Anda di halaman 1dari 27

PROPOSAL PRA RANCANGAN PABRIK

PRA RANCANGAN PABRIK ORDINARY PORTLAND


CEMENT (OPC) DENGAN PENAMBAHAN BAHAN
BAKAR ALTERNATIF, GUNA MENUNJANG
INDUSTRI GREEN CEMENT KAPASITAS 700.000
TON/TAHUN. TUGAS KHUSUS PERANCANGAN
GRATE COOLER

OLEH

ALFI SYAHRIN RAMADHAN 190405024

DEPARTEMEN TEKNIK KIMIA


FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2023
LEMBAR PENGESAHAN
PROPOSAL SKRIPSI

PRA RANCANGAN PABRIK ORDINARY PORTLAND CEMENT (OPC)


DENGAN PENAMBAHAN BAHAN BAKAR ALTERNATIF, GUNA
MENUNJANG INDUSTRI GREEN CEMENT KAPASITAS 700.000
TON/TAHUN. TUGAS KHUSUS PERANCANGAN GRATE COOLER

DIAJUKAN OLEH:

ALFI SYAHRIN RAMADHAN


190405024

Diketahui/Disetujui,

Dosen Pembimbing Co-Pembimbing

Prof. Dr. Zuhrina Masyithah ST., M.Sc. Ir. Durain P. Siregar, ST. MT. IPM
NIP.19650101199031002 NIP. 3737

Koordinator Skripsi

Farida Hanum., S.T., M.T.


NIP.197806102002122003

i
LEMBAR PENGESAHAN
PROPOSAL SKRIPSI

PRA RANCANGAN PABRIK ORDINARY PORTLAND CEMENT (OPC)


DENGAN PENAMBAHAN BAHAN BAKAR ALTERNATIF, GUNA
MENUNJANG INDUSTRI GREEN CEMENT KAPASITAS 700.000
TON/TAHUN. TUGAS KHUSUS PERANCANGAN GRATE COOLER

DIAJUKAN OLEH:

ALFI SYAHRIN RAMADHAN


190405024

Diketahui/Disetujui,

Dosen Penguji I Dosen Penguji II

(………………….) (………………….)
NIP………………. NIP……………..

ii
PRAKATA
Puji dan syukur ke hadirat Allah Yang Maha Esa, karena atas berkat dan rahmat-
Nya penulis dapat menyelesaikan Proposal Skripsi dengan judul “Pra Rancangan
Pabrik Ordinary Portland Cement (Opc) dengan penambahan bahan bakar
alternatif, Guna Menunjang Industri Green Cement Kapasitas 700.000 Ton/Tahun
Tugas Khusus Perancangan GRATE COOLER”

Adapun tujuan dari penulisan ini adalah sebagai salah satu syarat untuk
menyelesaikan skripsi/tugas akhir di Fakultas Teknik, Departemen Teknik Kimia,
Universitas Sumatera Utara.
Dengan ini, penulis juga menyampaikan terima kasih kepada:
1. Prof. Dr. Zuhrina Masyithah ST., M.Sc. selaku Dosen Pembimbing atas
kesabarannya membimbing Penulis dalam proses penyusunan dan penulisan
skripsi pra prancangan pabrik ini.
2. Ir. Durain P. Siregar, ST. MT. IPM selaku Co-Pembimbing atas
kesabarannya membimbing Penulis dalam proses penyusunan dan penulisan
skripsi pra prancangan pabrik ini.
3. Maya Sarah, S.T., M.T., Ph.D., IPM selaku Ketua Departemen Teknik
Kimia, Fakultas Teknik, Universitas Sumatera Utara.
4. Farida Hanum S.T., M.T. selaku Koordinator Skripsi Departemen Teknik
Kimia, Fakultas Teknik, Universitas Sumatera Utara.
5. Seluruh mahasiswa Teknik Kimia Universitas Sumatera Utara yang telah
banyak memberi dukungan.
Penulis menyadari bahwa pra rancangan pabrik ini masih jauh dari
sempurna. Oleh karena itu, Penulis mengharapkan saran dan masukan demi
kesempurnaan proposal skripsi ini. Semoga pra rancangan pabrik ini dapat
memberikan manfaat bagi pengembangan dan kemajuan ilmu pengetahuan.
Medan,
Penulis

(Alfi Syahrin Ramadhan)

iii
DAFTAR ISI

BAB I.......................................................................................................................1
PENDAHULUAN...................................................................................................1
1.1. Latar Belakang..........................................................................................1
1.2. Rumusan Masalah.....................................................................................3
1.3. Tujuan Rancangan.....................................................................................4
1.4. Manfaat Rancangan...................................................................................4
1.5. Lingkup Rancangan...................................................................................5
BAB II......................................................................................................................6
TINJAUAN PUSTAKA..........................................................................................6
2.1. Semen........................................................................................................6
2.2. Jenis-jenis Semen......................................................................................6
2.3. Bahan Bakar Alternatif..............................................................................8
2.4. Spesifikasi Bahan Baku.............................................................................8
2.4.1. Batu Kapur (Lime Stone)....................................................................8
2.4.2. Tanah Liat (Clay)...............................................................................9
2.4.3. Batu Silika (Silica Stone).................................................................10
2.4.4. Pasir Besi (Iron Sand)......................................................................10
2.4.5. Gypsum............................................................................................11
2.5. Proses Pembuatan Semen........................................................................11
2.5.1. Proses Basah (Wet Process).............................................................11
2.5.2. Proses Kering (Dry Process)............................................................12
3.1. Dasar Reaksi Pembuatan Semen.............................................................12
3.2. Pemilihan Proses.....................................................................................13
BAB III..................................................................................................................14
DESKRIPSI DAN FLOWSHEET PROSES..........................................................14
3.1. Deskripsi Proses......................................................................................14
3.2. Tahap Penyediaan dan Persiapan Bahan Baku........................................14
3.3. Tahap Pengadaan Bahan Bakar...............................................................15
3.4. Tahap penggilingan awal bahan baku (pembentukan raw mix)..............16
3.5. Tahap Pembentukan Klinker...................................................................17
3.6. Proses Penggilingan Klinker Menjadi Semen.........................................18
3.7. Proses Pengantongan Semen...................................................................19

