Anda di halaman 1dari 43

i

ii
iii
iv

KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT atas rahmat dan perkenan-Nya, sehingga buku
bantuan hidup lanjut (Advanced Life Support) dan penaganan trauma (Basic Trauma
Cardiac Life Support), kegawat daruratan. Sejalan dengan makin kritisnya penilaian
klien baik (individu, keluarga, maupun masyarakat) terhadap pelayanan kesehatan yang
mereka peroleh, tantangan makin besar pula bagi tenaga pelayanan kesehatan terutama
perawat. Menyikapi tantangan tersebut perawat harus menyiapkan diri baik secara
keilmuan maupun personal.
Perawat tidak saja dituntut untuk trampil melakukan prosedur keperawatan tetapi
juga harus peka terhadap kebutuhan fisiologis dan psikososial klien. Disisi lain perawat
dituntut untuk mampu memadukan antara kompetensi kegawat daruratan dan kepekaan
dalam menjalankan tugas-tugasnya. Dengan demikian perawat mampu melihat kliennya
sebagai seorang individu yang unik dan memiliki kebutuhan dasar fisiologis unik pula.
Buku bantuan hidup lanjut (Advanced Life Support) dan penaganan trauma
(Basic Trauma Cardiac Life Support), kegawat daruratan, ditulis sehingga memperoleh
wawasan pengetahuan peserta didik, bagi perawat klinis (IGD, ICU, ICCU), dan
kepekaan yang mereka butuhkan sehingga menjadi perawat yang sensitif. Pembahasan
tentang trauma kapitis disajikan dengan maksud untuk melengkapi pengetahuan dasar
tentang penatalaksaan klien dengan gangguan sistem persyarapan akibat trauma kapitis.
Dengan demikian apa yang disajikan dalam bab ini sifatnya umum, untuk informasi
lebih lanjut terinci pembaca disarankan merujuk literature lain,
Dengan perkembangan Iptek yang sangat cepat tentu saja buku ini belum dapat
dikatakan sempurna, oleh karena itu masih tetap memerlukan masukan, saran, dan kritik
dari pengguna buku ini. Namun demikian penyusun mengharapkan semoga buku ini
bermanfaat bagi semua pihak yang terkait dalam kegiatan layanan kegawat daruratan.
Akhir kata penulis menyampaikan rasa terima kasih kepada semua pihak yang
telah mendukung, sehingga karya tulis ini dapat terwujud dalam bentuk buku, semoga
buku ini bermanfaat bagi mahasiswa, staf pengajar, serta seluruh komponen terkait
dalam proses pendidikan sarjana keperawatan, sarjana kesehatan masyarakat
Universitas Halu Oleo, khususnya dan bidang kesehatan secara umum.

Penulis
v

DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL ................................................................................. ...... i
Kata Pengantar ......................................................................................... ....... ii
Daftar Isi iii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang .. 1
B. Rumusan Masalah .. 3
C. Tujuan Penelitian ... 3
D. 4
E. Batasa 4
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Pengertian ... 5
B. Indikasi Bantuan Hidup Dasar (A-B-Cs) .. 5
C. Tujuan Penerapan Resusitasi (A-B-Cs) 6
D. Prosedur Pelaksanaan Resusitasi (A-B-Cs) .. 6
E. Tinjauan Umum Tentang Pengetahuan (Kognitif) .. . 16
F. Pentingnya Resusitasi (A-B-Cs) Pasien Trauma Kapitis 18
BAB III KERANGKA KONSEP
A. Model Kerangka Konsep . 21
B. Definisi Operasional ....... 21
BAB IV METODOLOGI PEN LIT I AN
A. Jenis Penelitian 24
B. Populasi dan Sampel ..... 24
C. Tempat dan Waktu Penelitian ....................................................... 25
D. Intrumen Pengumpulan data 25
E. Pengolahan Dan Penyajian Data 26
F. Etika Penelitian 27
BAB V HASIL PENELITIAN ... 28
BAB VI PEMBAHASAN . 30
BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN
A. 33
B. Saran 33
DAFTAR PUSTAKA
BIODATA
1

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Kegagalan penyediaan darah berisi oksigen keotak dan organ vital lainya adalah
penyebab kematian yang paling cepat. Untuk mencegah hipoksemia diperlukan jalan
napas yang bebas dan pernapasan yang cukup. Kedua hal ini merupakan prioritas utama
diatas segala gangguan fungsi tubuh yang lain, dimana jalan napas harus dipastikan
bebas.
Untuk menghindari hal yang dapat membahayakan pasien, maka dilakukan
tindakan resusitasi (Airway, Breathing, Circulation, Desability) untuk mencegah "mati
klinis" (mati suri, otak berhenti berfungsi) menjadi "mati biologis" (otak dan organ vital
rusak irreversible).
Tindakan resusitasi (Airway, Breathing, Circulation, Desability) dilakukan jika
terjadi respirasi arrest atau apnea atau napas berhenti dan cardiac arrest atau jantung
berhenti berdenyut. Pertolongan resusitasi (Airway, Breathing, Circulation, Desability)
harus diberikan setelah diketahui bahwa napas dan denyut jantung tidak lagi mencukupi
kebutuhan oksigenasi otak, bukan ketika jantung benar-benar sudah terhenti. Keadaan
ini tampak sebagai hilangnya kesadaran dan hilangnya denyut nadi leher (pulsasi arteri
carotis tidak teraba (Yayasan Ambulans Gawat Darurat 118).
Diagnosis cardia arrest tidak berdasarkan atas rekaman elektro kardio gram
meski dalam layar elektro kardio gram masih ada gelombang aktivitas jantung, tetapi
jika nadi karotis atau femoralis sudah tidak teraba, berarti kardia output tinggal 20%
saja dan resusitasi (Airway, Breathing, Circulation, Desability) harus dilakukan.
Pemberian Airway, Breathing dan Circulation, Desability penting dan sangat mendasar
karena otak adalah organ vital yang peka terhadap Hipoksia dan Anoksia. Jika suplai
oksigen keotak terhenti 10 detik saja akan terjadi kehilangan kesadaran, jika terhenti 15-
30 detik gelombang elektro kardio gram akan flat (brain arrest) dan jika berlangsung 3-
5 menit maka sel-sel otak mulai mengalami kerusakan. Jika pertolongan baru berhasil
setelah lewat 5-6 menit otak akan menderita cacat sisa (sequelle). Makin lambat
pertolongan yang diberikan maka makin, jelek prognose korban (Ikatan Dokter
Spesialis Anastesi Indonesia Cab. Sul-Sel).
2

Resusitasi (Airway, Breathing, Circulation, Desability) harus dapat dilakukan


disegala tempat dan sebaiknya setiap orang atau pada khususnya sebagai perawat
profesional harus dapat melaksanakannya jika tiba-tiba ada orang di sampingnya
menjadi korban yang perlu di resusitasi.
Usaha pertolongan ditujukan untuk mengambil alih fungsi utama yang terhenti
yakni gerak napas untuk membawa masuk oksigen ke paru-paru dan mengeluarkan
karbon dioksida serta denyut jantung untuk membawa oksigen darah keotak atau organ
vital tubuh.
Korban yang baru terhenti napasnya, jantungnya masih berdenyut untuk
beberapa saat. Pertolongan dengan resusitasi (Airway, Breathing, Circulation,
Desability) saja sudah dapat menyelamatkan jiwanya. Korban yang terhenti jantungnya
umumnya sudah terhenti pula napasnya, korban ini dapat dilakukan pijat jantung saja,
memang darah mengalir tetapi darah tersebut tidak membawa oksigen, jelas disini
perlunya diberikan napas buatan agar oksigen masuk paru dan masuk kedalam darah,
baru dilanjutkan pijat jantung agar napas buatan dapat memasukan oksigen ke paru-paru
dan jalan napas dapat bebas (Basic trauma cardiac life support).
Penanganan pasien trauma kapitis seharusnya diawali selama pasien berada
diluar rumah sakit. Mempertahankan jalan napas merupakan prioritas utama dalam
resusitasi (Airway, Breathing, Circulation, Desability) pra rumah sakit. Dalam hal
demikian meskipun terlambat pembebasan dan menjaga patennya jalan napas tetap
menjadi prioritas utama (Yayasan Ambulans Gawat Darurat 118).
Manajemen jalan napas pada trauma kapitis berat bukan hanya membebaskan
jalan napas atas tetapi juga perbaikan fungsi oksigenasi paru, sebab trauma kapitis
merupakan faktor risiko yang besar untuk terjadinya penyulit paru paska trauma yang
mempunyai saham dalam peningkatan Morbiditas dan Mortalitas (Rahardjo E, 2002).
Berdasarkan data di atas, keberhasilan perawat tingkat I (Basic Life Support) sangat
ditentukan oleh tanggap (respon time) dalam melakukan penanggulangan harus selalu
simultan "Assesment, Resusitasi, Ekstriksi dan Stabilitasi" dengan prioritas resusitasi
(Airway, Breathing, Circulation, Desability), (Kusanto, 2003).
Jika respon time (tanggap) dihubungkan dengan prilaku, pada dasarnya adalah
suatu tanggapan atau reaksi individu yang dapat terwujud dalam berbagai gerakan
badan ataupun ucapan seseorang. Dipandang dari segi biologis prilaku merupakan suatu
3

