Anda di halaman 1dari 23

i

DAFTAR ISI

DAFTAR ISI ..................................................................................................i


DAFTAR TABEL ........................................................................................ ii
BAB 1. PENDAHULUAN............................................................................ 1
1.1 Latar Belakang ...................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah................................................................................. 2
1.3 Tujuan Penelitian .................................................................................. 2
1.4 Manfaat Penelitian ................................................................................ 2
1.5 Keutamaan dan Kontribusi Terhadap Ilmu Pengetahuan ..................... 2
1.6 Temuan yang Ditargetkan .................................................................... 2
1.7 Luaran Penelitian .................................................................................. 3
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA .................................................................. 3
2.1 Kolong Bekas Tambang Timah ............................................................ 3
2.2 Pengertian Hidroponik Rakit Apung (Floating Raft System) ............... 3
2.2.1 Peran Media Tanam Rockwool .................................................... 4
2.2.2 Mekanisme Penyerapan dan Akumulasi Logam Berat Oleh
Tanaman ...................................................................................... 5
2.3 Morfologi Tanaman Serai Wangi (Cymbopogon citratus) ................... 5
BAB 3. METODE RISET ............................................................................ 6
3.1 Waktu dan Tempat Pelaksanaan ........................................................... 6
3.2 Alat dan Bahan yang digunakan ........................................................... 6
3.3 Variabel Riset ....................................................................................... 6
3.4 Tahapan Riset ....................................................................................... 6
3.5 Prosedur Riset ....................................................................................... 6
3.5.1 Uji Kualitas Air ............................................................................. 6
3.5.2 Aklimatisasi ................................................................................... 6
3.5.3 Penyiapan Tanaman Serai wangi ................................................... 7
3.5.4 Penanaman Tanaman Serai wangi ................................................. 7
3.5.5 Pemantauan Tanaman ................................................................... 7
3.6 Analisis data ......................................................................................... 7
3.7 Penyimpulan Hasil Penelitian ............................................................... 7
BAB 4. BIAYA DAN JADWAL KEGIATAN ............................................ 7
4.1 Anggaran Biaya .................................................................................... 7
4.2 Jadwal Kegiatan .................................................................................... 8
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................... 9
Lampiran 1. Biodata Ketua, Anggota dan Dosen Pendamping .................... 10
Lampiran 2. Justifikasi Anggaran Kegiatan ................................................. 22
Lampiran 3. Susunan Organisasi Tim Penyusun dan Pembagian Tugas ..... 24
Lampiran 4. Surat Pernyataan Ketua Pelaksana ........................................... 26
ii

DAFTAR TABEL
Tabel 4.1 Ringkasan Anggaran Biaya ........................................................ 7
Tabel 4.2 Jadwal Pelaksanaan Kegiatan ..................................................... 8
1