iv
DAFTAR TABEL
Tabel 2. 1 Komposisi Kimia Batu Kapur.................................................................8
Tabel 2. 2 Kandungan okida-oksida kimia pada tanah liat......................................9
Tabel 2. 3 komposisi kimia batu silika..................................................................10

v
BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Secara umum, semen adalah kumpulan komponen berbentuk serbuk yang
terdiri dari kalsium silikat dan bersifat hidrolis, semen didapatkan dengan cara
menggiling terak bersama dengan bahan tambahan berupa satu atau lebih bentuk
kristal kalsium sulfat dan dapat ditambahkan dengan bahan-bahan lain. Semen
merupakan salah satu bahan dasar yang dibutuhkan oleh program konstruksi
untuk berbagai infrastruktur. Selain itu, bahan ini juga digunakan untuk
menghasilkan berbagai komponen dasar seperti balok, batu bata dan ubin, atau
komponen yang sangat kompleks (Fitriyani, 2019).
Semen merupakan salah satu bahan baku komoditas strategis yang amat penting
dalam kehidupan pembangunan manusia modern. Pembangunan manusia modern identik
dengan pembangunan infrastruktur seperti pelabuhan, jalan, jembatan, bendungan,
rumah, sekolah, gedung perkantoran, dan lainnya. Melihat sifatnya yang vital dalam
pembangunan manusia modern, maka semen dapat dikategorikan sebagai komoditi yang
penting karena hampir 60 persen kebutuhan dasar proyek infrastruktur berasal dari
semen. Perkembangan produksi dan konsumsi semen di Indonesia terus mengalami
pertumbuhan yang signifikan (Marsden, 2014).
Industri semen merupakan industri yang sangat intensif menggunakan
energi dan potensial menimbulkan permasalahan lingkungan. Industri semen
merupakan salah satu industri yang menghasilkan emisi karbon terbesar di dunia.
Emisi karbon dioksida dihasilkan dari beberapa sumber yaitu proses kalsinasi dan
pembakaran bahan bakar, sehingga melaksanakan proses di kiln dengan efektif
mampu mengkonsumsi energi hanya 3,0 GJ/t clinker dibanding clinker biasa yang
membutuhkan energi lebih besar yaitu 3,7 GJ/t clinker (Fitriyanti, 2019).
Cadangan sumber daya energi fosil dunia termasuk Indonesia terus menurun
dari waktu ke waktu. Salah satu nya adalah batubara, yang akan habis dalam
waktu 86 tahun kedepannya. Sementara batu bara masih banyak menjadi bahan
bakar dengan pemakaian tertinggi, sedangkan untuk energi terbarukan masih
memerlukan investasi teknologi yang sangat tinggi sehingga kurang ekonomis.
Jumlah pemakaian batu bara di industri khusus nya industri saat ini terbilang

1
sangat besar, karena batu bara sebagai bahan bakar utama pembuatan klinker
industri. Hal tersebut mengakibatkan industri semen termasuk penyumbang emisi
CO2 yang cukup besar di atmosfer. Setiap tahun konsentrasi gas CO2 di atmosfer
mengalami kenaikan yang mengakibatkan kenaikan suhu bumi (Pamungkas,
2010).
Kesadaran masyarakat akan pelestarian lingkungan semakin meningkat
terkait dengan isu global warning sehingga pengembangan produk yang lebih
ramah lingkungan menjadi tren di seluruh dunia termasuk di dunia konstruksi.
Semua bahan bakar fosil mengeluarkan CO2, sedangkan bahan bakar biomassa
bersifat karbon netral yang dapat digunakan sebagai bahan bakar alternatif.
Namun, dalam penggunaan bahan bakar alternatif dibutuhkan perhatian khusus
terhadap pemilihan bahan bakar yang sesuai baik dari segi kuantitas yang
melimpah dalam jangka waktu yang lama dan memiliki kualitas yang memadai
untuk menggantikan bahan bakar konvensional seperti nilai kalornya (Deadolkar,
2016).
Menurut International Energy Authority, World Energy Outlook, jumlah
karbon dioksida yang dihasilkan industri semen menyumbang tujuh persen dari
keseluruhan karbon dioksida yang dihasilkan dari berbagai sumber. Industri
semen merupakan industri yang menggunaakan energi secara intensive dalam
setiap tahapan proses produksinya. Sumber bahan bakar yang paling umum untuk
industri semen adalah batubara. Kebutuhan energi tertinggi terdapat pada tahapan
kalsiner dan kiln. Penggunaan bahan bakar minyak bumi meningkatkan jumlah
karbondioksida yang dihasilkan. Sehingga, penggunaan energi alternatif dapat
mengurangi penggunaan energi fosil juga dapat menurunkan biaya produksi serta
aman bagi lingkungan. Energi alternatif yang digunakan dapat berasal dari limbah
seperti limbah pertanian, limbah industri, limbah sampah perkotaan, limbah ban
bekas, dan lumpur limbah dari pengolahan limbah. Pemanfaatan bahan bakar
alternatif memiliki kandungan karbon yang rendah dan ratio hidrogen terhadap
karbon yang tinggi (Fitriyani, 2019).
Menurut Grosse-Daldrup, 1996. Bahan bakar alternatif selain menghasilkan
jumlah karbon dioksida yang lebih kecil, juga telah terbukti memperpanjang umur

2
pakai refraktori dan juga mengurangi penurunan tekanan di menara preheater
sehingga memberikan keuntungan tambahan secara teknologi.
Di sumatera utara, terdapat potensi sumber daya alam batu kapur, sesuai
dengan terbitan sumatera utara membangun, tercatat di bahorok terdapat persedian
batu kapur yang tinggi mencapai 58 juta ton dan beberapa daerah lain di
kabupaten langkat menyimpan batu kapur dengan komposisi CaO 60% dan MgO
0,76%. Selanjutnya, menurut data badan pusat statistic 2020, produksi padi sawah
sumatera utara mencapai 2 juta ton pertahun yang berarti sangat banyak sekam
padi yang dapat dimanfaatkan sebagai bahan bakar alternatif. Serta untuk ban
bekas, di Indonesia permintaan ban mencapai 520 ribu unit pertahunnya dengan
per unit ban memiliki jangka waktu ketahanan tertentu.
Maka dari itu, potensi-potensi tersebut dapat dimanfaat untuk
memproduksi ordinary portland cement (opc) dengan penambahan bahan bakar
alternatif, guna menunjang industri green cement kapasitas 700.000 ton/tahun.