aktifitas organisasi dan pada hakikatnya merupakan suatu aktifitas manusia itu sendiri
yang mempunyai bentangan yang mencakup berjalan, berbicara, bereaksi, berpakaian
dan juga termasuk berfikir, berprestasi dan emosi.
Perilaku dapat dibagi dalam tiga ranah meskipun pembagian ranah ini tidaklah
mempunyai batasan yang jelas dan tegas di mana pembagian tersebut terdiri dari ranah
kognitif, afektif dan psikomotor (Benyamin Bloom, 1908). Prilaku dapat dipengaruhi
oleh beberapa faktor seperti genetika dan lingkungan. Oleh karena itu dalam penelitian
ini saya mencoba melihat analisis kemampuan kognitif (pengetahuan, pemahaman,
penerapan) perawat dalam penerapan resusitasi (Airway, Breathing, Circulation,
Desability) pada klien trauma kapitis di Instalasi Rawat darurat dan Intensive Care Unit
di Perjan Rumah Sakit Dr. Wahidin Sudirohusodo Makassar.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian diatas maka penulis dapat merumuskan masalah yaitu
"Bagaimana analisis kemampuan kognitif (pengetahuan, pemahaman, pelaksanaan)
perawat dalam resusitasi (Airway, Breathing, Circulation, Desability) di Perjan RS Dr.
Wahidin Sudirohusodo Makassar ".

C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Penelitian ini dilakukan untuk memperoleh gambaran tentang analisis
kemampuan kognitif (pengetahuan, pemahaman, pelaksanaan) perawat dalam
resusitasi (Airway, Breathing, Circulation, Desability) pada klien trauma kapitis,
di Perjan RS Dr. Wahidin Sudirohusodo Makassar.
2. Tujuan Khusus
a. Diperolehnya pelatihan kegawat-daruratan perawat IRD dan ICU tentang
resusitasi (Airway, Breathing, Circulation, Desability) pada pasien trauma
kapitis.
b. Dioperolehnya pengetahuan perawat dalam resusitasi (Airway, Breathing,
Circulation, Desability) pada klien trauma kapitis di IRD dan ICU Perjan RS
Dr. Wahidin Sudirohusodo Makassar..
4

c. Diperolehnya pemahaman perawat dalam resusitasi (Airway, Breathing,


Circulation, Desability) pada klien trauma kapitis di IRD dan ICU Perjan RS
Dr. Wahidin Sudirohusodo Makassar.
d. Diperolehnya penerapan resusitasi (Airway, Breathing, Circulation,
Desability) pada pasien trauma kapitis di IRD dan ICU Perjan RS Dr. Wahidin
Sudirohusodo Makassar.

D. Manfaat Penelitian
1. Penelitian ini dapat menjadi suatu stimulus dalam rangka penelitian lain yang
berkaitan dengan pengembangan dan peningkatan kualitas pelayanan
keperawatan khususnya pada Perjan RS Dr. Wahidin Sudirohusodo Makassar.
2. Sebagai ajang aplikasi ilmu keperawatan yang diperoleh dalam pengembangan
wawasan dan kemampuan khususnya dibidang penelitian.
3. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan bagi para penentu
kebijakan dalam rangka pengembangan pembinaan dan peningkatan kualitas
pelayanan keperawatan umumnya dan klien pada khususnya.
4. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi tentang analisis
kemampuan kognitif perawat dalam menerapkan resusitasi (Airway, Breathing,
Circulation, Desability) pada klien trauma kapitis di Perjan RS Dr. Wahidin
Sudirohusodo Makassar.

E. Batasan Masalah
Oleh karena banyaknya hal yang berhubungan dengan resusitasi jantung paru
otak dan permasalahannya, keterbatasan peneti dana serta kemampun penulis, maka
penelitian ini hanya meneliti tentang "analisis kemampuan kognitif (pengetahuan,
pemahaman, penerapan) sedangkan analisis, sintesis dan evaluasi tidak dilakukan oleh
perawat dalam penerapan resusitasi (Airway, Breathing, Circulation, Desability) pada
pasien Trauma Kapitis" di Perjan RS Dr. Wahiddin Sudirohusodo Makassar.
5

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Pengertian
Resusitasi "A-B-Cs" adalah usaha yang dilakukan untuk mempertanankan
kehidupan pada saat klien mengalami keadaan yang mengancam jiwanya dimana dalam
usaha bantuan hidup ini tanpa memakai cairan intravena, obat ataupun kejutan listrik
dikenal sebagai bantuan hidup dasar (Basic Life Support) yakni A= Airway Control
(kontrol pernapasan) B= Breathing Support (pertahankan pernapasan) C= Circulation
Support (pertahankan sirkulasi).

B. Indikasi Bantuan Hidup Dasar (A-B-Cs)


1. Henti Nafas
a. Tengelam
b. Stroke
c. Obstruksi jalan nafas
d. Inhalasi asap
e. Kelebihan dosis obat
f. Aliran listrik
g. Trauma
h. Infark miokard
i. Koma
2. Henti Jantung
a. Fibrilasi ventikel
b. Takhikardi ventikel
c. Asistole
d. Dissosiasi elektromekanik
3. Penilaian
a. Memastikan tidak sadar
b. Memastikan tidak bemafas
c. Memastikan tidak berdenyut
6

C. Tujuan Penerapan Resusitasi (A-B-Cs )


1. Dapat menjelaskan tahapan pengelolaan klien gawat darurat trauma.
2. Mencegah berhentinya sirkulasi atau berhentinya pernafasan melalui pengenalan
dan intervensi segera.
3. Memberikan bantuan eksternal terhadap sirkulasi dan ventilasi dari korban yang
mengalami henti jantung (nafas melalui resusitasi jantung paru).
4. Dapat melakukan triase (seleksi klien) gawat darurat.
5. Dapat melakukan resusitasi klien gawat darurat trauma.
6. Memberikan oksigen kepada otak, jantung dan organ vital.

D. -B

a. A = IRWAY (Jalan Nafas)


a. Menilai Jalan Nafas :

Gambar.1. Bentuk jari seperti kait


dan keluarkan bendanya
7

1) Lihat (Look)
a) Gerak dada dan perut
b) Tanda distress nafas
c) Warna mukosa mulut, kulit
d) Kesadaran
2) Dengar (Listen)
a) Gerak udara nafas dengan telinga
b) Raba (Feel)

Gambar.2. Periksa nafas lihat, dengar, rasakan


c) Gerak udara dengan pipi
8

b. Prioritas Utama adalah Jalan Nafas Bebas


1) Jika klien sadar, ajak bicara
Bicara jelas : tidak ada hambatan
2) Berikan oksigen jika ada
Masker 6 liter/menit
3) Jaga tulang leher
Baring datar, wajah kedepan, leher posisi netral
4) Nilai apakah jalan nafas bebas
Adakah suara snoring, gauging, crowing
c. Penanganan Klien yang Mengalami Gangguan Airway
1) Membebaskan jalan nafas tanpa alat
a) Chin Lift/head lift (angkat dagu)

Gambar.3. Chin lift


b) Jaw thrust (dorong rahang keluar)

Gambar.4. Jaw thrust


c) Hati-hati pada dugaan trauma leher (fraktur servikal)
2) Membebaskan jalan nafas dengan alat
a) Oro-pharingeal tube (pipa untuk mulut dan kerongkongan)
b) Naso-pharyngeat tube pipa untuk hidung dan kerongkongan) tidak
merangsang muntah, hati-hati pada klien dengan fraktur basis cranii ukuran
untuk dewasa 7 mm atau jari kelingking kanan.
9

c) Neck-coller/collar broce (kerah leher/penahan leher) dipasang tanpa


menggerakan leher (terlalu banyak) kepala harus dipegang "in-line"
d. Pengelolaan jalan nafas teknik lanjut
1) Intubasi trachea
Dengan laringoskop
2) Cricothyroidotomy
Needle/surgical
3) Laryngeal mask (topeng pangkal tenggorokan)

e. Transfusi darah pertimbangkan bila :


1) Hemodinamik tidak stabil meski cairan sudah cukup banyak.
2) Homoglobrin < > gr/dl dan klien masih berdarah.

b. B = BREATHING (Pernafasan)
a. Menilai pernafasan
1) Inspeksi (lihat)
2) Palpasi (raba)
3) Perkusi (ketuk)
4) Auskultasi (dengar)
5) Ada nafas (nafas normal atau distress) ?
6) Adakah luka dada terbuka atau menghisap ?
7) Adakah pneumothoraks ?
8) Adakah patah iga garida ?
9) Adakah hemathoraks ?
10) Adakah emfisema bawah kulit
10

b. Ada nafas atau nafas normal atau distress ?


1) Tidak ada nafas beri nafas buatan + oksigen

Gambar.5. Mulut ke mulut


2) Ada nafas sengal-sengal beri nafas buatan + oksigen
3) Ada nafas cepat > 25 gerak cuping hidung, retraksi intercosta beri oksigen
+ siap nafas buatan

Gambar.6. Nafas buatan melalui masker


c. Adakah luka dada terbuka atau menghisap ?
1) Luka tembus dada tutup luka
2) Luka dada yang menghisap tutup luka
3) Flail chest fiksasi plester lebar
d. Cara menutup luka tembus thoraks
Sehelai plastik tipis
Diplester 3 sisinya jadi katub satu arah
Cara dulu : gunakan kasa steril - vaselin steril
e. Pertimbangan krikotirodotomi jika :
1) Intubasi gagal padahal masih dibutuhkan
2) Pasien tidak dapat diberi nafas buatan
f. Adakah pneumothoraks tension ?
Diagnosa harus ditegakan secara klinis
1) Palpasi gerak thoraks sisi sakit tertinggal
2) Ketuk sisi sakit hipersonor (suara rongga)
11

3) Suara nafas sisi sakit menghilang


4) Trachea terdorong kesisi sehat

Lakukan punksi tanpa tunggu foto rontgen


g. Tanda umum distress nafas
1) Nadi cepat
2) Hipotensi
3) Vena leher distensi
4) Sianosis
h. Pertimbangan untuk intubasi trachea
1) Cara lain untuk bebaskan jalan nafas gagal
2) Sukar memberikan pernafasan buatan
3) Risiko aspirasi ke paru besar
4) Perlu mencegah hiperkarbia
5) GCS = 8 atau lebih rendah
i. Nafas buatan dengan intubasi trache
1) Oksigen dan pembuangan karbon dioksida lebih efektif
2) Mencegah aspirasi ke paru
3) Untuk resusitasi jantung paru tidak usah menyela pijat jantung
j. Risiko tindakan intubasi
1) Hipoksia, spasme pita suara
2) Tekanan darah naik, bradikardia atau asistole
3) Tekanan intrakranial meningkat
4) Gerak leher memperberat cedera servikal
Ingat:
a. Pasien meninggal karena kurang oksigen bukan karena
tindakan intubasi trachea
b. Tulang leher mungkin cedera

3. C = CIRCULATION (Control Perdarahan)


a. Penilaian sirkulasi terdiri dari :
1) Apakah cardiac arrest ?
Raba nadi carotis
12

Resusitasi jantung paru


2) Apakah shock ?
Raba nadi radialis + perfusi Posisi shock
3) Ada compressible hemorrhage ?
Bebat tekan
4) Ada non-compressible hemorrage ?
a. Resusitasi cairan mengatasi shock
b. Segera pembedahan
5) Jika nadi teraba di :
a) Radialis > 80 mmHg
b) Femoralis > 70 mmHg
c) Carotis > 60 mmHg
b. Jenis perdarahan dan penanganannya
1) Dapat ditekan (compressible) berupa bebat tekan
Permukaan tubuh, ekstremitas (perdarahan 20 cc/menit = 1.200 cc/jam).
2) Tidak dapat ditekan (non-compressible)
a) Intra abdominal
b) Harus diatasi dengan pembedahan
c) Memerlukan resusitasi cairan

c. Lokasi dan stimasi perdarahan


1) Fraktur femur tertutup 1,5-2 liter
2) Fraktur tibia tertutup 0,5 liter
3) Fraktur pervis 3 liter
13

4) Hemothorax 2 liter
5) Fraktur iga (tiap satu) 150 ml
6) Luka sekepal tangan 500 ml
7) Bekuan darah sekepal 500 ml
d. Sedangkan perdarahan tersembunyi
1) Rongga perut
2) Rongga pleura atau paru
3) Panggul atau pervis
4) Tulang paha atau femur
5) Kulit kepala anak
e. Efek perdarahan pada sirkulasi dan oksigenasi sel
1) Ketidak cukupan ferfusi organ dan oksigenasi jaringan
2) D02 = oxygen content x cardiac output
3) Oxygen content tergantung Hb dan sa02
4) Sa02 tergantung faktor airway dan breathing
5) Cardiac output dan Hb adalah faktor circulation
f. Shock
1) Jenis Shock
a) Hipovolemik
b) Kardiogenik
c) Neurogenik
d) Septik
e) Anafilaktik
2) Tanda klinis shock
a) Nafas cepat
b) Kulit dingin, pucat, basah, sianosis
c) Capillary refilltime > 2 detik
d) Nadi cepat > 100
(1) Nadi radialis (+) > 80 mm Hg
(2) Nadi carotis (+) 60 mm Hg
e) Tekanan darah < 90-100 mm Hg
f) Kesadaran gelisah sampai coma
14

g) Pulse pressure menyempit


h) TVS rendah (vena jungularis)
i) Produksi urine (0,5 ml/kg/jam)
3) Penanganannya adalah posisi shock
Sehingga 300-500 ml darah dari kaki pindah ke sirkulasi sentral
g. Perdarahan dan tanda-tandanya
Bleeding < 750 ml 750-1500 ml > 1500 ml
Cap-refill Normal Memanjang Memanjang
Nadi < 100 > 100 > 120
Tek.sistolik Normal Normal Menurun
Nafas Normal 20-30 > 30-40
Kesadaran Normal Gelisah/Menurun Gelisah/coma

h. Tata laksana mengatasi perdarahan hebat

i. Rincian penanganan perdarahan


1) Airway + breathing + oksigen (jika ada)
2) Pasang 2 infus jarum besar
3) Hentikan perdarahan yang nampak
4) Tekan ditempat perdarahan yang nampak
5) Pembedahan (laparotomi, terakotomi)
6) Infus cairan jika tidak mencapai tekanan darah normal
7) Cairan koloid atau kristaloid (Nacl 0,9%, ringer laktat)
8) Pertimbangan resusitasi hipotensi jika perdarahan masih sukar dikuasai
9) Hangatkan cairan untuk cegah hipotermia
10) Pertimbangkan resusitasi cairan oral
15

j. Shock Kardiogenik (jantung sebagai pompa gagal karena gangguan aliran masuk
sebagai akibat) :
1) Konsutio miokard
2) Tamponade jantung
3) Pneumotoraks tension
4) Lukatusukjantung
5) Infark miokard

D = Desability (Evaluasi Neurologis)


Menjelang akhir, survai primer di evaluasii keadaan neurologis secara cepat.
Yang dinilai disini adalah tingkat kesadaran, ukuran dan reaksi pupil. GCS (Glasgow
Coma Scale) adalah system skorimg yang sederhana dan dapat meramal kesudahan
(outcame) penderita.
Berdasarkan derajat berat ringan dan morfologi cedera kepala diklasifikasikan
sebagai berikut :
a. Ringan : GCS 14-15
b. Sedang : GCS 9-13
c. Berat : GCS <8
Penurunan kesadaran dapat disebabkan penurunan oksigenasi atau penurunan
perfusi keotak, atau disebabkan perlukaan pada otak sendiri. Perubahan kesadaran
menuntut dilakukannya pemeriksaan terhadap keadaan ventilasi, perfusi dan oksigenasi.
Alkohol dan obat-obatan dapat mengganggu tingkat kesadaran penderita. Walaupun
demikian, bila sudah disingkirkan kemungkinan hipoksia atau bipovolemia sebagai
sebab penurunan kesadaran, maka trauma kapitis dianggap sebagai penyebabnya.
16

Hasil resusitasi (Airway, Breathing, Circulation, Desability) didasarkan pada


laju napas, nadi, tekanan darah, suhu tubuh dan kesadaran penderita :
a. Laju napas dipakai untuk menilai Airway dan Breathing.
ETT dapat berubah posisi pada saat penderita berubah posisi.
b. Pulse oxymetry sangat berguna.
Pulse oxymetry mengukur secara kolorigrafi kadar saturated O2, bukan PaO2.
c. Pada penilaian tekanan darah harus disadari bahwa tekanan darah ini merupakan
indikator yang kurang baik, guna menilai perfusi jaringan.
d. Monitoring EKG dianjurkan pada semua penderita trauma.

E. Tinjauan Imum Tentang Pengetahuan (kognitif)


Perilaku adalah respon seseorang terhadap rangsangan (stimulus luar subyek)
dari respon ini terbentuk dua macam respon :
1. Bentuk pasif, terjadinya dalam diri manusia dan tidak secara langsung dapat dilihat
oleh orang lain misalnya berfikir, tanggapan atau sikap batin dan pengetahuan.
2. Bentuk aktif yaitu apabila itu jelas dapat diobservasi secara langsung atau dengan
kata lain sudah tampak terlihat dalam tindakan nyata.
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa pengetahuan dan sikap adalah
merupakan respon seseorang terhadap stimulus atau rangsangan yang masih bersifat
terselubung dan disebut Cover Behavior. Sedangkan tindakan nyata seseorang sebagai
respon terhadap stimulus (practice) atau overt Behavior (Noto Atmojo, 1997).
Pengetahuan adalah segala sesuatu yang diketahui atau segala sesuatu yang
berkenaan dalam hal (mata pelajaran). Pengetahuan adalah merupakan hasil "tahu" dan
ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap subyek tertentu.
Penginderaan melalui panca indera manusia yakni penglihatan, pendengaran, perabaan,
penciuman dan rasa. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui telinga
(Kamus bahasa Indonesia, 1995).
Pengetahuan merupakan domain yang sangat penting dalam pembentukan
tindakan seseorang (Overt Behavior). Terjadinya proses menjadi tahu terdiri dari 6
tingkatan (Benyamin Bloom, dalam Suciati, 2001) penerimaan terhadap suatu inovasi
tersebut adalah sebagai berikut :
17

a. Pengetahuan (Knowledge)
Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari
sebelumnya, termasuk pengetahuan tingkat ini adalah mengingat kembali suatu yang
spesifik.
b. Memahami (Compreshensif)
Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan secara
jelas tentang obyek yang diketahui dan dapat menginterpretasikan materi yang benar.
c. Penerapan (Application)
Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah
dipelajari pada situasi atau kondisi real (sebenarnya). Domain ini dapat diartikan
sebagai aplikasi penggunaan hukum-hukum, rumus, metode, prinsip dan sebagainya
dalam konteks atau situasi yang lain.
d. Analisis (Analysis)
Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau obyek
kedalam komponen-komponen, tetapi masih didalam suatu struktur organisasi
tersebut dan masih ada kaitannya satu sama lain.
e. Sintesis (Synthesis)
Sintesis menunjukkan pada suatu kemampuan untuk meletakkan atau
menghubungkan bagian-bagian didalam suatu bentuk keseluruhan yang baru.
f. Evaluasi (Evaluation)
Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi atau
penelitian terhadap suatu materi atau objek. Pada dasarnya peningkatan pengetahuan
ditentukan oleh beberapa faktor antara lain pendidikan, sedangnkan faktor-faktor seperti
demonstasi, ceramah, poster, dan mas media lain cukup besar perannya di dalam
merubah komponen tersebut.

F. -B
Pada saat terjadi trauma dapat terjadi refleks laring dan faring secara mendadak
yang memungkinkan terjadinya aspirasi lendir, benda asing atau isi lambung. Keadaan
ini dapat berkembang menjadi atelektasis, edema paru atau bronchopneumonia
sekunder.
Hipoksia dan hiperventilasi spontan terjadi 30-50% pada pasien trauma kapitis
akut, meskipun tanpa disertai obstuksi jalan nafas. Sementara itu cedera kepala
18

menyebabkan perubahan pola dan kedalaman napas pada pasien. Tachypnea (RR
>25/menit), Dyspnea pernapasan tidak teratur dan pernapasan Cheyne Stokes
berjalannya waktu (Matjasko, 2002).
Trauma kapitis memberi efek terhadap sistem pernapasan yang etiologinya dapat
berasal dari paru atau sistim syaraf atau neurology. Pasien dapat ditemukan adanya
peningkatan perfusi pada alveoli yang mengalami Hipoventilasi, diperkirakan 20%
pasien trauma kapitis mengalami gagal napas akut, dengan hipoksemia dan CPAP
(continues positive aieway pressure). Gagal nafas ini berkaitan dengan menurunnya
FRC (fungsional residual capacity), Compliance paru, serta terjadi hipertensi pulmonal
yang pada pemeriksaan rontgent paru menunjukan gambaran " Shock Lung ".
Pasien trauma kapitis harus selalu di waspadai adanya fraktur servikal,
pengelolaan resusitasi (Airway, Breathing, Circulation, Desability) pasien trauma
kapitis berat bukan hanya membebaskan jalan napas tetapi perbaikan fungsi oksigenasi
paru. Trauma kapitis merupakan faktor risiko yang besar untuk terjadinya penyulit paru
paska trauma.
Gangguan Airway dan Breathing sangat berbahaya pada pasien trauma kapitis
karena dapat menimbulkan Hipoksia dan Hiperkarbia yang kemudian akan
menyebabkan kerusakan otak sekunder. Sedangkan sirkulasi yang terganggu
menyebabkan gangguan perfusi darah ke otak dan kerusakan otak sekunder, dengan
demikian syok dengan trauma kapitis harus dilakukan penanganan yang lebih agresif
(Chasnak St, 2002 ).
Indikasi intubasi pada pasien trauma kapitis berat ketidak mampuan
mempertahankan dan proteksi jalan napas, juga ventilasi dan oksigenasi yang tidak
memadai untuk mencegah hipoksia otak, hemodinamik untuk mempertahankan
oksigenasi dan mengendalikan karbon dioksida diatas prioritas pemberian obat-obatan
untuk mengendalikan ICP (intra cranial pressure).
Pengambilan keputusan untuk melakukan intubasi pada trauma kapitis berat
seharusnya lebih cepat karna hipoksia dan hiperkarbia yang menyebabkan ICP ini
terjadi penurunan CCP (tekanan perfusi otak) yang selanjutnya menyebabkan kerusakan
iskemik.
Tujuan yang ingin dicapai pada pengelolaan resusitasi (Airway, Breathing,
Circulation, Desability) pada pasien trauma kapitis adalah mempertahankan Pa02 >80
19

