Anda di halaman 1dari 63

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang
telah memberikan rahmat dan karunia sehingga penulis dapat menyelesaikan
laporan kerja praktek yang berjudul “Plan of Further Development Lapangan
Isra” sebagai salah satu syarat untuk mendapatkan nilai mata kuliah Kerja
Praktek pada Program Studi Teknik Perminyakan Institut Teknologi dan Sains
Bandung.

Pekerjaan dan proses penulisan laporan ini tidak terlepas dari bantuan
berbagai pihak, oleh karena itu penulis menyampaikan banyak terima kasih
kepada:

1. Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan rahmat yang melimpah.
2. Ayah dan Ibu selaku orangtua penulis yang telah banyak memberi
dukungan salam segala bentuk yang tak terhitung.
3. Ir. Aries Prasetyo, M.T. selaku Ketua Program Studi Teknik Perminyak di
Institut Teknologi dan Sains Bandung.
4. Ir. Aries Prasetyo, M.T. selaku Dosen Pembimbing Kerja Praktek.
5. PetroChina International Companies in Indonesia yang telah memberikan
bantuan selama kegiatan kerja praktek dalam bentuk data dan sarana
prasarana.
6. Pak Anton dan Ibu Fifi selaku HR PetroChina International Companies in
Indonesia.
7. Mas Arditya Puspiyantoro A. S. dan Mas Isra Febriyanto Soenarwi selaku
Pembimbing Kerja Praktek yang telah meluangkan banyak waktu, tenaga,
pikiran, bimbingan, arahan, motivasi serta memaklumi segala kekurangan
penulis selama melakukan kegiatan kerja praktek.
8. Ramadhan Bentar Prakoso selaku teman seperjuangan Kerja Praktik di
PetroChina International Companies in Indonesia
9. Teman-teman seangkatan yang telah membantu dan mendukung.

Akhir kata, semoga Tuhan Yang Maha Esa membalas kebaikan dan
bantuan yang telah diberikan dengan hal yang lebih baik. Penulis mengharapkan

LAPORAN KERJA PRAKTIK PETROCHINA INTERNATIONAL COMPANIES IN INDONESIA i


kritik dan saran yang bersifat membangun dan semoga laporan ini ini dapat
memberikan manfaat di bidang perminyakan.

Kota Deltamas, 3 Oktober 2018

Penulis

LAPORAN KERJA PRAKTIK PETROCHINA INTERNATIONAL COMPANIES IN INDONESIA ii


DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .......................................................................................... i

DAFTAR ISI ......................................................................................................... iii

DAFTAR GAMBAR ............................................................................................ vi

DAFTAR TABEL ................................................................................................. vii

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang .................................................................................... 1

1.2 Tujuan ................................................................................................. 2

1.3 Manfaat ............................................................................................... 2

1.4 Ruang Lingkup .................................................................................... 3

1.5 Tempat Pelaksanaan ............................................................................ 3

1.6 Metode Pengumpulan Data ................................................................. 3

1.7 Sistematika Penulisan ......................................................................... 4

BAB II TINJAUAN UMUM

2.1 Profil dan Sejarah Perusahaan............................................................. 5

2.1.1 Visi dan Misi ............................................................................. 7

2.1.2 Tata Nilai ................................................................................... 7

2.1.3 Struktur Organisasi ................................................................... 8

2.1.4 Penerapan K3/HSSE ................................................................. 10

2.1.5 Peraturan Kerja.......................................................................... 10

2.1.6 Lokasi dan Kesampaian Daerah ................................................ 11

LAPORAN KERJA PRAKTIK PETROCHINA INTERNATIONAL COMPANIES IN INDONESIA i


2.2 Kondisi Geologi dan Stratigrafi .......................................................... 12

2.3 Produksi Lapangan .............................................................................. 19

BAB III DASAR TEORI

3.1 Scale .................................................................................................... 22

3.1.1 Mekanisme Pembentukan Scale................................................ 23

3.1.2 Komposisi Kimia dan Sifat Fisik Air Formasi.......................... 25

3.1.3 Jenis Scale dan Faktor yang Berpengaruh Terhadap

Pembentukannya ....................................................................... 31

3.2 Penanganan Scale................................................................................ 34

3.2.1 Pencegahan Terbentuknya Endapan Scale ................................ 35

3.2.2 Penanggulangan Endapan Scale ................................................ 41

3.2.3 Endapan Scaledalam Sumur dan Formasi ................................. 43

BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN

4.1 Uji Laboratorium Pelarutan Scale ................................................................... 45

4.2 Hasil Analisa dan Perhitungan Laboratorium ................................................. 47

4.3 Perbandingan Hasil Analisa BN – XX dan BN – YY .................................... 50

4.4 Evaluasi Kebutuhan Scale Remover ............................................................... 51


4.4.1 Evaluasi Kebutuhan Scale Remover Pada Sumur BN – XX ..... 51
4.4.2 Evaluasi Kebutuhan Scale Remover Pada Sumur BN – YY ..... 52