1.2. Rumusan Masalah


Industri semen adalah salah satu sumber penyumbang emisi karbon terbesar
di dunia. Emisi karbon dioksida industri semen dihasilkan dari beberapa sumber
yaitu proses kalsinasi, pembentukan clinker dan pembakaran bahan bakar. Batu
bara merupakan bahan bakar yang umum digunakan sampai sekarang, hal ini
dikarenakan jumlah batu bara yang melimpah dan memiliki panas yang stabil.
Menurut Deloalkar, 2016. Industri semen dapat menggunakan bahan bakar
alternatif dengan menggabungkan sekitar 20% - 40% bersama bahan bakar
konvensional (batu bara). Jika menggantikan 20% batu bara menjadi bahan bakar
alternatif, penghematannya mencapai 0,032 kg/kg klinker. Bahan bakar alternatif
yang dapat digunakan sangat beragam seperti sekam padi, ban bekas, plastik,
serbuk gergaji, ampas kopi dan sebagainya. Maka dari itu pabrik semen ini
dirancang dengan menggunakan bahan bakar alternatif untuk mengurangi emisi
karbon di dunia dengan menggantikan bahan bakar konvesional menjadi bahan
bakar alternatif secara sepenuhnya dengan memanfaatkan 80% sekam padi dan
20% ban bekas dengan pertimbangan untuk bisa memenuhi kebutuhan panas yang
diperlukan dalam industri semen.

3
Industri semen berbahan baku sumber daya alam seperti tanah liat, pasir
silika, batu kapur dan pasir besi. Industri semen merupakan salah satu
penyumbang emisi karbon terbesar di dunia yang tentunya akan merusak
lingkungan, ekosistem, dan merugikan masyarakat sekitar. Maka dari itu, untuk
mengurangi kerugian tersebut pabrik ini dirancang dengan memanfaatkan bahan
bakar alternatif sehingga dapat menunjang industi green cement. Dengan
pemanfaatan bahan bakar alternatif dapat menunjang industri semen tanpa
mengurangi kebutuhan semen di Indonesia.Beberapa pabrik semen telah
menerapkan penggunaan bahan bakar alternatif seperti semen gresik dan semen
Indonesia namun penggunaan nya hanya sebagai bahan bakar pendukung yang
tidak menggantikan bahan bakar konvensional secara sepenuhnya.

1.3. Tujuan Rancangan


Tujuan rancangan pabrik ordinary portland cement (OPC dengan
penambahan bahan bakar alternatif) untuk mengurangi emisi karbon yang
dihasilkan akibat penggunaan batu bara sebagai bahan bakar konvensional
terutama pada proses pembentukan clinker, proses kalsinasi, dan pembakaran
bahan bakar. Pabrik ini dirancangan untuk mengurangi penggunaan batu bara
yang tidak dapat diperbaharui dan memiliki emisi karbon yang besar dalam
penggunaannya,untuk dapat meminimalisir kerusakan lingkungan dan kerugian
masyarakat sekitar, serta dapat memanfaatkan bahan bakar alternatif yaitu sekam
padi dan ban bekas yang belum banyak dimanfaatkan di Indonesia. Berdirinya
pabrik ini diharapkan dapat memberikan lapangan pekerjaan pada masyarakat
sekitar sehingga dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

1.4. Manfaat Rancangan


Rancangan pabrik ordinary portland cement (opc) dengan penambahan
bahan bakar alternatif memiliki manfaat mengurangi emisi karbon, serta dapat
memanfaatkan sekam padi dan mengurangi limbah ban bekas. Rancangan pabrik
ini juga bermanfaat bagi investor yang akan mendirikan pabrik, dengan berdirinya
pabrik ini tentu dapat membuka lapangan pekerjaan masyarakat sekitar sehingga
dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Bagi penulis, rancangan pabrik ini
memiliki manfaat sebagai penerapan ilmu-ilmu yang sudah dipelajari oleh

4
penulis, seperti Perancangan Alat Proses, Perancangan Proses, Azas Teknik
Kimia, Utiltas, Ekonomi Teknik, dan sebagainya.

1.5. Lingkup Rancangan


Dalam Rancangan Pabrik ordinary portland cement (opc) dengan
penambahan bahan bakar alternatif, guna menunjang industri green cement
kapasitas 700.000 ton/tahun. Beberapa hal yang diperhatikan dalam rancangan
pabrik ini yaitu, bahan bakar alternatif yang digunakan yaitu sekam padi dan ban
bekas, serta unit GRATE COOLER yang digunakan untuk menunjang industri
green cement.

5
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Semen
Semen merupakan bahan perekat yang memiliki sifat mampu mengeras
jika dicampurkan dengan air. Semen tentunya dibuat dengan bahan-bahan yang
tersedia secara alami di bumi yang tentunya mengandung senyawa alami seperti
batu kapur, tanah liat, silika dan pasir besi. Semen dapat didefinisikan sebagai zat
perekat yang memiliki kemampuan menyatukan kepingan-kepingan atau sejumlah
partikel padat menjadi kesatuan yang kokoh (Yasjudan, 2021).
Secara umum semen dikenal di seluruh dunia sebagai Semen Portland
Biasa (OPC). Seiring berjalan waktu, semen khusus telah dikembangkan untuk
memenuhi kebutuhan konstruksi yang spesifik. Kemudian dikembangkan semen
dengan daya tahan lebih tinggi dengan penambahan bahan pengisi tertentu. Green
cement saat ini dikembangkan untuk mengurangi dampak kerugian yang
ditimbulkan dari emisi karbon, dengan meminimalisir pelepasan emisi karbon
dengan batas yang paling memungkinkan dengan mutu semen yang dihasilkan
(Deodalkar, 2016).