mmHg (saturasi oksihemoglobin 95%), dengan mengatur ventilasi semenit untuk


mempertahankan PaCo2 antara 35-40 mmHg. Srategi penanganan bertujuan untuk
memperbaiki oksigenasi dapat menyebabkan penurunan tekanan darah arteri dan
meningkatkan ICP dan menghasilkan hiperkarbia, keadaan tersebut akan berbenturan
dengan kepentingan dalam mencegah kerusakan otak sekunder.
Intubasi orotracheal lebih dipilih dibandingkan dengan nasotracheal karena
dapat menyebabkan sinutitis. Faktor yang dipertimbangkan dalam intubasi adalah
kemungkinan adanya fraktur servikal, fraktur laring, kerusakan di daerah muka,
rinorhea, dan atau refleks stimulasi simpatis yang menyebabkan peningkatan ICP, oleh
karena itu dianjurkan melakukan intubasi in-line servikal, karena posisi tersebut lebih
aman.
Trauma kepala terutama kepala berat, bukan hanya menimbulkan masalah medik
tetapi juga dampak sosio-ekonomi yang besar, lebih-lebih dalam kondisi ekonomi yang
sangat tidak menentu seperti pada saat ini. Di Amerika Serikat, trauma kepala
merupakan penyebab kematian utama pada kelompok umur dibawah 45 tahun, dengan
jumlah makin meningkat dari tahun ketahun. Data yang dipublikasikan pada tahun 2000
menunjukkan bahwa kematian yang disebabkan oleh kerusakan otak akibat trauma
mencapai 34% dari semua kematian karena trauma. Diperkirakan 50% kasus trauma
kepala disebabkan oleh kecelakaan lalu lintas yang terjadi pada pengendara mobil dan
motor (Chasnak St, 2002 ).
Di Indonesia pada tahun 1982 tercatat 55.498 penderita kecelakaan lalu lintas
dan terdapat korban meninggal sebanyak 11.933 orang yang berarti ada 34 orang yang
meninggal tiap harinya akibat kecelakaan lalu lintas. Dari korban yang meninggal
sekitar 80% disebabkan cedera kepala. Sedangkan untuk Provinsi Sulawesi Selatan
khususnya Perjan Rumah Sakit Dr. Wahidin Sudirohusodo Makassar dari data Januari
hingga Desember 2002 diperoleh data tentang penyakit trauma kapitis pada klien rawat
inap untuk umur rata-rata 15-35 tahun, trauma kapitis merupakan peringkat 245 orang
(33,07%), Diabetes melitus 195 orang (26,32 %), Tuberkulosa 111 orang (14,97%),
Hipertensi 103 orang (13,90 %) dan Demam typhoid 87 orang (11,74%).
Untuk mengurangi angka kematian klien trauma kapitis, terutama trauma berat
diharapkan setiap negara yang mendirikan Rumah Sakit baik milik pemerintah ataupun
swasta harus memiliki sistem penanggulangan Gawat Darurat, yang didukung oleh
20

tenaga-tenaga yang professional. Indonesia sendiri sudah memiliki sistem tersebut,


sistem ini berdasarkan pada sistem Kesehatan Nasional (SISKESNAS), sedangkan
Makassar dikoordinir oleh Rumah Sakit Islam Faisal (Yayasan Ambulan Gawat Darurat
118).
Peranan perawat tingkat I dalam Sistem Penanggulangan Gawat Darurat
Terpadu sangat penting sebab perawat berperan sebagai penangkap awal (first
responder) dan penyelamatan jiwa (life suver) di mana peranannya memberikan
resusitasi. Stabilisasi dan dalam tindakan definitive awal (dimensi keterampilan klinis),
berlandaskan landasan ilmiah yang kokoh (dimensi kognitif) dan disertai dengan sikap
yang positif terhadap tugasnya, percaya diri dan penuh kasih sayang (dimensi afektif)
sesuai dengan syarat-syarat kompotensi global berupa skills dari seorang perawat
professional (Kusanto, 2003).
21

BAB III

KERANGKA KONSEP

A. Model Kerangka Konsep


Variabel Independent Variabel Dependent

Keterangan :

: Variabel yang diteliti


: Variabel yang tidak diteliti

B. Defenisi Operasional
1. Pengetahuan (Knowledge) perawat.
Definisi operasional : kemampuan perawat mengungkapkan kembali cara
resusitasi (Airway, Breathing, Circulation, Desability) pada klien trauma kapitis
di Instalasi Rawat Darurat dan Intensive Care Unit Perjan Rumah Sakit Dr.
Wahidin Sudirohusodo Makassar.
Alat ukur : Kuesioner, observasi
Skala ukur : Ordinal
Katagorik : Kualitatif pengelompokan (a. Baik, b. Kurang)
2. Pemahaman (Komprehensif) perawat
Definisi Operasional : Cara perawat mengidentifikasi masalah pasien dan
merencanakan resusitasi (Airway, Breathing, Circulation, Desability) pada pasien
22

trauma kapitis di Instalasi Rawat darurat dan Intensive Care Unit Perjan Rumah
Sakit Dr. Wahidin Sudirohusodo Makassar.
Alat ukur : Kuesioner
Skala ukur : Ordinal
Katagorik : Kualitatif pengelompokan
3. Penerapan (Aplikasi) Perawat
Defenisi Operasional : Tindakan langsung yang dilakukan oleh perawat
pelaksana dalam resusitasi (Airway, Breathing, Circulation, Desability) pada
pasien trauma kapitis di Instalasi Rawat Darurat dan Intensive Care Unit Perjan
Rumah Sakit Dr. Wahidin Sudirohusodo Makassar.
Alat ukur : Kuesioner
Skala ukur : Ordinal
a. Baik
b. Kurang
Katagorik : Kualitatif pengelompokan (a. Baik, b. Kurang)
4. Tindakan Resusitasi
Defenisi Operasinal : Bantuan hidup dasar yang diberikan perawat kepada
pasien trauma kapitis berupa tindakan resusitasi (Airway, Breathing, Circulation,
Desability) ketika jantung berhenti berdenyut dan napas berhenti di Instalasi
Rawat Darurat dan Intensive Care unit Perjan Rumah Sakit Dr. Wahidin
Sudirohusodo Makassar.
5. Tindakan Airway
Defenisi Operasinal : Tindakan perawat dalam megidentifikasi sumbatan
jalan napas dan membebaskan jalan napas atau mengangkat dagu, mendorong
rahang keluar pasien trauma kapitis dan selalu waspada jika disertai fraktur leher,
dengan prioritas jalan napas bebas di Instalasi Rawat Darurat dan Intensive Care
Unit Perjan Rumah Sakit Dr. Wahidin Sudirohusodo Makassar.
6. Tindakan Breathing
Defenisi Operasiopnal : Tindakan perawat dalam menilai pernapasan
pasien dan jika napas berhenti maka perawat memberikan napas buatan, pijat
jantung guna mempertahankan adekuatnya pernapasan pasien trauma kapitis di
23

Instalasi Rawat Darurat dan Intensive Care Unit Perjan Rumah Sakit Dr. Wahidin
Sudirohusodo Makassar.
7. Tindakan Circulation
Defenisi Operasional : Tindakan perawat dalam mengidentifikasi
perdarahan yang berlebihan dan memberikan balutan tekan pada luka permukaan
dan posisi syock jika pasien syock dimana tungkai bawah di tinggikan, sedangkan
luka yang dalam bekerja sama dengan time kesehatan lain misalnya pasang infus
dan transfusi darah jika hemoglobin <7mg/dl serta pembedahan guna
mempertahankan sirkulasi pasien trauma kapitis di Instalasi Rawat Darurat dan
Intensive Care Unit Perjan Rumah Sakit Dr. Wahidin Sudirohusodo Makassar.
8. Trauma Kapitis dan Desability
Defenisi Operasional : Kemampuan perawat dalam menentukan derajat
trauma kapitis berdasarkan pemeriksaan penurunan kesadaran pasien dengan
menggunakan GCS (Skala Coma Glasgow) dimana dalam penilaian berdasarkan
skor atau komponen : berat (3-7), sedang (8-13), ringan (14-15), dan tanda laserasi
di Instalasi Rawat darurat dan Intensive Care Unit Perjan Rumah Sakit Dr.
Wahidin Sudirohusodo Makassar (Asadul Islam, 2002).
24

BAB IV

METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian
Jenis penelitian ini adalah deskriptif, yang bertujuan untuk mendapatkan
gambaran atau informasi yang jelas tentang analisis kemempuan kognitif perawat dalam
resusitasi (Airway, Breathing, Circulation, Desability) pada pasien trauma kapitis di
Perjan Rumah Sakit Dr. Wahidin Sudirohusodo Makassar.

B. Populasi dan Sampel


1. Populasi
Populasi dalam penelitian ini adalah semua perawat yang bertugas di
Perjan Rumah Sakit Dr. Wahidin Sudirohusodo Makassar.
2. Sampel
Berdasarkan tujuan penelitian maka penarikan sampling dilakukan dengan
cara Purposif sampling yang dipilih adalah tidak hanya sebagai pelaku akan tetapi
memahami seluk beluk permasalahan penelitian yang menjadi fokus kerja
penelitian dengan pertimbangan bahwa perawat yang memberi informasi dan
menjawab pertanyaan yang diberikan (Sudarwan, 2003). Adapun kriteria sampel
adalah sebagai berikut :
a. Kriteria inklusi :
1) Perawat yang bertugas diruang Instalasi Rawat Darurat dan Intensive Care
Unit dan bersedia diteliti.
2) Perawat pelaksana dengan pendididkan minimal AKPER.
3) Perawat pelaksana yang pernah melakukan resusitasi (Airway, Breathing,
Circulation, Desability).
b. Kriteria Eksklusi:
1) Perawat pelaksana yang tidak bertugas di ruangan instalasi rawat darurat
dan intensive care unit.
2) Perawat pelaksana yang belum pernah melakukan resusitasi (Airway,
Breathing, Circulation, Desability).
25

C. Tempat Penelitian dan Waktu Penelitian


1. Tempat penelitian yang dipilih adalah Perjan Rumah Sakit Dr. Wahiddin
Sudirohusodo Makassar.
2. Waktu penelitian
Penelitian dilakukan selama kurang lebih 1 (satu) bulan : 02 Februari
sampai dengan 28 Februari 2004.

D. Instrumen Pengumpulan Data


Untuk instrumen pengumpulan data pada penelitian ini, peneliti membuat
instrumen berupa kuesioner tentang analisis kemampuan kognitif (Pengetahuan,
Pemahaman, Penerapan) perawat dalam resusitasi (Airway, Breathing, Circulation,
Desability) pada pasien trauma kapitis, dan kuesioner ini dibuat berdasarkan konsep dari
penelitian:
Pertanyaan pilihan ganda (multipe cois) terdiri dari Pengetahuan no item : 1-15,
Pemahaman no item : 16 - 25, Penerapan no item : 26 - 35, perawat dalam resusitasi
(Airway, Breathing, Circulation, Desability) pada pasien trauma kapitis di IRD dan ICU
Perjan RS Dr. Wahidin Sudirohusodo Makassar.
- Skor pertanyaan jika benar : 1
- Skor pertanyaan jika salah : 0
- Skor tertinggi : 35 x 1 : 35 = 100 %
- Skor terendah : 35 x 0 : 0
0 x 100 : 0 %
35
Kisaran (orange) :
- Skor tertinggi : 100% - 0 %
- Skor terendah : 100 %
Kriteria obyektif pengetahun di bagi 2 kategori (benar dan salah).
: 1=R=100 K
: 50%
Jadi >50% pengetahuan, pemahaman dan penerapan baik, <50% pengetahuan,
pemahaman dan penerapan kurang. Sebelum pengumpulan data diujicobakan
instruemen, ujicoba ini bertujuan untuk mendapatkan validasi isi instrumen. Uji coba
instrumen ini merupakan upaya dalam membiasakan penelitian terahadap instrumen dan
26

proses pengumpulan data. Uji coba instrumen adalah responden yang memiliki
karakteristik sama dengan responden penelitian, hanya saja responden tersebut tidak
lagi diikut sertakan dalam proses penelitian sebenarnya.

E. Pengolahan dan Penyajian Data


1. Pengolahan Data
Pengolahan data yang diperoleh dari hasil penelitian ini dikerjakan melalui
beberapa proses dengan tahapan sebagai berikut :
a. Editing
Editing dilakukan untuk meneliti setiap daftar pertanyaan yang sudah
diisi, editing meliputi kelengkapan pengisian, kesalahan pengisian dan
konsistensi dari setiap jawaban, editing dilakukan dilapangan.
b. Koding
Setelah data diedit, langkah selanjutnya adalah memberi kode pada
jawaban ditepi kanan lembar pertanyaan. Pengisian berdasarkan jawaban dari
responden tersebut.
c. Tabulasi Data
Tabulasi data merupakan kelanjutan dari pengkodean pada proses
pengolahan. Dalam hal ini setelah data tersebut dikoding kemudian ditabulasi
agar lebih mempermudah penyajian data dalam bentuk distribusi frekuensi.
d. Analisis Data
Analisis data dilakukan secara analisis deskriptif berupa distribusi
frekuensi dengan menggunakan tabel untuk memberi gambaran tentang
variabel-variabel yang diteliti. Rumus yang digunakan dalam analisis data :
P = F x 100 %
N
Ketengan :
P = Presentase
F = Jumlah poin jawaban
N = Nilai ideal
27

F. Etika Penelitian
Penelitian dilaksanakan dengan melindungi hak-hak respoden yaitu setelah
mendapat ijin dari pihak Rumah Sakit, peneliti melakukan pendekatan dengan calon
respoden. Sebelum melakukan pengumpulan data, peneliti menjelaskan kepada calon
responden tentang tujuan penelitian dan manfaat penelitian yang dilakukan. Peneliti
memberikan/menyampaikan pada calon responden lembaran persetujuan untuk
ditandatangani.
Dalam penelitian ini, peneliti menjamin kerahasiaan identitas subyek peneliti,
dan responden berhak membatalkan keikutsertaannya dalam penelitian ini tanpa
kehilangan hak, apabila ada hal-hal yang menimbulkan respon negatif terhadap
mereka. Semua berkas yang mencantumkan identitas subyek hanya digunakan pada
penelitian ini saja dan akan dimusnahkan saat penelitian selesai dilaksanakan.
28

BAB V
HASIL PENELITIAN

Pengumpulan data pada penelitian ini dilakukan diruangan instalasi rawat


darurat dan intensive care unit Perjan Rumah Sakit Dr. Wahidin Sudirohusodo
Makassar dari tanggal 10 hingga 18 Februari 2004. Populasi pada penelitian ini adalah
semua perawat yang terlibat atau pernah melakukan resusitasi (Airway, Breathing,
Circulation, Desability) pada pasien trauma kapitis, jumlah sampel adalah 40 responden
dengan karakteristik responden adalah sebagai berikut :
Tabel. 1
Distribusi responden berdasarkan pelatihan kegawat daruratan perawat instalasi rawat
darurat dan intensive care unit tentang resusitasi (Airway, Breathing, Circulation,
Desability) pada pasien trauma kapitis Perjan Rumah Sakit
Dr. Wahidin Sudirohusodo Makassar.

Pelatihan Kegawat Daruratan Jumlah Presentase (%)


BLS 16 30,19
PPGD 15 28,30
BTLS 14 26,42
ACLS 6 11,32
Rawat kritikal 2 3,77
Jumlah 53 100
Sumber : Data Primer 2004

Dari tabel. 1 menunjukan bahwa hampir semua responden instalasi rawat darurat
dan intensive care unit pernah mengikuti pelatihan terbanyak BLS, PPGD, BTLS,
ACLS (96%) dan pelatihan perawatan kritikal hanya (3,77%).
Tabel 2
Distribusi responden berdasarkan pengetahuan perawat instalasi rawat darurat dan
intensive care unit tentang resusitasi (Airway, Breathing, Circulation, Desability) pada
pasien trauma kapitis Perjan Rumah Sakit Dr. Wahidin Sudirohusodo Makassar.

Pengetahuan Tentang Resusitasi Jumlah Persentase (%)


Kurang 0 0
Baik 40 100
Jumlah 40 100
Sumber : Data Primer 2004 Mean : 11,18
Sd : 1,810
29

Berdasarkan tabel. 2 menunjukan bahwa pada mean : 11,18 dengan standar


deviasi : 1,810, maka semua responden (100%) pengetahuannya tentang resusitasi
(Airway, Breathing, Circulation, Desability) pada pasien trauma kapitis di kategorikan
lebih baik.
Tabel 3
Distribusi responden berdasarkan pemahaman perawat instalasi rawat darurat dan
intensive care unit tentang resusitasi (Airway,Breathing, Circulation, Desability) pada
pasien trauma kapitis Perjan Rumah Sakit Dr. Wahidin Sudirohusoodo Makassar.

Pemahaman Tentang Resusitasi Jumlah Persentase (%)


Kurang 11 27,5
Baik 29 72,5
Jumlah 40 100
Sumber : Data Primer 2004 Mean : 6,78
Sd : 1,593

Berdasarkan tabel. 3 menunjukan bahwa pada mean : 6,78 dengan standar


diviasi : 1,593, maka pemahaman perawat tentang resusitasi (Airway, Breathing,
Circulation, Desability) pada pasien trauma kapitis adalah kategori baik yaitu 29
responden (72,5%) dan kurang hanya 11 responden (27,5%).

Tabel 4
Distribusi responden berdasarkan penerapan perawat instalasi rawat darurat dan
intensive care unit tentang resusitasi (Airway, Breathing, Circulation, Desability) pada
pasien trauma kapitis Perjan Rumah Sakit Dr. Wahidi Sudirohusodo Makassar.

