ABSTRAK
Tujuan penelitian ini adalah untuk membandingkan hasil penerapan antara
harga pokok konvensional yang digunakan oleh perusahaan dengan harga pokok
Activity Based Costing, untuk mengetahui apakah terdapat perbedaan yang
signifikan dari penerapan kedua macam harga pokok. Sistem activity based
costing merupakan salah satu konsep kontemporer yang diperlukan manajemen
modern untuk meningkatkan kualitas proses dan output, menghilangkan waktu
aktivitas yang tidak menambah nilai dan mengendalikan biaya.
Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode
deskriptif analisis dengan pendekatan studi kasus. Penelitian ini menganalisis
perhitungan biaya produksi dengan menggunakan dua metode, yaitu metode
konvensional dan metode activity based costing. Adapun produk yang dijadikan
sampel dalam perhitungan ini adalah produk yang dihasilkan oleh Departemen
Produk Alat dan Peralatan Kapal Laut Divisi Mesin Industri dan Jasa PT.
PINDAD (Persero), yaitu Deck Machinery (DM) 600 GRT, Deck Machinery (DM)
300 GRT, Deck Machinery (DM) Fast Fatrol Boat dan Deck Machinery (DM)
Tug Boat.
Hasil penelitian ini diperoleh biaya produksi berdasarkan metode
konvensional untuk produk Deck Machinery (DM) 600 GRT sebesar Rp.
530.461.783,82, produk Deck Machinery. (DM) 300 GRT sebesar Rp.
312.461.783,82, produk Deck Machinery (DM) Fast Fatrol Boat sebesar Rp.
1.174.663.173,53 dan produk Deck Machinery (DM) Tug Boat sebesar Rp.
184.316.408,37. Sedangkan perhitungan biaya produksi dengan sistem activity
based costing untuk produk Deck Machinery (DM) 600 GRT sebesar Rp.
508.879.702,76, produk Deck Machinery (DM) 300 GRT sebesar Rp.
276.573.686,08, produk Deck Machinery (DM) Fast Fatrol Boat sebesar Rp.
1.129.419.618,08 dan produk Deck Machinery (DM) Tug Boat sebesar Rp.
172.207.676,56.
Berdasarkan hasil pembahasan, peneliti menggunakan sistem perhitungan
harga pokok produksi dengan metode Activity Based Costing yang dinilai lebih
memberikan manfaat yang berarti yaitu perhitungan biaya produksi dengan
menggunakan metode activity based costing lebih kecil dibandingkan dengan
metode konvensional, karena pembebanan biaya overhead dilakukan berdasarkan
aktivitas-aktivitas yang terjadi. Pembebanan biaya overhead dalam metode
Activity Based Costing tidak hanya menggunakan jam mesin sebagai pemicu
biaya, melainkan juga berdasarkan jam kerja, banyaknya batch, banyaknya
produk, serta fasilitas penopang produk. Sehingga perusahaan bisa melakukan
penghematan dalam pengeluaran biaya produksi untuk meningkatkan daya saing
produk.
Kata Kunci : Biaya, Metode Konvensional dan Metode Activity Based Costing
1
PENDAHULUAN
2
militer. Sedang giat-giatnya mengadakan ekspansi baik dalam menambah
aktivanya, peningkatan kemampuan teknologi, maupun perluasan pasar hasil
produk-produk yang dihasilkan.
Khusus untuk melakukan perluasan pasar hasil produk-produk komersial
PT. PINDAD (PERSERO) harus dapat bersaing dengan produk-produk sejenis
dari luar negeri yang dalam segi harga produk-produk dari luar tersebut jauh lebih
rendah. Sehingga PT. PINDAD (PERSERO) harus lebih efektif dan efisien lagi
dalam memproduksi produk, khususnya dalam pengawasan biaya produksi,
dimana PT. PINDAD (PERSERO) dalam menentukan harga jualnya masih
menggunakan harga pokok yang dihitung berdasarkan metode konvensional
(Volume-Based Costing) yang dianggap lebih praktis dan tidak memerlukan biaya
yang besar.
Dalam suatu industri yang dijalankan dengan baik, harga pokok dari
produk yang dipasarkan harus dihitung secara tepat. Sehingga dalam penentuan
Harga Pokok Produk harus benar-benar tepat dan cermat, karena Harga Pokok
Produk fungsinya sangat penting bagi perusahaan Adapun tujuan perhitungan
harga pokok produk, antara lain untuk menentukan harga jual produk,untuk
memantau realisasi biaya produksi, untuk menghitung laba atau rugi periodik,
serta untuk menentukan harga pokok persediaan produk jadi dan produk dalam
proses yang disajikan dalam neraca.
Berkaitan dengan kebijakan akuntansi yang berlaku di PT. PINDAD
(Persero), fungsi Harga Pokok Produk memegang peranan sangat penting karena
harga pokok produk akan termasuk dalam Laporan Perhitungan Laba – Rugi
perusahaan yang akan dilaporkan pada setiap periode akuntansi. Dari laporan
keuangan inilah pihak menajemen dapat membuat keputusan-keputusan yang
sangat strategis bagi kemajuan dan perkemnbangan perusahaan
TINJAUAN PUSTAKA
Pengertian Biaya
Biaya merupakan salah satu masalah yang penting, karena tanpa informasi
biaya manajemen tidak memiliki ukuran apakah masukan yang dikorbankan
memiliki nilai ekonomis yang lebih rendah dari nilai keluarannya, sehingga tidak
memiliki informasi apakah kegiatan usahanya menghasilkan laba atau tidak.
