Anda di halaman 1dari 40

LAPORAN ANATOMI FISIOLOGI MANUSIA

PERCOBAAN 8

PANCA INDERA

Disusun oleh:

1.Daya Fadillah (10060321145)

2.Dalifa Fathiana Tartila (10060321146)

3.Hilmi Fauzan Nurhakim (10060321147)

4.Ima Munatul Maula (10060321148)

5.Amalia Yusgiawati (10060321149)

6.Cahyaning Pertiwi (10060321150)

7.Inka Siri Rabiah (10060321151)

8.Miyazaki Umar (10060321152)

Kelompok/Shift : 1 D/2

Tanggal Praktikum : 14 Desember 2021

Tanggal Laporan : 20 Desember 2021

Nama Asisten : Imas Yumniati, S.Farm

LABORATORIUM FARMASI TERPADU UNIT D

PROGRAM STUDI FARMASI

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS ISLAM BANDUNG

1443 H/2021 M
PERCOBAAN 8

PANCA INDERA

I. Tujuan Percobaan
1. Menjelaskan struktur anatomi dan fungsi panca indera dan kaitannya dengan sistem
saraf
2. Menjelaskan mekanisme fisiologi dan sifat-sifat indera

II. Teori Dasar

Sistem panca indera merupakan organ-organ akhir yang dikhususkan untuk


menerima jenis rangsangan tertentu. Indera berfungsi untuk mengenali setiap perubahan
lingkungan, baik yang terjadi didalam maupun diluar. Indera yang ada pada makhluk
hidup, memiliki sel-sel reseptor khusus yang berfungsi untuk mengenali perubahan
lingkungan yang terjadi. Berdasarkan fungsinya, sel-sel reseptor ini dibagi menjadi dua,
yaitu interoreseptor dan eksoreseptor. (Coad, 2001)

1. Interoreseptor
Berfungsi untuk mengenali perubahan-perubahan yang terjadi di dalam tubuh. Sel –
sel interoreseptor terdapat pada sel otot, tendon, ligamentum, sendi, dinding pembuluh
darah, dan lain sebagainya. Sel – sel ini dapat mengenali berbagai perubahan yang ada
di dalam tubuh seperti terjadi rasa nyeri di dalam tubuh, kadar oksigen menurun, kadar
glukosa, tekanan darah menurun/naik, dan lain sebagainya. (Coad, 2001)
2. Eksoreseptor
Berfungsi untuk mengenali perubahan-perubahan lingkungan yang terjadi di luar
tubuh. Yang termasuk eksoreseptor yaitu: mata, telinga, kulit, lidah, dan hidung.
Kelima indra ini dikenal dengan sebutan panca indera.(Coad, 2001)

A. Mata
Mata merupakan organ yang disusun dari bercak sensitif cahaya primitif. Dalam
selubung pelindungnya, mata mempunyai lapisan reseptor, sistem lensa pemfokusan
cahaya atas reseptor, dan merupakan suatu sistem saraf. Secara struktural bola mata
seperti sebuah kamera, tetapi mekanisme persarafan yang ada tidak dapat dibandingkan
dengan apapun. Susunan saraf pusat dihubungkan melalui suatu berkas serat saraf yang
disebut saraf optik. (Syaifuddin, 2006)

Mata adalah organ yang mendeteksi cahaya yang paling sederhana, tidak hanya
mengetahui apakah lingkungan sekitarnya terang atau gelap. Sekitar 70% dari semua
reseptor sensoris dalam tubuh terdapat di mata, dan hampir setengah dari korteks serebral
terlibat dalam beberapa aspek pemrosesan visual. Ukuran diameter mata orang dewasa
sekitar 2,5 cm yang terletak di bagian depan orbit. (Hoehn, 2013)

Struktur aksesori mata mencakup alis, kelopak mata, konjungtiva, otot lakrimal,
dan otot mata ekstrinsik. (Hoehn, 2013)

a. Alis, merupakan bulu-bulu pendek dan kasar yang menutupi bagian luar tengkorak.
Berfungsi untuk membantu menaungi mata dari cahaya matahari dan mencegah keringat
menetes di dahi agar tidak mencapai mata. (Hoehn, 2013)
b. Kelopak mata, merupakan lipatan tipis yang dapat bergerak dan melindungi orbita.
Fissura palpebra merupakan lubang berbentuk elips di antara palpebra superior dan
palpebra inferior, tempat masuk ke dalam sakus konjungtiva. Glandula sebasea bermuara
langsung ke dalam folikel bulu mata. (Syaifuddin, 2006)
c. Konjungtiva, merupakan selaput lendir yang transparan. Fungsi utama konjungtiva
adalah untuk menghasilkan cairan pelumas yang dapat mencegah mata mongering.
(Hoehn, 2013)
d. Otot lakrimal, terdiri dari pars orbitalis yang besar dan pars palpebralis yang kecil.
Keduanya saling berhubungan pada ujung lateral aponerosis muskulus levator palpebrae
superior bagian lateral forniks (lateral konjungtiva), nucleus lakrimalis, dan nervus VII
(nucleus fasialis). Air mata untuk membasahi kornea.(Syaifuddin, 2006)
e. Otot mata ekstrinsik, otot ini berasal dari dinding orbit dan menyisipkan ke permukaan
luar bola mata.(Hoehn, 2013)

Gambar 1. Struktur mata


Struktur mata secara esensial pada gambar 1, terdiri dari :
1. Lapisan terluar yang keras pada bola mata adalah tunika fibrosa. Bagian posterior
tunika fibrosa adalah sklera opaque yang berisi jaringan ikat fibrosa putih. (Sloane, 2004)
a. Sklera, memberi bentuk pada bola mata, memberikan tempat pelepasan pada
otot ekstrinsik, dan sebagian besar lapisan berserat, berwarna putih dan buram.
(Hoehn, 2013)
b. Kornea, adalah perpanjangan anterior yang transparan pada sklera di bagian
depan mata. Bagian ini dapat mentransmisikan cahaya dan memfokuskan berkas
cahaya.(Sloane, 2004)
Kornea juga diberi ujung-ujung saraf, yang sebagian besar adalah reseptor rasa
nyeri. Kornea tidak memiliki pembuluh darah sehingga di luar jangkauan sistem
kekebalan. (Hoehn, 2013)
2. Lapisan tengah bola mata disebut tunika vascular, dan tersusun dari koroid, badan
silaris, dan iris.(Sloane, 2004)
a. Lapisan koroid, adalah bagian yang sangat terpigmentasi untuk mencegah
rekleksi internal berkas cahaya. Bagian ini juga sangat tervaskularisasi untuk
memberikan nutrisi pada mata, dan elastic sehingga dapat menarik ligamen
suspensori. (Sloane, 2004)
b. Badan siliaris, suatu penebalan di bagian anterior lapisan koroid, mengandung
pembuluh darah dan otot silaris. Otot melekat pada ligament suspensori, tempat
perlekatan lensa. Otot ini penting dalam akomodasi penglihatan atau kemampuan
untuk mengubah focus dari objek berjarak dekat didepan mata.(Sloane, 2004)
c. Iris, perpanjangan sisi anterior koroid, merupakan bagian mata yang berwarna
bening. Bagian ini terdiri dari jaringan ikat dan otot radialis serta sirkularis, yang
berfungsi untuk mengendalikan diameter pupil.(Sloane, 2004)
d. Pupil adalah ruang terbuka yang bulat pada iris yang harus dilalui cahaya untuk
masuk ke interior mata (Sloane, 2004).
3. Lensa, merupakan struktur fleksibel transparan yang dapat berubah bentuk untuk
memfokuskan cahaya pada retina.(Hoehn, 2013)
Lensa juga merupakan struktur bikonveks yang bening tepat di belakang pupil.
Elastisitasnya sangat tinggi, suatu sifat yang akan menurun dengan seiring proses
penuaan. (Hoehn, 2013)
4. Retina, meruakan lapisan terdalam mata, adalah lapisan yang tipis dan transparan
lapisan ini terdiri dari:
a. Lapisan terpigmentasi luar pada retina melekat pada lapisan koroid. Lapisan ini
berfungsi untuk menyerap cahaya berlebih dan mencegah refleksi internal berkas
cahaya yang melalui bola mata.(Sloane, 2004)
b. Lapisan jaringan saraf dalam (optikal), terletak bersebelahan dengan lapisan
terpigmentasi adalah struktur kompleks yang teridi dari berbagai jenis neuron yang
tersusun sedikitnya sepuluh lapisan terpisah.(Sloane, 2004)
c. Bintik buta (diskus optik) adalah titik keluar saraf optik. Karena tidak ada foto
reseptor pada area ini, maka tidak ada sensai penglihatan yang terjadi saat cahaya
masuk ke area ini. (Sloane, 2004)
d. Lutea makula adalah area kekuningan yang terletak sedikit lateral terhadap
pusat.(Sloane, 2004)
e. Fovea adalah pelekukan sentral makula lukea yang tidak memiliki sel batang
dan hanya mengandung sel kerucut. Bagian ini adalah pusat visual mata, bayangan
yang terfokus di sini akan diinterpretasikan dengan jelas dan tajam oleh
otak.(Sloane, 2004)
5. Rongga mata
a. Rongga anterior tebagi menjadi dua ruang :
1) Ruang anterior terletak di belakang kornea dan di depan iris; ruang posterior
terletak di dapan lensa dan dibelakan iris.(Sloane, 2004)
2) Ruang tersebut berisi aqueous humor, suatuhormon yang diproduksi
prosesus silaris untuk mencukupi kebutuhan nutrisi lensa dan kornea.(Sloane,
2004)
3) Lensa intraokular pada aqueous humor penting untuk mempertahankan
bentuk bola mata.
b. Rongga posterior terletak di antara lensa dan retina dan berisi vitreus humor,
seperti gel transparan yang juga berperan untuk mempertahankan bentuk bola mata
dan mempertahankan posisi retina terhadap kornea (Sloane, 2004).