2.2. Jenis-jenis Semen


Menurut American Society for Testing and Materials, pembagian tipe
semen portland berdasarkan sifat fisika dan kimia untuk fungsi tertentu, semen
portland dibagi menjadi 5 yaitu :
1. Semen Tipe I
Semen tipe 1 yaitu Ordinary Portland Cement (OPC) yang terbuat dari
klinker dan gypsum. Semen ini dipakai untuk keperluan umum yang
tidak memerlukan persyaratan khusus, seperti ketahanan sulfat dari
tanah atau air, atau kenaikan suhu akibat panas hidrasi. Semen ini
digunakan untuk pembangunan trotoar, jembatan, waduk, gorong-
gorong, selokan dan saluran air.

6
2. Semen Tipe II
Jenis semen portland terdapat bahan aditif (selain gypsum) yang
ditambahkan yaitu batu kapur atau pozzolan. Semen jenis ini
digunakan untuk tindakan pencegahan terhadap kadar sulfat sedang,
seperti pada struktur drainase, meminimalisir kenaikan suhu saat beton
ditempatkan pada cuaca panas karena menghasilkan panas lebih sedikit
dan lebih lambat daripada semen tipe 1.
3. Semen Tipe III
Semen tipe 3 yaitu jenis Ordinary Portland Cement (OPC) yang
mengandung rasio kapur dan silika yang lebih tinggi daripada Tipe 1
yang diproduksi untuk mencapai pengerasan yang cepat. Semen ini
mengandung C3S yang lebih tinggi untuk kekuatan awal. Semen tipe 3
digunakan dalam konstruksi beton dan jalan.
4. Semen Tipe IV
Jenis Ordinary Portland Cement (OPC) yang diproduksi untuk
menghasilkan panas yang lebih rendah karena C3S dan C3A rendah.
Hal ini menyebabkan panas hidrasi yang lebih rendah. Kadar C3A
lebih rendah dengan penambahan Fe2O3 yang akan meningkatkan
C4AF. Kondisi ini yang mengurangi evolusi panas.
5. Semen Tipe V
Semen tipe 5 adalah semen yang tahan terhadap sulfat tinggi di
lingkungan konstruksi agresif tertentu. Semen ini sangat sesuai untuk
beton yang terkena pengaruh sulfat tinggi oleh air atau tanah. PPC
(portland pozzolan cement) adalah suatu semen hidrolis yang terdiri
dari campuran yang homogen antara semen portland dengan pozolan
halus, yang di produksi dengan menggiling klinker semen portland dan
pozolan bersama-sama, atau mencampur secara merata bubuk semen
portland dengan bubuk pozolan, atau gabungan antara menggiling dan
mencampur (Wibiseno, 2018).

7
2.3. Bahan Bakar Alternatif
Menurut Cahyono, 2008. Pemanfaatan energi alternatif dari biomassa akan
terus dikembangkan sampai tersedia sumber energi yang murah dan tersedia
berlimpah. Beberapa industri semen telah menerapkan penggunaan bahan bakar
alternatif sebagai penambah bahan bakar dalam inudstri semen, persentasi
penggunaan bahan bakar alternatif sebagai bahan bakar konvensional dapat terus
ditingkatkan. Bahan substitusi ini bisa dicampur dengan batu bara atau tanpa
dicampur dengan memperhatikan analisis nilai kalor dan kelayakan ekonomi.
Sekam padi sebagai bahan bakar alternatif digunakan agar dapat
mengurangi
ketergantungan terhadap penggunaan batubara yang suatu saat akan habis.
Penggunaan sekam padi dapat menyumbang panas kurang lebih 3300 kcal/kg.
Penggunaan 1 kg batubara dapat menggantikan sekitar 1,53 kg sekam padi pada
pembakaran kiln (Yiyin, 2021).

2.4. Spesifikasi Bahan Baku


2.4.1. Batu Kapur (Lime Stone)
Batu gamping atau sering disebut batu kapur oleh masyarakat Indonesia,
sementara itu istilah luarnya disebut “lime stone” terbentuk di lautan dangkal yang
berasal dari sedimen organik yang terbentuk dari cangkang, alga, dan pecahan-
pecahan sisa organisme. Batu kapur juga dapat berasal dari pengendapan kalsium
karbonat dari air danau ataupun air laut (Garinas, 2019).
Pada tabel 2.1. dapat dilihat komposisi kimia pada batu kapur yang dibutuhkan
pada pembuatan semen.
Tabel 2. 1 Komposisi Kimia Batu Kapur

Komponen Kadar (%)


CaCO3 96
SiO2 0,5-50
Al2O3 0,1-20
Fe2O3 0,2-5,9
Mn2O3 0,02-5,9
CaO 0,02-0,15

8
MgO 0,1-10
K2O 20-55
Na2O 0,2-6
SO3 0,3-5
Cl 0,0-1,5
TiO2 0,0-0,7
P2O5 0,0-0,8
Loss on Ignition (LOI) 2-44
Sumber: Alsop, 2019.
2.4.2. Tanah Liat (Clay)
Tanah liat umumnya tersusun atas partikel mikrokristalin dari
sekelompok mineral. Umumnya, lempung adalah material alami yang terutama
terdiri dari mineral berbutir halus, menunjukkan plastisitas bila dicampur dengan
kadar air yang sesuai dan menjadi keras saat dikeringkan atau dibakar. Lempung
lunak dicirikan oleh kekuatan tekan yang rendah dan kompresibilitas yang
berlebihan (Firoozi dkk., 2016).
Pada Tabel 2.2. dapat dilihat hasil Analisa oksida-oksida kimia pada
tanah liat (clay).
Tabel 2. 2 Kandungan okida-oksida kimia pada tanah liat

Komponen Kadar (%)


SiO2 48,29
Al2O3 21,04
Fe2O3 4,83
CaO 4,1
MgO 1,82
K2O 0,9
Na2O 4,09
SO3 1,16
TiO2 0,3
Sumber: Nugroho, 2002.

