Anda di halaman 1dari 77

BUKU PEDOMAN BELAJAR

ILMU PENYAKIT SARAF

Tim Penyusun : dr. Hj. Durrotul Jannah, Sp.S


dr. H. Muktasim Billah, Sp.S,
dr. Hj. Ika Rosdiana, Sp.KFR

Penerbit : UNISSULA PRESS

Buku Pedoman Belajar Ilmu Penyakit Saraf | i


BUKU PEDOMAN BELAJAR ILMU PENYAKIT SARAF

Tim Penyusun : dr. Hj. Durrotul Jannah, Sp.S


dr. H. Muktasim Billah, Sp.S,
dr. Hj. Ika Rosdiana, Sp.KFR

Editor : dr. Hj. Ken Wirastuti, M.Kes, Sp.S.KIC


dr. Yani Istadi, M.Med. Ed.

Desain Sampul : dr. Naim Ismail Imunu


& tata letak der. Dewi Intisari

Penerbit : Unissula Press

Edisi : Kedua
Cetakan : Kedua
ISBN : 978-602-1145-60-9
No. Dokumen : PRO-SA-K-PSPD-008

Hak cipta yang dilindungi undang-undang


© Copy right registered all rights reserved
Ketentuan Pidana Pasal 72 Undang-undang No. 19 Tahun 2002 Tentang Hak Cipta

1. Barangsiapa dengan sengaja dan tanpa hak mengumumkan atau


memperbanyak suatu ciptaan atau memberi izin untuk itu, dipidana dengan
pidana penjara palinglama 7 (tujuh) tahun dan/atau denda paling banyak Rp.
1.000.000.000,- (satu milyar rupiah).
2. Barangsiapa dengan sengaja menyiarkan, memamerkan, mengedarkan, atau
menjual kepada umum suatu ciptaan atau barang hasil pelanggaran Hak Cipta
sebagimana dimaksuddalam ayat (1), dipidana dengan pidana penjara paling
lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling banyak Rp. 500.000.000,- (lima ratus
juta rupiah)

Buku Pedoman Belajar Ilmu Penyakit Saraf | ii


KATA PENGANTAR

Alhamdulillahirrobil’alamin segala puji dan syukur kami


panjatkan kepada Allah SWT atas tersusunnya Buku
Pedoman Belajar Ilmu Penyakit Saraf ini. Buku ini disusun
sebagai pedoman bagi mahasiswa kedokteran di tingkat
pendidikan klinik terutama yang sedang menempuh stase di
bagian Saraf. Buku ini berisi pedoman-pedoman mengenai
kasus-kasus yang berkaitan dengan bagian Saraf yang harus
dikuasai oleh dokter muda sesuai dengan kompetensi dokter
umum.
Banyak kasus-kasus dalam bidang Saraf yang akhir-
akhir ini tingkat prevalensinya semakin meningkat setiap
tahunnya dan banyak diantaranya yang dapat menimbulkan
kematian apabila tidak segera ditangani dengan penanganan
awal yang cepat dan tepat. Oleh karena itu , dokter umum
yang merupakan lini terdepan dalam pelayanan kesehatan
diharapkan agar menguasai kemampuan dan keterampilan
klinik yang berkaitan dengan bidang Saraf dan dapat
mengaplikasikannya dalam menangani pasien.
Berbeda dengan edisi pertama, dalam edisi kedua,
buku ini dilengkapi dengan materi Patient Safety dan
Pendoman Pengendalian Infeksi. Buku pedoman dibuat untuk
memudahkan calon dokter umum dalam melaksanakan
kegiatan keselamatan pasien dan pencegahan pengendalian
infeksi dalam proses pembelajaran untuk perbaikan
pelayanan yang berorientasi pada pasien.
Semoga dengan adanya Buku Pedoman Belajar Ilmu
Penyakit Saraf ini, dapat membantu dan memudahkan dokter
muda untuk memahami secara mendalam mengenai kasus-
kasus di bidang Saraf sehingga dapat mendiagnosis penyakit
tersebut dengan benar serta dapat melakukan penanganan
atau penatalaksanaan awal dengan tepat.
Kami ucapkan terima kasih kepada pihak-pihak yang
telah membantu dalam Buku Pedoman Belajar Ilmu Penyakit
Saraf ini, terutama kepada Dekan, Wakil Dekan I Bidang
Akademik dan Kemahasiswaan, Wakil Dekan II Keuangan
Buku Pedoman Belajar Ilmu Penyakit Saraf | iii
dan SDI, Tim Kurikulum Pendidikan dan Seluruh Staf Bagian
Saraf Fakultas Kedokteran Universitas Islam Sultan Agung
Semarang.
Buku Pedoman Belajar Ilmu Penyakit Saraf ini kiranya
masih jauh dari sempurna.Untuk itu kami sangat
mengharapkan masukan dan saran dari semua pihak demi
perbaikan dalam penyusunan Buku Pedoman Belajar Saraf .

Semarang, Agustus 2018


Tim Penyusun

Tim Penyu

Buku Pedoman Belajar Ilmu Penyakit Saraf | iv


Sambutan Direktur Pendidikan
Rumah Sakit Islam Sultan Agung

Assalamu’alaikum warrahmatullahi wabarakatuh

Puji syukur kehadirat Allah Subhanahu Wa Ta’ala atas rahmat,


karunia, dan hidayah-Nya kepada kita semuanya. Dialah Dzat
yang Maha Berilmu, Maha Mengetahui segala sesuatu, baik
yang ghoib dan yang nyata.
Shalawat dan salam semoga senantiasa tercurah bagi
Baginda Rasulullah Muhammad Shalallahu Alaihi Wassalam,
beserta para keluarga, sahabat, dan seluruh pengikutnya
hingga akhir zaman.

Rumah Sakit Islam (RSI) Sultan Agung telah ditetapkan


sebagai Rumah Sakit Pendidikan Utama bagi Fakultas
Kedokteran (FK) Universitas Islam Sultan Agung (UNISSULA)
sejak tahun 2011. Salah satu misinya adalah memberikan
pelayanan pendidikan dalam rangka membangun generasi
khaira ummah. Oleh karena itu kami menyambut baik dengan
diterbitkannya Buku Pedoman Belajar edisi kedua bagi para
mahasiswa Program Studi Pendidikan Dokter (PSPD) FK
UNISSULA ini.

Kami mengucapkan selamat kepada pimpinan dan seluruh


staff FK UNISSULA yang terlibat dalam penyusunan buku
pedoman ini. Buku edisi kedua cetakan kedua ini, selain
sudah ditambahkan dengan materi patient safety dan
Pedoman Pengendalian Infeksi (PPI) yang diperlukan oleh
calon dokter dalam proses pembelajaran selama stase di
rumah sakit atau puskesmas, juga sudah dilengkapi dengan
level of competence (LoC) untuk masing-masing kasus sesuai
dengan Standar Kompetensi Dokter Indonesia (SKDI).

Sebagaimana kita ketahui bersama, mencari ilmu merupakan


hal yang diwajibkan dalam ajaran Islam. Dengan berilmu,
seseorang akan meraih kejayaan, baik di dunia maupun di
Buku Pedoman Belajar Ilmu Penyakit Saraf | v
akhirat. Mengutip pesan para ulama terdahulu, dalam mencari
ilmu, akhlak lebih diutamakan. Ibarat suatu adonan roti, ilmu
bagaikan garam, sedangkan akhlak bagaikan tepungnya. Hal
ini menunjukkan bahwa porsi akhlak jauh lebih besar daripada
porsi ilmu. Semakin tinggi ilmu seseorang, diharapkan
semakin bertambah juga akhlaknya.

Akhir kata, kami ikut mendoakan semoga ilmu yang diperoleh


selama proses pembelajaran di FK UNISSULA dan RSI Sultan
Agung sebagai rumah sakit pendidikan utamanya, merupakan
ilmu yang bermanfaat dan membawa keberkahan. Aamiin Yaa
Mujibassailin.

Wassalamu’alaikum warrahmatullahi wabarakatuh

Semarang, Agustus 2018

dr. Minidian Fasitasari, MSc., SpGK.


Direktur pendidikan RSI-SA

Buku Pedoman Belajar Ilmu Penyakit Saraf | vi


DAFTAR ISI

Halaman Judul .................................................................. ii


Kata Pengantar ................................................................. iii
Sambutan Direktur RSI-SA................................................. v
Daftar Isi ............................................................................ vii
Cara Mengunakan Buku Pedoman Belajar ........................ viii
Daftar Kompetensi Klinik..................................................... x
Topic Tree.......................................................................... xv
BAB I Lemah Anggota Gerak Mendadak....................... 1
BAB II Nyeri Kepala....................................................... 4
BAB III Nyeri daerah Wajah............................................ 11
BAB IV. Kelemahan Otot Wajah....................................... 15
BAB V Nyeri Pinggang................................................... 19
BAB VI Kejang................................................................ 23
BAB VII Patient Safety..................................................... 28
Daftar Pustaka ………………………………………………… 51
Lampiran ........................................................................... 55

Buku Pedoman Belajar Ilmu Penyakit Saraf | vii


CARA MENGGUNAKAN PEDOMAN BELAJAR

Buku ini adalah buku pedoman untuk mempelajari kasus-


kasus di bidang Saraf.Kompetensi yang tercakup dalam Buku
Pedoman ini adalah kompetensi minimal yang harus anda
kuasai saat anda belajar di tingkat pendidikan klinik.
Buku ini tersusun dari 6 Bab, yang semuanya berdasarkan
kasus yang harus dapat ditangani oleh dokter umum. Judul
pada Bab disusun berdasarkan kasus yang sering terjadi dan
dari masalah yang biasa dikeluhakan pasien saat datang
memeriksakan diri di poliklinik Saraf, di klinik umum maupun
Instalansi Gawat Darurat Rumah Sakit. Dalam setiap Bab,
terdapat tujuan pembelajaran, algoritma kasus, daftar
keterampilan yang harus dikuasai, dan prosedur klinik dari
keterampilan yang harus dikuasai.
Hal yang perlu diperhatikan dalam menggunakan buku
pedoman ini adalah:
1. Bacalah dahulu daftar kompetensi klinik yang harus anda
kuasai di biidang Saraf sebelum Anda memasuki
kepaniteraan klinik di stase Saraf. Daftar kompetensi ini
juga dapat anda temukan di Buku Kerja Harian.
2. Pada setiap bab, bacalah dahulu tujuan pembelajaran
yang ingin dicapai saat mempelajari bab tersebut.
Kemudian bacalah bahan-bahan pembelajaran yang
tercantum dalam tujuan pembelajaran dari referensi-refensi
yang dianjurkan, kemudian mulailah membaca Alur kasus
yang digunakan. Anda dapat menggunakan referensi untuk
mengklarifikasi Alur tersebut. Bacalah juga beberapa
keterangan yang ada setelah Alur kasus.
3. Kemudian bacalah daftar keterampilan yang diperlukan
untuk menangani kasusyang bersangkutan. Beberapa
prosedur penting yang belum anda peroleh di Skills Lab
dijelaskan dalam buku ini.
Jika terdapat pertanyaan yang berkaitan dengan materi
yang ada dalam buku pedoman belajar ini, dan anda kesulitan
mendapatkan jawabannya meskipun telah membaca referensi
Buku Pedoman Belajar Ilmu Penyakit Saraf | viii
yang ada, tanyakan dan diskusikan pada saat kegiatan
kepaniteraan klinik.

