Anda di halaman 1dari 17

MATA KULIAH EPIDEMIOLOGI LINGKUNGAN

“AKTIVITAS PENGELOLAAN, ANALISA DAMPAK DAN ALTERNATIF


PENANGANAN AIR ASAM TAMBANG DAMPAK KEGIATAN PERTAMBANGAN
DI AREA SETTLING POND PT. X, DI KABUPATEN BERAU, PROVINSI
KALIMANTAN TIMUR ”

TUGAS 2

OLEH
HAMAS MUSYADDAD ABDUL AZIZ
NPM : 25320908

PROGRAM MATRIKULASI
PROGRAM STUDI MAGISTER TEKNIK LINGKUNGAN
FAKULTAS TEKNIK SIPIL DAN LINGKUNGAN
INSTITUT TEKNOLOGI BANDUNG
2020
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL................................................................................................. i

DAFTAR ISI......................................................................................................... ii

DAFTAR GAMBAR................................................................................................ iii

A. Nama Kegiatan / Project ............................................................... 1

B. Pendahuluan Dan Deskripsi Kegiatan ........................................... 1

C. Evaluasi Kegiatan dengan Dampak Pengaruhnya terhadap

Lingkungan (Atmosfer, Hidrosfir, Litosfer, Sosiosfer) 2

C.1 Dampak terhadap Lingkungan Atmosfer ............................. 2

C.2 Dampak terhadap Lingkungan Hidrosfer.............................. 2

C.3 Dampak terhadap Lingkungan Biosfer ................................ 3

C.4 Dampak terhadap Lingkungan Litosfer................................ 3

C.5 Dampak terhadap Lingkungan Sosiosfer ............................. 5

D. Analisa Alternatif Penangan yang Dilakukan ................................... 6

D.1 Analisa Alternatif Penanganan AKtivitas Pengelolaan AAT .... 6

DAFTAR PUSTAKA .............................................................................................. 10

LAMPIRAN .......................................................................................................... 11

ii
DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Area pengelolaan Air Asam Tambang di Area Settling Pond A PT. X .... 2

Gambar 2. Area pengelolaan Air Asam Tambang di Area Settling Pond B PT. X..... 2

Gambar 3. Baku Mutu Air Limbah Kegiatan Pertambangan Batu bara sesuai

Perda Kaltim No 02 Tahun 2011......................................................... 4

Gambar 4. Desain Lime Injection untuk pengelolaan AAT metode aktif di PT. X..... 6

Gambar 5. Implementasi Lime Injection untuk pengelolaan AAT metode aktif

menggunakan batu kapur di settling pond PT. X ................................ 6

Gambar 6. Aktivitas pengelolaan air asam tambang metode aktif menggunakan

batu kapur di settling pond PT. X........................................................ 7

Gambar 7. Aktivitas pengelolaan air asam tambang metode aktif menggunakan

batu kapur di settling pond PT. X........................................................ 7

Gambar 8. Konsep Pengelolaan Lingkungan di Pertambangan, khususnya Air

Asam Tambang.................................................................................. 7

Gambar 9. Overburden management dalam upaya pencegahan air asam tambang

di daerah timbunan. Penggunaan metode dry cover untuk meminimalkan

kontak material sulfida terhadap udara dan/atau air............................. 8

iii
A. Nama Kegiatan / Project

“AKTIVITAS PENGELOLAAN, ANALISA DAMPAK DAN ALTERNATIF PENANGANAN AIR ASAM


TAMBANG DAMPAK KEGIATAN PERTAMBANGAN DI AREA SETTLING POND PT. X, KABUPATEN
BERAU, PROVINSI KALIMANTAN TIMUR ”.

B. Pendahuluan dan Deskripsi Kegiatan

Indonesia adalah salah satu negara penghasil batubara yang cukup besar. Jumlah sumber
daya batubara Indonesia berdasarkan informasi Direktorat Jenderal Mineral dan Batubara,
Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) memperkirakan cadangan batu bara
Indonesia masih cukup untuk dikeruk selama 62 tahun ke depan dari tahun 2020, angka 62 tahun
diperoleh dengan asumsi ada produksi batu bara 625 juta metrik ton per tahun yang saat ini
menjadi estimasi produksi pada 2023 (Sudjatmiko,2020). Batubara merupakan bisnis energi yang
paling besar. Saat ini sekitar 30% dari energi listrik yang dihasilkan dunia berasal dari batubara.
China merupakan pengguna batubara paling besar di dunia, dengan konsumsi sekitar 50% dari
konsumsi dunia atau diperkirakan mencapai nilai 4,1 milyar ton per tahunnya dan menghasilkan
sekitar 80 persen tenaga listrik yang ada di China. Jika dilihat dari laju pertumbuhan ekonomi
negara-negara Asia, diperkirakan pada tahun 2030 penggunaan batubara untuk memenuhi
kebutuhan energi listrik di Asia akan mencapai 7 milyar ton (Said, 2014). Dengan jumlah kebutuhan
yang besar tersebut, permintaan batubara di Asia akan terus meningkat. Sebagai salah satu negara
penghasil batubara di dunia, Indonesia berpeluang untuk terus meningkatkan hasil produksi
batubaranya.