Begitu juga tanpa informasi biaya, manajemen tidak memiliki dasar untuk
mengalokasikan berbagai sumber ekonomi yang dikorbankan. Menurut Mulyadi
(2000:8) mengartikan “Biaya merupakan objek yang dicatat, digolongkan,
diringkas, dan disajikan oleh akuntansi biaya.”
Ada empat unsur pokok dalam pengertian biaya tersebut diatas :
1. Biaya merupakan sumber ekonomi.
2. Diukur dengan satuan uang.
3. Yang telah atau secara potensial akan terjadi.
4. Pengorbanan tersebut untuk tujuan tertentu.
3
yang dibagikan ke produk untuk tujuan tertentu.” Berdasarkan pengertian dari
definisi-definisi di atas, maka dapat disimpulkan bahwa harga pokok produksi
adalah penjumlahan pengorbanan sumber ekonomi yang digunakan dalam
pengolahan bahan baku menjadi produk.
4
berbagai produk. Perbedaan prinsip perhitungan dari kedua metode tersebut
adalah jumlah cost driver yang digunakan. Sistem penetuan harga pokok produk
secara activity based costing menggunakan cost driver dalam jumlah yang jauh
lebih banyak dibandingkan dengan sistem konvensional yang hanya menggunakan
satu atau dua cost driver berdasarkan unit. Sehingga hasilnya metode ini
meningkatkan ketelitian”.
5
mengembangkan produk atau memungkinkan produk diproduksi dan dijual.
Aktivitas ini dapat dilacak pada produk secara individual, namun sumber-
sumber yang dikonsumsi untuk aktivitas tersebut tidak dipengaruhi oleh jumlah
produk atau batch produk yang diproduksi. Contoh aktivitas yang termasuk
dalam kelompok ini adalah aktivitas penelitian dan pengembangan produk,
perekayasaan proses, spesifikasi produk, perubahan perekayasaan, dan
peningkatan produk.
d. Facility Level Activities
Meliputi aktivitas untuk menopang proses pemanufakturan secara umum yang
diperlukan untuk meyediakan fasilitas atau kapasitas pabrik untuk
memproduksi produk namun banyak sedikitnya aktivitas ini tidak berhubungan
dengan volume atau produk yang diproduksi. Aktivitas ini dimanfaatkan secara
bersama oleh berbagai jenis produk yang berbeda. Contoh aktivitas ini
mencakup misalnya manajemen pabrik, kebersihan, pajak bumi dan bangunan
(PBB), serta depresiasi pabrik.
3. Pemicu Biaya dan Pemilihan Pemicu Biaya
Menurut Supriyono (2002:221), cost driver atau driver biaya adalah
“Faktor-faktor penyebab yang menjelaskan konsumsi overhead”. Ada 3 faktor
yang menentukan cost driver, yaitu :
1. Diversitas Produk
Produk dikatakan berdiversitas bila mengkonsumsi aktivitas-aktivitas dalam
proporsi yang berbeda-beda.
2. Biaya Relatif Aktivitas
Biaya relatif dari berbagai aktivitas adalah seluruh ukuran mengenai berapa
besar biaya tiap aktivitas yang dinyatakan dalam presentase dari total biaya
produksi.
3. Diversitas Volume
Diversitas volume terjadi bila produk dalam ukuran batch yang berbeda-beda.
6
pembebanan dilakukan dengan menggunakan cost drive sedangkan dengan
metode activity based costing lebih dari dua cost drive. Menurut Bambang
Hariadi (2002:78), perbandingan antara metode konvensional dengan metode
activity based costing adalah sebagai berikut :
Tabel 2.1
Perbandingan Metode Konvensional dengan Metode Activity Based Costing
Metode konvensional Metode Activity Based Costing
1. Mengalokasikan overhead 1. Activity based costing
berdasarkan satu atau dua basis menggunakan aktivitas-aktivitas
alokasi yang non representatif, sebagai pemicu untuk
sehinggal gagal menyerap menentukan berapa besar setiap
konsumsi yang benar menurut oerhead tidak langsung dari setiap
produk individual. mengkonsumsikan.
2. Sistem konvensional membagi 2. Activity based costing
biaya overhead ke dalam unit mengkonsumsi overhead ke
(unit based measurement). dalam empat kategori yaitu unit,
batch, produk dan “penopang
fasilitas” (facility sustaining).
3. Fokus konvensional adalah pada 3. Fokus activity based costing
kinerja keuangan jangka pendek, adalah biaya, mutu dan faktor
seperti laba. Apabila sistem waktu.
konvensional digunakan untuk
penetapan harga dan untuk
mengidentifikasikan produk
yang menguntungkan, angka-
angkanya tidak dapat diandalkan
atau dipercaya.