Buku Pedoman Belajar Ilmu Penyakit Saraf | ix


DAFTAR KOMPETENSI

A. Berdasarkan Jenis Penyakit


LoC
No Masalah Area Kompetensi Kasus (1/2/3A/3
B/4)
1.  Penurunan Loss of consciousness
kesadaran Metabolic Encephalopathy 3B
Comatous 3B
Brain death 3B
8.  Nyeri Kepala Headache
Tension headache 4
Migraine 3A
Cranial arteritis 3B
Trigeminal neuralgia 3A
Cluster headache 4
19.  Kelumpuhan CVD
 Penurunan TIA 3B
kesadaran Cerebral infarction 3B
Intracerebral hematoma 3B
Subarachnoid 3B
hemmorhage
Hypertensive 3B
encephalopathy
30.  Wajah perot Cranial nerve and brain
stem lesions
Bels’ palsy 4
Brain stem lesions 3B
35.  Pusing Disorder of vestibular
berputar system
Benign paroxysmal 3A
positional vertigo
 Vertigo Central 3A
40.  Gangguan Movement Disorders
gerak Parkinson's disease 3A
Secondary parkinsonism 3A
Buku Pedoman Belajar Ilmu Penyakit Saraf | x
LoC
No Masalah Area Kompetensi Kasus (1/2/3A/3
B/4)
45.  Bangkitan Epilepsy and other
seizures
Generalized epilepsy 3A
Absence seizure 3A
Status epilepticus 3A
52.  Nyeri Diseases of spine and
pinggang/ spinal cord
pinggang Complete spinal 3B
 Kelumpuhan transection
kedua Neurogenic bladder 3B
tungkai Myelopathy 3A
 Gangguan Medulla compression 3B
otonom acute
Radicular syndrome/HNP 3A
Spondilitis TB 3B
65.  Kesemutan Neuromuscular
 Nyeri diseases and
 Kelumpuhan neuropathy
Carpal tunnel syndrome 3A
Tarsal tunnel syndrome 3A
Neuropathy 4
Peroneal palsy 4
 Kelumpuhan Guillain barre syndrome 3B
Myasthenia gravis 3B
76.  Nyeri sendi Neck, shoulder girdle &
upper extremities
Frozen shoulder 4
Tennis elbow/epicondylitis 4
lateral

Buku Pedoman Belajar Ilmu Penyakit Saraf | xi


LoC
No Masalah Area Kompetensi Kasus (1/2/3A/3
B/4)

81.  Demam Infectious diseases


 Bangkitan Meningitis 3B
 Penurunan Encephalitis 3B
kesadaran Cerebral abscess 3B
Malaria Cerebral 3B
Tetanus 3B
Cerebral Toxoplasmosis 3A
 HIV AIDS 3B
96.  Nyeri kepala Congenital disorders
Hydrocephalus 3B
99.  Gangguan Neurobehaviour
memori Disorders
 Gangguan Amnesia Pasca trauma 3B
bicara Afasia 3B
MCI (Mild Cognitive 3B
Impairment)
VCI (Vascular Cognitive 3B
Impairment)
108.  Nyeri kepala Trauma CNS
 Penurunan Epidural hematom 3B
kesadaran Subdural hematom 3B
 Kelumpuhan SAH 3B
Trauma Medula Spinalis 3B
117.  Nyeri kepala Tumor CNS
kronis Tumor primer 3B
progresif Tumor sekunder 3B

Keterangan :
1. Tingkat Kemampuan 1
Dapat mengenali dan menempatkan gambaran-gambaran
klinik sesuai penyakit ini ketika membaca literatur. Dalam
korespondensi, ia dapat mengenal gambaran klinik ini, dan
Buku Pedoman Belajar Ilmu Penyakit Saraf | xii
tahu bagaimana mendapatkan informasi lebih lanjut. Level
ini mengindikasikan overview level.Bila menghadapi pasien
dengan gambaran klinik ini dan menduga penyakitnya, Dokter
segera merujuk.

2. Tingkat Kemampuan 2
Mampu membuat diagnosis klinik berdasarkan pemeriksaan
fisik dan pemeriksaanpemeriksaan tambahan yang diminta
oleh dokter (misalnya : pemeriksaan laboratorium sederhana
atau X-ray). Dokter mampu merujuk pasien secepatnya ke
spesialis yang relevan dan mampu menindaklanjuti
sesudahnya.

3. Tingkat Kemampuan 3
3a. Mampu membuat diagnosis klinik berdasarkan
pemeriksaan fisik dan pemeriksaanpemeriksaan
tambahan yang diminta oleh dokter (misalnya :
pemeriksaan laboratorium sederhana atau X-ray).
Dokter dapat memutuskan dan memberi terapi
pendahuluan, serta merujuk ke spesialis yang relevan
(bukan kasus gawat darurat).
3b. Mampu membuat diagnosis klinik berdasarkan
pemeriksaan fisik dan pemeriksaanpemeriksaan
tambahan yang diminta oleh dokter (misalnya :
pemeriksaan laboratorium sederhana atau X-ray).
Dokter dapat memutuskan dan memberi terapi
pendahuluan, serta merujuk ke spesialis yang
relevan (kasus gawat darurat).

4. Tingkat Kemampuan 4
Mampu membuat diagnosis klinik berdasarkan pemeriksaan
fisik dan pemeriksaanpemeriksaan tambahan yang diminta
oleh dokter (misalnya : pemeriksaan laboratorium sederhana
atau X-ray). Dokter dapat memutuskan dan mampu
menangani problem itu secara mandiri hingga tuntas.

Buku Pedoman Belajar Ilmu Penyakit Saraf | xiii


B. Berdasarkan Ketrampilan
Target
No Daftar Ketrampilan
LoC

1. Pemeriksaan tingkat kesadaran 4

2. Pemeriksaan Nervi Kranialis 4


3. Pemeriksaan Motorik 4
4. Pemeriksaan Koordinasi 4
5. Pemeriksaan Sensorik 4
6. Pemeriksaan kaku kuduk dan 4
Rangsang Meningeal
7. Pemeriksaan fungsi Luhur 4
8. Pemeriksaan Refleks Fisiologis 4
9. Pemeriksaan Refleks Patologis 4
10. Pemeriksaan Refleks Primitif 4
11. Pemeriksaan iritasi radiks 4
12. Pemeriksaan Patrick, Kontra Patrick, 4
Laseque

Keterangan
Tingkat kompetensi ketrampilan klinik terbagi menjadi 4
tingkat:
Tingkat kemampuan 1 : Mengetahui dan Menjelaskan
Tingkat kemampuan 2 : Pernah Melihat atau pernah
didemonstrasikan
Tingkat kemampuan 3 : Pernah melakukan atau pernah
menerapkan di bawahsupervisi
Tingkat kemampuan 4 : Mampu melakukan secara mandiri

Buku Pedoman Belajar Ilmu Penyakit Saraf | xiv


TOPIC TREE

Organogenesis & Neuroanatomi

Neurokimia
Basic science (neurotransmitter)

Neurofisiologi

SISTEM SARAF
Neurovascular

Neurotraumatologi

Neuroinfeksi

Patologi
Neuroonkologi

Neurodegeneratif

NeuroCongenital

Buku Pedoman Belajar Ilmu Penyakit Saraf | xv


BAB I
LEMAH ANGGOTA GERAK MENDADAK

A. Tujuan Pembelajaran Umum


1. Mampu menegakkan diagnosis keluhan di bidang
neurologi.
2. Mampu mengelola pasien yang memiliki keluhan di bidang
neurologi.
3. Mampu menentukan prognosis suatu penyakit di bidang
neurologi.
4. Mampu melakukan pengkajian berdasarkan masalah yang
berkaitan dengan bidang neurologi.

B. Tujuan Pembelajaran Khusus


1. Mampu menentukan differential diagnosis pada pasien
dengan lemah anggota gerak mendadak.
2. Mampu menjelaskan definisi stroke.
3. Mampu menjelaskan gejala dan tanda-tanda stroke.
4. Mampu menjelaskan etiologi dan faktor risiko stroke.
5. Mampu menjelaskan patofisiologi stroke.
6. Mampu melakukan anamnesis dan pemeriksaan fisik untuk
menentukan diagnosis stroke.
7. Mampu menentukan jenis pemeriksaan penunjang dan
menilai hasil pemeriksaan serta menyampaikan hasilnya
kepada dokter penanggung jawab.
8. Mampu melakukan penatalaksanaan awal pada pasien
stroke sesuai dengan jenis stroke.
9. Mampu mengetahui penatalaksanaan lanjutan pada pasien
stroke.

Buku Pedoman Belajar Ilmu Penyakit Saraf | 1


C. Alur Kasus

Lemah separuh
anggota gerak

Ya
Nyeri kepala Tumor Intrakranial
Mendadak progresif
Tidak
Ya Tidak

Suspect Stroke Degeneratif


DD :
Metastasis tumor

Ya
TIK meningkat: Ya Stroke
Faktor Risiko
Nyeri kepala Hemoragik
Stroke
muntah
proyektil A
Papil oedem Tidak
Ya
Rangsang Subarachnoid
Tidak Metastasis Meningeal Hemoragik
Tumor Tidak

Stroke Non
Hemoragik Perdarahan
intraserebral

Penatalaksanaan
Awal:
Prinsip 5B
Rujuk Breath
Blood
Brain
Bladder
Bowel

Buku Pedoman Belajar Ilmu Penyakit Saraf | 2


Catatan :
a. Subarachnoid Hemoragik pada fase lanjut baru terjadi
kelemahan separuh anggota gerak.
b. Penatalaksanaan awal yang dilakukan tergantung dari
gejala klinis yang timbul dan etiologinya.

D. Daftar Ketrampilan (Kognitif dan Psikomotor)


1. Melakukan anamnesis.
2. Menilai skor GCS.
3. Melakukan pemeriksaan fisik dan neurologis.
4. Mengisi surat usulan pemeriksaan penunjang dan
menginterpretasikan hasilnya.
5. Melakukan penatalaksanaan awal pada pasien stroke.
6. Melakukan pemasangan infus dan kateter urin.
7. Melakukan pemasangan nasogastric tube.

E. Penjabaran Prosedur
1. Prosedur anamnesis bisa dilihat di buku petunjuk skills lab
modul saraf
2. Penilaian GCS, pemeriksaan fisik dan neurologis bisa
dilihat pada buku petunjuk skills lab modul saraf
3. Prosedur pemasangan infus bisa dilihat di buku petunjuk
skills lab modul hematopoetin
4. Prosedur pemasangan nasogastric tube bisa dilihat di buku
petunjuk skills lab modul pencernaan

Buku Pedoman Belajar Ilmu Penyakit Saraf | 3


BAB II
NYERI KEPALA

A. Tujuan Pembelajaran Umum


1. Mampu menegakkan diagnosis keluhan di bidang
neurologi.
2. Mampu mengelola pasien yang memiliki keluhan di
bidang neurologi.
3. Mampu menentukan prognosis suatu penyakit di bidang
neurologi.
4. Mampu melakukan pengkajian berdasarkan masalah
yang berkaitan dengan bidang neurologi.

B. Tujuan Pembelajaran Khusus


1. Mampu mengetahui dan menjelaskan macam-macam
nyeri kepala serta definisinya
2. Mampu menjelaskan gejala dan tanda-tanda dari masing-
masing jenis nyeri kepala
3. Mampu menjelaskan etiologi dan faktor risiko terjadinya
nyeri kepala
4. Mampu menjelaskan patofisiologi nyeri kepala
5. Mampu melakukan anamnesis dan pemeriksaan fisik
untuk menentukan diagnosis nyeri kepala
6. Mampu menentukan jenis pemeriksaan penunjang dan
menilai hasil pemeriksaan serta menyampaikan hasilnya
kepada dokter penanggung jawab
7. Mampu melakukan penatalaksanaan awal pada pasien
dengan keluhan nyeri kepala

Buku Pedoman Belajar Ilmu Penyakit Saraf | 4


C. Alur Kasus

1. Alur Kasus Nyeri Kepala Akut


Nyeri kepala akut

Tidak Tidak
Progresif jam - Progresif lambat
Mendadak
hari minggu - bulan
Ya Tidak Ya Tidak
ada
ada
Riwayat Trauma Riwayat Trauma Lihat alur nyeri
kepala kronis
Ada Ya
Tidak
Tidak
Lihat alur Kaku leher Kemungkinan Pemeriksaan
trauma Kaku leher
perdarahan neurologis
kepala Ya subdural Ya
Abnormal
Pemeriksaan CT Scan / Normal
Kemungkinan neurologis CT Scan Lumbal Konsul
perdarahan pungsi spesialis saraf
subarachnoid

Normal
A Untuk Penyakit Ada
CT Scan / mendiagnosis : medis berat
Lumbal meningitis, tumor
Abnormal B
pungsi cerebellum , Kemungkinan
perdarahan etiologi
lambat Hipertensi
CT Scan /
MRI Infeksi
Gangguan
Tidak ada Tidak ada pernafasan
Riwayat Riwayat sakit Obat-obatan
cabut gigi kepala Aktifitas fisik berlebih
Stress psikis
Ya Ada
Sindroma D
Temporomandibular C

Catatan:
a. Pasien dengan riwayat nyeri kepala pertama kali dan
adanya temuan kelainan dalam pemeriksaan
neurologis kemungkinan besar terdapat gangguan di
intrakranial, kemungkinannya yaitu perdarahan,
meningitis, atau hidrocephalus akut. Oleh karena itu

Buku Pedoman Belajar Ilmu Penyakit Saraf | 5


diperlukan adanya evaluasi neurologis yang
menyeluruh.
b. Pasien dengan riwayat nyeri kepala mendadak dan
adanya temuan yang normal dalam pemeriksaan
neurologis harus diawasi dan dievaluasi secara hati-
hati. Sebagian besar spesialis saraf akan melakukan
pemeriksaan CT scan kepala dan beberapa akan
melakukan pemeriksaan lumbal pungsi. Jika
penyebabnya tidak jelas, maka kemungkinan sebab
oleh karena gangguan serius seperti perdarahan
subarachnoid bisa disingkirkan.
c. Setiap pasien dengan riwayat nyeri kepala memiliki
riwayat tension, migraine atau cluster headache
pertama kali. Diperlukan evaluasi secara menyeluruh
kejadian vascular headache yang pertama kali,
khususnya pada pasien dengan gangguan sistem
saraf pada saat kejadian. Pada anak perempuan,
sistemik lupus eritematosus seringkali dikaitkan
dengan nyeri kepala tipe migraine. Kelainan vascular
juga dapat ditandai dengan munculnya nyeri kepala
sebelah.
d. Sindroma sendi temporomandibular merupakan salah
satu penyebab nyeri kepala, biasanya pada daerah
temporal. Hal ini seringkali terjadi setelah pasien
melakukan operasi di daerah gigi atau pada pasien
yang mencabut giginya pada malam hari. Persendian
tersebut biasanya nyeri pada saat penekanan.

Buku Pedoman Belajar Ilmu Penyakit Saraf | 6


2. Alur Kasus Nyeri Kepala Kronis

Pasien dengan nyeri kepala kronis

A Tidak
Progresif Hilang timbul
Iya B F
Ada Tidak
Gejala neurologis lainnya Pemeriksaan Nyeri sebelah Nyeri kedua sisi
neurologis Ya
dan evaluasi
Tidak ada
Tidak
ada Tekanan Menyeluruh Tidak Leher dan
Cek kemungkinan
darah Frontotemporal occipital
penyakit sinus meningkat D
C Ada
Iya Spondilitis cervical
Rujuk spesialis THT atau tension
Iya Tidak
Terikat
Pasien tua Berdenyut
kencang
E Tangani Iya

Common Tension
G H
Riwayat Tidak ada migraine headache
Observasi
gangguan gangguan
emosional emosional
Nyeri hebat Tidak
Aura dan berdenyut
pada periorbital
Iya

Pemeriksaan neurologis I Iya J Migraine klasik


Kemungkinan
cluster headache
Tidak
Normal Abnormal Jarang
Sering
Sansert sekali dalam 1
setiap hari/
prednisone bulan / kurang
seminggu sekali
Cafergot

Awasi dan Evaluasi fungsi Ergots pada


Konsul spesialis Pencegahan
tangani secara neurologis secara saat muncul
saraf Propanolol
konservatif menyeluruh aura
Sansert
Amitriptilin
Calcium-Channel
Blocker (belum
disetujui BPOM)

Buku Pedoman Belajar Ilmu Penyakit Saraf | 7


Catatan:
a. Nyeri kepala kronik progresif mengarah kepada
beberapa tipe dari proses patologis spesifik seperti
tumor kepala, hipertensi yang tidak terkontrol, sinusitis,
atau pseudotumor cerebri. Sedangkan nyeri kepala
kambuhan/ hilang timbul lebih cenderung memiliki
penyebab yang tidak berbahaya seperti migraine,
kontraksi otot, atau spondilosis cervical.
b. Pastikan ada tidaknya pandangan kabur (indikasi
adanya edema papil atau inflamasi pada nervus
opticus), kelemahan setempat, dan adanya
penglihatan dobel.
c. Jika pasien merasa sakit dan nyeri hebat pada sinus
paranasal dan terdapat gejala sinusitis, lakukan
pemeriksaan foto rontgen sinus dan lakukan terapi
untuk sinusitis tersebut.
d. Nyeri kepala merupakan sesuatu yang sering terjadi
pada pasien dengan hipertensi, tetapi perlu
diperhatikan jangan mengasumsikan bahwa setiap
nyeri kepala disebabkan karena tekanan darah yang
terlalu tinggi pada hipertensi. Jika tekanan darah
terkendali, cari kemungkinan penyebab lainnya yang
menyebabkan nyeri kepala.
e. Pada pasien lanjut usia terjadinya nyeri kepala
progresif yang pertama kali mungkin merupakan
indikasi adanya arteritis temporal. Penyakit ini sangat
berbahaya karena keterlibatan dari arteri opthalmica
dapat menyebabkan kebutaan. Tingkat sedimentasi
biasanya meningkat, dan arteri temporal kemungkinan
menjadi rapuh. Biopsi arteri temporalis seringkali
dapat memastikan diagnosisnya.

Buku Pedoman Belajar Ilmu Penyakit Saraf | 8


f. Pasien dengan gejala dan tanda gangguan neurologis
yang berat memerlukan evaluasi neurologis yang
menyeluruh.
g. Common migraine dan tension vascular headache
bisa memiliki keterkaitan atau tidak terkait dengan
migraine klasik. Nyeri kepala pada kasus ini tidak
terjadi aura, nyeri kepala terjadi di kedua sisi dengan
berdenyut tetapi biasanya tidak ada muntah dan
nyerinya berlangsung selama beberapa jam.
Pentalaksanaan yang dilakukan sama terhadap
migraine klasik biasanya tidak akan berhasil.
h. Tension headache atau karena kontraksi otot bisa
terjadi pada individu yang mengalami stress emosional
atau pada pasien tipe perfeksionis yang menginginkan
segala sesuatunya berjalan lancar. Penatalaksanaan
yang dilakukan meliputi membantu pasien menyadari
penyebab nyeri kepalanya, pemakaian analgetik-non
narkotik, relaksasi, konseling, obat antidepresi dosis
kecil atau mood stabilizer (jika diperlukan)
i. Cluster headache selalu terjadi di satu sisi, biasanya
pada laki-laki, dan dicetuskan karena mengkonsumsi
alcohol, sering terjadi pada malam hari dan biasanya
terus menerus. Selama serangan pasien
menghentakkan kakinya ke lantai, mata berair dan
hidung nrocos. Nyeri kepala berlangsung selama 1–2
jam dan menyebar di beberapa tempat.
Penatalaksanaan dengan obat propilaktif
menghasilkan hasil yang terbaik.
j. Migraine klasik sering terjadi pada perempuan, pada
satu sisi, diawali dengan aura yang biasanya visual
(silau, scotoma, gangguan penglihatan, atau bintik-
bintik terang). Nyeri kepala berlangsung selama 1-3

Buku Pedoman Belajar Ilmu Penyakit Saraf | 9


jam, sering disertai mual dan muntah, mungkin lebih
sering terjadi selama atau setelah mengalami tekanan/
stress, dan lazim terjadi.

D. Daftar Ketrampilan (Kognitif dan Psikomotor)


1. Melakukan anamnesis.
2. Melakukan pemeriksaan fisik dan neurologis.
3. Mengisi surat usulan pemeriksaan penunjang dan
menginterpretasikan hasilnya.
4. Melakukan penatalaksanaan awal pada pasien dengan
keluhan nyeri kepala .

E. Penjabaran Prosedur
1. Prosedur anamnesis bisa dilihat di buku petunjuk skills
lab modul saraf.
2. Penilaian pemeriksaan fisik dan neurologis bisa dilihat
pada buku petunjuk skills lab modul saraf.

Buku Pedoman Belajar Ilmu Penyakit Saraf | 10


BAB III
NYERI DAERAH WAJAH

A. Tujuan Pembelajaran Umum


1. Mampu menegakkan diagnosis keluhan di bidang
neurologi.
2. Mampu mengelola pasien yang memiliki keluhan di
bidang neurologi.
3. Mampu menentukan prognosis suatu penyakit di bidang
neurologi.
4. Mampu melakukan pengkajian berdasarkan masalah
yang berkaitan dengan bidang neurologi.

B. Tujuan Pembelajaran Khusus


1. Mampu mengetahui dan menjelaskan macam-macam
nyeri pada wajah serta definisinya.
2. Mampu menjelaskan gejala dan tanda-tanda dari masing-
masing jenis nyeri pada wajah.
3. Mampu menjelaskan etiologi dan faktor risiko terjadinya
nyeri pada wajah.
4. Mampu menjelaskan patofisiologi nyeri pada wajah.
5. Mampu melakukan anamnesis dan pemeriksaan fisik
untuk menentukan diagnosis nyeri pada wajah.
6. Mampu menentukan jenis pemeriksaan penunjang dan
menilai hasil pemeriksaan serta menyampaikan hasilnya
kepada dokter penanggung jawab.
7. Mampu melakukan penatalaksanaan awal pada pasien
dengan keluhan nyeri pada wajah.

Buku Pedoman Belajar Ilmu Penyakit Saraf | 11


C. Alur Kasus

Pasien dengan nyeri daerah wajah

Tidak
B Nyeri persisten Nyeri hebat (ditusuk-tusuk) dan singkat
Ya

Terdapat symptom lain Tidak Pemeriksaan neurologis


(seperti diplopia)
Normal Abnormal

Kemungkinan
A trigeminal Pikirkan :
Kemungkinan lesi di Hanya nyeri neuralgia Multiple sclerosis
batang otak Lesi batang otak
Neuroma saraf
D Ya trigeminus
Kemungkinan Carbamazepin
MRI scan nyeri pada Inflamasi pada saraf
C arteritis Dilantin
dan temporalis
temporalis Operasi
pemeriksaan (usia 60+)
neurologis Tidak
Penurunan
Tidak sensibilitas
Ya Kemungkina daerah yang
Nyeri pada
zygomaticus n kanker disarafi nervus
sinus atau Tanda lain trigeminus
sinusitis gangguan
Ya
Tidak X-ray batang otak
sinus
Ya
Rujuk ke Nyeri pada Rujuk ke Lesi batang otak Infeksi
dokter gigi persendian spesialis Neuroma
temporomandibular THT
Tidak Konsul spesialis Monitoring
saraf pasien
kemungkina
n nyeri
atypical Gejala bertambah berat
pada wajah Daerah mati rasa meluas
Gejala Ya
berkurang
Tumor
Antidepressan
Muscle relaxan
Kemungkinan infeksi Konsul spesialis saraf
/ bedah saraf

Buku Pedoman Belajar Ilmu Penyakit Saraf | 12


Catatan :
1. Kasus trigeminal neuralgia atau tic doloureux
biasanya terjadi pada usia dewasa tua. Berhati-
hatilah dalam membuat diagnosis ini pada pasien
yang lebih muda kecuali kalau pasien tersebut
memiliki riwayat multiple sclerosis. Nyeri pada
trigeminal neuralgia seperti ditusuk jarum,
berlangsung sesaat dan membuat pasien
menyeringai kesakitan. Nyeri dapat timbul berulang-
ulang. Daerah pencetus nyeri biasanya di mulut
atau bibir, makanan panas atau dingin juga
mencetuskan nyeri. Nyeri biasanya terjadi pada
daerah maksila dan mandibula yang disarafi oleh
nervus trigeminus, namun nyeri gabungan dari
ketiga cabang saraf memungkinkan untuk terjadi.
2. Nyeri yang persisten mengarah kepada terjadinya
lesi yang merusak atau inflamasi.
3. Arteritis temporalis merupakan salah satu jenis
penyakit kolagen, polymialgia rheumatic. Penyakit
tersebut ditandai dengan adanya arthritis yang
berpindah-pindah, nyeri kepala satu sisi, dan
gangguan penglihatan. Terjadi pada usia dia atas 60
tahun dan harus ditangani secara tepat dengan
menggunakan steroid (missal prednisone 60mg/
hari). Ikuti perkembangan dari tingkat sedimentasi
dan kurangi dosis obat perlahan-lahan, lakukan
pengobatan ini sampai beberapa tahun.
4. Banyak penyakit yang terjadi di sekitar batang otak
dapat menimbulkan nyeri pada wajah. Misal pada
infeksi os.petrous, tumor di pons, tumor di sekitar
batang otak, meningitis kronik, dan malformasi
vascular. Disarankan untuk dirujuk ke spesialis saraf
atau bedah saraf untuk menindaklanjuti kasus ini.
Satu-satunya cara terbaik untuk mendiagnosa lesi
pada sistem saraf ini adalah dengan MRI scan.

Buku Pedoman Belajar Ilmu Penyakit Saraf | 13


D. Daftar Ketrampilan (Kognitif dan Psikomotor)
1. Melakukan anamnesis.
2. Melakukan pemeriksaan fisik dan neurologis.
3. Mengisi surat usulan pemeriksaan penunjang dan
menginterpretasikan hasilnya.
4. Melakukan penatalaksanaan awal pada pasien dengan
keluhan nyeri pada wajah.

E. Penjabaran Prosedur
1. Prosedur anamnesis bisa dilihat di buku petunjuk skills
lab modul saraf.
2. Penilaian pemeriksaan fisik dan neurologis bisa dilihat
pada buku petunjuk skills lab modul saraf.

Buku Pedoman Belajar Ilmu Penyakit Saraf | 14


BAB IV
KELEMAHAN OTOT WAJAH

A. Tujuan Pembelajaran Umum


1. Mampu menegakkan diagnosis keluhan di bidang
neurologi.
2. Mampu mengelola pasien yang memiliki keluhan di bidang
neurologi.
3. Mampu menentukan prognosis suatu penyakit di bidang
neurologi.
4. Mampu melakukan pengkajian berdasarkan masalah yang
berkaitan dengan bidang neurologi.

B. Tujuan Pembelajaran Khusus


1. Mampu mengetahui dan menjelaskan macam-macam
penyakit yang mengakibatkan kelemahan otot wajah serta
definisinya.
2. Mampu menjelaskan gejala dan tanda-tanda dari masing-
masing jenis penyakit yang mengakibatkan kelemahan otot
wajah.
3. Mampu menjelaskan etiologi dan faktor risiko terjadinya
penyakit yang mengakibatkan kelemahan otot wajah
4. Mampu menjelaskan patofisiologi terjadinya kelemahan
otot wajah.
5. Mampu melakukan anamnesis dan pemeriksaan fisik
untuk menentukan diagnosis penyakit yang
mengakibatkan kelemehan otot wajah.
6. Mampu menentukan jenis pemeriksaan penunjang dan
menilai hasil pemeriksaan serta menyampaikan hasilnya
kepada dokter penanggung jawab.
7. Mampu melakukan penatalaksanaan awal pada pasien
dengan keluhan kelemahan otot wajah.