Dengan semakin meningkatnya kegiatan penambangan batubara, potensi akan timbulnya


dampak negatif yang timbul akibat adanya kegiatan penambangan pun akan semakin meningkat.
Kegiatan penambangan merupakan kegiatan dengan daya ubah lingkungan yang sangat besar.
Kegiatan ini dapat mengakibatkan terjadinya perubahan lingkungan yang dapat memicu terjadinya
perubahan kimiawi yang berdampak pada kualitas air tanah dan air permukaan. Selain itu kegiatan
penambangan juga akan mengakibatkan terjadinya perubahan fisik berupa perubahan morfologi
dan topografi lahan. Lebih dari itu, iklim mikro pun akan turut mengalami perubahan akibat
berubahnya kecepatan angin, gangguan habitat biologi berupa flora dan fauna, serta penurunan
produktivitas tanah. Salah satu permasalahan yang terjadi pada saat penambangan batu bara
adalah masalah air asam tambang, yaitu air hujan atau air tanah yang tercampur dengan batuan
yang mengandung sulfida tertentu yang ada di dalam batubara, sehingga air tersebut bersifat
sangat asam dan biasanya mengandung zat besi serta mangan dengan konsentrasi yang tinggi.
Selain itu pada saat penambangan air tanah atau air hujan yang terkumpul di dalam kolam tambang
selain bersifat asam juga seringkali mengandung zat padat tersuspensi ( suspended solids) dengan
konsentrasi yang tinggi. Pada saat pengerukan atau penambangan batubara air tersebut harus
dikeringkan atau dibuang dan sebelum dibuang atau dialirkan ke badan air harus diolah terlebih
dahulu sampai memenuhi baku mutu sesuai dengan peraturan yang berlaku.

Keberadaan air asam tambang merupakan salah satu dampak penting akibat kegiatan
penambangan yang harus dikelola dengan serius dan bertanggung jawab. Hal ini dilakukan karena
sudah banyak kejadian pencemaran air asam tambang yang tidak dikelola dengan baik dan telah
menyebabkan pencemaran lingkungan selama ratusan tahun dan sampai saat ini masih
berlangsung. Misalnya di California Amerika Serikat, terdapat 10 bekas lokasi penambangan yang
menghasilkan air asam tambang dan mencemari lingkungan walau kegiatan penambangan telah
lama berhenti. Salah satunya adalah tambang merkuri New Idria yang merupakan tambang merkuri
tertua di California telah mencemari tanah pada area seluas 8.000 hektar mulai dari bagian dalam
daerah Coast Ranges East membentang sampai Taman Nasional Pinnacles. Tambang New Idria
beroperasi dari tahun 1854 sampai dengan 1970 tapi akibat pencemarannya masih terus
berlangsung dan diperkirakan terdapat 21 juta galon aliran air asam tambang keluar dari New Idria
dan masuk ke sungai lokal pada musim tertentu. Hal ini terjadi karena air bertemu dengan bijih besi
dan belerang dan menjadi air asam yang selanjutnya terjadi kebocoran selama bertahun-tahun.
Bocoran air terus mengalir melalui timbunan tailing sehingga melarutkan merkuri, arsenik, dan
logam berbahaya lainnya. Kondisi yang tidak jauh berbeda terjadi di tambang Iron Mountain Mine.