Mata bisa melihat benda karena adanya cahaya yang dipantulkan oleh benda
tersebut ke mata. Jika tidak ada cahaya yang dipantulkan benda, maka mata tidak bias
melihat benda tersebut.(Shier, 2015)
Proses mata melihat benda adalah sebagai berikut.
a. Cahaya yang dipantulkan oleh benda di tangkap oleh mata, menembus kornea dan
diteruskan melalui pupil.
b. Intensitas cahaya yang telah diatur oleh pupil diteruskan menembus lensa mata.
c. Daya akomodasi pada lensa mata mengatur cahaya supaya jatuh tepat di bintik kuning.
d. Pada bintik kuning, cahaya diterima oleh sel kerucut dan sel batang, kemudian
disampaikan ke otak.
e. Cahaya yang disampaikan ke otak akan diterjemahkan oleh otak sehinga kita bisa
mengetahui apa yang kita lihat.

B. Telinga
Telinga adalah suatu organ kompleks dengan komponen-komponen fungsional
penting, aparatus pendengaran dan mekanisme keseimbangannya, terletak di dalam
tulang temporalis tengkorak. Sebagian besar telinga tidak dapat diperiksa secara
langsung dan hanya dapat diperiksa dengan tes-tes khusus. Telinga terdiri dari telinga
luar, telinga tengah, dan telinga dalam.(Hoehn, 2013)
1. Telinga luar
Telinga luar terdiri atas daun telinga, gendang telinga, dan membran timpani. Struktur
anatomi telinga luar dapat dilihat pada Gambar 2 di bawah ini.

Gambar 3. Telinga bagian luar

Daun telinga (pinna atau aurikula) yakni daun kartilago yang menangkap
gelombang bunyi dan menjalarkannya ke kanal auditori eksternal (meatus atau lubang
telinga), suatu lintasan sempit panjangnya 2,5 cm yang merentang dari aurikula sampai
membran timpani (gendang telinga). Dan lobulnya yang menggantung dan berdaging,
tidak memiliki tulang rawan untuk menopangnya. (Hoehn, 2013)
Gendang telinga atau membran timpani adalah perbatasan telinga tengah.
Membran timpani berbentuk kerucut dan dilapisi kulit pada permukaan eksternal dan
membran mukosa yang sesuai untuk menggetarkan gelombang bunyi secara
mekanis(Shier, 2015)

2. Telinga tengah
Telinga tengah terletak di rongga berisi udara dalam bagian petrosus tulang
temporal. Pada bagian ini terdapat saluran yang menghubungkan telinga tengah dengan
faring yaitu tuba eustachius (saluran eustachius). Saluran yang biasanya tertutup dapat
terbuka saat menguap, menelan, atau mengunyah. Saluran ini berfungsi untuk
menyeimbangkan tekanan udara pada kedua sisi membran timpani. (Hoehn, 2013)
Pada telinga bagian tengah ini terdapat tulang-tulang pendengaran (osikel
auditori) yang dinamai sesuai bentuknya, terdiri dari:
a. Maleus (tulang martil)
b. Incus (tulang landasan atau anvil)
c. Stapes (tulang sanggurdi)

Tulang-tulang ini mengarahkan getaran dari membran timpani ke fenestra


vestibuli, yang memisahkan telinga tengah dan telinga dalam. Otot stapedius melekat
pada stapes, yang ukurannya sesuai dengan fenestra vestibuli oval, dan menariknya ke
arah luar. Otot tensor timpani melekat pada bagain pegangan maleus, yang berada pada
membran timpani, dan menarik fenestra vestibuli ke arah dalam. Bunyi yang keras
mengakibatkan suatu refleks yang menyebabkan kontraksi kedua otot yang berfungsi
sebagai pelindung untuk meredam bunyi. Otot-otot ini memungkinkan suara yang terlalu
keras diredam sebelum mencapai telinga dalam. Berkat mekanisme ini, kita mendengar
suara yang cukup keras untuk mengguncang sistem pada tingkat yang telah diredam.
Otot-otot ini merupakan otot tak sadar dan bekerja otomatis, bahkan jika kita tertidur dan
ada suara keras di samping kita, otot-otot ini segera mengerut dan mengurangi kekuatan
getaran yang mencapai telinga dalam.(Hoehn, 2013)
3. Telinga dalam
Telinga dalam (interna) berisi cairan dan terletak dalam tulang temporal di sisi
medial telinga tengah. (Hoehn, 2013)

Telinga dalam terdiri dari dua bagian yakni labirin tulang dan labirin membranosa
yang terletak di dalam labirin tulang.(Hoehn, 2013)
a. Labirin tulang
Labirin tulang adalah ruang berliku berisi perilimfe, suatu cairan yang
menyerupai cairan serebrospinalis. Bagian ini melubangi bagian petrosus tulang
temporal dan terbagi menjadi 3 bagian sebagai berikut.(Hoehn, 2013)
1) Vestibula adalah bagian sentral labirin tulang yang menghubungkan saluran
semisirkular dengan koklea.
 Dinding lateral vestibula mengandung fenestra vestibuli dan fenestra cochleae, yang
berhubungan dengan telinga tengah.
 Membran yang melapisi fenestra untuk mencegah keluarnya cairan perilimfe.
2) Rongga tulang saluran semisirkular yang menonjol dari bagian posterior vestibula.
 Saluran semisirkular anterior dan posterior mengarah pada bidang vertikal, di setiap
sudut kanannya.
 Saluran semisirkular lateral terletak horizontal dan pada sudut kanan kedua saluran
di atas.
3) Koklea mengandung reseptor pendengaran.
b. Labirin membranosa
Labirin membranosa adalah serangkaian tuba berongga dan kantong yang terletak dalam
labirin tulang dan mengikuti kontur labirin tersebut. Bagian ini mengandung cairan
endolimfe, cairan yang menyerupai cairan interselular. Labirin membranosa dalam regio
vestibula merupakan lokasi awal dua kantong, utrikulus dan sakulus yang dihubungkan
dengan duktus endolimpe sempit dan pendek. Duktus semisirkular yang berisi endolimfe
terletak dalam saluran semisirkular pada labirin tulang yang mengandung
perilimfe.(Hoehn, 2013)
Setiap duktus semisirkular, utrikulus dan sakulus mengandung reseptor untuk
ekuilibrium statis (bagaimana cara kepala berorientasi terhadap ruang bergantung pada
gaya gravitasi) dan ekuilibrium dinamis (apakah kepala bergerak atau diam dan
kecepatan serta arah gerakan). Utrikulus terhubung dengan duktus semisirkular; sedang
sakulus terhubung dengan duktus koklear dalam koklea.(Hoehn, 2013)
Koklea membentuk dua setengah putaran di sekitar inti tulang sentral, mediolus yang
mengandung pembuluh darah dan serabut saraf cabang koklear dari saraf
vestibulokoklear. Sekat membagi koklea menjadi tiga saluran terpisah sebagai
berikut.(Hoehn, 2013)
1) Duktus koklear atau skala media yang merupakan bagian labirin membranosa yang
terhubung ke sakulus adalah saluran tengah yang berisi cairan endolimfe.
2) Dua bagian labirin tulang yang terletak di atas dan di bawah skala media adalah skala
vestibuli dan skala timpani. Kedua skala tersebut mengandung cairan perilimfe dan terus
memanjang melalui lubang pada apeks koklea yang disebut helikotrema.
 Membran Reissner (membran vestibular) memisahkan skala media dari skala vestibuli
yang berhubungan dengan fenestra vestibuli.
 Membran basilar memisahkan skala media dari skala timpani yang berhubungan
dengan fenestra cochleae.
3) Skala media berisi organ corti yang terletak pada membran basilar.
 Organ corti terdiri dari reseptor, disebut sel rambut dan sel penunjang yang menutupi
ujung bawah sel-sel rambut dan berada pada membran basilar.
 Membran tektorial adalah struktur gelatin seperti pita yang merentang di atas sel- sel
rambut.
 Ujung basal sel rambut bersentuhan dengan cabang bagian koklear saraf
vestibulokoklear. Sel rambut tidak memiliki akson dan langsung bersinanpsis dengan
ujung saraf koklear.

C. Hidung
Rasa penciuman dirangsang oleh gas yang terhirup ataupun oleh unsur-unsur
halus. Jika kita bernafas lewat hidung dan kita mencium bau suatu udara, udara yang kita
hisap melewati bagian atas dari rongga hidung melalui konka nasalis. Di dalam konka
nasalis terdapat tiga pasang karang hidung yaitu konka nasalis superior, konka nasalis
media, dan konka nasalis inferior.(Amerman, 2016)

a. Rongga hidung (nasal cavity) berfungsi untuk mengalirkan udara dari luar ke
tenggorokan menuju paru paru. Rongga hidung ini dihubungkan dengan bagian belakang
tenggorokan. Rongga hidung dipisahkan oleh langit-langit mulut kita yang disebut
dengan palate. Di rongga hidung bagian atas terdapat sel-sel reseptor atau ujung- ujung
saraf pembau. Ujung-ujung saraf pembau ini timbul bersama dengan rambut-rambut
halus pada selaput lendir yang berada di dalam rongga hidung bagian atas. Rongga ini
dapat membau dengan baik.(Amerman, 2016)

b. Mucous membrane berfungsi menghangatkan udara dan melembabkannya.