9
2.4.3. Batu Silika (Silica Stone)
Silika atau silikon dioksida (SiO2), adalah senyawa kimia berwarna putih
yang terbuat dari unsur-unsur umum yang secara alami terdapat di kerak bumi.
Silikon dioksida adalah komponen utama lebih dari 95% batuan, sehingga banyak
bahan bangunan, seperti beton, pasir, mortar, dan batu, mengandung silikon
dioksida dalam bentuk kristal silika; bahan ini digunakan dalam fabrikasi produk
konsumen seperti kaca, keramik, tembikar, batu bata, dan batu buatan (Carrieri
dkk., 2020).
Pada tabel 2.3. dapat dilihat komposisi kimia pada batu silika.
Tabel 2. 3 komposisi kimia batu silika

Komponen Kadar (%)


SiO2 96,24
Al2O3 1,13
Fe2O3 0,99
CaO 0,83
MgO 0,19
Lainnya 0,62
Sumber: Abbasi dkk., 2020
2.4.4. Pasir Besi (Iron Sand)
Pasir besi merupakan endapan pasir yang mengandung partikel besi,
umumnya terdapat di daerah pesisir. Pasir besi terbentuk dari batuan yang
mengandung mineral besi yang terkikis oleh cuaca, air permukaan dan gelombang
yang menumpuk dan terbawa gelombang laut. Warna pasir besi pada dasarnya
abu tua dan hitam (Aritonang dkk., 2019).
Pasir besi adalah pasir dengan persentase Fe berupa mineral magnetit
(Fe3O4), hematite (α- Fe2O3) dan maghemite (γ- Fe2O3) tinggi dan unsur pengotor
berupa Ti, Si, Mn, Mg, Ca dan V dengan warna abu-abu kehitaman. Penelitian
tentang sintesis dan modifikasi nanopartikel magnetite terus ditingkatkan, karena
nanopartikel magnetik merupakan material yang memiliki sifat optik, magnetik,
dan kimiawi yang unik. Sifat unik nanopartikel magnetik paling menonjol untuk

10
partikel yang sangat kecil, sekitar 10-20 nm, dan secara umum sifat unik tersebut
akan hilang untuk ukuran magnetik hingga 40-50 nm (Aini dkk., 2020).

2.4.5. Gypsum
Gypsum merupakan salah satu bahan baku pada proses produksi semen.
Pada proses produksi semen, gypsum berperan sebagai retarder yaitu untuk
mengatur waktu pengerasan dan menghambat waktu pengikatan sehingga
campuran akan tetap mudah dikerjakan dalam jangka waktu lama. Waktu ikat atau
setting time adalah waktu yang diperlukan oleh semen untuk mengalami
pengerasan sejak semen bercampur dengan air menjadi pasta. Reaksi yang terjadi
ketika semen bercampur dengan air adalah reaksi hidrasi. Penambahan gypsum
pada semen akan menghambat waktu pengikatan pada proses pengerasan semen
karena gypsum dapat mengatur reaksi antara 3CaO.Al 2O3 (C3A) dengan air agar
tidak terlalu cepat mengeras (Nasution dkk., 2019).
Pada hidrasi semen C3A segera bereaksi dengan air membentuk
3CaO.Al2O3.3H2O senyawa ini bereaksi dengan air membentuk ettringite. Namun
bila terlalu banyak gypsum akan menimbulkan kerugian pada sifat ekspansi
(keretakan semen) dan menurunkan kuat tekan (Purnawan, 2017).

2.5. Proses Pembuatan Semen


2.5.1. Proses Basah (Wet Process)
Pada proses basahterdapat perbedaan pada tahapan grinding (penggiling),
ada penambahan air ke bahan baku yang digunakan. Kemudian dari tahap
penggilingan tersebut dihasilkan bahan baku yang diolah menggunakan ball mill
menghasilkan slurry (produk basah) yang memiliki kadar air sekitar 35-40% dan
selanjutnya akan di homogenkan menggunakan mikser pneumatik dan mekanik.
Produk yang dihasilkan berupa kiln feed (umpan kiln) dengan kadar air sekitar
34%. Drying (pengeringan), preheating (pra-pemanasan) dan calcining
(kalsinasi). Kemudian umpan kiln tersebut selanjutnya akan dilakukan
tpengeringan, pra-pemanasan dan kalsinasi secara bersamaan menggunakan kiln.
Proses basah memang memiliki keunggulan karena prosesnya yang lebih
sederhana disebabkan panjangnya kiln yang digunakan sehingga bahan mentah
yang digunakan dapat tercampur lebih homogen dalam bentuk slurry, walaupun

11
terdapat kelemahan yaitu tidak terlalu efisien secara termal karena hanya sepertiga
total panas yang digunakan untuk reaksi pembentukan klinker setelah proses
penguapan air dan bahan baku mengalami dekarbonasi (Yasjudan, 2021).
2.5.2. Proses Kering (Dry Process)
Pada proses kering bahan baku akan digiling dengan menggunakan ball
mill atau vertical mill. Kemudian hasil dari penggilingan akan disaring atau
langsung diumpan ke preheater, sesuai dengan mill yang digunakan dengan
ditarik menggunakan separator yang selanjutnya akan diumpankan ke preheater
yang berfungsi sebagai pengering sekaligus tempat awal terjadinya kalsinasi yang
nantinya akan diselesaikan di kiln. Pada proses ini akan menghasilkan kiln feed
yang siap untuk diolah menggunakan kiln untuk menghasilkan klinker. Terdapat
pabrik semen dengan proses kering yang menggunakan precalciner, agar proses
kalsinasi terjadi secara sempurna dan bertahap diluar kiln dengan reaksi akhir
pada unit kiln.
Keberadaan suspension preheater sebagai alat memperlebar jarak jumlah
konsumsi bahan bakar yang digunakan antara proses kering dan proses basah.
Sebagai gambaran, konsumsi bahan bakar proses basah adalah 1500 Kcal/kg
terak. Sedangkan proses kering 800 Kcal/kg terak dengan preheater 4 tahap.
Sehingga dalam hal ini adalah kelebihan dari proses kering yang lebih efisiensi
dalam penggunaan bahan bakar (Yasjudan, 2021).