1
Ini merupakan tambang besi yang lokasinya paling terkonsentrasi aliran air asam tambang yang ada
di dunia. Air yang keluar dari Iron Mountain mempunyai pH -3,6, lebih asam 6.300 kali dari asam
baterai. Pada saat terjadi limpasan, aliran air asam masuk ke beberapa sungai yang selanjutnya
mengalir ke Waduk Keswick di Sungai Sacramento. Sungai ini asalnya merupakan sumber air minum
untuk Redding. Air larian dari tambang telah menyebabkan sebagian besar ikan mati di Sacramento
sejak tahun 1899 dan telah mencemari kurang lebih 20 lokasi. Kejadian kebocoran dalam satu
minggu di tahun 1967 telah membunuh 47000 ikan trout. Ini merupakan kebocoran ke 53 dari
tambang ini. Pemerintah Federal memperkirakan tambang Iron Mountain akan menghasilkan aliran
air asam sampai dengan 3000 tahun mendatang. Perlu dipahami bahwa apabila air asam tambang
sudah terbentuk, maka akan sulit sekali menghentikannya, kecuali salah satu komponen pembentuk
asam habis (Chris Clarke, 2015).

Dari pendahuluan tersebut , untuk memenuhi tugas epidemiologi lingkungan saya memilih
dan mengamati salah satu aktivitas di area tempat kerja saya , aktivitas tersebut dapat menjadi
dampak dari aktivitas tambang yang dapat mencemari lingkungan jika tidak di olah dengan baik
yaitu aktivitas pengelolaan air asam tambang di area settling pond PT. X . Settling pond adalah
kolam-kolam pengendapan yang berfungsi untuk mengendapkan partikel-partikel yang berasal dari
air yang dialirkan dari sump pit maupun run off disposal yang juga berfungsi sebagai stabilisasi pH.
PT. X merupakan salah satu perusahaan yang bergerak di bidang jasa kontraktor pertambangan
yang bertanggung jawab pada aktivitas penambangan di salah satu perusahaan pemilik IUP (Izin
Usaha Pertambangan) di wilayah Kab. Berau , Kalimantan Timur dengan luas area kerja
penambangan 5000 Hektar.

Air Asam Tambang (AAT), AAT merupakan salah satu dampak negatif yang ditimbulkan
oleh kegiatan penambangan karena dapat merusak lingkungan. Oleh karena itu , air asam tambang
penting untuk dikelola dengan baik terlebih pada kegiatan penambangan di daerah yang
mempunyai curah hujan tinggi. Air dari sumber mana pun yang terdapat di lokasi penambangan
adalah sesuatu yang harus diperhitungkan dan diperhatikan dengan baik keberadaannya. Air dapat
berperan sebagai reactant (pereaksi) dan media bakteri dalam proses oksidasi pembentukan air
asam tambang . Aktivitas pengolahan air asam tambang di area Settling pond PT. X merupakan
upaya – upaya yang dilakukan agar air yang mengalir dari aktivitas tambang keluar ke badan sungai
sudah sesuai baku mutu air yang di tetapkan oleh Perda Kaltim No 02 tahun 2011 tentang
pengelolaan kualitas air dan pengendalian pencemaran air , dimana Perda tersebut di terapkan di
area wilayah kerja PT. X .

C.

Gambar 1. Area pengelolaan Air Asam Gambar 2. Area pengelolaan Air Asam
C. Evaluasi Kegiatan dengan Dampak Pengaruhnya terhadap Lingkungan (Atmosfer,
Tambang di Area Settling Pond A PT. X Tambang di Area Settling Pond B PT. X
Hidrosfir, Litosfer, Sosiosfer)