4. Sistem biaya konvensional tidak 4. Sistem activity based costing
memisahkan overhead ke dalam mempunyai kemampuan untuk
biaya yang berhubungan dengan mengukur konsumsi overhead
batch dari produk yang biayanya berdasarkan aktivitas batch dan
merupakan penopang produk penopang produk serta
(Product sustaining), seperti mengalokasi overhead secara
aktivitas penyiapan mesin dan akurat ke produk.
peralatan dengan penanganan
material.
Sumber : Akuntansi Manajemen.Suatu Sudut Pandang, Bambang Hariadi, (2002:78)
METODE PENELITIAN
a. Jenis Penelitian
Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode
deskriptif analisis dengan pendekatan studi kasus.
b. Desain Penelitian
Penelitian dilakukan dengan membandingkan dua data mengenai
penentuan harga pokok dengan menggunakan sistem biaya konvensional dan
sistim activity based costing. Dengan melakukan perbandingan apakah ada
perbedaan atau tidak dari kedua sistem biaya tersebut. Penelitian dilakukan
dalam waktu bersamaan terhadap sejumlah unit atau individu baik secara
7
sensus atau penggunaan sampel terhadap masalah atau fenomena yang akan
diselidiki. Fenomena yang akan diselidiki terdiri dari atas dua variabel yaitu
besarnya perhitungan harga pokok produk dengan metode konvensional dan
besarnya harga pokok produk dengan metode activity based costing
c. Sampel Data
Sampel yang di pakai dalam penelitian adalah data produk D.M 600 GRT,
D.M 300 GRT, D.M Fast Fatrol Boat. D.M Tug Boat, Fishing Equipment dan
Passerger Seat.
d. Prosedur Pengumpulan Data
Ada dua jenis data yang dipakai peneliti dalam perumusan dan
pemecahan masalah membutuhkan data primer dan data sekunder.
1. Data Primer
Data primer adalah data yang diperoleh melalui penelitian langsung di
PT. PINDAD (PERSERO) Bandung Divisi Mesin Industri dan Jasa
Departemen Produk Alat dan Peralatan Kapal Laut.
2. Data Sekunder
Data sekunder adalah data yang diperoleh dengan jalan menelaah,
mempelajari, dan mengadakan perbandingan serta menarik kesimpulan.
Untuk memperoleh data-data yang diperlukan dalam penelitian ini, peneliti
menggunakan teknik pengumpulan data sebagai berikut :
a) Penelitian Lapangan (Field Research)
Yaitu pengumpulan data secara langsung dengan mengadakan
penelitian terhadap objek yang diteliti untuk memperoleh data primer
dengan melakukan :
1) Observasi, yaitu pengamatan langsung terhadap aktivitas-aktivitas
perusahaan yang erat hubungannya dengan masalah yang diteliti.
2) Kuesioner, yaitu teknik pengumpulan data dengan membuat
pertanyaan-pertanyaan pada pihak manajemen perusahaan yang
berhubungan dengan masalah yang diteliti.
3) Wawancara, yaitu tanya jawab secara langsung dengan bagian
akuntansi produksi yang ada di dalam perusahaan tersebut.
b) Penelitian Kepustakaan (Library Research)
Penelitian ini dimaksudkan untuk memperoleh landasan teori guna
mendukung data primer yang diperoleh selama penelitian. Data ini
diperoleh dari buku-buku serta referensi-referensi lainnya.
e. Operasionalisasi Variabel
Operasionalisasi variabel adalah suatu cara untuk mengukur suatu
konsep dan bagaimana konsep harus diukur sehingga terdapat variabel-variabel
yang saling mempengaruhi dan dipengaruhi. Data yang dipakai dalam
penelitian ini adalah data mengenai biaya harga pokok produk. Sedangkan
untuk menarik kesimpulan dengan cara menganalisis data yaitu
membandingkan hasil perhitungan harga pokok produk dengan metode
konvensional dan metode activity based costing.
Variabel yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari atas dua
variabel yaitu besarnya perhitungan harga pokok produk dengan metode
konvensional dan besarnya harga pokok produk dengan metode activity based
costing. Sistem perhitungan biaya konvensional inin menggunakan alokasi
biaya dua tahap dalam mengalokasikan biaya-biayanya. Pada tahap pertama
8
biaya produksi tidak langsung dialokasikan kepada pusat biaya dan biaya-biaya
yang terjadi diakumulasikan. Pada tahap kedua, biaya yang terakumulasikan
dalam pusat biaya dialokasikan ke produk dengan menggunakan unit based
driver.
