Anda di halaman 1dari 31

PROPOSAL USUL PENELITIAN

JUDUL PENELITIAN

MODIFIKASI KANDUNGAN ARANG AKTIF BIJI KELOR DENGAN


PELAPISAN MAGNETIT SEBAGAI ADSORBEN LOGAM Cd
BERBAHAYA DI PERAIRAN

Oleh:

Rahmadayanti Aryadinata
1617011023

JURUSAN KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS LAMPUNG
2018
ii

LEMBAR PENGESAHAN

Pengesahan proposal usul penelitian yang berjudul:

MODIFIKASI KANDUNGAN ARANG AKTIF BIJI KELOR DENGAN


PELAPISAN MAGNETIT SEBAGAI ADSORBEN LOGAM Cd
BERBAHAYA DI PERAIRAN

Dengan keterangan di bawah ini:

Nama : Rahmadayanti Aryadinata

NIM : 1617011023

Jurusan : Kimia

Fakultas : Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam

Akan melaksanakan penelitian yang diajukan sejak tahun 2018. Penelitian akan

dilaksanakan selama 5 bulan di Laboratorium LTSIT Universitas Lampung.

Bandar Lampung, 9 Oktober 2018


Mengetahui
Dosen Pembimbing Ketua Pelaksana Kegiatan

(Prof. Dr. Buhani, M.Si.) Rahmadayanti Aryadinata


NIK.196904161994032003 NPM 1617011023
iii

DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN .................................................................................... ii

DAFTAR ISI .......................................................................................................... iii

DAFTAR GAMBAR ............................................................................................. iv

BAB I. PENDAHULUAN ...................................................................................... 1

1.1 Latar Belakang ......................................................................................... 1

1.2 Rumusan Masalah .................................................................................... 3

1.3 Tujuan Penelitian ...................................................................................... 4

1.4 Manfaat Penelitian .................................................................................... 4

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA............................................................................ 5

2.1 Adsorpsi.................................................................................................... 5

2.2 Kelor ....................................................................................................... 12

2.3 Magnetit (Fe3O4) .................................................................................... 16

2.4 Logam Kadmium (Cd) ........................................................................... 17

BAB III. METODE PENELITIAN....................................................................... 19

3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ................................................................. 19

3.2 Alat dan Bahan ........................................................................................ 19

3.3 Cara Kerja................................................................................................ 20

DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 24


iv

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Kurva isoterm adsorpsi Langmuir ....................................................... 10

Gambar 2. Kurva isoterm adsorpsi Freundlich ..................................................... 11

Gambar 3. Daun dan bunga tanaman kelor ........................................................... 13

Gambar 4. Buah tanaman kelor ............................................................................. 13

Gambar 5. Biji kelor kering .................................................................................. 14

Gambar 6. Biji kelor yang dikupas ....................................................................... 14


BAB I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Perairan sering tercemar oleh berbagai jenis logam berat berbahaya yang banyak

dihasilkan dari proses industri. Setiap logam berat mempunyai toksisitas berbeda

yang dapat menyebabkan kerusakan pada biota perairan sehingga mengakibatkan

terganggunya ekosistem. Berbagai metode telah dikembangkan sebagai upaya

untuk mengurangi atau menghilangkan logam berat yang melampaui ambang

batas, salah satunya adalah dengan metode adsorpsi.

Logam Cd merupakan salah satu unsur kimia yang banyak digunakan sebagai

lapisan tahan korosi pada baja atau plastik, pewarna, alatalat elektronik, serta

baterai nikel atau kadmium. Logam ini termasuk logam non esensial yang sangat

berbahaya bila ditemukan dalam konsentrasi tinggi dalam lingkungan (tanah, air,

dan udara), karena logam tersebut mempunyai sifat merusak jaringan tubuh

makluk hidup. Adsorpsi terhadap logam Cd dapat dilakukan dengan

menggunakan arang aktif. Arang aktif adalah salah satu mineral atau zat penyerap

(adsorben) yang mempunyai kemampuan untuk mengikat dan mempertahankan

ion atau gas di dalamnya pada sistem adsorpsi dalam padatan. Penyerapan

menggunakan arang aktif efektif untuk menghilangkan logam berat. Arang aktif

mampu mengadsorpsi anion, kation, dan molekul dalam bentuk senyawa organik
2

dan anorganik, baik sebagai larutan maupun gas, serta mempunyai sifat

penyerapan yang selektif, yaitu lebih menyukai bahan-bahan non polar daripada

bahan polar. Arang aktif dapat dipreparasi dari berbagai bahan dasar, diantaranya

biji tanaman kelor, kayu, batubara muda, tulang, tempurung kelapa, tempurung

kelapa sawit, tandan kelapa sawit, limbah pertanian seperti kulit buah kopi, kulit

buah coklat, sekam padi, jerami, tongkol, pelepah jagung, dan lain-lain.

Pada saat ini mulai dikembangkan penggunaan adsorben alternatif yang berasal

dari alam karena lebih ekonomis dan mudah diperoleh, sebagai contohnya biji

buah kelor. Biji buah kelor mengandung senyawa bioaktif rhamnosyloxy-benzil-

isothiocyanate, yang mampu mengadopsi dan menetralisir partikel-partikel

lumpur serta logam yang terkandung dalam limbah suspensi dengan partikel

kotoran melayang dalam air, sehingga sangat potensial digunakan sebagai

adsorben alami untuk membersihkan air di perairan yang tercemar logam Cd

sehingga layak minum. Kelebihan biji buah kelor sebagai koagulan dibanding

koagulan kimia yang biasa digunakan seperti tawas adalah kemampuannya untuk

mengendapkan berbagai ion logam terlarut dan bakteri-bakteri berbahaya di

samping mudah diperoleh di lingkungan sekitar. Hasil penelitian Madsen dan

Dchulundt serta Grabow dkk menunjukkan bahwa serbuk biji kelor mampu

menumpas bakteri Escherichia coli, Streptocoocus faecalis dan Salmonella

typymurium, sehingga di Afrika biji kelor dimanfaatkan untuk mendeteksi

pencemaran air oleh bakteri-bakteri tadi. Serbuk biji kelor juga dapat menurunkan

kadar ion Fe, Cu dan Mn serta kekeruhan dari sungai sehingga memenuhi syarat

baku mutu air bersih.


3

Untuk lebih meningkatkan daya adsorpsi biji kelor, maka dilakukan modifikasi

teknik pelapisan magnetit. Teknik pelapisan dengan partikel magnetit digunakan

agar adsorben memiliki kapasitas dan selektivitas yang besar terhadap adsorbat

yang teradsorpsi serta dapat memisahkan adsorbat dengan cepat (Peng et al., 2010;

Buhani et al., 2017).Dengan menggunakan teknik tersebut maka diharapkan biji

kelor dengan magnetit dapat menghasilkan adsorben yang efektif dan hemat

energi terhadap perairan serta bersifat ramah lingkungan karena tidak memiliki

produk samping seperti padatan tersuspensi. Biji kelor memiliki potensi besar

sebagai adsorben logam Cd berdasarkan kandungan senyawa kimianya, akan

tetapi pemanfaatan biji kelor sebagai adsorben logam berat belum belum banyak

dikembangkan. Oleh karena itu, perlu upaya untuk meningkatkan kemampuan

adsorpsi biji kelor dengan cara modifikasi menggunakan partikel magnetit,

sehingga diperoleh adsorben yang efektif untuk menyerap logam berat seperti Cd.

Hal ini yang menjadikan alasan penulis memanfaatkan biji kelor tersebut sebagai

biosorben alternatif untuk adsorpsi logam berat di perairan yang tercemar dan

mengandung logam Cd.

1.2 Rumusan Masalah

1. Bagaimana cara memodifikasi biji kelor menjadi adsorben yang efektif

untuk menyerap logam berat Cd?

2. Apakah teknik pelapisan magnetit pada biomassa dari biji kelor dapat

meningkatkan kemampuan adsorpsinya terhadap logam berat Cd?


4

1.3 Tujuan Penelitian

1. Menghasilkan adsorben yang efektif untuk menyerap logam berat Cd dari

biji kelor yang dimodifikasi dengan magnetit.

2. Mempelajari proses adsorpsi logam berat Cd oleh adsorben dari biji kelor

yang dimodifikasi dengan magnetit.

1.4 Manfaat Penelitian

Penelitian ini akan bermanfaat untuk mengatasi permasalahan pencemaran logam

berat pada lingkungan dengan memanfaatkan limbah agroindustri seperti biji

kelor sebagai adsorben sehingga akan mengurangi pencemaran di lingkungan.


BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Adsorpsi

Adsorpsi secara umum didefinisikan sebagai akumulasi sejumlah molekul,

ionatau atom yang terjadi pada batas antara dua fasa. Adsorpsi menyangkut

akumulasi atau pemutusan substansi adsorbat pada adsorben dan padahal ini dapat

terjadi pada antar muka dua fasa. Fasa yang menyerap disebut adsorben danfasa

yang terserap disebut adsorbat (Alberty and Daniel, 1987). Adsorpsi merupakan

proses akumulasi adsorbat pada permukaan adsorben yang disebabkan oleh gaya

tarik antar molekul atau suatu akibat dari medan gaya pada permukaan padatan

(adsorben) yang menarik molekul-molekul gas, uap, atau cairan. Gaya tarik-

menarik dari suatu padatan dibedakan menjadi dua jenis gaya, yaitu gaya fisika

dan gaya kimia yang masing-masing menghasilkanadsorpsi fisika (physisorption)

dan adsorpsi kimia (chemisorption) (Oscik,1982).

Adsorpsi fisika adalah proses interaksi antara adsorben dengan adsorbat yang

melibatkan gaya-gaya antar molekul seperti gaya Van der Waals, sedangkan

adsorpsi kimia terjadi jika interaksi adsorben dan adsorbat melibatkan

pembentukan ikatan kimia. Dalam proses adsorpsi melibatkan berbagai macam

gaya yakni gaya Van der Waals, gaya elektrostatik, ikatan hidrogen serta ikatan

kovalen (Martell and Hancock, 1996). Untuk mengatasi masalah yang


6

ditimbulkan oleh ion-ion logam terlarut terutama yang banyak berasal dari limbah

industri dengan konsentrasi yang cukup tinggi, perlu dilakukan upaya untuk

mengurangi kerugian yang muncul dengan cara meminimalkan kadar ion logam

terlarut dalam limbah sebelum dilepaskan ke lingkungan (Sinaga, 2009). Salah

satu upaya untuk menurunkan pencemaran ion logam berat adalah melalui metode

adsorpsi (Alloway and Ayres, 1997).

2.1.1 Faktor-faktor yang mempengaruhi proses adsorpsi

a. Sifat logam dan ligan

Sifat ion logam yakni: (1) ukuran ion logam, makin kecil ukuran ion logam maka

kompleks yang terbentuk semakin stabil, (2) polarisabilitas ion logam, makin

tinggi polarisabilitas ion logam maka kompleks yang terbentuk semakin stabil,

dan (3) energi ionisasi, makin tinggi energi ionisasi suatu logam maka kompleks

yang terbentuk semakin stabil.

Sifat ligan yakni: (1) kebasaan, makin kuat basa Lewis suatu ligan maka semakin

stabil kompleks yang terbentuk, (2) polarisabilitas dan momen dipol, makin tinggi

polaritas dan polarisabilitas suatu ligan makin stabil kompleks yang terbentuk,

dan (3) faktor sterik, tingginya rintangan sterik yang dimiliki oleh ligan akan

menurunkan stabilitas kompleks (Huheey et al., 1993).

b. Pengaruh pH sistem

Selain dari faktor interaksi ion logam dalam logam, pelarut, pH sistem juga

berpengaruh dalam proses adsorpsi. Pada kondisi pH tinggi maka silika gel akan

bermuatan netto negatif (kondisi larutan basa), sedangkan pada pH rendah

(kondisi larutan asam) akan bermuatan netto positif sampai netral (Spiakov,
7

2006). Pada pH rendah, permukaan ligan cenderung terprotonasi sehingga kation

logam juga berkompetisi dengan H+ untuk terikat pada ligan permukaan. Pada pH

tinggi, dimana jumlah ion OH- besar menyebabkan ligan permukaan cenderung

terdeprotonasi sehingga pada saat yang sama terjadi kompetisi antara ligan

permukaan dengan ion OH- untuk berikatan dengan kation logam (Stumand

Morgan, 1996).

2.1.2 Parameter Adsorpsi

a. Kinetika Adsorpsi

Kinetika adalah deskripsi laju reaksi. Kinetika adsorpsi tergantung pada luas

permukaan partikel. Urutan reaksi mendefinisikan ketergantungan laju reaksi pada

konsentrasi spesies yang bereaksi. Orde reaksi ditentukan secara empiris, tetapi

tidak berkaitan dengan stoikiometri reaksi. Sebaliknya, kinetika diatur oleh proses

mekanisme, yaitu dengan jumlah spesies yang bertabrakan untuk terjadinya

reaksi. Selain itu, kinetika juga dapat digunakan untuk menentukan kecepatan

adsorpsi yang berlangsung dan menentukan kapasitas keseimbangan yang dapat

dimanfaatkan dalam situasi yang dinamis dan praktis. Tingkat adsorpsi

keseluruhan dipengaruhi oleh perubahan sifat dan komponen pelarut, serta ukuran

partikel dan suhu. Kinetika reaksi adsorpsi juga tergantung pada gugus fungsional

dan konsentrasi. Tingginya tingkat substitusi gugus fungsional pada polimer inert

dapat meningkatkan laju reaksi keseluruhan (Allen et al., 2004).

Analisis kinetika didasarkan pada kinetika reaksi terutama pseudo orde pertama

atau mekanisme pseudo pertama bertingkat. Untuk meneliti mekanisme adsorpsi,

konstanta kecepatan reaksi adsorpsi kimia untuk ion-ion logam,digunakan


8

persamaan sistem pseudo order pertama oleh Lagergren dan mekanisme pseudo

order kedua (Buhani et al., 2010). Persamaan ini digunakan untuk menguji data

percobaan dari konsentrasi awal, suhu dan berat ion-ion logam dalam larutan

(Zhang et al., 2003). Model kinetika (pseudo urutan pertama dan persamaan orde

dua) dapat digunakan dengan asumsi bahwa konsentrasi diukur sama dengan

konsentrasi permukaan adsorben. Tingkat persamaan urutan pertama Lagergren

adalah salah satu yang paling banyak digunakan untuk adsorpsi zat terlarut dari

larutan cair (Liu et al., 2010). Untuk konstanta laju kinetika pseudo orde satu:

Dengan qe adalah jumlah ion logam divalen yang teradsorpsi (mg/g) pada waktu

keseimbangan, qt adalah jumlah ion logam divalen yang teradsorpsi pada waktu t

(menit), k1 adalah konstanta kecepatan adsorpsi (jam-1). Integrasi persamaan ini

dengan kondisi batas t =0 sampai t=t dan qt = qt, memberikan:

Dengan menggunakan regreasi linear dan mengalurkan ln(qe – qt ) terhadap t

diperoleh konstanta k1. Untuk konstanta kecepatan reaksi pseudo orde kedua

proses kemisorpsi:

Integrasi persamaan ini dengan kondisi batas t = 0 sampai t = t dan qt = 0 sampai

qt = qt, memberikan:
9

Dengan k2 konstanta keseimbangan order kedua kemisorpsi (g/mg.jam). Model

kinetika pseudo order kedua dapat disusun untuk mendapatkan bentuk linear :

(Zhang et al., 1998).

b. Isoterm Adsorpsi

Model kesetimbangan adsorpsi yang sering digunakan untuk menentukan

kesetimbangan adsorpsi adalah isotermal Langmuir dan Freundlich.

1. Isoterm Adsorpsi Langmuir

Menurut Oscik (1982), teori Langmuir menjelaskan bahwa pada permukaan

adsorben terdapat sejumlah tertentu situs aktif yang sebanding dengan luas

permukaan. Setiap situs aktif hanya satu molekul yang dapat diadsorpsi. Ikatan

antara zat yang teradsorpsi dengan adsorben dapat terjadi secara fisika atau secara

kimia. Ikatan tersebut harus cukup kuat untuk mencegah perpindahan molekul

yang telah teradsorpsi sepanjang permukaan adsorben.

Model adsorpsi isoterm Langmuir dapat dinyatakan dalam persamaan:

dimana C adalah konsentrasi kesetimbangan, m adalah jumlah zat yang

teradsorpsi per gram adsorben, b adalah kapasitas adsorpsi dan K adalah tetapan

kesetimbangan adsorpsi. Dengan kurva linier hubungan antara C/m versus C,

maka dapat ditentukannilai b dari kemiringan (slope) dan K dari intersep kurva.

Energi adsorpsi (Eads) yang didefinisikan sebagai energi yang dihasilkan apabila
10

satu mol ion logam teradsorpsi dalam adsorben dan nilainya ekuivalen dengan

nilai negatif dari perubahan energi bebas Gibbs standar, ΔG◦, dapat dihitung

menggunakan persamaan:

Dengan R adalah tetapan gas umum (8,314 J/mol K), T temperatur (K) dan K

adalah tetapan kesetimbangan adsorpsi yang diperoleh dari persamaan Langmuir

dan energi total adsorpsi adalah sama dengan energi bebas Gibbs (Oscik, 1982).

ΔG sistem negatif artinya adsorpsi beralangsung spontan.

Kurva isoterm adsorpsi Langmuir dapat disajikan seperti pada Gambar 1.

Gambar 1. Kurva isoterm adsorpsi Langmuir (Oscik and Cooper, 1994).

2. Isoterm Adsorpsi Freundlich

Model isoterm Freundlich menjelaskan bahwa proses adsorpsi pada bagian

permukaan adalah heterogen dimana tidak semua permukaan adsorben

mempunyai daya adsorpsi. Model isoterm Freundlich menunjukkan lapisan

adsorbat yang terbentuk pada permukaan adsorben adalah multilayer. Hal tersebut

berkaitan dengan ciri-ciri dari adsorpsi secara fisika dimana adsorpsi dapat terjadi

pada banyak lapisan (multilayer) (Husin and Rosnelly, 2005). Asumsi yang

digunakan :
11

1) Tidak ada asosiasi dan disosiasi molekul-molekul adsorbat setelah

teradsorpsi pada permukaan padatan.

2) Hanya berlangsung mekanisme adsorpsi secara fisis tanpa adanya adsorpsi

kimia.

3) Permukaan padat bersifat heterogen (Noll et al., 1992).

Bentuk persamaan Freundlich adalah sebagai berikut:

Dimana:

Qe = Banyaknya zat yang terserap per satuan berat adsorben (mol/g)

Ce = Konsentrasi adsorbat pada saat kesetimbangan

(mol/L) n = Kapasitas adsorpsi maksimum (mol/g)

Kf = Konstanta Feundlich (L/mol)

Persamaan di atas dapat diubah kedalam bentuk linier dengan mengambil bentuk
logaritmanya:

Sehingga kurva isoterm adsorpsinya disajikan pada Gambar 2.

Gambar 2. Kurva isoterm adsorpsi Freundlich (Rousseau, 1987).


12

Bentuk linear dapat digunakan untuk menentukan kelinearan data percobaan

dengan cara mengeplotkan C/Q terhadap Ce. Konstanta Freundlich Kf dapat

diperoleh dari kemiringan garis lurusnya dan 1/n merupakan harga slop. Bila n

diketahui Kf dapat dicari, semakin besar harga Kmaka daya adsorpsi akan semakin

baik dan dari harga Kf yang diperoleh, maka energi adsorpsi akan dapat dihitung

(Rousseau, 1987). Selain itu, untuk menentukan jumlah logam teradsorpsi, rasio

distribusi dan koefisien selektivitas pada proses adsorpsi ion logam terhadap

adsorben alga Spirulina sp dapat digunakan persamaan berikut:

Q = (Co-Ca)V/W (10)

Dimana Q menyatakan jumlah logam teradsorpsi (mg/g), Co dan Ca menyatakan

konsentrasi awal dan kesetimbangan dari ion logam (mmol/L), W adalah massa

adsorben (g), V adalah volume larutan ion logam (L) (Buhani et al., 2009).

2.2 Kelor

Tanaman kelor, menurut sejarahnya berasal dari kawasan sekitar Himalaya dan

India, kemudian menyebar ke kawasan disekitarnya hingga ke benua Afrika dan

Asia Barat. Di beberapa negara di benua Afrika seperti Ethiopia, Sudan,

Madagaskar, Somalia, Kenya dijadikan negara dengan program pemulihan tanah

yang kering dan gersang dengan ditanami kelor karena tanaman kelor mudah

tumbuh pada tanah kering dan gersang.

Di Indonesia, tanaman kelor mempunyai nama lokal yaitu kelor (Jawa, Sunda,

Bali, Lampung), Kerol (Buru), Marangghi (Madura), Moltong (Flores), Kelo

(Gorontalo), Keloro (Bugis), Kawano ( Sumba), Ongge (Bima), Hau fo (Timor).

Di daerah pedesaan, tanaman kelor sering ditemukan sebagai tanaman pagar


13

hidup, pembatas tanah atau penjalar tanaman lain. Penanaman kelor yang paling

umum dilakukan adalah dengan cara stek batang tua atau cukup tua. Caranya

dengan langsung ditancapkan ke dalam tanah. Persemaian biji kelor yang tua

dapat juga dijadikan bibit tanaman,namun jarang digunakan. (Aliya, 2006).

Tanaman kelor dapat dilihat pada Gambar 3 di bawah ini :

Gambar 3. Daun dan bunga tanaman kelor

Gambar 4. Buah tanaman kelor

Tanaman kelor merupakan leguminosa, maka bagus ditanam secara tumpang sari

dengan tanaman lain karena dapat menambah unsur nitrogen dari lahan. Pohon

kelor sering digunakan sebagai pendukung tanaman lada atau sirih. Daun, bunga,

dan buah mudanya, merupakan bahan sayuran yang digemari masyarakat didaerah

Melawi. Daun kelor telah banyak digunakan sebagai makanan ternak, terutama
14

sapi dan kambing maupun pupuk hijau. Remasan daunnya dipakai sebagai parem

penutup bekas gigitan anjing dan dapat dibalurkan pada payudara ibu yang

menyusui untuk menahan mengucurnya ASI yang berlebihan. Daun tanaman

kelor berdasarkan berat keringnya mengandung protein sekitar 27 persen dan kaya

akan vitamin A dan C, kalsium, besi dan phosphorous.

Akar kelor sering digunakan sebagai bumbu campuran untuk merangsang nafsu

makan, tetapi jika terlalu banyak dikonsumsi ibu yang sedang mengandung dapat

menyebabkan keguguran. Tumbukan halus akar dapat dibuat bedak untuk tapel

perut bayi yang baru lahir, sebagai pencegah iritasi kulit, dan sering digunakan

sebagai obat penyakit kulit (jerawat) dan bisul, serta parem untuk bengkak-

bengkak pada penyakit beri-beri dan bagi pengobatan kaki yang terasa pegal dan

lemah.

Gambar 5. Biji kelor kering

Gambar 6. Biji kelor yang dikupas


15

Biji kelor berkhasiat mangatasi muntah atau mual. Biji kelor yang masak dan

kering mengandung pterigospermin yang pekat hingga bersifat germisida. Biji tua

kelor yang dicampur dengan kulit jeruk dan buah pala dapat menjadi stimulan,

stomakhikum, karminatum, dan diuretikum. Biji kelor juga berkhasiat antitumor,

antiinflamasi, mengobati kutil dan penyakit kulit ringan, sariawan, lambung,

demam, dan rematik. Sedangkan biji tua dengan kulit biji kelor bisa digunakan

untuk penjernih air sebagai pengendap atau koagulan (Tilong, 2012).

Ekstrak biji memberikan efek perlindungan yang menurunkan lipid peroksida

hati, antihipertensi, senyawa isothiocyanate thiocarbamate dan glycosids telah

diisolasi dari fase asetat dari ekstrak etanol polong kelor. Pengolahan biji

dilakukan untuk penggunaan penjernih air, campuran kosmetik dan pembuatan

minyak kelor (Krisnadi, 2015; Kurniasih, 2013).

Biji kelor mempunyai zat-zat yang sangat bermanfaat bagi manusia. Biji kelor

mengandung zat aktif, yaitu 4-alfa-4-rhamnosyloxy-benzil-isothiocyanate yang

berfungsi mengabsorbsi sekaligus menetralkan tegangan permukaan dari partikel-

partikel air limbah. Puslitbang Permukiman Departemen Pekerjaan Umum, dan

laboratorium mikrobiologi ITB menjalin kerja sama melakukan penelitian tentang

biji kelor. Dalam pengujian di sebuah tong air berukuran 25 liter, biji kelor

mampu menyerap zat warna. Ternyata biji kelor memiliki kandungan kimia antara

lain myrosin, asam gliserid, asam palmitat, asam stearat, minyak, dan senyawa

yang bersifat bakterisidis. Biji kelor juga mengandung 40 persen minyak

berdasarkan berat kering.


16

Hasil penelitian yang telah dilaporkan, bungkil ampas perasan minyak moringa

masih banyak mengandung zat koagulan. Bungkil biji kelor dapat dikeringkan dan

disimpan, merupakan produk samping industri minyak moringa yang berguna.

Minyak biji kelor memiliki mutu gizi dan fungsional tinggi, dan juga memiliki

nilai jual (harga) yang tinggi. Minyak moringa adalah baik untuk minyak goreng

dan pembuatan sabun. Bagi masyarakat Malawi, minyak dari biji kelor secara

tradisional merupakan minyak goreng yang banyak dimanfaatkan di rumah

tangga. Minyak biji kelor dapat pula digunakan sebagai bahan kerosin atau

minyak untuk lampu teplok pengganti penerangan di daerah yang belum

menikmati listrik, bahkan berkembang sayuran biji moringa (kelor) di pasar

internasional baik dalam kaleng maupun dalam bentuk segar, serta keadaan beku

atau "chilled". Sayuran biji yang masih hijau dan segar dijual sebagai "drumstick"

di berbagai kota besar di Eropa.

Manfaat lain dari biji kelor yang sudah diteliti melalui Program UNDP (United

Nations Development Programme), yaitu biji kelor sebagai bahan penggumpal

untuk menjernihkan air secara cepat, murah, dan aman. Biji kelor juga berkhasiat

sebagai antibakteri. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Universitas Gajah

Mada, Yogyakarta, serbuk biji kelor mampu membersihkan 90 persen dari total

bakteri Eschericia coli dalam satu liter air sungai (Aliya, 2006).

2.3 Magnetit (Fe3O4)

Magnetit (Fe3O4) atau oksida besi hitam adalah oksida besi yang paling kuat

sifatmagnetitnya (Teja and Koh, 2008). Pemanfaatan magnetit yang berukuran

nanobanyak dimanfaatkan pada proses-proses industri (misalnya sebagai tinta


17

cetak)dan pada penanganan masalah-masalah lingkungan (misalnya sebagai

magneticcarrier precipitation process untuk menghilangkan ion logam pada air

limbah) (Cabrera et al., 2008). Magnetit merupakan ferimagnetik, satu dari

beberapa besioksida dan termasuk spinel, para peneliti dapat mensintesis partikel

nano Fe3O4dengan berbagai metode, misalnya metode sol-gel, hidrolisis

terkontrol, dankopresipitasi dalam air. Metode kopresipitasi merupakan metode

yang palingsederhana karena prosedurnya lebih mudah dan dapat dilakukan pada

suhu reaksiyang rendah (< 100 °C) (Xu et al., 2007). Penemuan baru

menunjukkan bahwa magnetit (Fe3O4) dapat dimanfaatkansebagai material pada

sistem pangangkutan obat-obatan atau Drug DeliverySystem (DDS), Magnetic

Resonance Imaging (MRI), dan terapi kanker. Agardapat diaplikasikan dalam

berbagai bidang tersebut, sangatlah penting untukmempertimbangkan ukuran

partikel, sifat magnetik, dan sifat permukaanpartikelnya (Cabrera et al., 2008).

2.4 Logam Kadmium (Cd)

Logam Kadmium (Cd) merupakan logam yang bernomor atom 48 dan massa

atom 112,41. Logam ini termasuk dalam logam transisi pada periode V dalam

tabel periodik. Logam Cd dikenal sebagai unsur chalcophile, jadi cenderung

ditemukan dalam deposit sulfide (Manahan,2001). Kelimpahan Cd pada kerak

bumi adalah 0,13 µg/g. Pada lingkungan akuatik, Cd relatif bersifat mudah

berpindah. Cd memasuki lingkungan akuatik terutama dari deposisi atmosferik

dan efluen pabrik yang menggunakan logam ini dalam proses kerjanya. Di

perairan umumnya Cd hadir dalam bentuk ion-ionnya yang terhidrasi, garam-

garam klorida, terkomplekskan dengan ligan anorganik atau membentuk

kompleks dengan ligan organik (Weiner,2008).


