Disusun Oleh :
1. Wahyu Nur Fadlilah Dwi P. (17031010009)
2. Elda Prian Budi (17031010011)
3. Widiya Ningrum (17031010013)
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena atas
berkat dan Rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan makalah ini tepat pada
waktunya. Adapun makalah “ Pembuatan Pupuk Kalium Phospat Dari Limbah
Cair Pemasakan Rumput Laut Dan Asam Fosfat (H 3PO4) Dengan Proses
Kristalisasi “ ini diselesaikan dengan tujuan penyelesaian salah satu tugas dari
mata kuliah Pengelolaan Limbah Cair, Padat Dan Gas Program Studi Teknik
Kimia, Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur.
Pada kesempatan ini, penulis mengucapkan terima kasih kepada Ibu Ir.
Suprihatin, MT selaku dosen pengampu mata kuliah Pengelolaan Limbah Cair,
Padat Dan Gas.
Penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna.untuk itu
penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun demi
kesempurnaan makalah ini. Semoga makalah ini bermanfaat bagi pihak yang
membutuhkan.
Penulis
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR...........................................................................................i
DAFTAR ISI.........................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN
DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................27
BAB I
PENDAHULUAN
tepung fosfat dari Rembang (kadar P2O5 11,37%), abu kulit kapok, aquadest, dan
asam fosfat (H3PO4) 20%. Pada penelitian ini didapatkan hasil berupa pupuk
kalium phospat yang berbentuk granula dengan hasil yang didapat yaitu pengaruh
kadar abu terhadap kadar kalium pupuk yang dihasilkan, peningkatan kadar abu
kulit kapok dalam umpan akan menghasilkan pupuk kalium-fosfat dengan kadar
kalium yang lebih tinggi. Kadar kalium terbesar yang didapat adalah 1,88% untuk
proses menggunakan asam fosfat dan 2,09% dengan menggunakan aquadest.
Pengaruh kadar abu terhadap kadar fosfat (P2O5 ) pupuk yang dihasilkan, apabila
kadar abu kulit kapok semakin meningkat menyebabkan kadar fosfat (P2O5) dalam
pupuk menurun. Dengan meningkatnya kadar abu kulit kapok, maka jumlah
tepung fosfat yang ada dalam umpan semakin menurun sehingga secara nyata
kadar fosfat dalam pupuk menurun mengalami breakage dalam putaran pan
glanulator. Penelitian yang dilakukan oleh Ariani dkk (2015) mengenai ‘Peman
faatan Limbah Alkali Industri Rumput Laut dan Limbah Pickling Industri Pela
pisan Logam Sebagai Pupuk Anorganik’ didapatkan hasil yaitu kadar kalium seba
gai K2O dari hasil pengolahan limbah cair industri rumput laut tersebut berkisar
antara 0,08 - 0,12 % (800 – 1200 ppm) nilai tersebut lebih tinggi dari pada
standard sesuai SNI 02 – 2805: 2005 sebesar 600 ppm, dengan cara memban
dingkan nilai di atas dengan nilai mengikuti aturan pemakaian pupuk dengan cara
pemakaian bahwa 1 gr pupuk KCl dilarutkan dalam 1 liter air.
Dalam pengolahan limbah ini dilakukan dengan proses kristalisasi dengan
larutan asam fosfat dan limbah cair pemasakan rumput laut. Untuk melakukan
proses kristalisasi diperlukan pelarut sebagai (pendispersian) dengan menggu-
nakan aquadest hingga didapatkan larutan asam fosfat yang terdirpersi dengan
aquadest. Kemudian larutan tersebut dicampurkan dengan limbah cair pemasakan
rumput laut dan dilakukan proses pemanasan hingga terbentuk kristal yang
diinginkan.
