Anda di halaman 1dari 50

LBM 3

STEP 7

1. Mengapa pasien merasakan nyeri dada sebelah kiri seperti tertekan dijalarkan ke
epigastrium ?
Jawab :
Chest pain adalah salah satu alasan utama pasien datang ke unit gawat darurat. Chest pain ini
dapat disebabkan oleh berbagai penyebab bisa jantung (cardiac) dan bukan jantung (non
cardiac). Di unit gawat darurat proporsi terbanyak penyebab chest pain adalah cardiac
sebanyak 45% dan diikuti penyebab noncardiac seperti muskuloskletal 14% dan psychiatric
8% (Erhardt et al, 2002). Dari penyebab cardiac tersebut insiden terbanyak (15%-25%) dari
penyebab chest pain adalah Acute Coronary Sydrome (Erhardt et al, 2002; Sabatine &
Cannon, 2010). Acute coronary syndrome (ACS) adalah kegawatan penyakit jantung yang
bersifat progresif mencangkup ST-segment elevation myocardial infaction (STEMI) dan non-
St-segment elevation myocardial infarction (NSTEMI) dan unstable angina. Chest pain pada
ACS ini karena rupturenya plak arterosklerosis dan terdapatnya trombus pada arteri
koroner baik komplit maupun partial. Kedaan ini akan menyebabkan gangguan
pengangkutan oksigen terutama di area jantung sehingga terjadi penurunan perfusi arteri
koroner yang berakibat terjadinya iskemik bahkan sampai kematian sel jantung atau
infark apabila terjadi blok atau trombus total. Dari fenomena tersebut pasien akan
mengalami nyeri dada (chest pain) yang menetap atau mungkin bisa hilang pada saat
istirahat (Metcalfe, 2012; Finamore et al, 2013).

Sumber : Dewi Rachmawati . 2017. PEMBERIAN TERAPI OKSIGEN PADA PASIEN


ACUTE CORONARY SYNDROME DENGAN CHEST PAIN DI INSTALASI GAWAT
DARURAT. Jurnal Ilmiah Kesehatan Keperawatan. Vol. 13 No. 2, Oktober 2017

Innervasi nyeri dada


Nyeri dada yang terjadi akibat kerusakan (nekrosis) otot jantung akibat aliran darah ke otot
jantung terganggu. Rasa nyeri pada IMA terjadi karena rangsang kimiawi atau mekanik pada
ujung reseptor saraf. Rangsang ini melalui serabut aferen simpatis ke ganglion simpatis,
radiks posterior menuju medula spinalis Th1 – 5. Di sini impuls aferen simpatis bertemu
dengan impuls somatik struktur thoraks. Hal ini merupakan dasar terjadinya cardiac referred
pain. Impuls berjalan melalui traktus spinotalamikus ke talamus, dan menuju kortex serebri
sehingga terdapat sensasi rasa sakit.

Jantung mula-mula tumbuh di bagian leher dan dada bagian atas  serabut nyeri viseral
untuk jantung naik sepanjang saraf sensorik simpatis  medulla spinalis antara segmen C3
dan T5. Rasa nyeri dari jantung dialihkan ke bagian leher, dengan melewati bahu dan
dialihkan ke bagian epigastrium otot pektoralis  turun ke lengan dan ke dalam daerah
substernal bagian atas dada. Ini semua adalah daerah permukaan tubuh yang mengirimkan
serabut saraf somatosensorik ke segmen C3-T5 medula spinalis Paling sering rasa nyeri
timbul pada sisi kiri daripada sisi kanan karena pada penyakit jantung koroner, sisi kiri
jantung jauh lebih sering terkena daripada sisi kanan.

DD nyeri dada berdasarkan organ ! (cardiac dan non cardiac).

Jawab :
PENYEBAB KARDIAK NYERI DADA AKUT

Penyebab kardiak nyeri dada akut meliputi keadaan iskemik dan noniskemik
(Tabel-1). Penyebab iskemik meliputi :

- Penyakit jantung coroner


- Stenosis aorta
- Spasme arteri coroner
- Kardiomiopati hipertrofi.

Penyebab noniskemik meliputi :

- Pericarditis
- Diseksi aorta
- Aneurisma aorta
- Prolaps katup mitral
Mengetahui adanya faktor risiko penyakit jantung seperti :

- Hipertensi
- Diabetes
- Hiperdislipidemia
- Merokok
- Riwayat keluarga sangatlah penting dalam melakukan anamnesis pasien dengan
nyeri dada akut (braunwald et al., 2001).

A. PENYAKIT JANTUNG KORONER

Penyakit jantung koroner dapat diklasifikasikan menjadi :

- Penyakit jantung koroner kronis


- Sindroma koroner akut
- Kematian mendadak

Klinis penyakit jantung koroner bermacam-macam, mulai dari asimptomatik sampai fatal
(Carmel et al., 2009).