18

Cd di sedimen perairan yang tak terkontaminasi berkisar antara 0,1 sampai

1,0µg/g bobot kering. Pada umumnya di air permukaan, baik Cd terlarut maupun

partikulatnya secara rutin dapat terdeteksi. Koefisien distribusi Cd partikulat/Cd

terlarut pada perairan sungai di dunia berkisar dari 104 sampai 105. Fluks input

antropogenik secara global per tahun jauh melebihi emisi Cd dari sumber

alamiahnya seperti kegiatan gunung berapi, Windborne soil particles, garam-

garam dari laut dan partikel biogenik sampai dengan satu tingkatan magnitude

(Csuros and Csuros,2002).

Secara global sumber utama Cd adalah dari deposisi atmosferik, proses smelting

dan refining dari logam non ferrous, proses industri terkait produksi bahan kimia

dan metalurgi, serta air buangan limbah domestik. Hanya 15% saja dari deposisi

atmosferi yang berasal dari sumber-sumber alamiah. Diperkirakan 1.000 ton Cd

dilepaskan per tahun ke atmosfer dari smelters dan pabrik-pabrik yang mengolah

Cd. Pelepasan Cd ke dalam perairan alamiah sebagian besar berasal dari industri

galvanik, sumber lain polusi Cd adalah industri batrei, pupuk dan fungisida yang

mengandung Cd dan Zn juga merupakan sumber potensial polusi kedua logam ini

(Allen et al., 1998).

Kadmium (Cd) merupakan logam yang bersifat kronis dan pada manusia biasanya

terakumulasi dalam ginjal. Keracunan Cd dalam waktu yang lama membahayakan

kesehatan paru-paru, tulang, hati, kelenjar reproduksi dan ginjal. Logam ini juga

bersifat neurotoksin yang menimbulkan dampak rusaknya indera penciuman

(Anwar, 1996).
BAB III. METODE PENELITIAN

3.1 Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini akan dilaukan selama 5 bulan. Penelitian ini akan dilaksanakan di

Laboratorium LTSIT Universitas Lampung. Pengambilan bahan baku berupa

buah kelor (Moringa olaifera) yang berasal dari daerah Lampung dan Penentuan

kadar logam Cd yang teradsorpsi menggunakan spektrofotometer (UV-Vis) di

laboratorium LTSIT Universitas Lampung.

3.2 Alat dan Bahan

3.2.1 Alat

Alat-alat utama yang digunakan dalam penyerapan logam Cd menggunakan

adsorben dari biji kelor dengan pelapisan magnetit adalah gelas kimia, wadah

plastik, spatula, neraca analitis, pengaduk magnetik, batang pengaduk, oven, pH

indikator universal, alumunium foil, blender, shaker, sentrifius, tabung

erlenmeyer, pipet tetes, kertas saring Whatman No.42,spektrofotometer IR,

Difraktometer Sinar-X (XRD), dan spektrofotometer UV-Vis.

3.2.2 Bahan

Bahan utama yang digunakan dalam pembuatan adsorben adalah biji kelor kering.

Bahan tambahannya yakni NaOH 1,5 M, NaCl, CaCl2, HNO3 2M , dan H2O,
20

akuades, HCl 1 M, 3,96 g FeCl3.6H2O, 1,45 g FeSO4.4H2O,NH4OH 1M, air yang

tercemar logam Cd dengan konsentrasi 100 ppm, buffer sitrat,dan buffer posfat.

3.3 Cara Kerja

3.3.1 Penyiapan material biji kelor

Pada tahap pertama dilakukan preparasi bahan baku. Bahan baku dipisahkan dari

kulitnya. Kemudian bahan baku dikeringkan dengan sinar matahari selama 2 hari

Bahan baku dalam keadaan kering dikarbonisasi di dalam furnace selama 2 jam

dengan suhu pembakaran 600°C. Arang yang dihasilkan digiling di krus porselin,

kemudian diayak dengan ukuran 125 mesh. Kemudian arang diaktifasi di dalam

larutan aktivator 3% dengan variasi aktivator HCl, NaCl, CaCl2, dan waktu

aktivasi 20, 22, 24 jam. Sampel kemudian disaring dengan kertas saring, dan

dicuci dengan aquadest hingga pH 7. Sampel dikeringkan dalam oven dari suhu

kamar sampai suhu 110°C selama 2 jam. Berat akhir hasil pengeringan ditimbang

sampai mencapai berat konstan.

3.3.2 Pembuatan Magnetit (Fe3O4)

Sintesis magnetit dilakukan sesuai dengan prosedur Entezari et al., 2013 dan

Buhani et al., 2017. Sebanyak 3,96 g FeCl3.6H2O dilarutkan dalam 10 mL

aquades ( larutan A) dan 1,45g FeSO4.4H2O dilarutkan dalam 10 ml Aquades (

larutan B). Selanjutnya (larutan A) dicampur dengan (larutan B) disertai

pengadukkan hingga larutan menjadi homogen. Setelah larutannya homogen

ditambahkan NH4OH 1 M tetes demi tetes (kurang lebih sampai pH > 10,5)

sampai terbentuk endapan hitam. Kemudian campuran disonikasi selama 30

menit. Endapan hitam yang terbentuk disaring dengan kertas saring Whatmann
21

No.42. Setelah itu endapan tersebut dibilas dengan aquades dan etanol (60:40)

hingga pH ≈ 7. Endapan kemudian dioven pada suhu 60°C selama 2-3 jam hingga

berat konstan, selanjutnya digerus hingga halus menggunakan alat grinding.