3.1. Dasar Reaksi Pembuatan Semen


Menurut Taylor, 1997. Reaksi utama pembuatan semen yang
berlangsung mudah dibagi menjadi tiga kelompok, sebagai berikut:
1. Reaksi di bawah sekitar 1300°C, yang paling penting adalah (a)
dekomposisi kalsit (kalsinasi), (b) dekomposisi mineral lempung,
dan (c) reaksi kalsit atau kapur yang terbentuk darinya dengan
produk penguraian mineral kuarsa dan lempung menghasilkan belite,
aluminat dan ferit. Cairan terbentuk hanya sebagian kecil pada tahap
ini, tetapi mungkin memiliki efek penting dalam mempromosikan
reaksi. Pada akhir tahap ini, fasa utama yang ada adalah belite,
kapur, aluminat dan ferit. Dua yang terakhir mungkin tidak identik
dengan fase yang sesuai pada produk akhir.

12
2. Reaksi pada 1300-1450°C (clinkering). Lelehan terbentuk, terutama
dari aluminat dan ferit, dan pada suhu 1450°C sekitar 20-30%
campurannya berbentuk cair. Sebagian besar belite dan hampir
semua kapur bereaksi dengan adanya lelehan menghasilkan alite.
Bahan bernodul, untuk membentuk klinker.
3. Reaksi selama pendinginan. Cairan mengkristal, memberikan
terutama aluminat dan ferit. Transisi polimorfik dari alite
dan belite terjadi.
Menurut Wibiseno, 2018. Berikut adalah reaksi dalam proses
pembuatan semen:
1. Reaksi Kalsinasi
CaCO3(s)→CaO(s) + CO2(g)
MgCO3(S)→MgO(s) + CO2(g)
2. Reaksi Pembentukan Dicalsium Silicate (C2S)
2CaO(s) + SiO2(s)→2CaO.SiO2(s)
3. Reaksi Pembentukan Tricalsium Aluminate (C3A)
3CaO(s) + Al2O3(s)→3CaO.Al2O3(s)
4. Reaksi Pembentukan Tetracalsium Aluminate Ferrite (C4AF)
4CaO(s) + Al2O3(s) + Fe2CO3(s)→4CaO.Al2O3.Fe2CO3(s)
5. Reaksi Pembentukan Tricalsium Silicate (C3S)
2CaO.SiO2(s) + CaO(s) + SiO2(s)→3CaO.SiO2(s)

3.2.Pemilihan Proses
Menurut Nur,dkk. 2015. Secara umum, terdapat dua proses dalam
pembuatan semen, yaitu proses basah dan proses kering. Untuk produksi semen
portland ini, dipilih proses kering (dry process). Pemilihan proses kering
didasarkan pada beberapa aspek jika dibandingkan dengan proses basah. Dari
aspek ukuran kiln yang digunakan, proses kering menggunakan kiln yang lebih
kecil dan lebih pendek dibandingkan dengan proses basah. Proses kecil
membutuhkan energi bahan bakar yang lebih sedikit sehingga dari aspek ekonomi,
proses kering lebih ekonomis dan dapat mengurangi emisi CO2. Selain itu, proses
kering juga memungkinkan jumlah produksi yang jauh lebih besar dengan biaya

13
modal lebih sedikit. Melalui pertimbangan-pertimbangan diatas, maka proses
yang dipilih dalam rancangan ini adalah proses kering,

BAB III

DESKRIPSI DAN FLOWSHEET PROSES

3.1. Deskripsi Proses


Berdasarkan pemilihan proses, proses yang digunakan pada rancangan
pabrik ordinary portland cement (PPC) dengan penambahan bahan bakar
alternatif terbagi menjadi 6 tahapan, yaitu: Tahap penyediaan dan persiapan
bahan baku, Tahap pengadaan bahan bakar, Tahap penggilingan awal bahan
baku (pembentukan raw mix), Tahap pembakaran raw mix (pembentukan
klinker), Tahap penggilingan klinker (pembentukan semen), dan Tahap
pengantongan semen.

3.2. Tahap Penyediaan dan Persiapan Bahan Baku


Komponen utama bahan baku dalam pembuatan semen adalah batu kapur
(Lime Stone), batu silika (Silica Stone), pasir besi (Iron Sand), dan tanah liat
(Clay) yang akan dicampur menjadi raw. Persiapan bahan baku dimulai dari
penyimpanan keempat bahan baku utama pada tempat penyimpanan yang
berbeda-beda.
Terdapat beberapa hal yang harus disiapkan sebelum bahan baku
disimpan pada storage yaitu:
1. Penambangan (Quarry)
Pabrik ini memerlukan tambang bahan baku, agar bahan baku dapat
diperoleh secara kontinu. Pemilihan lokasi pabrik ikut memperhatikan
tambang bahan baku, baik dari kesediaan bahan baku untuk proses
produksi di pabrik yang akan dirancang. Selain itu, suplai bahan baku
menuju crusher juga diperhatikan, kerusakan shovel/dumper dapat
menyebabkan terganggunya suplai batu ke crusher; tetapi setidaknya
tersedia 3 shift per minggu untuk pemeliharaan; biasanya unit siaga
juga disediakan.