I.2. Tujuan
Pembuatan pupuk kalium phospat melalui proses kristalisasi dari asam
fosfat dan limbah cair pemasakan rumput laut dengan tujuan :
1. Mempelajari tentang pengolahan limbah cair pemasakan rumput laut
2. Mempelajari proses kristalisasi pada pembuatan pupuk kalium phospat
3. Mengubah limbah cair pemasakan rumput laut menjadi produk berupa
pupuk kalium phospate
I.3. Manfaat
Pembuatan pupuk kalium phospat melalui proses kristalisasi dari asam
fosfat dan limbah cair pemasakan rumput laut dengan manfaat :
1. Dapat meningkatkan nilai guna dari limbah cair pemasakan rumput laut
2. Dapat mengurangi pencemaran lingkungan yang dihasilkan limbah cair
pemasakan rumput laut
3. Dapat mempelajari proses apa saja yang dapat digunakan untuk mengolah
limbah cair pemasakan rumput laut
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
II.1 Teori Umum
II.1.1 Rumput Laut
Rumput laut atau algae yang dikenal dengan nama Seaweed merupakan
bagian terbesar dari tanaman laut dan dapat digunakan oleh manusia sebagai
makanan dan obat-obatan. Secara umum rumput laut yang tersebar luas di
perairan di Indonesia sudah banyak dimanfaatkan oleh masyarakat pesisir untuk
makanan dan obat tradisional (LIPI, 2000). Rumput laut mempunyai manfaat
yang sangat beragam karena memiliki kandungan alginate, agaragar, karaginan
dan zat lain yang kaya akan iodium, kalium dan soda. Industri yang
memanfaatkan rumput laut antara lain kelompok industri makanan, kosmetik,
farmasi dan food supplement (Santi, 2008)
tinggi. Menurut Dina (2005) karakteristik limbah cair hasil pengolahan rumput
laut di PT.BI adalah kalium = 0,87% - 2,88%; klorida =1,37% - 2,41%; nitrogen
sebagai N-total = 0,03%, fosfor sebagai P2O5(x10-3) = 3,2% - 20.72% dan pH =
9,92 - 11.76. Menurut Setiawan (2007), Limbah cair industri rumput laut
mengandung NaCl, Kalium serta Lignin. Limbah cair tersebut bila dibuang
langsung ke sungai dapat menyebabkan pencemaran lingkungan, sehingga perlu
dilakukan pengolahan lebih dahulu sebelum dibuang ke Lingkungan. Pengolahan
limbah cair rumput laut dapat dilakukan sekalian untuk memanfaatkan unsur
kalium sebagai pupuk anorganik untuk tanaman.
(Ariani, 2015)
II.1.4 Pupuk
Pupuk merupakan kunci dari kesuburan tanah karena berisi satu atau
lebih unsur untuk menggantikan unsur yang habis terhisap tanaman. Jadi,
memupul berarti menambah unsur hara kedalam tanah (pupuk akar) dan tanaman
(pupuk daun). Pupuk mengenal istilah makro dan mikro. Meskipun balakangan ini
jumlah pupuk cenderung makin beragam dengan aneka kandungan, dari segi
unsur yang dikandungnya tetap saja hanya ada dua golongan pupuk, yaitu pupuk
mikro dan pupuk makro. Sebagai patokan adalah unsur yang dikandungnya.
jaringan dan titik tumbuh tanaman, serta memiliki peranan penting didalam
proses transfer energi.
Sumber utama pupuk fosfat adalah batu fosfat (phosphate rock). Batu
fosfat perlu melewati proses pengasaman atau pemanasan untuk mendapatkan
larutan fosfat. Contoh pupuk yang mengandung fosfor atau fosfat adalah triple
super phosphate (TSP). Pupuk ini mengandung unsur P sebanyak 40-4 8%.
Namun jenis yang saat ini banyak beredar dipasaran adalah SP-36.
Kekurangan fosfor pada tanaman menunjukkan gejala sebagai berikut :
1. Pertumbuhan kerdil
2. Daun berwarna hijau pucat, ungu, atau merah tua, terutama diujung dan tepi
daun
3. Beberapa daun berwarna hijau tua kebiruan, terutama bila tanaman tidak
memiliki kandungan nitrogen sama sekali
4. Tanaman selalu terlihat hijau dan terhambat untuk tua, kadang-kadang
meninggi dan kurus
5. Buah tidak terbentuk atau tidak tumbuh normal
6. Proses pembuahan terhambat dan produksi tanaman rendah
c. Kalium (K)
Kalium dibutuhkan untuk menyusun 1-4% bahan kering tanaman.
Proses ini terjadi didalam larutan sel. Kalium memiliki banyak fungsi.