Evaluasi Pengelolaan Air Asam Tambang untuk Mengantisipasi Perusakan Lingkungan

2
Air asam tambang yang dikenal sebagai air yang bersifat asam dengan ditandai memiliki
tingkat keasaman (pH) yang rendah sebagai hasil oksidasi mineral sulfida yang terdapat pada
batuan karena terpajan (terekspos) di udara dan teraliri oleh air. Batuan mengandung mineral
sulfida terekspos karena penggalian yang menyebabkan permukaan batuan bersentuhan
dengan udara dan air sehingga mineral sulfida teroksidasi yang menghasilkan air asam
tambang. Proses oksidasi mineral sulfida semakin cepat dengan kehadiran mikroorganisme
tertentu yang berperan sebagai reaktan, misalnya Acidithiobacillus ferrooxidans. Apabila air
asam tambang tidak dikelola dengan baik dan mengalir ke badan air (sungai, danau, air tanah,
dan sebagainya), maka akan menyebabkan kehidupan biota air menjadi terganggu atau bahkan
punah. Hal ini disebabkan keseimbangan lingkungan air terganggu karena air yang bersifat
asam dan mudah melarutkan logam-logam yang akan meracuni biota air.
Evaluasi dalam mencegah terbentuknya air asam tambang pada tahap awal dengan
mengidentifikasi batuan - batuan yang berpotensi membentuk asam atau tahap “karakterisasi”
apakah batuan tersebut termasuk sebagai jenis batuan penghasil asam ( Potential Acid Forming -
PAF) atau bukan penghasil asam (Non-Acid Forming – NAF). Tahap karakterisasi batuan perlu
dilakukan mulai sejak tahap eksplorasi, perencanaan, konstruksi, penambangan, dan pasca
tambang. Dengan mengetahui sebaran batuan PAF dan NAF, maka rencana pencegahan
terbentuknya air asam tambang akan menjadi lebih baik dan tepat. Apabila air asam tambang
telah terbentuk karena tidak dilakukan pencegahan sejak awal, walaupun berbiaya mahal tetapi
tetap harus dikelola. Tujuan utama pengelolaan air asam tambang adalah mencegah agar tidak
terbentuk air asam tambang lebih lanjut. Mencegah terbentuknya air asam tambang di
penambangan terbuka secara total susah dilakukan, terutama yang terbentuk di dinding dan
dasar tambang karena kegiatan penambangan masih berlangsung. Pencegahan umumnya
dilakukan di lokasi penimbunan batuan (ore, waste atau low-mid grade) atau dikenal sebagai
overburden management plan (Sayoga, 2012).

C.1 Dampak terhadap Lingkungan Atmosfer

Air asam tambang merupakan air bersifat asam dan mengandung zat besi dan
sulfat, yang terbentuk pada kondisi alami pada saat strata geologi yang mengandung
pyrite terpapar ke atmosfir atau lingkungan yang bersifat oksidasi (Said, 2014).
Dampak air asam tambang dari lingkungan atmosfir adalah pada penyerapan senyawa
– senyawa asam ke atmosfer sehingga dapat berevaporasi dan membentuk senyawa
asam kembali saat proses hujan dan dapat tersebar ke area yang lebih luas.

C.2 Dampak terhadap Lingkungan Hidrosfer

Dampak yang dapat ditimbulkan akibat air asam tambang terhadap lingkungan
hidrosfer adalah terjadinya pencemaran air, dimana komposisi atau kandungan air di daerah
yang terkena dampak tersebut akan berubah , contoh kasus pada lingkungan hidrosfer di
masyarakat sekitar tambang , air di sumur dapat berubah warna kuning serta berbau karat.

Selain itu dampak air asam tambang terhadap lingkungan biosfer berpengaruh pada
kualitas air permukaan dan kualitas air tanah , pada kualitas air permukaan terbentuknya air
asam tambang hasil oksidasi pirit akan menyebabkan menurunnya kualitas air permukaan.
Parameter kualitas air yang mengalami perubahan diantaranya pH, padatan terlarut, sulfat, besi
dan mangan. Kualitas air tanah Ketersediaan unsur hara merupakan faktor yang paling penting
untuk pertumbuhan tanaman.

3
Gambar 3. Baku Mutu Air Limbah Kegiatan Pertambangan Batu bara sesuai Perda
Kaltim
No 02 Tahun 2011

Sesuai Perda Kaltim No 02 Tahun 2011 tentang Baku Mutu Air Limbah Kegiatan
Pertambangan Batu bara . Pengelolaan air asam tambang harus sesuai dengan baku mutu yang
di tetapkan . Jika air sekitar mengandung Besi (Fe) dan Mangan (Mn) yang tinggi tidak sesesuai
baku mutu dapat sangat berbahaya bagi tubuh manusia dan sudah tentu tak boleh sampai
masuk ke dalam tubuh, Bahaya paparan zat besi dan mangan dalam jumlah banyak dan dalam
waktu lama bisa mengganggu organ pencernaan, kulit, hingga otak. Gangguan teknis dengan
saluran air, mesin pompa, atau kegiatan sehari-hari bisa terjadi karena adanya penyumbatan
yang diakibatkan oleh endapan Fe yang bersifat korosif.