Tabel 3.1
Perhitungan Harga Pokok Produk dengan Metode Konvensional
Kelompok Biaya Biaya Produksi
Biaya bahan baku : Rp.xxxx
Biaya tenaga kerja langsung : Rp.xxxx
Biaya overhead pabrik : Rp.xxxx
Total Biaya produksi (A) : Rp.xxxx
Produk yang dihasilkan (B) : xxxx unit
Biaya produksi per unit ( C = A : B ) : Rp.xxxx
PEMBAHASAN
a. Gambaran Umum PT. PINDAD (PERSERO)
PT. PINDAD (PERSERO) sebagai suatu BUMN mempunyai tugas-tugas
pokok memproduksi seluruh kebutuhan yang diperlukan Departemen Pertahanan
dan Keamanan (DEPHANKAM), memproduksi produk-produk komersial untuk
kepentingan pemerintah maupun swasta, serta melakukan perdagangan untuk
menyelenggarakan usaha perindustrian logam serta usaha perdagangan dalam arti
seluas-luasnya.
b. Pembahasan
Pembahasan penelitian ini adalah dengan mengolah data yang didapat dari
perusahaan. Pengolahan data ini mengacu pada judul serta batasan masalah yang
telah dikemukakan pada bab I yaitu mengenai analisis perbandingan biaya
produksi antara metode konvensional dengan metode activity based costing dari
9
hasil penelitian di Departemen Produk Alat dan Peralatan Kapal Laut Divisi
Mesin Industri dan Jasa PT. PINDAD (Persero). Ada beberapa produk yang
dihasilkan oleh Departemen Alat dan Peralatan Kapal Laut, diantaranya Deck
Machinery 600 GRT (D.M. 600 GRT), Deck Machinery 300 GRT (D.M. 300
GRT), Deck Machinery Fast Fatrol Boat, Deck Machinery Tug Boat.
Deck Machinery 600 GRT (D.M. 600 GRT) dan Deck Machinery 300 GRT
(D.M. 300 GRT) adalah peralatan kapal laut yang digunakan untuk merapatkan
kapal di dermaga dan untuk menarik kapal lain. Deck Machinery Fast Fatrol Boat
adalah peralatan kapal laut khusus untuk kapal-kapal patroli cepat yang digunakan
untuk merapatkan kapal di dermaga dan untuk menarik kapal lain. Deck
Machinery Tug Boat adalah peralatan kapal laut khusus untuk kapal-kapal penarik
(tug boat) yang digunakan untuk merapatkan kapal di dermaga dan untuk
menarik kapal lain. Sedangkan dari jenis prosesnya dapat dibedakan menjadi
beberapa jenis proses yang dikerjakan antara lain :
1. Proses Pemotongan (Sawing)
2. Proses Pembubutan (Turning)
3. Proses Frais (Miling)
4. Proses Pengeboran (Drilling)
5. Proses Pengasahan (Grinding)
6. Proses Pemeriksaan (Controlling)
Pengumpulan data aktivitas dibatasi hanya untuk aktivitas yang
berhubungan dengan produk dan bukan berhubungan dengan konsumen (seperti
aktivitas pemasaran, dan administrasi umum). Sehingga ruang lingkup dari
pengumpulan data aktivitas adalah aktivitas yang dilakukan di Departemen
Produk Alat dan Perlatan Kapal Laut Divisi Mesin Industri dan Jasa PT. PINDAD
(Persero).
Berdasarkan kaitannya dengan pembuatan produk, maka data aktivitas
dibedakan menjadi dua macam yaitu aktivitas produksi dan aktivitas pendukung
produksi.
1) Aktivitas Produksi (production activity)
Aktivitas produksi adalah aktivitas yang langsung berhubungan dengan
proses pembuatan produk atau disebut dengan aktivitas utama. Aktivitas ini
dilakukan oleh operator (tenaga kerja langsung) di sub bagian produksi.
Berdasarkan pada unit kerjanya maka aktivitas utama ini dapat dibedakan
menjadi beberpa aktivitas, yaitu :
a) Proses Pemotongan (Sawing)
Pusat aktivitas pemotongan bahan merupakan suatu unit kerja yang
melakukan pemotongan bahan baku dari Raw Material menjadi bahan
baku yang siap diproses pemesinan.
b) Proses Pembubutan (Turning)
Pusat aktivitas pembubutan merupakan suatu unit kerja yang melakukan
proses bubut sehingga menjadi komponen setengah jadi dan komponen
jadi dengan kepersisian kasar samapi sedang.
c) Proses Frais (Miling)
Pusat aktivitas frais/milling merupakan suatu unit kerja yang melakukan
proses lanjutan dari proses pembubutan dan pekerjaan-pekerjaan bukan
silindris.
d) Proses Pengeboran (Drilling)
10
Pusat aktivitas pengeboran merupakan suatu unit kerja yang melakukan
proses pngeboran dari proses pembuatan dan perluasan lubang.
e) Proses Pengasahan (Grinding)
Pusat aktivitas pengasahan merupakan suatu unit kerja yang melakukan
proses pengasahan produk dengan ketelitian yang tinggi.
f) Proses Pemeriksaan (Controlling)
Pusat aktivitas pemeriksaan merupakan suatu unit kerja yang melakukan
pengukuran kesesuaian antara komponen dengan spesifikasi pada gambar
kerja.
