Laporan PKL Nurhasima Di Bintan Timur
Laporan PKL Nurhasima Di Bintan Timur
NURHASIMA
NURHASIMA
170254241027
ii
PENGESAHAN
Disetujui oleh,
Diketahui oleh,
Aditya Hikmat Nugraha, S.IK., M.Si Dr. Ir. T. Ersti Yulika Sari, S.Pi., M.Si
Ketua Program Studi Dekan
PRAKATA
Puji syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT. atas limpahan rahmat dan
hidayah-Nya, sehingga Penulis dapat menyelesaikan laporan Praktik
Keterampilan Lapangan ini yang berjudul “Struktur Komunitas Ekosistem Pesisir
di Perairan Pesisir Timur Pulau Bintan Kabupaten Bintan Kepulauan Riau”.
Laporan Praktik Keterampilan Lapangan ini disusun sebagai pendukung salah
satu syarat dalam menyelesaikan Program Studi Ilmu Kelautan untuk meraih gelar
sarjana sains.
Dalam penyusunan laporan ini Penulis banyak menerima bimbingan, petunjuk
dan bantuan serta dorongan dari berbagai pihak. Pada kesempatan ini penulis
menyampaikan rasa terimakasih kepada :
1. Bapak Hariadi dan Ibu Murti selaku orangtua tercinta yang selalu
mendukung dan memberikan semangat serta kiriman do’a yang tiada henti
dalam kelancaran proses setiap kegiatan dan perkuliahan Penulis
2. Muhammad Zairian dan Nur’afifah selaku abang kandung dan kakak ipar
Penulis yang selalu memberikan semangat serta perhatian penuh selama
proses penelitian Penulis
3. Bapak Mario Putra Suhana, M.Si selaku dosen pembimbing akademik
4. Ibu Ita Karlina, S.Pi., M.Si selaku dosen pembimbing dan Bapak Risandi
Dwirama Putra, ST., M.Eng selaku dosen penguji
5. Bapak Aditya Hikmat Nugraha, S.IK., M.Si selaku ketua Program Studi
Ilmu Kelautan
6. Seluruh staff FIKP UMRAH yang telah membantu dalam pengurusan berkas
laporan ini
7. Seluruh keluarga Ilmu Kelautan 2017 yang senantiasa memberi semangat
dan berjuang bersama hingga tahap ini
8. Seluruh anggota kelompok 5 Bintan Timur yang telah bekerjasama dalam
menyelesaikan pengambilan data di lapangan
9. Serta semua pihak yang penulis tidak bisa sebutkan satu persatu dalam
membantu menyelesaikan laporan Praktik Keterampilan Lapangan ini
Nurhasima
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI.............................................................................................................i
DAFTAR TABEL....................................................................................................ii
DAFTAR GAMBAR..............................................................................................iii
ABSTRAK...............................................................................................................1
I. PENDAHULUAN................................................................................................3
V. DAFTAR PUSTAKA.......................................................................................25
DAFTAR TABEL
1. Status kondisi ekosistem mangrove, KepMen LH No. 201 tahun 2004
2. Kondisi tutupan lamun
3. Kriteria status padang lamun, KepMen LH No. 200 tahun 2004
4. Kode masing-masing kelompok bentuk pertumbuhan karang (coral lifeform)
dan kelompok bentik terumbu (biota dan substrat)
5. Kategori terumbu karang
6. Parameter kualitas perairan pesisir timur Pulau Bintan
7. Kehadiran jenis mangrove pada setiap lokasi pengamatan di perairan pesisir
timur Pulau Bintan
8. Kerapatan jenis pohon dan anakan mangrove di perairan pesisir timur Pulau
Bintan
9. Jenis lamun yang ditemukan di perairan pesisir timur Pulau Bintan
DAFTAR GAMBAR
1. Lokasi penelitian struktur ekosistem pesisir di perairan pesisir timur Pulau
Bintan
2. Pengukuran vegetasi mangrove. (A) Penentuan lingkar batang mangrove
setinggi dada. (B) Penentuan lingkar batang mangrove pada berbagai jenis
batang pohon
3. Ilustrasi transek pengambilan data pengukuran vegetasi mangrove
4. Ilustrasi pengambilan data pemantauan padang lamun
5. Ilustrasi transek bawah air (UPT)
6. Kerapatan total vegetasi mangrove di perairan pesisir timur Pulau Bintan
7. Indeks nilai penting mangrove di perairan pesisir timur Pulau Bintan (A)
Pohon (B) Anakan
8. Rata-rata tutupan total lamun tiap transek di lokasi pengamatan. (A) Transek
di perairan Desa Teluk Bakau. (B) Transek di perairan Desa Malang Rapat.
(C) Transek di perairan Desa Berakit
9. Rata-rata tutupan total lamun di perairan pesisir timur Pulau Bintan
10. Persentase tutupan komponen biotik dan abiotik pesisir di perairan pesisir
timur Pulau Bintan
11. Persentase tutupan terumbu karang hidup di perairan pesisir timur Pulau
Bintan
12. Persentase tutupan terumbu karang mati di perairan pesisir timur Pulau Bintan
STRUKTUR KOMUNITAS EKOSISTEM PESISIR DI PERAIRAN
PESISIR TIMUR PULAU BINTAN KABUPATEN BINTAN
KEPULAUAN RIAU
1
Mahasiswa Program Studi Ilmu Kelautan, FIKP, Universitas Maritim Raja Ali Haji
2
Dosen Program Studi Ilmu Kelautan, FIKP, Universitas Maritim Raja Ali Haji
Abstract
Bintan Island is the largest Island in the Riau Islands province. Based on the
Decree Letter of Bintan Regent No. 36/VIII/2007, the east coast of Bintan Island
is part of the Regional Marine Conservation Area (RMCA). The purpose of this
mangrove monitoring is to study the structure of the coastal ecosystems in the
east coast waters of Bintan Island as RMCA area Bintan Regency. Monitoring
was carried out in February 2020 at 4 locations of monitoring points namely
Kawal Village, Teluk Bakau Village, Malang Rapat Village, and Berakit Village
located in east coast of Bintan Island. Field data collection was done using the
transect line method and quadratic transect to the mangrove and seagrass
ecosystem. At coral reefs used the underwater photo transect (UPT) method.
