OLEH:
AYU SAPITRI
NIM.1803124214
Menyetujui,
Pembimbing Seminar Literatur
i
PENGEMBANGAN KARBON AKTIF MAGNETIK MESOPORI
UNTUK MENGHILANGKAN METIL BIRU DAN METIL JINGGA
DARI AIR LIMBAH
AYU SAPITRI
1803124214
Ringkasan
Methylene Blue (MB) dan Methyl Orange (MO) merupakan limbah yang berasal
dari industri tekstil yang dianggap sebagai penyebab pencemaran lingkungan
karena sulit terdegradasi. Salah satu cara menanggulangi limbah tersebut dengan
menggunakan adsorben karbon aktif. Karbon aktif berasal dari limbah biomassa
yang terdapat pada sektor pertanian, yaitu abu sekam padi. Modifikasi abu sekam
padi membentuk karbon aktif magnetik dilakukan dengan tujuan agar dapat
meningkatkan kemampuan adsorpsinya terhadap kedua zat warna tersebut. Proses
pembuatan karbon aktif magnetik mesopori bertahap dari Activated Carbon (AC),
Mesoporous Activated Carbon (MAC) dan membentuk Magnetic Mesoporous
Activated Carbon (MMAC). AC, MAC dan MMAC dikarakterisasi menggunakan
SEM (Scanning Electron Microscopy), BET (Brunauer Emmet Teller) dan FTIR
(Fourier Transform Infrared). Hasil SEM menunjukkan MMAC yang dihasilkan
memiliki struktur berpori berbentuk spons. Pada BET menunjukkan luas
permukaan pada MMAC sebesar 375,02 (m²/g) lebih besar dari AC, namun lebih
kecil daripada MAC. Hasil FTIR pada MMAC terdapat vibrasi bilangan
gelombang 1100 cm-1 menunjukkan ikatan Si-O-C dan bilangan gelombang 590
cm-1 menunjukkan adanya vibrasi Fe-O yang artinya magnetit (Fe3O4) telah
terimpregnasi pada MMAC. Kemampuan adsorpsi dipengaruhi oleh pH,
konsentrasi dan waktu kontak. MMAC dapat menghilangkan 82% MB dan 98,5%
MO selama 30 menit. Model isoterm MMAC dalam menghilangkan MB
mengikuti model Freundlich, sedangkan untuk menghilangkan MO mengikuti
model Langmuir. MMAC dapat digunakan lebih dari 4 kali pengulangan untuk
menghilangkan MO dan MB.
ii
DAFTAR ISI
RINGKASAN ........................................................................................................ ii
I. PENDAHULUAN ........................................................................................ 1
3.1. Hasil................................................................................................... 8
3.1.1. Karakterisasi MMAC, MAC dan AC ...................................... 8
3.1.2. Proses adsorpsi ......................................................................... 9
3.1.3. Isoterm adsorpsi ....................................................................... 9
3.1.4. Regenerasi .............................................................................. 10
3.1 Pembahasan .................................................................................... 11
3.1.1 Karakterisasi AC, MAC dan MMAC ..................................... 11
iii
3.1.2 Adsorpsi.................................................................................. 12
3.2.3. Isoterm adsorpsi ..................................................................... 13
3.2.4. Regenerasi .............................................................................. 14
IV. KESIMPULAN DAN SARAN .................................................................. 14
iv
DAFTAR GAMBAR
Gambar 3.1. Grafik karakterisasi (a) spektrum FTIR (b) morfologi SEM ............8
Gambar 3.2. Hasil adsorpsi berdasarkan (a) pengaruh pH (b) pengaruh
konsentrasi awal (c) pengaplikasian pada MO. ................................9
Gambar 3.3. Hasil isoterm adsorpsi MB pada MMAC dari simulasi
(a) Langmuir (b) Freundlich. ...........................................................9
Gambar 3.4. Hasil isoterm adsorpsi MO pada MMAC dari simulasi
(a) Langmuir (b) Freundlich. ..........................................................10
Gambar 3.5. Penggunaan kembali MMAC untuk adsorpsi MB dan MO. ..........10
DAFTAR TABEL
Tabel 3.1. Sifat tekstur AC, MAC dan MMAC yang diperoleh dari BET ........ 8
Tabel 3.2. Konstanta isoterm adsorpsi adsorpsi MB dan MO......................... 10
v
I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Industri tekstil merupakan industri yang cukup berkembang di Indonesia.