- Angina Pektoris
Angina pektoris merupakan nyeri dada kardiak yang disebabkan oleh insufisiensi
pasokan oksigen miokardium (Cristina et al., 2010). Pasien seringkali mengemukakan
rasa ditekan beban berat atau diremas yang timbul setelah aktivitas atau stress
emosional. Gejala penyerta meliputi diaforesis, mual, muntah, dan kelemahan. Nyeri
dada dan diaforesis merupakan 2 gejala paling umum dari infark miokard (Dharmarajan
et al., 2003). Tanda Levine, di mana pasien me- letakkan kepalan tangannya di atas
sternum ketika mencoba untuk menggambarkan nyeri dadanya juga merupakan salah satu
tanda nyeri iskemik (Gillick, 2000; Horne et al., 2000).
- Sindroma Koroner Akut
Merupakan terminologi yang dipakai untuk meng- gambarkan hasil akhir dari iskhemia
miokard akut. Sindroma koroner akut terdiri dari :
a. Angina pektoris tidak stabil
b. Non-st segment elevation myocardial infarction (nstemi)
c. St elevation myocardial infarction (stemi).

Sindroma koroner akut dapat mengancam nyawa, oleh karena itu diagnosis dan
penatalaksanaan yang efektif sangat dibutuhkan (Carmel et al., 2009).

Gejala awal dan lokasi infark miokard berkorelasi dengan pembuluh darah koroner yang
tersumbat (Kiyici et al., 2001). Nyeri dada merupakan gejala paling umum tanpa
bergantung pada lokasi infark. Ada 3 lokasi infark antara lain :

a. Anterior : Infark anterior sering me- nimbulkan sesak nafas karena gangguan
ventrikel kiri.
b. Lateral : Infark lateral sering me- nimbulkan nyeri lengan kiri (Braunwald et al.,
2001).
c. Inferior : Infark inferior sering me- nimbulkan mual, muntah, diaforesis, dan
cegukan. Nervus vagus mempunyai peran menimbulkan mual dan muntah pada
pasien infark inferior.
B. STENOSIS AORTA
Penyebab stenosis aorta meliputi katup bikuspid kongenital, sklerosis aorta, demam rematik
(Lange dan Hillis, 2001). Penyakit jantung koroner seringkali ada bersamaan dengan
sklerosis aorta. Nyeri dada aorta stenosis bergantung pada aktivitas. Tanda dan gejala dari
gagal jantung juga dapat dijumpai. Sinkop merupakan gejala lanjutan dan berhubungan
dengan aktivitas. Pada pemeriksaan fisik dijumpai murmur ejeksi sistolik yang paling jelas
didengar di ruang antar iga kedua kanan yang menjalar ke karotis (Carmel et al., 2009).
Splitting paradoks bunyi jantung kedua juga dapat dijumpai pada stenosis aorta. Pola
kenaikan denyut karotis terlambat dan beramplitudo rendah. Tanda lainnya adalah adanya
kuat angkat (heaving) pada apeks jantung dan thrill pada ruang antar iga kedua kanan
(Braunwald et al., 2001).

C. KARDIOMIOPATI HIPERTROFI

Hipertrofi septum interventrikel pada kardiomiopati hipertrofi menyebabkan obstruksi aliran


ventrikel kiri. Gejala paling umum kardiomiopati hipertrofi adalah dispnea dan nyeri dada.
Berkurangnya pengisian ventrikel kiri yang dikenal sebagai disfungsi diastolik
menyebabkan dispnea (Lange dan Hillis, 2001). Sinkope juga sering dijumpai dan
dipengaruhi aktivitas. Pada pemeriksaan fisik dijumpai murmur sistolik yang bertambah
keras pada Valsalva maneuver , bunyi jantung (S4), denyut karotis bifid, dan denyut triple
apikal karena adanya S4 dan celah tekanan midsistolik. Nyeri dada pada kardiomiopati
hipertrofi menyerupai angina (Braunwald et al., 2001).

D. VASOSPASME KORONER

Angina Prinzmetal atau variant angina disebabkan vasospasme koroner. Penyakit ini lebih
sering dijumpai pada wanita di bawah 50 tahun dan biasanya terjadi pagi hari, saat baru
bangun tidur. Pasien mengalami nyeri dada iskemik berulang yang berbeda dari angina
tipikal karena dirasakan pada saat istirahat. Spasme koroner dapat terlihat jelas pada
angiografi (Braunwald et al., 2001).

Ketika pasien risiko rendah atau tanpa risiko atherosklerosis mengalami nyeri dada
nontraumatik, pemeriksa harus mencurigai adanya konsumsi kokain. Kokain dapat memincu
vasokonstriksi arteri koroner dan risiko terjadinya infark miokard bergantung dari jumlah
konsumsinya. Infark miokard atau iskhemia miokard akibat kokain biasa- nya terjadi dalam 1
jam setelah konsumsi (Braunwald et al., 2001).

E. DISEKSI AORTA

Pasien diseksi aorta biasanya menge- luh nyeri dada hebat akut anterior menjalar ke
belakang atas. Marfan syndrome me- rupakan salah satu penyebab diseksi aneurisma aorta
(Lange dan Hillis, 2001). Hipertensi sering dijumpai dan merupakan faktor risiko. Diseksi
tipe A terjadi pada aorta asendens, sedangkan tipe B terjadi pada distal arteri subklavia
sinistra. Pemeriksaan fisik menunjukkan adanya murmur insufisiensi aorta. Intensitas
denyut arteri radialis dapat berbeda-beda (Carmel et al., 2009).