BAB 1. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Provinsi Kepulauan Bangka Belitung dikenal sebagai daerah yang kaya akan
sumber daya alam dan juga menyimpan hasil bumi yang kaya. Kepulauan Bangka
Belitung terletak dekat Provinsi Sumatera Selatan, dikenal sebagai satu-satunya
penghasil timah di Indonesia, bahkan nama Bangka sendiri berasal dari wangka
yang artinya timah. Potensi timah sebagai logam mulia membuat masyarakat
banyak melakukan penambangan illegal yang akhirnya management pelaksanaan
perbaikan lingkungan atau reklamasi diabaikan sehingga banyaknya kolong-kolong
bekas tambang timah sehingga membentuk genangan air yang memiliki pH rendah
dan kandungan logam tinggi.
Desa Berbura sebagai lokasi penelitian merupakan desa yang terletak
Kecamatan Riau Silip dan dulunya sebagai lokasi yang terdapat tambang timah
illegal yang dilakukan masyarakat. Hal ini menyebabkan banyaknya kolong
tambang yang terbengkalai dan yang lebih memprihatinkan masyarakat
menggunakan air kolong sebagai sumber air untuk keperluan sehari-hari seperti air
cucian ataupun MCK (Mandi Cuci Kakus). Air kolong tersebut dapat menimbulkan
beberapa masalah kesehatan seperti penyakit kulit kutu air, kurap, dan dapat
menimbulkan rusaknya jaringan penglihatan, pendengaran, ginjal, hati, lambung,
sel darah dan mengancurkan susunan syaraf pusat (otak) hingga kematian yang
dikarenakan pH yang rendah dan kandungan logam yang tinggi apabila belum
dilakukan pengolahan air, tetapi jika ingin digunakan untuk keperluan air minum
perlu diuji lebih lanjut di Dinas Kesehatan Kota Pangkalpinang sesuai dengan baku
mutu yang diterapkan oleh Dinas Kesehatan Kota Pangkalpinang .
Akar wangi merupakan salah satu (tanaman perennial) yang berbentuk
rumpun dengan memiliki perakaran yang rimbun serta tumbuh lurus ke dalam
tanah, termasuk golongan rumput (Poaceae) memiliki tinggi 0,5-1,5m. Tanaman
ini tahan terhadap logam berat, salinitas dan dapat tumbuh pada pH antara 3-11,5
sehingga dapat digunakan untuk memulihkan kondisi fisik dan kimia tanah yang
rusak. Pemanfaatan akar wangi (Vetiveria zizanioides L) sebagai fitoremediator
logam berat mempunyai pengaruh yang baik, karena selain mampu mengakumulasi
logam berat pada jaringan tanaman juga mempunyai daya penyesuaian yang luas
serta mampu tumbuh di berbagai lokasi (Gurnita, 2017).
Pada penelitian berikutnya juga memanfaatkan tanaman akar wangi dalam
menurunkan logam berat seng (Zn) dan tembaga (Cu) efektifitas penyerapan
tanaman akar wangi dalam meremediasi logam berat seng (Zn) mencapai 69,68%
dan logam tembaga (Cu) mencapai 82,4% dalam detensi waktu selama 21 hari
(As’ad, 2014). Penelitian ini memiliki prospek untuk dikembangkan juga pada
bidang pertanian dalam meningkatkan pertumbuhan dan produksi tanaman serai
wangi wangi (Cymbopogon nardus) yang lebih ramah lingkungan dan menuju
implementasi pertanian berkelanjutan, karena itu harapannya pada penelitian ini
jenis tanaman serai wangi (Cymbopogon nardus) dapat digunakan sebagai tanaman
2

penurunan logam berat dalam air menggunakan sistem hidroponik rakit apung
(floating roft system) sehingga dapat diaplikasikan pada air bekas kolong
tambang.
1.2 Rumusan Masalah
1. Bagaimana cara menertralkan air bekas kolong tambang yang
mengandung logam berat seng (Zn) dan tembaga (Cu) yang
tercemar akibat tambang illegal menggunakan tanaman serai wangi
(Cymbopogon nardus)?
2. Bagaimana metode penanaman tanaman serai wangi (Cymbopogon
nardus) hidroponik rakit apung yang tepat sebagai media penetralan
air ?
1.3 Tujuan Penelitian
1. Menganalisis kemampuan tanaman serai wangi (Cymbopogon
nardus) dalam menurunkan logam berat seng (Zn) dan tembaga
(Cu) dalam air yang telah tercemar di kolong bekas tambang timah.
2. Melakukan perancangan media tanam hidroponik rakit apung
(Floating roft system) menggunakan tanaman serai wangi
(Cymbopogon nardus).
1.4 Manfaat Penelitian
1. Memberikan informasi terkait alternatif pengolahan air kolong
bekas tambang timah ilegal di Desa Berbura.
2. Memberikan informasi baru bahwa terdapat bahaya dari
penggunaan air kolong bekas tambang timah tanpa dilakukan
penetralan pH dan logam beratnya.
1.5 Keutamaan dan Kontribusi Terhadap Ilmu Pengetahuan
Aktivitas pertambangan di Desa Berbura Riau Silip selama ini tidak diolah
kembali untuk mencegah terjadinya pencemaran lingkungan yang tidak ramah
lingkungan dalam penggunaan jangka panjang namun masyarakat setempat
mengelolahnya begitu bebas untuk keperluan sehari-hari seperti air cucian
ataupun MCK (Mandi Cuci Kakus) yang dapat menyebabkan air kolong tambang
tersebut dapat menimbulkan beberapa masalah kesehatan baik penyakit kulit
maupun masalah kesehatan didalam bagian tubuh maka, untuk menghindari hal
tersebut agar terhindar dari beberapa masalah penyakit dan mencegah terjadinya
pencemaran lingkungan yang tidak ramah lingkungan dalam penggunaan jangka
panjang peneliti melakukan penanaman tanaman serai wangi (Cymbopogon
nardus) dengan sistem penanaman hidroponik rakit apung (Floating roft system).
1.6 Temuan yang Ditargetkan
Temuan dalam penelitian ini yaitu tanaman serai wangi (Cymbopogon
nardus ) dapat menurunkan logam berat seng (Zn) dan tembaga (Cu) dari air yang
telah tercemar di lahan bekas tambang timah.
3

1.7 Luaran Penelitian


Luaran penelitian ini adalah laporan kemajuan, laporan akhir dan artikel
ilmiah. Selain itu, luaran dari penelitian ini adalah sistem tanaman serai wangi
(Cymbopogon Nardus) dalam menetralkan air kolong bekas tambang timah.

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA


2.1 Kolong Bekas Tambang Timah
Lubang bekas penambangan timah yang menurut istilah di wilayah Bangka
Belitung disebut kolong. Kolong merupakan istilah Bangka untuk menyatakan
lubang bekas tambang timah dengan sistem tambang semprot (hydraulic mining)
(Yusuf, Maulana. 2013). Kolong pun dapat disebut sebagai lahan bekas
penambangan yang berbentuk semacam danau kecil dengan kedalaman mencapai
40 meter (Inonu, Ismed. 2014).
Pernyataan tentang kolong tersebut menyimpulkan bahwa kolong
merupakan lubang bekas galian timah yang berbentuk seperti danau, berisi air dan
memiliki kedalaman rata-rata 4-5 meter, tetapi ada yang mencapai hingga 40
meter. Untuk memanfaatkan kolong bekas tambang timah ini, harus dilakukan
pengelolaan terlebih dahulu. Pengelolaan sumber daya air adalah upaya dalam
merencanakan, melaksanakan, memantau dan mengevaluasi kegiatan konservasi
sumberdaya air, pendayagunaan sumber daya air dan pengendalian daya rusak air
(Rohmat, D. dan Ruhiyat, D. 2014).
Sebelum dimanfaatkan kembali, air dalam kolong bekas tambang timah
tersebut harus diolah terlebih dahulu. Hal ini dikarenakan hasil penelitian
Wahyuni menyampaikan pencemaran logam pada penambangan timah
merupakan logam yang terdapat di alam sehingga kemudian mencemari perairan
dalam proses penambangannya (Wahyuni,H,dkk.2013). Kandungan logam yang
tinggi dijumpai di air dan sedimen kolong atau danau bekas tambang antara lain
Fe, Al, Pb, Zu, Cd, Zn, Cu (Meyzilia, Arvina dan Darsiharjo 2017).

2.2 Pengertian Hidroponik Rakit Apung (floating raft system)


Hidroponik merupakan budidaya tanaman dengan menggunakan air atau
tanpa tanah (Swastika et al., 2018). Terdapat beragam jenis hidroponik yang dapat
diterapkan, salah satunya adalah hidroponik sistem (floating raft) dan hidroponik
sistem DFT (Deep Flow Technique). Hidroponik sistem rakit apung merupakan
salah satu teknik budidaya berupa tanaman diletakkan pada lubang alat apung
yang mengapung di permukaan larutan air dan nutrisi (Yunindanova et al., 2018).
Keunggulan hidroponik sistem rakit apung diantaranya tanaman mendapatkan
suplai air dan nutrisi secara terus menerus sehingga lebih menghemat air dan
nutrisi, mempermudah perawatan karena tidak perlu penyiraman dan tidak
membutuhkan.
Menurut Susilawati (2019), pengembangan hidroponik memiliki kelemahan
yaitu memerlukan kebersihan peralatan yang perlu dirawat secara intensif dan
4