3.3.3 Pelapisan Material dari Biji Kelor dengan Magnetit (Fe3O4)

Sebanyak 8, 16, dan 24 g material biji kelor yang telah dihidrolisis dilarutkan

dalam 150 mL dari 5 mg/mL Fe3O4. Kemudian dipanaskan selama 5 jam pada

170 °C untuk menghasilkan adsorben kulit singkong-magnetit. Adsorben tersebut

dihaluskan dengan ukuran 100 mesh (Taghvimi et al., 2016)

3.3.4 Karakterisasi Adsorben

Untuk mengetahui perubahan gugus-gugus fungsi dalam adsorben dilakukan

karakterisasi dengan menggunakan spektrofotometer IR. Analisis tingkat

kekristalan adsorben dilakukan dengan alat Difraktometer Sinar-X (XRD).

Identifikasi morfologi permukaan dan konstituen unsur menggunakan alat

Scanning Electron Microscopy With Energy Dispersive X-ray (SEM-EDX). Kadar

logam Cd yang teradsorpsi pada adsorben dilakukan analisis menggunakan

spektroskopi UV-Vis pada panjang gelombang maksimum logam Cd.

3.3.5 Uji Adsorpsi

a. Variasi pH

Sebanyak 50 mg adsorben dengan pelapisan magnetit dan tanpa pelapisan

magnetit dimasukkan masing-masing ke dalam labu erlenmeyer yang berbeda.

Kemudian ditambahkan 20 mL larutan air yang tercemar dengan konsentrasi yang

bervariasi, 0, 50, 100 200 ppm ditambahkan ke masing-masing labu Erlenmeyer.


22

Interaksi antara adsorben dan larutan air tercemar dilakukan selama 60 menit pada

pH tertentu (Suharso dan Buhani, 2010) Setelah pengadukan, adsorben dan

larutan dipisahkan menggunakan sentrifugasi. Filtrat yang diperoleh kemudian

dianalisis spektrofotometer UV-Vis pada panjang gelombang 664,00 nm (Bharathi

et al., 2013).

b. Laju Adsorpsi

Sebanyak 50 mg adsorben dengan pelapisan magnetit dan tanpa pelapisan

magnetit dengan konsentasi optimum dimasukkan masing-masing ke dalam labu

erlenmeyer yang berbeda. Kemudian ditambahkan 20 mL larutan metilen biru

dengan konsentrasi 100 ppm ditambahkan ke masing-masing labu erlenmeyer.

Selanjutnya larutan tersebut dikocok menggunakan pengaduk dengan variasi

waktu dari 5, 15, 30, 60, dan 120 menit. Masing-masing labu erlenmeyer dibuat

pH optimum dengan menggunakan larutan buffer sitrat digunakan untuk kisaran

pH asam, yaitu pada kisaran nilai pH 3.0 – 6.0. Sedangkan buffer posfat

digunakan pada pH basa, yaitu pada kisaran nilai pH 7.0 – 9.0. Setelah selesai,

adsorben dan larutan dipisahkan menggunakan sentrifugasi. Filtrat yang diperoleh

kemudian dianalisis dengan spektroskopi UVVis pada panjang gelombang

maksimum metilen biru 664,00 nm (Bharathi et al.,2013).

Setelah dilakukan penganalisisan, hasil yang diperoleh dari adsorben dengan

pelapisan magnetit dibandingkan dengan adsorben tanpa pelapisan magnetit.


23

c. Isoterm Adsorpsi

Sebanyak 50 mg adsorben dengan pelapisan magnetit dan tanpa pelapisan

magnetit dengan konsentasi optimum dimasukkan masing-masing ke dalam labu

erlenmeyer yang berbeda. Kemudian ditambahkan 20 mL larutan metilen biru

dengan konsentrasi 100 ppm ditambahkan ke masingmasing labu Erlenmeyer.

Masing-masing labu Erlenmeyer dibuat pH optimum dengan menggunakan

larutan buffer sitrat digunakan untuk kisaran pH asam, yaitu pada kisaran nilai pH

3.0 – 6.0. Sedangkan buffer posfat digunakan pada pH basa, yaitu pada kisaran

nilai pH 7.0 – 9.0. Setelah pengadukan, adsorben dan larutan dipisahkan

menggunakan sentrifugasi. Filtrat yang diperoleh kemudian dianalisis

spektroskopi UV-Vis pada panjang gelombang maksimum logam Cd (Bharathi et

al., 2013).

Setelah dilakukan penganalisisan, hasil yang diperoleh dari adsorben dengan

pelapisan magnetit dibandingkan dengan adsorben tanpa pelapisan magnetit.

Jumlah logam Cd yang teradsorpsi ditentukan menggunakan persamaan berikut

ini :

(𝐶𝑜− 𝐶𝑒 )
𝐴𝑑𝑠𝑜𝑟𝑝𝑠𝑖(%) = 𝑥 100
𝐶𝑜

Dimana Co dan Ce (mg/L) adalah konsentrasi ion logam sebelum dan setelah

proses adsorpsi.
24

DAFTAR PUSTAKA

A. Taghvimi, H. Hamishehkar, M. Ebrahimi, Magnetic nano graphene oxide as


solid phase extraction adsorbent coupled with liquid chromatography to
determinepseudoephedrine in urine samples, J. Chromatog. B, 1009 (2016)
66-72.

Alberty, R.A., and F. Daniel. 1987. Physical Chemistry. 5th ed. SI Version. John
Willey and Sons Inc. New York.

Aliya. 2006. Mengenal Teknik Penjernihan Air. CV Aneka Ilmu. Semarang.


Allen, R.G., Pereira, L., Raes, D., and Smith, M. 1998. Crop Evapotranspiration
– FAO Irrigation and Drainage Paper. Utah State University. USA.

Allen, S.J., G. Mckay, and J.F. Porter. 2004. Adsoption isotherm models for basic
dye adsorption by peat in single and binary component systems. J. of
Colloid and Sons Inc. New York.

Alloway, B.J., and D.C.Ayres. 1997. Chemical Principles of Environment


Pollution. 2nd Edition. Blackie Academic and Profesional. London.

Anwar, A. 1996. Menjaga Mutu Pelayanan Kesehatan. Pustaka Sinar Harapan.


Jakarta.

Bharathi, K.S. and Ramesh, S.T. 2013. Removal of Dyes using Agricultural Waste
as Low-cost Adsorbents. 3 (773‒790). Department of Civil
EngineeringNational Institute of TechnologyTiruchirappalli. India.

Buhani, Rinawati, Suharso, D.P. Yuliasari, Suripto D.Y. 2017. Removal of Ni(II),
Cu(II), and Zn(II) Ions from Aqueous Solution using Tetraselmis sp.
biomass Modified with Silica Coated Magnetite Nanoparticle. Desalination
and Water Treatment. Volume 80 :203–213.
25

Buhani, Suharso, Sumadi. 2010. Adsorption kinetics and isotherm of Cd(II) ion on
Nannochloropsissp biomassimprinted ionic polymer. Desalination. 259:140-
146.

Cabrera, L., S.Gutierrez,N.Menendez, M.P.Morales, P.Herrasti. 2008. Magnetite


Nanoparticles: Electrochemical Synthesis and Characterization.
Electrochimica Acta. Volume 53 (3436‒3441).

Csuros, M and Csuros, C. 2002. Sample Collection for Metal Analysis. A CRC
Press Company. Boca Raton.

Horsfall, M., Abia, A.A., and Spiff, A.I. 2006. Kinetic Studies on The Adsorption
of Cd2+, Cu2+ and Zn2+ Ions from Aqueous Solutions by Cassava (Manihot
sculenta Cranz) Tuber Bark Waste,Bioresour. Technol., 97, 283–291.

Huheey, J.E., E.A. Keiter. And R.L keiter. 1993. Inorganic Chemistry : Principle
of Structure and Reactivity. 4th edition. Harpelcolling College Publisher.
New York.

Husin, G. dan C. M. Rosnelly. 2005. Studi Kinetika Adsorpsi Larutan Logam


Timbal Menggunakan Karbon Aktif dari Batang Pisang (Tesis). Fakultas
Teknik Universitas Syiah Kuala Darrusalam. Banda Aceh.

Krisnadi, A.D. 2015. Kelor Super Nutrisi. Kelorina.com. Blora.

Kurniasih. 2013. Khasiat dan Manfaat Daun Kelor untuk Penyembuhan Berbagai
Penyakit. Pustaka Baru pess. Yogyakarta.

Liu, Q. Q., and Pan, C. Y., 2012, A Novel Route to Treat Wastewater Containing
Cationic Dyes, Sep. Sci. Technol., 47, 630.

Liu, Y., Y. Zeng, W. Xu, Xu, C.Yang., and J.Zhang. 2010. Biosorption
ofCopper(II) by Immobilizing Saccharomyces cerevisiae on the Surface of
Chitosan Coated Magnetic Nanoparticles from Aguaes Solution. Journal of
Hazardous Materials.177.676-682.

Martell, A. E., and R.D. Hancock. 1996. Metal complexes in Aqueose Solution.
Plenum Press. New York.
26

Noll, K,E., V. Gournaris, and W.S Hou. 1992. Adsorption technology for air and
water pollution control. Pp. 1-8. Lewis Publisher Inc.michigan.

Oscik, J. 1982. Adsorption. Jhon Willey and Sons. New York.

Oscik, J. and I. L. Cooper. 1994. Adsoption. Ellis Horwood Publisher, Ltd


Chichester.

Peng, Q., YunguoLiu, GuangmingZeng, WeihuaXu, ChunpingYang,


JingjinZhang. 2010. Biosorption of Copper(II) by Immobilizing
Saccharomyces Cerevisiae on the Surface of Chitosan-coated Magnetic
Nanoparticles from Aqueous Solution. Journal of Hazardous. Volume 177
(676‒688).

Rousseau, R. W. 1987. Handbook Of Separation Process Technology. John Wiley


and Sons Inc. United States. pp.67.

Sinaga, S. 2009. Studi Pemanfaatan Silika Gel Terlarut Kitosan Untuk


Menurunkan Kadar Logam Besi dan Seng Dalam Larutan Kopi. (Tesis).
Medan.

Spiakov, B.Y. 2006. Solid Phase Extraction on Alkyl Bonded Silica Gels in
Inorganics Analysis. Analytica Chimica Acta. 22: 45-60.

Stum. W. and Morgan, J.J., 1981. Aquatic Chemistry. John Wiley and Sons. New
York. 323-363.

Suharso and Buhani. 2011. Biosorption of Pb(II), Cu(II), and Cd(II) from
Aqueous Solution Using Cassava Peel Waste Biomass.Asian Journal of
Chemistry. Volume 23(3): 1112-1116

Suharso, Buhani, Sumadi. 2010. Immobilization of S. duplicatum Supported Silica


Gel Matrix and the Application on Adsorption-desorption of Cd(II), Pb(II)
and Cu(II) Ions using Continuous Method. Desalination-Elsevier. Volume
263: 64-69.
27

Teja, A. S. dan Koh, P. 2008. Synthesis, Properties, and Application of Magnetic


Iron Oxide Nanoparticles. Progress In Crystal Growth and Characterization
of Materials, 55: 22.

Tilong, A.D. 2012. Ternyata, Kelor Penakluk Diabetes. DIVA Press. Yogyakarta.
Weiner, E.R. 2008. Applications of Environmental Aquatic Chemistry, A practical
guide, 2nd Ed. CRC Press. Taylor and Francis Group.

Xu, C-Y, He, Kai, Zhen, L., Shao, En-Z.,2007, Hydrothermal Synthesis and
Chacterization of Single Crystalline Fe3O4 Nanowires with High Aspect
Radio and Uniformity, Materials Letter, Volum 61

Zhang, L. Y., G.X. Chend, and C. Fu. 2003. Synthesis and characteristic of
tyrosinase imprinted beads vis suspension polymerization. Reaction
functional Polymer. 56: 167-173.

Anda mungkin juga menyukai