2) Aktivitas Pendukung Produksi (production support activity)
Aktivitas pendukung produksi adalah aktivitas yang dilakukan oleh
tenaga tak langsung dalam mendukung aktivitas produksi. Aktivitas ini
merupakan fungsi bagian organisasi diluar sub bagian produksi. Aktivitas
pendukung produksi ini dikelompokkan menjadi lima pusat aktivitas yang
masing-masing terdiri dari beberapa aktivitas pendukung produksi, yaitu
Enjiniring, Perencanaa Pengedalian Persediaan Produksi (PPIC), Pemeriksaan
Kualitas (Quality Control), Penjualan (Sales) dan Gudang.
a) Enjiniring ( Engineering )
Enjiniring adalah suatu fungsi dari organisasi yang menjembatani
antara konsumen yang diwakili oleh bagian sales dengan sub bagian
produksi. Aktivitas yang dilakukan oleh sub bagian ini antara lain;
merancang/mendesain produk, membuat gambar produk, menentukan
kebutuhan alat Bantu, menentukan urutan proses dan menentukan waktu
kerja.
Aktivitas-aktivitas ini dalam Enjiniring dapat dibagi menjadi dau
kelompok yaitu data estimasi dan analisa gambar seperti pada table 4.1.
Tabel 4.1
Aktivitas bagian Enjiniring
Jumlah
Aktivitas Pemicu Biaya
Orang
Data Estimasi 3 Jumlah Gambar
Analisa Gambar 1 Jumlah Gambar
Total 4
11
c) Pemeriksaan Kualitas (Quality Control)
Pemeriksaan kualitas (Quality Control) merupakan fungsi
organisasi yang melakukan pemeriksaan terhadap material yang masuk,
terhadap proses yang terjadi, dan terhadap produk akhir yang dihasilkan
untuk menjaga kualitas produk agar sesuai dengan spesifikasi yang
diinginkan konsumen.
Tabel 4.3
Aktivitas bagian Pemeriksaan Kualitas
Jumlah
Aktivitas Pemicu Biaya
Orang
Inspeksi barang masuk 1 Jumlah inspeksi
Pemeriksaan proses Jumlah proses
Pemeriksaan produk Jumlah unit pemicu
1
Sertifikasi Jumlah sertifikat
Total 2
d) Penjualan ( Sales )
Bagian ini melaksanakan aktivitas-aktivitas yang menunujang
operasional perusahaan dalam berhubungan dengan konsumen seperti
melakukan pemasaran, menerima serta membuat jawaban permintaan
penawaran harga dari pelanggan, memonitor permintaan oerder kepada
produksi dan membina hubungan dengan pelanggan. Aktivitas penjualan
seperti terlihat dapat terlihat pada tabel 4.4.
Tabel 4.4
Aktivitas bagian Penjualan
Jumlah
Aktivitas Pemicu Biaya
Orang
Penanganan konsumen 1 Jumlah konsumen
Penanganan order 1 Jumlah perintah pengerjaan
Total 2
e) Gudang Produksi
Gudang produksi merupakan sub bagian dalam organisasi yang
berfungsi sebagai tempat penyimpanan barang/material, barang produksi,
barang non produksi, proses pemotongan bahan dan barang jadi. Pada
bagian ini bahan baku dari supplayer diolah administrasinya untuk
selanjutnya dikirim ke bagian proiduksi disamping itu gudang difungsikan
sebagai tempat penyimpanan produk jadi sebelum dikirim ke konsumen.
Seperti dijelaskan pada tabel 4.5.
Tabel 4.5
Aktivitas bagian Pemeriksaan Kualitas
Jumlah
Aktivitas Pemicu Biaya
Orang
Penerimaan dan penyimpanan bahan/komponen Jumlah pengiriman
1
Pengeluaran dan penyimpanan material dan barang Jumlah batch dan
jadi serta pengankutan bobot material
Administrasi (pembuatan laporan) 1 Jumlah items
Total 2
Data biaya yang diambil dalam penelitian ini meliputi biaya
produksi langsung dan biaya produksi tak langsung yang terdiri dari D.M
600 GRT, D.M 300 GRT, D.M Fast Fatrol Boat. D.M Tug Boat. Biaya-
biaya yang berkaitan dengan produk tersebut dibedakan menjadi :
12
1. Biaya Produksi Langsung
Biaya produksi langsung adalah biaya yang terjadi, yang
penyebab satu-satunya adalah karena adanya sesuatu yang dibiayai.
Biaya ini terdiri dari biaya bahan bahan langsung (direct material cost)
dan biaya tenaga kerja langsung (direct labour cost).
2. Biaya Produksi Tak Langsung
Biaya produksi tak langsung atau disebut dengan overhead
merupakan penjumlahan semua biaya tak langsung yang terdiri dari
biaya dari bahan tak langsung, tenaga kerja tak langsung dan semua
biaya tak langsung lainnya. Biaya produksi tak langsung perusahaan
dikelompokkan menjadi tujuh yaitu biaya upah tak langsung, biaya
kesehatan pegawai pabrik, biaya tenaga dan supplies, biaya
pemeliharaan, biaya umum manufaktur, biaya penelitian dan
pengembangan, dan biaya penyusutan.
Untuk lebih jelasnya biaya produksi langsung dan biaya
produksi tak langsung dapat dilihat pada tabel 4.6 dan 4.7 dibawah ini.
Tabel 4.6.
Biaya Produksi Langsung
(untuk empat jenis produk)
Biaya Bahan Biaya Tenaga
Nama Produk Jumlah
Langsung Kerja Langsung
D.M 600 GRT 906,923,357.79 24,198,863.51 931,122,221.30
D.M 300 GRT 235,128,277.91 12,099,431.76 247,227,709.67
D.M Fast Fatrol Boat 1,007,691,619.84 26,237,119.04 1,033,928,738.88
D.M Tug Boat 453,461,678.89 15,628,432.69 469,090,111.58
Total 2,603,204,934.43 78,163,847.00 2,681,368,781.43
(Sumber: Sub Akuntansi Biaya Departemen Produk Alat dan Peralatan Kapal Laut)
Tabel 4.7.
Biaya Produksi Tak Langsung
(untuk empat jenis produk)
DM.Fast Fatrol
Uraian DM.600 GRT DM.300 GRT DM.Tug Boat Total
Boat
Biaya Bahan Tak
51,920,538.54 25,960,269.27 56,293,773.86 33,543,645.42 167,718,227.09
Langsung
Biaya Kesehatan Pegawai
16,874,175.02 8,437,087.51 18,295,476.50 10,901,684.76 54,508,423.79
Pabrik
Biaya Tenaga dan
19,470,201.95 9,735,100.98 21,110,165.20 12,578,867.03 62,894,335.16
Supplies
Biaya Pemeliharaan dan
15,576,161.56 7,788,080.78 16,888,132.16 10,063,093.62 50,315,468.12
Perbaikan
Biaya Umum Manufaktur 14,278,148.10 7,139,074.05 15,480,787.81 9,224,502.49 46,122,512.45
13
departemen digunakan perhitungan jumlah orang yang terlibat x jam keterlibatan
rata-rata x tarif standar overhead pabrik perusahaan (Rp. 9.410,-).
Tabel 4.8
Alokasi Biaya Overhead untuk Tenaga Kerja Tidak Langsung
Sub Bagian (jml
Uraian personil) Total Realisasi
14
Pada pembebanan biaya tahap kedua maka biaya produksi tidak langsung
yang terkumpul dalam pusat biaya dialokasikan kepada unit pruduksi yang
dihasilkan dengan menggunakan jam orang. Total biaya produksi tidak langsung
dialokasikan untuk empat jenis produk tersebut adalah sebesar Rp.
419,295,567.70 sehingga tarif biaya tidak langsung (overhead rate) adalah :
Total BPTL
Overhead Rate =
Total Jam Orang
419,295,567.70
=
7,210
15
Tabel 4.25
Pembebanan Tahap Pertama Sistem Activity Based Costing
Kelompok Biaya Overhead Kategori Tingkat Konsumsi Kelompok Total Cost Pool Total Cost
Uraian Pemicu Biaya
Overhead yang dianggarkan Aktivitas Pemicu Biaya Biaya Overhead Pool
16
Tabel 4.26
Pembebanan Tahap Kedua Sistem Activity Based Costing
( Produk D.M. 600 GRT )
Cost Pool
1 2 3 4 5 6 7 8 Pembebanan
Uraian Berkaitan Berkaitan Berkaitan Berkaitan Berkaitan Berkaitan Biaya produksi
Berkaitan Berkaitan Tak Langsung
dengan dengan Jml dengan Jml dengan Jml dengan Jam dengan Jml
dengan BBB dengan Fasilitas
Konsumen Gambar Dokumen Komponen Inpeksi Batch
Intensitas
6.44% 40,000.00 34,594.59 23,801.24 3,179.07 80,000.00 68,190.48 16,771.82
Konsumsi
Tabel 4.27
Pembebanan Tahap Kedua Sistem Activity Based Costing
( Produk D.M. 300 GRT )
Cost Pool
1 2 3 4 5 6 7 8 Pembebanan
Uraian Biaya produksi
Berkaitan Berkaitan Berkaitan Berkaitan Berkaitan Berkaitan
Berkaitan Berkaitan Tak Langsung
dengan dengan Jml dengan Jml dengan Jml dengan Jam dengan Jml
dengan BBB dengan Fasilitas
Konsumen Gambar Dokumen Komponen Inpeksi Batch
Intensitas
6.44% 40,000.00 34,594.59 23,801.24 3,179.07 80,000.00 68,190.48 16,771.82
Konsumsi
17
Tabel 4.28
Pembebanan Tahap Kedua Sistem Activity Based Costing
( Produk D.M. Fast Fatrol Boat )
Cost Pool
1 2 3 4 5 6 7 8 Pembebanan
Berkaitan Biaya
Uraian Berkaitan Berkaitan Berkaitan Berkaitan Berkaitan Berkaitan
Berkaitan dengan produksi Tak
dengan Jml dengan Jml dengan Jml dengan Jam dengan dengan Langsung
dengan BBB Konsume
Gambar Dokumen Komponen Inpeksi Jml Batch Fasilitas
n
Intensitas
6.44% 40,000.00 34,594.59 23,801.24 3,179.07 80,000.00 68,190.48 16,771.82
Konsumsi
1,007,691,619.8
Konsumsi 4 1 50 8 48 3 1 1678.22
Pembebanan
64,923,145.19 40,000.00 1,729,729.73 190,409.92 152,595.57 240,000.00 68,190.48 28,146,808.30 95,490,879.20
Biaya
Tabel 4.29
Pembebanan Tahap Kedua Sistem Activity Based Costing
( Produk D.M. Tug Boat )
Cost Pool
1 2 3 4 5 6 7 8
Pembebanan
Uraian Biaya produksi
Berkaitan Berkaitan Berkaitan Berkaitan Berkaitan Berkaitan