C.3 Dampak terhadap Lingkungan Biosfer

Dampak terhadap lingkungan biosfer akibat usaha pertambangan contohnya hilangnya


vegetasi hutan pada kegiatan pembersihan lahan tambang (land clearing) menimbulkan dampak
pada penurunan kemampuan kawasan hutan untuk menyerap karbon, dan adanya karbon yang
terlepas ke atmosfer. Kegiatan untuk menyerap karbon sebesar-besarnya pada kegiatan
revegetasi lahan bekas tambang adalah suatu keharusan agar kawasan yang dihutankan
tersebut dapat menyerap karbondioksida dan dapat menekan pemanasan global. Kegiatan
penanaman pohon-pohonan untuk menyerap karbondioksida sebesar-besarnya pada kegiatan
reklamasi tambang akan memperbaiki fungsi lingkungan, keberlanjutan secara ekonomi, sosial
dan lingkungan (Witoro, 2007).
Dampak terhadap lingkungan biosfer akibat air asam tambang yang sangan telihat
adalah sulitnya tanaman tumbuh akibat rusak komponen-komponen tanah karena kandungan
bahan organik yang rendah juga menyebabkan rendahnya aktifitas dan populasi mikroba
(Romero et.al., 2005). Dapat menyebabkan suiltnya mencapai keberhasilan reklamasi
pertambangan (penanaman kembali lahan bekas tambang) Tanah yang asam banyak
mengandung logam logam berat seperti besi, tembaga, seng yang semuanya ini merupakan
unsur hara mikro. Akibat kelebihan unsur hara mikro dapat menyebabkan keracunan pada
tanaman, ini ditandai dengan busuknya akar tanaman sehingga tanaman menjadi layu dan
akhirnya akan mati.

C.4 Dampak terhadap Lingkungan Litosfer

Salah satu permasalahan lingkungan dalam aktivitas penambangan batubara adalah


terkait dengan Air Asam Tambang ( AAT) atau Acid Mine Drainage (AMD). Air tersebut

4
terbentuk sebagai hasil oksidasi dari mineral sulfida tertentu yang terkandung dalam batuan,
yang bereaksi dengan oksigen di udara pada lingkungan berair (Sayoga, 2007).

Pada awal kegiatan tambang, yaitu sejak penyelidikan (eksplorasi) atau tahap
perencanaan perlu dilakukan untuk mengetahui dan menghitung besarnya potensi air asam
tambang yang akan ditimbulkannya. Mengetahui potensi keasaman dari suatu tambang sangat
penting karena keasaman batuan tersebut baru merupakan potensi yang kehadirannya belum
tentu akan menjadi persoalan setelah dilakukan pengambilan (eksploitasi).

Timbulnya air asam tambang (Acid Mine Drainage) bukan hanya berasal dari hasil
pencucian batubara, tetapi juga dari dibukanya suatu potensi keasaman batuan sehingga
menimbulkan permasalahan kepada kualitas air dan juga tanah. Potensi air asam tambang
harus diketahui dan dihitung agar langkah – langkah preventif serta pengendaliannya dapat
dilakukan. Air ini terjadi akibat pengaruh oksidasi alamiah mineral sulfida (mineral belerang)
yang terkandung dalam batuan yang terpapar selama penambangan.

Dampak yang dapat ditimbulkan akibat air asam tambang pada listosfer (lapisan
batuan) adalah terjadinya pencemaran lingkungan, dimana komposisi atau kandungan air di
daerah yang terkena dampak tersebut akan berubah sehingga dapat mengurangi kesuburan
tanah, Degradasi lahan tambang meliputi perubahan bentang alam, perubahan kondisi fisik,
kimia dan biologi tanah, iklim mikro serta perubahan flora dan fauna (Siswanto dkk.,2012). Air
asam tambang yang mengalir pada lapisan penutup are apertambangan dapat menyebabkan
kerusakan sifat fisika dan kimia tanah sehingga mengubah komposisi tanah permukaan. Selain
merusak kondisi awal tanah, apabila tanagh di aliri air asam tambang juga dapat mempengaruhi
kinerja fungsi hidrolis dalam tanah, dan dapat menurunkan tingkat produktivitas tanah dan
batuan (Patiung, 2011).

C.5 Dampak terhadap Lingkungan Sosiosfer

Lingkungan sosiosfer atau lingkungan sosial erat kaitannnya kaitannnya dengan


perilaku manusia pada umumnya. Proses yang terjadi pada perubahan perilaku disebabkan oleh
kesadaran akan kebutuhan terhadap kesehatan yang terstimulasi sehingga timbul dorongan
atau motif untuk berubah, sehingga perlu dorongan untuk mengubah perilaku. Hal ini juga
terjadi di wilayah sekiatr PT X, di Kabupaten Berau, Kalimantan Timur