berkala. Kelemahan hidroponik rakit apung terletak pada kebersihan alat apung.
Alat apung yang digunakan biasanya adalah styrofoam. Styrofoam bersifat mudah
kotor dan berlumut apabila berada di air secara terus menerus dan lumut yang
menempel juga sulit dibersihkan pada rakit apung. Hidroponik sistem DFT (Deep
Flow Technique) memiliki keunggulan pada perawatan, seperti mudah
dibersihkan dan tanaman yang dihasilkan terjamin kebersihannya. Akan tetapi
untuk perancangan alat sendiri memerlukan biaya yang cukup mahal karena
banyaknya pipa PVC yang dibutuhkan untuk perancangan. Hidroponik DFT juga
harus membutuhkan daya listrik selama 24 jam untuk mempertahankan supaya air
bisa tetap mengalir. Sirkulasi aliran air yang terus menerus memerlukan biaya
yang tidak sedikit (Ningrum et al., 2014).
Hidroponik sistem rakit apung dan hidroponik sistem DFT memiliki
kelemahan yaitu sulit dibersihkan dan banyak menggunakan pipa dalam
perancangannya oleh sebab itu, dibutuhkan modifikasi rancangan hidroponik
sistem rakit apung menggunakan pipa DFT untuk mengatasi kelemahan tersebut,
yaitu dengan menyusun pipa DFT yang dibelah dua. Modifikasi ini bertujuan
untuk mempermudah perawatan dan menghasilkan produksi tanaman yang
optimal.
2.2.1 Peran Media Tanam Rockwool
Media tanam yang digunakan pada penelitian ini, yaitu rockwool dan zeolit.
Menurut Wibowo (2015), media tanam yang tepat adalah dengan menggunakan
media tanam yang dapat mempertahankan kelembaban dalam waktu relatif lebih
lama. Media tanam yang terlalu lembab mengakibatkan akar tanaman rentan
terhadap serangan jamur, sedangkan media yang terlalu poros juga tidak baik
untuk tanaman karena kekurangan air bisa menyebabkan daun menguning dan
keriput. Rockwool dibuat dengan melelehkan kombinasi batu dan pasir dan
kemudian campuran diputar untuk membuat serat yang dibentuk menjadi berbagai
bentuk dan ukuran. Proses ini sangat mirip dengan membuat permen kapas.
Bentuk bervariasi dari 1"x1"x1" dimulai dengan bentuk kubus hingga 3"x12"x36"
lempengan, dengan berbagai ukuran lainnya. Rockwool merupakan salah satu
media tanam yang paling baik dan cocok untuk sayuran. Rockwool dapat
menghindarkan dari kegagalan semai akibat bakteri dan cendawan penyebab layu
fusarium.
Berdasarkan hasil penelitian Saroh et al., (2016), bahwa pemakaian media
tanam dalam penelitian hidroponik sistem sumbu yang paling berpengaruh 12
terhadap pertumbuhan dan hasil produksi adalah media tanam rockwool,
sedangkan media tanam yang tidak berpengaruh terhadap pertumbuhan dan hasil
produksi adalah media tanam serbuk gergaji kayu. Kelebihan rockwool sebagai
media tanam adalah memiliki ruang pori sebesar 95% dengan daya pegang air
sebesar 80%. Sifat tersebut yang membuat rockwool dapat digunakan sebagai
media semai maupun media tanam.
5

2.2.2 Mekanisme Penyerapan dan Akumulasi Logam Berat Oleh Tanaman


Ada beberapa mekanisme penyerapan atau akumulasi logam berat oleh
tumbuhan atau tanaman dibagi menjadi tiga tahapan, yaitu:
1. Penyerapan oleh akar tanaman
Pada proses penyerapan polutan oleh tanaman, polutan-polutan diubah dalam
bentuk larutan tujuannya agar dapat diserap oleh akar tanaman. Senyawa-senyawa
yang dapat larut dalam air kemudian akan diserap oleh akar bersama dengan air
sedangkan senyawa-senyawa yang bersifat hidroponik diserap oleh permukaan
tanaman itu sendiri.
2. Translokasi logam dari akar ke bagian tanaman lain
Pada proses ini, setelah polutan menembus lapisan endodermis akar tanaman
kemudian diteruskan ke bagian atas tanaman melalui jaringan pengangkut (xilem
dan floem) ke bagian tanaman lainnya.
3. Lokalisasi logam pada sel dan jaringan
Pada proses ini tanaman berusaha untuk mencegah keracunan logam terhadap
selnya dengan cara menimbun logam di dalam satu organ tertentu seperti pada
akar bertujuan agar tidak menghambat proses metabolisme tanaman.
2.3 Morfologi Tanaman Serai wangi (Cymbopogon nardus)
Tanaman serai wangi merupakan tanaman dengan habitus terna perenial
yang tergolong suku rumput-rumputan. Tanaman serai wangi mampu tumbuh
sampai 1-1,5 m. Panjang daunnya mencapai 70-80 cm dan lebarnya 2-5 cm,
berwarna hijau muda, kasar dan memiliki aroma yang kuat. Serai wangi memiliki
akar yang besar dan merupakan jenis akar serabut yang berimpang pendek. Batang
serai wangi bergerombol dan berumbi, serta lunak dan berongga. Isi batangnya
merupakan pelepah umbi pada pucuk dan berwarna putih kekuningan. Namun ada
juga yang berwarna putih keunguan atau kemerahan, nutrisi, kondisi kekeringan,
cahaya, suhu dan stres baik secara kimia maupun fisik.Umumnya dikenal lima
jenis fitohormon yaitu: auksin, giberelin, sitokinin, etilen, dan ABA.
Auksin merupakan fitohormon yang tidak terlepas dari pertumbuhan dan
perkembangan (growth and development) suatu tanaman. Hal ini didukung dari
penelitian Widiastoety (2014) bahwa auksin berperan menstimulir pemanjangan
dan pembesaran sel. Zat pengatur tumbuh golongan auksin seperti NAA, IAA, IBA,
dan 2,4-D berfungsi dalam meningkatkan tekanan osmotik, permeabilitas sel,
mengurangi tekanan pada dinding sel, meningkatkan plastisitas dan
mengembangkan dinding sel, serta meningkatkan sintesis protein. Kombinasi
auksin dengan sitokinin akan menstimulir pembelahan sel dan memengaruhi
lintasan diferensiasi.
Menurut Widiastoety (2014) auksin tidak berfungsi bila tidak berinteraksi
dengan hormon lainnya. Secara fisiologi hormon auksin berpengaruh terhadap
pengembangan sel, phototropisme, geotropisme, apical dominansi, pertumbuhan
akar (root initiation, parthenocarpy), absisi, pembentukan callus, dan respirasi.
6

Ahli fisiologi menyatakan bahwa, tumbuhan juga mengandung tiga jenis auxin
lain yang strukturnya mirip dengan IAA, yaitu:
a) Asam 4 kloroindolasetat (4-kloro IAA), ditemukan pada biji muda berbagai
jenis kacang-kacangan.
b) Asam fenilasetat (PAA), ditemukan pada berbagai jenis tumbuhan.
c) Asam indolbutirat (IBA), ditemukan pada daun jagung dan berbagai jenis
tumbuhan.

BAB 3. METODE RISET


3.1 Waktu dan Tempat Pelaksanaan
Penelitian ini akan dilaksanakan di Desa Berbura yang terletak Kecamatan
Riau Silip. Proses penelitian ini diperlukan waktu selama 4 bulan.
3.2 Alat dan Bahan yang digunakan
Alat yang akan digunakan dalam kegiatan penelitian ini berupa Tds meter, pH
meter, ember, cangkul, styrofoam, bambu, tali, pemberat, gergaji, meteran, sarung
tangan, gunting sedangkan bahan yang akan digunakan berupa, bibit serai wangi
atau (Cymbopogon nardus), arang, ijuk dan lain-lain.
3.3 Variabel Riset
Variabel yang digunakan dalam riset ini meliputi variabel kualitatif dan
kuantitatif. Variabel kualitatif adalah karakteristik tanaman serai wangi
(Cymbopogon nardus) dan kualitas air, panjang akar, tinggi bibit, persentase
tumbuh, berat kering akar, berat kering tajuk, dan rasio tajuk/akar bibit. Variabel
kualitatif meliputi kelompok gram positif atau negatif.
3.4 Tahapan Riset
Penelitian ini dilakukan melalui 7 (tujuh) tahap yaitu tahapan uji kualitas air
menggunakan Tds meter dan pH meter, tahapan aklimatisasi, tahapan penyiapan
bibit tanaman serai wangi (Cymbopogon nardus), tahapan penanaman tanaman
serai wangi (Cymbopogon nardus) dan tahapan pemantauan tanaman dan yang
digunakan dalam riset ini meliputi variabel kualitatif dan kuantitatif, tahap analisis
data dan tahap penyimpulan hasil penelitian.
3.5 Prosedur Riset
3.5.1 Uji Kualitas Air
Pengujian kualitas air dilakukan pada lokasi kolong yang akan dilakukan
penanaman serai wangi (Cymbopogon nardus) dengan mengambil sampel air dari
kolong menggunakan alat water sampler kemudian air tersebut dimasukkan
kedalam wadah berupa botol yang telah dicuci dengan air aquades, dan mengukur
suhu ruangan serta melakukan pengujian menggunakan pH meter dan TDS meter
dengan waktu 2 menit hingga muncul nilai pH air yang ditampilkan pada alat dan
mencatat hasil derajat keasaman pH.
3.5.2 Aklimatisasi
Pada proses aklimatisasi, tanaman Serai wangi (Cymbopogon nardus)
dibersihkan terlebih dahulu menggunakan air mengalir agar kotoran-kotoran yang
7

berada pada bibit tanaman akan hilang. Proses aklimatisasi tanaman dilakukan
selama 7 hari dengan menggunakan sistem hidroponik rakit apung yang dilakukan
pada penelitian ini yang bertujuan untuk menyesuaikan tanaman dan beradaptasi
pada lingkungan baru.
3.5.3 Penyiapan Tanaman Serai wangi (Cymbopogon nardus)
Persiapan tanaman dilakukan dengan menyiapkan tanaman Serai wangi
(Cymbopogon nardus) sebanyak yang diperlukan. Dalam penggunaan tanaman
Serai wangi (Cymbopogon nardus), dilakukan untuk pemilihan tanaman yang
dipilih berdasarkan perkiraan umur yang sama melalui ciri morfologi tanaman
seperti jumlah rumpun, tinggi tanaman dan panjang akar tanaman.
3.5.4 Penanaman Tanaman Serai wangi (Cymbopogon nardus
Tanaman serai wangi yang sudah di aklimatisasi selama 1 minggu ditanam
pada media tanam selama 21 hari dengan tanah yang sudah direkayasa tercemar
logam Al dengan jumlah media tanam 3 kg tanah.
3.5.5 Pemantauan tanaman
Pemantauan tanaman dilakukan satu kali dalam 7 hari agar dapat mengetahui
kondisi perkembangan tanaman Serai wangi (Cymbopogon nardus) dengan sistem
hidroponik rakit apung.
3.6 Analisis Data
Data dari hasil penelitian dilakukan pengujian kualitas air terlebih dahulu
menggunakan pH meter dan uji laboratorium hasil yang didapat akan dilanjutkan
penanaman serai wangi (Cymbopogon nardus) menggunakan sistem hidroponik
rakit apung hasil yang didapat dari penelitian akan dibuat bentuk laporan akhir
yang disajikan secara deskriptif.
3.7 Penyimpulan Hasil Penelitian
Terdapat pencemaran air di Desa Berbura dari lahan bekas tambang dan
dilakukan penanaman tanaman serai wangi (Cymbopogon citratus) untuk
mengendalikan pencemaran lingkungan disajikan secara rinci dan jelas pada hasil
laporan akhir.

BAB 4. BIAYA DAN JADWAL KEGIATAN


4.1 Anggaran Biaya
Tabel 4.1. Ringkasan Anggaran Biaya
No Jenis Pengeluaran Sumber Dana Biaya (Rp)
1 Bahan Habis Pakai Belmawa 3.170.000
Perguruan Tinggi 391.000
2 Peralatan Penunjang Belmawa 996.000
Perguruan Tinggi 123.000
3 Perjalanan Belmawa 1.077.000
Perguruan Tinggi 123.000
4 Lain-lain Belmawa 979.000
Perguruan Tinggi 121.000
Jumlah 6.980.000,
8

Belmawa 6.222.000
Rekap Sumber Dana Perguruan Tinggi 758.000
Jumlah 6.980.000

4.2. Jadwal Kegiatan


Tabel 4.2. Jadwal Pelaksanaan Kegiatan
No Jenis Kegiatan Bulan Penanggungjawab
1 2 3 4
1. Pengambilan sampel Ifanza Zazide Araya
2. Pengujian Kualitas Air Rahmad Nurshaidin
3. Aklimatisasi David Sinuraya
4. Penyiapan Media tanam David Sinuraya
5. Penanaman Tanaman Serai Rosinta Sitorus
wangi
6. Pemantauan Tanaman Rosinta Sitorus
7. Analisis Data Nabila Putri
8. Penyimpulan Hasil Penelitian Ifanza Zazide Araya
9. Dokumentasi Nabila Putri

DAFTAR PUSTAKA

Inonu, Ismed. 2014. Pengelolahan Lahan Tailing Timah di Pulau Bangka. Hasil
Penelitian yang Dilakukan Dengan Prospek Kedepan. Universitas
Negeri Bangka Belitung: Program Studi Agroteknologi-FPPB
Rasyati, D., Daningsih, E., & Marlina, R. 2018. Pengembangan Media Praktikum
Hidroponik Rakit Apung Dan Rasio Nutrisi Yang Berbeda Untuk
Pertumbuhan Selada. Jurnal Pendidikan Dan Pembelajaran
Khatulistiwa, 7(12), 1–13.
Rohmat, D. dan Ruhiyat, D. 2014. Pengelolaan Sumberdaya Air. Sekolah
Pascasarjana UPI.
Saroh, Mai., Syawaluddin., dan I. Sari. 2016. Pengaruh Jenis Media Tanam Dan
Larutan Ab Mix Dengan Konsentrasi Berbeda Pada Pertumbuhan Da
Hasil Produksi Tanaman Selada (Lactuca sativa L) Dengan
Hidroponik Sistem Sumbu. Jurnal Agrohita Vol. 1 No.1.
Susilawati. 2019. Dasar Dasar Bertanam Secara Hidroponik. UPT.Penerbit dan
Percetakan.
Swastika, S., Yulfida, A., & Sumitro, Y. 2018. Buku Petunjuk Teknis Budidaya
Sayuran Hidroponik (Bertanam Tanpa Media Tanah). In Riau (ID):
Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Balitbangtan Riau, Badan
9

Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Kementerian Pertanian.


Wahyuni, H., dkk. 2013. Kandungan Logam Berat pada Air, Sedimen dan
Plankton di Daerah Penambangan Masyarakat Desa Batu Belubang
Kabupaten Bangka
Wibowo, Hendro. 2015. Panduan Lengkap Hidroponik. FlashBooks. Yogyakarta.
Widiastoety, D. 2014. Pengaruh auksin dan sitokinin terhadap pertumbuhan
planlet anggrek Mokara. J. hort 24 (3) 230-238
Yusuf, Maulana. 2013. Model Pengembangan Kolong Terpadu Pasca
Penambangan Timah di Wilayah Bangka Belitung. Dalam Jurnal
Makalah Ilmiah Sriwijaya, Volume XVIII, No 11, April 2011. Halaman
669-681

Anda mungkin juga menyukai