Berkaitan dengan Berkaitan Tak Langsung
dengan dengan Jml dengan Jml dengan Jml dengan Jam dengan Jml
BBB dengan Fasilitas
Konsumen Gambar Dokumen Komponen Inpeksi Batch
Intensitas
6.44% 40,000.00 34,594.59 23,801.24 3,179.07 80,000.00 68,190.48 16,771.82
Konsumsi
18
Keterangan lebih rinci dari masing-masing biaya produksi untuk keempat jenis produk
tersebut, dapat dilihat dari tabel 4.30, tabel 4.31, tabel 4.32, dan tabel 4.33
Tabel 4.30
Biaya Produksi D.M. 600 GRT
( untuk 2 unit )
Kelompok Biaya Biaya Produksi
Overhead
Cost Pool 1 : Rp. 906,923,357.79 x 6.44% Rp 58,430,888.65
Cost Pool 2 : Rp. 40,000.00 x 1 Rp 40,000.00
Cost Pool 3 : Rp. 34,594.59 x 46 Rp 1,591,351.35
Cost Pool 4 : Rp. 23,801.24 x 7 Rp 166,608.68
Cost Pool 5 : Rp. 3,179.07 x 44 Rp 139,879.28
Cost Pool 6 : Rp. 80,000.00 x 3 Rp 240,000.00
Cost Pool 7 : Rp. 68,190.48 x 1 Rp 68,190.48
Cost Pool 8 : Rp. 16,771.82 x 1547.85 Rp 25,960,265.78
Total Biaya Overhead Rp 86,637,184.21
Biaya Produksi Langsung
Biaya Bahan Langsung Rp 906,923,357.79
Biaya Tenaga Kerja Langsung Rp 24,198,863.51
Total Biaya Produksi Langsung Rp 931,122,221.30
Total Biaya Produksi Rp 1,017,759,405.51
Unit yang diproduksi 2
Biaya Produksi Per Unit Rp 508,879,702.76
Tabel 4.31
Biaya Produksi D.M. 300 GRT
( untuk 1 unit )
Kelompok Biaya Biaya Produksi
Overhead
Cost Pool 1 : Rp 235,128,277.91 x 6.44% Rp 15,148,748.91
Cost Pool 2 : Rp 40,000.00 x 1 Rp 40,000.00
Cost Pool 3 : Rp 34,594.59 x 23 Rp 795,675.68
Cost Pool 4 : Rp 23,801.24 x 4 Rp 95,204.96
Cost Pool 5 : Rp 3,179.07 x 22 Rp 69,939.64
Cost Pool 6 : Rp 80,000.00 x 1.4 Rp 112,000.00
Cost Pool 7 : Rp 68,190.48 x 1 Rp 68,190.48
Cost Pool 8 : Rp 16,771.82 x 773.93 Rp 12,980,216.75
Total Biaya Overhead Rp 29,309,976.41
Biaya Produksi Langsung
Biaya Bahan Langsung 235,128,277.91
Biaya Tenaga Kerja Langsung 12,099,431.76
Total Biaya Produksi Langsung Rp 247,227,709.67
Total Biaya Produksi Rp 276,537,686.08
Unit yang diproduksi 1
Biaya Produksi Per Unit Rp 276,537,686.08
19
Tabel 4.32
Biaya Produksi D.M. FAST FATROL BOAT
( untuk 1 unit )
Kelompok Biaya Biaya Produksi
Overhead
Cost Pool 1 : Rp 1,007,691,619.84 x 6.44% Rp 64,923,145.19
Cost Pool 2 : Rp 40,000.00 x 1 Rp 40,000.00
Cost Pool 3 : Rp 34,594.59 x 50 Rp 1,729,729.73
Cost Pool 4 : Rp 23,801.24 x 8 Rp 190,409.92
Cost Pool 5 : Rp 3,179.07 x 48 Rp 152,595.57
Cost Pool 6 : Rp 80,000.00 x 3 Rp 240,000.00
Cost Pool 7 : Rp 68,190.48 x 1 Rp 68,190.48
Cost Pool 8 : Rp 16,771.82 x 1678.22 Rp 28,146,808.30
Total Biaya Overhead Rp 95,490,879.20
Biaya Produksi Langsung
Biaya Bahan Langsung Rp 1,007,691,619.84
Biaya Tenaga Kerja Langsung Rp 26,237,119.04
Total Biaya Produksi Langsung Rp 1,033,928,738.88
Total Biaya Produksi Rp 1,129,419,618.08
Unit yang diproduksi 1
Biaya Produksi Per Unit Rp 1,129,419,618.08
Tabel 4.33
Biaya Produksi D.M. TUG BOAT
( untuk 3 unit )
Kelompok Biaya Biaya Produksi
Overhead
Cost Pool 1 : Rp 453,461,678.89 x 6.44% Rp 29,215,444.33
Cost Pool 2 : Rp 40,000.00 x 1 Rp 40,000.00
Cost Pool 3 : Rp 34,594.59 x 30 Rp 1,037,837.84
Cost Pool 4 : Rp 23,801.24 x 7 Rp 166,608.68
Cost Pool 5 : Rp 3,179.07 x 28 Rp 89,014.08
Cost Pool 6 : Rp 80,000.00 x 1.8 Rp 144,000.00
Cost Pool 7 : Rp 68,190.48 x 1 Rp 68,190.48
Cost Pool 8 : Rp 16,771.82 x 1000 Rp 16,771,822.71
Total Biaya Overhead Rp 47,532,918.11
Biaya Produksi Langsung
Biaya Bahan Langsung Rp 453,461,678.89
Biaya Tenaga Kerja Langsung Rp 15,628,432.69
Total Biaya Produksi Langsung Rp 469,090,111.58
Total Biaya Produksi Rp 516,623,029.69
Unit yang diproduksi 3
Biaya Produksi Per Unit Rp 172,207,676.56
20
KESIMPULAN DAN SARAN
a. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian, maka dapat ditarik suatu kesimpulan sebagai
berikut :
1) Perhitungan biaya produksi dengan sistem konvensional di Departemen
Produk Alat dan Peralatan Kapal Laut Divisi Mesin Industri dan Jasa PT.
