Anda di halaman 1dari 20

BAB I

PENDAHULUAN

Jantung adalah organ berotot yang berkontraksi secara ritmik, yang memompa
darah melalui sistem sirkulasi. Dindingnya terdiri dari tiga tunika: bagian dalam atau
endokardium, bagian tengah atau miokardium dan bagian luar atau perikardium.
Bagian tengah jantung yang berfibrosa disebut skeleton fibrosa.1
Miokardium adalah tunika yang paling tebal dari jantung dan terdiri atas sel-sel
otot jantung yang tersusun dalam lapisan yang mengelilingi bilik-bilik jantung dalam
bentuk pilinan yang rumit. Sejumlah besar lapisan ini berinsersi ke dalam skeleton
fibrosa jantung.1 Miokardium tersusun atas miosit-miosit jantung (sel otot) yang
memperlihatkan struktur subselular lurik, walaupun sel tersebut kurang teratur
dibandingkan otot skelet. Sel miosit berukuran kecil dan bercabang, dengan nukleus
tunggal dan kaya akan mitokondria.2
Miokarditis menunjukkan adanya inflamasi dari otot jantung. Penyebabnya
yang paling umum adalah agen infeksius seperti virus atau parasit dan kondisi
autoimun. Miokarditis virus lebih sering ditemukan saat didiagnosis, terutama karena
manifestasi yang beragam dan bergantung pada biopsi miokardium untuk konfirmasi
patologi. Ketersediaan modalitas diagnostik baru seperti pencitraan resonansi
magnetik, membantu meningkatkan identifikasi secara tepat pada suatu kasus. Alat
molekular baru untuk mengidentifikasi genom virus dari jaringan jantung juga
membantu dalam menemukan etiologi yang tepat.3
Patogenesis miokarditis merupakan paradigma klasik dari kerusakan otot
jantung yang diikuti oleh respon imunologi dari host sebagai inflamasi jantung. Hal
yang penting, jika respon imun host berlebihan atau tidak tepat, inflamasi dapat
mengganggu jaringan jantung secara akut atau tetap hidup dan menimbulkan
remodeling jantung, menyebabkan kardiomiopati dilatasi, gagal jantung atau
kematian. Untuk mendiagnosis miokarditis secara tepat, diperlukan dugaan klinis
yang tinggi. Kriteria diagnostik perlu untuk dikembangkan. Bagi sebagian besar

1
pasien, manifestasi klinis miokarditis dapat sembuh sendiri bila dukungan dan tindak
lanjut tersedia. Peran biopsi endomiokardium telah dievaluasi pada beberapa laporan
konsensus yang dipublikasikan. Fungsi ventrikular setelah miokarditis dapat pulih
kembali tanpa sisa kerusakan, menghasilkan beberapa tingkat disfungsi, atau
perkembangan yang secara cepat menuju keadaan yang mengancam jantung. Dengan
evolusi pemahaman patofisiologi dan terapi dari kondisi tersebut, pandangan
mengenai miokarditis semakin membaik.3
Kesulitan dalam diagnosis seringkali menyebabkan pasien yang datang dalam
kondisi akut tidak terdiagnosis sebagai miokarditis, lalu mendapatkan penanganan
yang tidak tepat. Hal ini akan membahayakan karena menyebabkan cedera
miokardium lebih parah, bahkan dapat menyebabkan kematian mendadak. Di sisi
lain, pasien dapat pula datang setelah kondisi lanjut, dalam kondisi kardiomiopati
dilatasi (DCM). Oleh karena itu diagnosis miokarditis menjadi hal yang sangat
penting.4

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Epidemiologi
Miokarditis memberikan kontribusi untuk beban penyakit kardiovaskular global
terutama melalui kematian mendadak dan kardiomiopati dilatasi. Suatu tinjauan dari
seri kasus di Asia mengungkapkan penyebab miokarditis seperti difteri, demam
tifoid, dan berbagai infeksi virus termasuk coxsackievirus B (CVB).5
Miokarditis dapat terjadi pada semua kelompok usia, dari bayi hingga usia
lanjut, tetapi umumnya ditemukan pada anak-anak dan orang dewasa di bawah usia
40 tahun, dengan 35% pasien berusia di antara 10 hingga 30 tahun.6

2.2 Definisi
Miokarditis didefinisikan sebagai inflamasi otot jantung.3 Miokarditis infektif
merupakan suatu proses inflamasi, yang secara umum dikaitkan dengan organisme
infeksius yang dapat menginvasi miokardium secara langsung, memproduksi
kardiotoksin dan mencetuskan respon inflamasi kronis.7