Bagian ini membuat mucus (lendir atau ingus) yang berguna untuk menangkap debu,
bakteri, dan partikel-partikel kecil lainnya yang dapat merusak paru-paru.(Amerman,
2016)

Mekanisme Penciuman. Indra penciuman merupakan alat visera (alat rongga


badan) yang erat hubungannya dengan gastrointestinalis. Sebagian rasa berbagai
makanan merupakan kombinasi penciuman dan pengecapan. Reseptor penciuman
merupakan kemoreseptor yang dirangsang oleh molekul larutan di dalam mukus.
Reseptor penciuman merupakan reseptor jauh (telereseptor). Reseptor olfaktorius
terletak di dalam bagian khusus mukosa hidung. Di antara sel-sel ini terdapat 10-20 juta
sel reseptor. Tiap reseptor olfaktorius merupakan suatu neiron dan membran mukosa
olfaktorius merupakan tempat di dalam badan dengan susunan saraf mendekat ke dunia
luar.(Wibowo, 2008)
Bau yang masuk ke dalam rongga hidung akan merangsang saraf (nervus
olfaktorius) dari bulbus olfaktorius. Bau berupa gas atau zat yang menguap mencapai
kavum nasal mellaui nostril, menghidu meningkatkan masukan gas ke dalam rongga
hidung lalu ke sinus superior. Gas akan larut dalam cairan mukus sebelum dapat
mengaktifkan sel reseptor. Indra bau bergerak melalui traktus olfaktorius dengan
perantaraan stasiun penghubung pusat olfaktorius pada lobus temporalis di otak besar
tempat perasaan itu ditafsirkan. Serabut- serabut saraf penciuman terdapat pada bagian
atas selaput lendir hidung. Serabut- serabut olfaktori berfungsi mendeteksi rangsang zat
kimia dalam bentuk gas di udara (kemoreseptor). Mekanisme kerja indra penciuman
sebagai berikut. Adanya rangsang (bau) masuk ke lubang hidung, dilanjutkan ke
epitelium olfaktori, kemudian ke mukosa olfaktori, ke saraf olfaktori, ke talamus, ke
hipotalamus, dan ke otak.(Wibowo, 2008)

Keluaran olfaktori dari bulbus ke otak mempunyai beberapa target: (Wibowo,


2008)

a. Korteks olfaktori primer dan area asosiasi olfaktori. Kedua area ini merupakan tempat
membedakan persepsi bau dan memori yang berkaitan dengan pusat olfaktori di otak.

b. Sistem limfatik (amigdala dan septum) tempat sinyal olfaktori mengaktifkan emosi
dan perilaku yang berkaitan dengan bau yang memproyeksikan insting dan respon
stereoptik disebut feromon.

c. Pusat hipotalamik, pengatur makanan, respon otonom dan kontrol hormon terutama
hormon reproduksi.

d. Formasioretikular suatu pengatur atensi dan terjaga, sinyal ini dipancarkan secara tidak
langsung melalui sistim limbik dan korteks.

D. Lidah
Lidah adalah kumpulan otot rangka pada bagian lantai mulut yang dapat
membantu pencernaan makanan dengan mengunyah dan menelan. Lidah juga turut
membantu dalam tindakan bicara. Permukaan atas lidah penuh dengan tonjolan (papila).
Tonjolan itu dapat dikelompokkan menjadi tiga macam bentuk, yaitu bentuk benang,
bentuk dataran yang dikelilingi parit-parit, dan bentuk jamur. Tunas pengecap terdapat
pada parit-parit papila bentuk dataran, di bagian samping dari papila berbentuk jamur,
dan di permukaan papila berbentuk benang.(Sloane, 2004)
Besar lidah tersusun atas otot rangka yang terlekat pada tulang hyoideus, tulang
rahang bawah, dan processus styloideus di tulang pelipis. Terdapat dua jenis otot pada
lidah yaitu otot ekstrinsik dan intrinsic. Lidah memiliki permukaan yang kasar karena
adanya tonjolan yang disebut papila. Terdapat tiga jenis papila yaitu: (Sloane, 2004)
a. Papila filiformis berbentuk seperti benang halus.
b. Papila sirkumvalata berbentuk bulat, tersusun seperti huruf V di belakang
lidah.
c. Papila fungiformis berbentuk seperti jamur.

Tunas pengecap adalah bagian pengecap yang ada di pinggir papila, terdiri dari
dua sel yaitu sel penyokong dan sel pengecap. Sel pengecap berfungsi sebagai reseptor,
sedangkan sel penyokong berfungsi untuk menopang. Bagian-bagian lidah terdiri dari
bagian depan, pinggir, dan belakang. (Sloane, 2004)

a. Bagian depan lidah, fungsinya untuk mengecap rasa manis.

b. Bagian pinggir lidah, fungsinya untuk mengecap rasa asin dan asam.

c. Bagian belakang/pangkal, fungsinya untuk mengecap rasa pahit.

Lidah memiliki kelenjar ludah yang menghasilkan air ludah dan enzim amilase
(ptialin). Enzim ini berfungsi mengubah zat tepung (amilum) menjadi zat gula. Letak
kelenjar ludah yaitu kelenjar ludah atas terdapat di belakang telinga, dan kelenjar ludah
bawah terdapat di bagian bawah lidah.(Sloane, 2004)
E. Kulit
Kulit merupakan lapisan yang menutupi seluruh bagian tubuh dan melindungi
tubuh dari bahaya yang datang dari luar. Kulit tipis menutupi seluruh bagian tubuh
kecuali vola manus dan planta pedis yang merupakan kulit tebal. (Hoehn, 2013)
Reseptor merupakan percabangan akhir dendrit dari neuron sensorik. Beberapa
reseptor tersusun atas beberapa dendrit dan ada yang mengalami sel khusus. Jika reseptor
dirangsang, terjadi impuls sepanjang dendrit yang diteruskan ke sistem saraf pusat.
(Moriwaki, 2012)
Ada beberapa maca reseptor:
1. Korpuskula Paccini
Merupakan ujung saraf pada kulit yang peka terhadap rangsangan berupa tekanan atau
saraf perasa tekanan kuat.
2. Korpuskula Ruffini
Merupakan ujung saraf pada kulit yang peka terhadap rangsangan panas.
3. Korpuskula Meisner
Merupakan ujuang saraf perasa pada kulit yang peka terhadap sentuhan.
4. Korpuskula Krause
Merupakan ujung saraf perasa pada kulit yang peka terhadap rangsangan dingin.
5. Lempeng Merkel
Merupakan ujung perasa sentuhan dan tekanan ringan.
6. Ujung Saraf Tanpa Selaput
Merupakan ujung saraf perasa nyeri.

Lapisan kulit terbagi menjadi beberapa bagian yaitu: (Hoehn, 2013)


1. Epidermis
merupakan bagian kulit paling luar, melekat erat pada dermis karena secara fungsional
epidermis memperoleh zat makanan dan cairan antar sel dari plasma yang merembes
melalu dinding-dinding kapiler dermis ke dalam epidermis.
2. Dermis
Dermis merupakan komponen terbesar yang menyusun kulit dan membuat kulit memliki
kemampuan elastistas dan dapat direnggangkan. Dermis berfungsi untuk melindungi
tubuh, dan membantu proses regulasi suhu tubuh.
3. Subkutan
merupakan lapisan lemak (jaringan adiposa) sebagai tempat penyimpanan lemak,
berfungsi sebagai lapisan insulasi, dan berperan sebagai bantalan kulit.

III. Alat dan Bahan


Alat Bahan
Buku tes buta warna isihara Air es
Garpu tala Bawang merah
Jam/stopwatch Jambu
Kartu Snellen Kamfer
Penutup hidung Kapas
Penutup mata Kentang
Penutup telinga Larutan asam asetat 1%
Pipet tetes Larutan asam klorida 0,0009 N
Larutan kinin sulfat 0,1% dan 0,000008 M
Larutan natrium klorida 10% dan 0,01M
Larutan sukrosa 5% dan 0,01M
Minyak cengkeh
Minyak permen

IV. Prosedur Percobaan

4.1. Refleks Akomodasi

Pupil mata diukur di bawah sinar biasa dan sinar terang (alat yang
digunakan adalah senter). Perbedaan pupil mata di bawah sinar biasa dan sinar
terang diamati dan dicatat. Lalu, pupil mata kembali diukur pada saat objek dengan
jarak 5 meter dan 20 cm dilihat oleh mata.

4.2. Titik Dekat

Mata difokuskan pada objek dengan jarak 1 meter. Secara perlahan-


lahan objek didekatkan menuju mata sampai objek terlihat berganda. Lalu, objek
digerakkan menjauhi mata sampai objek tampak kembali menjadi objek tunggal.
Jarak ini disebut titik dekat untuk akomodasi.

4.3. Ketajaman Penglihatan

Uji ketajaman penglihatan dilakukan kepada pasien dengan bantuan


kartu Snellen. Pada kartu snellen terdapat baris huruf dengan ukuran berbeda,
pada sebelah kanan baris huruf terdapat nilai (skor) ketajaman penglihatan. Skor
ketajaman penglihatan dinyatakan sebagai V=d/D dengan d adalah jarak dimana
huruf dapat dilihat dengan jelas (dapat dibaca), sementara D adalah jarak dimana
huruf seharusnya dapat dibaca (mata normal).