14
2. Penghancur (Crusher)
Bahan baku yang sudah diperoleh dari tambang selanjutnya akan
dihancurkan menjadi bongkahan bongkahan kecil pada crusher.
Kerusakan crusher akan menghentikan operasi penggalian. Pekerjaan
pemeliharaan seperti mengganti palu, pelapis, dll., dapat memakan
waktu lebih lama dari waktu yang tersedia per minggu. Oleh karena
itu pada storage menyediakan stok bahan baku untuk produksi.
3. Stacker Reclaimer
Stacker Reclaimer merupakan penyimpanan dan pengisian material
yang dihancurkan pada storage. Material yang telah dikumpulkan
kemudian akan diumpan menggunakan belt conveyor. Teknik
penumpukan bahan pada storage tiap bahan baku juga berbeda beda
menyesuaikan dengan karakteristik bahan baku tersebut. Kuantitas
yang akan disimpan ditentukan oleh stok yang akan dipertahankan dan
jumlah yang diperlukan dalam produksi.

3.3. Tahap Pengadaan Bahan Bakar


a. Pengadaan Solar
Solar berguna sebagai bahan bakar untuk pembakaran pada rotary Kiln.
Sedangkan fungsinya adalah sebagai pematik dalam start up rotary
Kiln, karena waktu yang di butuhkan untuk memanaskan Kiln
memerlukan waktu yang lama. Bahan bakar solar diperoleh dari PT.
Pertamina.
b. Pengadaan Sekam Padi
Sekam padi merupakan limbah hasil penggilingan padi yang belum
banyak dimanfaatkan. Berdasarkan data dari badan pusat statistik,
sumatera utara produksi padi sawah pada tahun 2020 mencapai 2 juta ton
per tahun. Hal ini berarti sangat jumlah sekam padi yang dapat
dimanfaatkan. Pengadaan sekam padi menggunakan tempat penampungan
tersendiri karena memperhatikan musim panen padi dan kebutuhan untuk
bahan bakar produksi. Sekam padi nantinya akan ditampung pada tempat
pembakaran yang kemudian panasnya akan dialirkan ke unit kiln dan

15
kalsiner. Sekam Padi dari storage kemudian di pindahkan ke tempat
pembakaran di unit kalsiner dan kiln yang akan dilakukan proses
pembakaran di unit tersebut untuk memenuhi kebutuhan panas pada
pembakaran.
c. Pengadaan Ban Bekas
Ban memiliki masa penggunaan tertentu, ban yang sudah melewati batas
penggunaan tidak dapat digunakan lagi. Permintaan produksi ban
mencapai 520 ribu unit per tahunnya, hal ini berarti jumlah ban bekas juga
sangat melimpah. Ban bekas memiliki kapasitas panas hasil pembakaran
melebihi batu bara sehingga memungkinkan dijadikan bahan bakar
alternatif. Ban Bekas diperoleh dari tempat penampungan ban bekas di
sumatera utara dan kemudian akan disimpan pada storage. Ban tersebut
kemudian akan ditampung pada tempat pembakaran kemudian panas yang
dihasilkan akan dialrikan menuju unit kiln dan kalsiner. Ban bekas dari
storage kemudian di pindahkan ke tempat pembakaran di unit kalsiner dan
kiln yang akan dilakukan proses pembakaran di unit tersebut untuk
memenuhi kebutuhan panas pada pembakaran.

3.4. Tahap penggilingan awal bahan baku (pembentukan raw mix)


Tahap penggilingan bahan baku bertujuan untuk memperkecil atau
memperhalus ukuran bahan baku sehingga luas permukaannya akan semakin
besar. Tujuan lain adalah untuk mendapatkan campuran bahan baku yang
homogen dan untuk mempermudah terjadinya reaksi kimia pada saat klinkerisasi.
Bahan baku yang akan digiling terdiri dari batu kapur, batu silika, tanah liat, dan
pasir besi. Dari setiap storage bahan baku, material akan dimasukkan kedalam
masing-masing hopper bahan baku. Pengangkutan material ke dalam hopper dari
dalam storage menggunakan belt conveyor.
Tahap penggilingan bahan baku bertujuan untuk homogenisasi seluruh
bahan baku sehingga terbentuk bahan baku yang telah tercampur yang disebut
dengan raw mix. Selain itu tahap ini juga berfungsi untuk memperkecil atau
memperhalus ukuran bahan baku yang homogen dan untuk mempermudah
terjadinya reaksi kimia pada saat proses klinkerisasi.

16
Penggilingan bahan baku harus menghasilkan umpan yang cukup untuk
mempertahankan produksi kiln yang diperlukan, memenuhi target kehalusan,
komposisi kimia, dan kelembapan. Terdapat 4 proses yang terjadi pada raw mill
yang terdiri dari proses pengeringan, penggilingan, pemisahan, dan transport.
1. Proses Pengeringan
Proses pengeringan terjadi saat terjadinya kontak langsung antara
material dengan gas panas. Tujuan dari proses ini adalah untuk mengurangi
kadar airdalam material. Target pengurangan kadar air adalah mencapai
93,2%. Material keluaran vertical mill mempunyai suhu 80 0C.
2. Proses Penggilingan
Proses penggilingan terjadi pada saat material dihancurkan dengan
cara digiling dengan roller. Table berputar sehingga material tergilas
diantara table dengan roller.
3. Proses Transport
Proses transport terjadi ketika material yang telah tergiling terbawa
oleh gas panas menuju separator dan material halus hasil penyaringan
separator terbawa bersama gas panas menuju bagian cyclone karena
hisapan fan.
4. Proses Pemisahan
Proses pemisahan terjadi pada bagian separator dan cyclone, dimana
material yang kasar akan dipisahkan dengan material yang halus. Pada
cyclone, material halus yang terbawa gas panas pada penyaringan di
separator akan di pisahkan kembali antara material halus dengan gas
panas dengan gaya sentrifugal yang bekerja pada cyclone.

Material yang telah tergiling akan terbawa oleh gas panas menuju
separator. Pada bagian separator, material yang halus akan dipisahkan dengan
material yang masih kasar. separator ini berputar pada sumbunya dengan
bantuan sebuah rotor pada kecepatan tertentu. Material yang kasar akan jatuh
berbenturan dengan bagian rotor classifier ke tengah grinding table dan
selanjutnya akan digiling bersama fresh feed.

17
3.5. Tahap Pembentukan Klinker
Bahan baku yang akan diumpankan disebut raw mix, Tahap
pembentukan klinker terjadi pada unit kiln (rotary kiln) yang bertujuan untuk
mengubah raw mix menjadi klinker. Pada unit kiln dibagi menjadi tiga tahap
proses dan terakhir adalah disimpan pada Silo klinker. Tiga tahap prosesnya yaitu
proses pemanasan awal (preheater), proses pembakaran pada rotary kiln, dan
proses pendinginan. Sebelum terjadi proses pembakaran raw mix.
1. Pemanasan Awal
Preheater digunakan untuk mengambil proses pemanasan bahan baku
ke suhu di mana kalsinasi atau disosiasi CO2 dimulai, di luar kiln.
Awalnya Fungsi ini dilakukan di dalam kiln yang berukuran panjang.
Namun dengan adanya preheater maka panjang kiln dipersingkat
akibat diambilnya fungsi preheater di luar kiln.
2. Pembakaran
Proses pembakaran dilakukan pada unit Rotary Kiln, unit ini
berbentuk silinder dengan kemiringan 3°-4°, Rotary Kiln juga sebagai
reaktor atau tempat bereaksinya bahan baku. Bahan baku yang sudah
dilakukan pemanasan awal dimasukkan ke dalam Kiln dan dibakar
hingga suhu 1500℃ hasil dari reaksi pada kiln disebut dengan clinker.
3. Pendinginan
Klinker keluar dari kiln pada suhu sekitar 1500°C. Perlu didinginkan
hingga suhu yang dapat ditangani oleh konveyor yang tersedia seperti
sabuk, dan rantai. elevator yang berada di bawah 100-200°C.
Pendingin adalah bagian dari poros kiln. Klinker meninggalkan poros
kiln pada suhu 150°C. Pendingin yang digunakan adalah GRATE
COOLER yang berbentuk seperti ruangan yang letaknya tepat
dibawah kiln, maka klinker yang berhasil dibakar dijatuhkan secara
langsung ke dalam pendingin.

3.6. Proses Penggilingan Klinker Menjadi Semen


Klinker yang sudah didinginkan selanjutnya digiling bersamaan dengan
gypsum, dan limbah hasil industri baja (ground franulated blast furnace slag).
Penggilingan dilakukan pada unit Vertical Cement Mill menggunakan separator

18
efisiensi tinggi yang bertujuan untuk meningkatkan efisiensi operasi lebih lanjut
dengan mengurangi konsumsi daya.

3.7. Proses Pengantongan Semen


Semen diproduksi dalam jumlah besar dan disimpan dalam silo semen
berkapasitas besar. Pengisian semen dalam kantong dengan berat tertentu
membutuhkan mesin pengepakan atau pengantongan yang dapat mengemas dalam
jumlah besar secara akurat. Mesin pengepakan dikembangkan untuk memenuhi
kebutuhan ini. Mesin pengemas dikembangkan untuk melakukan operasi
pengisian setiap kantong dengan berat tertentu dengan toleransi 0,5% dengan
kemasan yang digunakan merupakan kanting berbahan kertas.

19
BLOCK FLOW DIAGRAM
PRA RANCANGAN PABRIK ORDINARY PORTLAND CEMENT (OPC) DENGAN PENAMBAHAN BAHAN BAKAR
ALTERNATIF, GUNA MENUNJANG INDUSTRI GREEN CEMENT KAPASITAS 700.000 TON/TAHUN. TUGAS KHUSUS
PERANCANGAN GRATE COOLER

20
No. Kode Nama Alat
1 AS-201 Air Slide
2 AS-202 Air Slide
3 B-401 Bag House Filter
4 B-402 Bag House Filter
5 B-403 Bag House Filter
6 BF-101 Blower
PROCESS FLOW DIAGRAM 7 BF-102 Blower
8 C-201 Belt Conveyor
PRA RANCANGAN PABRIK ORDINARY PORTLAND CEMENT (OPC) DENGAN 9 C-202 Belt Conveyor
PENAMBAHAN BAHAN BAKAR ALTERNATIF, GUNA MENUNJANG INDUSTRI 10 C-203 Belt Conveyor
11 C-204 Belt Conveyor
GREEN CEMENT KAPASITAS 700.000 TON/TAHUN. TUGAS KHUSUS 12 C-205 Belt Conveyor
PERANCANGAN GRATE COOLER 13 C-206 Belt Conveyor
14 C-207 Belt Conveyor
15 C-208 Belt Conveyor
16 CA-311 Calciner
17 CC-301 Cyclone
18 CC-302 Cyclone
19 CC-303 Cyclone
20 CC-304 Cyclone
21 CC-305 Cyclone
22 CC-306 Cyclone
23 CC-307 Cyclone
24 CM-401 Cerobong Asap
25 CM-402 Cerobong Asap
26 CM-403 Cerobong Asap
27 CT-401 Cooling Tower
28 E-301 Elevator
29 E-302 Elevator
30 E-303 Elevator
31 E-304 Elevator
32 E-305 Elevator
33 E-306 Elevator
34 F-101 Fan
35 F-102 Fan
36 F-103 Fan
37 F-104 Fan
38 F-105 Fan
39 F-106 Fan
40 F-107 Fan
41 F-108 Fan
42 F-109 Fan
43 P-101 Gudang Limestone
44 P-102 Gudang Pasir Besi
45 P-103 Gudang Pasir Silika
46 P-104 Gudang Tanah Liat
47 P-105 Gudang Gypsum
48 GC-311 Grate Cooler
49 H-101 Hopper Limestone
50 H-102 Hopper Pasir Besi
51 H-103 Hopper Pasir Silika
52 H-104 Hopper Tanah Liat 21
53 H-105 Hopper Gypsum
54 H-106 Hopper Risk Husk
55 H-107 Hopper Klinker
56 H-108 Hopper Gypsum
57 I-101 Bin Risk Husk

Anda mungkin juga menyukai