There are 10 species of identified mangrove, two of which are dominant
Bruguiera gymnorrhiza (INP a 214,04%) and Rhizophora mucronata (INP a
98,46%) have a 1733 ind/ha to tree and 1866 ind/ha to sapling. The health status
1
of the mangrove based on the fragility of the mangrove tree is included in the
highly compact criteria of the very dense categories. Seven seagrass species have
been identified, two dominant species Cymodocea rotundata and Enhalus
acoroides cover a total of 43,73% in moderate or unhealthy categories. 11 kind of
coral growth have been found that are dominated by coral massive with the total
cover of 19, 89% in the degraded mangrove, seagrass, and coral reefs ecosystem
are mutually supporting coastal ecosystems in both their ecologically and
economically viable roles and functions toward the existence of fisheries
resources. Hence, periodic monitoring of the potential of the three coastal
ecosystems is an important effort to maintain sustainability to the availability of
fisheries resources in nature.
Abstrak
2
dengan kategori Sangat Padat. Ditemukan 7 spesies lamun yang teridentifikasi,
dua spesies diantaranya dominan yaitu Cymodocea rotundata dan Enhalus
acoroides yang memiliki tutupan total 43,73% dalam kategori sedang atau kurang
sehat. Ditemukan 11 jenis pertumbuhan karang yang didominasi oleh Coral
massive dengan tutupan total 19, 89% dalam kategori buruk. Ekosistem
mangrove, lamun, dan terumbu karang merupakan ekosistem pesisir yang saling
mendukung dalam peran dan fungsinya secara ekologis maupun secara ekonomis
terhadap keberadaan sumberdaya perikanan. Oleh sebab itu, pemantauan secara
berkala terhadap potensi ketiga ekosistem pesisir adalah upaya penting dalam
menjaga keberlanjutan terhadap ketersediaan sumberdaya perikanan di alam.
I. PENDAHULUAN
3
daratan. Salah satu fungsi akar dari mangrove yaitu sebagai perangkap sedimen
dari darat agar perairan tetap jernih (Supriyadi et al. 2017). Menurut Ulfa et al.
(2018); Mohanty et al. (2019), mangrove merupakan tempat memijah (spawning
ground), tempat mencari makan (feeding ground), tempat pengasuhan (nursery
ground), dan sebagainya.
Menurut Faiqoh et al. (2017), padang lamun merupakan habitat bagi ikan dan
biota lainnya yang bermanfaat sebagai tempat menyediakan makanan (feeding
ground), tempat pemijahan (spawning ground), dan tempat pengasuhan (nursery
ground). Fungsi lamun juga merupakan sumber energi bagi biota langka dan
dilindungi seperti Dugong (Dugong dugon), penyu, dan kuda laut (Hippocampus
sp.) (Supriyadi et al. 2017; Sjafrie 2018). Menurut Larasanti (2015), padang
lamun merupakan salah satu ekosistem pesisir yang memiliki keanekaragaman
hayati yang tinggi dan produktivitas sekaligus penyumbang nutrisi yang sangat
potensial untuk ekosistem lainnya karena letaknya yang berada di tengah-tengah
ekosistem pesisir.
Terumbu karang merupakan salah satu dari ekosistem pantai yang sangat
produktif dan beranekaragam. Terumbu karang berperan sebagai daerah
pemijahan (spawning ground), tempat pengasuhan (nursery ground), tempat
mencari makan (feeding ground), dan daerah pembesaran (rearing ground) bagi
biota ekonomis penting. Selain itu, terumbu karang juga memiliki peran sebagai
pemecah gelombang, pemecah abrasi pantai, dan ekosistem penghalang
gelombang menuju ke pesisir pantai untuk menjaga stabilitas pantai (Rizal et al.
2016).
Pada kawasan pesisir Timur Kecamatan Gunung Kijang dan Kecamatan Bintan
Timur seluas 116.000 Ha dan kawasan perairan Kepulauan Tambelan seluas
356.905 Ha merupakan Kawasan Konservasi Laut Daerah (KKLD) yang secara
keseluruhan mempunyai luas 472.905 Ha (SK Bupati Bintan No.36/VIII/2007).
Berdasarkan Kawasan Konservasi Laut Daerah (KKLD), Kawal merupakan
bagian dari kawasan tersebut yang memiliki hutan mangrove yang cukup besar.
4
Perairan Desa Berakit merupakan daerah yang memiliki potensi hutan mangrove
dan padang lamun yang cukup besar. Menurut Irawan et al. (2017), hutan
mangrove di Desa Berakit pada tahun 2017 memiliki luasan 9.701 ha dan nilai
indeks keanekaragaman (H) sebesar 2,25% dengan keseragaman sebesar 0,97%
(Adriansyah et al. 2014). Pada perairan Teluk Bakau dan Malang Rapat juga
memiliki potensi padang lamun yang cukup subur dan terumbu karang yang
produktif terutama pada hasil perikanannya (Adriansyah et al. 2014; Alwi 2015;
Larasanti 2015).