LAPORAN KERJA PRAKTIK PETROCHINA INTERNATIONAL COMPANIES IN INDONESIA ii


BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan ......................................................................................... 53

5.2 Saran ................................................................................................... 53

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN

LAPORAN KERJA PRAKTIK PETROCHINA INTERNATIONAL COMPANIES IN INDONESIA iii


DAFTAR GAMBAR

LAPORAN KERJA PRAKTIK PETROCHINA INTERNATIONAL COMPANIES IN INDONESIA iv


DAFTAR TABEL

LAPORAN KERJA PRAKTIK PETROCHINA INTERNATIONAL COMPANIES IN INDONESIA v


BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Terbatasnya cadangan Minyak dan Gas yang semakin sedikit dan dengan lokasi
yang semakin sulit menyebabkan biaya eksplorasi di Indonesia semakin mahal.
Data 13 tahun terakhir menunjukkan, angka rata-rata Oil Reserve Replacement
Ratio (RRR) adalah sebesar 73,64 persen. Artinya, angka penemuan cadangan
Minyak lebih sedikit dibanding cadangan yang diproduksikan dan cadangan
Minyak di Indonesia akan terus berkurang. Itulah mengapa perlu dilakukan
kegiatan Eksplorasi secara masif. Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral
di tahun 2014 pernah melansir biaya yang harus dikeluarkan Investor dalam
kegiatan Eksplorasi, bahwa untuk menemukan satu sumber Migas baru di darat
atau Onshore, rata-rata diperlukan investasi minimal US$ 30 juta atau sekitar Rp
360 miliar. Sementara untuk kegiatan Eksplorasi di WK laut dalam atau
Deepwater Offshore, diperlukan investasi sekitar US$ 100 juta atau setara Rp 1,2
triliun. Investor membutuhkan biaya yang sangat tinggi untuk menentukan
cadangan Hidrokarbon yang ekonomis

Kegiatan Hulu Migas secara mendasar terdiri atas dua kegiatan utama, yaitu
Eksplorasi dan Eksploitasi/Produksi. Kegiatan Eksplorasi adalah tahap awal dari
seluruh rangkaian kegiatan Hulu Migas, yang bertujuan untuk menemukan
cadangan Migas. Secara umum, aktivitas Eksplorasi meliputi studi Geologi, studi
Geofisika, Survei Seismik, dan Pengeboran Eksplorasi. Kegiatan ini dimaksudkan
untuk menemukan cadangan baru baik di Wilayah Kerja yang sudah berproduksi
maupun di Wilayah Kerja yang belum diproduksikan.

Kegiatan Eksplorasi memerlukan biaya yang sangat besar untuk memperoleh


informasi Geologis, Survey Seismik, Pengeboran sumur, dan Pengolahan Data. Di
sisi lain, kegiatan ini mengandung resiko dan ketidakpastian yang sangat tinggi.
Karena hasil Kegiatan Eksplorasi dapat bervariasi, Investor bisa saja gagal
menemukan cadangan Migas, atau menemukan cadangan namun tidak Ekonomis
untuk dikembangkan. Jika berhasil menemukan cadangan yang cukup Ekonomis

LAPORAN KERJA PRAKTIK PETROCHINA INTERNATIONAL COMPANIES IN INDONESIA 1


untuk dikembangkan, kegiatan akan dilanjutkan ke fase Appraisal Drilling,
pengembangan lapangan dan pada akhirnya ke fase Eksploitasi (Produksi).
Sedangkan Kegiatan Eksploitasi (Produksi) adalah kegiatan untuk menggali dan
mengangkat minyak dan gas bumi dari dalam perut bumi, untuk kemudian
diproses menghasilkan (memproduksikan) minyak dan gas bumi yang siap dijual.

Jabung Block Production Sharing Contract (PSC) ditanda tangani antara


Pertamina dan Petromer Trend International Jabung Ltd. Pada Februari 1993.
Karena program eksplorasi yang aktif dan sukses, terdapat 12 lapangan potensial
telah ditemukan di Blok Jabung sejak PSC ditanda tangani. Pada 10 lapangan
sedang memproduksi sekitar 58.000 BOEPD. Dewasa ini, Blok Jabung dikelola
oleh PetroChina International Jabung Ltd. Dengan Pertamina Hulu Energi (PHE)
dan Petronas Carigali Jabung Ltd. sebagai mitra.