4.4. Uji Buta Warna

Uji buta warna dilakukan dengan uji ishihara. Nomor atau gambar yang
terdapat dalam plat gambar ishihara dijawab dan dicatat oleh praktikan. Setiap
jawaban diberikan waktu tidak lebih dari 3 detik.

4.5. Pendengaran (Uji Ketulian)

Uji ketulian dilakukan dengan uji weber. Uji ini digunakan untuk melihat
perbedaan antara tuli konduktif dengan tuli perseptif (tuli sensori neural, tuli
saraf). Uji weber tidak dilakukan di ruangan yang sepi.
Sebuah garpu tala dipukulkan dengan frekuensi 512 cps pada lutut. Garpu
tala digigit di antara gigi dengan bibir terbuka. Suara yang terdengar pada orang
dengan pendengaran normal akan dilokalisir seakan dari posisi median. Suara
yang terdengar pada penderita tuli konduktif akan lebih jelas terdengar pada
telinga tersebut. Suara yang terdengar pada penderita tuli perseptif akan lebih
jelas terdengar pada telinga yang normal.

4.6. Distribusi Reseptor Kecap


Uji penentuan lokasi reseptor untuk empat jenis rasa pada lidah dilakukan
dengan digunakannya satu tetes dari larutan-larutan sebagai berikut:

- Larutan kinin sulfat 0,1%


- Larutan sukrosa 5%
- Larutan asam asetat 1%
- Larutan natrium klorida 10%

4.7. Nilai Ambang Rasa

Berdasarkan literatur, larutan-larutan di bawah ini adalah larutan yang


memiliki rasa pada nilai ambang rasa lidah (pada rata-rata orang)

- Pahit : kinin 0,000008 M

- Manis : sukrosa 0,01 M

- Asam : asam klorida 0,0009 M

- Asin : natrium klorida 0,01 M

Semua larutan dipanaskan pada suhu 37℃. Lalu, satu tetes larutan
diteteskan pada lidah yang bersih (lidah tidak digoyangkan sewaktu larutan
dicicipi). Uji kebenaran literatur ini dilakukan pada seluruh anggota kelompok.

4.8. Penciuman

Percobaan dilakukan oleh dua orang. Mata salah satu praktikan ditutup. Lalu,
kamfer diciumkan pada satu lubang hidungnya (lubang hidung yang lain ditutup)
dengan bantuan praktikan lainnya. Kamfer dicium terus-menerus. Waktu yang
diperlukan sampai praktikan tidak dapat lagi mendeteksi bau kamfer dicatat.
Waktu yang diperoleh adalah waktu adaptasi. Lalu, bau minyak permen dan
minyak cengkeh diciumkan kepada praktikan untuk dibedakan dan dikenali
baunya.

4.9. Peliput

Suatu daerah dengan luas sekitar 2cm yang terdiri dari 20 kotak digambarkan
pada bagian anterior dari lengan bawah dan pada telapak tangan (alat yang
digunakan adalah pulpen).
Di dalam daerah tersebut, dilakukan sentuhan perlahan dengan bulu sikat
paling sedikit pada 20 bagian. Diberikan tanda huruf S ketika dirasakan adanya
sensasi sentuh. S artinya terasa adanya sensasi sentuh.

Paku dipanaskan dalam air yang bersuhu sekitar 40℃ atau 50℃, kemudian
dikeringkan. Lokasi reseptor panas dicari seperti pada prosedur sebelumnya.
Diberikan tanda huruf P ketika dirasakan adanya sensasi panas.

Paku didinginkan dengan cara direndam dalam air es, kemudian dikeringkan.
Lokasi reseptor dingin dicari seperti pada prosedur sebelumnya. Diberikan tanda
huruf D ketika dirasakan adanya sensasi dingin.

Jarum disentuhkan pada daerah yang sama dengan prosedur sebelumnya.


Diberikan tanda huruf N ketika dirasakan adanya sensai nyeri.

Lokasi reseptor untuk setiap sensasi dijumlahkan, diamati, dan disimpulkan.

V. Data Pengamatan

5.1. Refleks Akomodasi

Tabel 1. Hasil pengamatan ukuran pupil pada berbagai stimulus

Hasil (mm)
Lebih kecil daripada saat tidak ada
Diameter pupil pada cahaya terang
cahaya
Lebih besar daripada saat ada cahaya
Diameter pupil pada cahaya biasa
terang

Gambar 1. Pupil Mata Mengecil


Gambar 2. Pupil Mata Membesar

5.2. Titik Dekat

Titik dekat adalah titik terdekat yang dapat dilihat mata secara jelas dengan mata
berakomodasi. Pada titik dekat ini lensa mata akan cembung maksimal. Umumnya
pada jarak 25-30 cm pada orang normal.

5.3. Ketajaman Penglihatan

Baris terkecil yang masih dapat dibaca pasien pada kartu Snellen adalah baris
ke-8, yang memiliki nilai visus sebesar 20/20. Hal ini menunjukan bahwa pasien
memiliki ketajaman mata yang normal karena jarak pasien dengan kertas snellen
tersebut sama besarnya dengan jarak maksimal terbacanya baris tersebut yaitu 20.
Sehingga nilai ketajaman pasien adalah 1 yang merupakan angka maksimal
ketajaman mata normal.

Gambar 3. Uji Snellen

5.4. Uji Buta Warna


Tabel 2. Hasil pengamatan uji ishihara

Piringan
Yang Jawaban Piringan Jawaban Praktikan
Diujikan
1 12 12
2 8 8
13 96 96
12 35 35
11 Terlacak Terlacak bergelombang
4 29 29
3 5 5

5.5. Uji Ketulian

Tabel 3. Hasil pengamatan arah getar garpu tala pada pasien

Keadaan Pasien Arah Getar Garputala


Kedua telinga tidak ditutup apapun Dari tengah
Telinga kanan disumbat Dari telinga kanan

Keadaan kedua telinga pasien dibiarkan terbuka menunjukan kondisi telinga


normal pasien. Kemudian saat garputala yang telah dipukulkan pada lutut digigit,
arah getaran garputala merambat di tengah. Adapun, saat telinga kanan pasien
disumbat menunjukan kondisi telinga pasien dalam keadaan tuli konduktif yaitu
kerusakan telinga yang terjadi di bagian luar hingga tengah telinga. Kemudian
ketika garputala yang telah dipukulkan pada lutut digigit, arah rambatan getarnya
dari kanan.

Gambar 4. Arah Rambat dari Tengah


Gambar 5. Arah Rambat Dari Kanan

5.6. Distribusi Reseptor Kecap

Tabel 4. Hasil pengamatan distribusi reseptor kecap

Bagian Lidah Rasa yang terkonsentrasi

Belakang Lidah Pahit

Ujung Lidah Manis

Di samping lidah depan Asam

Di samping lidah belakang Asin

Gambar 6. Distribusi Reseptor Kecap

5.7. Nilai Ambang Rasa

Nilai ambang rasa setiap orang berbeda-beda yang dapat disebabkan karena
faktor kebiasaan sehingga impuls saraf yang dikirimkan berbada mengakibatkan
aktivasi kelenjar neuron pengecap berbeda. Nilai ambang rasa adalah konsentrasi
minimum lidah dapat mengecap rasa. Sistem saraf yang berperan adalah saraf
kranial yang menghantar impuls rasa di lidah kemudian impuls diteruskan menuju
medulla oblongata masuk ke nucleus.

5.8. Penciuman

Tabel 5. Hasil pengamatan adaptasi penciuman

Perlakuan kepada Pasien Respon yang terjadi

Diberi kamper untuk dicium Pasien tidak dapat mencium kamper di


detik ke 16,94

Diberi larutan minyak permen untuk Pasien dapat mencium dan


diidentifikasi mengidentifikasinya

Waktu 16,94 yang tertera pada tabel merupakan waktu adaptasi penciuman
pasien untuk dapat terbiasa dengan bau tersebut, ditandai dengan tidak terciumnya
kamper oleh pasien pada detik tersebut. Hal tersebut merupakan respon hidung
untuk menurunkan kemampuannya dalam mengidentifikasi bau tersebut agar dapat
menerima dan merespon bau lain seperti bau minyak permen yang diberikan
selanjutnya.

Gambar 7. Pasien Menghirup Kamper


Gambar 8. Pasien Mencium dan

Mengidentifikasi Bau Minyak Permen

5.9. Distribusi Reseptor pada Kulit

Tabel 6. Hasil pengamatan distribusi reseptor pada kulit bagian lengan bawah

S-D-P-N S-D-N S-D-P-N S-D-P-N


S-D-N S-D-N S-D-P-N S-D-N
S-D-P-N S-D-P-N S-D-P-N S-D-P-N
S-D-N S-D S-P-N S-D-N
S-D-P S-D-P-N S-D-P-N S-D-P-N

Keterangan :

S = Sensasi Sentuhan

D = Sensasi Dingin

P = Sensasi Panas

N = Sensasi Nyeri

Jumlah Reseptor pada kulit lengan bawah

1. Sensasi Sentuhan (S) : 20


2. Sensai Panas (P) : 13
3. Sensai Dingin (D) : 19
4. Sensasi Nyeri (N) : 18

Tabel 7. Hasil pengamatan distribusi reseptor pada kulit bagian lengan bawah
D S S-D S-D-P-N
S-P D S-D-P D-P
S-D-P-N S-D-P-N S-D-P-N S-D-N
S-P-N S-D-N S-D-N D-N
S-P

Jumlah reseptor pada kulit telapak tangan

1. Sensasi Sentuhan (S) : 13


2. Sensasi Panas (P) :9
3. Sensasi Dingin (D) : 13
4. Sensasi Nyeri (N) :9

Dari hasil percobaan, reseptor pada kulit lengan bawah lebih banyak daripada
reseptor di telapak tangan.