5
Gambar 1. Lokasi penelitian struktur komunitas ekosistem pesisir di perairan
pesisir timur Pulau Bintan
6
dokumentasi bawah laut, frame besi 44x58 cm2 untuk transek pengambilan foto
karang, dan buku coral finder untuk mengidentifikasi jenis karang.
7
mangrove Panduan Pengenalan Mangrove di Indonesia (Noor et al. 2006). Setelah
itu, pengambilan data menggunakan transek 5x5 m2 untuk data vegetasi mangrove
yang masuk kategori anakan dengan keliling lingkar batang <16 cm dan tinggi <1
m. Penempatan transek diletakkan di dalam transek pohon yang ditemukan paling
banyak pada kategori anakan, kemudian identifikasi jenis mangrove yang
ditemukan. Setelah itu letakkan transek 1x1 m2 untuk mengidentifikasi biota
asosiasi secara acak (random) yang dapat mewakili setiap kategori pohon dan
anakan sebanyak 2 kali pengulangan seperti pada ilustrasi Gambar 3.
8
Gambar 4. Ilustrasi pengambilan data pemantauan padang lamun
II.3.3 Ekosistem terumbu karang
Metode yang digunakan untuk menilai kondisi ekosistem terumbu karang
adalah metode Underwater Photo Transect (UPT) (Giyanto et al. 2010; Giyanto
2012a; Giyanto 2012b; Giyanto 2013), dengan melakukan pengambilan foto
sepanjang garis transek dengan menggunakan underwater camera dan bantuan
frame ukuran 44x58 cm2. Pengambilan foto dimulai dari meter ke-1 hingga meter
ke-50 dengan jarak antar pemotretan sepanjang 1 meter. Pengambilan pada meter
frame dengan nomor ganjil seperti meter ke-1, ke-3, dan seterusnya dilakukan
disebelah kiri garis transek (bagian yang lebih dekat dengan daratan). Sedangkan
untuk meter frame dengan nomor genap (frame 2, frame 4, dan seterusnya)
dilakukan di sebelah kanan garis transek (bagian yang lebih jauh dengan daratan)
seperti pada ilustrasi Gambar 5.
9
cm2 per frame nya. Kegiatan ini dilakukan dengan cara penyelaman yang
menggunakan peralatan selam SCUBA (Kurniawan et al. 2019).
II.3.4 Kualitas Perairan
Metode pengambilan data kualitas perairan yaitu dengan melakukan
pengukuran langsung di perairan lokasi penelitian dengan menggunakan alat ukur
kualitas perairan. Suhu perairan dan DO diambil dengan menggunakan alat
Multitester. Salinitas perairan diambil dengan menggunakan alat Refraktometer
dan tingkat keasaman perairan diambil dengan menggunakan alat pH meter.
o Frekuensi jenis i (fi) yaitu peluang jenis i dalam plot yang dihitung dengan
rumus:
pi
fi =
∑p
fi
Rfi = x100%
∑f
Dimana : fi = frekuensi jenis i; pi = jumlah plot yang ditemukan; ∑ p = jumlah total plot yang
diamati; Rfi = frekuensi relatif jenis i; ∑ f = jumlah frekuensi seluruh jenis
o Penutupan jenis i (ci) yaitu luas penutupan jenis i dalam plot yang dihitung
dengan rumus:
10
ci =
∑ BA
A
ci
Rci = x100%
∑c
Dimana : ci = penutupan jenis dalam satu unit area; ∑ BA = jumlah diameter batang; A =
luas total plot (m ); Rci = penutupan relatif jenis i; ∑ c= jumlah penutupan seluruh jenis
2
o Indek Nilai Penting (INP) yaitu jumlah nilai kerapatan jenis (Rdi), frekuensi
relatif jenis (Rfi), dan penutupan relatif jenis (Rci) yang dihitung dengan
rumus:
INP = Rdi + Rfi + Rci
Dimana : nilai penting jenis mangrove berkisar antara 0 – 300
o Selanjutnya untuk mengetahui kondisi ekosistem mangrove yang diamati,
mengacu kepada status kondisi ekosistem mangrove berdasarkan KepMenLH
No. 201 tahun 2004 (Tabel 1).
(Ind/ha)
11
berikut :
Menghitung penutupan lamun dalam satu kuadrat
Jumlah nilai penutupan lamun (4 kotak)
Rata 2 Penutupan Lamun = x100%
4
Menghitung rata-rata penutupan lamun per stasiun
Jumlah penutupan lamun seluruh transek
Rata 2 Penutupan Lamun= x100%
Jumlah kuadrat seluruh transek
Menghitung penutupan lamun per jenis pada satu stasiun
Jumlah penutupan lamun seluruh transek
Rata 2 Nilai Dominasi (%) = x100%
Jumlah kuadrat selutuh transek
Menghitung rata-rata penutupan lamun per lokasi
Rata 2 Penutupan Lamun pada Satu Lokasi
Jumlah nilai rata2 penutupan lamun seluruh stasiun pada satu lokasi
= x100%
Seluruh stasiun pada satu lokasi
Hasil rata-rata lamun pada setiap stasiun dan setiap lokasi dikategorikan
berdasarkan Tabel 2 untuk menentukan kriteria kondisi padang lamun pada
suatu lokasi.
Tabel 2. Kategori tutupan lamun
No Tutupan Lamun (%) Kategori
1 0 – 25 Jarang
2 26 – 50 Sedang
3 51 – 75 Padat
4 76 – 100 Sangat Padat
Sumber : Rahmawati et al. (2014)
Setelah itu, status kesehatan lamun juga ditentukan berdasarkan Keputusan
Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 200 tahun 2004 tentang kriteria
Baku Kerusakan dan Pedoman Penentuan Status Padang Lamun (Tabel 3).
Tabel 3. Kriteria status padang lamun, KepMenLH No. 200 tahun 2004
No Kondisi Penutupan (%)
Baik Kaya/Sehat ≥ 60
Rusak Kurang Kaya/Kurang Sehat 30 – 59,9
Miskin ≤ 29
Sumber : Rahmawati et al. (2014)
12
Pada data tutupan karang dianalisis menggunakan perangkat lunak CPCe versi
4.0. (Coral Point Count with Excel extension) (Kohler dan Gill 2006) yang
bertujuan untuk mengetahui kondisi karang hidup pada lokasi penelitian, bentuk
pertumbuhan karang (coral lifeform), indeks keanekaragaman bentuk
pertumbuhan karang (coral lifeform), persentase tutupan masing-masing kategori,
biota dan substrat. Analisis foto dilakukan sebanyak 50 foto, dengan
menggunakan 30 sampel titik acak dari masing-masing foto (frame) dan untuk
setiap titiknya diberi kode sesuai dengan kode masing-masing kelompok biota dan
substrat (Tabel 4) yang berada pada titik acak tersebut (Giyanto 2013).
S
H’ =- ∑ pi log2 pi
i=1
13
FS Fleshy Seaweed = alga = MA (Macro Algae) + AA (Algae Assemblage)
OT Other Fauna = fauna lain = CA (Coraline Algae) + HA (Halimeda) + ZO
(Zoanthid) + OT
R Rubble = pecahan karang
S Sand = pasir
SI Silt = lumpur
RK Rock = batuan
Sumber : Giyanto et al. (2014)
Kategori persentase tutupan karang hidup didasarkan pada Keputusan Menteri
Lingkungan Hidup No. 4 Tahun 2001, dimana pada kategori baik hingga baik
sekali berkisar antara 50% – 100% dan pada kategori rusak atau buruk hingga
sedang berkisar antara 0 – 49,9% (Tabel 5).
Tabel 5. Kategori Terumbu Karang
Kategori Terumbu Karang (%)
Rusak Buruk 0 – 24,9
Sedang 25 – 49,9
Baik Baik 50 – 79,9
Baik Sekali 80 – 100
Sumber : Giyanto et al. (2014)
II.4.4 Analisis data kualitas perairan
Data hasil pengukuran kualitas perairan di perairan dirata-ratakan dari tiga kali
pengulangan yang dilakukan untuk mendapatkan hasil lebih akurat. Kemudian
dianalisis secara deskriptif komparatif.
14
Banyaknya resort mempengaruhi ekosistem yang ada karna dampak dari
pembangunan tersebut yang dapat mengubah parameter perairan yang ada
sehingga terjadinya ketidakstabilan pada kualitas perairan. Dari hasil pengukuran
kualitas perairan pada lokasi pemantauan dapat diketahui bahwa perairan di
daerah ini masih termasuk baik pada pertumbuhan ekosistem disekitarnya.
Parameter kulaitas perairan disajikan pada Tabel 6.
Tabel 6. Parameter kualitas perairan pesisir timur Pulau Bintan
15
tamarckii dengan indeks nilai penting (INP) terbesar adalah R. mucronata sebesar
133,60% dan R. apiculata sebesar 94,45%. Pada tahun 2017 luasan hutan
mangrove di perairan Desa Berakit sebesar 9701 ha (Irawan et al. 2017). Susiana
dan Suhana (2019), melaporkan bahwa kerapatan vegetasi mangrove di perairan
Desa Berakit berkisar antara 2600 – 9900 Ind/Ha dengan status padat pada kondisi
baik, sehingga hutan mangrove di daerah tersebut masih terjaga dari tindakan
destruksi (pengrusakan).
Di perairan Desa Kawal, jenis mangrove yang paling sering ditemukan yaitu
jenis Bruguiera gymnorrhiza, hal ini dikarenakan di daerah ini memiliki substrat
berlumpur yang dipengaruhi langsung perairan laut. Walaupun dipengaruhi
langsung oleh perairan laut, tetapi daerah ini termasuk daerah dengan salinitas
rendah dan kelembaban yang cukup serta tanah atau lumpurnya memiliki aerasi
yang baik. Sedangkan di perairan Desa Berakit, jenis mangrove yang paling
sering ditemukan yaitu jenis Rhizophora mucronata dengan substrat lumpur
berpasir yang tumbuh di pematang sungai pasang surut (Tabel 7).
Tabel 7. Kehadiran jenis mangrove pada setiap lokasi pengamatan di perairan
pesisir timur Pulau Bintan
Lokasi Jumlah Aa Af Bc Bg Bs Ct Ra Rm Sa Xg
jenis
Kawal 4 - + + +++ + - - - - -
Berakit 9 + + + + - + + +++ + +
Keterangan : - = Tidak ditemukan; + = Ditemukan; +++ = Dominan
Dari 4 (empat) jenis mangrove yang ditemukan di perairan Desa Kawal
memiliki rata-rata kerapatan total pohon sebesar 1900 Ind/Ha dan kerapatan total
anakan sebesar 1333 Ind/Ha. Sedangkan dari 9 (sembilan) jenis mangrove yang
ditemukan di perairan Desa Berakit memiliki rata-rata kerapatan total pohon
sebesar 1567 Ind/Ha dan kerapatan total anakan sebesar 2400 Ind/Ha. Jadi rata-
rata tutupan total pohon dan anakan dari ke 2 lokasi penelitian yaitu 1733 Ind/Ha
pada kategori pohon dan 1866 Ind/Ha pada anakan (Gambar 6).
16
Kerapatan Total Vegetasi Mangrove di Pesisir Timur Pulau Bintan
3000
2500 2400
2000 1900
1567
1500 1333.33
1000
500
0
Kawal Berakit
pohon anakan
Pada perairan Desa Kawal, jenis mangrove yang memiliki nilai kerapatan
paling tinggi yaitu Bruguiera gymnorrhiza dengan kerapatan 1600 Ind/Ha untuk
pohon dan 1000 Ind/Ha untuk anakan. Sedangkan jenis mangrove yang memiliki
nilai kerapatan terendah yaitu Bruguiera sexangula dengan kerapatan 200 Ind/Ha
untuk pohon dan 400 Ind/Ha untuk anakan. Pada perairan Desa Berakit, jenis
mangrove yang memiliki nilai kerapatan tertinggi yaitu Rhizophora mucronata
dengan kerapatan 630 Ind/Ha untuk pohon dan 1067 Ind/Ha untuk anakan.
Sedangkan jenis mangrove yang memiliki nilai kerapatan terendah yaitu
Bruguiera gymnorrhiza dan Sonneratia alba dengan kerapatan 200 Ind/Ha untuk
pohon dan Xylocarpus granatum dengan kerapatan 400 Ind/Ha untuk anakan
(Tabel 8).
Tabel 8. Kerapatan jenis pohon dan anakan mangrove di perairan pesisir timur
Pulau Bintan
Jenis Mangrove Lokasi
17
Kawal Berakit
Pohon
Avicennia alba 0 300
Aegiceras floridium 400 0
Bruguiera cylindrica 300 0
Bruguiera gymnorrhiza 1600 200
Bruguiera sexangula 200 0
Ceriops tagal 0 300
Rhizophora apiculata 0 250
Rhizophora mucronata 0 630
Sonneratia alba 0 200
Xylocarpus granatum 0 400
Anakan
Aegiceras floridium 800 600
Bruguiera cylindrica 0 670
Bruguiera gymnorrhiza 1000 0
Bruguiera sexangula 400 0
Rhizophora mucronata 0 1067
Xylocarpus granatum 0 400
Dari hasil analisa tentang kerapatan relatif jenis (Rdi), frekuensi relatif jenis
(Rfi), dan penutupan relatif jenis (Rci) diperoleh nilai penting suatu jenis
mangrove yang ditemukan di perairan pesisir timur Pulau Bintan. Pada tingkat
pohon di perairan Desa Kawal, jenis vegetasi mangrove yang ditemukan paling
penting peranannya di lokasi pengamatan adalah Bruguiera gymnorrhiza dengan
indeks nilai penting (INP) sebesar 214, 04% dan jenis vegetasi mangrove yang
memiliki indeks nilai penting terendah yaitu Bruguiera sexangula sebesar 22,
59%. Sedangkan di perairan Desa Berakit, jenis vegetasi mangrove yang
ditemukan paling penting peranannya di lokasi pengamatan adalah Rhizophora
mucronata dengan indeks nilai penting sebesar 98, 46% dan indeks nilai penting
terendah yaitu Sonneratia alba sebesar 15, 75% (Gambar 7).
18
Indeks Nilai Penting Mangrove A
250 Avicennia alba
Aegiceras floridium
200 Bruguiera cylindrica
Bruguiera gymnorrhiza
150 Bruguiera sexangula
Ceriops tagal
100 Rhizophora apiculata
Rhizophora mucronata
50 Sonneratia alba
Xylocarpus granatum
0
Kawal Berakit
140
20
0
Kawal Berakit
19
Cymodocea serulata, Halophila ovalis, dan Syringodium isoetifolium. Pada lokasi
ketiga yaitu di perairan Desa Berakit ditemukan 4 jenis lamun yaitu Enhalus
acoroides, Cymodocea rotundata, Cymodocea serulata, dan Thalassia hemprichii
(Tabel 9).
Tabel 9. Jenis lamun yang ditemukan di perairan pesisir timur Pulau Bintan
Lokasi Jumla Ea Cr Cs Hu Ho Si Th
h jenis
Teluk Bakau 6 + +++ + + + + -
Malang Rapat 4 +++ - + - + + -
Berakit 4 + +++ + - - - +
Keterangan : - = Tidak ditemukan; + = Ditemukan; +++ = Dominan
20
Rata-Rata Tutupan Total Lamun A
70% 59%
60% 56%
50%
40% 36%
30%
20%
10%
0%
Transek 1 Transek 2 Transek 3
Transek perairan Malang Rapat
50%
38% 39%
40%
29%
30%
20%
10%
0%
Transek 1 Transek 2 Transek 3
Transek perairan Berakit
Gambar 8. Rata-rata tutupan total lamun tiap transek di lokasi pengamatan. (A)
Transek di perairan Desa Teluk Bakau. (B) Transek di perairan
Desa Malang Rapat. (C) Transek di perairan Desa Berakit.
21
Rata-rata Tutupan Total Padang Lamun
60%
30%
20%
10%
0%
Teluk Bakau Malang Rapat Berakit
Lokasi Pengamatan
Gambar 9. Rata-rata tutupan total lamun di perairan pesisir timur Pulau Bintan
22
terdapat di perairan Desa Malang Rapat yaitu 52,47% pada dead coral (Gambar
10).
Gambar 10. Persentase tutupan komponen biotik dan abiotik di perairan pesisir
timur Pulau Bintan
Persentase tutupan terumbu karang hidup di perairan Desa Teluk Bakau terdiri
dari tutupan pertumbuhan (lifeform) karang yaitu Acropora digitate (ACD), A.
encrusting (ACE), A. submassive (ACS), A. tabulate (ACT), Coral branching
(CB), C. encrusting (CE), C. foliose (CF), C. massive (CM), C. millepora (CME),
dan C. submassive (CS). Sedangkan persentase tutupan terumbu karang hidup di
perairan Desa Malang Rapat terdiri dari tutupan pertumbuhan (lifeform) karang
yaitu Acropora encrusting (ACE), A. submassive (ACS), A. tabulate (ACT),
Coral branching (CB), C. encrusting (CE), C. foliose (CF), C. massive (CM), C.
mushroom (CMR), dan C. submassive (CS) (Gambar 11).
23
Persentase Tutupan Terumbu Karang Hidup
35
30 28.6
27.07
Persentase Tutupan Terumbu Karang (%) 25
Teluk Bakau
20
Malang Rapat
15
10 7.53
2.93 4.53 2.73
5 2.2 1.930.13 2
0 0 0.13
0 0.070.73
0.4 0.27 00 0.67 0 1.4
0 0.14 0.53 0 0
0
) D) CE
) S) T) B) E) F) L) ) E) R) S) U)
CB AC AC AC (C (C (C CH
M (C CT
(A ( (A ( ( g g s e ( e (C (CM (CM
v e (
ng te in
g ve at
e in tin io ra si
v ra om si ra
hi ita st as
si ul ch us ol po as po ro as po
nc ig ru m ab ran n cr lF lio M l le h b m u bi
ra D c T a e l i s
or
a n b a lB al
E
Co
r H ra M u Su lT
aB aE Su or ra or al Co al lM al ra
p or rop p or o ra rop Co C Cor or ra or Co
ro c p c C o C
A ro ro A C
Ac Ac Ac
Gambar 11. Persentase tutupan terumbu karang hidup di perairan pesisir timur
Pulau Bintan
Persentase tutupan terumbu karang hidup di perairan Desa Teluk Bakau yang
terdiri dari acropora dan hard coral dengan bentuk pertumbuhan didominasi oleh
Coral massive (CM) sebesar 27,07%. Tingginya persentase karang hidup jenis
Coral massive dengan bentuk koloni padat dan solid di lokasi pengamatan
berhubugan erat dengan kondisi perairan yang cukup keruh dan tingginya
sedimentasi. Selain itu, aktivitas masyarakat di perairan dan lokasi pengamatan
berhadapan langsung dengan Pulau bersubstrat pasir yang menyebabkan kadar
sedimentasi di perairan ini cukup keruh. Coral massive memiliki toleransi yang
tinggi terhadap perairan yang keruh sehingga pertumbuhan karang cenderung
didominasi oleh karang coral.
Persentase tutupan terumbu karang hidup di perairan Desa Malang Rapat
dengan bentuk pertumbuhan didominasi oleh Coral massive (CM) sebesar 28,6%.
Seperti halnya perairan Desa Teluk Bakau, perairan Desa Malang Rapat juga
memiliki aktivitas masyarakat di perairan seperti aktivitas berkarang dan mencari
ikan menggunakan perahu atau kapal. Akan tetapi di perairan ini tidak menghadap
langsung dengan Pulau bersubstrat pasir yang mengakibatkan perairan ini lebih
keruh atau sedimentasinya lebih tinggi daripada perairan Desa Teluk Bakau.
Persentase tutupan terumbu karang mati di perairan pesisir timur Pulau Bintan
terdiri dari tutupan pertumbuhan (lifeform) karang yaitu recently dead coral (DC),
dead coral with algae (DCA), dan rubble (R). Persentase tutupan terumbu karang
24
mati di perairan Desa Teluk Bakau berkisar antara 0,07% - 38,6% dengan rata-
rata 13,22%. Sedangkan persentase tutupan terumbu karang mati di perairan Desa
Malang Rapat berkisar antara 0 – 52,47% dengan rata-rata 26,57% (Gambar 12).
60
55 52.47
50
45
40 38.6
35 Teluk Bakau
30
25 Malang Rapat
20
15
10
5 0.07 0 1 0.67
0
RECENT DEAD CORAL DEAD CORAL WITH RUBBLE (R)
(DC) ALGAE (DCA)
Karang Mati
Gambar 12. Persentase tutupan terumbu karang mati di perairan pesisir timur
Pulau Bintan
25
Berdasarkan nilai rata-rata kerapatan total vegetasi mangrove, dapat dikatakan
bahwa status kondisi vegetasi mangrove di perairan Desa Kawal dalam kategori
baik pada pohon dan kategori sedang pada anakan. Sedangkan di perairan Desa
Berakit memiliki status kondisi vegetasi mangrove dalam kategori baik pada
pohon maupun anakan. Dengan demikian, status kondisi vegetasi mangrove di
perairan pesisir timur Pulau Bintan dalam kategori baik pada pohon maupun
anakan (KepMenLH No. 201 tahun 2004 dalam Schaduw 2019).
III.3.2 Ekosistem padang lamun
Pada Kawasan Konservasi Laut Daerah (KKLD) Kabupaten Bintan, dimana
daerah pesisir timur Pulau Bintan termasuk pada wilayah KKLD yang terbagi
beberapa wilayah seperti Desa Teluk Bakau, Desa Malang Rapat dan Desa
Berakit pada ekosistem padang lamun.
Pada perairan Desa Teluk Bakau teridentifikasi 6 jenis lamun yang membentuk
komunitas campuran dengan rata-rata tutupan total lamun tiap transek berkisar
antara 23,01% - 52,41% dengan rata-rata sebesar 42,61%, dimana termasuk dalam
kategori sedang atau kurang sehat. Pada perairan Malang Rapat terindentifikasi 4
jenis lamun yang memiliki rata-rata tutupan total lamun berkisar 35,63% - 59,23%
dengan rata-rata 50,37%, dimana termasuk dalam kategori sedang atau kurang
sehat. Pada perairan Desa Berakit teridentifikasi 4 jenis lamun yang memiliki rata-
rata tutupan total lamun berkisar 28,55% - 38,92% dengan rata-rata 35,2%,
dimana termasuk dalam kategori sedang atau kurang sehat. Sehingga diperoleh
nilai rata-rata tutpan total lamun di perairan pesisir timur Pulau Bintan yaitu
42,73% yang termasuk dalam kategori sedang atau kurang sehat (KepMenLH No.
