ingin Anda ketahui.
 Bicaralah dengan tenang dengan menggunakan kalimat-kalimat
pendek. Berikan penekanan pada kata-kata yang paling penting.
 Tuliskan kata-kata yang paling penting. Ulangi pesan yang ingin
Anda sampaikan dan berikan tulisan tersebut kepada pasien afasia.
Pasien afasia dapat menggunakan tulisan tersebut untuk membantu
ingatannya atau sebagai alat bantu komunikasi.     
 Bantu penderita afasia mengungkapkan permasalahannya dengan
menggunakan bahasa isyarat, menggambar, atau menulis atau
minta dia untuk  menunjuk, memberikan isyarat, menggambar, atau
menuliskan permasalahannya. Sama-sama mencari di buku saku
bahasa atau buku percakapan

b.      Ketika penderita afasia ingin memberitahukan sesuatu kepada Anda


 Pertama-tama harus jelas mengenai siapa yang dibicarakan, apa
yang terjadi, dan dimana atau kapan kejadian itu berlangsung.
Sangat penting bagi Anda untuk mengajukan pertanyaan yang
tepat, inventif, dan sebisa mungkin dilakukan dengan sistematis.
Coba untuk selalu memberikan pertanyaan pilihan. Tuliskan
pilihan yang salah satunya harus atau dapat dipilih, berdekatan
satu sama lain.
DAFTAR PUSTAKA

Rohkamm R, (2004) Middle Cerebral Artery, Language dalam M.D. Color Atlas
of Neurology, lembar 12, 124-127. 2.

Gupta A, Singhal G, (Jan-March 2011) Understanding Aphasia in a simplified


Manner, Journal Indian Academy of Clinical Medicine.

3.Anonymous, (2015), American Speech-Language-Hearing Association,


Aphasia. Diakses pada 19 Februari 2015, available from
http://www.asha.org/PRPSpecificTopic.aspx?
folderid=8589934663&section=Inciden ce_and_Prevalence

Luijkx T, Jones J, (2015), Middle Cerebral Artery. Diakses pada 19 februari


2015, available from http://radiopaedia.org/articles/middle-cerebral-artery

R Shane Tubbs, MS, PA-C, PhD, Todd C Hankinson, MD, MBA, Allen R Wyler,
MD, Middle Cerebral Artery. http://emedicine.medscape.com/article/1877617-
overview#aw2aab6b3

Anonymous, NHS Choices, Cause of Aphasia. Diakses pada 19 Februari 2015,


available from http://www.nhs.uk/Conditions/Aphasia/Pages/Causes.aspx

Pearl L.P, Emsellem A. Helene, (2014), The Central Nervous System : Brain and
Cord dalam Neurologic a primer on localization, page 3-27.

Anonymous, (2014), National Aphasia Association, Speech Therapy. Diakses


pada 19 Februari 2015, available from http://www.aphasia.org/content/aphasia-
therapyguide

Browndyke J, (2002), Aphasia assesment.

Anonymous, (2014), Lobar anatomy. Diakses pada 23 Februari 2015, available


from https://sites.google.com/a/wisc.edu/neuroradiology/anatomy/under-spin/ct
Glamcevski M.T, (2000), Prevalance of Post stroke depression, a Malaysian
Study, Neurol J Southeast Asia. 12. Lumbantobing S.M, (2014), Berbahasa
dalam Neurologi Klinik Pemeriksaan Fisik dan Mental, page 171-175

Anda mungkin juga menyukai