Gambar 9. Pengujian Reseptor Sentuh

Gambar 10. Pengujian Reseptor DIngin


Gambar 11. Pengujuan Reseptor Panas

Gambar 12. Pengujian Reseptor Nyeri

VI. Pembahasan

Pada praktikum kali ini dilakukan percobaan mengenai sistem panca indera.
Percobaan pertama yaitu mengenai fisiologi indera penglihatan lalu indera pendengaran,
pengecapan, penciuman, dan yang terakhir sistem peliput. Percobaan kali ini bertujuan
untuk mengetahui fungsi organ-organ panca indra sebagai organ sensorik khusus dan
anatominya, apakah berfungsi dengan baik atau dengan kata lain adalah normal, atau
sebaliknya organ-organ panca indra tidak berfungsi dengan baik.

Percobaan pertama, yaitu Fisiologi indera penglihatan untuk menguji refleks


akomodasi, titik dekat, ketajaman penglihatan, dan uji buta warna.
Gambar 6.1 : Anatomi Mata

Mata merupakan indera penglihatan pada manusia. Mata dibentuk untuk


menerima rangsangan berkas-berkas cahaya pada retina selanjutnya dengan perantara
serabut-serabut nervus optikus, mengalihkan rangsangan ini ke pusat penglihatan pada
otak untuk ditafsirkan ( Evelyn, 2008).

Pada percobaan refleks akomodasi, diperlihatkan seseorang mengukur pupil


mata dan mengamati adanya perbedaan pupil mata di bawah sinar biasa dan sinar terang
(menggunakan lampu senter). Lalu, kembali mengukur pupil mata jika mata melihat
objek pada jarak 5 meter maupun 20 cm. Akomodasi adalah refleks yang terjadi pada
pupil, untuk menyesuaikan kekuatan lensa baik sumber cahaya dekat maupun cahaya
jauh dapat difokuskan di retina. Dengan adanya proses tersebut, titik jauh lebih dekat ke
mata. Ketika melihat benda dekat saraf parasimpatik yang bekerja, sedangkan ketika
melihat benda jauh saraf simpatik yang bekerja dengan bantuan otot radial (Guyton
1991).

Pemeriksaan refleks pupil atau refleks cahaya terdiri dari reaksi cahaya langsung
dan tidak langsung (konsensual). Refleks cahaya langsung maksudnya adalah
mengecilnya pupil (miosis) pada mata yang disinari cahaya. Sedangkan refleks cahaya
tidak langsung atau konsensual adalah mengecilnya pupil pada mata yang tidak disinari
cahaya. (Lumbantobing, 2006).

Pada percobaan refleks akomodasi, diamati perbedaan diameter pupil mata di


bawah sinar biasa dan sinar terang. Pupil adalah bagian mata yang berfungsi mengatur
cahaya yang masuk. Ukuran pupil mata pada saat berada dibawah sinar akan
menyesuaikan dengan cahaya yang diterima. Jika tidak terkena cahaya secara tiba-tiba
maka pupil akan mengecil secara lambat dan iris mendekat secara lambat. Iris akan
mendekat jika cahaya yang masuk terlalu terang, dan akan menjauh jika terlalu redup.
Pada saat pengamatan pupil dibawah sinar terang diameter pupil lebih kecil, sedangkan
pada saat dibawah sinar biasa diameter pupil lebih besar . Hal ini terjadi karena ketika
pemancaran sinar, pupil akan bereaksi dengan mengecil untuk membatasi cahaya yang
masuk ke mata, peristiwa ini juga disebut sebagai refleks pupus atau refleks pupil dimana
stimulusnya adalah cahaya. Fungsi reflex cahaya yaitu membantu mata untuk beradaptasi
secara cepat terhadap perubahan cahaya. Respon pupil terhadap cahaya yaitu:
1. Ketika cahaya terang – serabut parasimpatik saraf okulomotor – menstimulasi
otot sirkular untuk berkontraksi – kontraksi pupil.

2. Ketika cahaya redup – serabut simmpatik – menstimulasi otot radial untuk


berkontraksi – dilatasi pupil.

Beberapa faktor yang mempengaruhi refleks akomodasi antara lain:

 Radiasi Radiasi ultraviolet, radiasi gelombang mikro akan radiasi inframerah dapat
menimbulkan kekeruhan pada lensa serta melemahnya otot siliaris sehingga menurunkan
kemampuan akomodasi mata.
 Pengaruh umur Kemampuan akomodasi semakin menurun seiringan dengan bertam-
bahnya umur. Dengan pertambahan umur maka akan terbentuk serabut-serabut lamel
secara terus menerus sehingga lensa bertambah besar dan berkurang elas-tisitasnya. Hal
ini menyebabkan sifat kecembungan lensa semakin menurun pula. Penurunan
kecembungan lensa menyebabkan berkurangnya ketegangan pada zonula zin yang
diakibatkan oleh kontraksi otot siliar yang terdapat dibadan siliar semakin lemah.
Kontraksi otot siliar yang semakin lemah berarti kemam-puan akomodasi juga semakin
menurun. (Martuti, 1989)
 Metabolik Sistem metabolisme tubuh yang terganggu misalnya karena diabetes dapat
menyebabkan perubahan pada lensa dalam mekanisme aldose-reduktase dalam jangka
panjang akan menyebabkan kekeruhan pada lensa dan menurunkan kemampuan
akomodasi mata.
 Penyakit Jenis-jenis penyakit mata yang dapat menyebabkan menurunnya kemam-puan
akomodasi antara lain katarak dan glaukoma. Penyakit bukan dari jenis penyakit mata
yang dapat menurunkan kemampuan akomodasi adalah hi-pertensi. Mata yang
mengandung penyakit-penyakit tersebut bila dipakai tidak terlalu lama tidak akan
mempengaruhi kemampuan akomodasi mata. Bila mata yang mengandung penyakit
tersebut dipakai terlalu lama untuk melihat dekat maka kemampuan akomodasi menjadi
lemah. Akibatnya, melihat jadi berkurang sampai akhirnya kabur.

Selanjutnya pada percobaan titik dekat. Titik dekat merupakan titik terdekat yang
dapat dilihat mata secara jelas dengan mata berakomodasi kurang lebih 25 cm pada titik
dekat dengan mata yang cembung. Yang berperan dalam proses akomodasi penglihatan
adalah musculus .
Titik dekat pengihatan adalah jarak minimal dari mata dimana suatu benda dapat
terfokus dengan jelas dan dengan akomodasi maksimal. Umumnya, pada dewasa muda
titik dekat penglihatan berjarak sekitar 10 cm (Tortora, 2013). Bagian dari mata yang
berperan dalam proses akomodasi penglihatan adalah lensa mata. Lensa berperan penting
dalam membantu memfokuskan cahaya agar tepat jatuh di retina sehingga dihasilkan
penglihatan yang jelas.

Lensa mata dapat menerima cahaya dari pupil dan meneruskannya pada retina.
Ketika otot siliaris melemas, ligamentum suspensorium tegang dan menarik lensa,
sehingga lensa berbentuk gepeng dengan kekuatan refraksi. Sewaktu lensa kurang
mendapat tarikan dari ligamentum suspensorium, lensa mengambil bentuk yang lebih
sferis (bulat) karena elastisitas inherennya. Pada mata normal, otot siliaris melemas dan
lensa mendatar untuk penglihatan jauh, tetapi otot tersebut berkontraksi untuk
memungkinkan lensa menjadi lebih cembung dan lebih kuat untuk penglihatan dekat.

Penglihatan binokular dapat diartikan sebagai keadaan visual yang simultan yang
didapat dengan penggunaan yang terkoordinasi dari kedua mata sehingga bayangan yang
sedikit berbeda dan terpisah yang timbul di tiap-tiap mata dianggap sebagai satu
bayangan tunggal dengan proses fusi. Dengan demikian penglihatan binokular
menyiratkan fusi menggabungkan penglihatan dari kedua mata untuk membentuk suatu
persepsi tunggal. Fusi tersebut akan terpecah dan membiaskan persepsi tunggal saat
objek yang dipandang oleh mata berada terlalu dekat atau melebihi titik dekat mata.

Selanjutnya untuk percobaan ketajaman pengelihatan digunakan kartu snellen.


Kartu snellen adalah poster yang berfungsi untuk mendeteksi tajam penglihatan
seseorang. (Hartono 2007). Berhubung ada perbedaan antara sistem pengukuran yang
dipakai di Indonesia (juga sebagian besar negara lain di dunia) dan Amerika Serikat,
kartu snellen ini pun terdapat dalam dua versi angka. Yang satu dalam angka metrik dan
yang satu lagi dalam angka imperial.

Sukarelawan dapat membaca kartu Snellen baris 8 yang menunjukkan bahwa


kedua matanya memiliki penglihatan 20/20 artinya sukarelawan dapat membaca kartu
dengan jarak 20 kaki yang menunjukkan penglihatan yang normal. Hasil dari pengamatan
ketajaman penglihatan sukarelawan tajam.