Buku Pedoman Belajar Ilmu Penyakit Saraf | 15


C. Alur Kasus

Pasien dengan kelemahan otot wajah


(wajah perot)

Tidak
Kedua sisi wajah Satu sisi wajah

Ya
Ya Myasthenia Normal
Kelemahan gravis atau Gerakan dahi Pemeriksaan
umum C pada sisi yang neurologis
sindroma
Guilalain-Barre terganggu lengkap
Tidak
Minimal / tidak D
ada gerakan
Kelemahan otot
A CT / MRI scan
bulbar lainnya
Pemeriksaan
neurologis lengkap E
B
Normal
Myasthenia gravis
Bilateral strokes Abnormal
Parkinsonism
Kemungkinan
Amyotropic lateral
Bell’s palsy Diduga adanya lesi pada
sclerosis
Sarcoidosis batang otak atau lesi di
ruang subarachnoid
Prednisone 40 mg dekat batang otak
selama 5 hari

Ya Ada Rujuk ke spesialis saraf


Mata bisa menutup
perbaikan ?
rapat
Tidak
Hentikan
Pasien bisa stop pengobatan
pengobatan
Mata tidak bisa menutup
sempurna

Rujuk ke dokter mata


Tetes mata Pasien mungkin membutuhkan
Tutup mata saat malam operasi untuk membuat
Memakai kacamata kelopak mata bisa menutup

Buku Pedoman Belajar Ilmu Penyakit Saraf | 16


Catatan :
1. Pasien dengan kelemahan kedua sisi otot wajah
biasanya memperlihatkan adanya gangguan menelan
dan disartria.
2. Pseudobulbar palsy disebabkan oleh lesi pada jalur
kortikobulbar di kedua sisi,
3. Pergerakan/ kerutan pada dahi pada sisi yang
terganggu adalah faktor penting untuk menentukan
differential diagnosis. Jika tidak ada gerakan /
kerutan pada dahi, kemungkinan letak lesi adalah di
nucleus nervus fascialis pada batang otak (jarang)
atau pada saraf tepi yang bersangkutan/ nervus
fascialis (sering). Jika dahi dapat digerakan/ terdapat
kerutan pada sisi wajah yang mengalami gangguan,
lesinya cenderung terjadi di sentral (paresis UMN
nervus VII–terlihat pada hemispheric stroke atau
suatu masa/ tumor intracranial).
4. Perhatian khusus perlu diberikan pada fungsi
neurologis lengan dan kaki pada sisi yang sama, jika
ditemukan adanya gangguan , maka dicurigai adanya
lesi pada hemisphere.
5. Dengan adanya paresis nervus VII tipe perifer,
pemeriksaan neurologis dapat memastikan fungsi
saraf kranialis (missal: paresis nervus abduscens,
Horner’s syndrome, dan gangguan pendengaran).

Buku Pedoman Belajar Ilmu Penyakit Saraf | 17


D. Daftar Ketrampilan (Kognitif dan Psikomotor)
1. Melakukan anamnesis.
2. Melakukan pemeriksaan fisik dan neurologis.
3. Mengisi surat usulan pemeriksaan penunjang dan
menginterpretasikan hasilnya.
4. Melakukan penatalaksanaan awal pada pasien dengan
kelemahan otot wajah .

E. Penjabaran Prosedur
1. Prosedur anamnesis bisa dilihat di buku petunjuk skills lab
modul saraf.
2. Penilaian pemeriksaan fisik dan neurologis bisa dilihat
pada buku petunjuk skills lab modul saraf.

Buku Pedoman Belajar Ilmu Penyakit Saraf | 18


BAB V
NYERI PINGGANG

A. Tujuan Pembelajaran Umum


1. Mampu menegakkan diagnosis keluhan di bidang
neurologi.
2. Mampu mengelola pasien yang memiliki keluhan di bidang
neurologi.
3. Mampu menentukan prognosis suatu penyakit di bidang
neurologi.
4. Mampu melakukan pengkajian berdasarkan masalah yang
berkaitan dengan bidang neurologi.

B. Tujuan Pembelajaran Khusus


1. Mampu mengetahui dan menjelaskan kondisi yang
mengakibatkan nyeri pada pinggang.
2. Mampu menjelaskan gejala dan tanda-tanda dari masing-
masing kondisi yang mengakibatkan nyeri pada pinggang.
3. Mampu menjelaskan etiologi dan faktor risiko dari kondisi
yang mengakibatkan nyeri pada pinggang.
4. Mampu menjelaskan patofisiologi terjadinya nyeri
pinggang.
5. Mampu melakukan anamnesis dan pemeriksaan fisik
untuk menentukan diagnosis penyakit yang
mengakibatkan nyeri pada pinggang.
6. Mampu menentukan jenis pemeriksaan penunjang dan
menilai hasil pemeriksaan serta menyampaikan hasilnya
kepada dokter penanggung jawab.
7. Mampu melakukan penatalaksanaan awal pada pasien
dengan keluhan nyeri pada pinggang.

Buku Pedoman Belajar Ilmu Penyakit Saraf | 19


C. Alur Kasus

Pasien dengan nyeri pinggang akut atau kronik

Perhatikan :
Riwayat Trauma ?
Timbul spontan ?

A Nilai gangguan
neurologis

B Pemeriksaan
neurologis

Hanya nyeri pinggang Terdapat gangguan


neurologis

C
Rawat di rumah sakit
Tidak ada
Trauma
trauma

Foto rontgen Tanda nontrauma Trauma Lemah pada kaki


vertebra lainnya atau gangguan
berkemih
Foto rontgen
vertebra
Normal Abnormal
Konsul spesialis
saraf atau bedah
Rawat jalan Abnormal Normal saraf
Pengobatan
konservatif

Pengobatan
D
konservatif
Evaluasi lanjut
(sama seperti point C)

Buku Pedoman Belajar Ilmu Penyakit Saraf | 20


Catatan :
a. Beberapa faktor penting untuk menyelidiki penyebab
nyeri pada pinggang yaitu kelemahan pada kaki, hasil
positif pada straight leg test (lassegue), nyeri pada saat
pemeriksaan atau yang menetap pada kaki, gangguan
fungsi defekasi dan berkemih, dan adanya mati rasa
atau paresthesia (gejala-gejala ini merupakan ciri khas
adanya penekanan pada radik saraf). Nyeri progresif
yang lambat yang tidak membaik dengan perubahan
posisi mengarah kepada adanya kerusakan yang
cukup berat atau proses infeksi. Sedangkan nyeri yang
muncul akibat adanya aktivitas dan mereda dengan
istirahat biasanya nyeri pinggang tersebut disebabkan
proses mekanis. Secara umum nyeri pinggang tanpa
adanya nyeri pada kaki mengindikasikan adanya
gangguan pada otot dan tendo, bukan kerusakan
bantalan sendi vertebra. Namun sciatica (adanya nyeri
di bawah pinggang yaitu di paha dan kaki) dapat
timbul tanpa adanya bukti gangguan pada bantalan
sendi vertebra. Penyebab dari nyeri ini masih belum
sepenuhnya diketahui.
b. Gangguan neurologis yang paling berat adalah
kelemahan kaki dan gangguan fungsi defekasi atau
berkemih. Adanya hiporefleksi dan gangguan sensoris,
meskipun mengindikasikan adanya penekanan pada
radik saraf, tidak membutuhkan adanya tindakan
intervensi kegawatan.
c. Pada pasien yang mengalami trauma yang
berkepanjangan mendapatkan penanganan yang
berbeda dari pasien dengan nyeri pinggang spontan.
Pasien dengan kasus akibat trauma dapat diasumsikan
bahwa nyeri yang terjadi diakibatkan oleh karena
adanya trauma sehingga penatalaksanaan dilanjutkan
tanpa pemeriksaan penunjang lanjutan. Tetapi pada
pasien dengan nyeri pinggang spontan harus dilakukan
penyelidikan mengenai kemungkinan adanya masalah
intra-abdomen, penyakit primer pada tulang (missal
Buku Pedoman Belajar Ilmu Penyakit Saraf | 21
osteomyelitis, tumor, multiple myeloma) atau keadaan
yang jarang terjadi seperti spinall arteriovenous
malformation. Scan tulang , elektrophoresis serum,
pemeriksaan abdomen dan pelvis, dan lumbal pungsi
jika diharuskan dapat dilakukan jika kondisinya tidak
dapat terdiagnosis sebelumnya.
d. Penatalaksanaan konservatif meliputi bed rest,
penyinaran, fisioterapi, mengindari duduk, analgesik,
muscle relaksan, obat anti-inflamasi (steroid) jika ada
nyeri yang hebat, dan sedasi.

D.Daftar Ketrampilan (Kognitif dan Psikomotor)


1.Melakukan anamnesis.
2.Melakukan pemeriksaan fisik dan neurologis.
3.Mengisi surat usulan pemeriksaan penunjang dan
menginterpretasikan hasilnya.
4. Melakukan penatalaksanaan awal pada pasien dengan
keluhan nyeri pada pinggang.

E. Penjabaran Prosedur
1. Prosedur anamnesis bisa dilihat di buku petunjuk skills lab
modul saraf.
2. Penilaian pemeriksaan fisik dan neurologis bisa dilihat
pada buku petunjuk skills lab modul saraf.

Buku Pedoman Belajar Ilmu Penyakit Saraf | 22


BAB VI
KEJANG

A. Tujuan Pembelajaran Umum


1. Mampu menegakkan diagnosis keluhan di bidang
neurologi.
2 Mampu mengelola pasien yang memiliki keluhan di
bidang neurologi.
3 Mampu menentukan prognosis suatu penyakit di bidang
neurologi.
4. Mampu melakukan pengkajian berdasarkan masalah
yang berkaitan dengan bidang neurologi.

B. Tujuan Pembelajaran Khusus


1. Mampu mengetahui dan menjelaskan macam–macam
kejangdan definisinya.
2. Mampu menjelaskan gejala dan tanda-tanda dari
masing-masing kondisi yang mengakibatkan kejang.
3. Mampu menjelaskan etiologi dan faktor risiko dari
kondisi yang mengakibatkan kejang.
4. Mampu menjelaskan patofisiologi terjadinya kejang.
5. Mampu melakukan anamnesis dan pemeriksaan fisik
untuk menentukan diagnosis penyakit yang
mengakibatkan kejang.
6. Mampu menentukan jenis pemeriksaan penunjang dan
menilai hasil pemeriksaan serta menyampaikan hasilnya
kepada dokter penanggung jawab.
7. Mampu melakukan penatalaksanaan awal pada pasien
dengan keluhan kejang.

Buku Pedoman Belajar Ilmu Penyakit Saraf | 23


C. Alur Kasus
Pasien gangguan kesadaran dengan episode tidak terinci
Riwayat

Tidak ada symptom episode sebelum gejala :

Dizziness
penglihatan kabur

Aura Tidak ada Aura Lemah


mempertimbangkan
syncope
observasi sentakan pada pasien tidak ada sentakan

Aktivitas Tidak ada Pasien jatuh Pasien tidak jatuh


mototrik aktivitas motorik

B F
Riwayat Pasien masih pasien tidak dapat
mempertimbangkan syncope dapat komunikasi berkomunikasi

Pasien dengan Mempertimbangkan tidak ada


tidak ada luka di lidah serangan kejang parsial
lidah luka Sakit kepala (+) komplek

mempertimbangkan syncope
Mempertimbangkan
tipe migren
C
Inkontinensia urin atau fecal tidak ada inkontinensia
kedipan tidak rythmic rythmic
mempertimbangkan syncope Kedipan kelopak mata
mempertimbangkan petit mal Aktivitas motor
episode diikuti kebingungan tidak ada kebingungan syncope yang berulang

patient amnestic for episode pasien tidak ingat waktu kejadian


PseudoseizureKejang parsial komplek

Episode diikuti sakit kepala tidak ada sakit kepala

Episode diikuti mialgia Syncope

tidak ada tidak ada

Kejang Syncope

Buku Pedoman Belajar Ilmu Penyakit Saraf | 24


Catatan :
1. Adanya gejala prodromal (dizziness,lemah,perioral
parestesi,) memperberat keadaan.Episode yang muncul
selama stres emosi atau berhubungan dengan perubahan
posisi konsisten dengan sinkop. Adanya sensasi visceral
memberikan kesan kejang, terjadinya nyeri
dada,palpitasi,dan sesak nafas memberikan kesan riwayat
gangguan jantung.
2. Pada kejang motorik mayor, pasien jatuh dengan kekakuan
tubuh yang meningkat dan mungkin cidera, pada pasien
syncope terjadi kelemahan dan biasanya tidak cidera. Jika
pasien jatuh dari ketinggian cidera dapat terjadi pada kedua
episode.
3. Inkontinensia terjadi dengan kejang atau syncope jika
kandung kemih penuh, lebih umum dengan kejang.
4. Setelah kejang pasien tetap bingung.Temuan tanda – tanda
fokal transien (todd’s paralisis) menunjukan lesi yang
mendasarinya bahkan jika studi encefalografi dan
neurodiagnositik tidak menunjukan kelainan fokal.Myalgia
( karena kontraksi otot yang intens) dan headadche (karena
vasodilatasi serebral) umum terjadi setelah kejang.Tidak
adanya kebingungan setelah kejang motorik mayor
menunjukan kemungkinan dari pseudoseizure (reaksi
histeris). Jika dianggap reaksi histeris, monitoring pasien
dengan elektroensepalografi videotelemtric.
5. Pada kejang motorik mayor fase tonik diikuti oleh sentakan
myoklonik berirama.Secara acak sentakan myoklonik tidak
berirama dapat terjadi pada gangguan syncope akibat
hipoksia serebral. Kejang tonik tanpa sentakan myoklonik
berirama dapat terjadi baik dalam kejang tonik atau dengan
iskemia batang otak pada syncope. Perbedaan dari
keduanya membutuhkan monitoring elektroensepalografi.
6. Pada kejang komplek parsial, pasien tampak bingung dan
bertindak tidak sesuai, kesadaran mungkin tidak benar –
benar hilang. Pasien menggambarkan menyadari orang
berbicara, tetapi mereka tidak mampu menanggapi.
Kegiatan yang ditujukan tidak mungkin diarahkan selama
kejang.