Penerapan Tentang Resusitasi Jumlah Persentase (%)


Kurang 4 10,0
Baik 36 90,0
Jumlah 40 100
Sumber: Data Primer 2004 Mean : 7,15
Sd : 1,210

Berdasarkan table. 4 menunjukan bahwa pada mean : 7,15 dengan standar


deviasi : 1,210, maka penerapan responden tentang resusitasi (Airway, Breathing,
Circulation, Desability) pada pasien trauma kapitis adalah kategori baik lebih yaitu 36
responden (90%) dan kurang hanya 4 responden (10%).
30

BAB VI
PEMBAHASAN
Telah dilakukan penelitian kemampuan kognitif perawat dalam resusitasi
(Airway, Brathing, Circulation, Desability) pada pasien trauma kapitis diruangan
instalasi rawat darurat dan intensive care unit Perjan RS Dr. Wahidin Sudirohusodo
Makassar dengan jumlah responden 40 orang perawat yang pernah melakukan tindakan
resusitasi (Airway, Breathing, Cirkulation, Desability) pada pasien trauma kapitis.
1. Keterbatasan penelitian
Beberapa keterbatasan penelitian yang dirasakan selama melaksanakan
penelitian diantaraya :
a. Intrumen penelitian
Intrumen penelitian menggunakan kuesioner yang telah disiapkan oleh
peneliti. Namun masih terdapat beberapa kelemahan (bentuk pertayaan monoton
atau hanya multipel jois tidak diselingi dengan observasi khususnya penerapan
resusitasi) karena keterbatasan peneliti, dan masih perlu dikembangkan secara
baik dan lebih sempurna sehingga instrumen penelitian lebih valid dan relibel.
b. Sampel
Karena keterbatasan peneliti dan jumlah sampel tidak memenuhi kriteria,
maka pengambilan sampel hanya berjumlah 40 responden dan dilakukan selama
10 hari yaitu dari tanggal 10 hingga 19 Februari 2004.
2. Hasil penelitian
a. Pelatihan kegawat daruratan
Perawat instalasi rawat darurat dan intensive care unit sebagian besar telah
mengikuti pelatihan kegawat daruratan (BTLS, PPGD, ATLS, ACLS) sebanyak
(96,23%), dan pelatihan Perawatan kritikal sebanyak (3,77%).
Hal ini mengacu pada pendapat Anton, 1908 dalam Suciati, 2001 segala
sesuatu yang diketahui atau tingkat kepandaian yang dimiliki seseorang yang
didapatkan melalui pendidikan pelatihan maupuin pengalaman.
Dari data ini terlihat bahwa semakin seringnya perawat mengituti pelatihan
kegawat daruratan maka presentase keberhasilan ketepatan dalam memberikan
resusitasi semakin baik, sebaliknya semakin minimnya untuk tidak mengikuti
pelatihan kegawat daruratan maka keberhasilan atau ketepatan dalam memberikan
31

intervensi resusitasi semakin kurang dan kemungkinan banyak mengalami


kegagalan yang pada akhirnya merugikan pasien.
b. Pengetahuan
Pengetahuan perawat tentang resusitasi (Airway, Breathing, Circulation,
Desability) pada pasien trauma kapitis seluruhnya dikategorikan pengetahuan
semua baik (100%).
Hal ini didukung oleh pendapat yang dikemukakan oleh (Azrul dalam
Efendi, 2002) mengatakan individu akan sadar, tahu dan mengerti serta mau
melakukan sesuai anjuran yang ada hubungannya dengan kepentingannya jika ia
memiliki pengetahuan yang baik, serta pendapat (H. Bloom, 1908 dalam Suciaty,
2001) jika seseorang memiliki pengetahuan pada tingkat memahami maka ia
mengetahui secara mendasar pokok-pokok pengertian tentang sesuatu yang
dipelajari.
Bertolak dari hasil penelitian yang diperoleh dan pendapat yang
mendukung maka semakin baik tingkat pengetahuan perawat instalasi rawat
darurat dan intensive care unit tentang resusitasi (Airwy, Breathing, Circulation,
Desability) pada pasien trauma kapitis, maka semakin kecil kemungkinan perawat
instalasi rawat darurat dan intensive care unit melakukan kesalahan dalam
memberikan resusitasi karena mempunyai kemampuan berfikir lebih obyektif
guna perubahan tingkah laku kearah yang lebih baik.
c. Pemahaman
Pemahaman perawat tentang resusitasi (Airway, Breathing, Circulation,
Desability) pada pasien trauma kapitis dikategorikan baik (72,5%), dan
pemahaman kurang (27,5%).
Hal ini sesuai dengan pendapat yang dikemukakan oleh (Purwanto, 2001),
pemahaman adalah kemampuan yang mengharapkan seseorang memahami arti
dan konsep-konsep situasi serta fakta-fakta yang diketahui, dalam hal ini
seseorang tidak hanya hapal secara verbalitas tetapi memahami konsep dari
masalah atau fakta yang ditanyakan.
Dari data diatas dan pendapat yang mendukung pengetahuan perawat
instalasi rawat darurat dan intensive care unit tentang resusitasi (Airway,
Breathing, Circulation, Desability) pada pasien trauma kapitis adalah baik maka
32

presentase pemahaman dalam memberikan tindakan resusitasi lebih baik dan


sebaliknya semakin kurang pemahaman perawat instalasi rawat darurat dan
intensive care unit tentang resusitasi maka persentase kegagalan dalam
memberikan tindakan resusitasi semakin tinggi.
d. Penerapan
Penerapan perawat tentang resusitasi (Airway, Breathing, Circulation,
Desability) pada pasien trauma kapitis dapat dikategorikan lebih baik (90%) dan
penerapan kurang (10%).
Hal ini sesuai dengan pendapat yang dikemukakan oleh (Rogers, 1994)
yakni pengetahuan dalam penerapan merupakan keluasan yang sangat penting
untuk terbenuknya tindakan seseorang dimana tindakan akan lebih langgeng jika
didasari oleh pengetahuan dari pada tindakan yang tidak didasari oleh
pengetahuan.
Bertolak dari hasil penelitian yang diperoleh dan pendapat yang
mendukung, dapat dikatakan, perawat instalasi gawat darurat dan intensive care
unit sudah dapat melakukan penerapan dengan baik tentang resusitasi (Airway,
Breathing, Circulation, Desability) pada pasien trauma kapitis sehingga
presentase kegagalan dalam melakukan tindakan resusitasi lebih rendah.
33

BAB VII
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Dari hasil penelitian yang dilakukan di instalasi rawat darurat dan intensive care
unit Perjan Rumah Sakit Dr. Wahidin Sudirohusodo Makassar dari tanggal 10 Februari
hingga 19 Februari 2004 dapat disimpulkan :
1. Latar belakang pelatihan kegawat daruratan adalah salah satu faktor yang
mempengaruhi dalam melaksanakan resusitasi (Arway, Breathing, Circulation,
Desability) pada pasien trauma kapitis. Dimana jika perawat sering mengikuti
pelatihan kegawat daruratan, maka semakain baik perawat dalam melaksanakan
peran dan tanggung jawabnya.
2. Pengetahuan perawat instalasi rawat darurat dan intensive care unit tentang resusitasi
(Airway, Breathing, Circulation, Desability) pada pasien trauma kapitis terlihat
bahwa semua lebih baik dan mudah untuk termotivasi serta mempunyai dedikasi
yang tinggi dalam memberikan pelayanan keperawatan secara profesional
dibandingkan dengan perawat yang mempunyai pengetahuan yang kurang.
3. Pemahaman perawat instalasi rawat darurat dan intensive care unit tentang
resusitasai (Airway, Breathing, Circulation, Desability) pada pasien trauma kapitis
terlihat bahwa pemahaman perawat sudah baik sehingga lebih mudah memahami
hal-hal yang dapat membahayakan gangguan saluran pernapasan pasien sehingga
dapat meminimalkan akibat yang dapat ditimbulkan.
4. Penerapan perawat instalasi rawat darurat dan intensive care unit tentang resusitasi
(Airway, Breathing, Circulation, Desability) pada pasien trauma kapitis telihat
bahwa penerapan perawat sudah baik sehingga lebih mudah dalam memberikan
tindakan resusitasi dan tingkat keberhasilannya lebih baik.