Langkah - langkah pemeriksaan menggunakan kartu snellen:


 Meminta pasien duduk atau berdiri dengan jarak 5-6 meter atau 20 kaki dari katu
snellen
 Meminta pasien membaca atau menyebutkan huruf yang ada pada kartu snellen,
pembacaan dimulai dari huruf terbesar sampai ke huruf terkecil
 Jika ada kesalah pasien dalam membaca, mintalah untuk mengulanginya hingga 3 kali
 Jika masih salah,berarti pada baris tersebut ketajaman matanya sudah menurun. Dan
visus(ketajaman mata) dibaca dibaris terakhir pasien masih bisa menyebutkan seluruh
baris tersebut.
 Disetiap baris huruf, terdapat kode angka yang menjukkan beberapa meter huruf
sebesaritu oleh orang bermata normal masih bisa dibaca

Di kartu snellen terdapat baris huruf dengan ukuran berbeda. Di sebelah kanan adalah
nilai skor ketajaman penglihatan, dinyatakan sebagai berikut :

V= d/D

d = Jarak dimana huruf dapat dilihat dengan jelas (dapat dibaca)

D = Jarak dimana huruf seharusnya dapat dibaca (mata normal)

Gambar 6.2 : Kartu Snellen

Selanjutnya pada uji buta warna, diletakkan buku ishihara dengan jarak 75 cm
dari objek. Lalu diberikan jawaban nomor atau gambar apa yang terdapat dalam buku.
Dari hasil pengamatan sukarelawan dapat membaca atau menebak angka atau gambar
dengan benar pada setiap lembar buku Pada uji buta warna, terdapat beberapa isi buku
ishihara. Metode Ishihara adalah metode yang digunakan untuk mendeteksi gangguan
persepsi warna, berupa tabel warna khusus berupa lembaran pseudoisokromatik (plate)
yang disusun oleh titik-titik dengan kepadatan warna berbeda yang dapat dilihat dengan
mata normal, tapi tidak bisa dilihat oleh mata yang mengalami defisiensi sebagian warna
(Prasetya 2015).

Bagian mata yang mengidentifikasi warna adalah retina. Pada retina terdapat sel
batang yang berfungsi mengidentifikasi cahaya dan ada sel kerucut yang berperan pada
pengidentifikasian warna merah, hijau dan biru. Pada penderita buta warna parsial, sel
kerucut pada retina ada yang terganggu. Sedangkan pada buta warna total sel kerucut
pada retina sepenuhnya tidak berfungsi atau rusak. Orang yang mengalami buta warna
total sejak lahir hanya dapat melihat warna hitam, putih, dan abu-abu, karena mereka
tidak pernah mengetahui warna terlihat seperti apa, dan karena itu otak mereka tidak
memiliki memori atas warna apapun untuk membuat mimpi yang berwarna. Sedangkan
buta warna parsial tidak dapat melihat beberapa warna, misalnya buta warna merah hijau
(tidak dapat melihat warna merah dan hijau), buta warna biru- kuning (tidak dapat
melihat warna biru dan kuning).

Tes buta warna ishihara terdiri dari lembaran yang di dalamnya terdapat titik-titik
dengan berbagai warna dan ukuran. Titik berwarna tersebut disusun sehingga
membentuk lingkaran. Warna titik itu dibuat sedemikian rupa agar orang buta warna
tidak akan melihat perbedaan warna seperti yang dilihat oleh orang normal
(pseudoisochromaticism) (Rokhim, Ahmad. N., 2015).

Dengan demikian, praktikan berada dalam kondisi penglihatan yang normal


karena praktikan dapat membaca angka pada setiap plate-plate ishihara dengan benar.
Percobaan berikutnya mengenai fisiologi uji pendengaran atau uji ketulian.
Telinga merupakan alat penerima gelombang suara atau gelombang udara kemudian
gelombang mekanik ini diubah menjadi pulsa listrik dan diteruskan ke korteks
pendengaran melalui saraf pendengaran (Tortora, 2009). Dilakukan percobaan fisiologi
pendengaran dengan melakukan uji tuli menggunakan uji weber. Tujuan dilakukan
percobaan uji tuli untuk mengetahui adanya gangguan ketulian atau tidak dan dengan uji
weber ini untuk membandingkan hantaran tulang antara kedua telinga.

Gambar 6.3 : Anatomi Telinga

Uji weber dilakukan dengan cara pertama-tama dilakukan pemukulan garpu tala
dengan frekuensi 512 cps pada lutut, menggunakan garpu tala karena garpu tala dapat
memberikan skala pendengaran dari frekuensi rendah hingga tinggi yang akan
memudahkan survey kepekaan pendengaran (Kozier, 2010). Kemudian garpu tala digigit
diantara gigi dengan bibir terbuka. Pada orang yang memiliki pendengaran normal akan
melokalisir suara yang terdengar seakan dari posisi median, hal ini dikarenakan telinga
tengah masih bisa menerima suara dengan jelas, dengan pendengaran yang normal akan
mendengar suara yang seimbang pada kedua telinga atau suara terpusat di tengah (Arifin
Mutaqin, 2010).

Pada saat telinga sebelah kanan disumbat hasil arah rambatan berasal dari sebelah
kanan. Berdasarkan hasil percobaan tersebut menandakan bahwa kejadian tersebut
telinga mengalami tuli konduktif dimana suara tidak bisa masuk ke telinga bagian dalam
karena ada masalah pada saluran telinga, gendang telinga, maupun tulang-tulang
pendengaran di telinga bagian tengah. Pada tuli konduksi, telinga tidak dapat mendengar
karena gangguan pada penghantaran getaran suara.
Penderita tuli konduktif pada salah satu telinga akan mendengar lebih jelas pada
telinga tersebut, hal ini dikarenakan pada tuli konduktif tidak bisa mendengar suara yang
pelan namun pada suara yang lebih nyaring mungkin akan terdengar jelas, hal ini juga
dikarenakan ketika telinga satu ditutup, suara akan berkumpul dari tempat yang ditutup
karena adanya suara getaran sehingga perambatan tidak terjadi karena hanya berada di
satu tempat, pada penderita tuli konduktif biasanya terdapat gangguan di bagian telinga
tengah, selain itu faktor dari penderita tuli konduktif ini adanya kerusakan pada gendang
telinga (Kozier, 2010). Pada tuli perseptif pada salah satu telinga akan mendengar suara
lebih jelas pada telinga yang normal, karena pada tuli perseptif bisa diakibatkan dengan
kerusakan saraf sehingga tidak bisa menerima suara dari telinga yang bermasalah jadi
suara hanya akan terdengar jelas pada telinga normal, penyabab dari tuli perseptif ini
adanya kerusakan telinga bagian dalam dan gangguan pada jalur saraf antar telinga
bagian dalam dan otak (Kozier, 2010).

Tuli konduktif adalah gangguan dengar yang disebabkan kelainan di telinga


bagian luar dan/atau telinga bagian tengah, sedangkan saraf pendengarannya masih baik,
dapat terjadi pada orang dengan infeksi telinga tengah, infeksi telinga luar atau adanya
serumen di liang telinga. Sedangkan pada tuli perseptif kelainan terdapat pada koklea
nervus VIII atau pada pusat pendengaran (Soetirto, 2008).

Percobaan selanjutnya yaitu percobaan indera pengecapan (distribusi reseptor


kecap). Percobaan ini bertujuan untuk mengetahui lokasi reseptor kecap pada manusia
berdasarkan kepekaan terhadap rasa. Menurut literature, bagian yang paling sensitif dari
sel-sel kecap adalah makrovilli (rambut-rambut kecap), dimana terdapat 4 sensasi
pengecapan dasar untuk mengetahui lokasi reseptor (Tortora, 2013).

Gambar 6.4 : Peta lidah


Beberapa larutan digunakan untuk menentukan lokasi reseptor dan ditentukan
untuk empat jenis rasa pada lidah menggunakan larutan kinin sulfat 0,1 %, larutan
sukrosa 5 %, larutan asam asetat 1% dan larutan NaCl 10 %. Menurut teori ada 4
pengecap dasar yang digunakan untuk mengetahui lokasi reseptor, dimana pada bagian
ujung lidah lebih sensitif terhadap rasa manis, pada bagian tepi depan lidah lebih sensitif
terhadap rasa asin, bagian tepi belakang lidah lebih sensitif terhadap rasa asam dan pada
bagian pangkal lidah lebih sensitif terhadap rasa pahit. Maka pada percobaan ini, bagian
pangkal lidah akan sensitif terhadap larutan kinin sulfat 0,1 % karena memiliki rasa yang
pahit, bagian ujung lidah akan sensitif terhadap larutan sukrosa 5 % karena memiliki rasa
yang manis, bagian tepi belakang lidah akan sensitif terhadap larutan asam asetat 1%
karena memiliki rasa asam dan bagian tepi depan lidah akan sensitif terhadap larutan
NaCl 10 % karena memiliki rasa yang asin.

Percobaan selanjutnya yaitu dilakukan percobaan nilai ambang rasa. tujuan dari
percobaan nilai ambang rasa ini yaitu untuk menentukan nilai ambang rasa pada sampel.
Nilai ambang rasa adalah nilai maksimum dari suatu rangsangan untuk mendeteksi suatu
rasa sehingga dapat terasa oleh alat indera, kepekaan terhadap rasa bervariasi tergantung
dari substansi yang diuji, seperti pada ambang mutlak untuk deteksi rasa manis yaitu
dengan sukrosa 0,01 M, pada ambang mutlak untuk deteksi rasa pahit yaitu dengan kinin
0,000008 M, pada ambang mutlak untuk deteksi rasa asam yaitu dengan asam korida
0,0009 M, pada ambang mutlak untuk deteksi rasa asin yaitu dengan natrium klorida 0,01
M (Setyaningsih, 2010).