POD I di Blok Jabung terdapat di lapangan North Geragai yang ditanda tangani
pada September 1996 dan mulai berproduksi pada awal Agustus 1997. POD
kedua adalah lapangan Makmur yang disetujui pada 1997 akhir dengan awal
produksi pada 1998. POD ketiga yaitu Betara Complex POD ditanda tangani pada
Januari tahun 2000.

Setelah 18 tahun program pengembangan, dengan mempertimbangkan tambahan


pemngembangan sumur dan data seismic 3D, PetroChina International Jabung
Ltd. mengajukan “Betara Complex Plan Of Further Development (POFD)” untuk
mengembangkan tambahan potensi cadangan minyak dan gas.

1.2 Tujuan

Adapun tujuan penulisan karya tulis ini adalah sebagai berikut:

 Memahami proses Plan Of Further Development.


 Menentukan sisa cadangan dan production forecast dengan metode
Material Balance.
 Menganalisis keekonomian Plan Of Further Development yang akan
dikembangkan.
 Memberikan hasil Plan Of Further Development untuk dijadikan
sebagai referensi pengembangan lapangan.

LAPORAN KERJA PRAKTIK PETROCHINA INTERNATIONAL COMPANIES IN INDONESIA 2


1.3 Manfaat

Adapun manfaat penulisan karya tulis ini adalah sebagai berikut:

1. Memberikan wawasan terkait pengembangan lebih lanjut dari suatu


lapangan yang telah dikembangkan.
2. Dapat dijadikan referensi untuk pengembangan lebih lanjut dari suatu
lapangan

1.4 Ruang Lingkup

Ruang lingkup dari permasalahan yang akan dibahas adalah:

1. Mengakuisisi data-data Geologi, Seismic, PVT, Data Reservoir dan


Petrofisik, Wellbore Diagram, Flow Test.
2. Melakukan Nodal Analisis.
3. Melakukan perhitungan cadangan dengan metode Volumetrik dan
Material Balance.
4. Membuat production forecast dengan metode material balance.
5. Melakukan analisis keekonomian untuk POFD Betara Complex.
6. Melakukan Overview Blok Jabung

1.5 Tempat Pelaksanaan

Kerja Praktik ini telah dilaksanakan di Petr

1.6 Metode Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penyusunan karya tulis ini
adalah sebagai berikut:

a. Wawancara
Penulis melakukan diskusi dengan pembimbing guna memperoleh
informasi dan pengetahuan yang berkaitan dengan topik permasalahan.

LAPORAN KERJA PRAKTIK PETROCHINA INTERNATIONAL COMPANIES IN INDONESIA 3


b. Studi Pustaka
Penulis mempelajari berbagai buku dan paper yang berkaitan.

1.7 Sistematika Penyusunan

Dalam penyusunan karya tulis ini terbagi menjadi lima bab. Berikut ini adalah
uraian singkat mengenai sistematika penyusunan karya tulis:

BAB I Pendahuluan

Bab ini memuat latar belakang, tujuan, manfaat, waktu dan tempat pelaksanaan,
ruang lingkup kajian, metode pengumpulan data, dan sistematika penyusunan
karya tulis.

BAB II Tinjauan Umum

Bab ini memuat profil dan sejarah perusahaan, struktur organisasi, dan
sebagainya.

BAB III Dasar Teori

Bab ini berisi tentang teori-teori terkait dengan kegiatan yang dilakukan dalam uji
laboratorium.

BAB V Analisa dan Pembahasan

Dalam bab ini membahas data hasil uji laboratorium mengenai analisa dan
evaluasi komposisi scaleremover.

BAB VI Kesimpulan

Dalam bab ini berisi kesimpulan yang diperoleh berdasarkan analisa yang
dilakukan serta saran yang mungkin berguna pada uji laboratorium selanjutnya.

LAPORAN KERJA PRAKTIK PETROCHINA INTERNATIONAL COMPANIES IN INDONESIA 4


BAB II

TINJAUAN UMUM

2.1 Profil dan Sejarah Perusahaan

PT Pertamina EP Asset 1 Field Ramba merupakan anak perusahaan dari PT


Pertamina yang bergerak dibidang eksploitasi dan produksi minyak. PT Pertamina
EP Asset 1 Field Ramba merupakan jasa hulu migas (oil and gas company) yang
termasuk salah satu perusahaan minyak terkemuka di Indonesia. Jasa hulu migas
merupakan core competency PT Pertamina EP Asset 1 Field Ramba. Sebelum
Blok Ramba dikelola oleh PT Pertamina EP Asset 1 Field Ramba, ada beberapa
perusahaan yang terlebih dahulu melakukan usaha produksi migas di Blok
Ramba. Perusahaan-perusahaan tersebut adalah sebagai berikut:

Tabel 2.1 Perusahaan Pengelola Blok Ramba

No. Perusahaan Tahun


1 Asamera Oil Ltd. 1968 – 1997
2 PT Gulf Indonesia Resources 1997 – 2002
3 Conoco Philips Indonesia 2002 – 2007
4 TAC PTM-ETRL (Elnusa Tristar Ramba) 2007 – 2010
5 PT Pertamina EP UBEP Ramba 2010 – 2013
6 PT Pertamina EP Asset 1 Field Ramba 2013 - Sekarang

Awalnya, daerah operasi PT Pertamina EP di Ramba ditemukan dan dikelola oleh


Asamera Oil Limited (AOL) pada tahun 1968. Perusahaan ini berhasil
menemukan dan mengolah minyak dan gas bumi di Sumatera Selatan pada 1982,
dengan melakukan pemboran di Sumur TL1 pada dua Formasi, yaitu Formasi
Batu Raja dan Formasi Talang Akar.

Selanjutnya dari hasil eksplorasi, delineasi dan program pengembangan dari


sumur-sumus telah ditemukan (development well) berhasil ditemukan akumulasi

LAPORAN KERJA PRAKTIK PETROCHINA INTERNATIONAL COMPANIES IN INDONESIA 5


minyak dan gas bumi di lapangan Tanjung Laban dan lapangan Ramba pada
formasi Batu raja dan Formasi Talang Akar.

Pada tanggal 13 Agustus 1997 Asamera Oil Limited menjual sahamnya kepada
Gulf Indonesia Resources Limited (GIRL), kemudian pada tanggal 12Agustus
2002 Gulf Indonesia Resources menjualnya ke ConocoPhillips Ltd. Dan akhirnya
pada bulan september 2007 Ramba TAC diakuisisi dari ConocoPhilips, 15%
sahamnya dimiliki oleh Elnusa. Produksi blok ini pada akhir 2007 mencapai
sekitar 4500 barel per hari. Perseroan menguasai Blok Ramba melalui Elnusa
TriStar (Ramba) Ltd, anak usaha yang 25% sahamnya dimiliki perseroan dan juga
berdomisili di British Virgin Islands. Menurut data perseroaan, Blok Ramba
memilki potensi cadangan minyak sebesar 5,33 juta barel.

Pada tanggal 16 Oktober 2010, PT Pertamina EP UBEP Ramba mulai beroperasi


dan menguasai Lapangan Ramba. Kemudian pada tanggal 1 Maret 2013 UBEP
Ramba berubah nama menjadi Pertamina EP Asset 1 Field Ramba. Dan
selanjutnya pada tanggal 12 Juli 2014 lapangan Babat Kukui di bawah operasi PT
Pertamina EP Asset 1 Field Ramba.

Kantor procurement SCM PT Pertamina EP Asset 1 Field Ramba, di Jl.


Palembang-Jambi Km. 102 Desa Ramba Jaya Kecamatan Babat Supat Kabupaten
Musi Bayuasin.

Gambar 2.1 Kantor Pertamina EP Asset 1 Field Ramba

LAPORAN KERJA PRAKTIK PETROCHINA INTERNATIONAL COMPANIES IN INDONESIA 6


2.1.1 Visi dan Misi

Adapun Visi dan Misi dari PT Pertamina EP Asset 1 Field Ramba:

Visi : Menjadi perusahaan eksplorasi dan produksi minyak dan gas bumi kelas

dunia

Misi : Melaksanakan pengusahaan sektor hulu minyak dan gas dengan target

penekanan pada aspek komersial dan operasi yang baik serta tumbuh dan

berkembang bersama lingkungan hidup.

2.1.2 Tata Nilai

Dalam mencapai visi dan misinya, PT Pertamina EP Asset 1 Field Ramba


berkomitmen untuk menerapakan tata nilai sebagai berikut:

1. Clean (Bersih)
Dikelola secara profesional, menghindari benturan kepentingan, tidak
menoleransi suap, menjunjung tinggi kepercayaan dan integritas.
Berpedoman pada asas-asas tata kelola korporasi yang baik.

2. Competitive (Kompetitif)
Mampu berkompetisi dalam skala regional maupun internasional,
mendorong pertumbuhan melalui investasi, membangun budaya sadar
biaya dan menghargai kinerja.

3. Confident (Percaya Diri)


Berperan dalam pembangunan ekonomi nasional, menjadi pelopor dalam
reformasi BUMN, dan membangun kebanggaan bangsa.