Meningkatnya industri tekstil tersebut juga meningkatkan produksi limbah dari
pewarna tekstil. Methylene Blue (MB) dan Methyl Orange (MO) atau metil jingga
merupakan pewarna yang digunakan dalam industri tekstil. Kedua zat warna
tersebut memiliki sifat yang cukup stabil sehingga sulit untuk terdegradasi di alam
dan berbahaya bagi lingkungan. Berbagai upaya telah dilakukan untuk
mengurangi pencemaran lingkungan, salah satu upaya yang dapat dilakukan
adalah dengan menggunakan karbon aktif. Karbon aktif dapat disiapkan dari
berbagai sumber, terutama bahan biomassa (Juang et al., 2018). Biomassa dari
abu sekam padi cocok digunakan karena komponen utama dari sekam padi adalah
selulosa (38%), hemiselulosa (18%), lignin (22%), dan SiO2 (19%) yang
berpotensi untuk dijadikan karbon aktif. Selain itu, abu sekam padi merupakan
limbah pertanian yang cukup banyak, tetapi belum dimanfaatkan. Menurut
Saputro et al., (2016) limbah yang terbentuk untuk setiap 50 juta ton padi yang
diproduksi dihasilkan 13 juta ton sekam padi per tahun dengan pemanfaatan yang
masih sangat minimal.
Karbon aktif adalah material padat berkarbon yang dicirikan dengan luas
permukaan yang besar dan mempunyai pori yang terstruktur dengan baik
(Juang et al., 2018). Luas permukaan yang tinggi, sisi aktif adsorben yang banyak
serta afinitas yang kuat terhadap adsorbat menjadi alasan karbon aktif digunakan
sebagai adsorben dalam beberapa tahun terakhir. Keunggulan lain dari karbon
aktif adalah selektifitas adsorpsi dan kapasitas adsorpsi yang tinggi untuk
menghilangkan logam berat serta senyawa organik sintetis pada air limbah akibat
aktifitas industri.
Modifikasi karbon aktif menjadi karbon aktif magnetik diperlukan untuk
peningkatan karakteristik adsorben. Karbon aktif ini dapat dilakukan modifikasi
dengan penambahan magnet yang bertujuan untuk menambah situs aktif dan
kestabilan struktur karbon aktif tersebut. Penambahan magnetit (Fe3O4) pada
karbon aktif menunjukkan pengurangan luas permukaan pada karbon aktif. Bahan
mesopori KIT-6 telah diselidiki secara intensif oleh akademisi dan industri
dibeberapa tahun terakhir. Silika mesopori KIT-6 memiliki struktur pori yang
tersusun rapi (simetri kubik Ia3d) dengan luas permukaan yang tinggi, diameter
pori yang bervariasi (4–12 nm) dan volume pori yang besar (Fernandez et al.,
2018). Salah satu metode yang digunakan untuk modifikasi karbon aktif menjadi
karbon aktif magnetik adalah metode impregnasi basah. Impregnasi basah dapat
dilakukan dengan cara menjenuhkan logam secara paksa sehingga logam tersebut
akan masuk kedalam pori-pori. Pada penelitian ini digunakan prinsip impregnasi
basah dengan menambahkan magnetit sebagai prekursor dan struktur mesopori
Korea Advanced Institute of Science and Technology-6 (KIT-6). Silika KIT-6
meningkatkan porositas dan menyediakan struktur 3D untuk meningkatkan proses
adsorpsi (Azam et al., 2020).
2
double-layer, support katalis, dan pengolahan air limbah. Dibandingkan dengan
bahan berpori konvensional, struktur mesopori memiliki kelebihan seperti ukuran
partikel yang kecil, bentuk kontrol yang baik, stabilitas tinggi, dan sifat
fungsionalisasi permukaan (Rahman et al., 2021).
Berdasarkan pada karakteristik air limbah industri, pemisahan menggunakan
magnet dapat menjadi teknik yang efisien dengan pemulihan yang mudah dan
cepat. Penggunaan adsorben magnetik dapat meningkatkan stabilitas termal dan
kerapatan ikatan adsorben. Teknik ini memiliki potensi untuk meningkatkan
waktu dan efisiensi instalasi pengolahan air minum. Adsorben AC yang
ditambahkan dengan partikel magnetik memiliki kapasitas adsorpsi tinggi dan
mudah diregenerasi melalui magnet (Moosavi et al., 2020).
1.3.2 Abu Sekam Padi
Pada umumnya, sekam padi berwarna kekuningan atau keemasan.
Kebanyakan mempunyai panjang 5-10 mm dan lebar 2,5-5 mm. Sekam padi
memiliki kerapatan jenis 1,125 kg/m3 dan kandungan kimia selulosa yang dapat
dikonversi menjadi karbon. Sekam padi merupakan limbah pertanian yang cukup
banyak dihasilkan yaitu untuk setiap 50 juta ton padi yang diproduksi dihasilkan
13 juta ton sekam padi per tahun dengan pemanfaatan yang masih sangat minimal
(Saputro et al., 2016).
1.3.3 Impregnasi
Impregnasi memiliki arti luas, yaitu proses penjenuhan zat tertentu secara
total. Penjenuhan ini dilakukan dengan mengisi pori-pori penyangga dengan
larutan logam aktif melalui adsorpsi logam, yaitu dengan merendam support
dalam larutan yang mengandung logam aktif. Dalam hal ini, penyangga memiliki
fungsi sebagai penyedia permukaan yang luas agar lebih mudah menebarkan situs
aktif, sehingga permukaan kontaknya lebih luas dan efisien. Terdapat 2 jenis
metode impregnasi, yaitu impregnasi basah dan impregnasi kering. Impregnasi
basah menggunakan larutan berlebih untuk mengisi pori dari support. Volume
larutan prekursor fasa aktif lebih besar dari 1,5 kali volume pori (Munnik et al.,
2015). Penggunaan pelarut memudahkan komponen aktif bermigrasi dari larutan
ke dalam pori support. Metode ini dapat menghasilkan deposisi fasa aktif yang
sangat banyak pada bagian luar penyangga setelah dilakukan proses pengeringan.
3
1.3.4 Adsorpsi
Adsorpsi merupakan proses penjerapan yang dikenal secara luas. Akumulasi
adsorbat pada antarmuka gas-padat atau cair-padat disebut fenomena adsorpsi.
Adsorpsi bersifat reversibel karena ikatan Van der Waals yang lemah antara
adsorben dan adsorbat. Model adsorpsi yang digunakan terbagi dua, yaitu :
Langmuir dan Freundlich. Model isoterm Langmuir menjelaskan bahwa adsorben
memiliki permukaan yang homogen, kapasitas adsorben maksimum terjadi akibat
adanya lapisan tunggal (monolayer) adsorbat pada permukaan adsorben, serta
tidak ada interaksi antara molekul-molekul yang terserap. Persamaan ini dapat
dinyatakan sebagai berikut :
𝐶𝑒 𝐶 1
= 𝑞𝑒 + ………………………………. (1)
𝑞𝑒 𝑚 𝑞𝑚 𝐾𝐿
Ce adalah konsentrasi adsorbat dalam fase cair pada saat setimbang (mg/l), qm
adalah kapasitas adsorpsi maksimum dari pewarna (mg/g), qe adalah konsentrasi
adsorbat yang terjerap dalam adsorben saat setimbang (mg/g) dan KL adalah
konstanta Langmuir (L/mg).