200 tahun 2004 dalam Rahmawati et al. 2014).
III.3.3 Ekosistem terumbu karang
Pada Kawasan Konservasi Laut Daerah (KKLD) Kabupaten Bintan, dimana
daerah pesisir timur Pulau Bintan termasuk pada wilayah KKLD yang terbagi
beberapa wilayah seperti Desa Teluk Bakau dan Desa Malang Rapat pada
ekosistem terumbu karang
Di perairan Desa Teluk Bakau teridentifikasi 10 jenis karang hidup memiliki
persentase tutupan terumbu karang hidup berkisar antara 0,13% – 27,07% dengan
rata-rata 4,23% dimana termasuk dalam kategori buruk. Sedangkan pada perairan
26
Desa Malang Rapat teridentifikasi 9 jenis karang hidup yang memiliki persentase
tutupan terumbu karang berkisar 0,07% - 28,6% dengan rata-rata 4,56% dimana
termasuk dalam kategori buruk. Pada perairan Desa Teluk Bakau memiliki rata-
rata persentase tutupan terumbu karang mati yaitu 13,22% dimana termasuk
dalam kategori buruk. Sedangkan pada perairan Desa Malang Rapat memiliki
rata-rata persentase tutupan terumbu karang mati yaitu 26,57% dimana termasuk
dalam kategori sedang. Sehingga diperoleh nilai rata-rata tutupan terumbu karang
di perairan pesisir timur Pulau Bintan yaitu 19,89% yang termasuk dalam kategori
buruk (KepMenLH No. 4 tahun 2001 dalam Giyanto et al. 2014).
27
massive. Tutupan total pertumbuhan karang di perairan ini adalah sebesar 19,89%
dalam kondisi buruk. Jadi, kondisi struktur komunitas ekosistem pesisir di
perairan pesisir timur Pulau Bintan sebagai wilayah KKLD sangat baik untuk
ekosistem mangrove, sedang pada padang lamun, dan buruk pada terumbu karang.
IV.2 Saran
Pada pemerintah Kabupaten memperkuat kembali dari SK Bupati Bintan No.
36/VIII/2007 terkait KKLD agar dapat ditindaklanjuti pemerintah Provinsi untuk
melindungi keasrian ekosistem pesisir di perairan pesisir timur Pulau Bintan.
Pada masyarakat sekitar perairan pesisir timur Pulau Bintan untuk ikut serta
dalam menjaga ekosistem pesisir dengan kearifan lokalnya agar sumberdaya
perikanan di alam tidak habis atau berkurang.
Pada mahasiswa ataupun peneliti untuk lebih banyak mengkaji terkait kondisi
ekosistem pesisir dan lingkungan sekitarnya yang terkait di daerah Pulau Bintan
agar dapat membantu memberikan informasi terbaru terkait kondisi ekosistem
baik pada pemerintah atau masyarakat umum.
V. DAFTAR PUSTAKA
Adriansyah, A., Zulfikar, A., Zen, L.W. 2014. Analisis komunitas padang lamun
di perairan Berakit Malang Rapat dan Teluk Bakau Kabupaten Bintan.
Direktori Universitas Maritim Raja Ali Haji, Tanjungpinang
Alwi., Khodijah., Zulfikar, A. 2015. Komunitas ikan di daerah padang lamun
perairan Desa Malang Rapat Kabupaten Bintan. Direktori Universitas Maritim
Raja Ali Haji, Tanjungpinang
Bengen, D. G. 2000. Pedoman teknis pengenalan dan pengelolaan ekosistem
mangrove. Pusat Kajian Sumberdaya Pesisir dan Lautan (PKSPL), Institut
Pertanian Bogor (IPB). Bogor
Bupati Bintan. 2007. Surat Keputusan Bupati Bintan No. 36/VIII/2007 Tentang
Kawasan Konservasi Laut Daerah Kabupaten Bintan. Kepulauan Riau,
Indonesia
Dharmawan, I.W.E., Pramudji. 2017. Kajian kondisi kesehatan ekosistem
mangrove di kawasan pesisir Kabupaten Lampung Selatan. COREMAP-CTI
Pusat Penelitian Oseanografi, LIPI. Jakarta
28
DKP Kabupaten Bintan. 2014. Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Bintan.
Rencana zonasi wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil Kabupaten Bintan,
Kepulauan Riau
Faiqoh, E., Wiyanto, D.B., Astrawan, I.G.B. 2017. Peranan padang lamun Selatan
Bali sebagai pendukung kelimpahan ikan di perairan Bali. Journal of Marine
and Aquatic Sciences. 3(1) : 10 – 18
Giyanto., Iskandar, B.H., Soedharma, D., Suharsono. 2010. Effisiensi dan akurasi
pada proses analisis foto bawah air untuk menilai kondisi terumbu karang.