Pada percobaan ini pertama-tama dilakukan uji kebenaran data literature pada
anggota kelompok, kemudian dipanaskan semua larutan pada suhu 37o C tujuannya untuk
mempengaruhi kemampuan kuncup kecapan untuk menangkap rangsangan rasa.
Selanjutmya, diteteskan 1 tetes larutan pada lidah yang bersih (Sewaktu mencicipi, lidah
tidak digoyangkan) hal ini dikarenakan dapat berpengaruh pada penangkapan sinyal rasa.
Sensasi rasa pengecap timbul akibat deteksi zat kimia oleh reseptor khusus di ujung sel
pengecap (taste buds) yang terdapat di permukaan lidah dan pallatum molle, sel pengecap
tetap mengalami perubahan pada pertumbuhan, mati, dan regenerasi, proses ini
bergantung pada pengaruh saraf sensoris (Sunariani 2007). Setiap orang memiliki
ambang rasa berbeda karena adanya perbedaan pola impuls yang berbeda (impuls saraf)
dan adanya perbedaan kelompok neuron pengecap yang berbeda, selain itu juga menurut
Winarno (2004).
Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat kepekaan diantaranya, Suhu
kurang dari 20° atau lebih dari 30° akan mempengaruhi sensitivitas kuncup rasa (taste
bud). Suhu yang terlalu panas akan merusak sel-sel pada kuncup rasa sehingga
sensitivitas berkurang, namun keadaan ini cenderung berlangsung cepat karena sel yang
rusak akan cepat diperbaiki dalam beberapa hari. Suhu yang terlalu dingin akan membius
kuncup lidah sehingga sensitivitas berkurang (Jalmo, 2007). Usia mempengaruhi
sensitivitas reseptor perasa. Menurut Sunariani (2007), pada orang yang berusia lanjut
terdapat penurunan sensitivitas dalam merasakan rasa asin. Hal ini disebabkan pada
orang berusia lanjut karena berkurangnya jumlah papilla sirkumvalata seiring dengan
bertambahnya usia dan penurunan fungsi transmisi kuncup rasa pada lidah sehingga
mengurangi sensasi rasa (Jalmo,2007). jenis kelamin juga kemungkinan mempengaruhi
sensasi reseptor pengecap. Waktu sensasi pengecap antara wanita dan pria memiliki
perbedaan, namun perbedaan tersebut terlalu kecil, sehingga dapat disimpulkan bahwa
perbedaan jenis kelamin tidak berpengaruh terhadap sensitivitas reseptor perasa. Hal ini
juga dikarenakan secara anatomi lidah pria dan wanita tidak jauh berbeda, sehingga
sensitivitas juga tidak berbeda (Jalmo, 2007).

Percobaan selanjutnya dilakukan pengamatan mengenai fisiologi indera


penciuman. Proses penciuman adalah dimulai dari adanya sebuah bau dimana saat ketika
kita bernafas udara masuk kelubang hidung lalu disaring oleh rambut hidung dan jika ada
benda-benda asing atau debu maka akan menempel pada lendir atau selaput pada hidung
dan setelah itu akan melewati serabut saraf dan kemudian saraf pembau (sel olfactory)
yaitu sel reseptor untuk sensasi bau yang merupakan sel saraf dari sistem saraf pusat.
Saraf olfaktori berfungsi untuk penerima rangsang berupa bau dan berperan dalam proses
penciuman. Setelah informasi sampai ke otak, maka otak akan menterjemahkan bau apa
yang telah dicium oleh hidung dan dengan cepat akan memberikan respon pada hidung.
Fungsi utama penciuman yaitu mengenali dan mengidentifikasi bau yang berbeda
(Devere, 2017).

Percobaan ini dilakukan oleh dua orang, praktikan diharuskan menutup kedua
matanya kemudian salah satu lubang hidup ditutup dan diciumkan kamfer pada salah satu
lubang hidung yang tidak ditutup. Kemudian, kamfer dicium terus menerus sampai
praktikan tidak dapat mendeteksi bau kamfer. Pada percobaan ini waktu adaptasi yang
tercatat adalah sebesar 16,94 detik. Selanjutnya praktikan diharuskan mencium bau
minyak permen dan bau minyak cengkeh dengan kedua lubang hidung. Dari hasil
pengamatan, pada awal penciuman kamfer, praktikan dapat mendeteksi bau kamfer yang
menyengat. pada percobaan ini dapat disimpulkan bahwa bau kamfer yang sudah tak
tercium lagi terjadi karena kamfer sudah berikatan dengan reseptor penciuman, sehingga
sel olfaktori sudah beradaptasi dengan bau tersebut. Sehingga terkadang ketika
penciuman kita sudah beradaptasi, maka ketika ada bau yang masuk, bau tersebut tidak
sampai ke dalam reseptor. Namun pada percobaan ini, relawan masih dapat mencium bau
dari minyak permen. Hal ini terjadi karena reseptor belum benar benar beradaptasi
dengan bau kamfer.

Reseptor penciuman dapat beradaptasi dengan cepat, bila kita tinggal pada tempat
yang berbau setelah beberapa waktu bau tersebut tidak akan tercium lagi. Ini disebabkan
karena reseptor penghidu beradaptasi dengan bau. Reseptor penghidu berfungsi untuk
membantu pencernaan. Karena itu seseorang yang menderita flu maka penciumannya
terganggu dan nafsu makan akan berkurang (Nurhastuti dan Mega Iswari, 2018).

Pada percobaan terakhir dilakukan percobaan fisiologi peliput, tujuan dari


percobaan ini untuk menentukan kepekaan tubuh terhadap tekanan berbeda-beda pasa
satu tempat dengan tempat lainnya.

Gambar 6.5 : Bagian bagian kulit

Pertama pada bagian anterior dari lengan bawah dan pada telapak tangan
digambar suatu daerah dengan luas sekitar 2 Cm2 , yang terdiri dari 20 kotak. Kemudian
didalam daerah tersebut dilakukan sentuhan perlahan dengan bulu sikat paling sedikit
pada 20 tempat berbeda. Hasil yang didapatkan yaitu terdapat 20 sensasi sentuhan dari
20 kotak yang berbeda pada bagian lengan bawah, hal ini menandakan bahwa adanya
kepekaan sensasi kulit pada bagian lengan bawah. Sedangkan pada bagian telapak tangan
terdapat 13 sensasi sentuhan dari 20 kotak yang berbeda, hal ini menandakan bahwa
terdapat beberapa daerah atau bagian dari telapak tangan yang bisa merasakan kepekaan
sensasi kulit. Dari hasil percobaan menandakan bahwa bagian telapak tangan lebih
banyak daerah yang kebal dibandingkan dengan daerah lengan bawah, dikarenakan
bagian telapak tangan memiliki beberapa kulit yang tebal maka semakin tebal kulit akan
semakin kebal sensasi sentuhan yang dirasakan, sedangkan pada bagian lengan bawah
terasa lebih sensitif untuk sensasi sentuhannya dikarenakan daerah lengan bawah
mendekati pembuluh darah. Selain itu pada sensasi sentuhan ini terdapat reseptor yang
menghantarkan sensasi sentuhan, yaitu Korpuskula Meissner yang merupakan kapsul
jaringan ikat tipis yang menyatu dengan perinarium saraf yang menyuplai setiap
korpuskel. Beberapa sel saraf menyuplai setiap korpuskel dan serat saraf ini mempunyai
banyak cabang mulai dari yang mengandung mielin maupun yang tak mengandung
mielin, korpuskulus ini peka terhadap sentuhan dan memungkinkan
deskriminasi/pembedaan dau titik (mampu membedakan rangsang dua titik yang
letaknya berdekatan) (Setiadi, 2008).

Selanjutnya, dilakukan pemanasan paku dalam air yang bersuhu sekitar 40 o C


atau 50o C, kemudian dikeringkan, dan dicari lokasi panas pada area telapak tangan dan
lengan bawah yang sudah diberi kotak, hasil yang didapatkan yaitu:terdapat 13 sensasi
panas dari 20 kotak yang berbeda pada bagian lengan bawah, hal ini menandakan bahwa
adanya kepekaan sensasi panas pada kulit di beberapa daerah lengan bawah. Sedangkan
pada bagian telapak tangan terdapat 9 sensasi panas dari 20 kotak yang berbeda, hal ini
menandakan bahwa adanya kepekaaan sensasi panas pada kulit di beberapa daerah
telapak tangan. Pada percobaan dengan sensasi panas pun hasilnya lebih banyak terasa
pada bagian lengan bawah, hal ini dikarenakan bagian lengan bawah dekat dengan
pembuluh darah sehingga lebih sensitif, sedangkan pada bagian telapak tangan lebih
kebal karena kulitnya lebih tebal. Sensasi panas ini dapat dirasakan karena adanya
reseptor Korpuskula Ruffini sebagai reseptor panas, korpuskula ini terangsang oleh
regangan atau kontraksi otot yang bersangkutan juga untuk menerima rangsangan panas
(Setiadi, 2008).

