NAMA KELOMPOK 6 :
1. ZANU ADHI PUTRA (2018330044)
2. MILA FITRIYAH SARI (2018330057)
PRODI : AKUNTANSI-A
3. Intransivitas
Prinsip pembuatan keputusan rasional adalah prinsip transitivitas yang
menyatakan bahwa pembuatan keputusan yang memilih hasil A dibandingkan hasil B,
dan yang memilih hasil B dibandingkan hasil C, seharusnya memilih A dibandingkan
hasil C.
Asumsikan anda memilih antara 3 pelamar pekerjaan (skema 3.3), dan anda memiliki
informasi mengenai kecerdasan dan pengalaman kerja setiap pelamar. Asumsikan
lebih jauh bahwa aturan keputusan anda adalah sebagai berikut. Jika perbedaan antara
pelamar sama atau lebih kecil daripada 10 poin, pilih pelamar dengan pengalaman
kerja yang lebih lama.
Hal ini terdengar seperti aturan cukup beralasan, tetapi lihat apa yang akan terjadi jika
anda mengikutinya. Jika kita membandingkan pelamaran A dan pelamar B, kita
seharusnya memilih B karena A dan B tidak berbeda lebih dari 10 poin dalam IQ, dan
B lebih berpengalaman dibandingkan A. Sama halnya, jika kita membandingkan
pelamar A dengan pelamar C, kita seharusnya memilih C karena B dan c tidak
berbeda lebih dari 10 poin. Jika kita membandingkan pelamar C dan A, kita
seharusnya memilih A karena IQ A lebih dari 10 poin dibandingkan IQ C. Maka,
pelamar B dipilih dibandingkan pelamar A dipilih dibandingkan pelamar C.
Intransivitas ini timbul karena aturan keputusan dirasakan pada dua dimensi yang
berbeda-kecerdasan dan pengalaman yang meningkat dalam tahap terendah dan
dihubungkan terbalik.
4. Preference Reversal's
Salah satu studi pertama yang mendokumentasikan preferensi preference
dipublikasikan oleh Lichtenstein dan Slovic (1971) dalam Plous (1993). Pemilihan
antara sepasang taruhan mungkin di melibatkan proses psikologi yang berbeda
dibandingkan menawarkan setiap taruhan secara terpisah. Secara khusus, mereka
menghipotesiskan bahwa pilihan akan ditentukan terutama oleh peluang taruhan,
sedangkan penawaran akan dipengaruhi terutama oleh jumlah yang akan
dimenengkan atau kalah. Hasil mereka sangat mengesankan. Pada kasus dimana
orang-orang memberi taruhan yang bayarnnya tinggi, 81% menentukan nilai dolar
dollar yang lebih besar pada taruhan yang bayarnya tinggi. Ketika orang-orang
diminta untuk memilih antara dua taruhan, mereka memberi perhatian khusus pada
peluang kemenangan. Namun, ketika mereka diminta untuk menentukan harga bagi
beberapa nilai taruhan itu, mereka melihat pada seberapa besar bayaran potensilnya.
Misalkan anda bisa menang undian F dengan peluang 9/10 untuk mendapatkan Rp 1
juta, dan hanya ada peluang satu banding 1/10 di undian G untuk mendapatkan Rp 10
juta. Nilai harapan keduanya tak terpaut jauh. Anda pilih mana? Di lain kesempatan,
anda yang jadi pemain dengan peluang dan nilai undian yang sama, F dan G sehingga
nilai harapan juga tetap berdekatan. Sekarang anda pilih mana? Di kasus pertama,
sesuai dengan eksperimen Tversky dan Thaler (dalam suroso, 2006), orang disuruh
berperan sebagai pembeli undian cenderung memilih yang berpeluang menangnya
besar, yaitu F. Di kasus kedua, ketika orang berperang jadi bandar, mereka lebih suka
undian G. Bisa saja dibilang, tidak ada ke Bandar, meski implist, seharusnya juga
mengakibatkan perubahan prefensi. Hal seperti ini, harus diwaspadai jika ingin
diintegrasikan sebuah model.
Sulit untuk menentukan apakah pelanggaran terhadap teori utilitas harapan
menunjukkan bahwa orang-orang membuat keputusan secara tidak rasional karena
tidak ada ukuran yang pasti mengenai hal tersebut. Strategi keputusan yang tidak
dapat dipertahankan sebagai logika namun mungkin rasional jika, selama jangka
panjang, memberikan perkiraan cepat dan mudah untuk strategi normative yang
memaksimalkan utilitas.