Pada model Freundlich menjelaskan bahwa adsorpsi terjadi secara
multilayer dan di permukaan adsorben yang heterogen, serta dapat dinyatakan :
1
log 𝑞𝑒 = log 𝐾𝑓 + log 𝐶𝑒 …………………………….. (2)
𝑛
4
II. TATA KERJA
2.1 Alat
Adapun alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah oven, crussible,
furnace, desikator, sonikator, shaker inkubator, Spektrofotometer UV-Vis,
Fourier Transform Infrared (FTIR), Scanning Electron Microscopy (SEM)
(Philips XL 30 FED) dan Brunauer Emmett Teller (BET) (Micromeritics Tristar II
at 77 K).
2.2 Bahan
Adapun bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah tetraetil ortosilikat
(SiC8H20O4), P-123, KIT-6 dari TEOS, asam klorida 37% (HCl), butanol (C4H10),
etanol absolut (C2H5OH), natrium hidroksida (NaOH), asam nitrat (HNO3), zink
klorida (ZnCl2), besi (III) nitrat (Fe(NO)3)3.9H2O), metil biru (MB)
(C16H18ClN3S) dan metil oranye (MO) (C14H14N3NaO3S).
2.3 Metodologi
2.3.1 Sintesis dari AC, MAC dan MMAC
2.3.1.1. Sintesis Karbon Aktif
Karbon aktif disintesis dari sekam padi dengan aktivasi kimia
menggunakan ZnCl2. Sekam padi dicuci dengan air suling. Kemudian, sekam padi
direndam dalam 1 M larutan HNO3, disaring, dicuci, dan dikeringkan pada suhu
105°C selama 24 jam. Sampel direndam dalam NaOH 1 M, disaring dan dioven
105°C. Selanjutnya, sampel dikarbonisasi pada 400°C selama 4 jam. Produk hasil
karbonisasi ditambahkan dalam 1 M larutan ZnCl2 selama 24 jam dan
ditempatkan dalam tungku pada 750°C selama 1 jam. Sampel dicuci dengan
larutan HCl 0,3 N dan dicuci dengan air suling sampai nilai pH 7. Sampel di
keringkan pada suhu 105°C dalam oven dan dimasukkan kedalam desikator.
5
selama
24 jam pada suhu 35°C untuk pencampuran yang seragam. Perlakuan hidrotermal
diberikan dalam botol Teflon pada suhu 100°C selama 24 jam. Pengeringan
dilakukan pada suhu 65 sampai 90°C selama 12 jam dalam oven. Sampel
dikalsinasi pada 550°C. Template KIT-6 dihilangkan untuk membentuk karbon
mesopori dengan mengaduk sampel dalam larutan NaOH 2 M selama 1 jam dan
dicuci dengan 50 mL larutan (C2H5OH/H2O: 1/1). Sampel dikeringkan pada suhu
50°C selama 24 jam.
6
(𝐶𝑜−𝐶𝑡)
% 𝐴𝑑𝑠𝑜𝑟𝑝𝑠𝑖 = 𝑥100 ………………………………………………(4)
𝐶𝑜
(𝐶𝑜−𝐶𝑡)
𝑞𝑡 = 𝑥 𝑉…………………………………………………………….(5)
𝑚
Co adalah konsentrasi zat warna awal, Ct adalah konsentrasi zat warna pada
waktu t setelah adsorpsi, m adalah jumlah adsorben yang ditambahkan (g) dan V
adalah volume larutan pewarna (L).
2.3.4. Regenerasi
Untuk penggunaan kembali MMAC, MB dan MO didesorpsi. MMAC
ditambahkan dalam 15 mL larutan etanol (C2H5OH/H2O: 1/1) dan dikocok selama
60 menit dalam shaker dengan kecepatan 200 rpm. MMAC dipisahkan dengan
magnet, dicuci, dan dikeringkan pada suhu 70°C selama 1 jam. MMAC yang
diregenerasi digunakan selama 4 siklus adsorpsi-desorpsi pada MB dan MO
untuk memeriksa kegunaannya kembali. Penggunaan kembali diselidiki dengan
20 mg adsorben dalam 10 mL 30 mg/L MB dan MO larutan konsentrasi awal
pada pH 3 dan diaduk pada 200 rpm. Alikuot diuji dengan menggunakan
Spektroskopi UV-Visible setelah 30 menit.
2.3.5. Karakterisasi
Gugus fungsi permukaan dari adsorben AC, MAC dan MMAC diselidiki
oleh FTIR dengan panjang gelombang 500 hingga 4000 cm-1. Morfologi adsorben
diselidiki dengan SEM. Metode BET digunakan untuk menganalisa volume pori,
porositas dan luas oleh Micromeritics Tristar II pada 77 K oleh isoterm
adsorpsi/desorpsi N2.
7
III. HASIL DAN PEMBAHASAN
3.1. Hasil
3.1.1. Karakterisasi MMAC, MAC dan AC
Adapun hasil karakterisasi FTIR dan SEM untuk AC, MAC, dan MMAC
ditunjukkan dalam Gambar 3.1.
(a) (b)
(b)
MAC MMAC
Gambar 3.1. Grafik dari karakterisasi (a) spektrum FTIR pada AC, MAC dan
MMAC (b) morfologi SEM pada AC, MAC dan MMAC.
Adapun hasil BET untuk luas permukaan dan volume pori ditunjukkan
pada Tabel 3.1.
Tabel 3. 1. Sifat tekstur AC, MAC dan MMAC yang diperoleh dari BET
Sifat Tekstur AC MAC MMAC
Luas permukaan BET (m²/g) 320,16 524,05 375,02
Volume pori total (cm³/g) 0,15 0,25 0,18
8
3.1.2. Proses Adsorpsi
Adapun hasil adsorpsi MB dan MO berdasarkan pengaruh pH, konsentrasi
awal (mg/L) dan waktu kontak ditunjukkan pada Gambar 3.2.
(a) (b)
% Adsorpsi
% Adsorpsi
(b)
(c)
% Adsorpsi
Gambar 3.2. Hasil dari adsorpsi berdasarkan (a) pengaruh pH (b) pengaruh
konsentrasi awal (c) pengaplikasian pada MO.
log Qe
Ce (mg/L) log Ce
Gambar 3.3. Hasil isoterm adsorpsi MB pada MMAC dari simulasi (a) Langmuir
(b) Freundlich.
9
CeQe (g/L)
log qe
Ce (mg/L) log Ce
Gambar 3.4. Hasil isoterm adsorpsi MO pada MMAC dari simulasi (a) Langmuir
(b) Freundlich.
Langmuir Freundlich
Pewarna R2 RL KL R2 1/n Kf
(L/mg) (g/mg) (L/mg)
MB 0,4264 0,571 0,0148 0,9543 1,3091 0,769
MO 0,9314 0,0948 0,1907 0,8457 2,383 1,5792
3.1.4. Regenerasi
Adapun efisiensi dari penggunaan MMAC diberikan pada Gambar 3.5.
% adsorpsi
Siklus regenerasi
Gambar 3.5. Penggunaan kembali MMAC untuk adsorpsi MB dan MO selama 4
siklus setelah 30 menit.
10
3.1 Pembahasan
3.1.1 Karakterisasi AC, MAC dan MMAC
Berdasarkan Gambar 3.1 (a) spektrum FTIR digunakan untuk menganalisis
gugus fungsi yang ada berdasarkan vibrasi ikatan pada AC, MAC dan MMAC.
Untuk AC terdapat pita pada bilangan gelombang sekitar 1000 cm-1 yang
menunjukkan vibrasi ikatan C-H aromatik, bilangan gelombang 1500 cm-1
menunjukkan vibrasi ikatan rangkap C=C. Untuk MAC terdapat pita pada
bilangan gelombang 3600 cm-1 menunjukkan adanya gugus hidroksil (-OH),
bilangan gelombang 3000 cm-1 menunjukkan adanya vibrasi ikatan CH2 dan CH3
alifatik, serta bilangan gelombang <1000 cm-1 menunjukkan adanya vibrasi ikatan
Si-O. Puncak Si-O menunjukkan adanya modifikasi KIT-6. Bilangan gelombang
<1000 cm-1 dikaitkan dengan stretching simetris dari ikatan Si–O–Si, dan
bilangan gelombang sekitar 959 cm-1 merujuk pada stretching simetris ikatan Si–
O dari gugus Si–OH (Fernandez et al., 2018). Untuk MMAC terdapat bilangan
gelombang pada 3000 cm-1 menunjukkan stretching C-H alifatik, vibrasi pada
1600 cm-1 terdapat gugus hidroksil (-OH), bilangan gelombang <1000 cm-1
menunjukkan ikatan Si-O dan bilangan gelombang 590 cm-1 menunjukkan adanya
vibrasi Fe-O. Puncak Fe-O yang terbentuk akibat dari magnetit yang
diimpregnasikan pada MAC. Hasil ini didukung oleh penelitian Oktaviani et al
(2020), yaitu muncul vibrasi ikatan Fe-O yang terdapat pada puncak >549.95 cm-1
yang diindikasi merupakan vibrasi stretching.
Berdasarkan Gambar 3.1 (b) menunjukkan bahwa adsorben memiliki dan
struktur seperti KIT-6 yang mempunyai struktur 3D dengan diameter pori
bervariasi antara 4-12 nm yang dimodifikasi dalam penelitian ini untuk
mendapatkan MAC. Selanjutnya, MAC diimpregnasi oleh magnetit
(Fe(NO3)3).9H2O) untuk mendapatkan MMAC yang memiliki diameter pori 1 nm.
Sehingga, MMAC memiliki struktur berpori seperti spons dan terdapat oksida
besi akibat penambahan magnetit. Porositas pada struktur ini meningkatkan
adsorpsi pewarna pada MMAC (Aboua et al., 2015).
Berdasarkan Tabel 3.1. menunjukkan volume pori dan luas permukaan dari
AC, MAC dan MMAC dengan metode Brunaeur Emmet Teller (BET). Diamati
bahwa luas permukaan MAC lebih tinggi daripada AC karena modifikasi dengan
11
KIT-6 yang memiliki luas permukaan dan volume pori total yang tinggi, pada
akhirnya meningkatkan luas permukaan dan volume pori total AC yang
dimodifikasi. Nanopartikel magnetit sendiri memiliki luas permukaan dan volume
pori yang kecil tetapi memiliki bentuk yang stabil. Hal ini dikarenakan ketika
diimpregnasi pada karbon, adsorben MMAC stabil terhadap aglomerasi dan
meningkatkan kinerja adsorpsi. Luas permukaan keseluruhan dari MMAC lebih
rendah dari MAC tetapi lebih tinggi dari AC, hal ini dikarenakan penyumbatan
mesopori oleh nanopartikel magnetit. Menurut penelitian Juang et al., (2018)
melaporkan bahwa luas permukaan karbon aktif menurun dengan meningkatnya
magnetit yang disebabkan impregnasi magnetit tersebut pada MAC.
3.1.2 Adsorpsi
Berdasarkan Gambar 3.2 (a) menunjukkan hasil adsorpsi berdasarkan
pengaruh pH dari larutan MB. Adsorpsi dari MB menurun dengan meningkatnya
pH dan adsorpsi meningkat dengan menurunnya pH. Untuk ketiga sampel
didapatkan pH optimum untuk menjerap MB adalah pH 3. Ketika pH menurun,
ion H3O+ terbentuk dan diganti dengan muatan negatif permukaan MMAC. Hal
ini meningkatkan daya tarik elektrostatik di antara permukaan MMAC bermuatan
negatif dan pewarna kationik MB yang bermuatan positif dan meningkatkan
interaksi antara adsorben dengan permukaan adsorbat sehingga terjadi
peningkatan persentase dan kapasitas adsorpsi. Efek yang sama ditunjukkan oleh
AC dan MAC. MMAC menunjukkan adsorpsi MB tertinggi sekitar 86% pada pH
3 dalam 30 menit. % adsorpsi maksimum oleh AC dan MAC pada pH 3 berturut-
turut adalah 53,4% dan 76,66%. Kapasitas adsorpsi setelah 30 menit untuk
MMAC pada pH 3 adalah 4,32 mg/g, pada pH 7 dan pH 11 berturut-turut adalah
4,14 mg/g dan 3,28 mg/g. Kondisi pH larutan mengakibatkan perubahan distribusi
muatan pada adsorben dan zat warna sebagai akibat terjadinya reaksi protonasi
dan deprotonasi gugus-gugus fungsional (Nurhasni et al., 2018).
Berdasarkan Gambar 3.3 (b) menunjukkan hasil adsorpsi berdasarkan
perbedaan konsentrasi awal 10, 20, 30, 40, and 50 mg/L. Untuk AC dan MAC,
dengan meningkatnya konsentrasi awal pewarna, terjadi penurunan % adsorpsi.
Untuk MMAC setelah 30 menit untuk larutan 10 mg/L menjadi 40 mg/L MB
meningkat dari 4,32 mg/g hingga 17,78 mg/g. Konsentrasi awal larutan dapat
12
memberikan kekuatan pendorong dalam perpindahan massa fasa cair dan padat
pada permukaan adsorben dan memperbesar interaksi karbon aktif dengan
adsorbat. Alasan lain juga terdapat pada banyaknya situs aktif yang tersedia pada
tahap awal untuk adsorpsi. Seiring proses berlangsung, situs aktif semakin
berkurang karena adsorpsi pewarna pada permukaan MMAC dan memanfaatkan
semua situs aktif yang ada pada permukaan MMAC sehingga pada konsentrasi 50
mg/L adsorben mengalami kejenuhan (Patly et al., 2020).
Berdasarkan Gambar 3.3 (c) menunjukkan hasil adsorpsi untuk
menghilangkan MO berdasarkan waktu kontak. Diamati bahwa MMAC memiliki
adsorpsi yang lebih baik daripada MAC dan AC. MMAC dapat menyerap 98,5%
MO selama 30 menit dan dengan kapasitas adsorpsi sebesar 13,21 mg/g setelah 30
menit. Namun, MAC dan AC menyerap zat warna 66,9% dan 76% masing-
masing dalam 30 menit. Kapasitas % adsorpsi yang tinggi dari MMAC karena
terjadi reaksi penukar ion, adanya magnetit dengan situs aktif yang lebih banyak
dan memiliki struktur seperti spons, sehingga dapat meningkatkan kinerja
adsorpsi pada MO daripada AC dan MAC. Proses adsorpsi secara umum melalui
empat tahap: (1) migrasi adsorbat dari larutan ke permukaan adsorben; (2) difusi
melalui lapisan batas ke permukaan adsorben (3) adsorpsi adsorbat pada situs
aktif dan (4) difusi intra-partikel ke bagian dalam adsorben.
13
menunjukkan distribusi homogen dari situs aktif di atas permukaan eksternal dan
pori-pori MMAC.
3.2.4. Regenerasi
Berdasarkan Gambar 3.3 menunjukkan kemampuan adsorben untuk dapat
digunakan kembali. Didapatkan bahwa MMAC dapat digunakan kembali selama
lebih dari 4 siklus untuk pewarna MB dan MO. Penggunaan lebih dari 4 siklus
karena MMAC dipisahkan dengan magnet. Walaupun efisiensi proses adsorpsi
menurun dengan meningkatnya siklus, adsorben masih memiliki kemampuan
adsorpsi. Persentase adsorpsi MB untuk siklus 1 adalah 82% dan menurun
menjadi 30,8% adsorpsi pada siklus 4, sedangkan persentase adsorpsi MO untuk
siklus 1 adalah 98,5% dan menurun menjadi 41,2% pada siklus ke-4. Hasil yang
sama dilaporkan oleh Khan et al (2017) bahwa penggunaan kembali adsorben
dengan penambahan Fe dapat digunakan lebih dari 4 kali dan efisien digunakan
untuk menghilangkan zat warna dari air.
4.2 Saran
Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh pada data-data, penulis
menyarankan untuk melakukan analisis lanjutan dengan parameter lain seperti
penghilangan kadar COD, BOD, TDS dan TSS.
14
DAFTAR PUSTAKA
Aboua, K. N. Yao, A.Y.,, Kouassi, B.Y., Droh, L.G., & Albert, T. 2015.
Investigation of dye adsorption onto activated carbon from the shells of
Macoré fruit. Journal of Environmental Management. 156 : 10–14.
Azam, K., Rizwan, R., Nasir, S., Maira, S., Wenshu, Y., Nabeel, A., Iqrash, S.,
Parveen, A., Abdul, R., & Murid, H. 2020. Development of recoverable
magnetic mesoporous carbon adsorbent for removal of methyl blue and
methyl orange from wastewater. Journal of Environmental Chemical
Engineering. 8(5) : 104220.
Gomes, C. S., Piccin, J. S. & Gutterres, M. 2016. Optimizing adsorption
parameters in tannery-dye-containing effluent treatment with leather shaving
waste. Process Safety and Environmental Protection. 99 : 98–106.
Juang, R. S., Yei, Y.C., Liao., C,S., Lin, K.S., Lu, H.C., Wang, S.F., & Sun, A.C.
2018. Synthesis of magnetic Fe3O4/activated carbon nanocomposites with
high surface area as recoverable adsorbents. Journal of the Taiwan Institute of
Chemical Engineers. 90 : 51–60.
Khan, T. A., Rahman, R. & Khan, E. A. 2017. Adsorption of malachite green and
methyl orange onto waste tyre activated carbon using batch and fixed-bed
techniques: isotherm and kinetics modeling. Modeling Earth Systems and
Environment. 3(1).
Moosavi, S. Lai, C.W., Gan, S., Zamiri, Omid, A.P., & Mohd R.J. 2020.
Application of efficient magnetic particles and activated carbon for dye
removal from wastewater. ACS Omega. 5(33) : 20684–20697.
Munnik, P., De Jongh, P. E., & De Jong, K. P. 2015. Recent Developments in the
Synthesis of Supported Catalysts. Chemical Reviews. 115(14).
Nurhasni, Mar’af, R., & Hendrawati, 2018. Pemanfataan kulit kacang tanah
(Arachis hipogaea L.) sebagai adsorben zat warna metilen biru, J. Kimia
Valensi. 4(2) : 156-167.
Oktaviani, E., Nasri, M. Z., & Deswardani, F. 2020. Sintesis dan Karakterisasi
Nanopartikel Fe3O4 (Magnetite) dari Pasir Besi Sungai Batanghari Jambi
yang dienkapsulasi dengan Polyethylene Glycol (Peg-4000). Jurnal
Pendidikan Fisika. 8(3) : 97–103.
Patly, M., Edi, N., Sri, B.E., & Umar, K.N. 2020. Sintesis, karakterisasi dan
aplikasi karbon aktif dari Kulit Pisang. 9(1) : 1–6.
Rahman, M. M. Mst, G.A., Mohammad, A.A., Md, S.U., Agnieszka, N.,
Ghadeer, M.A., Amany, A.S., Shaker A.M., & Mohamed M. Abdel-Daim.
2021. Mesoporous carbon: A versatile material for scientific applications.
International Journal of Molecular Sciences. 22(9).
Ranjithkumar, V., Sangeetha, S., & Vairam, S. 2014. Synthesis of magnetic
activated carbon/-Fe2O3 nanocomposite and its application in the removal of
acid yellow 17 dye from water. Journal of Hazardous Materials. 127-135.
Saputro, S., Mohammad, M., Lina, M., Bhakti, M., & Nita, T.W. 2016. Kajian
adsorpsi ion logam Cr(VI) oleh adsorben kombinasi arang aktif sekam padi
dan zeolit menggunakan metode Solid-Phase Spectrophotometry (SPS).
Jurnal Sains Dasar. 5(2): 116.
15