Buku Pedoman Belajar Ilmu Penyakit Saraf | 25


D. Daftar Ketrampilan (Kognitif dan Psikomotor)
1. Melakukan anamnesis.
2. Melakukan pemeriksaan fisik dan neurologis.
3. Mengisi surat usulan pemeriksaan penunjang dan
menginterpretasikan hasilnya.
4. Melakukan penatalaksanaan awal pada pasien dengan
keluhan nyeri pada pinggang.

E. Penjabaran Prosedur
1. Prosedur anamnesis bisa dilihat di buku petunjuk skills
lab modul saraf.
2. Penilaian pemeriksaan fisik dan neurologis bisa dilihat
pada buku petunjuk skills lab modul saraf.

Buku Pedoman Belajar Ilmu Penyakit Saraf | 26


BAB VII

PATIENT SAFETY

A. DEFINISI PATIENT SAFETY

1. Keselamatan / Safety
Bebas dari bahaya atau risiko (hazard)

2. Hazard / bahaya
Adalah suatu "Keadaan, Perubahan atau Tindakan"
yang dapat meningkatkan risiko pada pasien.

a. Keadaan
Adalah setiap faktor yang berhubungan atau
mempengaruhi suatu "Peristiwa Keselamatan
Pasien/ Patient Safety Event , Agent atau Personal"

b. Agent
Adalah substansi, obyek atau sistem yang
menyebabkan perubahan

3. Keselamatan Pasien / Patient Safety


Pasien bebas dari harm /cedera yang tidak
seharusnya terjadi atau bebas dari harm yang
potensial akan terjadi (penyakit, cedera fisik / sosial /
psikologis, cacat, kematian dll), terkait dengan
pelayanan kesehatan.

Yang dimaksud dengan keselamatan pasien (patient


safety) adalah proses dalam suatu Rumah Sakit yang
memberikan pelayanan pasien yang lebih aman.

Buku Pedoman Belajar Ilmu Penyakit Saraf | 27


Termasuk di dalamnya asesmen risiko, identifikasi, dan
manajemen risiko terhadap pasien, pelaporan dan
analisis insiden, kemampuan untuk belajar dan
menindaklanjuti insiden, dan menerapkan solusi untuk
mengurangi serta meminimalisir timbulnya risiko.
(Penjelasan UU 44/2009 ttg RS pasal 43)

4. Keselamatan Pasien RS / Hospital Patient Safety


Suatu sistem dimana rumah sakit membuat asuhan
pasien lebih aman. Sistem tersebut meliputi assessmen
risiko, identifikasi dan pengelolaan hal yang
berhubungan dengan risiko pasien, pelaporan dan
analisis insiden, kemampuan belajar dari insiden dan
tindak lanjutnya serta implementasi solusi untuk
meminimalkan timbulnya risiko. Sistem tersebut
diharapkan dapat mencegah terjadinya cedera yang
disebabkan oleh kesalahan akibat melaksanakan suatu
tindakan atau tidak melakukan tindakan yang
seharusnya dilakukan.

5. Harm/ cedera
Dampak yang terjadi akibat gangguan struktur atau
penurunan fungsi tubuh dapat berupa fisik, sosial
dan psikologis. Yang

termasuk harm adalah : "Penyakit, Cedera,


Penderitaan, Cacat, dan Kematian".

a. Penyakit/Disease

Disfungsi fisik atau psikis

b. Cedera/Injury

Buku Pedoman Belajar Ilmu Penyakit Saraf | 28


Kerusakan jaringan yang diakibatkan agent /
keadaan

c. Penderitaan/Suffering

Pengalaman/ gejala yang tidak menyenangkan


termasuk nyeri, mal-aise, mual, muntah, depresi,
agitasi,dan ketakutan

d. Cacat/Disability

Segala bentuk kerusakan struktur atau fungsi


tubuh, keterbatasan aktifitas dan atau restriksi
dalam pergaulan sosial yang berhubungan dengan
harm yang terjadi sebelumnya atau saat ini.

6. Insiden Keselamatan Pasien (IKP)/Patient Safety


Incident
Setiap adalah setiap kejadian atau situasi yang dapat
mengakibatkan atau berpotensi mengakibatkan harm
(penyakit, cedera, cacat, kematian dan lainlain)
yang tidak seharusnya terjadi.

7. Kejadian Tidak Diharapkan (KTD) / Adverse Event


Suatu kejadian yang mengakibatkan cedera yang tidak
diharapkan pada pasien karena suatu tindakan
(“commission”) atau karena tidak bertindak
(“omission”), bukan karena “underlying disease” atau
kondisi pasien.

8. Kejadian Nyaris Cedera (KNC) / Near Miss


Suatu Insiden yang belum sampai terpapar ke pasien
sehingga tidak menyebabkan cedera pada pasien.

Buku Pedoman Belajar Ilmu Penyakit Saraf | 29


9. Kejadian Tidak Cedera (KTC) adalah insiden yang
sudah terpapar ke pasien, tetapi tidak menimbulkan
cedera, dapat terjadi karena "keberuntungan" (misal;
pasien terima suatu obat kontra indikasi tetapi tidak
timbul reaksi obat), atau "peringanan" (suatu obat
dengan reaksi alergi diberikan, diketahui secara dini
lalu diberikan antidotumnya).

10. Kondisi Potensial Cedera (KPC) / “reportable


circumstance” kondisi yang sangat berpotensi
untuk menimbulkan cedera, tetapi belum terjadi
insiden.

11. Kejadian Sentinel (Sentinel Event) :


Suatu KTD yang mengakibatkan kematian atau
cedera yang serius; biasanya dipakai untuk kejadian
yang sangat tidak diharapkan atau tidak dapat
diterima seperti : operasi pada bagian tubuh yang
salah. Pemilihan kata “sentinel” terkait dengan
keseriusan cedera yang terjadi (misalnya Amputasi
pada kaki yang salah, dan sebagainya) sehingga
pencarian fakta terhadap kejadian ini mengungkapkan
adanya masalah yang serius pada kebijakan dan
prosedur yang berlaku.

12. Laporan insiden keselamatan pasien RS (Internal)


Pelaporan secara tertulis setiap kejadian nyaris cedera
(KNC) atau kejadian tidak diharapkan (KTD) atau
kejadian tidak cedera (KTC) atau kondisi potensial
cedera (KPC) yang menimpa pasien.

13. Laporan insiden keselamatan pasien KKPRS


(Eksternal) : Pelaporan secara anonim secara
elektronik ke KKPRS setiap kejadian tidak
diharapkan (KTD) atau kejadian nyaris cedera

Buku Pedoman Belajar Ilmu Penyakit Saraf | 30


(KNC) atau kejadian tidak cedera (KTC) atau Sentinel
Event yang terjadi pada pasien, setelah dilakukan
analisa penyebab, rekomendasi dan solusinya.

14. Faktor Kontributor


Adalah keadaan, tindakan, atau faktor yang
mempengaruhi dan berperan dalam mengembangkan
dan atau meningkatkan risiko suatu kejadian (misalnya
pembagian tugas yang tidak sesuai kebutuhan).

Contoh :

a. Faktor kontributor di luar organisasi (eksternal)


b. Faktor kontributor dalam organisasi (internal)
misalnya tidak ada prosedur
c. Faktor kontributor yang berhubungan dengan
petugas (kognitif atau perilaku petugas yang kurang,
lemahnya supervisi, kurangnya team workatau
komunikasi)
d. Faktor kontributor yang berhubungan dengan
keadaan pasien.

15. Analisis Akar Masalah/ Root Cause Analysis (RCA)


Adalah suatu proses berulang yang sistematik dimana
faktor- faktor yang berkontribusi dalam suatu insiden
diidentifikasi dengan merekonstruksi kronologis
kejadian menggunakan pertanyaan ‘mengapa' yang
diulang hingga menemukan akar penyebabnya dan
penjelasannya. Pertanyaan ‘mengapa' harus
ditanyakan hingga tim investigator mendapatkan
fakta, bukan hasil spekulasi (KEMENKES,2015).

Buku Pedoman Belajar Ilmu Penyakit Saraf | 31


B. SASARAN KESELAMATAN PASIEN

Sasaran I : Mengidentifikasi Pasien Dengan Benar

1. Pasien diidentifikasi menggunakan dua identitas


pasien, tidak boleh menggunakan nomor kamar atau
lokasi pasien.
2. Pasien diidentifikasi sebelum pemberian obat,
darah, atau produk darah.
3. Pasien diidentifikasi sebelum mengambil darah
dan spesimen lain untuk pemeriksaan klinis Pasien
diidentifikasi sebelum pemberian pengobatan dan
tindakan/prosedur.
4. Kebijakan dan prosedur mengarahkan pelaksanaan
identifikasi yang konsisten pada semua situasi dan
lokasi.

Sasaran II : Meningkatkan Komunikasi Yang Efektif

1. Perintah lisan dan yang melalui telepon ataupun


hasil pemeriksaan dituliskan secara lengkap
oleh penerima perintah atau hasil pemeriksaan
tersebut.
2. Perintah lisan dan melalui telpon atau hasil
pemeriksaan secara lengkap dibacakan kembali
oleh penerima perintah atau hasil pemeriksaan
tersebut.
3. Perintah atau hasil pemeriksaan dikonfirmasi
oleh individu yang memberi perintah atau hasil
pemeriksaan tersebut
4. Kebijakan dan prosedur mendukung praktek yang
konsisten dalam melakukan verifikasi terhadap
akurasi dari komunikasi lisan melalui telepon.

Sasaran III : Meningkatkan Keamanan Obat-obat yang


Harus Diswaspadai (High Alert Medications)

Buku Pedoman Belajar Ilmu Penyakit Saraf | 32


1. Kebijakan dan/atau prosedur dikembangkan agar
memuat proses identifikasi, lokasi, pemberian label,
dan penyimpanan obat-obat yang perlu diwaspadai
2. Kebijakan dan prosedur diimplementasikan
3. Elektrolit konsentrat tidak berada di unit pelayanan
pasien kecuali jika dibutuhkan secara klinis dan
tindakan diambil untuk mencegah pemberian
yang tidak sengaja di area tersebut, bila
diperkenankan kebijakan.
4. Elektrolit konsentrat yang disimpan di unit pelayanan
pasien harus diberi label yang jelas, dan disimpan
pada area yang dibatasi ketat (restricted).

Sasaran IV : Memastikan Lokasi Pembedahan yang


Benar, Prosedur yang Benar, Pembedahan Pada Pasien
yang Benar

1. Fasilitas pelayanan kesehatan menggunakan


suatu checklist atau proses lain untuk
memverifikasi saat preoperasi tepat lokasi, tepat
prosedur, dan tepat pasien dan semua dokumen
serta peralatan yang diperlukan tersedia, tepat, dan
fungsional.
2. Tim operasi yang lengkap menerapkan dan
mencatat prosedur “sebelum insisi/time-out”
tepat sebelum dimulainya suatu
prosedur/tindakan pembedahan.
3. Kebijakan dan prosedur dikembangkan
untuk mendukung keseragaman proses untuk
memastikan tepat lokasi, tepat prosedur, dan tepat
pasien, termasuk prosedur medis dan tindakan
pengobatan gigi/dental yang dilaksanakan di luar
kamar operasi.

Buku Pedoman Belajar Ilmu Penyakit Saraf | 33


Sasaran V : Mengurangi Risiko Infeksi Terkait
Pelayanan Kesehatan

1. Fasilitas pelayanan Kesehatan mengadopsi


atau mengadaptasi pedoman hand hygiene terbaru
yang diterbitkan dan sudah diterima secara umum
dari WHO.
2. Fasilitas pelayanan Kesehatan menerapkan program
hand hygiene yang efektif.
3. Kebijakan dan/atau prosedur dikembangkan untuk
mengarahkan pengurangan secara berkelanjutan
risiko infeksi yang terkait pelayanan kesehatan

Sasaran VI : Mengurangi Risiko Cedera Paien Akibat


Terjatuh

1. Fasilitas pelayanan kesehatan menerapkan proses


asesmen awal risiko pasien jatuh dan melakukan
asesmen ulang terhadap pasien bila diindikasikan
terjadi perubahan kondisi atau pengobatan.
2. Langkah-langkah diterapkan untuk mengurangi
risiko jatuh bagi mereka yang pada hasil asesmen
dianggap berisiko (DEPKES, 2017).

Buku Pedoman Belajar Ilmu Penyakit Saraf | 34


C. KEBERSIHAN TANGAN
Kebersihan tangan dilakukan dengan mencuci tangan
menggunakan sabun dan air mengalir bila tangan jelas
kotor atau terkena cairan tubuh, atau menggunakan
alkohol (alcohol-based handrubs)bila tangan tidak
tampak kotor. Kuku petugas harus selalu bersih dan
terpotong pendek, tanpa kuku palsu, tanpa memakai
perhiasan cincin. Cuci tangan dengan sabun
biasa/antimikroba dan bilas dengan air mengalir, dilakukan
pada saat:

a) Bila tangan tampak kotor, terkena kontak cairan tubuh


pasien yaitu darah, cairan tubuh sekresi, ekskresi, kulit
yang tidak utuh, ganti verband, walaupun telah
memakai sarung tangan.
b) Bila tangan beralih dari area tubuh yang terkontaminasi
ke area lainnya yang bersih, walaupun pada pasien
yang sama.
Indikasi kebersihan tangan:

 Sebelum kontak pasien;


 Sebelum tindakan aseptik;
 Setelah kontak darah dan cairan tubuh;
 Setelah kontak pasien;
 Setelah kontak dengan lingkungan sekitar pasien

Kriteria memilih antiseptik:

 Memiliki efek yang luas, menghambat atau


merusak mikroorganisme secara luas (gram positif dan
gram negative,virus lipofilik,bacillus dan
tuberkulosis,fungiserta endospore)
Buku Pedoman Belajar Ilmu Penyakit Saraf | 35
 Efektifitas
 Kecepatan efektifitas awal
 Efek residu, aksi yang lama setelah pemakaian untuk
meredam pertumbuhan
 Tidak menyebabkan iritasi kulit
 Tidak menyebabkan alergi
Hasil yang ingin dicapai dalam kebersihan tangan
adalah mencegah agar tidak terjadi infeksi, kolonisasi
pada pasien dan mencegah kontaminasi dari pasien ke
lingkungan termasuk lingkungan kerja petugas (DEPKES,
2017).

Prosedur Standar Membersihkan Tangan

Teknik Membersihkan Tangan dengan Sabun dan Air


harus dilakukan seperti di bawah ini :

1) Basahi tangan dengan air mengalir yang bersih..


2) Tuangkan 3 - 5 cc sabun cair utk menyabuni seluruh
permukaan tangan.
3) Ratakan dengan kedua telapak tangan.
4) Gosok punggung dan sela-sela jari tangan kiri
dengan tangan kanan dan sebaliknya.
5) Gosok kedua telapak dan sela-sela jari.
6) Jari-jari sisi dalam dari kedua tangan saling
mengunci.
7) Gosok ibu jari kiri berputar dalam genggaman
tangan kanan dan lakukan sebaliknya.
8) Gosok dengan memutar ujung jari-jari di telapak
tangan kiri dan sebaliknya.
9) Bilas kedua tangan dengan air mengalir.
10) Keringkan dengan handuk sekali pakai atau tissue
towel sampai benar-benar kering.
11) Gunakan handuk sekali pakai atau tissue towel
untuk menutup kran (WHO, 2009).

Buku Pedoman Belajar Ilmu Penyakit Saraf | 36


D. ALAT PELINDUNG DIRI

Jenis-jenis Alat Pelindung Diri:

1) SARUNG TANGAN melindungi tangan dari bahan


yang dapat menularkan penyakit dan melindungi
pasieen dari mikroorganisme yang berada di tangan
petugas kesehatan.Sebelum memakai sarung tangan
dan setelah melepas sarung tangan lakukan
kebersihan tangan menggunakan antiseptik cair atau
handrub berbahan dasar alkohol.Satu pasang sarung
tangan harus digunakan untuk setiap pasien, sebagai
upaya untuk menghindari kontaminasi silang.
Pemakaian sepasang sarung tangan yang sama atau
mencuci tangan yang masih bersarung tangan, ketika
melakukan perawatan di bagian tubuh yang kotor
kemudian berpindah ke bagian tubuh yang bersih,
bukan merupakan praktek yang aman.
Terdapat tiga jenis sarung tangan, yaitu:

1. Sarung tangan bedah (steril), dipakai sewaktu


melakukan tindakan invasif atau pembedahan.
2. Sarung tangan pemeriksaan (bersih), dipakai untuk
melindungi petugas pemberi pelayanan kesehatan
sewaktu melakukan pemeriksaan atau pekerjaan
rutin
3. Sarung tangan rumah tangga, dipakai sewaktu
memproses peralatan, menangani bahan-bahan
terkontaminasi, dan sewaktu membersihkan
permukaan yang terkontaminasi.

2) MASKER Masker digunakan untuk melindungi wajah


dan membran mukosa mulut dari cipratan darah dan
cairan tubuh dari pasien atau permukaan lingkungan
udara yang kotor dan melindungi pasien atau
permukaan lingkungan udara dari petugas pada saat
batuk atau bersin. Masker yang di gunakan harus

Buku Pedoman Belajar Ilmu Penyakit Saraf | 37


menutupi hidung dan mulut serta melakukan Fit Test
(penekanan di bagian hidung). Terdapat tiga jenis
masker, yaitu:
1. Masker bedah, untuk tindakan bedah atau
mencegah penularan melalui droplet.
2. Masker respiratorik, untuk mencegah
penularan melalui airborne.
3. Masker rumah tangga, digunakan di bagian gizi
atau dapur .

3) ALAT PELINDUNG MATA Harus terpasang dengan


baik dan benar agar dapat melindungi wajah dan mata.
Indikasi:

Pada saat tindakan operasi, pertolongan persalinan


dan tindakan persalinan, tindakan perawatan gigi dan
mulut, pencampuran B3 cair, pemulasaraan jenazah,
penanganan linen terkontaminasidi laundry, di ruang
dekontaminasi CSSD.

4) TOPI Tujuan pemakaian topi pelindung adalah


untuk mencegah jatuhnya mikroorganisme yang ada
di rambut dan kulit kepala petugas terhadap alat-
alat/daerah steril atau membran mukosa pasien dan
juga sebaliknya untuk melindungi kepala/rambut
petugas dari percikan darah atau cairan tubuh dari
pasien.
Indikasi pemakaian topi pelindung:

1. Tindakan operasi
2. Pertolongan dan tindakan persalinan
3. Tindakan insersi CVL
4. Intubasi Trachea
5. Penghisapan lendir massive
6. Pembersihan peralatan kesehatan

Buku Pedoman Belajar Ilmu Penyakit Saraf | 38


5) GAUN PELINDUNG Gaun pelindung digunakan untuk
melindungi baju petugas dari kemungkinan paparan
atau percikan darah atau cairan tubuh, sekresi,
ekskresi atau melindungi pasien dari paparan pakaian
petugas pada tindakan steril.

Indikasi penggunaan gaun pelindung

1. Tindakan atau penanganan alat yang


memungkinkan pencemaran atau kontaminasi
pada pakaian petugas, seperti:
2. Membersihkan luka
3. Tindakan drainase
4. Menuangkan cairan terkontaminasi
kedalam lubang pembuangan atau WC/toilet
5. Menangani pasien perdarahan masif
6. Tindakan bedah
7. Perawatan gigi
Segera ganti gaun atau pakaian kerja jika
terkontaminasi cairan tubuh pasien (darah).

6) PELINDUNG KAKI Tujuan pemakaian sepatu


pelindung adalah melindung kaki petugas dari
tumpahan/percikan darah atau cairan tubuh lainnya
dan mencegah dari kemungkinan tusukan benda tajam
atau kejatuhan alat kesehatan, sepatu tidak boleh
berlubang agar berfungsi optimal.
Jenis sepatu pelindung seperti sepatu boot atau sepatu
yang menutup seluruh permukaan kaki. Indikasi
pemakaian sepatu pelindung:

1. Penanganan pemulasaraan jenazah


2. Penanganan limbah
3. Tindakan operasi
4. Pertolongan dan Tindakan persalinan

Buku Pedoman Belajar Ilmu Penyakit Saraf | 39


5. Penanganan linen
6. Pencucian peralatan di ruang gizi
7. Ruang dekontaminasi CSSD (DEPKES, 2017).
Cara Mengenakan APD

Langkah-langkah mengenakan APD pada Perawatan


Ruang Isolasi Kontak dan

Airborne adalah sebagai berikut :

1) Kenakan baju kerja sebagai lapisan pertama


pakaian pelindung.
2) Kenakan pelindung kaki.
3) Kenakan sepasang sarung tangan pertama.
4) Kenakan gaun luar.
5) Kenakan celemek plastik.
6) Kenakan sepasang sarung tangan kedua.
7) Kenakan masker.
8) Kenakan penutup kepala.
9) Kenakan pelindung mata.

Prinsip-prinsip PPI yang perlu diperhatikan pada


pemakaian APD

1) Gaun pelindung
a) Tutupi badan sepenuhnya dari leher hingga lutut,
lengan hingga bagian pergelangan tangan dan
selubungkan ke belakang punggung.
b) Ikat di bagian belakang leher dan pinggang.
2) Masker
a) Eratkan tali atau karet elastis pada bagian tengah
kepala dan leher.
b) Paskan klip hidung dari logam fleksibel pada
batang hidung.
c) Paskan dengan erat pada wajah dan di bawah
dagu sehingga melekat dengan baik.
Buku Pedoman Belajar Ilmu Penyakit Saraf | 40
d) Periksa ulang pengepasan masker
3) Kacamata atau pelindung wajah
Pasang pada wajah dan mata dan sesuaikan agar pas.

4) Sarung tangan
Tarik hingga menutupi bagian pergelangan tangan
gaun isolasi.

Langkah-langkah melepaskan APD pada Perawatan


Ruang Isolasi Kontak dan Airborne adalah sebagai
berikut :

1) Disinfeksi sepasang sarung tangan bagian luar.


2) Disinfeksi celemek dan pelindung kaki.
3) Lepaskan sepasang sarung tangan bagian luar.
4) Lepaskan celemek.
5) Lepaskan gaun bagian luar.
6) Disinfeksi tangan yang mengenakan sarung tangan.
7) Lepaskan pelindung mata.
8) Lepaskan penutup kepala.
9) Lepaskan masker.
10) Lepaskan pelindung kaki.
11) Lepaskan sepasang sarung tangan bagian dalam.
12) Cuci tangan dengan sabun dan air bersih (DEPKES,
2011).

Buku Pedoman Belajar Ilmu Penyakit Saraf | 41


Prinsip-prinsip PPI yang perlu diperhatikan pada
Pelepasan APD

1) Sarung tangan
a) Ingatlah bahwa bagian luar sarung tangan telah
terkontaminasi!
b) Pegang bagian luar sarung tangan dengan sarung
tangan lainnya, lepaskan.
c) Pegang sarung tangan yang telah dilepas dengan
menggunakan tangan yang masih memakai
sarung tangan.
d) Selipkan jari tangan yang sudah tidak memakai
sarung tangan di bawah sarung tangan yang
belum dilepas di pergelangan tangan.
e) Lepaskan sarung tangan di atas sarung tangan
pertama.
f) Buang sarung tangan di tempat limbah infeksius.
2) Kacamata atau pelindung wajah
a) Ingatlah bahwa bagian luar kacamata atau
pelindung wajah telah terkontaminasi!
b) Untuk melepasnya, pegang karet atau gagang
kacamata.
c) Letakkan di wadah yang telah disediakan untuk
diproses ulang atau dalam tempat limbah
infeksius.
3) Gaun pelindung
a) Ingatlah bahwa bagian depan gaun dan lengan
gaun pelindung telah terkontaminasi!
b) Lepas tali.
c) Tarik dari leher dan bahu dengan memegang
bagian dalam gaun pelindung saja.
d) Balik gaun pelindung.
e) Lipat atau gulung menjadi gulungan dan letakkan
di wadah yang telah disediakan untuk diproses
ulang atau buang di tempat limbah infeksius.
4) Masker

Buku Pedoman Belajar Ilmu Penyakit Saraf | 42


a) Ingatlah bahwa bagian depan masker telah
terkontaminasi – JANGAN SENTUH!
b) Lepaskan tali bagian bawah dan kemudian tali
atau karet bagian atas.
c) Buang ke tempat limbah infeksius (DEPKES,
2017).

Pemakaian APD di Fasilitas Pelayanan Kesehatan


Cara Mengenakan APD di Ruang Isolasi :
1. Kenakan baju kerja sebagai lapisan pertama pakaian
pelindung.
2. Kenakan pelindung kaki.
3. Kenakan sepasang sarung tangan pertama.
4. Kenakan gaun luar.
5. Kenakan celemek plastik.
6. Kenakan sepasang sarung tangan kedua.
7. Kenakan masker.
8. Kenakan penutup kepala.
9. Kenakan pelindung mata.

Cara Melepas APD di Ruang Isolasi


1. Desinfeksi sepasang sarung tangan bagian luar.
2. Desinfeksi celemek dan pelindung kaki.
3. Lepaskan sepasang sarung tangan bagian luar.
4. Lepaskan celemek.
5. Lepaskan gaun bagian luar.
6. Disinfeksi tangan yang mengenakan sarung tangan.
7. Lepaskan pelindung mata.
8. Lepaskan penutup kepala.
9. Lepaskan masker.
10. Lepaskan pelindung kaki.
11. Lepaskan sepasang sarung tangan bagian dalam.
12. Cuci tangan dengan sabun dan air
bersih (DEPKES, 2011).