Diantaranya mengaktifkan 60 enzim tanaman dan berperan penting dalam
sintesis karbohidrat dan protein.
Kalium juga meningkatkan kadar air pada tanaman, sehingga
meningkatkan ketahanan dan kemampuan tanaman terhadap stres kekeringan,
cuaca dingin, dan tingginya saliritan (kadar garam). Tanaman kekurangan
kalium akan rentan terhadap serangan penyakit.
Sumber utama pembuatan pupuk kalium adalah lapisan bawah danau
garam. Umumnya pupuk kalium berbentuk water soluble (larutan cair). Pupuk
dengan kandungan kalium yang biasa dipakai dan banyak beredar dipasaran
adalah KCl (pottasium chloride). Pupuk ini memiliki kandungan K2O 48-60%.
Kekurangan kalium pada tanaman menunjukkan gejala sebagai berikut :
sulfur, natrium, magnesium dan kalsium. Sedangkan unsur hara yang dibutuhkan
dalam jumlah relatif sedikit adalah besi (Fe), tembaga(Cu), mangan (Mn), seng
(Zn), silicon (Si), boron (B), molibdenum (Mo), vanadium (V) dan kobalt (Co) .
(Amini, 2005)
II.1.8 Peranan Kalium Bagi Tumbuhan
Pemupukan kalium memegang peranan yang sangat penting dalam
meningkatkan produksi suatu tanaman. Hara kalium merupakan hara makro bagi
tanaman yang dibutuhkan dalam jumlah banyak setelah N dan P. Kalium
merupakan agen katalis yang berperan dalam proses metabolisme tanaman,
seperti:
(1) Meningkatkan aktivasi enzim
(2) Mengurangi kehilangan air transpirasi melalui pengaturan stomata
(3) Meningkatkan produksi adenosine triphosphate (ATP)
(4) Membantu translokasi asimilat
(5) Meningkatkan serapan N dan sintesis protein
(Havlin et al., 1999)
Menurut Nursyamsi et al. (2004), bila ketersediaan kalium tanah rendah
maka pertumbuhan tanaman terganggu dan tanaman akan memperlihatkan gejala
kekahatan. Kadar dan dinamika hara K tanah perlu diketahui untuk menentukan
jumlah pupuk yang diberikan agar pemupukan efisien. Selain itu metode ekstraksi
untuk menetapkan kadar hara K dalam tanah juga harus sesuai untuk tanah dan
tanaman yang dikehendaki. Selanjutnya untuk memutuskan apakah suatu tanah
perlu dipupuk (dengan dosis tertentu) atau tidak maka batas kritis (critical level)
suatu hara untuk tanaman pada tanah tertentu perlu ditetapkan terlebih dahulu.
Batas kritis adalah kadar hara di dalam tanah dimana produksi atau kualitas
tanaman akan menurun bila hara tersebut ditambahkan ke dalam tanah. Bila kadar
hara tanah lebih rendah daripada batas kritis maka tanaman akan memberikan
respon yang tinggi terhadap pemberian pupuk. Sebaliknya bila kadar hara lebih
tinggi daripada batas kritis maka tanaman tidak respon terhadap pemberian pupuk.
Salah satu cara untuk menentukan batas kritis tanah dan kebutuhan pupuk suatu
tanaman pada tanah tertentu adalah melalui penelitian uji tanah.
Grafik 1. Hubungan Antara Tahun dengan Jumlah Produksi dan Konsumsi Pupuk
Dari grafik diatas dapat disimpulkan bahwa jumlah produksi pupuk
phospat disetiap tahun berbanding terbalik dengan jumlah konsumsi disetiap
tahun. Jumlah produksi pupuk phosphat disetiap tahun belum memenuhi
kebutuhan pupuk phospat. Dapat dilihat pada grafik konsumsi pupuk lebih besar
dibandingkan dengan jumlah produksi pupuk phospat.
II.1.15 Larutan
Larutan adalah suatu campuran homogen yang terdiri dari dua atau
lebih zat dalam komposisi yang bervariasi (Petrucci. 1985). Zat yang jumlahnya
lebih sedikit di dalam larutan disebut (zat) terlarut, sedangkan zat yang jumlahnya
lebih banyak daripada zat-zat lain dalam larutan disebut pelarut. Sebagai contoh,
jika sejumlah gula dilarutkan dalam air dan diaduk dengan baik, maka campuran
tersebut pada dasarnya akan seragam (sama) di semua bagian (Styarini, L. W.