F. PERIKARDITIS

Perikarditis bisa disebabkan oleh infeksi virus, tuberkulosis, penyakit autoimun,


kegananasan, uremia, radiasi, dan setelah infark miokard (Sindrom Dressler) (Mia et al.,
2010). Cocksackie dan echovirus merupakan penyebab tersering. Nyeri dada perikarditis
menyerupai nyeri dada pleura. Nyeri biasanya berkurang apabila pasien duduk dan
condong ke depan dan biasanya bertambah bila pasien terlentang. Demam merupakan
gejala penyerta umum. Friction rub adalah tanda utama adanya perikarditis (Braunwald et
al., 2001).

G. PROLAPS KATUP MITRAL

Nyeri dada pasien prolaps katup mitral bersifat tajam di apeks. Gejala penyerta lain meliputi
dispnea, lelah, dan palpitasi. Pasien akan merasakan nyeri berkurang ketika terlentang.
Pemeriksaan fisik me- nunjukkan adanya murmur sistolik akhir di- dahului klik midsistolik
yang jelas terdengar di apeks (McGinnis dan Foege, 1993). Murmur bertambah keras bila
pasien berdiri. Kebanyakan pasien prolaps katup mitral adalah wanita kurus (Braunwald et
al., 2001).

PENYEBAB NON KARDIAK NYERI DADA AKUT


Nyeri dada non kardiak akut sering dijumpai pada populasi umum. Suatu
penelitian di Cina meneliti nyeri dada dari 2.209 penduduk. Hasil penelitian
menunjuk- kan nyeri dada terjadi pada 20,6% penduduk, dan 68% di antaranya
merupakan nyeri dada akut nonkardiak (Michael et al., 1994). Lebih dari setengah
pasien dengan nyeri dada nonkardiak merasa tidak yakin bahwa nyeri dada mereka
bukan berasal dari jantung. Selain itu kecemasan dari pasien ini seringkali melebihi
pasien dengan nyeri dada akut kardiak (Owens, 1986).

A. PENYEBAB GASTROESOFAGEAL NYERI DADA

Menurut Fruergaard et al., penyakit gastroesofageal merupakan penyebab nyeri dada


nonkardiak tersering, mencapai 42%. Penyakit gastroesofageal yang mengakibat- kan nyeri
dada akut meliputi perforasi esofagus, spasme esofagus, esofagitis reflux, ulkus peptikum,
pankreatitis, dan kolesistitis (Owens, 1986).

1) Kelainan Esofagus

Perforasi esofagus bisa disebabkan oleh pemakaian instrumen secara iatrogenik, muntah
hebat, dan penyakit esofagus (contoh: esofagitis atau neoplasma). Erosi esofagus yang terjadi
pada saat endoskopi mencapai 10-70% dari pasien nyeri dada nonkardiak. Pasien perforasi
esofagus me- ngeluhkan nyeri hebat, mendadak, dan terus menerus dari leher sampai
epigastrium yang diperberat dengan menelan. Pemeriksaan fisik menunjukkan adanya
pembengkakan leher dan emfisema subkutan yang jelas di- rasakan sebagai krepitasi. Hal ini
disebabkan oleh udara yang merembes ke mediastinum dan jaringan sekeliling. Efusi pleura
juga dapat ditemukan (Braunwald et al., 2001).

Spasme esofagus sering sulit dibeda- kan dengan nyeri dada iskemik kardiak karena nyeri ini
juga hilang atau berkurang dengan pemberian nitrat. Namun nyeri dada spasme esofagus
tidak dipengaruhi oleh aktivitas. Menelan makanan dingin atau hangat dapat memicu
terjadinya spasme (Owens, 1986).

Esofagitis reflux merupakan penyebab utama dari nyeri dada nonkardiak yang berasal dari
esofagus (Horne et al., 2000). Penyakit ini sering digambarkan sebagai sensasi terbakar,
suatu gejala yang diasosiasikan sebagai heartburn atau pyrosis. Pyrosis dipicu dengan
berbaring dan memburuk setelah makan. Gejala penyerta lain meliputi batuk kronis dan
disfagia. Pasien juga mengeluhkan adanya rasa getir di mulut yang merupakan isi lambung
(Owens, 1986).

Esofagitis juga berkaitan degan infeksi seperti Candida albicans. Anamnesis riwayat infeksi
HIV atau kemoterapi meningkatkan asumsi ke arah esofagitis Candida (Braunwald et al.,
2001). Trush dapat tidak atau terlihat pada pemeriksaan fisik. Trush terjadi pada selaput
mukosa pipi bagian dalam, lidah, palatum mole dan permukaan rongga mulut yang lain dan
tampak sebagai bercak-bercak (pseudomembran) putih cokelat muda kelabu yang sebagian
besar terdiri atas pesudomiselium dan epitel yang terkelupas, dan hanya terdapat erosi
minimal pada selaput. Pasien juga mengeluhkan adanya nyeri menelan (odynophagia)
(Owens, 1986).

Penyebab lain esofagitis meliputi be- berapa obat seperti anti inflamasi nonsteroid dan
alendronate. Sebenarnya semua pil dapat memicu terjadinya esofagitis bila tidak disertai air
yang cukup, namun alendronate mendapatkan perhatian khusus. Alendronate sebaiknya
diminum dengan 150-250 cc air dengan berdiri (Rajni, 2009). Esofagitis karena zat kimia
yang disebabkan tertelannya zat kaustik juga patut dipertimbangkan sebagai salah satu
penyebab (Braunwald et al., 2001).

2) Kondisi Abdomen Atas

Kondisi abdomen atas meliputi kolesistitis, pankreatitis akut, dan perforasi ulkus peptikum
dapat menyerupai tanda dan gejala infark atau iskhemia miokard inferior. Kondisi abdomen
atas patut dipertimbang- kan sebagai salah satu penyebab nyeri dada bawah. Tanda Murphy,
yang merupakan tanda kolesistitis akut, dapat diperlihatkan dengan menginstruksikan pasien
menarik nafas dalam sementara dokter melakukan palpasi daerah subkosta kanan.
Terhentinya inspirasi karena nyeri merupakan hasil positif tanda Murphy. Pankreatitis akut
menyebab- kan nyeri terus menerus di daerah epigastrium. Riwayat alkoholik, kolelitiasis,
dan hipertrigliseridemia meningkatkan kecurigaan pankreatitis akut. Pasien perforasi ulkus
peptikum umumnya menderita nyeri epigastrium hebat. Tanda-tanda peritonitis, seperti perut
keras seperti papan, dapat segera ditemukan pada pasien perforasi ulkus peptikum
(Braunwald et al., 2001).

B. PENYEBAB PULMONAL NYERI DADA

Nyeri dada yang sering berkaitan dengan penyakit paru mempunyai sifat nyeri pleura.
Terminologi nyeri pleura meng- implikasikan nyeri yang berubah-ubah sesuai dengan siklus
pernapasan (bertambah ketika inspirasi dan berkurang ketika ekspirasi). Nyeri pleura
bersifat tajam dan unilateral. Pleuritis merupakan penyebab klasik yang menimbulkan nyeri
pleura. Pleuritis disebab- kan oleh inflamasi pleura akut. Pleuritis umumnya disebabkan oleh
infeksi saluran nafas bawah. Penyebab lain pleuritis adalah penyakit autoimun. Nyeri
bersifat tajam dan bertambah ketika batuk, menarik nafas dalam, atau bergerak. Pleural
friction rub biasanya terdengar dengan auskultasi. Penyebab paru lain adalah pneumothoraks
spontan, emboli paru, pneumonitis, bronkitis, dan neoplasma intratorakal (Braunwald et al.,
2001).

Pneumothoraks spontan menghasilkan nyeri tajam yang menjalar ke bahu ipsilateral.


Pneumothoraks spontan dapat terjadi pada pasien dengan penyakit paru seperti emfisema.
Biasanya penyakit ini mengenai laki-laki tinggi, kurus, dan perokok. Pemeriksaan fisik
menunjukkan hilangnya suara nafas dan hipersonor dari paru yang sakit (Braunwald et al.,
2001).

Emboli paru dicurigai pada keadaan dispnea akut, nyeri dada pleura, hipoksia berat, dan
faktor risiko seperti riwayat operasi baru-baru ini, keganasan, tirah baring lama, atau sikap
hidup yang bermalas- malasan (Ronnie dan Tomas, 2008). Kebanya- kan emboli paru berasal
dari tromboemboli ekstremitas bawah. Stein et al. menemukan gejala paling umum yaitu
dispnea (73%), nyeri pleura (28%), hemoptisis (13%). Pemeriksaan fisik menunjukkan
adanya ronki (51%) dan takikardia (30%) (Schlant et al., 1994).

C. PENYEBAB LAIN NYERI DADA


1) Penyebab muskuloskeletal
Berdasarkan Fruergaard et al, nyeri dinding dada mencapai 28% dari seluruh penyebab nyeri
dada nonkardiak pasien Unit Perawatan Koroner. Penyebab muskulos- keletal (dinding dada)
dari nyeri dada akut meliputi kostokondritis (Sindrom Tietze), yang disebabkan oleh
inflamasi costochondral junction; fraktur iga, dan mialgia. Untuk pasien dengan nyeri
dinding dada, palpasi dada dapat mencetuskan nyeri. Pergerakan vertebra pasif seperti fleksi,
ekstensi, dan rotasi vertebra thorakal dan servikal juga dapat menimbulkan nyeri (Smith,
2000).

Fibromialgia adalah suatu sindrom dari nyeri muskular regional, kelelahan, dan gangguan
tidur yang mempunyai ciri khas berupa rasa nyeri pada palpasi daerah yang sakit.
Patofisiologi fibromialgia masih belum sepenuhnya jelas, namun meliputi hipersensitivitas
jangka panjang. Hal ini berupa allodynia (suatu nyeri yang dicetuskan oleh rangsang
nonnoxious), hiperalgesia (suatu respon nyeri yang lebih berat dan lebih lama dari
seharusnya) (Wai et al., 2004).

2) Herpes Zoster

Herpes zoster dapat menimbulkan nyeri dada akut. Nyeri disebabkan herpes zoster
menyerupai sensasi terbakar dan mengikuti distribusi dermatomal unilateral bagian yang
sakit. Pada pemeriksaan fisik tidak dijumpai hal yang spesifik karena nyeri biasanya timbul
sebelum adanya lesi vesikuler. Hal ini menyulitkan diagnosis (Yanerys dan Leonard, 2010).