4. Customer Focused (Fokus Pada Pelanggan)


Berorientasi pada kepentingan pelanggan dan berkomitmen untuk
memberikan pelayanan terbaik kepada pelanggan.

LAPORAN KERJA PRAKTIK PETROCHINA INTERNATIONAL COMPANIES IN INDONESIA 7


5. Commercial (Komersial)
Menciptakan nilai tambah dengan orientasi komersial,mengambil
keputusan berdasarkan prinsip-prinsip bisnis yang sehat.

6. Capable (Berkemampuan)
Dikelola oleh pemimpin dan pekerja yang profesional dan memiliki talenta
dan penguasaan teknis tinggi, berkomitmen dalam membangun
kemampuan riset dan pengembangan.

2.1.3 Struktur Organisasi

PT Pertamina EP Asset 1 Field Ramba memiliki struktur organisasi berbentuk staf


dan garis yang dipimpin oleh seorang Field Manager yang dibantu oleh 10
Assistant Manager. Untuk lapangan Ramba, Sumatera Selatan terdiri dari sepuluh
departemen, yaitu:

1. Petroleum Engineer
2. Operation Plan
3. Operation Production
4. Work Over and Well Service
5. Health Safety Security and Environment
6. Supply C Management
7. Human Relation Departement
8. Finance Departement
9. Legal and Relationship
10. Reability Asset Maintanance

LAPORAN KERJA PRAKTIK PETROCHINA INTERNATIONAL COMPANIES IN INDONESIA 8


Gambar 2.2 Struktur Organisasi PT Pertamina EP Asset 1 Field Ramba

Selain itu staf memiliki tugas dan wewenang masing-masing yang bekerja dan
bekerja secara harmonis demi kemajuan perusahaan. Berikut staf - staf yang
terdapat pada PT. Pertamina EP Asset 1 Field Ramba:
1. Field Superintendent
2. Operation
3. Contraction, yang terbagi menjadi 2 divisi :
a. Equipment service maitenance
b. Service equipment
4. Senior Administration Superintendent
5. Maintenance Superintendent
6. Senior Field Superintendent
7. Health, Safety and Environmental Superintendent
8. Engineering Superintendent
9. Project Superintendent

LAPORAN KERJA PRAKTIK PETROCHINA INTERNATIONAL COMPANIES IN INDONESIA 9


2.1.4 Penerapan K3 / HSSE

Di PT Pertamina EP Asset 1 Field Ramba terdapat beberapa kebijakan tentang


penerapan K3 atau HSSE antara lain adalah sebagai berikut :

1. Mengutamakan kepuasan pelanggan


2. Kempemimpinan yang menunjukan keteladanan dalam aspek HSSE
3. Pembinaan, pelatihan, internalisasi dan Evaluasi aspek HSSE bagi seluruh
pekerja dan pekarya.
4. Tanggap terhadap permasalahan operasi dan penyelesaian secara efektif
dan efesien.
5. Mencegah terjadinya kecelakaan kerja di seluruh proses dan penyakit
akibat kerja yang ditimbulkan.
6. Upaya minimasi limbah, produksi bersih, efisiensi penggunaan energi dan
mendukung pelestarian lingkungan melalui pencegahan pencemaran serta
penghematan energi dan sumber daya alam.
7. Mematuhi persyaratan pelanggan dan persyartan hukum dan lainnya
tentang health, safety, security & environment serta mengutamakan
kesehatan dan keselamtan kerja.
8. Hubungan harmonis antara pekerja, mitra usaha, instansi atau lembaga
terkait dan masyarakat sekitar kegiatan usaha.
9. Melakukan perbaikan berkesinambungan terhadap sistem management
Quality, health, safety, security & Environment.

2.1.5 Peraturan Kerja

Peraturan kerja yang ada di PT Pertamina EP Asset 1 Field Ramba tepatnya di


Stasiun Pengumpul Tanjung Laban yaitu pekerja wajib mematuhi peraturan kerja
yang berlaku seperti menggunakan helm, pakaian keselamatan kerja (coverall),
sepatu, sarung tangan dan peralatan safety lainnya. Baik pada saat melakukan
pekerjaan ataupun di dalam lingkungan tenpat kerja. Pekerja diwajibkan bekerja
sesuai dengan jam yang telah ditentukan dalam hal sistem (On Duty dan Off
Duty) yaitu dibagi tiga Crew. On Duty adalah jangka waktu yang ditentukan

LAPORAN KERJA PRAKTIK PETROCHINA INTERNATIONAL COMPANIES IN INDONESIA 10


untuk bekerja, biasanya pekerja diberi waktu selama 20 hari yang terbagi dalam
dua Shif yaitu Shif siang dan Shif malam. Sedangkan Off Duty adalah waktu yang
diberikan oleh perusahaan untuk beristirahat biasanya perusahaan memberi waktu
10 hari.

Para pekerja diharuskan dan diwajibkan untuk menanamkan selalu istilah yang
dibuat oleh PT Pertamina EP Asset 1 Field Ramba yaitu, Commite To Safety
yang mempunyai arti keselamatan melekat di dalam jiwa, istilah ini dibuat
mempunyai maksud dan tujuan agar para pekerja selalu mengutamakan
keselamatan dan kesehatan kerjanya pada saat melakukan pekerja. Sehingga
pekerja maupun orang lain yang berada di lingkungan tempat kerja.

2.1.6 Lokasi dan Kesampaian Daerah

PT Pertamina EP Asset 1 Field Ramba berlokasi di Jl. Palembang-Jambi Km. 102


Desa Ramba jaya Kecamatan Babat Supat Kabupaten Musi Banyuasin, Sumatera
Selatan. Peta lokasi PT Pertamina EP Asset 1 Field Ramba dapat dilihat pada
Gambar 2.3.

Gambar 2.3 Peta Lokasi Ramba

LAPORAN KERJA PRAKTIK PETROCHINA INTERNATIONAL COMPANIES IN INDONESIA 11


2.2 Kondisi Geologi dan Stratigrafi

Lapangan TAC (Technical Assistance Contractor) Ramba termasuk dalam daerah


cekungan Sumatra Selatan yang terletak pada Corridor Block.Minyak terdapat
pada formasi Talang Akar, yang merupakan transgresi marine dan dipisahkan
oleh formasi Lahat karena ketidak selarasan yang mewakili pengangkatan
regional.
Dalam transgresi formasi yang terbentuk di kelompokkan menjadi kelompok
Telisa yang terdiri dari formasi Talang Akar, Batu Raja dan Gumai. Sedangkan
yang terbentuk pada fase regresi dikelompokkan menjadi kelompok Palembang
yang terdiri dari formasi Air Benakat, Muara Enim dan Kasai.

Gambar 2.4Lokasi Cekungan Sumatra Selatan


Sumber : Arsip PT Pertamina EP Asset 1 Field Ramba

Pulau Sumatra terletak di barat daya dari Kontinen Sundaland dan merupakan
jalur konvergensi antara Lempeng Hindia-Australia yang menyusup di sebelah

LAPORAN KERJA PRAKTIK PETROCHINA INTERNATIONAL COMPANIES IN INDONESIA 12


barat Lempeng Eurasia/Sundaland. Konvergensi lempeng menghasilkan subduksi
sepanjang Palung Sunda dan pergerakan lateral menganan dari Sistem Sesar
Sumatra.
Pulau Sumatra dibentuk oleh kolisi dan suturing dari mikrokontinen di Akhir Pra-
Tersier. Sekarang Lempeng Samudera Hindia subduksi di bawah Lempeng Benua
Eurasia pada arah N20°E dengan rata-rata pergerakannya 6 – 7 cm/tahun.

Gambar 2.5Stratigrafi Regional Cekungan Sumatra Selatan

Stratigrafi Cekungan Sumatra Selatan menurut De Coster 1974 adalah sebagai


berikut:

1. Kelompok Pra Tersier


Formasi ini merupakan batuan dasar (basement rock) dari Cekungan
Sumatra Selatan. Tersusun atas batuan beku Mesozoikum, batuan
metamorf Paleozoikum Mesozoikum, dan batuan karbonat yang

LAPORAN KERJA PRAKTIK PETROCHINA INTERNATIONAL COMPANIES IN INDONESIA 13


termetamorfosa. Hasil dating di beberapa tempat menunjukkan bahwa
beberapa batuan berumur Kapur Akhir sampai Eosen Awal. Batuan
metamorf Paleozoikum-Mesozoikum dan batuan sedimen mengalami
perlipatan dan pensesaran akibat intrusi batuan beku selama episode
orogenesa Mesozoikum Tengah (Mid-Mesozoikum).

2. Formasi Kikim Tuff dan older Lemat atau Lahat


Batuan tertua yang ditemukan pada Cekungan Sumatera Selatan adalah
batuan yang berumur akhir Mesozoik. Batuan yang ada pada Formasi ini
terdiri dari batupasir tuffan, konglomerat, breksi, dan lempung. Batuan-
batuan tersebut kemungkinan merupakan bagian dari siklus sedimentasi
yang berasal dari Continental, akibat aktivitas vulkanik, dan proses erosi
dan disertai aktivitas tektonik pada akhir Kapur-awal Tersier di Cekungan
Sumatera Selatan.

3. Formasi Lemat Muda atau Lahat Muda


Formasi Lemat tersusun atas klastika kasar berupa batupasir, batulempung,
fragmen batuan, breksi, “Granit Wash”, terdapat lapisan tipis batubara,
dan tuf. Semuanya diendapkan pada lingkungan kontinen. Sedangkan
Anggota Benakat dari Formasi Lemat terbentuk pada bagian tengah
cekungan dan tersusun atas serpih berwarna coklat abu-abu yang berlapis
dengan serpih tuffaan (tuffaceous shales), batulanau, batupsir, terdapat
lapisan tipis batubara dan batugamping (stringer), Glauconit; diendapkan
pada lingkungan fresh-brackish. Formasi Lemat secara normal dibatasi
oleh bidang ketidakselarasan (unconformity) pada bagian atas dan bawah
formasi. Kontak antara Formasi Lemat dengan Formasi Talang Akar yang
diintepretasikan sebagai paraconformable. Formasi Lemat berumur
Paleosen-Oligosen, dan Anggota Benakat berumur Eosen Akhir-Oligosen,
yang ditentukan dari spora dan pollen, juga dengandating K-Ar. Ketebalan
formasi ini bervariasi, lebih dari 2500 kaki (+- 760 M). Pada Cekungan
Sumatra Selatan dan lebih dari 3500 kaki (1070 M) pada zona depresi
sesar di bagian tengah cekungan (didapat dari data seismik).

LAPORAN KERJA PRAKTIK PETROCHINA INTERNATIONAL COMPANIES IN INDONESIA 14


4. Formasi Talang Akar
Formasi Talang Akar terdapat di Cekungan Sumatra Selatan, formasi ini
terletak di atas Formasi Lemat dan di bawah Formasi Telisa atau Anggota
Basal Batugamping Telisa. Formasi Talang Akar terdiri dari batupasir
yang berasal dari delta plain, serpih, lanau, batupasir kuarsa, dengan
sisipan batulempung karbonan, batubara dan di beberapa tempat
konglomerat. Kontak antara Formasi Talang Akar dengan Formasi Lemat
tidak selaras pada bagian tengah dan pada bagian pinggir dari cekungan
kemungkinan paraconformable, sedangkan kontak antara Formasi Talang
Akar dengan Telisa dan Anggota Basal Batugamping Telisa
adalah conformable. Kontak antara Talang Akar dan Telisa sulit di pick
dari sumur di daerah palung disebabkan litologi dari dua formasi ini secara
umum sama. Ketebalan dari Formasi Talang Akar bervariasi 1500-
2000 feet (sekitar 460-610m).

5. Formasi Baturaja
Anggota ini dikenal dengan Formasi Baturaja. Diendapkan pada bagian
intermediate-shelfal dari Cekungan Sumatera Selatan, di atas dan di sekitar
platform dan tinggian.Kontak pada bagian bawah dengan Formasi Talang
Akar atau dengan batuan Pra Tersier. Komposisi dari Formasi Baturaja ini
terdiri dari Batugamping Bank (Bank Limestone) atau platform dan
reefal. Ketebalan bagian bawah dari formasi ini bervariasi, namun rata-
ratta 200-250 feet (sekitar 60-75 m). Singkapan dari Formasi Baturaja di
Pegunungan Garba tebalnya sekitar 1700 feet (sekitar 520 m). Formasi ini
sangat fossiliferous dan dari analisis umur anggota ini berumur Miosen.
Fauna yang ada pada Formasi Baturaja umurnya N6-N7.

6. Formasi Telisa (Gumai)


Formasi Gumai tersebar secara luas dan terjadi pada zaman Tersier,
formasi ini terendapkan selama fase transgresif laut maksimum, (maximum
marine transgressive) ke dalam 2 cekungan. Batuan yang ada di formasi

LAPORAN KERJA PRAKTIK PETROCHINA INTERNATIONAL COMPANIES IN INDONESIA 15


ini terdiri dari napal yang mempunyai karakteristik fossiliferous, banyak
mengandung foram plankton. Sisipan batugamping dijumpai pada bagian
bawah.
Formasi Gumai beda fasies dengan Formasi Talang Akar dan sebagian
berada di atas Formasi Baturaja. Ketebalan dari formasi ini bervariasi
tergantung pada posisi dari cekungan, namun variasi ketebalan untuk
Formasi Gumai ini berkisar dari 6000 – 9000 feet ( 1800-2700 m).
Penentuan umur Formasi Gumai dapat ditentukan dari dating dengan
menggunakan foraminifera planktonik. Pemeriksaan mikropaleontologi
terhadap contoh batuan dari beberapa sumur menunjukkan bahwa fosil
foraminifera planktonik yang dijumpai dapat digolongkan ke dalam
zona Globigerinoides sicanus, Globogerinotella insueta, dan bagian
bawah zona Orbulina Satiralis Globorotalia peripheroranda, umurnya
disimpulkan Miosen Awal-Miosen Tengah. Lingkungan pengendapan
Laut Terbuka, Neritik.