B. Saran
Berdasarkan hasil penelitian ada beberapa saran yang perlu disampaikan oleh
peneliti kepada pihak-pihak terkait yang berkompeten dalam memotivasi dan
mengembangkan kemampuan kognitif perawat dalam resusitasi (Airway, Breathing,
Circulation, Desability) adalah sebagai berikut :
34

1. Untuk kepentingan Rumah Sakit


a. Diharapkan kepada Direktur Perjan Rumah Sakit Dr. Wahidin Sudirohusado
Makassar, selaku pengambil kebijakan agar memberikan kesempatan kepada
Perawat yang belum pernah mengikuti pelatihan kegawat daruratan dan pada
khususnya pelatihan perawatan kritikal serta tetap mempertahankan pelatihan
kegawat daruratan yang diselenggarakan oleh Perjan Rumah Sakit Dr. Wahidin
Sudirohusodo Makassar selama ini.
b. Berdasarkan hasil penelitian disarankan kepada teman sejawat sebagai perawat
pelaksana yang bertugas di ruangan perawatan instalasi rawat darurat dan
intensive care unit agar tetap meningkatkan peran dan fungsinya sesuai dengan
tanggung jawabnya khususnya dalam resusitasi (Airway, Breathing, Circulation,
Desability) sehingga kebutuhan klien terpenuhi dengan baik dan komplikasi lain
dapat diminimalisir.
2. Untuk Institusi
a. Kiranya hasil Penelitian ini dapat menjadi bahan bacaan ilmiah utamanya
teman-teman seprofesi keparawatan dan masyarakat pada umumnya.
b. Penelitian ini hanya meneliti kemampuan kognitif (pengetahuan, pemahaman,
penerapan) perawat tentang resusitasi (Airway, Breathing, Circulation,
Desability) pada pasien trauma kapitis, sedangkan analisis, sintesis dan
evaluasi peneliti tidak meneliti karena keterbatasan peneliti yang tidak
memungkinkan, untuk itu peneliti berharap kepada peneliti selanjutnya agar
melanjutkan penelitian yang belum diteliti oleh peneliti, demi pengembangan
ilmu keperawatan masa kini dan yang akan datang.
35

DAFT AR PUSTAKA

American College of Surgeons Committee on Trauma, (2008), Advanced Trauma Life


Support Student Course Manual 8th Edition. Chicago: American College of
Surgeons.
Asadul Islam A, M. Rum Limpo, (2002), Evaluasi Epidural Hematoma, Jurnal Medika
Nusantara Vol. 21 No. 21 FK-UH.

Azis Alimul A, H, (2003), Riset keperawatan dan Teknik Penulisan Ilmiah, Jakarta :
Salemba Medika

Baradero M., Dayrit M.W. & Siswadi Y, (2009), Prinsip & Praktik Keperawatan
Perioperatif. Cetakan 1. Jakarta : EGC

Bandini, N. S, (1982), Manual of Newogical Nursing, CV. Mosby Company, ST. Louis

Balu R, Detre JAA, Levine JM, (2013), Clinical assessment in the neurocritical care
unit. Dalam: Leroux PD, Levine JM, Kofke WA., eds. Philadelphia: Elsevier
Saunders; 84-98.

Bendo AA, (2010), Perioperative management of adult patients with severe head injury.

Philadelphia: Mosby; 17-326.

Bisri T, (2012), Penanganan neuroanesthesia dan critical care: cedera otak traumatik.
Bandung: Universitas Padjadjaran; Curry P, Viernes D, Sharma D. Perioperative
management of traumatic brain injury. Int J Crit Illn Sci;1(1):27-35.

Danin S, (2003), Sejarah dan Metodologi Riset Keperawatan, Jakarta, Kedokteran EGC

Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, (1990), Kamus Besar Bahasa. Balai Pustaka

Ditjen PP & PL Depkes RI, (2012), Laporan Triwulan Situasi Perkembangan cidera
kepala di Indonesia Sampai Dengan 30 Juni 2012. www.depkes.go.id

Fildes, John, (2012), Advanced Trauma Life Support for Doctors eight edition, Amerika
: American College of Surgeons Committe on Trauma.

Syafri, (2011), Airway Management, Calcaneus On Respirology Emegency.

Ikatan Dokter Spesialis Anastesi Indonesia Cabang Makassar, (2000), Pelatihan


Bantuan Hidup Dasar dan Bantuan Hidup bagi Perawat Se-Provinsi Sulsel.

Japardi I, (2002), Cedera Kepala. Majalah Kedokteran Nusantara Vol. 35 No. 2 FK-
USU Hal. 87-90.

Johns Hopkins Medicine, (2015), Suctioning, http://www.hopkinsmedicine.org/


tracheostomy/living/suctioning.html diakses pada 31 Desember 2016
36

Kahdar, (1991), Kumpulan Kuliah Penataran Peningkatan Keterampilan Pelayanan


Petugas Medis Emergency, Pengelolaan Trauma Kapitis, Jakarta: FK-
UP/RSHS.

Mar'ad, (1983), Sikap Manusia Perubahan serta Pengurangannya, Bandung.

Mangat HS, (2012), Severe traumatic brain injury. American Academy of Neurology. 8
(3):532-46.

Tolani K, Bendo AA, Sakabe T, (2012), Anesthetic management of head trauma.


Dalam: Newfield P, Cottrell JE, eds. Handbook of Neuroanesthesia.
Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins; 98-115.

Notoadmojo S, (1995), Metodologi Penelitian Kesehatan, Jakarta: Prineka Cipta.

Penanggulangan Penderita Gawat Darurat / General Emergency Life Support (GELS),


(2006), Sistem Penanggulangan Gawat Darurat Terpadu (SPGDT) Cetakan
Ketiga. Direktorat Jenderal Bina Pelayanan Medik Departemen Kesehatan R.I.

Perhimpunanan Dokter Spesialis Kardiovaskular Indonesia, (2013), Buku Panduan


Khusus Bantuan Hidup Jantung Dasar. Jakarta

Ramadhian MR, Hanriko R, Oktaria D, (2011), Buku CSL Blok Neurobehaviour,


Bandar Lampung : FK UNILA

Potter & Perry, (2009). Fundamental Keperawatan (Fundamentals of Nusrsing).


Terjemahan. Edisi 7. Jakarta: Salemba Medika.

Raharjo Eddy, (2002), and Symphosium Life Support & Critical Care on Trauma &
Emergency Patients, Surabaya : Himpunan Dokter Spesialis Anastesi Indonesia.

Schoolfield B, (2010), Highlights of the American Heart Association Guidlines for CPR
and ECC

Soekanto Toitik, (1997), Teori Belajar dan Model-model Pembelajaran, Jakarta :


Pekerti.

Tim Penyusun, (2016), Staf Pengajar Departemen Anasteologi dan Terapi Intensif
Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran, Buku Panduan Pendidikan Dokter
Spesialis Anastesiologi Dan Terapi Intensif

Wajab A, (2002), Seminar Nasional Keperawatan dan Workshop Keperawatan Primary


Trauma Care Makassar.

Yayasan Ambulans Gawat Darurat 118, Buku Pandan, Basic Trauma Cardiac Life
Support.
37

Biodata

Ns. Adius Kusnan, S. Kep, M. Kes adalah staf pengajar pada


Fakultas Kedokteran Universitas Halu Oleo, Program Studi Ilmu
Keperawatan, pernah bertugas di Rumah Sakit Umum Provinsi Sulawesi
Tenggara sebagai staf perawat Intensive Care Unit, Instalasi Gawat
Darurat, dan Clinical Instruktur tahun 1993-1996.
Pada tahun 2004 hingga 2010 dosen luar biasa pada POLTEKES, AKPER,
STIKES dan STIK dalam Kota Kendari, pindah dari DEPKES ke KEMENTERIAN
RISET, TEKNOLOGI dan PENDIDIKAN TINGGI, menjadi dosen tetap pada Fakultas
Kesehatan Masyarakat tahun 2011-2014, serta pindah pada Fakultas Kedokteran
Universitas Halu Oleo pada tahun 2014 hingga sekarang sebagai dosen tetap.
Penulis menempuh pendidikan DIII ilmu keperawatan di Akademi Keperawatan
DEPKES Makassar tahun 1999, kemudian pada tahun 2003 penulis menyelesaikan
pendidikan S1 keperawatan dan profesi Ners tahun 2004 di Fakultas Kedokteran
Universitas Hasanuddin Program Studi Ilmu Keperawatan. Pada tahun 2008 penulis
menyelesaikan Pascasarjana Epidemiologi dan tahun 2017 menyelesaikan S3 pada
Fakultas Kedoktean Universitas Hasanuddin. Selain sebagai pengajar, penulis aktif
diberbagai seminar dan penulisan artikel baik nasional maupun internasional.
38

Anda mungkin juga menyukai