Oseanologi dan Limnologi di Indonesia. 36(1) : 111 – 130
Giyanto. 2012. Ekosistem pesisr Ternate, Tidore dan sekitarnya, Provinsi Maluku
Utara (p.118). P2O - Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia
Giyanto. 2012a. Kajian tentang panjang transek dan jarak antar pemotretan pada
penggunaan metode transek foto bawah air. Oseanologi dan Limnologi di
Indonesia. 38(1) : 1 – 18
Giyanto. 2012b. Penilaian kondisi terumbu karang dengan metode transek foto
bawah air. Oseanologi dan Limnologi di Indonesia. 38(3) : 377 – 389
Giyanto. 2013. Metode transek foto bawah air untuk penilaian kondisi terumbu
karang. Oseana. 38(1) : 47 – 61
Giyanto., Manuputty, A.E.W., Abrar, M., Siringoringo, R.M. 2014. Panduan
monitoring kesehatan terumbu karang. COREMAP CTI LIPI. Jakarta.
Irawan, S., Kurniawan, D.E., Anurogo, W., Lubis, M.Z. 2017. Mangrove
distribution in Riau Islands using remote sensing technology. Journal of
Applied Geospatial Information. 1(2) : 58 – 63
KepMen LH. 2001. Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. 4 Tahun
2001 Tentang Kriteria Baku Kerusakan Terumbu Karang. No. 4, Indonesia
KepMen LH. 2004. Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. 200
Tahun 2004 Tentang Kriteria Baku Kerusakan dan Pedoman Penentuan Status
Padang Lamun. No. 200, Indonesia
KepMen LH. 2004. Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. 201 Tahun
2004 Tentang Kriteria Baku dan Pedoman Penentuan Kerusakan Mangrove.
No. 201, Indonesia.
Kohler, K.E., Gill, M. 2006. Coral point count with excel extensions (CPCe): a
visual basic program for the determination of coral and substrate coverage
using random point count methodology. Comput Geosci. 32 (9) : 1259 – 1269
29
Kusmana, C. 1997. Metode survey vegetasi. IPB Press. Bogor, 9 – 17 p
Larasanti, M., F. Lestari., L. W. Zen. 2015. Kajian biomassa lamun di kawasan
konservasi laut daerah desa Malang Rapat Kabupaten Bintan. Direktori
Universitas Maritim Raja Ali Haji, Tanjungpinang
Masithah, D., Kustanti A., Hilmanto R. 2016. Nilai ekonomi komoditi hutan
mangrove di desa Merak Belantung Kecamatan Kalianda Kabupaten Lampung
Selatan. Jurnal Sylva Lestari. 4(1) : 69 – 80. DOI: 10.23960/jsl1469-80
Mohanty, B., Nayak, A., Dash, B., Rout, S.S., Charan, K.B., Patnaik, L., Dev,
R.M.K., Raman, A., Raut, D. 2019. Biodiversity and ecological
considenrations of brachyuran crabs (Crustacea: Decapoda) from Devy
estuary-mangrove region on the east coast of India. Region Studies in Marine
Science. 32:100865. DOI: 10.1016/j.rsma.2019.100865
Noor, Y.R., Khazali, M., Suryadiputra, I.N.N. 2006. Panduan pengenalan
mangrove di Indonesia. Cetakan II. Wetland Internasional. Bogor
Odum, E.P. 1971. Fundamentals of ecology. Third Edition, W.B. Saunders Co.,
Philadelphia, 1 – 574
Rahmawati, S., Supriyadi, I.H., Kiswara, W., Azab, H. 2014. Panduan
monitoring: padang lamun (p.34). Coremap-CTI, P20-LIPI Jakarta
Rahmawati, S. Irawan, Andri. Indarto. Supriyadi, Happy. Azkab, Muhammad
Husni. 2017. Panduan pemantauan penilaian kondisi padang lamun. Jakarta :
COREMAP CTI LIPI
Rizal, S., Pratomo, A., Irawan, H. 2016. Tingkat tutupan terumbu karang di
perairan Pulau Terkulai. Direktori Universitas Maritim Raja Ali Haji,
Tanjungpinang
Saru, A. 2013. Mengungkap potensi emas hijau di wilayah pesisir. Masagena
Press. Makassar
Schaduw, J.N.W. 2019. Struktur komunitas dan persentase penutupan kanopi
mangrove Pulau Salawati Kabupaten Kepulauan Raja Ampat Provinsi Papua
Barat. Majalah Geografi Indonesia. 33(1) : 26 – 34
Sjafrie, N.D.M. 2018. Potensi energi lamun untuk mendukung pelestarian Dugong
(Dugong Dugon) di Desa Berakit dan Desa Pengudang Pulau Bintan.
Widyariset. 4(2) : 113 – 122
Suharsono., Anna, E.W.M., Hendrik, A.W.C., Suyarso., Agus, B., Johan, P., Priti,
S., I. Wayan, E.D., Susi, R. 2014. Monitoring kesehatan terumbu karang dan
kesehatan ekosistem terkait di kabupaten bintan. COREMAPCTI. Pusat
Penelitian Oseanografi-LIPI. Jakarta
Supriyadi, I.H., Cappenberg, H.A.W., Souhoka, J., Makatipu, P.C., Hafizt, M.
2017. Kondisi terumbu karang, lamun dan mangrove di suaka alam perairan
30
Kabupaten Raja Ampat Provinsi Papua Barat. Jurnal Penelitian Perikanan
Indonesia (JPPI). 23(4) : 241 – 252
Susiana., Suhana, M.P. 2019. Tingkat kerusakan mangrove di perairan Desa
Berakit, Pulau Bintan, Indonesia. Jurnal Akuakultur, Pesisir, dan Pulau-pulau
Kecil. 3(2) : 73 – 79
Ulfa, M., Ikejima, K., Poedjirahajoe, E., Faida, L.R.W., Harahap, M.M. 2018.
Effects of mangrove rehabilitation on density of Scylla spp. (mud crabs) in
Kuala Langsa, Aceh, Indonesia. Regional Studies in Marine Science. 24: 296 –
302. DOI: 10.1016/j.rsma.2018.09.005
31