Terbentuknya air asam tambang di lokasi penambangan akan menimbulkan dampak


negatif terhadap lingkungan sosiosfer (masyarakat). Hasil pengamatan / observasi saya
terhadap masyarakat sekitar di sekitar area kerja PT.X mayoritas dari segi pendidikan masih
SMP dan SMA , hal ini di dapatkan dari data masyarakat sekitar yang bekerja di PT. X . Hal
tersebut dapat mempengaruhi pengetahuan atau pola pikir yang kurang memadai terhadap
penggunaan air sungai di sekitar tempat mereka tinggal. Selain itu masyarakat di sekitar PT.X
masih kental terhadap adat istiadat dan kepercayaan yang di anut oleh tokoh – tokoh
masyarakat yang ada . Jika pola pikir terhadap pemanfaatan air sungai yang tercemar salah dan
dianggap hal yang biasa untuk tetap di gunakan tanpa mengetahui kandungannya , dapat
menimbulkan dampak negatif apabila jika memanfaatkan air yang terdampak air asam
tambang tersebut antara lain yaitu : Dari segi kesehatan, 1. Mayoritas penduduk di sekitar PT.
X bermata pencaharian sebagai petani di lahan – lahan kosong sekitar area pertambangan dan
mencari ikan dari sungai sekitar aktivitas pertambangan, Jika Biota perairan tercemar dengan
kandungan besi (Fe) dan mangan (Mn) yang tinggi dapat berpengaruh pada kesehatan
masyarakat sekitar yang mengkonsumsi biota perairan tersebut dan juga saluran irigasi
pertanian jika menggunakan air yang memiliki kandungan Fe dan Mn tinggi akan berpengaruh
pada saat hasil panen , tentunya hal ini juga diperlukan penelitian lebih lanjut. 2. Dengan
kepadatan penduduk sekitar pertambangan yang menggunakan air sungai untuk kehidupan

5
sehari – hari termasuk memasak air minum dan keperluan kebersihan diri , jika menggunakan
air yang tercemar dapat berpengaruh juga terhadap kesehatan masyarakat tersebut.

D. Analisa Alternatif Penanganan yang Dilakukan


D.1 Analisa alternatif penanganan aktivitas pengelolaan air asam tambang

Pengelolaan air asam tambang dapat digolongkan menjadi dua yaitu pengelolaan: aktif dan
pengelolaan pasif.

1. Teknologi Pengolahan Air Asam Tambang Secara Aktif (Active Treatment)

Berdasarkan pengalaman saya di lapangan kerja . Teknologi Pengolahan Air Asam


tambang secara aktif (active treatment) sistem pengolahan aktif adalah pengolahan air asam
tambang dengan menggunakan bahan kimia alkali untuk meningkatkan pH air, menetralkan
keasaman dan pengendapan logam. masalah air asam tambang terjadi selama waktu
penambangan atau setelah reklamasi, rencana untuk mengolah air pembuangan harus
dikembangkan. Pengolahan air asam tambang meliputi netralisasi keasaman dan presipitasi ion
logam untuk memenuhi persyaratan baku mutu lingkungan. Berbagai metode alternatif
pengolahan dapat digunakan untuk memenuhi batas-batas yang ditentukan. Pengolahan air
asam tambang secara aktif (active treatment) umumnya menggunakan bahan kimia yang
mengandung kapur, bisa dalam bentuk CaCO3, Ca(OH)2, CaO atau penambahan soda kaustik
(NaOH) dan amoniak (NH3).

Untuk melakukan pemilihan sistem pengolahan aktif, beberapa hal yang harus
diperhatikan antara lain adalah debit aliran air baku, pH, total padatan tersuspensi (TSS),
keasaman atau alkalinitas dalam mg/l sebagai CaCO 3, konsentrasi Fe dan Mn, badan air
penerima dan penggunaannya, ketersediaan listrik, jarak antara penambahan bahan kimia dan
tempat air masuk ke kolam pengendap, volume serta bentuk kolam pengendap. Setelah
mengevaluasi variabel-variabel tersebut selama periode waktu tertentu, Enviro officer di tempat
saya bekerja dapat mempertimbangkan secara ekonomi terhadap bahan kimia berbeda dan
alternatif sistem pengolahan aktif tersebut . Implementasi di PT. X , Beberapa bahan kimia yang
sering digunakan di dalam pengolahan air asam tambang secara aktif antara lain adalah batu
kapur (limestone), kalsium hidroksida (hydrate lime), Kalsium oksida atau kapur tohor (quick
lime), soda api atau caustic soda, amoniak dan lainnya dengan menggunakan metode lime
injection di kolam settling pond . Meskipun efektif, pengolahan aktif mahal bila biaya peralatan,
bahan kimia, dan tenaga kerja dianggap sebagai pertimbangan .