3) Psikologis

Serangan panik dapat menimbulkan nyeri dada akut. Nyeri dapat berupa rasa tertekan,
ditusuk, seringkali disertai sesak dan berlangsung 30 menit atau lebih. Nyeri ini tidak
berkaitan dengan aktivitas dan dari anamnesis dapat diperoleh riwayat gangguan emosional
sebelumnya (Wai et al., 2004).

Sumber : Starry H Rampengan. Looking For The Etiology Of Chest Pain?: Cardiac And
Noncardiac Cause. Jurnal Kedokteran Yarsi 20 (1) : 045-053

DD nyeri dada terlokalisir/ proyeksi dari organ lain


Apa yang akan digali dari kasus nyeri dada sebelah kiri ?

- timbulnya sewaktu-waktu atau bagaimana dan mengapa ?


- Kualitasnya (seperti tertekan, terbakar)
- Kuantitasnya (seberapa sering )

Jawab :

UNSTABLE ANGINA
NSTEMI
STEMI
Sumber : Panduan Praktik Klinis (PPK) dan Clinical Pathway (CP) Penyakit Jantung dan
Pembuluh Darah. 2016. Perhimpunan Dokter Spesialis Kardiovaskular Indonesia

2. Bagaimana interpretasi EKG dan apa kaitannya dengan kasus di scenario ?


Jawab :
Irama : asinus (tidak ada gelombang P, SA node / Av node ad blockade)
Frekuensi : 300/5 = 60x/menit
Regularitas : regular
Gelombang P : normal <0,12
Interval PR : normal = 0,12-0,20
Komplek QRS = normal
Segmen ST
ST elevasi =
lead II,III, AVF = inferior
v2,v3,v4
v3,v4 = anterior
v5 = lateral
gelombang T = normal (tidak ada T tall (hyperkalemia), T flat, T inverted(iskemik)
kesimpulan : infark miokard (STEMI) di inferoanterolateral
infark  diastole menurun

Jawab :
Irama = sinus
Frekuensi = 300/5 = 60x/menit
Regularitas = Regular
Gelombang p = normal (Tidak ada p mitral dan p pulmonal)
Interval PR = memanjang di lead II (Tidak bias dibaca)
Komplek QRS
a. Interval QRS = 3 kotak kecil
b. Axis = lihat di LI dan AVF = (+) dan (+)  NAD
c. Q patologis : tidak ada
d. Zona transisi : -
Segmen ST = ST elevasi di LII, LIII, AVF

Gelombang T = tidak ada T tall, T flat, T inverted

mengapa frekuensi jantung 60x/menit seangkan tekanan nadi 115x/menit ?


Jawab :
DENYUT NADI
Denyut nadi adalah suatu gelombang yang teraba pada arteri bila darah di pompa keluar
jantung. Denyut ini mudah diraba tepat dimana ada arteri melintas. Darah yang didorong ke
arah aorta sistol tidak hanya bergerak maju dalam pembuluh darah, tapi juga menimbulkan
gelombang bertekanan yang berjalan sepanjang arteri. Gelombang yang bertekanan
meregang di dinding arteri sepanjang perjalanannya dan regangan itu dapat diraba sebagai
denyut nadi. Denyut yang teraba bukan darah yang dipompa oleh jantung masuk ke aorta
melainkan gelombang tekanan yang dialihkan dari aorta yang merambat lebih cepat
daripada darah itu sendiri. Semakin besar metabolisme dalam suatu organ, maka makin
besar aliran darahnya. Hal ini menyebabkan kompensasi jantung mempercepat denyutnya
dan memperbesar banyaknya aliran darah yang dipompakan dari jantung ke seluruh
tubuh. Denyut nadi normal dapat dikategorikan sesuai umur yaitu: dewasa 60-80 kali/menit,
anak 80-100 kali/menit dan bayi 100-140kali/menit (Kasenda, 2014).

DENYUT JANTUNG
Denyut jantung merupakan manifestasi dari kemampuan jantung, untuk mengetahui kerja
jantung dapat dilihat dari denyut nadi yang merupakan rambatan dari denyut jantung,
denyut tersebut dihitung tiap menitnya dengan hitungan repetisi (kali/menit). Untuk
mengetahui kecepatan denyut nadi seseorang dapat dilakukan dengan pulse rate yaitu dengan
cara menghitung perubahan tekanan yang dirambatkan sebagai gelombang pada dinding
darah, dimana pengukuran dapat dilakukan pada arteri karotis, arteri radialis, arteri ulnaris,
arteri brachialis, arteri femoralis, arteri popliteal, arteri dorsalis pedis, arteri posterior tibial,
arteri temporalis (Hermawan et al, 2012).