2.3 Etiologi
2.3.1 Virus
Miokarditis primer diduga karena infeksi virus akut atau respon autoimun pasca
infeksi viral. Etiologi miokarditis karena infeksi yang terbanyak adalah infeksi viral,
terutama enterovirus coxsackie B.8
Miokarditis virus pada model murin dimulai dengan infeksi akut. Setelah virus
memasuki sirkulasi melalui traktus respiratorius atau gastrointestinal, mereka dapat
menginfeksi organ lain yang memiliki reseptor spesifik, seperti reseptor coxsackie-
adenovirus di jantung.7
Bukti saat ini menunjukkan bahwa coxsackievirus memasuki sistem
gastrointestinal atau respirasi host dengan menggunakan coxsackie-adenoviral

3
receptor (CAR), suatu protein penghubung yang penting untuk komunikasi antar sel
dan penting untuk internalisasi virus. Lokasi CAR terutama terpusat di sistem
kardiovaskular, imun dan neurologi, penggunaan CAR untuk masuknya virus juga
memicu aktivasi imun host melalui reseptor tirosin kinase, menyebabkan respon
inflamasi lebih lanjut. Virus biasanya dibersihkan dari tubuh host oleh sistem imun
dalam 1 sampai 2 minggu; walaupun dalam beberapa hal, genom virus dapat bertahan
di miokardium host selama 6 bulan atau bahkan lebih lama, membentuk suatu nidus
untuk respon inflamasi kronis dan dikenal sebagai faktor resiko untuk prognosis yang
buruk. 3
Adenovirus adalah suatu virus DNA yang secara umum menginfeksi
permukaan mukosa manusia, terutama pada populasi anak-anak. Adenovirus juga
menggunakan CAR sebagai reseptor untuk mendapatkan jalur masuk ke sel. Infeksi
adenovirus lebih virulen dibandingkan coxsackievirus dan dapat menyebabkan
kematian sel yang luas. Profil imunologi yang berkaitan dengan adenovirus sangat
berbeda dari yang ditemukan pada enterovirus, yang ditandai dengan penurunan
jumlah CD2, CD3 dan CD45RO limfosit-T pada mereka yang memiliki genom
adenovirus di miokardium-nya. 3
Parvovirus adalah suatu virus DNA untai tunggal yang merupakan penyebab
infeksi pada anak-anak, seperti demam. Bagaimanapun, pada rangkaian biopsi baru-
baru ini dari Eropa, genom parvovirus B19 telah ditemukan lebih dari 51% pasien.
Pasien dengan miokarditis parvovirus muncul dengan gejala nyeri dada nonspesifik
dan menghuni sel endotelial vaskularisasi. Infeksi virus persisten, terutama dengan
parvovirus B19, pada pasien miokarditis berhubungan dengan penurunan aliran yang
diperantarai vasodilatasi. Bukti terbaru menunjukkan disfungsi endotel dari infeksi
parvovirus menyebabkan inflamasi lokal dan vasospasme, menghasilkan nyeri dada
dan disfungsi ventrikular. 3
Virus hepatitis C muncul sebagai agen penyebab baru yang utama di negara
Asia. Sampel biopsi miokardium telah menunjukkan genom virus hepatitis C; sampel
serum menunjukkan peningkatan antibodi pada pasien yang terkena. Manifestasi

4
klinis miokarditis ini secara umum diamati dalam minggu pertama hingga ketiga.
Pasien dapat mengalami dispneu, palpitasi dan nyeri dada angina. Ketika virus
dibersihkan dari tubuh, fungsi jantung kembali normal. 3

2.3.2 Bakteri
Infeksi clostridium dapat melibatkan jantung. Kerusakan miokardium
dihasilkan dari penguraian toksin oleh bakteri, dengan gelembung gas yang muncul di
miokardium. Infiltrat inflamasi biasanya tidak ditemukan. Clostridium perfringens
dapat menyebabkan pembentukan abses miokardium dengan perforasi miokardium. 3
Keterlibatan miokardium merupakan komplikasi serius diphtheria dan terjadi
hingga setengah kasus. Bahkan, keterlibatan miokardium adalah penyebab utama
kematian karena infeksi ini. Kerusakan jantung disebabkan karena pembebasan toksin
yang menginhibisi sintesis protein dengan mengganggu transfer asam amino dari
RNA ke rantai polipeptida yang sedang dibangun. Ini dapat menyebabkan terjadinya
blok atrioventrikular. 3
Keterlibatan jantung oleh infeksi Streptococcus dapat menyebabkan
miokarditis. Karakteristiknya adalah infiltrasi interstisial yang terdiri dari sel
mononuklear dengan leukosit polimorfonuklear. Abnormalitas elektrokardiografi,
termasuk pemanjangan interval PR dan QT. infeksi ini dapat menyebabkan kematian
tiba-tiba dan aritmia. 3