6
Gambar 5. Implementasi Lime Injection
Gambar 4. Desain Lime Injection untuk untuk pengelolaan AAT metode aktif
pengelolaan AAT metode aktif di PT. X menggunakan batu kapur di settling pond PT.
X

Gambar
. 6. Aktivitas pengelolaan air asam Gambar 7. Aktivitas pengelolaan air asam
tambang metode aktif menggunakan batu tambang metode aktif menggunakan batu
kapur di settling pond PT. X kapur di settling pond PT. X
2. Teknologi Pengolahan Air Asam Tambang) Secara Pasif (Passive Treatment)

Sistem pengolahan air asam secara pasif umumnya mencontoh sistem lahan basah dan
proses alami lainnya, dengan modifikasi yang diarahkan untuk tujuan pengolahan khusus.
Dengan sistem tersebut mampu meningkatkan pH dan dapat menurunkan konsentrasi besi.
Pengelolaan air asam tambang harus dilakukan secara komprehensif, dimulasi sejak tahap
eksplorasi hingga tahap eksploitasi sehingga potensi dampak negatif pada tahap pascatambang
(mine closure) dapat diminimalkan. Hal ini penting untuk dipertimbangkan karena dari sudut
pandang perusahaan tentu kualitas lingkungan yang tidak sesuai baku mutu lingkungan di
pascatambang merupakan cost, terlebih tidak ada lagi aktivitas produksi untuk membiayai
kegiatan pengelolaan lingkungan tersebut.

Sistem pengelolaan air asam tambang secara umum dapat dilihat pada Gambar 8
dibawah ini. Upaya pencegahan air asam tambang harus dilakukan sejak tahapan eksplorasi
dimana sampel dari lubang bor eksplorasi ( drilling core) dilakukan pengujian laboratorium

7
yakni static test untuk mengetahui karakteristik batuan penutup ( overburden) yang akan
digunakan sebagai data dalam pembuatan model geokimia ( geochemical model). Dalam hal
perencanaan penambangan yang terintegrasi, model geokimia menjadi tahapan awal yang
penting guna mendapatkan berbagai informasi sebagai landasan dalam merencanakan tiap
tahapan penambangan.

Gambar 8. Konsep Pengelolaan Lingkungan di Pertambangan, khususnya Air Asam Tambang


(Abfertiawan, 2016)

Pada tahapan pembuatan model geokimia, tentu selain dari model cadangan batubara,
model yang harus dikembangkan yakni model persebaran batuan berpotensi membentuk asam
(Potentially Acid Forming/PAF) dan yang tidak berpotensi membentuk asam ( Non acid
forming/NAF). Model persebaran ini akan bermanfaat untuk mengetahui karakteristik dan
volume batuan penutup. Sehingga dapat dilakukan perencanaan terhadap disain daerah
penimbunan yang ditujukan untuk mencegah pembentukan air asam tambang. Tahapan ini
merupakan kunci sukses dari upaya pencegahan air asam tambang.

8
Hasil model geokimia tersebut menjadi dasar dalam melakukan perencanaan
penimbunan batuan penutup maupun tanah dan menjadi kunci keberhasilan dalam kegiatan
revegetasi. Ilustrasi tahapan metode pencegahan air asam tambang melalui enkapsulasi
material PAF dengan menggunakan NAF dapat dilihat pada gambar 9

Gambar 9. Overburden management dalam upaya pencegahan air asam tambang di daerah timbunan.
Penggunaan metode dry cover untuk meminimalkan kontak material sulfida terhadap udara dan/atau air
(Abfertiawan, 2016)

Selain pencegahan air asam tambang, tentu upaya-upaya pengolahan air asam
tambang juga menjadi bagian dari sistem pengelolaan air asam tambang. Hal ini dikarenakan,
salah satu sumber pembentukan air asam tambang terjadi selama kegiatan penambangan yakni
pit tambang dan kegiatan penimbunan yang belum final. Selama tahapan kegiatan-kegiatan
tersebut air asam tambang sulit untuk dihindari. Oleh karena itu, water management menjadi
hal yang harus diperhatikan sehingga air asam tambang dapat dikelola dengan baik sebelum
dialirkan ke badan air penerima. Pada intinya, air yang berasal dari pit penambangan dan
disposal harus masuk kedalam sistem pengolahan air asam tambang (dan kekeruhan akibat

9
erosi). Pengolahan air tambang dilakukan dengan berbagai alternatif teknologi, tergantung
dengan pertimbangan teknis dan non teknis.