PINDAD (Persero) Bandung untuk produk D.M. 600 GRT sebesar Rp.
530.461.783,82, produk D.M. 300 GRT sebesar Rp. 312.461.783,82, produk
DM. Fast Fatrol Boat sebesar Rp. 1.174.663.173,53 dan produk D.M. Tug
Boat sebesar Rp. 184.316.408,37. Biaya produksi ini diperoleh dari
perhitungan dengan dasar jam orang sebagai cost driver, dimana untuk
menghitung khususnya tarif biaya overhead pabrik dihitung dengan membagi
total biaya komponen biaya overhead pabrik dengan total jam orang sehingga
diperoleh tarif biaya overhead dengan sistem konvensional.
2) Perhitungan biaya produksi dengan sistem activity based costing di
Departemen Produk Alat dan Peralatan Kapal Laut Divisi Mesin Industri dan
Jasa PT. PINDAD (Persero) Bandung untuk produk D.M. 600 GRT sebesar
Rp. 508.879.702,76, produk D.M. 300 GRT sebesar Rp. 276.573.686,08,
produk DM. Fast Fatrol Boat sebesar Rp. 1.129.419.618,08 dan produk DM.
Tug Boat sebesar Rp. 172.207.676,56. Biaya produksi ini diperoleh dengan
perhitungan sistem activity based costing berdasarkan aktivitas yang
menimbulkan biaya pada masing-masing jenis produk. Perhitungan biaya
produksi dengan sistem activity based costing dibagi kedalam empat aktivitas
yaitu unit level activity, batch related activity, product sustaining activities
dan facility sustaining activities.
b. Saran
Untuk menyempurnakan penelitian ini, maka peneliti memberi saran-saran
sebagai berikut :
1) Meskipun pada penelitian ini sistem activity based costing dengan system
konvensional terdapat perbedaan yang signifikan dimana sistem activity
based costing lebih memberikan hasil biaya produksi yang lebih efisien dan
akurat terhadap biaya produksi produk, ada baiknya pihak perusahaan
mengkaji dulu lebih dalam mengenai penerapan sistem activity based costing.
baik dari segi keunggulan dan kelemahannya.
2) Dalam rangka kajian tersebut, ada baiknya pihak perusahaan mencoba
menerapkan sistem activity based costing secara bertahap, selain keunggulan
dari segi keakuratan terhadap biaya, persaiangan yang semakin ketat dengan
perusahaan lain yang memproduksi produk sejenis untuk tahun-tahun yang
akan dating semakin menuntut perusahaan untuk menerapkan system biaya
yang kompetitif dan dapat bersaingan di pasar global.
3) Jika perusahaan akan menerapkan sistem activity based costing, pada tahap
awal sebaiknya perusahaan menerapkan pada produk-produk yang relative
tidak terlalu besar biaya produksinya.
4) Perusahaan disarankan melakukan penelitisn lebih lanjut guna mempelajari
semua aspek yang berkaitan dengan penerapan sistem activity based costing,
khususnya mengenai pengkonsolidasian komponen biaya produksi tak
langsung, dimana dalam pengkonsolidasian ini dapat ditentukan biaya
produksi tak langsung mana saja yang dapat di minimalisir atau bahkan tidak
21
dibebankan pada produk. Sistem activity based costing sangat bermanfaat
dalam penelusuran biaya yang lebih akurat sehingga ini akan lebih
bermanfaat pada pusat penawaran.
DAFTAR PUSTAKA
Haedicke, Jack and Calvin Kirby, 2005, Implementing Activity Based Costing:
The Model Approach, Participant Guide: Canada: Saping Co.
Horngren, Charles T., George, Foster, Srikant F Datar, 2003, Cost Accounting a
Managerial Emphasis, elevanth edition, New Jersey : Prentice Hall Inc.
22