HUBUNGAN DENYUT NADI DAN FREKUENSI JANTUNG

Denyut nadi adalah gelombang yang teraba pada arteri akibat dari darah dipompa oleh
jantung, denyut nadi merupakan frekuensi perputaran banyaknya peredaran darah ke jantung
dan pengukurannya digunakan untuk menentukan frekuensi denyut jantung. Denyut nadi
digunakan sebagai parameter fungsi kardiovaskuler. Orang yang mempunyai frekuensi
denyut nadi di bawah 60 denyut permenit bagi orang terlatih menunjukkan efektifitas dari
jantung dalam memompa darah, sedangkan denyut nadi istirahat melebihi 100 denyut
permenit adalah kemampuan jantung memompa darah lemah yang menggambarkan
terganggunya kondisi fisik seseorang. Semakin tinggi denyut nadi seseorang, menunjukkan
semakin berat kerja jantung. Jika ini terjadi terus menerus, maka dipastikan bahwa
produktivitas kerja akan menurun. Juga dijelaskan bahwa denyut nadi dipengaruhi oleh
aktivitas fisik (Sandi, 2013).

Frekuensi denyut jantung dipengaruhi oleh kebutuhan aliran darah, sistem baroreseptor dan
sistem kemoreseptor. Perubahan tekanan arteri yang cepat merangsang sistem
baroreseptor sehingga menimbulkan respon menurunkan frekuensi denyut jantung
dan denyut nadi. Sistem kemoreseptor menerima rangsang berupa kadar oksigen, kadar
karbondioksida dan ion hidrogen dalam darah (Hanifati, 2015).

3. Mengapa arteri carotis nya tidak teraba ?


Jawab :
Hubungin ke nomor 2
4. Bagaimana interpretasi pemeriksaaan fisik (termasuk keluhan sesak nafas) pada pasien ?
Jawab :
• Ku : lemah, apatis
• TD : 110/50 mmhg
• Nadi : 115x/mnt
• RR : 28x/mnt
• Spo2 : 97%
• Kekurangan perfusi  hipoksi otak  penurunan kesadaran  apatis
• Perfusi jar perifer mengalami gangguan sehingga nadi menjadi cepat/ takikardi

5. Apa diagnosis dan DD dari kasus di scenario ?


Jawab :
DIAGNOSIS : CARDIAC ARREST ET CAUSE STEMI

FAKTOR RESIKO

Iskandar (2008), mengatakan bahwa faktor risiko cardiac arrest adalah: Laki-laki usia 40
tahun atau lebih, memiliki kemungkinan untuk terkena cardiac arrest satu berbanding
delapan orang, sedangkan pada wanita adalah satu berbanding 24 orang. Semakin tua
seseorang, semakin rendah risiko henti jantung mendadak. Orang dengan faktor risiko untuk
penyakit jantung, seperti hipertensi, hiperkholesterolemia dan merokok memiliki peningkatan
risiko terjadinya cardiac arrest (Iskandar,2008).

Menurut American Heart Association (2010), seseorang dikatakan mempunyai risiko tinggi
untuk terkena cardiac arrest dengan kondisi:

a. Adanya jejas di jantung karena serangan jantung terdahulu atau oleh sebab lain;
jantung yang terjejas atau mengalami pembesaran karena sebab tertentu cenderung untuk
mengalami aritmia ventrikel yang mengancam jiwa. Enam bulan pertama setelah
seseorang mengalami serangan jantung adalah periode risiko tinggi untuk terjadinya
cardiac arrest pada pasien dengan penyakit jantung atherosclerotic.
b. Penebalan otot jantung (cardiomyopathy) karena berbagai sebab (umumnya karena
tekanan darah tinggi, kelainan katub jantung) membuat seseorang cenderung untuk
terkena cardiac arrest.
c. Seseorang sedang menggunakan obat-obatan untuk jantung; karena beberapa kondisi
tertentu, beberapa obat-obatan untuk jantung (anti aritmia) justru merangsang timbulnya
aritmia ventrikel dan berakibat cardiac arrest. Kondisi seperti ini disebut proarrythmic
effect. Pemakaian obat-obatan yang bisa mempengaruhi perubahan kadar potasium dan
magnesium dalam darah (misalnya penggunaan diuretik) juga dapat menyebabkan
aritmia yang mengancam jiwa dan cardiac arrest.
d. Kelistrikan yang tidak normal; beberapa kelistrikan jantung yang tidak normal seperti
Wolff-Parkinson-White-Syndrome dan sindroma gelombang QT yang memanjang bisa
menyebabkan cardiac arrest pada anak dan dewasa muda.
e. Pembuluh darah yang tidak normal, jarang dijumpai (khususnya di arteri koronari dan
aorta) sering menyebabkan kematian mendadak pada dewasa muda. Pelepasan adrenalin
ketika berolah raga atau melakukan aktifitas fisik yang berat, bisa menjadi pemicu
terjadinya cardiac arrest apabila dijumpai kelainan tadi.
f. Penyalahgunaan obat; penyalahgunaan obat adalah faktor utama terjadinya cardiac
arrest pada penderita yang sebenarnya tidak mempunyai kelainan pada organ jantung.

TANDA KARDIAK ARREST

Tanda- tanda cardiac arrest menurut Diklat Ambulans Gawat Darurat 118 (2010) yaitu:

1. Ketiadaan respon; pasien tidak berespon terhadap rangsangan suara, tepukan di pundak
ataupun cubitan.
2. Ketiadaan pernafasan normal; tidak terdapat pernafasan normal ketika jalan pernafasan
dibuka.
3. Tidak teraba denyut nadi di arteri besar (karotis, femoralis, radialis).