Pemilihan sistem pengolahan air asam tambang secara pasif ditentukan berdasarkan
pertimbangan kualitas air yang akan diolah, karakteristik lokasi serta jumlah atau debit air yang
akan diolah. Salah satu model pengambilan keputusan untuk memilih sistem pengolahan air
asam tambang yang tepat dapat dilihat pada Gambar 24. (Hedin, 1994; Skousen,1998). Untuk
pengolahan air tambang yang bersifat basa (net alkaline) dengan konsentrasi besi yang tinggi,
tidak memerlukan penambahan alkalinitas. Dalam keadaan kondisi seperti ini beberapa hal yang
diperlukan agar pengolahan berjalan dengan baik adalah kondisi lingkungan oksidasi dan waktu
tinggal yang cukup untuk mengendapkan oksida logam yang terjadi. Hal ini dapat dilakukan
dengan membuat kolam pengendap dan jika diperlukan dapat dilanjutkan dengan lahan basah
aerobik (aerobic wetland).

DAFTAR PUSTAKA

Abfertiawan, M.S. 2016. Model Transpor Air Asam Tambang Melalui Pendekatan Daerah Tangkapan Air.

10
Disertasi Doktor. Institut Teknologi Bandung. Bandung

Arliani, Nurul. 2012. Aktivitas Pengolaan Air Asam Tambang PT. Bhumi Rantau Energi. Rantau

Dkk, Herniwanti. 2012. Simulasi Aliran Air Asam Tambang. Universitas Brawijaya. Malang

Gautama, R.S. (2014): Pembentukan, pengendalian dan pengelolaan air 448 Jurnal Sosioteknologi | Vol.

18, No 3, Desember 2019 asam tambang (acid mine drainage), ITB, Bandung.

Hedin, R. S., R. W. Nairn, and R. L. P. Kleinmann. 1994. Passive Treatment of Coal Mine Drainage.
Bureau

of Mines Inf. Circ. IC9389. US. Dep. of the Int., Bureau of Mines, Washington, DC.

Nurisman, E., Cahyadi, R., Hadriansyah, I., 2012. Studi Terhadap Dosis Penggunaan Kapur Tohor (Cao)

Pada Proses Pengolahan Air Asam Tambang Pada Kolam Pengendap Lumpur Tambang
Air Laya

PT. Bukit Asam (Persero), Tbk. Jurnal Teknik Patra Akademik Edisi 5: Palembang.

Said, Nusa Idaman. 2014. Teknologi Pengolahan Air Asam Tambang Batubara “Alternatif Pemilihan

Teknologi”. JAI Vo.7 No. 02. , Pusat Teknologi Lingkungan , BPPT.

Sudjatmiko. 2020. “Statistik Batubara Indonesia“, Dikompilasi oleh Tim Kajian Batubara Nasional

Kelompok Kajian Kebijakan Mineral dan Batubara, Pusat Litbang Teknologi Mineral dan

Batubara.

Sipahutar, Renni. 2013. Analisis Pengelolaan Limbah Air Asm Tambang di IUP Tambang Air Laya PT.
Bukit

Asam. Universitas Sriwijaya. Palembang

PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN TIMUR NOMOR 02 TAHUN 2011 TENTANG


PENGELOLAAN

KUALITAS AIR DAN PENGENDALIAN PENCEMARAN AIR

LAMPIRAN

11
Kondisi Settling Pond PT. X dalam mengelola air asam tambang sebelum di
alirkan ke badan sungai

Papan swa pantau harian pengukuran air asam tambang di tulis oleh petugas
pengambil sampel air

12
Pengambilan sampling harian di lakukan di kolam inlet dan outlet settling pond PT.
X

Aktivitas pengapuran di area settling pond PT. X

13
KELENGKAPAN FISIK SETTLING POND UNTUK MENUNJANG AKTIVITAS PENGELOLAAN AIR
ASAM TAMBANG DI PT. X

DOKUMENTASI KONDISI FISIK WMP PT. KJB & PT. HAA

NO JENIS KELENGKAPAN WMP 9 KJB KETERANGAN

1 PINTU AIR Tersedia

2 PONDOK KAPUR Tersedia

3 PAPAN INFORMASI Tersedia

4 PAPAN APD Tersedia

5 TITIK PENAATAN Tersedia

6 TITIK SAMPLING Tersedia

7 TANGGA INLET Tersedia

8 TANGGA OUTLET Tersedia

9 GORONG - GORONG Tersedia

14

Anda mungkin juga menyukai