2012). Sifat-sifat suatu larutan sangat dipengaruhi oleh susunan komposisinya.
Untuk menyatakan komposisi larutan tersebut maka digunakan istilah konsentrasi
larutan yang menunjukkan perbandingan jumlah zat terlarut terhadap pelarut
(Khikmah, N. 2015). Untuk jumlah terlarut yang berbeda pada setiap larutan,
maka dibutuhkan energi panas yang berbeda pula, yang nantinya akan
mempengaruhi titik didih larutan tersebut. Titik didih suatu larutan merupakan
suhu larutan pada saat tekanan uap jenuh larutan itu sama dengan tekanan udara
luar (tekanan yang diberikan pada permukaan cairan) (Wolke, 2003).
Suatu zat cair akan mendidih apabila molekul-molekul mendapat
energi yang cukup untuk membebaskan diri dari sesama molekul yang
selanjutnya berubah menjadi uap (Arlita, M. A. 2013). Ketika zat lain terlarut
dalam air maka bahan dari zat tersebut akan menjadi partikel-partikel, yang
nantinya partikel ini akan mengikat partikel air dan membebaskan diri menjadi
uap, dengan kata lain molekul-molekul air akan memerlukan energi yang lebih
tinggi untuk mendidih (Wolke, 2003). Waktu yang diperlukan untuk mendidih
pada larutan berbeda-beda tergantung besarnya jenis zat terlarut dan
konsentrasinya. Konsentrasi larutan adalah komposisi yang menunjukkan dengan
jelas perbandingan jumlah zat terlarut terhadap pelarut. Kelarutan dapat kecil atau
besar sekali, dan jika jumlah zat terlarut melewati titik jenuh, zat itu akan keluar
(mengendap di bawah larutan). Dalam kondisi tertentu suatu larutan dapat
mengandung lebih banyak zat terlarut dari pada dalam keadaan jenuh (Adha, S.
D. 2015)
II.1.16 Kelarutan
Kelarutan secara kuantitatif didefinisikan sebagai konsentrasi zat terlarut
dalam larutan jenuh pada temperatur tertentu. Secara kualitatif didefinisikan
sebagai interaksi spontan dari dua atau lebih zat untuk membentuk dispersi
molekuler homogen. Suatu larutan tidak jenuh atau hampir jenuh adalah larutan
yang mengandung zat terlarut dalam konsentrasi di bawah konsentrasi yang
dibutuhkan untuk penjenuhan yang sempurna pada temperatur tertentu. Larutan
jenuh adalah suatu larutan dimana zat terlarut berada dalam keadaan setimbang
dengan fase padat. Sedangkan larutan lewat jenuh adalah suatu larutan yang
mengandung zat terlarut dalam konsentrasi lebih banyak dari yang seharusnya
pada temperatur tertentu terdapat juga zat terlarut yang tidak larut (Widyanigsih,
2009).
Tabel 3. Solubility Kalium Phospat, Dikalium Phospat, dan Tri Kalium Phospat
pada 100 ml Aquadest
Solubility pada 100 ml
Senyaw aquades
a
Cold water Hot water
KH2PO4 14,8 83,5
K2HPO4 33 -
K3PO4 193,1 -
(Perry, 1999)
II.1.17 Kristalisasi
Kristalisasi adalah suatu pembentukan partikel padatan didalam sebuah
fasa homogen. pembentukan partikel padatan dapat terjadi dari fasa uap, seperti
pada proses pembentukan kristal salju atau sebagai pemadatan suatu cairan pada
titik lelehnya atau sebagai kristalisasi dalam suatu larutan (cair). Kristalisasi dari
suatu larutan merupakan proses yang sangat penting karena ada berbagai macam
bahan yang dipasarkan dalam bentuk kristalin, secara umum tujuan kristalisasi
adalah untuk memperoleh produk dengan kemurnian tinggi dan dengan tinggkat
pemunggutan (yield) yang tinggi pula.Salah satu sifat penting kristal yang perlu
diperhatikan adalah ukuran kristal individual dan keseragaman ukuranya (Sebagai
kristal bulk) Untuk alasan inilah distribusi ukuran kristal (Crystal Size
Distribution, CSD) harus selalu dikontrol (Mc Cabe et al, 1985). Kristalisasi juga
merupakan proses pemisahan solid-liquid, karena pada kristalisasi terjadi
perpindahan massa solute dari larutan liquid kepadatan murni pada fasa kristal
(Geankoplis, 1993).