PATOGENESIS
Kebanyakan korban henti jantung diakibatkan oleh timbulnya aritmia: fibrilasi ventrikel
(VF), takhikardi ventrikel (VT), aktifitas listrik tanpa nadi (PEA), dan asistol (Diklat
Ambulans Gawat Darurat 118, 2010).

a. Fibrilasiventrikel
Merupakan kasus terbanyak yang sering menimbulkan kematian mendadak, pada
keadaan ini jantung tidak dapat melakukan fungsi kontraksinya, jantung hanya mampu
bergetar saja. Pada kasus ini tindakan yang harus segera dilakukan adalah CPR dan DC
shock atau defibrilasi.
b. Takhikardiventrikel
Mekanisme penyebab terjadinyan takhikardi ventrikel biasanya karena adanya gangguan
otomatisasi (pembentukan impuls) ataupaun akibat adanya gangguan konduksi. Frekuensi
nadi yang cepat akan menyebabkan fase pengisian ventrikel kiri akan memendek,
akibatnya pengisian darah ke ventrikel juga berkurang sehingga curah jantung akan
menurun. VT dengan keadaan hemodinamik stabil, pemilihan terapi dengan medika
mentosa lebih diutamakan. Pada kasus VTdengan gangguan hemodinamik sampai terjadi
henti jantung (VT tanpa nadi), pemberian terapi defibrilasi dengan menggunakan DC
shock dan CPR adalah pilihan utama.
c. PulselessElectricalActivity(PEA)
Merupakan keadaan dimana aktifitas listrik jantung tidak menghasilkan kontraktilitas
atau menghasilkan kontraktilitas tetapi tidak adekuat sehingga tekanan darah tidak dapat
diukur dan nadi tidak teraba. Pada kasus ini CPR adalah tindakan yang harus segera
dilakukan.
d. Asistole

Keadaan ini ditandai dengan tidak terdapatnya aktifitas listrik pada jantung, dan pada
monitor irama yang terbentuk adalah seperti garis lurus. Pada kondisi ini tindakan yang
harus segera diambil adalah CPR.

ALGORITMA KARDIAK ARREST PADA ARITMIA


Sindrom coroner akut dan sub2 nya

UNSTABLE ANGINA
NSTEMI
STEMI
6. Apa saja tanda-tanda dari ROSC ?
Jawab :
Tujuan utama dalam resusitasi adalah tercapainya return of spontaneous circulation (ROSC).
ROSC adalah kembalinya perfusi yang menyebabkan kembalinya aktivitas jantung dan
fungsi sistem pernafasan setelah keadaan henti jantung. Tanda-tanda ROSC antara lain
bernapas, batuk, atau terabanya pulsasi atau terukurnya tekanan darah. Upaya yang
dilakukan untuk ROSC yaitu dengan pemberian high quality cardiopulmonary resuscitation
(CPR) selama kompresi dada dan sedapat mungkin meminimalisir interupsi seperti deteksi
pulsasi nadi. Pasien dengan ROSC setelah keadaan henti jantung mengalami berbagai proses
patofisiologis seperti post-cardiac arrest syndrome, yang di dalamnya termasuk post- arrest
brain injury, post-arrest myocardial dysfunction, iskemia sistemik, respon reperfusi, dan
proses persisten akut dan kronik yang dapat memicu henti jantung. Terjadinya ROSC dapat
menjadi hal baik sebagai indicator prognosis jangka pendek, terutama dalam memprediksi
outcome pasien. Angka bertahan hidup pada pasien In Hospital Cardiac Arrest (IHCA) yang
mengalami ROSC adalah antara 32-54%. Rumah sakit dengan jumlah pasien yang banyak
dan rumah sakit pendidikan memiliki angka bertahan hidup yang lebih tinggi dengan rerata
38% untuk pasien yang henti jantung di luar ICU dan 32% pasien yang henti jantung di
dalam ICU.

Sumber : Entan Teram Zettira dan Bambang Eko Subekti. 2019. Return of Spontaneous
Circulation Intraoperatif pada Wanita dengan Syok Hemoragik karena Ruptur Uteri Komplit
dan Atonia Uteri. Majority | Volume 8 |Nomor 2 | Desember 2019

7. Bagaimana algoritma serangan jantung menurut AHA 2015 ?


Jawab :
Nb :
- Kedalaman kompresi tidak boleh lebih dari 2,4 inci (6 cm).
- Singkatan: AED, defibrilator eksternal otomatis; AP, anteroposterior; CPR, resusitasi
kardiopulmonari.