2.4 Patofisiologi
Pemahaman patofisiologi miokarditis virus sebagian besar berasal dari model
enterovirus dari miokarditis pada tikus, dan prinsipnya telah digeneralisasikan ke tipe
miokarditis lain. Penyakit ini menggambarkan interaksi antara virus dan host.
Patofisiologi miokarditis terdiri dari beberapa fase. Awalnya fase pra-infeksi, lalu
fase virus, diikuti dengan fase respon imunologi, kemudian fase remodeling jantung. 3
Fase pra-infeksi terjadi ketika terdapat perkembangan respon inflamasi terhadap
infeksi virus. Latar belakang imuno-genetik membuat seseorang rentan terhadap

5
miokarditis. Selama fase satu mengungkapkan replikasi virus aktif dalam
miokardium. Lisis yang dimediasi virus langsung menginduksi destruksi
kardiomiosit. Protease virus menginduksi apoptosis dan menambah aktivitas
proteolitik di kardiomiosit. Virus masuk melalui reseptor yang dimediasi endositosis
memicu respon imun bawaan melalui sitokin proinflamasi, supresor dari sinyal
protein sitokin dan Toll-like reseptor (TLRs). TLRs mengenali damage-associated
molecular patterns (DAMPs) dan pathogen-associated molecular patterns (PAMPs)
dari mikroba patogen. Respon imun bawaan ini menambah kerusakan sel kardiak,
tetapi juga dapat menghasilkan pembersihan virus yang efisien, yang berhubungan
secara klinis terhadap miokarditis asimtomatik atau subklinis. Infeksi B19V pada sel
endothelial juga menginduksi disfungsi selular, yang memberikan kontribusi terhadap
kerusakan jantung.16
Meskipun masuknya virus memicu aktivasi sistem imun, sistem imun memiliki
dua peran. Pada satu sisi, sistem imun diaktifkan untuk mengeliminasi sebanyak
mungkin sel yang terinfeksi virus untuk mengontrol infeksi. Di sisi lain, respon
dibutuhkan untuk modulasi kontrol negatif, akan ada kerusakan jaringan berlebih dari
respon inflamasi dengan disfungsi organ. Virus memiliki sistem pengurai untuk
menghindari pengawasan imunologi host, termasuk mimikri molekular, proliferasi
dalam imunosit, dan peningkatan regulasi reseptornya sendiri sehingga dapat
bertahan di miosit selama beberapa bulan hingga bertahun. 3
Fase kedua dikarakteristikan oleh pergeseran ke respon imun adaptif dengan
infiltrasi sel inflamasi. Persistensi genom virus menyebabkan disregulasi imun.
Pemeliharaan respon imun dengan kerusakan miokardium yang berlanjut,
menyebabkan kerusakan progresif. Disregulasi imun diinduksi oleh molekular
mimikri, dimana epitop tiruan dibagikan antara virus dan antigen kardiak; ini dapat
menyebabkan autoimunitas.16
Imunitas adaptif mengacu pada kemampuan sistem imun untuk mengenali dan
untuk merespon secara spesifik terhadap virus tunggal atau antigen jaringan melalui
sel T dan B yang mengenali rangkaian peptida yang sangat spesifik. Sistem ini dipicu

6
oleh pengenalan pola molekular asing sebelumnya oleh reseptor sel-T. Kemudian sel
T distimulasi untuk mengembangkan klonal untuk menyerang sumber antigen, yang
dapat berasal dari lapisan protein virus atau terkadang dari bagian miokardium
(seperti miosin), yang dapat menyerupai pola virus (mimikri molekular), memicu
autoimunitas. Bagaimanapun, proses ini sangat tergantung stimulasi sinyal inflamasi,
yang sering berkaitan dengan aktivasi awal sinyal imunitas bawaan dalam proses
kerusakan. 3
Hasil dari aktivasi imun adaptif adalah produksi sel killer-T yang dapat
menyerang virus secara langsung dan sel yang terinfeksi virus. Aktivasi sel T juga
menimbulkan aktivasi sel B dan memproduksi antibodi spesifik untuk menetralkan
antigen. Ini menghasilkan inflamasi subakut dan kronis yang diamati pada
miokarditis dan berkontribusi pada rangkaian nekrosis, fibrosis dan remodeling
miosit. 3
Fase terakhir dikarakteristikan oleh remodeling jantung, yang bisa saja tanpa
replikasi virus atau genom virus dalam miokardium. Reaksi silang autoantibodi di
sirkulasi secara bersama-sama dengan kerusakan kardiomiosit yang diinduksi virus
dan pelepasan sitokin, menyebabkan terjadinya kardiomiopati dilatasi.16
Remodeling jantung setelah kerusakan jantung dapat secara signifikan
mempengaruhi struktur dan fungsi jantung dan dapat mengartikan perbedaan antara
penyembuhan yang tepat dan perkembangan dilatasi kardiomiopati. Virus dapat
secara langsung masuk ke sel endotelial dan miosit dan melalui interaksi intraseluler
dengan protein sintetik host dan jalur sinyal menyebabkan kematian sel langsung atau
hipertrofi. Virus juga dapat dapat memodifikasi sitoskeleton miosit dan menyebabkan
kardiomiopati dilatasi. Proses inflamasi dari imunitas bawaan dan adaptif dapat
menyebabkan pelepasan sitokin dan mengaktivasi matriks metalloproteinase yang
mencerna kolagen interstisial dan rangka elastin jantung. 3

7
Gambar 1. Patogenesis miokarditis virus.16

8
Pada fase akut miokarditis viral (hari 0-3), tikus yang diinjeksikan dengan virus
coxsackie menunjukkan bukti sitotoksisitas virus langsung, dengan nekrosis
miokardium tanpa infiltrasi sel inflamasi. Makrofag yang teraktivasi mulai
mengekspresikan interleukin (IL)-1α, IL-2, TNF-α dan interferon gamma (IFN-α). 8
Pada fase subakut (hari 4-14) terdapat infiltrasi sel natural killer (sel NK) yang
memproduksi neutralizing antibody dan sel patogen yang dimediasi imun.
Gelombang pertama infiltrasi sel terutama terdiri dari sel NK yang mempunyai 2
peran penting yaitu menghambat replikasi virus (protektif) dan melepaskan perforin
dan granzymes yang membentuk lesi inti sirkular pada permukaan membran sel yang
terinfeksi virus (menimbulkan kerusakan miosit). Sitokin merupakan mediator utama
aktivasi imun. Kadar IL-1, IL-2 dan IL-6 meningkat pada pasien miokarditis akut,
seperti juga TNF-α dan ekspresi protein. Nitrik oksida yang bermanfaat
mempertahankan tonus vaskular, dapat mempunyai efek buruk pada miokarditis akut
dan berperan pada progresivitas kerusakan miosit. 8
Pada fase kronik (hari 15-90) terjadi eliminasi virus dan kerusakan miokardium
yang terus berlanjut. Jantung yang terinfeksi mengalami hipertrofi dan fibrosis
miokard menetap. Sel inflamasi tak tampak lagi. Apoptosis atau kematian sel
terprogram merupakan mekanisme patogenesis ketiga yang mengakibatkan
miokarditis menjadi kardiomiopati dilatasi. 8

2.5 Manifestasi klinis


Manifestasi klinis miokarditis bervariasi, mulai dari asimptomatik (self-limited
disease) sampai syok kardiogenik. Keterlibatan jantung biasanya muncul 7 sampai 10
hari setelah penyakit sistemik. Gejala paling jelas yang menunjukkan miokarditis
adalah sindrom infeksi viral dengan demam, nyeri otot, nyeri sendi dan malaise.
Nyeri dada ditemukan sampai 35 persen pasien dan dapat berupa iskemia yang khas. 8
Miokarditis didahului oleh gejala seperti flu (menggigil, demam, sakit kepala,
nyeri otot dan malaise) atau gejala gastrointestinal seperti penurunan nafsu makan,
mual, muntah dan diare. Manifestasi jantung pada miokarditis muncul pada beberapa

9
jam hingga beberapa hari setelah tanda dan gejala awal. Gejala jantung terdiri dari
gagal jantung, nyeri dada karena iritasi perikardium dan gejala yang berhubungan
dengan blok jantung dan aritmia. Tanda klinis miokarditis yaitu demam, gangguan
ritme jantung (takikardia, bradikardia dan aritmia), hipotensi, ritme gallop, ronki,
dilatasi vena jugular.9
Kardiomiopati dilatasi akut pada miokarditis limfositik dapat menyebabkan
gagal jantung ringan, sedang atau gagal jantung berat. Sebagian besar pasien dengan
gejala ringan mengalami tahap penyembuhan spontan fungsi ventrikular dan
normalisasi pada ukuran jantung. Pasien dengan gagal jantung New York Heart
Association (NYHA) kelas III atau IV umumnya memiliki derajat pelebaran
ventrikular dan disfungsi ventrikel yang lebih besar. Meskipun sebagian sembuh
dengan spontan, diperkirakan bahwa separuh akan dihadapkan dengan gejala sisa
disfungsi miokarditis dan seperempatnya akan meninggal atau membutuhkan
transplantasi jantung. Pasien dengan miokarditis berat seringkali disertai dengan
kolaps sirkulasi dan tanda-tanda disfungsi organ. Pasien seringkali mengalami
demam, disfungsi miokard global berat dan peningkatan minimal dimensi ventrikular
kiri dan dimensi pada akhir diastolik. Dibutuhkan dukungan sirkulasi mekanik
sebagai jembatan untuk transplantasi jantung atau penyembuhan. 8

Tabel 1. Manifestasi Klinis Pasien dengan Bukti Biopsi


Penyakit Inflamasi Otot Jantung13
(1) Menyerupai sindrom koroner akut
(a) Nyeri dada akut
̵ Biasanya mulai dalam 1-4 minggu infeksi respirasi atau gastrointestinal
̵ Biasanya berhubungan dengan gejala yang parah atau berulang
̵ Tanpa adanya bukti angiografi penyakit arteri koroner
(b) Perubahan gelombang ST/T
̵ Segmen ST elevasi atau depresi

10
̵ Inversi gelombang T
(c) Dengan atau tanpa normal global atau disfungsi regional LV dan/atau RV
pada ekokardiografi atau CMR
(d) Dengan atau tanpa peningkatan Troponin T/Troponin I
(2) Onset baru atau perburukan gagal jantung tanpa adanya penyakit arteri koroner
dan penyebab gagal jantung
(a) Onset baru atau gagal jantung progresif selama 2 minggu hingga 3 bulan
̵ Dyspneu
̵ Edema peripheral
̵ Ketidaknyamanan area dada
̵ Kelelahan
(b) Gangguan fungsi sistolik LV dan/atau RV, dengan atau tanpa peningkatan
ketebalan dinding, dengan atau tanpa dilatasi LV dan/atau RV pada
ekokardiografi atau CMR
(c) Gejala dapat dimulai dari infeksi respirasi atau gastrointestinal
(d) Tanda EKG nonspesifik, bundle branch block, AV-block dan/atau aritmia
ventrikular
(3) Gagal jantung kronik tanpa adanya penyakit arteri koroner dan penyebab gagal
jantung
(a) Gejala gagal jantung (dengan eksebasi berulang) selama > 3 bulan
(b) Kelelahan, palpitasi, dispneu, nyeri dada atipikal, aritmia
(c) Gangguan fungsi sistolik LV dan/atau RV pada ekokardiografi atau CMR
menyarankan DCM
(d) Tanda EKG nonspesifik, terkadang bundle branch block, dan/atau aritmia
ventrikular dan/atau AV-block
(4) Kondisi mengancam jiwa, tanpa adanya penyakit arteri koroner dan gagal
jantung
(a) Aritmia yang mengancam jiwa
(b) Syok kardiogenik

11
(c) Gangguan fungsi LV yang parah

2.6 Pemeriksaan Penunjang


EKG hampir selalu normal pada pasien miokarditis. EKG paling sering
8
menunjukkan sinus takikardia. Lebih khas adalah perubahan gelombang ST-T.
Kerusakan jantung juga dapat dimanifestasikan sebagai abnormalitas
elektrokardiografi yaitu inversi gelombang T hingga elevasi segmen ST dan bundle
branch block, tergantung pada area dan luasnya inflamasi. 3
Pada foto rontgen dada, rasio kardiotorasik biasanya normal, terutama pada fase
awal penyakit sebelum terjadi kardiomiopati. Fungsi ventrikel kiri yang menurun
progresif dapat mengakibatkan kardiomegali. Dapat ditemukan manifestasi gagal
jantung kongestif seperti edema paru. 8
Tidak terdapat gambaran ekokardiografi yang spesifik untuk miokarditis.
Bagaimanapun, ekokardiografi memungkinkan evaluasi ukuran rongga jantung dan
ketebalan dinding jantung beserta fungsi sistolik dan diatolik pasien dengan
miokarditis.10 Ekokardiografi dapat menunjukkan disfungsi sistolik ventrikel kiri pada
pasien dengan dimensi ventrikel kiri yang berukuran normal. Kelainan gerakan
dinding segmental dapat ditemukan. Ketebalan dinding jantung dapat bertambah,
terutama saat permulaan penyakit, saat inflamasi sedang hebat. Trombus ventrikel
terdeteksi sekitar 15 persen. 8
Resonansi magnetik kardiovaskular (CMR) menawarkan informasi prognostik
tambahan penting dalam berbagai penyakit jantung seperti berbagai bentuk
kardiomiopati atau penyakit arteri koroner, dan penyakit inflamasi miokardium.
Pasien yang diduga miokarditis dapat diamati ukuran dan fungsi ventrikel, serta
kehadiran keterlambatan peningkatan gadolinium (LGE).11
Beberapa studi telah melaporkan temuan khas miokarditis di MRI. Pertama, di
awal presentasi miokarditis, ada peningkatan miokard fokal yang berubah menjadi
peningkatan global yang pada saat pencitraan kemudian; ini akan kembali ke baseline
dalam 90 hari. Kedua, menggunakan T1 spin-echo cine MR angiografi dan pencitraan

12
spin-echo gadolinium yang disempurnakan, mengungkapkan hubungan antara
kelainan global gerakan dinding (hypokinesis, akinesis dan diskinesis) dan
peningkatan miokard fokal dalam kasus miokarditis dan adanya dua pernyataan yang
mendukung diagnosis miokarditis.12
Troponin jantung lebih sensitif terhadap kerusakan miosit pada pasien yang
secara klinis suspek miokarditis dibandingkan level kreatin kinase. Ini juga berlaku
untuk hormon jantung seperti peptida natriuretik, sitokin sirkulasi, penanda yang
berhubungan dengan degradasi matriks ekstraseluler dan biomarker baru seperti
pentraxin 3, galectin 3 dan faktor diferensiasi pertumbuhan.13
Pemeriksaan laboratorium dapat menunjukkan leukositosis, eosinofilia, laju
endap darah yang meningkat atau peningkatan MB band of creatine phosphokinase
(CKMB). Peningkatan CKMB ditemukan pada kurang lebih 10 persen pasien, namun
pemeriksaan troponin lebih sensitif untuk mendeteksi kerusakan miokard pada
kecurigaan miokarditis. Dapat dijumpai peningkatan titer virus kardiotrofik.
Dibutuhkan peningkatan empat kali lipat pada titer IgG setelah lebih dari 4-6 minggu
untuk mendokumentasikan infeksi akut. Peningkatan titer antibodi IgM dapat
menunjukkan infeksi akut secara lebih spesifik dibandingkan peningkatan pada titer
antibodi IgG. Sayangnya, peningkatan pada titer antibodi hanya menangkap respon
infeksi virus yang masih baru dan tidak menunjukkan keberadaan miokarditis aktif.
Tiga hal klinis yaitu infeksi viral sebelumnya, perikarditis dan kelainan laboratorium
terkait yang digunakan untuk mendiagnosis miokarditis karena coxsackie B dijumpai
pada kurang dari 10 persen kasus yang terbukti secara histologis. 8
Pada pemeriksaan makroskopis pasien yang meninggal setelah onset
miokarditis, jantung dapat berukuran normal, tetapi umumnya melebar. Miokardium
lembek dan pucat serta sering mengandung daerah-daerah kecil perdarahan, yang
menimbulkan gambaran bercak pada permukaan potongan.14
Biopsi endomiokardium merupakan tes yang penting untuk membuktikan
diagnosis. Spesimen miokardium ventrikel kanan bisa didapatkan dengan mengakses
vena jugularis interna kanan. Biopsi intravaskular dari ventrikel kiri jarang dilakukan

13
dikarenakan angka kematian yang lebih tinggi. Bioptom ventrikular kanan yang tepat
diletakkan di bawah fluoroskopi atau ekokardiografi untuk mengambil sampel septum
interventrikel. Karena miokarditis dapat terjadi setempat, maka sampel diambil
minimal empat sampai enam fragmen. Dengan menggunakan bioptom Stanford,
sampel-sampel pada umumnya memiliki diameter maksimal 2 sampai 3 mm dan berat
basah 5 mg. Sampel-sampel tersebut diproses, ditempel pada parafin, diletakkan dan
diwarnai dengan hematocylin-eosin dan trichrome. 8
Diagnosis miokarditis membutuhkan diagnosis histologi menurut kriteria
Dallas. Sensitivitas yang rendah dari kriteria Dallas karena infiltrat inflamasi yang
tidak merata di miokardium dan keengganan klinisi untuk melakukan prosedur
diagnostik invasif, sehingga miokarditis kurang terdiagnosis. 3
Untuk meningkatkan miokarditis dalam praktik klinis dan membantu memilih
pasien yang membutuhkan evaluasi diagnostik lebih lanjut dan pengobatan, dibuatlah
suatu kriteria baru untuk penderita yang dicurigai miokarditis secara klinis yang
direkomendasikan untuk analisis biopsi.13

Tabel 2. Kriteria Diagnostik untuk Penderita yang Dicurigai Miokarditis13


Manifestasi Klinis
̵ Nyeri dada akut
̵ Onset baru (beberapa hari hingga 3 bulan) atau perburukan dari: dispneu saat
istirahat atau beraktivitas, dan/atau kelelahan, dengan atau tanpa tanda gagal
jantung kiri dan/atau kanan
̵ Subakut/kronik (> 3 bulan) atau perburukan dari: dispneu saat istirahat atau
beraktivitas, dan/atau kelelahan, dengan atau tanpa tanda gagal jantung kiri
dan/atau kanan
̵ Palpitasi, dan/atau gejala aritmia yang tidak dapat dijelaskan dan/atau sinkop
̵ Syok kardiogenik
Kriteria Diagnostik
I. EKG 12 lead abnormal: atrioventrikular blok, atau bundle branch block,

14
perubahan gelombang ST (elevasi ST atau non elevasi ST, inversi gelombang
T), sinus arrest, ventrikular takikardia atau fibrilasi dan asistol, atrial fibrilasi,
penurunan tinggi gelombang R, keterlambatan konduksi intraventrikular
(pelebaran kompleks QRS), gelombang Q abnormal, takikardia
supraventrikular
II. Penanda miokardiositolisis
Peningkatan Troponin T/Troponin I
III. Abnormalitas fungsional dan struktural pada gambaran jantung
(echo/angio/CMR)
Abnormalitas struktur dan/atau fungsi LV dan/atau RV: abnormalitas gerakan
dinding atau fungsi sistolik atau diatolik, dengan atau tanpa dilatasi
ventrikular, dengan atau tanpa peningkatan ketebalan dinding, dengan atau
tanpa efusi perikardium
IV. Karakterisasi jaringan dengan CMR
Edema dan/atau LGE (Late Gadolinium Enhancement) pola klasik miokarditis
Dicurigai miokarditis secara klinis jika ≥ 1 manifestasi klinis dan ≥ 1 kriteria
diagnostik dari kategori yang berbeda, tanpa adanya: (1) deteksi penyakit arteri
koroner secara angiografi (stenosis koroner ≥50%); (2) penyakit kardiovaskular
yang ada sebelumnya (misalnya penyakit katup, penyakit jantung kongenital).
Kecurigaan semakin meningkat seiring dengan peningkatan kriteria yang
terpenuhi.
Jika pasien asimtomatik, ≥ 2 kriteria diagnostik harus dipenuhi

Kriteria Dallas membagi hasil biopsi menjadi miokarditis, miokarditis


borderline, atau tidak ada miokarditis. Miokarditis aktif didefinisikan sebagai infiltrat
inflamasi pada miokardium dengan nekrosis dan atau degenerasi miosit, tidak khas
adanya kerusakan iskemia yang terkait dengan penyakit jantung koroner. Miokarditis
borderline digunakan jika infiltrat inflamasi terlalu ringan atau saat kerusakan miosit

15
tidak tampak. Frekuensi miokarditis aktif yang tinggi dikonfirmasi dengan
pengulangan biopsi pada pasien yang sampel histologis terdahulunya menunjukkan
miokarditis borderline. 8
Biopsi miokardium harus dilaksanakan secepat mungkin untuk memaksimalkan
hasil diagnosis. Resolusi miokarditis aktif dapat dijumpai dalam waktu 4 hari dari
biopsi awal, dengan penyembuhan progresif dalam waktu beberapa minggu pada
biopsi serial. 8

Gambar 2. Potongan biopsi miokardium (pewarnaan hematoksilin-eosin). Potongan


ini merupakan diagnostik miokarditis oleh kriteria Dallas. Kriteria Dallas
membutuhkan kehadiran infiltrat inflamasi limfosit yang berhubungan dengan
degenerasi miosit atau nekrosis.3

2.7 Penatalaksanaan
Tatalaksana utama adalah suportif, dengan dukungan sirkulasi dan terapi gagal
jantung pada kasus berat. Jika terdapat efusi perikardium, diindikasikan drainase
perikardium.15

16
Perawatan suportif merupakan terapi lini pertama pada pasien miokarditis akut.
Pada pasien dengan gejala gagal jantung, terapi mencakup diuretik untuk menurunkan
tekanan pengisian ventrikel; inhibitor angiotensin converting enzyme untuk
menurunkan resistensi vaskular; penyekat beta jika kondisi klinis sudah stabil, dan
antagonis aldosteron.8
Karena infiltrat sel inflamasi secara konsisten ditemukan pada biopsi
miokardium atau otopsi pasien yang mengalami miokarditis, diyakini bahwa
imunosupresif bermanfaat untuk miokarditis. Rejimen terapi imunosupresif terdiri
dari steroid, azathioprine dan siklosporin. Pada dasarnya, imunosupresif tidak
dipertimbangkan untuk dikonsumsi secara rutin oleh penderita miokarditis.
Bagaimanapun, pasien dengan miokarditis karena autoimun atau reaksi
hipersensitivitas mendapatkan manfaat dari terapi imunosupresif untuk menstabilkan
hemodinamiknya.3
Intravenous immune globulin (IVIG) dosis tinggi memiliki efek modulasi imun
dan antivirus. Pemberian IVIG untuk anak-anak dengan kardiomiopati onset baru dan
untuk perempuan dengan kardiomiopati peripartum terkait peningkatan signifikan
pada fungsi ventrikular.8
Interferon tipe I (IFN-α dan IFN-β) menggunakan aktivitas antivirus dengan
mengutamakan kemampuan mereka untuk memfosforilasi interferon-stimulated
genes (ISGs) pada sistem imun host. ISGs ini bersama-sama menyebabkan degradasi
RNA virus asing, dan GTAase MX kecil (suatu komponen ISG) dapat mengganggu
dengan akumulasi RNA virus dan lapisan protein. 3 Terapi IFN-β dan IFN-α
memproteksi miosit terhadap kerusakan dan menurunkan infiltrat sel inflamasi.10

2.8 Prognosis
Prognosis miokarditis tergantung pada bahan kausatifnya, namun jika gagal
jantung klinis berlanjut, rata-rata angka kematian 5 tahun adalah sekitar 50 sampai 60

17
persen. Inflamasi kronis dapat mempengaruhi perkembangan penyakit dan prognosis.
8

18
DAFTAR PUSTAKA

1. Junqueira, L. C. & Carneiro, J. (2007). Teks dan Atlas Histologi Dasar. Jakarta:
Penerbit Buku Kedokteran EGC

2. Aaronson, P. I. & Ward J. P. T. (2010). Sistem Kardiovaskular. Jakarta:


Erlangga

3. Bonow, R.O. (2012). Braunwald’s Heart Disease: a Text Book Of


Cardiovascular Medicine, Philadelphia: Elsevier

4. Natalia S. et al. 2014. Clinical Presentation of Myocarditis in Pediatric: The


Role of Cardiac Magnetic Resonance in Diagnosis. Medical Journal Indonesia
[cited 2014 Des 16]; 23(3): 174. Diakses dari: http://www.
mji.ui.ac.id/journal/index.php/mji/article/view/654/991

5. Cooper et al. 2014. The Global Burden of Myocarditis. Global Heart Journal
[cited 2014 Des 16]; 9(1): 121-122. Diakses dari: http:// www.globalheart-
journal.com/article/S2211-8160(14)00019-2.pdf

6. Shicao, L.V. et al. 2013. Epidemiology and Diagnosis of Viral Myocarditis.


Hellenic Journal of Cardiology [cited 2014 Nov 16]; 54 (5): 382. Diakses dari:
http:// www.hellenicjcardiol.com/archive/full_text/2013/5/2013_5_382

7. Longo, D.L. et al. (2012). Harrison’s Principles of Internal Medicine 18th


Edition Volume II. United States of America: McGraw-Hill Medical

8. Sudoyo, A. W. (2009). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Jakarta: Interna


Publishing.

9. The Japanese Circulation Society. 2011. Guidelines for Diagnosis and


Treatment of Myocarditis. Circulation Journal [cited 2014 Des 12]; 75(3): 735.
Diakses dari: http:// www.jstage.jst.go.jpm/article/circj/75/3/75_CJ-88-
0008/_pdf

10. Kindermann, I. et al. 2012. Update on Myocarditis. Journal of the American


College of Cardiology [cited 2014 Nov 16]; 59 (9): 782,789. Diakses dari:
http://www. content.onlinejacc.org/article.aspx?articleid=1201151

19
11. Schumm, J. et al. 2014. Cardiovascular Magnetic Resonance Risk
Stratification in Patients With Clinically Suspected Myocarditis. Journal of
Cardiovascular Magnetic Resonance [cited 2014 Nov 16]; 16(1): 1-2. Diakses
dari: http:// www.jcmr-online.com/content/pdf/1532-429X-16-14

12. Handari, S. D. & Selvanayagam J. B. 2010. A Young Man With Typical STEMI
Presentation: A Case Of Myocarditis A Cardiac MRI Diagnosis. Jurnal
Kardiologi Indonesia [cited 2014 Des 16]; 31(1): 60. Diakses dari:
http://www.indonesia.digitaljournals.org/index.php/karidn/article/view/299

13. Caforio, A. L. P. et al. 2013. Current State of Knowledge on Aetiology,


Diagnosis, Management, and Therapy of Myocarditis: a Position Statement of
the European Society of Cardiology Working Group on Myocardial and
Pericardial Disease. European Heart Journal [cited 2014 Nov 16]; 34(1): 2643.
Diakses dari: http://
www.eurheartj.oxfordjournals.org/content/ehj/34/33/2636.full

14. Kumar, V., Cotran, R. S., & Robbins, S. L. (2007). Buku Ajar Patologi, Jakarta:
Penerbit Buku Kedokteran EGC

15. Gray H. H, Dawkins K. D., Simpson A., Morgan, J. (2005). Kardiologi. Jakarta:
Erlangga

16. Hazebroek, M., Dennert, R., Heymans, S. 2012. Virus Infection of The Heart.
Antiviral Chemistry and Chemotherapy. [cited 2014 Des 16]; 22(1): 250-251.
Diakses dari: http://www.intmedpress.com/serveFile.cfm?sUID=c20e174d-
4851-41b1-a0af-a536923d466a

20

Anda mungkin juga menyukai