II.1.19 Supersaturasi
Supersaturasi merupakan suatu kondisi dimana konsentrasi padatan
(solute) dalam suatu larutan melebihi konsentrasi jenuh larutan tersebut, maka
pada kondisi inilah kristal pertama kali terbentuk ada 4 metode untuk
membangkitkan supersaturasi, yaitu : Pengubahan suhu, penguapan solven, reaksi
kimia, dan pengubahan komposisi solven. Pembangkitan supersaturasi dengan
cara pengubahan suhu lebih dikenal dengan istilah Cooling, yaitu penurunan suhu
Apabila suatu larutan jenuh diturunkan suhunya maka konsentrasi jenuh larutan
tersebut akan turun, sehingga kondisi supersaturasi tercapai dan kristal mulai
terbentuk. Proses itu digambarkan pada grafik dibawah ini.
c
Konsentrasi
Temperature T
pada proses pelarutan jika ukuran kristal besar maka akan tumbuh jika
kecil maka akan terlarut.
2.) Nukleasi Sekunder
Nukleasi ini terbentuk jika kristal makroskopis ada di dalam magma.
Nukleasi disebabkan oleh fluida geser dan tumbukan antar kristal atau
kristal dengan dinding alat kristalisasi. Zat terlarut bisa menjadi Kristal
dengan cara difusi melalui fase zat cair ( Pinalia, 2011 )
Ada beberapa faktor yang dapat mempengaruhi kristalisasi yaitu sebagai berikut :
1. Temperatur
Pembentukan suatu kristal pada temperatur tinggi dikontrol oleh difusi,
sedangkan pada temperatur rendah dikontrol oleh Surface integrase.
2. Ukuran Partikel
Kecepatan pembentukan kristal lebih cepat pada ukuran yang lebih kecil
dibandingkan kristal besar. Biasanya berukuran sekitar 200 mikrometer
sampai 2 mm. Kristal besar mempunyai kecepatan terminal yang besar,
sehingga kecepatan pembentukannya rendah.
3. Zat pengotor (impurities)
Zat pengotor dapat merubah sifat larutan, konsentrasi kesetimbangan dan
supersaturasi, juga karakteristik kristal. Zat pengotor dapat memperlambat
jika zat pengotor teradsorpsi pada permukaan tertentu pada kristal sehingga
akan mengubah bentuk dari kristal.
4. Kelarutan
Larutan tidak mampu melarutkan padatan lagi, sehingga larutan akan
melewati titik kejenuhan, yang nantinya akan terbentuk suatu kristal/padatan
di dalam larutan lewat jenuh ( Fachry, 2008 ).
BAB III
PROSES PENGOLAHAN
Pemanasan 1000C
Proses
kristalisasi
Produk Kalium
Phosphate
DAFTAR PUSTAKA
Gardner, F.P., R.B. Pearce, and R.L. Mitchell. 1985. “Physiology of Crop Plant.
Alih Bahasa Susilo H. 1991. Jakarta: UI Press.
Geankoplis, C.J.. 1993. “Transport Processes and Unit Operations, 3 rd Edition”.
India: Asoke K. Ghosh, Prentice-Hall.
Hala, Y, dkk. 2018. “Analisis Potensi Limbah Cair Hasil Pengolahan Rumput
Laut Sebagai Pupuk Buatan”. (www.researchgate.net/publication/26
5102616). Diakses pada tanggal 5 Februari 2018 pukul 16.45 WIB.
Harianto B. 2007. “Cara Praktis Membuat Kompos”. Jakarta: Agro Media.
Havlin, J.L., J.D. Beaton, S.L. Tisdale and W.L. Nelson. 1999. “Soil Fertility and
Fertilizers An Introduction to Nutrient Management. 6 th ed”. New Jersey: