Anda di halaman 1dari 39

STRUKTUR KOMUNITAS EKOSISTEM PESISIR

DI PERAIRAN PESISIR TIMUR PULAU BINTAN


KABUPATEN BINTAN KEPULAUAN RIAU

LAPORAN PRAKTIK KETERAMPILAN LAPANGAN

NURHASIMA

PROGRAM STUDI ILMU KELAUTAN


FAKULTAS ILMU KELAUTAN DAN PERIKANAN
UNIVERSITAS MARITIM RAJA ALI HAJI
TANJUNGPINANG
2021
STRUKTUR KOMUNITAS EKOSISTEM PESISIR
DI PERAIRAN PESISIR TIMUR PULAU BINTAN
KABUPATEN BINTAN KEPULAUAN RIAU

NURHASIMA
170254241027

Laporan Praktik Keterampilan Lapangan


sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Sains
pada Program Studi Ilmu Kelautan

PROGRAM STUDI ILMU KELAUTAN


FAKULTAS ILMU KELAUTAN DAN PERIKANAN
UNIVERSITAS MARITIM RAJA ALI HAJI
TANJUNGPINANG
2021

ii
PENGESAHAN

Judul : Struktur Komunitas Ekosistem Pesisir di Perairan Pesisir


Timur Pulau Bintan Kabupaten Bintan Kepulauan Riau
Nama : Nurhasima
NIM : 170254241027
Program Studi : Ilmu Kelautan

Disetujui oleh,

Ita Karlina, S.Pi., M.Si


Pembimbing

Diketahui oleh,

Aditya Hikmat Nugraha, S.IK., M.Si Dr. Ir. T. Ersti Yulika Sari, S.Pi., M.Si
Ketua Program Studi Dekan

Tanggal Ujian : 08 Januari 2021

PRAKATA
Puji syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT. atas limpahan rahmat dan
hidayah-Nya, sehingga Penulis dapat menyelesaikan laporan Praktik
Keterampilan Lapangan ini yang berjudul “Struktur Komunitas Ekosistem Pesisir
di Perairan Pesisir Timur Pulau Bintan Kabupaten Bintan Kepulauan Riau”.
Laporan Praktik Keterampilan Lapangan ini disusun sebagai pendukung salah
satu syarat dalam menyelesaikan Program Studi Ilmu Kelautan untuk meraih gelar
sarjana sains.
Dalam penyusunan laporan ini Penulis banyak menerima bimbingan, petunjuk
dan bantuan serta dorongan dari berbagai pihak. Pada kesempatan ini penulis
menyampaikan rasa terimakasih kepada :
1. Bapak Hariadi dan Ibu Murti selaku orangtua tercinta yang selalu
mendukung dan memberikan semangat serta kiriman do’a yang tiada henti
dalam kelancaran proses setiap kegiatan dan perkuliahan Penulis
2. Muhammad Zairian dan Nur’afifah selaku abang kandung dan kakak ipar
Penulis yang selalu memberikan semangat serta perhatian penuh selama
proses penelitian Penulis
3. Bapak Mario Putra Suhana, M.Si selaku dosen pembimbing akademik
4. Ibu Ita Karlina, S.Pi., M.Si selaku dosen pembimbing dan Bapak Risandi
Dwirama Putra, ST., M.Eng selaku dosen penguji
5. Bapak Aditya Hikmat Nugraha, S.IK., M.Si selaku ketua Program Studi
Ilmu Kelautan
6. Seluruh staff FIKP UMRAH yang telah membantu dalam pengurusan berkas
laporan ini
7. Seluruh keluarga Ilmu Kelautan 2017 yang senantiasa memberi semangat
dan berjuang bersama hingga tahap ini
8. Seluruh anggota kelompok 5 Bintan Timur yang telah bekerjasama dalam
menyelesaikan pengambilan data di lapangan
9. Serta semua pihak yang penulis tidak bisa sebutkan satu persatu dalam
membantu menyelesaikan laporan Praktik Keterampilan Lapangan ini

Penulis sadar bahwa dalam penyusunan laporan Praktik Keterampilan


Lapangan ini masih banyak kekurangan baik dari segi penyusunan, penulisan, dan
bahasa. Oleh karena itu Penulis berharap kritik dan saran sebagai masukan bagi
penulis untuk yang lebih baik lagi.
Tanjungpinang, Januari 2021

Nurhasima

DAFTAR ISI

DAFTAR ISI.............................................................................................................i
DAFTAR TABEL....................................................................................................ii
DAFTAR GAMBAR..............................................................................................iii
ABSTRAK...............................................................................................................1

I. PENDAHULUAN................................................................................................3

II. METODOLOGI PENELITIAN..........................................................................4


2.1 Waktu dan Tempat.............................................................................................4
2.2 Alat dan Bahan...................................................................................................5
2.3 Metode dan Teknik Pengambilan data...............................................................6
2.3.1 Ekosistem mangrove.......................................................................................6
2.3.2 Ekosistem padang lamun................................................................................7
2.3.3 Ekosistem terumbu karang..............................................................................8
2.3.4 Kualitas perairan.............................................................................................9
2.4 Analisis Data......................................................................................................9
2.4.1 Analisis data pengukuran vegetasi mangrove.................................................9
2.4.2 Analisis data pemantauan padang lamun......................................................10
2.4.3 Analisis data kondisi terumbu karang...........................................................11
2.4.4 Analisis data kualitas perairan......................................................................12

III. HASIL DAN PEMBAHASAN........................................................................13


3.1 Kondisi Umum.................................................................................................13
3.2 Persebaran Ekosistem Pesisir di Perairan Pesisir Timur Pulau Bintan............13
3.2.1 Ekosistem mangrove.....................................................................................13
3.2.2 Ekosistem padang lamun..............................................................................17
3.2.3 Ekosistem terumbu karang............................................................................20
3.3 Status Ekosistem Pesisir di Perairan Pesisir Timur Pulau Bintan....................22
3.3.1 Ekosistem mangrove.....................................................................................22
3.3.2 Ekosistem padang lamun..............................................................................23
3.3.3 Ekosistem terumbu karang............................................................................23

IV. KESIMPULAN DAN SARAN.......................................................................24


4.1 Kesimpulan......................................................................................................24
4.2 Saran.................................................................................................................25

V. DAFTAR PUSTAKA.......................................................................................25

DAFTAR TABEL
1. Status kondisi ekosistem mangrove, KepMen LH No. 201 tahun 2004
2. Kondisi tutupan lamun
3. Kriteria status padang lamun, KepMen LH No. 200 tahun 2004
4. Kode masing-masing kelompok bentuk pertumbuhan karang (coral lifeform)
dan kelompok bentik terumbu (biota dan substrat)
5. Kategori terumbu karang
6. Parameter kualitas perairan pesisir timur Pulau Bintan
7. Kehadiran jenis mangrove pada setiap lokasi pengamatan di perairan pesisir
timur Pulau Bintan
8. Kerapatan jenis pohon dan anakan mangrove di perairan pesisir timur Pulau
Bintan
9. Jenis lamun yang ditemukan di perairan pesisir timur Pulau Bintan
DAFTAR GAMBAR
1. Lokasi penelitian struktur ekosistem pesisir di perairan pesisir timur Pulau
Bintan
2. Pengukuran vegetasi mangrove. (A) Penentuan lingkar batang mangrove
setinggi dada. (B) Penentuan lingkar batang mangrove pada berbagai jenis
batang pohon
3. Ilustrasi transek pengambilan data pengukuran vegetasi mangrove
4. Ilustrasi pengambilan data pemantauan padang lamun
5. Ilustrasi transek bawah air (UPT)
6. Kerapatan total vegetasi mangrove di perairan pesisir timur Pulau Bintan
7. Indeks nilai penting mangrove di perairan pesisir timur Pulau Bintan (A)
Pohon (B) Anakan
8. Rata-rata tutupan total lamun tiap transek di lokasi pengamatan. (A) Transek
di perairan Desa Teluk Bakau. (B) Transek di perairan Desa Malang Rapat.
(C) Transek di perairan Desa Berakit
9. Rata-rata tutupan total lamun di perairan pesisir timur Pulau Bintan
10. Persentase tutupan komponen biotik dan abiotik pesisir di perairan pesisir
timur Pulau Bintan
11. Persentase tutupan terumbu karang hidup di perairan pesisir timur Pulau
Bintan
12. Persentase tutupan terumbu karang mati di perairan pesisir timur Pulau Bintan
STRUKTUR KOMUNITAS EKOSISTEM PESISIR DI PERAIRAN
PESISIR TIMUR PULAU BINTAN KABUPATEN BINTAN

KEPULAUAN RIAU

Nurhasima*1, Agung Waluyo1, Febri Arianto Putra1, Handayani Lestari


Simanjuntak1, Ilma Lana1, Ita Karlina2, Ridwan Bahri1

1
Mahasiswa Program Studi Ilmu Kelautan, FIKP, Universitas Maritim Raja Ali Haji

2
Dosen Program Studi Ilmu Kelautan, FIKP, Universitas Maritim Raja Ali Haji

Jln. Politeknik Km. 24 Senggarang, Tanjungpinang 29115

*email korespondensi: nurhasimaadi13@gmail.com

Abstract

Bintan Island is the largest Island in the Riau Islands province. Based on the
Decree Letter of Bintan Regent No. 36/VIII/2007, the east coast of Bintan Island
is part of the Regional Marine Conservation Area (RMCA). The purpose of this
mangrove monitoring is to study the structure of the coastal ecosystems in the
east coast waters of Bintan Island as RMCA area Bintan Regency. Monitoring
was carried out in February 2020 at 4 locations of monitoring points namely
Kawal Village, Teluk Bakau Village, Malang Rapat Village, and Berakit Village
located in east coast of Bintan Island. Field data collection was done using the
transect line method and quadratic transect to the mangrove and seagrass
ecosystem. At coral reefs used the underwater photo transect (UPT) method.
There are 10 species of identified mangrove, two of which are dominant
Bruguiera gymnorrhiza (INP a 214,04%) and Rhizophora mucronata (INP a
98,46%) have a 1733 ind/ha to tree and 1866 ind/ha to sapling. The health status

1
of the mangrove based on the fragility of the mangrove tree is included in the
highly compact criteria of the very dense categories. Seven seagrass species have
been identified, two dominant species Cymodocea rotundata and Enhalus
acoroides cover a total of 43,73% in moderate or unhealthy categories. 11 kind of
coral growth have been found that are dominated by coral massive with the total
cover of 19, 89% in the degraded mangrove, seagrass, and coral reefs ecosystem
are mutually supporting coastal ecosystems in both their ecologically and
economically viable roles and functions toward the existence of fisheries
resources. Hence, periodic monitoring of the potential of the three coastal
ecosystems is an important effort to maintain sustainability to the availability of
fisheries resources in nature.

Keyword : bintan island, community structure, mangrove, seagrass, coral

Abstrak

Pulau Bintan merupakan pulau terbesar di Provinsi Kepulauan Riau.


Berdasarkan SK Bupati Bintan No. 36/VIII/2007, pesisir timur Pulau Bintan
merupakan bagian wilayah Kawasan Konservasi Laut Daerah (KKLD) Kabupaten
Bintan. Adapun tujuan pemantauan struktur ekosistem pesisir ini adalah untuk
mengkaji struktur komunitas ekosistem pesisir di perairan pesisir timur Pulau
Bintan sebagai wilayah KKLD Kabupaten Bintan. Pemantauan telah dilaksanakan
pada bulan Februari 2020 di 4 lokasi titik pemantauan yaitu Desa Kawal, Desa
Teluk Bakau, Desa Malang Rapat, dan Desa Berakit yang berada di perairan
pesisir timur Pulau Bintan. Pengambilan data lapangan dilakukan dengan
menggunakan metode garis transek dan transek kuadrat pada ekosistem mangrove
dan lamun. Pada terumbu karang menggunakan metode Underwater Photo
Transect (UPT). Terdapat 10 spesies mangrove yang teridentifikasi, dua
diantaranya dominan yaitu Bruguiera gymnorrhiza (INP sebesar 214,04%) dan
Rhizophora mucronata (INP sebesar 98,56%) yang memiliki kerapatan 1733
Ind/Ha pada pohon dan 1866 Ind/Ha pada anakan. Status kesehatan mangrove
berdasarkan tingkat kerapatan pohon mangrove termasuk dalam kriteria Baik

2
dengan kategori Sangat Padat. Ditemukan 7 spesies lamun yang teridentifikasi,
dua spesies diantaranya dominan yaitu Cymodocea rotundata dan Enhalus
acoroides yang memiliki tutupan total 43,73% dalam kategori sedang atau kurang
sehat. Ditemukan 11 jenis pertumbuhan karang yang didominasi oleh Coral
massive dengan tutupan total 19, 89% dalam kategori buruk. Ekosistem
mangrove, lamun, dan terumbu karang merupakan ekosistem pesisir yang saling
mendukung dalam peran dan fungsinya secara ekologis maupun secara ekonomis
terhadap keberadaan sumberdaya perikanan. Oleh sebab itu, pemantauan secara
berkala terhadap potensi ketiga ekosistem pesisir adalah upaya penting dalam
menjaga keberlanjutan terhadap ketersediaan sumberdaya perikanan di alam.

Kata kunci : pulau bintan, struktur komunitas, mangrove, lamun, karang

I. PENDAHULUAN

Kabupaten Bintan merupakan daerah pesisir di Pulau Bintan yang sering


dikunjung oleh wisatawan karena wisata baharinya. Kabupaten Bintan
mempunyai nilai strategis dan nilai estetis dengan berbagai keunggulan
komparatif dan kompetitif sehingga berpotensi menjadi prime mover
pengembangan wilayah nasional, dimana wilayah ini juga berbatasan langsung
dengan negara tetangga (DKP Kabupaten Bintan 2014). Salah satu daerah yang
memiliki nilai estetis pada ekosistem pesisirnya yaitu daerah Pulau Bintan bagian
Timur. Menurut Suharsono et al. (2014), kawasan pesisir Kabupaten Bintan
memiliki ekosistem pesisir yang lengkap karena daerah ini memiliki topografi
daratan yang cukup landai dan banyak muara sungai serta teluk disekitarnya.

Kawasan pesisir merupakan daerah yang memiliki potensi sumberdaya


perikanan dan keanekaragaman hayati yang tinggi. Ekosistem mangrove
merupakan ekosistem pertama dari daratan pesisir ke arah laut dan pelindung bagi
ekosistem pesisir lainnya dari kadar nutrien yang tinggi dan sedimentasi dari

3
daratan. Salah satu fungsi akar dari mangrove yaitu sebagai perangkap sedimen
dari darat agar perairan tetap jernih (Supriyadi et al. 2017). Menurut Ulfa et al.
(2018); Mohanty et al. (2019), mangrove merupakan tempat memijah (spawning
ground), tempat mencari makan (feeding ground), tempat pengasuhan (nursery
ground), dan sebagainya.

Menurut Faiqoh et al. (2017), padang lamun merupakan habitat bagi ikan dan
biota lainnya yang bermanfaat sebagai tempat menyediakan makanan (feeding
ground), tempat pemijahan (spawning ground), dan tempat pengasuhan (nursery
ground). Fungsi lamun juga merupakan sumber energi bagi biota langka dan
dilindungi seperti Dugong (Dugong dugon), penyu, dan kuda laut (Hippocampus
sp.) (Supriyadi et al. 2017; Sjafrie 2018). Menurut Larasanti (2015), padang
lamun merupakan salah satu ekosistem pesisir yang memiliki keanekaragaman
hayati yang tinggi dan produktivitas sekaligus penyumbang nutrisi yang sangat
potensial untuk ekosistem lainnya karena letaknya yang berada di tengah-tengah
ekosistem pesisir.

Terumbu karang merupakan salah satu dari ekosistem pantai yang sangat
produktif dan beranekaragam. Terumbu karang berperan sebagai daerah
pemijahan (spawning ground), tempat pengasuhan (nursery ground), tempat
mencari makan (feeding ground), dan daerah pembesaran (rearing ground) bagi
biota ekonomis penting. Selain itu, terumbu karang juga memiliki peran sebagai
pemecah gelombang, pemecah abrasi pantai, dan ekosistem penghalang
gelombang menuju ke pesisir pantai untuk menjaga stabilitas pantai (Rizal et al.
2016).

Pada kawasan pesisir Timur Kecamatan Gunung Kijang dan Kecamatan Bintan
Timur seluas 116.000 Ha dan kawasan perairan Kepulauan Tambelan seluas
356.905 Ha merupakan Kawasan Konservasi Laut Daerah (KKLD) yang secara
keseluruhan mempunyai luas 472.905 Ha (SK Bupati Bintan No.36/VIII/2007).
Berdasarkan Kawasan Konservasi Laut Daerah (KKLD), Kawal merupakan
bagian dari kawasan tersebut yang memiliki hutan mangrove yang cukup besar.

4
Perairan Desa Berakit merupakan daerah yang memiliki potensi hutan mangrove
dan padang lamun yang cukup besar. Menurut Irawan et al. (2017), hutan
mangrove di Desa Berakit pada tahun 2017 memiliki luasan 9.701 ha dan nilai
indeks keanekaragaman (H) sebesar 2,25% dengan keseragaman sebesar 0,97%
(Adriansyah et al. 2014). Pada perairan Teluk Bakau dan Malang Rapat juga
memiliki potensi padang lamun yang cukup subur dan terumbu karang yang
produktif terutama pada hasil perikanannya (Adriansyah et al. 2014; Alwi 2015;
Larasanti 2015).

Berdasarkan data dan SK Bupati Bintan tentang Kawasan Konservasi Laut


Daerah tahun 2007, tujuan penelitian ini adalah untuk mengkaji struktur
komunitas ekosistem pesisir timur Pulau Bintan dengan menghitung tutupan dan
kerapatan padang lamun, mangrove, dan lifeform karang di daerah tersebut.

II. METODOLOGI PENELITIAN


II.1 Waktu dan Tempat
Penelitian ini telah dilakukan pada bulan Februari 2020 di perairan pesisir
timur Pulau Bintan yaitu Desa Kawal, Desa Teluk Bakau, Desa Malang Rapat,
dan Desa Berakit. Penentuan titik pengambilan data menggunakan metode
purposive sampling, yaitu dengan menetukan titik sampling berdasarkan
keberadaan ekosistem pesisir pada lokasi penelitian. Titik sampling sebanyak 7
titik pengamatan pada ekosistem berbeda yaitu 2 titik mangrove di perairan Desa
Kawal dan Berakit, 3 titik padang lamun di perairan Desa Teluk Bakau, Malang
Rapat, dan Berakit, serta 2 titik terumbu karang di perairan Desa Teluk Bakau dan
Malang Rapat (Gambar 1).

5
Gambar 1. Lokasi penelitian struktur komunitas ekosistem pesisir di perairan
pesisir timur Pulau Bintan

II.2 Alat dan Bahan


Alat dan bahan yang digunakan dalam penelitian ini yaitu GPS untuk
menentukan titik koordinat, Roll meter untuk garis bantu transek, dan pengukuran
kualitas perairan menggunakan pH meter untuk mengukur tingkat keasaman
perairan, Refraktometer untuk mengukur salinitas, Multitester untuk mengukur
suhu dan DO. Pada pengamatan mangrove menggunakan meteran jahit untuk
mengukur lingkar batang mangrove, transek kuadrat 10x10 m2 untuk
mengidentifikasi pohon mangrove, transek kuadrat 5x5 m 2 untuk mengidentifikasi
anakan mangrove, transek kuadrat 1x1 m2 untuk mengidentifikasi biota asosiasi,
dan buku Panduan Pengenalan Mangrove di Indonesia untuk mengidentifikasi
jenis mangrove. Pada pengamatan padang lamun menggunakan transek kuadrat
50x50 cm2 untuk menghitung tutupan dan kerapatan lamun, alat dasar selam
untuk mengidentifikasi lamun yang tergenang air, dan buku Panduan Monitoring
Padang Lamun untuk mengidentifikasi jenis lamun. Dan pada pengamatan
terumbu karang menggunakan SCUBA untuk menyelam, kamera bawah air untuk

6
dokumentasi bawah laut, frame besi 44x58 cm2 untuk transek pengambilan foto
karang, dan buku coral finder untuk mengidentifikasi jenis karang.

II.3 Metode dan Teknik Pengambilan Data


Metode yang digunakan untuk pengambilan data di lapangan adalah metode
survei langsung, observasi lapangan, dan studi pustaka dari ketiga ekosistem
pesisir yang diamati. Berikut adalah teknik pegambilan data pada pengamatan
ekosistem pesisir timur Pulau Bintan.
II.3.1 Ekosistem mangrove
Pengukuran vegetasi mangrove dilakukan berdasarkan buku panduan
monitoring mangrove (Bengen 2000). Metode pengukuran yang digunakan untuk
mengetahui tutupan dan kerapatan mangrove adalah menggunakan metode tansek
garis dan petak contoh (Transect Line Plot). Pengambilan data menggunakan plot
berukuran 10x10 m2 untuk data vegetasi mangrove yang masuk kategori pohon
dengan keliling lingkar batang ≥16 cm dan tinggi >1 m (Dharmawan dan
Pramudji 2017). Kemudian mengukur lingkar batang pohon pada ketinggian dada
orang dewasa (±1,3 m) menggunakan meteran jahit (Gambar 2).

Gambar 2. Pengukuran vegetasi mangrove. (A) Penentuan lingkar batang


mangrove setinggi dada. (B) Penentuan lingkar batang mangrove
pada berbagai jenis batang pohon (Bengen 2000).
Selanjutnya, mengidentifikasi nama jenis mangrove yang terdapat didalam
transek dengan pengamatan secara visual yang berpedoman pada buku identifikasi

7
mangrove Panduan Pengenalan Mangrove di Indonesia (Noor et al. 2006). Setelah
itu, pengambilan data menggunakan transek 5x5 m2 untuk data vegetasi mangrove
yang masuk kategori anakan dengan keliling lingkar batang <16 cm dan tinggi <1
m. Penempatan transek diletakkan di dalam transek pohon yang ditemukan paling
banyak pada kategori anakan, kemudian identifikasi jenis mangrove yang
ditemukan. Setelah itu letakkan transek 1x1 m2 untuk mengidentifikasi biota
asosiasi secara acak (random) yang dapat mewakili setiap kategori pohon dan
anakan sebanyak 2 kali pengulangan seperti pada ilustrasi Gambar 3.

Gambar 3. Ilustrasi transek pengambilan data pengukuran vegetasi mangrove


II.3.2 Ekosistem padang lamun
Pemantauan padang lamun dilakukan berdasarkan buku Pemantauan Padang
Lamun (Rahmawati et al. 2017). Pengambilan data dilakukan dengan
menggunakan metode transek garis dan kuadrat. Tiga buah transek garis
sepanjang 100 m diletakkan di setiap stasiun dengan jarak antar transek sebesar 50
m. Transek ditarik tegak lurus dengan garis pantai dan setiap transek sejajar
dengan transek lainnya. Kondisi padang lamun dinilai dengan mengukur tiga
parameter utama yaitu kekayaan jenis, total tutupan lamun dan tutupan per jenis
lamun. Setiap parameter diukur pada kuadrat 50x50 cm2 sepanjang transek garis.
Kuadrat dimulai dari titik 0 m sampai 100 m dengan jarak antar kuadrat 10 m.
Parameter lainnya yang dihitung adalah kepadatan jenis Enhalus acoroides per
kuadrat seperti pada ilustrasi Gambar 4.

8
Gambar 4. Ilustrasi pengambilan data pemantauan padang lamun
II.3.3 Ekosistem terumbu karang
Metode yang digunakan untuk menilai kondisi ekosistem terumbu karang
adalah metode Underwater Photo Transect (UPT) (Giyanto et al. 2010; Giyanto
2012a; Giyanto 2012b; Giyanto 2013), dengan melakukan pengambilan foto
sepanjang garis transek dengan menggunakan underwater camera dan bantuan
frame ukuran 44x58 cm2. Pengambilan foto dimulai dari meter ke-1 hingga meter
ke-50 dengan jarak antar pemotretan sepanjang 1 meter. Pengambilan pada meter
frame dengan nomor ganjil seperti meter ke-1, ke-3, dan seterusnya dilakukan
disebelah kiri garis transek (bagian yang lebih dekat dengan daratan). Sedangkan
untuk meter frame dengan nomor genap (frame 2, frame 4, dan seterusnya)
dilakukan di sebelah kanan garis transek (bagian yang lebih jauh dengan daratan)
seperti pada ilustrasi Gambar 5.

Gambar 5. Ilustrasi transek bawah air (UPT) (Giyanto 2012)


Pengambilan data diambil dengan mengunakan kamera bawah air seperti G15
atau Canon G1X untuk setiap titiknya. Pengambilan foto dengan jarak 60 cm dari
dasar laut dan tanpa pembesaran (zoom) dapat menghasilkan luas bidang 2552

9
cm2 per frame nya. Kegiatan ini dilakukan dengan cara penyelaman yang
menggunakan peralatan selam SCUBA (Kurniawan et al. 2019).
II.3.4 Kualitas Perairan
Metode pengambilan data kualitas perairan yaitu dengan melakukan
pengukuran langsung di perairan lokasi penelitian dengan menggunakan alat ukur
kualitas perairan. Suhu perairan dan DO diambil dengan menggunakan alat
Multitester. Salinitas perairan diambil dengan menggunakan alat Refraktometer
dan tingkat keasaman perairan diambil dengan menggunakan alat pH meter.

II.4 Analisis Data


II.4.1 Analisis data pengukuran vegetasi mangrove
Data terkait jenis dan jumlah tegakan vegetasi mangrove dimasukkan kedalam
tabel pada Microsoft Excel untuk memperoleh kerapatan jenis, frekuensi jenis,
penutupan jenis, dan indeks nilai penting (INP) dengan rumus sebagai berikut
(Kusmana 1997; Bengen 2000; Saru 2013) :
o Kerapatan jenis i (di) yaitu jumlah tegakan jenis i dalam satuan unit area yang
dihitung dengan rumus:
ni
di =
A
di
Rdi = x100%
∑n
Dimana : di = kerapatan jenis i (Individu/m2); ni = jumlah total tegakan jenis i; A = luas total
area pengamatan sampel (m2); Rdi = kerapatan relatif jenis i; ∑ n= jumlah total tegakan seluruh
jenis

o Frekuensi jenis i (fi) yaitu peluang jenis i dalam plot yang dihitung dengan
rumus:
pi
fi =
∑p
fi
Rfi = x100%
∑f
Dimana : fi = frekuensi jenis i; pi = jumlah plot yang ditemukan; ∑ p = jumlah total plot yang
diamati; Rfi = frekuensi relatif jenis i; ∑ f = jumlah frekuensi seluruh jenis
o Penutupan jenis i (ci) yaitu luas penutupan jenis i dalam plot yang dihitung
dengan rumus:

10
ci =
∑ BA
A
ci
Rci = x100%
∑c
Dimana : ci = penutupan jenis dalam satu unit area; ∑ BA = jumlah diameter batang; A =
luas total plot (m ); Rci = penutupan relatif jenis i; ∑ c= jumlah penutupan seluruh jenis
2

o Indek Nilai Penting (INP) yaitu jumlah nilai kerapatan jenis (Rdi), frekuensi
relatif jenis (Rfi), dan penutupan relatif jenis (Rci) yang dihitung dengan
rumus:
INP = Rdi + Rfi + Rci
Dimana : nilai penting jenis mangrove berkisar antara 0 – 300
o Selanjutnya untuk mengetahui kondisi ekosistem mangrove yang diamati,
mengacu kepada status kondisi ekosistem mangrove berdasarkan KepMenLH
No. 201 tahun 2004 (Tabel 1).

Tabel 1. Status kondisi ekosistem mangrove, KepMen LH no 201 tahun 2004

Kriteria Penutupan (%) Kerapatan

(Ind/ha)

Baik Baik ≥ 75% ≥ 1500

Sedang 50%-75% 1000-1500

Rusak Jarang <50% < 1000


Sumber : Schaduw (2019)
II.4.2 Analisis data pemantauan padang lamun
Data utama hasil pemantauan padang lamun dimasukkan ke dalam able pada
Microsoft Excel. Pengolahan data terdiri dari beberapa tahap yang akan
menghasilkan nilai rata-rata penutupan lamun (%) dan persentase penutupan
lamun per jenis, termasuk komposisinya dalam satu lokasi penelitian. Beberapa
tahapan perhitungan pada Microsoft Excel dengan menggunakan rumus sebagai

11
berikut :
 Menghitung penutupan lamun dalam satu kuadrat
Jumlah nilai penutupan lamun (4 kotak)
Rata 2 Penutupan Lamun = x100%
4
 Menghitung rata-rata penutupan lamun per stasiun
Jumlah penutupan lamun seluruh transek
Rata 2 Penutupan Lamun= x100%
Jumlah kuadrat seluruh transek
 Menghitung penutupan lamun per jenis pada satu stasiun
Jumlah penutupan lamun seluruh transek
Rata 2 Nilai Dominasi (%) = x100%
Jumlah kuadrat selutuh transek
 Menghitung rata-rata penutupan lamun per lokasi
Rata 2 Penutupan Lamun pada Satu Lokasi
Jumlah nilai rata2 penutupan lamun seluruh stasiun pada satu lokasi
= x100%
Seluruh stasiun pada satu lokasi
 Hasil rata-rata lamun pada setiap stasiun dan setiap lokasi dikategorikan
berdasarkan Tabel 2 untuk menentukan kriteria kondisi padang lamun pada
suatu lokasi.
Tabel 2. Kategori tutupan lamun
No Tutupan Lamun (%) Kategori
1 0 – 25 Jarang
2 26 – 50 Sedang
3 51 – 75 Padat
4 76 – 100 Sangat Padat
Sumber : Rahmawati et al. (2014)
 Setelah itu, status kesehatan lamun juga ditentukan berdasarkan Keputusan
Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 200 tahun 2004 tentang kriteria
Baku Kerusakan dan Pedoman Penentuan Status Padang Lamun (Tabel 3).
Tabel 3. Kriteria status padang lamun, KepMenLH No. 200 tahun 2004
No Kondisi Penutupan (%)
Baik Kaya/Sehat ≥ 60
Rusak Kurang Kaya/Kurang Sehat 30 – 59,9
Miskin ≤ 29
Sumber : Rahmawati et al. (2014)

II.4.3 Analisis data kondisi terumbu karang

12
Pada data tutupan karang dianalisis menggunakan perangkat lunak CPCe versi
4.0. (Coral Point Count with Excel extension) (Kohler dan Gill 2006) yang
bertujuan untuk mengetahui kondisi karang hidup pada lokasi penelitian, bentuk
pertumbuhan karang (coral lifeform), indeks keanekaragaman bentuk
pertumbuhan karang (coral lifeform), persentase tutupan masing-masing kategori,
biota dan substrat. Analisis foto dilakukan sebanyak 50 foto, dengan
menggunakan 30 sampel titik acak dari masing-masing foto (frame) dan untuk
setiap titiknya diberi kode sesuai dengan kode masing-masing kelompok biota dan
substrat (Tabel 4) yang berada pada titik acak tersebut (Giyanto 2013).

Indeks keanekaragaman bentuk pertumbuhan karang (coral lifeform) dianalisis


menggunakan aplikasi CPCe 4.0 dengan menggunakan rumus Shannon-Weaver
(1949) dalam Odum (1971).

S
H’ =- ∑ pi log2 pi
i=1

Dimana : H’ = Indeks keanekaragaman; s = Jumlah kategori bentuk pertumbuhan karang;

pi = Perbandingan proporsi bentuk pertumbuhan ke-I (ni/N); ni = Jumlah individu dalam


species;

N = Jumlah total individu

Tabel 4. Kode masing-masing kelompok bentuk pertumbuhan karang (coral


lifeform) dan kelompok bentik terumbu karang (biota dan substrat)
Kode Keterangan
HC Hard Coral = Karang Keras hidup (HC = AC+NA)
- AC Acropora = karang batu marga Acropora: ACB, ACD, ACE, ACS, ACT
- NA Non Acropora = karang batu selain marga Acropora: CB, CE, CS, CF,
CHL, CM, CME, CTU, CMR
DC Dead Coral = karang mati
DCA Dead Coral with Algae = karang mati yang telah ditumbuhi alga = DCA +
TA (Turf Algae)
SC Soft Coral = karang lunak
SP Sponge = spon

13
FS Fleshy Seaweed = alga = MA (Macro Algae) + AA (Algae Assemblage)
OT Other Fauna = fauna lain = CA (Coraline Algae) + HA (Halimeda) + ZO
(Zoanthid) + OT
R Rubble = pecahan karang
S Sand = pasir
SI Silt = lumpur
RK Rock = batuan
Sumber : Giyanto et al. (2014)
Kategori persentase tutupan karang hidup didasarkan pada Keputusan Menteri
Lingkungan Hidup No. 4 Tahun 2001, dimana pada kategori baik hingga baik
sekali berkisar antara 50% – 100% dan pada kategori rusak atau buruk hingga
sedang berkisar antara 0 – 49,9% (Tabel 5).
Tabel 5. Kategori Terumbu Karang
Kategori Terumbu Karang (%)
Rusak Buruk 0 – 24,9
Sedang 25 – 49,9
Baik Baik 50 – 79,9
Baik Sekali 80 – 100
Sumber : Giyanto et al. (2014)
II.4.4 Analisis data kualitas perairan
Data hasil pengukuran kualitas perairan di perairan dirata-ratakan dari tiga kali
pengulangan yang dilakukan untuk mendapatkan hasil lebih akurat. Kemudian
dianalisis secara deskriptif komparatif.

III. HASIL DAN PEMBAHASAN


III.1 Kondisi Umum
Perairan pesisir timur Pulau Bintan merupakan bagian wilayah Kabupaten
Bintan yang terdiri dari beberapa Desa yaitu Desa Kawal, Desa Teluk Bakau,
Desa Malang Rapat, dan Desa Berakit. Daerah ini memiliki ekosistem pesisir
pantai yang lengkap dan sangat produktif serta keanekaragaman yang tinggi.
Masyarakat di daerah ini mayoritas berprofesi sebagai nelayan. Hampir sepanjang
pesisir pantai ditumbuhi padang lamun, dan beberapa daerah memiliki hutan
mangrove yang merupakan salah satu icon di daerah tersebut. Sepanjang pesisir
pantai Desa Malang Rapat memiliki pantai yang biasa dikunjungi oleh wisatawan
lokal maupun mancanegara dengan beberapa resort-resort disekitarnya. Perairan
pesisir timur Pulau Bintan memiliki substrat pasir, lumpur, dan pasir berlumpur
sehingga dapat ditumbuhi oleh berbagai macam spesies ekosistem pesisir.

14
Banyaknya resort mempengaruhi ekosistem yang ada karna dampak dari
pembangunan tersebut yang dapat mengubah parameter perairan yang ada
sehingga terjadinya ketidakstabilan pada kualitas perairan. Dari hasil pengukuran
kualitas perairan pada lokasi pemantauan dapat diketahui bahwa perairan di
daerah ini masih termasuk baik pada pertumbuhan ekosistem disekitarnya.
Parameter kulaitas perairan disajikan pada Tabel 6.
Tabel 6. Parameter kualitas perairan pesisir timur Pulau Bintan

Lokasi Parameter perairan


Suhu (℃) pH Salinitas DO Tipe Substrat
Desa Kawal 27,2 – 7,3 – 8 25 – 30 7,18 – 8 Lumpur
29,3
DesaTeluk Bakau 26,8 – 30 7,5 -8,3 26 – 31 7,2 – Pasir
8,4
Desa Malang Rapat 26,6 – 30 7,7 – 25 – 30 7,32 – 8 Pasir
8,1
Desa Berakit 26 – 28,1 7,5 – 28 – 30 7,6 – Pasir berlumpur
8,4 8,3

III.2 Sebaran Ekosistem Pesisir Timur Pulau Bintan


III.2.1 Ekosistem mangrove
Berdasarkan hasil pengamatan diketahui bahwa pada perairan pesisir timur
Pulau Bintan yang dilakukan pada 2 lokasi pengamatan, teridentifikasi ditumbuhi
4 jenis mangrove di perairan Desa Kawal dan 9 jenis mangrove di perairan Desa
Berakit. Jenis mangrove yang ditemukan di perairan Desa Kawal yaitu: Bruguiera
gymnorrhiza (Bg), Aegiceras floridium (Af), Bruguiera sexangula (Bs), dan
Bruguiera cylindrica (Bc). Sedangkan jenis mangrove yang ditemukan di perairan
Desa Berakit yaitu: Rhizophora apiculata (Ra), Bruguiera gymnorrhiza (Bg),
Rhizophora mucronata (Rm), Ceriops tagal (Ct), Avicennia alba (Aa),
Xylocarpus granatum (Xg), Sonneratia alba (Sa), Aegiceras floridium (Af), dan
Bruguiera cylindrica (Bc). Dari hasil mangrove yang ditemukan dapat diketahui
bahwa daerah perairan Desa Berakit memiliki keanekaragaman yang lebih tinggi
daripada daerah perairan Desa Kawal. Menurut Masithah et al. (2016), sebagai
informasi awal di perairan Desa Berakit memiliki beberapa jenis mangrove yang
tumbuh disepanjang pantai bagian timur Desa Berakit yang didominasi oleh jenis
Rhizophora sp., diantaranya seperti R. mucronata, R. apiculata, R. stylosa, R.

15
tamarckii dengan indeks nilai penting (INP) terbesar adalah R. mucronata sebesar
133,60% dan R. apiculata sebesar 94,45%. Pada tahun 2017 luasan hutan
mangrove di perairan Desa Berakit sebesar 9701 ha (Irawan et al. 2017). Susiana
dan Suhana (2019), melaporkan bahwa kerapatan vegetasi mangrove di perairan
Desa Berakit berkisar antara 2600 – 9900 Ind/Ha dengan status padat pada kondisi
baik, sehingga hutan mangrove di daerah tersebut masih terjaga dari tindakan
destruksi (pengrusakan).
Di perairan Desa Kawal, jenis mangrove yang paling sering ditemukan yaitu
jenis Bruguiera gymnorrhiza, hal ini dikarenakan di daerah ini memiliki substrat
berlumpur yang dipengaruhi langsung perairan laut. Walaupun dipengaruhi
langsung oleh perairan laut, tetapi daerah ini termasuk daerah dengan salinitas
rendah dan kelembaban yang cukup serta tanah atau lumpurnya memiliki aerasi
yang baik. Sedangkan di perairan Desa Berakit, jenis mangrove yang paling
sering ditemukan yaitu jenis Rhizophora mucronata dengan substrat lumpur
berpasir yang tumbuh di pematang sungai pasang surut (Tabel 7).
Tabel 7. Kehadiran jenis mangrove pada setiap lokasi pengamatan di perairan
pesisir timur Pulau Bintan
Lokasi Jumlah Aa Af Bc Bg Bs Ct Ra Rm Sa Xg
jenis
Kawal 4 - + + +++ + - - - - -
Berakit 9 + + + + - + + +++ + +
Keterangan : - = Tidak ditemukan; + = Ditemukan; +++ = Dominan
Dari 4 (empat) jenis mangrove yang ditemukan di perairan Desa Kawal
memiliki rata-rata kerapatan total pohon sebesar 1900 Ind/Ha dan kerapatan total
anakan sebesar 1333 Ind/Ha. Sedangkan dari 9 (sembilan) jenis mangrove yang
ditemukan di perairan Desa Berakit memiliki rata-rata kerapatan total pohon
sebesar 1567 Ind/Ha dan kerapatan total anakan sebesar 2400 Ind/Ha. Jadi rata-
rata tutupan total pohon dan anakan dari ke 2 lokasi penelitian yaitu 1733 Ind/Ha
pada kategori pohon dan 1866 Ind/Ha pada anakan (Gambar 6).

16
Kerapatan Total Vegetasi Mangrove di Pesisir Timur Pulau Bintan
3000

2500 2400

2000 1900
1567
1500 1333.33

1000

500

0
Kawal Berakit

pohon anakan

Gambar 6. Kerapatan total vegetasi mangrove di perairan pesisir timur Pulau


Bintan

Pada perairan Desa Kawal, jenis mangrove yang memiliki nilai kerapatan
paling tinggi yaitu Bruguiera gymnorrhiza dengan kerapatan 1600 Ind/Ha untuk
pohon dan 1000 Ind/Ha untuk anakan. Sedangkan jenis mangrove yang memiliki
nilai kerapatan terendah yaitu Bruguiera sexangula dengan kerapatan 200 Ind/Ha
untuk pohon dan 400 Ind/Ha untuk anakan. Pada perairan Desa Berakit, jenis
mangrove yang memiliki nilai kerapatan tertinggi yaitu Rhizophora mucronata
dengan kerapatan 630 Ind/Ha untuk pohon dan 1067 Ind/Ha untuk anakan.
Sedangkan jenis mangrove yang memiliki nilai kerapatan terendah yaitu
Bruguiera gymnorrhiza dan Sonneratia alba dengan kerapatan 200 Ind/Ha untuk
pohon dan Xylocarpus granatum dengan kerapatan 400 Ind/Ha untuk anakan
(Tabel 8).

Tabel 8. Kerapatan jenis pohon dan anakan mangrove di perairan pesisir timur
Pulau Bintan
Jenis Mangrove Lokasi

17
Kawal Berakit
Pohon
Avicennia alba 0 300
Aegiceras floridium 400 0
Bruguiera cylindrica 300 0
Bruguiera gymnorrhiza 1600 200
Bruguiera sexangula 200 0
Ceriops tagal 0 300
Rhizophora apiculata 0 250
Rhizophora mucronata 0 630
Sonneratia alba 0 200
Xylocarpus granatum 0 400
Anakan
Aegiceras floridium 800 600
Bruguiera cylindrica 0 670
Bruguiera gymnorrhiza 1000 0
Bruguiera sexangula 400 0
Rhizophora mucronata 0 1067
Xylocarpus granatum 0 400

Dari hasil analisa tentang kerapatan relatif jenis (Rdi), frekuensi relatif jenis
(Rfi), dan penutupan relatif jenis (Rci) diperoleh nilai penting suatu jenis
mangrove yang ditemukan di perairan pesisir timur Pulau Bintan. Pada tingkat
pohon di perairan Desa Kawal, jenis vegetasi mangrove yang ditemukan paling
penting peranannya di lokasi pengamatan adalah Bruguiera gymnorrhiza dengan
indeks nilai penting (INP) sebesar 214, 04% dan jenis vegetasi mangrove yang
memiliki indeks nilai penting terendah yaitu Bruguiera sexangula sebesar 22,
59%. Sedangkan di perairan Desa Berakit, jenis vegetasi mangrove yang
ditemukan paling penting peranannya di lokasi pengamatan adalah Rhizophora
mucronata dengan indeks nilai penting sebesar 98, 46% dan indeks nilai penting
terendah yaitu Sonneratia alba sebesar 15, 75% (Gambar 7).

18
Indeks Nilai Penting Mangrove A
250 Avicennia alba
Aegiceras floridium
200 Bruguiera cylindrica
Bruguiera gymnorrhiza
150 Bruguiera sexangula
Ceriops tagal
100 Rhizophora apiculata
Rhizophora mucronata
50 Sonneratia alba
Xylocarpus granatum

0
Kawal Berakit

Indeks Nilai Penting Mangrove


B
160

140

120 Aegiceras floridium


Bruguiera cylindrica
100 Bruguiera gymnorrhiza
80 Bruguiera sexangula
Rhizophora mucronata
60 Xylocarpus granatum
40

20

0
Kawal Berakit

Gambar 7. Indeks nilai penting mangrove di perairan pesisir timur Pulau


Bintan. (A) Pohon (B) Anakan

III.2.2 Ekosistem padang lamun


Berdasarkan hasil pemantauan padang lamun di perairan pesisir timur Pulau
Bintan diketahui bahwa terindentifikasi 7 jenis lamun yang berbeda tersebar di 3
lokasi pengamatan. Jenis lamun yang ditemukan di lokasi pertama yaitu pada
perairan Desa Teluk Bakau terdapat 6 jenis lamun diantaranya Enhalus acoroides,
Cymodocea rotundata, Cymodocea serulata, Halodule uninervis, Halophila
ovalis, dan Syringodium isoetifolium. Pada lokasi kedua yaitu di perairan Desa
Malang Rapat ditemukan 4 jenis lamun diantaranya Enhalus Acoroides,

19
Cymodocea serulata, Halophila ovalis, dan Syringodium isoetifolium. Pada lokasi
ketiga yaitu di perairan Desa Berakit ditemukan 4 jenis lamun yaitu Enhalus
acoroides, Cymodocea rotundata, Cymodocea serulata, dan Thalassia hemprichii
(Tabel 9).
Tabel 9. Jenis lamun yang ditemukan di perairan pesisir timur Pulau Bintan
Lokasi Jumla Ea Cr Cs Hu Ho Si Th
h jenis
Teluk Bakau 6 + +++ + + + + -
Malang Rapat 4 +++ - + - + + -
Berakit 4 + +++ + - - - +
Keterangan : - = Tidak ditemukan; + = Ditemukan; +++ = Dominan

Padang lamun pada setiap lokasi pengamatan membentuk suatu komunitas


campuran dengan beberapa spesies, diantaranya adalah Enhalus acoroides dengan
Cymodocea rotundata dan Halodule uninervis di perairan Desa Teluk Bakau, atau
Enhalus acoroides dengan Halophila ovalis di perairan Desa Malang Rapat, dan
Enhalus acoroides dengan Thalassia hemprichii di perairan Desa Berakit.
Pada perairan Desa Teluk Bakau, setelah data dianalisa melalui Microdoft
Excel diperoleh tutupan lamun tiap transeknya; transek pertama 23,01%, transek
kedua 52,41%, dan transek ketiga 52,41% dengan rata-rata 42,61%. Pada perairan
Desa Malang Rapat, diperoleh tutupan lamun di transek pertama sebesar 35,63%,
transek kedua 56,25%, dan transek ketiga 59,23% dengan rata-rata 50,37%. Pada
perairan Desa Berakit, diperoleh tutupan lamun di transek pertama sebesar
38,07%, transek kedua 38,92%, dan transek ketiga 28,55% dengan rata-rata
35,2% (Gambar 8). Sehingga diperoleh rata-rata tutupan total lamun pada perairan
pesisir timur Pulau Bintan dari 3 lokasi pengamatan yaitu sebesar 42,73%
(Gambar 9).

20
Rata-Rata Tutupan Total Lamun A

Persentase tutupan lamun


60% 54% 54%
50%
40%
30% 23%
20%
10%
0%
Transek 1 Transek 2 Transek 3
Transek perairan Teluk Bakau

Rata-rata Tutupan Total Lamun


B
Persentase tutupan lamun

70% 59%
60% 56%
50%
40% 36%
30%
20%
10%
0%
Transek 1 Transek 2 Transek 3
Transek perairan Malang Rapat

Rata-rata Tutupan Total Lamun


C
Persentase tutupan lamun

50%
38% 39%
40%
29%
30%
20%
10%
0%
Transek 1 Transek 2 Transek 3
Transek perairan Berakit

Gambar 8. Rata-rata tutupan total lamun tiap transek di lokasi pengamatan. (A)
Transek di perairan Desa Teluk Bakau. (B) Transek di perairan
Desa Malang Rapat. (C) Transek di perairan Desa Berakit.

21
Rata-rata Tutupan Total Padang Lamun
60%

Persentase tutupan total lamun (%)


50%
50%
43%
40% 35%

30%

20%

10%

0%
Teluk Bakau Malang Rapat Berakit

Lokasi Pengamatan

Gambar 9. Rata-rata tutupan total lamun di perairan pesisir timur Pulau Bintan

III.2.3 Ekosistem terumbu karang


Persentase tutupan komponen biotik terdiri dari karang keras (coral), non
coral (sponge), makroalga, dan biota asosiasi lainnya. Sedangkan persentase
tutupan komponen abiotik terdiri atas karang mati (dead coral) dan sedimen atau
substrat perairan. Persentase tutupan komponen biotik berkisar antara 0,13% -
43,33% dengan komponen tertinggi terdapat pada karang keras (coral) yaitu
43,33% di perairan Desa Teluk Bakau. Pada perairan Desa Malang Rapat
teridentifikasi persentase tutupan komponen biotik berkisar antara 0,13% - 41,2%
dengan komponen tertinggi terdapat pada karang keras (coral) yaitu 41,2%.
Sehingga dapat diketahui persentase tutupan komponen biotik karang tertinggi di
perairan pesisir Pulau Bintan terdapat di perairan Desa Teluk Bakau yaitu 43,33%
pada karang keras (coral).
Persentase tutupan komponen abiotik berkisar antara 5,34% - 38,67% dengan
komponen tertinggi terdapat pada dead coral yaitu 38,67% di perairan Desa Teluk
Bakau. Pada perairan Desa Malang Rapat teridentifikasi persentase tutupan
komponen abiotik berkisar antara 3,94% - 52,47% dengan komponen tertinggi
terdapat pada dead coral yaitu 52,47%. Sehingga dapat diketahui persentase
tutupan komponen abiotik karang tertinggi di perairan pesisir timur Pulau Bintan

22
terdapat di perairan Desa Malang Rapat yaitu 52,47% pada dead coral (Gambar
10).

Persentase Tutupan Terumbu Karang (%)


Persentase Tutupan Komponen Biotik dan Abiotik
60
55 52.47
50
45 43.33
41.2
40 38.67
35 Teluk Bakau
30 Malang Rapat
25
20
15
9.47
10 5.34 3.94
5 2.07 1.13 0.2 0.13 0.13
0
Coral Dead Coral Makroalga Abiotiok Other Biota Sponge

Gambar 10. Persentase tutupan komponen biotik dan abiotik di perairan pesisir
timur Pulau Bintan

Persentase tutupan terumbu karang hidup di perairan Desa Teluk Bakau terdiri
dari tutupan pertumbuhan (lifeform) karang yaitu Acropora digitate (ACD), A.
encrusting (ACE), A. submassive (ACS), A. tabulate (ACT), Coral branching
(CB), C. encrusting (CE), C. foliose (CF), C. massive (CM), C. millepora (CME),
dan C. submassive (CS). Sedangkan persentase tutupan terumbu karang hidup di
perairan Desa Malang Rapat terdiri dari tutupan pertumbuhan (lifeform) karang
yaitu Acropora encrusting (ACE), A. submassive (ACS), A. tabulate (ACT),
Coral branching (CB), C. encrusting (CE), C. foliose (CF), C. massive (CM), C.
mushroom (CMR), dan C. submassive (CS) (Gambar 11).

23
Persentase Tutupan Terumbu Karang Hidup
35
30 28.6
27.07
Persentase Tutupan Terumbu Karang (%) 25
Teluk Bakau
20
Malang Rapat
15
10 7.53
2.93 4.53 2.73
5 2.2 1.930.13 2
0 0 0.13
0 0.070.73
0.4 0.27 00 0.67 0 1.4
0 0.14 0.53 0 0
0
) D) CE
) S) T) B) E) F) L) ) E) R) S) U)
CB AC AC AC (C (C (C CH
M (C CT
(A ( (A ( ( g g s e ( e (C (CM (CM
v e (
ng te in
g ve at
e in tin io ra si
v ra om si ra
hi ita st as
si ul ch us ol po as po ro as po
nc ig ru m ab ran n cr lF lio M l le h b m u bi
ra D c T a e l i s
or
a n b a lB al
E
Co
r H ra M u Su lT
aB aE Su or ra or al Co al lM al ra
p or rop p or o ra rop Co C Cor or ra or Co
ro c p c C o C
A ro ro A C
Ac Ac Ac

Jenis Karang Hidup

Gambar 11. Persentase tutupan terumbu karang hidup di perairan pesisir timur
Pulau Bintan

Persentase tutupan terumbu karang hidup di perairan Desa Teluk Bakau yang
terdiri dari acropora dan hard coral dengan bentuk pertumbuhan didominasi oleh
Coral massive (CM) sebesar 27,07%. Tingginya persentase karang hidup jenis
Coral massive dengan bentuk koloni padat dan solid di lokasi pengamatan
berhubugan erat dengan kondisi perairan yang cukup keruh dan tingginya
sedimentasi. Selain itu, aktivitas masyarakat di perairan dan lokasi pengamatan
berhadapan langsung dengan Pulau bersubstrat pasir yang menyebabkan kadar
sedimentasi di perairan ini cukup keruh. Coral massive memiliki toleransi yang
tinggi terhadap perairan yang keruh sehingga pertumbuhan karang cenderung
didominasi oleh karang coral.
Persentase tutupan terumbu karang hidup di perairan Desa Malang Rapat
dengan bentuk pertumbuhan didominasi oleh Coral massive (CM) sebesar 28,6%.
Seperti halnya perairan Desa Teluk Bakau, perairan Desa Malang Rapat juga
memiliki aktivitas masyarakat di perairan seperti aktivitas berkarang dan mencari
ikan menggunakan perahu atau kapal. Akan tetapi di perairan ini tidak menghadap
langsung dengan Pulau bersubstrat pasir yang mengakibatkan perairan ini lebih
keruh atau sedimentasinya lebih tinggi daripada perairan Desa Teluk Bakau.
Persentase tutupan terumbu karang mati di perairan pesisir timur Pulau Bintan
terdiri dari tutupan pertumbuhan (lifeform) karang yaitu recently dead coral (DC),
dead coral with algae (DCA), dan rubble (R). Persentase tutupan terumbu karang

24
mati di perairan Desa Teluk Bakau berkisar antara 0,07% - 38,6% dengan rata-
rata 13,22%. Sedangkan persentase tutupan terumbu karang mati di perairan Desa
Malang Rapat berkisar antara 0 – 52,47% dengan rata-rata 26,57% (Gambar 12).

Persentase Tutupan Terumbu Karang Mati


Persentase Tutupan Terumbu Karang (%)

60
55 52.47
50
45
40 38.6
35 Teluk Bakau
30
25 Malang Rapat
20
15
10
5 0.07 0 1 0.67
0
RECENT DEAD CORAL DEAD CORAL WITH RUBBLE (R)
(DC) ALGAE (DCA)

Karang Mati

Gambar 12. Persentase tutupan terumbu karang mati di perairan pesisir timur
Pulau Bintan

III.3 Status Ekosistem Pesisir di


Perairan Pesisir Timur Pulau Bintan
III.3.1 Ekosistem mangrove

Pada Kawasan Konservasi Laut Daerah (KKLD) Kabupaten Bintan, dimana


daerah pesisir timur Pulau Bintan termasuk pada wilayah KKLD yang terbagi
beberapa wilayah seperti Desa Kawal dan Desa Berakit pada ekosistem
mangrove. Di perairan Desa Kawal teridentifikasi ditumbuhi 4 jenis mangrove
dengan rata-rata kerapatan total pohon sebesar 1900 Ind/Ha dan anakan sebesar
1333 Ind/Ha. Sedangkan di perairan Desa Berakit teridentifikasi ditumbuhi 9 jenis
mangrove dengan rata-rata kerapatan total pohon sebesar 1567 Ind/Ha dan anakan
sebesar 2400 Ind/Ha. Sehingga, rata-rata kerapatan total pada kedua lokasi
pengamatan vegetasi mangrove di perairan pesisir timur Pulau Bintan adalah 1733
Ind/Ha pada pohon dan 1866 Ind/Ha pada anakan.

25
Berdasarkan nilai rata-rata kerapatan total vegetasi mangrove, dapat dikatakan
bahwa status kondisi vegetasi mangrove di perairan Desa Kawal dalam kategori
baik pada pohon dan kategori sedang pada anakan. Sedangkan di perairan Desa
Berakit memiliki status kondisi vegetasi mangrove dalam kategori baik pada
pohon maupun anakan. Dengan demikian, status kondisi vegetasi mangrove di
perairan pesisir timur Pulau Bintan dalam kategori baik pada pohon maupun
anakan (KepMenLH No. 201 tahun 2004 dalam Schaduw 2019).
III.3.2 Ekosistem padang lamun
Pada Kawasan Konservasi Laut Daerah (KKLD) Kabupaten Bintan, dimana
daerah pesisir timur Pulau Bintan termasuk pada wilayah KKLD yang terbagi
beberapa wilayah seperti Desa Teluk Bakau, Desa Malang Rapat dan Desa
Berakit pada ekosistem padang lamun.
Pada perairan Desa Teluk Bakau teridentifikasi 6 jenis lamun yang membentuk
komunitas campuran dengan rata-rata tutupan total lamun tiap transek berkisar
antara 23,01% - 52,41% dengan rata-rata sebesar 42,61%, dimana termasuk dalam
kategori sedang atau kurang sehat. Pada perairan Malang Rapat terindentifikasi 4
jenis lamun yang memiliki rata-rata tutupan total lamun berkisar 35,63% - 59,23%
dengan rata-rata 50,37%, dimana termasuk dalam kategori sedang atau kurang
sehat. Pada perairan Desa Berakit teridentifikasi 4 jenis lamun yang memiliki rata-
rata tutupan total lamun berkisar 28,55% - 38,92% dengan rata-rata 35,2%,
dimana termasuk dalam kategori sedang atau kurang sehat. Sehingga diperoleh
nilai rata-rata tutpan total lamun di perairan pesisir timur Pulau Bintan yaitu
42,73% yang termasuk dalam kategori sedang atau kurang sehat (KepMenLH No.
200 tahun 2004 dalam Rahmawati et al. 2014).
III.3.3 Ekosistem terumbu karang
Pada Kawasan Konservasi Laut Daerah (KKLD) Kabupaten Bintan, dimana
daerah pesisir timur Pulau Bintan termasuk pada wilayah KKLD yang terbagi
beberapa wilayah seperti Desa Teluk Bakau dan Desa Malang Rapat pada
ekosistem terumbu karang
Di perairan Desa Teluk Bakau teridentifikasi 10 jenis karang hidup memiliki
persentase tutupan terumbu karang hidup berkisar antara 0,13% – 27,07% dengan
rata-rata 4,23% dimana termasuk dalam kategori buruk. Sedangkan pada perairan

26
Desa Malang Rapat teridentifikasi 9 jenis karang hidup yang memiliki persentase
tutupan terumbu karang berkisar 0,07% - 28,6% dengan rata-rata 4,56% dimana
termasuk dalam kategori buruk. Pada perairan Desa Teluk Bakau memiliki rata-
rata persentase tutupan terumbu karang mati yaitu 13,22% dimana termasuk
dalam kategori buruk. Sedangkan pada perairan Desa Malang Rapat memiliki
rata-rata persentase tutupan terumbu karang mati yaitu 26,57% dimana termasuk
dalam kategori sedang. Sehingga diperoleh nilai rata-rata tutupan terumbu karang
di perairan pesisir timur Pulau Bintan yaitu 19,89% yang termasuk dalam kategori
buruk (KepMenLH No. 4 tahun 2001 dalam Giyanto et al. 2014).

IV. KESIMPULAN DAN SARAN


IV.1 Kesimpulan
Perairan pesisir timur Pulau Bintan merupakan bagian wilayah Kawasan
Konservasi Laut Daerah (KKLD) yang memiliki substrat pasir, lumpur, dan pasir
berlumpur sehingga dapat ditumbuhi oleh berbagai macam spesies ekosistem
pesisir. Pada ekosistem mangrove di perairan pesisir timur Pulau Bintan
ditemukan 10 spesies mangrove diantaranya Avicennia alba, Aegiceras floridium,
Bruguiera cylindrica, B. gymnorrhiza, B. sexangula, Ceriops tagal, Rhizophora
apiculata, R. mucronata, Sonneratia alba, dan Xylocarpus granatum yang
didominasi oleh B. gymnorrhiza dan R. mucronata. Keraptan total hutan
mangrove di perairan ini adalah 1733 Ind/Ha pada pohon dan 1866 Ind/Ha pada
anakan dengan indeks nilai penting (INP) terbesar pada B. gymnorrhiza sebesar
214,04% dan R. mucronata sebesar 98,46% dengan kondisi baik pada kategori
sangat padat. Pada ekosistem padang lamun ditemukan 7 spesies lamun
diantaranya Cymodocea rotundata, C. serulata, Enhalus acoroides, Halophila
ovalis, Halodule uninervis, Syringodium isoetifolium, dan Thalassia hemprichii
yang didominasi oleh C. rotundata dan E. Acoroides. Tutupan total padang lamun
di perairan ini adalah sebesar 43,73% dalam kondisi kurang sehat pada kategori
sedang. Pada ekosistem terumbu karang ditemukan 11 jenis kelompok
pertumbuhan karang diantaranya Acropora digitate, A. encrusting, A. submassive,
A. tabulate, Coral branching, C. encrusting, C. foliose, C. massive, C. millepora,
C. mushroom dan C. submassive yang didominasi oleh pertumbuhan karang C.

27
massive. Tutupan total pertumbuhan karang di perairan ini adalah sebesar 19,89%
dalam kondisi buruk. Jadi, kondisi struktur komunitas ekosistem pesisir di
perairan pesisir timur Pulau Bintan sebagai wilayah KKLD sangat baik untuk
ekosistem mangrove, sedang pada padang lamun, dan buruk pada terumbu karang.

IV.2 Saran
Pada pemerintah Kabupaten memperkuat kembali dari SK Bupati Bintan No.
36/VIII/2007 terkait KKLD agar dapat ditindaklanjuti pemerintah Provinsi untuk
melindungi keasrian ekosistem pesisir di perairan pesisir timur Pulau Bintan.
Pada masyarakat sekitar perairan pesisir timur Pulau Bintan untuk ikut serta
dalam menjaga ekosistem pesisir dengan kearifan lokalnya agar sumberdaya
perikanan di alam tidak habis atau berkurang.
Pada mahasiswa ataupun peneliti untuk lebih banyak mengkaji terkait kondisi
ekosistem pesisir dan lingkungan sekitarnya yang terkait di daerah Pulau Bintan
agar dapat membantu memberikan informasi terbaru terkait kondisi ekosistem
baik pada pemerintah atau masyarakat umum.

V. DAFTAR PUSTAKA

Adriansyah, A., Zulfikar, A., Zen, L.W. 2014. Analisis komunitas padang lamun
di perairan Berakit Malang Rapat dan Teluk Bakau Kabupaten Bintan.
Direktori Universitas Maritim Raja Ali Haji, Tanjungpinang
Alwi., Khodijah., Zulfikar, A. 2015. Komunitas ikan di daerah padang lamun
perairan Desa Malang Rapat Kabupaten Bintan. Direktori Universitas Maritim
Raja Ali Haji, Tanjungpinang
Bengen, D. G. 2000. Pedoman teknis pengenalan dan pengelolaan ekosistem
mangrove. Pusat Kajian Sumberdaya Pesisir dan Lautan (PKSPL), Institut
Pertanian Bogor (IPB). Bogor
Bupati Bintan. 2007. Surat Keputusan Bupati Bintan No. 36/VIII/2007 Tentang
Kawasan Konservasi Laut Daerah Kabupaten Bintan. Kepulauan Riau,
Indonesia
Dharmawan, I.W.E., Pramudji. 2017. Kajian kondisi kesehatan ekosistem
mangrove di kawasan pesisir Kabupaten Lampung Selatan. COREMAP-CTI
Pusat Penelitian Oseanografi, LIPI. Jakarta

28
DKP Kabupaten Bintan. 2014. Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Bintan.
Rencana zonasi wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil Kabupaten Bintan,
Kepulauan Riau
Faiqoh, E., Wiyanto, D.B., Astrawan, I.G.B. 2017. Peranan padang lamun Selatan
Bali sebagai pendukung kelimpahan ikan di perairan Bali. Journal of Marine
and Aquatic Sciences. 3(1) : 10 – 18

Giyanto., Iskandar, B.H., Soedharma, D., Suharsono. 2010. Effisiensi dan akurasi
pada proses analisis foto bawah air untuk menilai kondisi terumbu karang.
Oseanologi dan Limnologi di Indonesia. 36(1) : 111 – 130

Giyanto. 2012. Ekosistem pesisr Ternate, Tidore dan sekitarnya, Provinsi Maluku
Utara (p.118). P2O - Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia

Giyanto. 2012a. Kajian tentang panjang transek dan jarak antar pemotretan pada
penggunaan metode transek foto bawah air. Oseanologi dan Limnologi di
Indonesia. 38(1) : 1 – 18

Giyanto. 2012b. Penilaian kondisi terumbu karang dengan metode transek foto
bawah air. Oseanologi dan Limnologi di Indonesia. 38(3) : 377 – 389

Giyanto. 2013. Metode transek foto bawah air untuk penilaian kondisi terumbu
karang. Oseana. 38(1) : 47 – 61
Giyanto., Manuputty, A.E.W., Abrar, M., Siringoringo, R.M. 2014. Panduan
monitoring kesehatan terumbu karang. COREMAP CTI LIPI. Jakarta.
Irawan, S., Kurniawan, D.E., Anurogo, W., Lubis, M.Z. 2017. Mangrove
distribution in Riau Islands using remote sensing technology. Journal of
Applied Geospatial Information. 1(2) : 58 – 63
KepMen LH. 2001. Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. 4 Tahun
2001 Tentang Kriteria Baku Kerusakan Terumbu Karang. No. 4, Indonesia

KepMen LH. 2004. Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. 200
Tahun 2004 Tentang Kriteria Baku Kerusakan dan Pedoman Penentuan Status
Padang Lamun. No. 200, Indonesia
KepMen LH. 2004. Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. 201 Tahun
2004 Tentang Kriteria Baku dan Pedoman Penentuan Kerusakan Mangrove.
No. 201, Indonesia.
Kohler, K.E., Gill, M. 2006. Coral point count with excel extensions (CPCe): a
visual basic program for the determination of coral and substrate coverage
using random point count methodology. Comput Geosci. 32 (9) : 1259 – 1269

Kurniawan, D., Febrianto, T., Hasnarika. 2019. Kondisi ekosistem terumbu


karang di perairan Teluk Sebok Kabupaten Bintan. Jurnal Pengelolaan
Perairan. 2(2) : 13 – 26

29
Kusmana, C. 1997. Metode survey vegetasi. IPB Press. Bogor, 9 – 17 p
Larasanti, M., F. Lestari., L. W. Zen. 2015. Kajian biomassa lamun di kawasan
konservasi laut daerah desa Malang Rapat Kabupaten Bintan. Direktori
Universitas Maritim Raja Ali Haji, Tanjungpinang
Masithah, D., Kustanti A., Hilmanto R. 2016. Nilai ekonomi komoditi hutan
mangrove di desa Merak Belantung Kecamatan Kalianda Kabupaten Lampung
Selatan. Jurnal Sylva Lestari. 4(1) : 69 – 80. DOI: 10.23960/jsl1469-80
Mohanty, B., Nayak, A., Dash, B., Rout, S.S., Charan, K.B., Patnaik, L., Dev,
R.M.K., Raman, A., Raut, D. 2019. Biodiversity and ecological
considenrations of brachyuran crabs (Crustacea: Decapoda) from Devy
estuary-mangrove region on the east coast of India. Region Studies in Marine
Science. 32:100865. DOI: 10.1016/j.rsma.2019.100865
Noor, Y.R., Khazali, M., Suryadiputra, I.N.N. 2006. Panduan pengenalan
mangrove di Indonesia. Cetakan II. Wetland Internasional. Bogor
Odum, E.P. 1971. Fundamentals of ecology. Third Edition, W.B. Saunders Co.,
Philadelphia, 1 – 574
Rahmawati, S., Supriyadi, I.H., Kiswara, W., Azab, H. 2014. Panduan
monitoring: padang lamun (p.34). Coremap-CTI, P20-LIPI Jakarta
Rahmawati, S. Irawan, Andri. Indarto. Supriyadi, Happy. Azkab, Muhammad
Husni. 2017. Panduan pemantauan penilaian kondisi padang lamun. Jakarta :
COREMAP CTI LIPI
Rizal, S., Pratomo, A., Irawan, H. 2016. Tingkat tutupan terumbu karang di
perairan Pulau Terkulai. Direktori Universitas Maritim Raja Ali Haji,
Tanjungpinang
Saru, A. 2013. Mengungkap potensi emas hijau di wilayah pesisir. Masagena
Press. Makassar
Schaduw, J.N.W. 2019. Struktur komunitas dan persentase penutupan kanopi
mangrove Pulau Salawati Kabupaten Kepulauan Raja Ampat Provinsi Papua
Barat. Majalah Geografi Indonesia. 33(1) : 26 – 34
Sjafrie, N.D.M. 2018. Potensi energi lamun untuk mendukung pelestarian Dugong
(Dugong Dugon) di Desa Berakit dan Desa Pengudang Pulau Bintan.
Widyariset. 4(2) : 113 – 122
Suharsono., Anna, E.W.M., Hendrik, A.W.C., Suyarso., Agus, B., Johan, P., Priti,
S., I. Wayan, E.D., Susi, R. 2014. Monitoring kesehatan terumbu karang dan
kesehatan ekosistem terkait di kabupaten bintan. COREMAPCTI. Pusat
Penelitian Oseanografi-LIPI. Jakarta
Supriyadi, I.H., Cappenberg, H.A.W., Souhoka, J., Makatipu, P.C., Hafizt, M.
2017. Kondisi terumbu karang, lamun dan mangrove di suaka alam perairan

30
Kabupaten Raja Ampat Provinsi Papua Barat. Jurnal Penelitian Perikanan
Indonesia (JPPI). 23(4) : 241 – 252
Susiana., Suhana, M.P. 2019. Tingkat kerusakan mangrove di perairan Desa
Berakit, Pulau Bintan, Indonesia. Jurnal Akuakultur, Pesisir, dan Pulau-pulau
Kecil. 3(2) : 73 – 79
Ulfa, M., Ikejima, K., Poedjirahajoe, E., Faida, L.R.W., Harahap, M.M. 2018.
Effects of mangrove rehabilitation on density of Scylla spp. (mud crabs) in
Kuala Langsa, Aceh, Indonesia. Regional Studies in Marine Science. 24: 296 –
302. DOI: 10.1016/j.rsma.2018.09.005

31

Anda mungkin juga menyukai