Sumber : Guidelines AHA 2015

8. Bagaimana penanganan setelah pasien didapatkan ROSC ?


Jawab :

Sumber : AHA. 2015


9. Mengapa dokter memeberikan terpai oksigen 3l/m via kanul dan aspirin 80mg sublingual ?
Jawab :
ASPIRIN
Sindrom koroner akut yang meliputi angina tidak stabil dan infark miokard merupakan

bentuk dari penyakit jantung koroner dan menjadi penyebab kematian terbanyak akibat

penyakit kardiovaskular.1 Penyebab sindrom koroner akut adalah erosi atau pecahnya plak

aterosklerosis yang diikuti perlekatan, aktivasi, dan agregasi platelet serta aktivasi clotting
cascade sehingga fibrin dan platelet membentuk koagulasi darah. Farmakoterapi sindroma
koroner akut meliputi kombinasi dari fibrinolitik, antiplatelet, dan antikoagulan atau dapat

juga diberikan terapi konvensional seperti nitrat dan penghambat adrenergik-β.2,3

Berdasarkan beberapa uji klinik yang dilakukan secara acak, aspirin telah menjadi

antiplatelet terpilih untuk terapi pada semua pasien dengan sindroma koroner akut. 2,3
Penelitian yang dilakukan oleh Antithrombotic Trialists’ Collaboration menunjukkan bahwa
aspirin secara bermakna mampu menurunkan risiko kekambuhan kejadian kardiovaskular

pada pasien PJK.4, 5

Mekanisme kerja dari aspirin berhubungan dengan kemampuannya untuk menginaktivasi


secara permanen aktivitas cyclooxygenase (COX), yaitu sintase PGH1 dan sintase PGH2
yang meliputi COX-1 dan COX-2. Kedua isoenzim tersebut mengkatalisis biosintesis
prostanoid (mengubah asam arakidonat menjadi PGH2). PGH2 adalah prekursor dari PGD2,
PGE2, PGF2α, PGI2, dan TXA2.

Aspirin memiliki efek utama antitrombotik dengan mengasetilasi secara irreversible gugus

hidroksil dari residu serin tunggal pada posisi 529 dalam rantai polipeptida sintase platelet
COX-1 sehingga menurunkan sintesis TXA2 yang berperan penting sebagai vasokonstriktor

dan agregator platelet yang poten.6–8 Dosis aspirin sebagai antiagregasi platelet adalah 75–

325 mg/hari.6,7
Sublingual  mukosa lebih tipis  sehingga penyerapan zat aktif pada vaskularisasi di
mulut lebih mudah dan cepat.

Sumber : Ema P yunita dkk. 2015. Resistensi Aspirin pada Pasien Penyakit Jantung Koroner
dengan Hipertensi. Jurnal Farmasi Klinik Indonesia Vol 4 No 1

TERAPI OKSIGEN
pemberian oksigen dgn konsentrasi yang lebih besar daripada udara ruang untuk mencegah
hipoksemia

Tujuan
a. Meningkatkan kandungan oksigen dalam darah arteri yang dihantarkan ke jaringan untuk
memfasilitasi metabolisme aerobik.
b. Mempertahankan PaO2 > 60 mmHg atau SaO2 > 90% untuk :
- Mencegah hipoksia sel & jaringan
- Menurunkan kerja nafas
- Menurunkan kerja otot jantung
c. Mempertahankan PaO2 > 60 mmHg atau SaO2 > 90% → FIO2 serendah mungkin
Penanganan yang tepat merupakan salah satu upaya untuk menurunkan angka kematian
pasien chest pain penyebab utama ACS. Penanganan ini terutama dilakukan oleh perawat di
instalasi gawat darurat yang berperan sebagai first responder dengan melakukan initial
management segera sebagai upaya pertolongan untuk menurunkan nyeri dan menurunkan
kematian pada 2 jam pertama serangan. Initial management dalam penanganan ACS ini
disebut MONA, yang merupakan kependekan dari Morphine, Oksigen, Nitrat atau
nitrogliserin dan aspirin (ACLS, 2015).

Oksigen merupakan salah satu bagian dari MONA untuk menurunkan nyeri dada (chest pain)
pada pasien ACS. Pemberian oksigen secara rutin pada pasien dengan acute chest pain
penyebab ACS sudah dilakukan sejak lebih dari 100 tahun yang lalu. Tradisi dari pemberian
oksigen rutin ini juga didukung oleh AHA (American Heart Association) dari tahun 1975-
2005 yang merekomendasikan intervensi tersebut dan American College of Cardiology
sampai tahun 2007. Dengan rasional dari tradisi pemberian terapi oksigen ini adalah ketika
terjadi penurunan aliran darah pada jantung, pemberian oksigen akan meningkatkan tekanan
perfusi koroner sehingga meningkatkan oksigenasi pada jaringan jantung yang mengalami
iskemik atau memperbaiki ketidakseimbangan oksigen di jantung (Metcalfe, 2012; Finamore
& Kennedy, 2013). Didukung oleh teori yang dikemukakan oleh Wijesinghe et al (2009)
dalam Metcalfe (2012) yang menyatakan bahwa pemberian oksigen pada pasien dengan
iskemik myocard akan menurunkan ukuran infak miokard dan meningkatkan outcome pada
pasien.

Sumber : Dewi Rachmawati . 2017. PEMBERIAN TERAPI OKSIGEN PADA PASIEN


ACUTE CORONARY SYNDROME DENGAN CHEST PAIN DI INSTALASI GAWAT
DARURAT. Jurnal Ilmiah Kesehatan Keperawatan. Vol. 13 No. 2, Oktober 2017

10. Bagaimana tata laksana farmakologi dan non farmakologi pada kasus di scenario ?
Jawab :
ALGORITMA TATALAKSANA CARDIAC ARREST

Anda mungkin juga menyukai