Buku Pedoman Belajar Ilmu Penyakit Saraf | 43


Prosedur Penanganan Pajanan

Tujuan tatalaksana pajanan adalah untuk mengurangi


waktu kontakdengan darah, cairan tubuh, atau jaringan
sumber pajanan dan untuk membersihkan dan melakukan
dekontaminasi tempat pajanan. Tatalaksananya adalah
sebagai berikut:

a. Bila tertusuk jarum segera bilas dengan air


mengalir dan sabun/cairan antiseptik sampai bersih
b. Bila darah/cairan tubuh mengenai kulit yang utuh tanpa
luka atau tusukan, cuci dengan sabun dan air mengalir
c. Bila darah/cairan tubuh mengenai mulut, ludahkan dan
kumur- kumur dengan air beberapa kali.
d. Bila terpecik pada mata, cucilah mata dengan air
mengalir (irigasi), dengan posisi kepala miring kearah
mata yang terpercik.
e. Bila darah memercik ke hidung, hembuskan keluar dan
bersihkan dengan air.
f. Bagian tubuh yang tertusuk tidak boleh ditekan
dan dihisap dengan mulut (DEPKES, 2017).

Tertusuk Jarum
Tindakan Pasca Tertusuk Jarum Bekas
1. Tekan satu kali diatas daerah tusukan sampai
darah keluar
2. Cuci dengan air mengalir menggunakan sabun
atau cairan antiseptic
3. Berikan cairan antiseptik pada area tertusuk
/luka
4. Segera ke IGD untuk penanganan selanjutnya

Buku Pedoman Belajar Ilmu Penyakit Saraf | 44


Terpajan Cairan Tubuh (Kulit, Mata, Hidung dan Mulut)

Bahan Kimia Atau Cairan Tubuh

1. MATA → Segera bilas dengan air mengalir selama


15 menit
2. KULIT → Segera bilas dengan air mengalir 1 menit
3. MULUT → Segera kumur-kumur selama 1menit
4. Segera ke IGD untuk penanganan selanjutnya
(DEPKES, 2011)
E. HYGIENE RESPIRASI / ETIKA BATUK

Diterapkan untuk semua orang terutama pada kasus infeksi


dengan jenis transmisiairborne dan droplet. Fasilitas
pelayanan kesehatan harus menyediakan sarana cuci
tangan seperti wastafel dengan air mengalir, tisu, sabun
cair, tempat sampah infeksius dan masker bedah.Petugas,
pasien dan pengunjung dengan gejala infeksi saluran
napas, harus melaksanakan dan mematuhi langkah-
langkah sebagai berikut

a. Menutup hidung dan mulut dengan tisu atau


saputangan atau lengan atas.
b. Tisu dibuang ke tempat sampah infeksius dan
kemudian mencuci tangan.

Buku Pedoman Belajar Ilmu Penyakit Saraf | 45


Edukasi/Penyuluhan Kesehatan Rumah Sakit (PKRS) dan
fasilitas pelayanan kesehatan lain dapat dilakukan melalui
audio visual, leaflet, poster, banner, video melalui TV di
ruang tungguataulisan oleh petugas. (DEPKES, 2017).

F. PENGELOLAAAN LIMBAH

Pengelolaan Limbah dapat dilakukan mulai dari sebagai


berikut :

a. Identifikasi Limbah
Secara umum limbah medis dibagi menjadi padat, cair,
dan gas. Sedangkan kategori limbah medis padat
terdiridari benda tajam, limbah infeksius, limbah
patologi, limbah sitotoksik, limbah tabung bertekanan,
limbah genotoksik, limbah farmasi, limbah dengan
kandungan logam berat, limbah kimia, dan limbah
radioaktif.

b. Pemisahan
1. Limbah infeksius: Limbah yang terkontaminasi
darah dan cairan tubuh masukkan kedalam kantong
plastik berwarna kuning.
Contoh: sampel laboratorium, limbah patologis
(jaringan, organ, bagian dari tubuh, otopsi, cairan
tubuh, produk darah yang terdiri dari serum, plasma,
trombosit dan lain-lain), diapers dianggap limbah
infeksius bila bekas pakai pasien infeksi saluran
cerna, menstruasi dan pasien dengan infeksi
yang di transmisikan lewat darah atau cairan
tubuh lainnya.
2. Limbah non-infeksius: Limbah yang tidak
terkontaminasi darah dan cairan tubuh, masukkan
ke dalam kantong plastik berwarna hitam.
Contoh: sampah rumah tangga, sisa makanan,
sampah kantor.
Buku Pedoman Belajar Ilmu Penyakit Saraf | 46
3. Limbah benda tajam: Limbah yang memiliki
permukaan tajam, masukkan kedalam wadah tahan
tusuk dan air. Contoh: jarum, spuit, ujung infus,
benda yang berpermukaan tajam.
4. Limbah cair segera dibuang ke tempat
pembuangan/pojok limbah cair (spoelhoek).

c. Labeling
1) Limbah Radioaktif
Kantong boks timbal warna merah dengan symbol
radioaktif

2) Limbah sangat infeksius:


kantong plastik kuat, anti bocor warna kuning atau
container yang dapat disterilisasi dengan otoklaf

3) Limbah infeksius, patologi dan anatomi


Plastik kuat warna kuning dan anti bocor atau
kontainer

4) Limbah sitotoksis
Kontainer palastik kuat warna ungu dan anti bocor

5) Limbah Kimia dan Farmasi


Kantong Plastik warna coklat atu container

6) Limbah padat non infeksius:


Plastik kantong warna hitam

7) Limbah benda tajam:


Wadah tahan tusuk dan air

8) Kantong pembuangan diberi label biohazard atau


sesuai jenis limbah

d. Packing
Buku Pedoman Belajar Ilmu Penyakit Saraf | 47
Wadah tempat penampungan sementara limbah
infeksius berlambang biohazard. Wadah limbah di
ruangan:

1) Harus tertutup
2) Mudah dibuka dengan menggunakan pedal kaki
3) Bersih dan dicuci setiap hari
4) Terbuat dari bahan yang kuat, ringan dan tidak
berkarat
5) Jarak antar wadah limbah 10-20 meter, diletakkan di
ruang tindakan dan tidak boleh di bawah tempat
tidur pasien
6) Ikat kantong plastik limbah jika sudah terisi ¾ penuh

e. Pengangkutan
1) Pengangkutan limbah harus menggunakan troli
khusus yang kuat, tertutup dan mudah dibersihkan,
tidak boleh tercecer, petugas menggunakan APD
ketika mengangkut limbah.
2) Lift pengangkut limbah berbeda dengan lift pasien,
bila tidak memungkinkan atur waktu pengangkutan
limbah.

f. Tempat Penampungan Limbah Sementara


1) Tempat Penampungan Sementara (TPS) limbah
sebelum dibawa ke tempat penampungan akhir
pembuangan.
2) Tempatkan limbah dalam kantong plastik dan ikat
dengan kuat.
3) Beri label pada kantong plastik limbah.
4) Setiap hari limbah diangkat dari TPS minimal 2 kali
sehari.
5) Mengangkut limbah harus menggunakan kereta
dorong khusus.
6) Kereta dorong harus kuat, mudah dibersihkan,
tertutup limbah tidak boleh ada yang tercecer.
7) Gunakan APD ketika menangani limbah.
Buku Pedoman Belajar Ilmu Penyakit Saraf | 48
8) TPS harus di area terbuka, terjangkau oleh
kendaraan, aman dan selalu dijaga kebersihannya
dan kondisi kering.

g. Pengolahan Limbah
1) Limbah infeksius dimusnahkan dengan insenerator.
2) Limbah non-infeksius dibawa ke tempat
pembuangan akhir (TPA).
3) Limbah benda tajam dimusnahkan dengan
insenerator.
4) Limbah cair dibuang ke spoelhoek.
5) Limbah feces,urin, darah dibuang ke tempat
pembuangan/pojok limbah (spoelhoek)..

h. Penanganan Limbah Benda Tajam / Pecahan Kaca


1) Janganmenekuk atau mematahkan benda tajam.
2) Jangan meletakkan limbah benda tajam sembarang
tempat.
3) Segera buang limbah benda tajam ke wadah yang
tersedia tahan tusuk dan tahan air dan tidak bisa
dibuka lagi.
4) Selalu buang sendiri oleh si pemakai.
5) Tidak menyarungkan kembali jarum suntik habis
pakai (recapping).
6) Wadah benda tajam diletakkan dekat lokasi
tindakan.
7) Bila menangani limbah pecahan kaca gunakan
sarung tangan rumah tangga.
8) Wadah Penampung Limbah Benda Tajam
 Tahan bocor dan tahan tusukan
 Harus mempunyai pegangan yang dapat dijinjing
dengan satu tangan
 Mempunyai penutup yang tidak dapat dibuka lagi
 Bentuknya dirancang agar dapat digunakan
dengan satu tangan
 Ditutup dan diganti setelah ¾ bagian terisi
dengan limbah
Buku Pedoman Belajar Ilmu Penyakit Saraf | 49
 Ditangani bersama limbah medis

i. Pembuangan Benda Tajam


1) Wadah benda tajam merupakan limbah medis
dan harus dimasukkan ke dalam kantong medis
sebelum insinerasi.
2) Idealnya semua benda tajam dapat diinsinersi,
tetapi bila tidak mungkin dapat dikubur dan
dikapurisasi bersama limbah lain.
3) Apapun metode yang digunakan haruslah tidak
memberikan kemungkinan perlukaan (DEPKES,
2017).

Buku Pedoman Belajar Ilmu Penyakit Saraf | 50


DAFTAR PUSTAKA

1. Anschel, David J. 2012. Neurology: Pre Test Self-


Assessment and Review. New York: McGraw-Hill.
2. April A., Tutu. 2012. Sistem Neurobehaviour. Jakarta:
Salemba Medika.
3. Basuki, Andi; Dian, Sofiati. 2009. Kegawatdaruratan
Neurologi Edisi 1. Bagian Ilmu Penyakit Saraf
Universitas Padjadjaran, RS Hasan Sadikin, Bandung.
4. Brophy GM, Bell R, Classen J, Alldredge B, Bleck TP,
Glausen T. 2012. Guideline for the Evaluation and
Management of Status Epilepticus. Neurocrit Care 17
(1): 3-23.
5. Brust, John C. M.. 2012. Current Diagnosis &
Treatment: Neurology. United State of America:
McGraw-Hill.
6. Budiman, Gregory. Basic Neuroanatomical Pathways.
Jakarta: UI Press.
7. C. William Hanson III, MD. 2009. Procedures in Critical
Care. The McGraw Hill Companies : USA.
8. Demyer, William. 1988. Neuroanatomy. New York:
John Wiley and Sons.
9. Fishman, Scott M., Jane C. Ballantyne, James P.
Rathmell. 2010. Bonica's Management of Pain.
Lippincott Williams and Wilkins : Philadelphia.

Buku Pedoman Belajar Ilmu Penyakit Saraf | 51


10. Fitzgerald. 1985. Neuroanatomy Basic & Applied.
England: Eastbourne.
11. Gilroy, John. 2000. Basic neurology 3rd Edition. New
York: McGraw-Hill
12. INTERNATIONAL ATOMIC ENERGY AGENCY. 2008.
n. A Syllabus for the Education and Training of
Education and Training of Oncology Nurses
13. Jenny, Ross. 2015. Crash Course: Nervous System.
United Kingdom: Mosby.
14. Lindsay, Bone, Callander. 1986. Neurology and
Neurosurgery Illustrated. UK: Churchill Livingstone.
15. Lisak, R.P., 2009. Journal of the Neurological
Sciences: Official Journal of the World Federation of
Neurology. New Orleans: Elsevier Science.
16. Macintyre, Pamela E, David A Scott, Stephan A Schug,
Eric J Visser, Suellen M Walker. 2010. Acute Pain
Management : Scientific Evidence. Australian And
Znew Zealand College of Anaesthetists : Australia.
17. M. Perlman, Jeffrey, Richard A. Polin. 2012.
Neurology. Philadelphia: Elsevier/Saunders.
18. Maliala, KRT Lucas, dkk. 2008. Nyeri Neuropatik.
Yogyakarta: Medikagama Press.
19. Sara Palmer, Kay Harris K, Jeffrey B. Palmer. 2008.
Spinal Cord Injury. The Johns Hopkins University
Press : Maryland
Buku Pedoman Belajar Ilmu Penyakit Saraf | 52
20. Pedoman Pencegahan dan Pengendalian Infeksi di
Rumah Sakit dan Fasilitas Pelayanan Kesehatan
Lainnya, Departemen Kesehatan RI, 2011.
21. Pedoman Pelaporan Insiden Keselamatan Pasien
(IKP) (Patient Safety Incident Report) Komite
Keselamatan Pasien Rumah Sakit (KKPRS),
Kementrian Kesehatan RI, 2015.
22. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia
Nomor 11 tahun 2017 Tentang Keselamatan Pasien,
Departemen Kesehatan Republik Indonesia.
23. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia
Nomor 27 Tahun 2017 Tentang Pedoman Pencegahan
dan Pengendalian Infeksi di Fasilitas Pelayanan
Kesehatan, Departemen Kesehatan Republik
Indonesia.
24. PERDOSSI. 2007. Guideline Stroke 2007 Edisi Revisi.
25. PERDOSSI. 2013. Konsensus Nasional Diagnostik dan
Penatalaksanaan Nyeri Kepala. Surabaya: Airlangga
University Press.
26. PERDOSSI. 2016. Pedoman Diagnosis dan
Tatalaksana Multipel Sklerosis di Indonesia.
27. PERDOSSI. 2016. Pedoman Tatalaksana Epilepsi.
28. PERDOSSI. 2017. Pedoman Tata Laksana Vertigo.
29. Sidharta, Dewanto. 1986. Anatomi Susunan Saraf
Pusat Manusia. Jakarta: Dian Rakyat.
Buku Pedoman Belajar Ilmu Penyakit Saraf | 53
30. Sjahrir, Hasan, dkk. 2007. Parkinson’s Disease &
Other Movement Disorders. Medan Pustaka Cendekia:
181 hlm.
31. Snell, Richard S. 2015. Neuroanatomi Klinik. Jakarta:
EGC.
32. Sukardi, E. 1964. Neuroanatomi Medica. Jakarta: UI
Press.
33. Synder, Mariah; Jackle, Mary. 1981. Neurologis
Problem: A Critical Care Nursing Focus.
34. Van Allen, Maurice W. 1971. Neurologic Test.
University of Michigan: Year Book Medical Publisher.
35. Victor, M. Ropper. 2005. Principles of Neurology. New
York: McGraw-Hill.
36. Weisberg, Leon A., Richard L. M.D. Strub; Carlos A.
Garcia. 1993. Decision Making in Adult Neurology.
Ontario Canada: B.C. Decker, Hamilton
37. Wolters, Van Laar, Barendse. 2008. Parkinsonism and
Related Disorders.
38. World Alliance for Patient Safety : WHO Guidelines on
Hand Hygiene in Health Care (Advanced Draft), World
Health Organization, 2009.

Buku Pedoman Belajar Ilmu Penyakit Saraf | 54


Lampiran 1.

Skenario Bab I Lemah Anggota Gerak

Seorang laki-laki berusia 60 tahun datang ke praktek


dokter dengan keluhan lemah anggota gerak kanan keluhan
dirasakan sejak bangun tidur kira – kira 5 jam yang lalu,
keluhan tersebut disertai wajah perot,parestesi anggota gerak
sebelah kanan, dan bicara pelo. Tidak ada mual, muntah,
tidak ada nyeri kepala dan tidak ada kejang. Pasien memiliki
riwayat hipertensi sejak 3 tahun yang lalu. Belum pernah sakit
seperti ini. Ayah pasien memiliki riwayat hipertensi.Pasien
adalah pensiunan pegawai negeri sipil (PNS) , sudah menikah
dan mempunyai 2 orang anak (laki-laki 28 tahun sudah
menikah, perempuan 25 tahun sudah menikah), tinggal
bersama istri.pasien memiliki kebiasaan merokok dan tinggal
didaerah pesisir.

Pemeriksaan Fisik :
 Kesadaran : Compos mentis
 Tekanan darah : 180 / 100 mmHg
 Nadi : 80x / menit
 RR : 20x / menit
 Suhu tubuh : 36,50C

Pemeriksaan Neurologis :
Pemeriksaan N. Craniales (N. VII dan XII)
 Meminta pasien mengangkat alis/ memfiksir melihat ke
atas.
Hasil pemeriksaan : Terlihat kerutan dahi di semua
sisi
 Meminta pasien untuk menutup kedua mata, maka akan
terlihat di sisi yang yang parese masih bisa menutup
namun akan mudah dibuka bila pemeriksa mencoba
membuka kedua mata pasien.
 Meminta pasien memperlihatkan gigi/ bersiul / mencucu
(deviasi ke arah yang sehat)
Buku Pedoman Belajar Ilmu Penyakit Saraf | 55
 Meminta pasien untuk menjulurkan lidahnya
(Lidah deviasi ke sisi yang parese)
 Menilai bicara pasien (pasien diminta untuk mengucapkan
suatu kata/ kalimat)
(terdapat disartria)

Pemeriksaan Motorik
 Gerakan : terbatas / bebas
 Kekuatan :2/5
 Tonus : meningkat / normal
 Trofi : eutrofi / eutrofi
 Refleks Fisiologis Ekstremitas atas : / N ↑
 Refleks Fisiologis Ekstremitas bawah : / N ↑
 Refleks Patologis Ekstremitas atas : + / -
 Clonus :-/-

INSTRUKSI MAHASISWA

1. Apakah kemungkinan diagnosis pada pasien tersebut


diatas?
2. Apakah pemeriksaan penunjuang yang perlu diusulkan
untuk menegakan diagnosis pada kasus tersebut?
3. Apakah penatalaksanaan yang dapat diberikan pada
pasien tersebut?

Buku Pedoman Belajar Ilmu Penyakit Saraf | 56


Lampiran 2.

Skenario Bab II Nyeri Kepala

Seorang wanita berusia 20 tahun datang ke praktek


dokter dengan keluhan nyeri kepala sebelah kanan diarasakan
seperti ditusuk-tusuk sejak 1 bulan yang lalu, hampir setiap
hari merasa nyeri seperti ini,nyeri kepala dirasakan berdenyut,
nyeri dirasakan bertambah bila melihat cahaya terang, kadang
disertai mual, nyeri berkurang bila berbaring ditempat gelap,
nyeri dirasakan 2-3 hari baru hilang, susah tidur. Tidak pernah
sakit seperti ini sebelumnya. Tidak memiliki riwayat hipertensi,
diabetesmaupun gangguan jantung.

Pemeriksaan Fisik :
- Kesadaran : Compos mentis
- Tekanan darah : 100 / 70 mmHg
- Nadi : 80x / menit
- RR : 20x / menit
- Suhu tubuh : 36,50C

Pemeriksaan Neurologis:
Pemeriksaan Motorik : Tidak didapatkan kelainan
Pemeriksaan Sensorik : Tidak di dapatkan kelainan

INSTRUKSI MAHASISWA

1. Apakah kemungkinan diagnosis pada pasien tersebut


diatas?
2. Apakah pemeriksaan penunjuang yang perlu diusulkan
untuk menegakan diagnosis pada kasus tersebut?
3. Apakah penatalaksanaan yang dapat diberikan pada
pasien tersebut?

Buku Pedoman Belajar Ilmu Penyakit Saraf | 57


Lampiran 3.

Skenario Bab III Nyeri daerah wajah

Seorang wanita 45 tahun datang ke praktek dokter


dengan keluhan nyeri hebat yang hilang timbul pada wajah sisi
kanannya . Nyeri ini akan bertambah hebat bila sisi kanan
wajah terkena udara dingin, nyeri dirasakan seperti ditusuk –
tusuk dan berkurang dalam waktu 12 jam, kemudian akhirnya
menghilang. Saat diminta untuk menunjukan daerah nyeri
pasien menunjukan area kulit rahang bawah sisi kanan yang
meluas kebelakang dan atas sisi kepala sampai dahi.
Pemeriksaan Fisik :
- Kesadaran : Compos mentis
- Tekanan darah : 100 / 70 mmHg
- Nadi : 80x / menit
- RR : 20x / menit
- Suhu tubuh : 36,50C
Pemeriksaan Neurologis : didapatkan hiperalgesia

INSTRUKSI MAHASISWA

1. Apakah kemungkinan diagnosis pada pasien tersebut


diatas?
2. Apakah pemeriksaan penunjuang yang perlu diusulkan
untuk menegakan diagnosis pada kasus tersebut?
3. Apakah penatalaksanaan yang dapat diberikan pada
pasien tersebut?

Buku Pedoman Belajar Ilmu Penyakit Saraf | 58


Lampiran 4.

Skenario Bab IV Wajah Perot Satu Sisi

Seorang laki-laki berusia 27 tahun datang ke praktek


dokter swasta dengan keluhan wajah perot. Keluhan
dirasakan pada sisi wajah sebelah kanan. Pasien baru
mengetahui wajahnya perot waktu pagi hari setelah bangun
tidur. Pasien juga mengeluh susah untuk menutup mata
sebelah kanan. Sebelumnya pasien mengaku habis
melakukan perjalanan keluar kota pulang pergi menggunakan
mobil dengan kondisi AC menghadap ke daerah wajah.
Keluhan tetap tidak membaik meski digunakan untuk istirahat.
Pasien tidak mengeluhkan adanya demam, nyeri kepala
maupun gangguan pada pendengaran. Riwayat trauma kepala
atau wajah juga disangkal. Pasien tidak memiliki riwayat
diabetes mellitus maupun hipertensi.
Pada pemeriksaan didapatkan vital signs dalam batas
normal, pada saat pasien diminta untuk mengangkat kedua
alisnya pasien tidak mampu mengangkat alis pada sisi
sebelah kanan dan tidak terdapat kerutan pada dahi sebelah
kanan, pada waktu pasien diminta untuk menutup mata
terlihat mata sebelah kanan tidak mampu menutup, pada saat
pasien diminta untuk meringis sisi wajah sebelah kanan
tertinggal.

INSTRUKSI MAHASISWA

1. Apakah kemungkinan diagnosis pada pasien tersebut


diatas?
2. Apakah pemeriksaan penunjuang yang perlu diusulkan
untuk menegakan diagnosis pada kasus tersebut?
3. Apakah penatalaksanaan yang dapat diberikan pada
pasien tersebut?

Buku Pedoman Belajar Ilmu Penyakit Saraf | 59


Lampiran 5.

Skenario Bab V Nyeri pinggang

Seorang laki-laki berusia 35 tahun datang ke


puskemas dengan keluhan nyeri pada pinggang sebelah
kanan. Nyeri dirasakan pada pinggang sebelah kanan
menjalar sampai pantat dan jari kaki kanan. Pasien mengaku
keluhan tersebut dirasakan sejak 2 minggu yang lalu yang
semakin lama dirasakan semakin sakit. Awal mulanya pasien
hanya merasa kemeng pada daerah pinggang sebelah kanan,
namun lama kelamaan keluhan tersebut dirasakan semakin
memberat disertai nyeri yang menjalar sampai kaki. Riwayat
adanya trauma pada daerah pinggang disangkal. Karena
Keluhan bertambah berat ketika pasien berjalan atau berdiri
lama dan agak berkurang ketika beristirahat. Pasien belum
pernah periksa ke dokter, hanya meminum obat yang
dibelinya di warung dekat rumah namun keluhan tidak
kunjung hilang. Pasien tidak mengeluhkan adanya gangguan
pada saat buang air kecil maupun buang air besar, tidak ada
demam. Pasien bekerja sebagai buruh bangunan.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan vital signs dalam
batas normal dan tidak terdapat tanda-tanda trauma atau
peradangan pada daerah pinggang kanan. Pada pemeriksaan
lasseque kaki kanan pasien merasakan nyeri yang menjalar
dari pinggang kanan sampai jari kaki kanan pada sudut 500.

INSTRUKSI MAHASISWA

1. Apakah kemungkinan diagnosis pada pasien tersebut


diatas?
2. Apakah pemeriksaan penunjuang yang perlu diusulkan
untuk menegakan diagnosis pada kasus tersebut?
3. Apakah penatalaksanaan yang dapat diberikan pada
pasien tersebut?

Buku Pedoman Belajar Ilmu Penyakit Saraf | 60


Lampiran 6.

Skenario : BAB VI Gangguan kesadaran


Seorang anak perempuan berusia 6 tahun dibawa ke
puskesmas dengan keluhan pandangan sering kosong. Orang
tua pasien tersebut menyampaikan bahwa keluhan sudah
dirasakan sejak 5 bulan yang lalu dengan frekuensi beberapa
kali dalam sehari. Penderita tiba-tiba kehilangan kesadaran
meski tidak sampai jatuh, sebelumnya tidak ada keluhan
apapun. Sewaktu terjadi kehilangan kesadaran pasien
terdiam dan memandang kosong jauh ke depan, muka pucat,
dipanggil tidak menyahut, kadang-kadang kelopak mata
berkedip. Serangan hanya berlangsung beberapa detik saja,
setelah itu penderita tiba-tiba sadar kembali dan melanjutkan
aktivitasnya kembali. Riwayat trauma kepala disangkal,
riwayat demam sebelum serangan disangkal. Dalam keluarga
tidak ada yang sakit seperti ini.
Pada pemeriksaan didapatkan vital signs dalam batas
normal, pemeriksaan fisik neurologis tidak ditemukan adanya
kelainan.

INSTRUKSI MAHASISWA

1. Apakah kemungkinan diagnosis pada pasien tersebut


diatas?
2. Apakah pemeriksaan penunjuang yang perlu diusulkan
untuk menegakan diagnosis pada kasus tersebut?
3. Apakah penatalaksanaan yang dapat diberikan pada
pasien tersebut?

Buku Pedoman Belajar Ilmu Penyakit Saraf | 61


Buku Pedoman Belajar Ilmu Penyakit Saraf | 62

Anda mungkin juga menyukai