Selanjutnya, didinginkan paku dengan cara direndam dalam air es kemudian


dikeringkan, dicari lokasi reseptor dingin pada area telapak tangan dan lengan bawah
yang sudah diberi kotak, hasil yang didapatkan yaitu: terdapat 19 sensasi dingin dari 20
kotak yang berbeda pada bagian lengan bawah, hal ini menandakan bahwa adanya
kepekaan sensasi dingin pada kulit di beberapa daerah lengan bawah. Sedangkan pada
bagian telapak tangan terdapat 13 sensasi dingin dari 20 kotak yang berbeda, hal ini
menandakan bahwa adanya kepekaan sensasi dingin pada kulit di beberapa daerah
telapak tangan. Pada percobaan dengan sensasi dingin pun hasilnya lebih banyak terasa
pada bagian lengan bawah, hal ini dikarenakan bagian lengan bawah dekat dengan
pembuluh darah sehingga lebih sensitif, sedangkan pada bagian telapak tangan lebih
kebal karena kulitnya lebih tebal. Sensasi dingin ini dapat dirasakan karena adanya
reseptor Korpuskula Krause sebagai reseptor dingin, didalam korpuskulus serat yang
bermielin kehilangan mielin dan cabangnya tetapi diselubungi dengan sel schwan,
korpuskel ini jumlahnya semakin berkurang dengan bertambahnya usia, korpuskel ini
berguna sebagai mekanoreseptor yang peka terhadap dingin (Setiadi, 2008).

Selanjutnya dilakukan percobaan dengan menggunakan jarum yang ditekan atau


disentuhkan pada bagian lengan bawah dan telapak tangan yang telah diberi kotak, hasil
yang didapatkan yaitu: terdapat 18 sensasi nyeri dari 20 kotak yang berbeda pada bagian
lengan bawah, hal ini menandakan bahwa adanya kepekaan sensasi nyeri pada kulit di
beberapa daerah lengan bawah. Sedangkan pada bagian telapak tangan terdapat 9 sensasi
dingin dari 20 kotak yang berbeda, hal ini menandakan bahwa adanya kepekaan sensasi
nyeri pada kulit di beberapa daerah telapak tangan. Pada percobaan sensasi nyeri pun
didapatkan hasil yang lebih sensitif yaitu bagian lengan bawah karena dekat dengan
pembuluh darah, sedangkan pada telapak tangan memiliki kulit yang tebal sehingga lebih
kebal terhadap sensasi nyeri. Sensasi nyeri ini dapat dirasakan karena terdapat reseptor
Korpuskula Pacini sebagai reseptor nyeri atau tekanan . Rasa nyeri disebabkan karena
tekanan yang dalam dan rasa yang berat dari suatu benda, misalnya mengenai suatu otot
dan tulang atau sendi. (Setiadi, 2008). Pada percobaan fisiologi peliput ini didapatkan
sensasi yang berbeda-beda mulai dari sentuhan, panas, dingin, dan nyeri. Menurut
(Setiadi, 2008) Hal ini dikarenakan kulit dapat merasakan sentuhan, panas, dingin, nyeri
dari jaringan subkutan, dan ditransmisikan melalui saraf sensoris ke medulla spinalis atau
otak, juga rasa sentuhan yang disebabkan oleh rangsangan pada ujung saraf didalam kulit
berbeda-beda menurut ujung saraf yang dirangsang.
VII. Kesimpulan
7.1 Alat indera merupakan alat pada tubuh yang dapat menangkap rangsangan karena
terdapat ujung saraf sensorik di dalamnya. Sistem saraf menerima, menghantarkan,
menginterpretasi, dan memberi respon terhadap rangsangan tersebut. Dengan
demikian, alat indera dan sistem saraf merupakan satu kesatuan dari sistem
koordinasi yang memiliki hubungan sangat erat baik dalam segi anatomi maupun
fisiologi.
7.2 Ukuran pupil mata dipengaruhi oleh stimulus cahaya. Ketika cahaya terang,
diameter pupil mengecil. Ketika cahaya redup diameter pupil membesar. Titik dekat
adalah jarak terdekat untuk melihat benda secara jelas. Umumnya berjarak sekitar
10cm. Ketajaman penglihatan normal manusia dalam ukuran bagan Snellen adalah
20/20 kaki atau 6/6 meter. Bagian mata yang berperan dalam mengidentifikasikan
warna adalah retina. Penderita buta warna parsial tidak dapat membedakan warna
merah, hijau, dan biru. Penderita buta warna total hanya dapat melihat warna hitam
dan putih. Pada uji weber, orang dengan pendengaran normal mendengar suara yang
berasal dari median, sementara penderita tuli konduktif (salah satu telinga disumbat)
mendengar suara yang berasal dari telinga yang disumbat. Reseptor rasa pahit
terdapat pada pangkal lidah, reseptor rasa manis terdapat pada ujung lidah, reseptor
asam terdapat pada bagian pinggir depan lidah, dan reseptor asin terdapat pada
bagian pinggir tengah lidah. Nilai ambang rasa setiap orang berbeda-beda tergantung
dari pola hidup, kebiasaan, dan kecenderungan selera. Waktu adaptasi sampai
praktikan tidak dapat lagi mencium bau kamfer adalah 19,94 detik. Jumlah reseptor
kulit pada lengan bagian bawah lebih banyak daripada jumlah reseptor kulit pada
telapak tangan.
Daftar Pustaka

Amerman, Erin C. 2016. Human Anatomy & Physiology. USA: Pearson Education.

Arif, Mutaqin. 2010. Pengkajian Keperawatan: Aplikasi pada Praktik Klinik. Jakarta: Salemba

Medika.

Coad, Jane. 2001. Anatomy and Physiology For midwives. London: Mosby .

Devere R. 2017. Disorders of Taste and Smell. Contin Lifelong Learn Neurol. New York:

Demos Health.

Evelyn, CPearce. 2008. Anatomi dan Fisiologi untuk Para Medis. Jakarta: PT Gramedia.

Guyton, AC. 1991. Fisiologi Kedokteran II, Diterjemahkan oleh Adji Dharma. Jakarta: EGC

Buku Kedokteran.

Hartono, Y.R.H, Utomo PT, Hernowo AS. 2007. Refraksi dalam: Ilmu Penyakit Mata.

Suhardjo, Hartono (eds). Yogyakarta: Bagian Ilmu Penyakit Mata FK UGM; 185-7.

Hoehn, Katja. 2013. Human Anatomy & Physiology Ninth Edition. USA: Pearson Education.

Iswari, Mega dan Nurhastuti, Nurhastuti. 2018. Anatomi, Fisiologi dan Genetik. Kuningan:

Goresan Pena.

Jalmo, Tri. 2007. Buku Ajar Fisiologi Hewan. Bandar Lampung: Universitas Lampung.

Kozier, Erb. 2010. Buku Ajar Fundamental Keperawatan (Konsep, Proses, & Praktek).

Jakarta: EGC.

Lumbantobing, S.M. 2006. Neurologi klinis. Jakarta: FKUI.

Mertuti,DP. 1989. Pengaruh Akomodasi Terhadap Kelainan Refraksi. Surabaya:

Aros.

Moriwaki, K.2012. Anatomi dan Fisiologi Manusia. Jakarta: EGC.

Purnamasari, Prasetya. (2015). Tes Buta Warna Metode Ishihara. Semarang: Teknik

Informatika dan Komputer - Jurusan Teknik Elektro, Fakultas Teknik, Universitas


Negeri Semarang.

Rokhim, Ahmad N. 2015. Mengenal Tes Buta Warna. Yogyakarta: Rona Publishing.

Tortora, G.J., dan Derrickson, B.H. 2009. Principles of Anatomy and Physiology. 12th ed. Asia:

John Wiley and Sons, Inc: 620-628.

Tortora, G.J., dan Derrickson, B.H. 2013. Principles of Anatomy and Physiology. 12th ed. Asia:

John Wiley and Sons, Inc: 620-628.

Setiadi. 2008. Anatomi dan Fisiologi Manusia. Yogyakarta: Graha Ilmu.

Setyaningsih. Dwi. 2010. Analisis Sensori untuk Industri Pangan dan Agro. Bogor: IPB Press.

Shier, David, and Jackie Butler, Ricki Lewis. 2015. Hole’s Human Anatomy & Physiology

Fourteenth Edition. The Mc. Graw Hill Companies, Inc.All.

Sloane, Ethel. 2003. Anatomi dan Fisiologi untuk Pemula. Jakarta: EGC.

Sloane, Ethel. 2004. Anatomi Fisiologi Untuk Pemula Alih Bahasa James Veldman. Jakarta:

Penerbit Buku Kedokteran EGC.

Soetirto I, Hendarmin H,Bashiruddin J. 2008. Gangguan Pendengaran (Tuli). Dalam: Soepardi

EA, Iskandar N. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala &

Leher. Edisi ke-6. Jakarta: Balai Penerbit FK UI.

Syaifuddin. 2006. Anatomi Fisiologi Untuk Mahasiswa Keperawatan. Jakarta: EGC.

Sunariani, jenny, yulianti, dan B, Aflah. 2007. Perbedaan Pengecap Raga Asin Antara Usia
Sulur dan Usia Lanjut. Makalah ilmu faal Indonesia 6(3): 182-191.

Wibowo, Danil. 2008. Anatomi Tubuh Manusia. Jakarta: Penerbit PT Gramedia Widiasarana

Indonesia.

Winarno, F.G. 2004. Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.

Anda mungkin juga menyukai