7. Formasi Lower Palembang (Air Benakat)


Formasi Lower Palembang diendapkan selama awal fase siklus regresi.
Komposisi dari formasi ini terdiri dari batupasir glaukonitan,
batulempung, batulanau, dan batupasir yang mengandung unsur
karbonatan. Pada bagian bawah dari Formasi Lower Palembang kontak
dengan Formasi Telisa. Ketebalan dari formasi ini bervariasi dari 3300 –
5000 kaki (sekitar 1000 – 1500 m ). Fauna-fauna yang dijumpai pada
Formasi Lower Palembang ini antara lain Orbulina Universa d’Orbigny,
Orbulina Suturalis Bronimann, Globigerinoides
Subquadratus Bronimann, Globigerina
Venezuelana Hedberg,Globorotalia Peripronda Blow &
Banner, Globorotalia Venezuelana Hedberg, Globorotalia
Peripronda Blow & Banner,Globorotalia mayeri Cushman & Ellisor,
yang menunjukkan umur Miosen Tengah N12-N13. Formasi ini
diendapkan di lingkungan laut dangkal.

LAPORAN KERJA PRAKTIK PETROCHINA INTERNATIONAL COMPANIES IN INDONESIA 16


8. Formasi Middle Palembang (Muara Enim)
Batuan penyusun yang ada pada formasi ini berupa batupasir,
batulempung, dan lapisan batubara. Batas bawah dari
Formasi Middle Palembnag di bagian selatan cekungan berupa lapisan
batubara yang biasanya digunakan sebgai marker. Jumlah serta ketebalan
lapisan-lapisan batubara menurun dari selatan ke utara pada cekungan ini.
Ketebalan formasi berkisar antara 1500 – 2500 kaki (sekitar 450-750 m).
De Coster (1974) menafsirkan formasi ini berumur Miosen Akhir sampai
Pliosen, berdasarkan kedudukan stratigrafinya. Formasi ini diendapkan
pada lingkungan laut dangkal sampaibrackist (pada bagian dasar), delta
plain dan lingkungan non marine.

9. Formasi Upper Palembang (Kasai)


Formasi ini merupakan formasi yang paling muda di Cekungan Sumatra
Selatan. Formasi ini diendapkan selama orogenesa pada Plio-Pleistosen
dan dihasilkan dari proses erosi Pegunungan Barisan dan Tigapuluh.
Komposisi dari formasi ini terdiri dari batupasir tuffan, lempung, dan
kerakal dan lapisan tipis batubara. Umur dari formasi ini tidak dapat
dipastikan, tetapi diduga Plio-Pleistosen. Lingkungan pengendapannya
darat.
(Stratigrafi Regional Cekungan Sumatra Selatan (De Coaster, 1974))

Lapangan PT. Pertamina EP Asset 1 Field Ramba, formasi produktifnya terdapat


pada :
a. Formasi Batu Raja, meliputi lapangan minyak Tanjung Laban, sebagian
besar Ramba, Rawa dan Keri. Ciri litologi batuan di Formasi Batu Raja
adalah batuan karbonat.
b. Formasi Talang Akar, meliputi lapangan minyak Tanjung Laban, Kluang,
Bentayan dan Supat. Ciri litologi dari Formasi Talang Akar adalah batuan
pasir.

LAPORAN KERJA PRAKTIK PETROCHINA INTERNATIONAL COMPANIES IN INDONESIA 17


Formasi Talang Akar pada lapangan TAC (Technical Assistance Contractor)
Ramba terdiri dari tiga lapisan pasir yang mengandung hidrokarbon, yaitu :
1. Lapisan pasir A, yang dibagi menjadi lapisan A-1 dan lapisan A-2 yang
mengandung 34 % minyak dan selebihnya merupakan gas.
2. Lapisan pasir B, yang dibagi menjadi lapisan B-1, B-2 dan lapisan B-3
yang mengandung 57 % minyak.
3. Lapisan pasir C, pada lapisan ini tidak didapatkan adanya gas dan
untuk produksi minyaknya lebih kecil apabila dibandingkan dengan
lapisan pasir A dan lapisan pasir B.
Pada lapisan minyak TAC (Technical Assistance Contractor) Ramba perangkap
minyaknya merupakan struktur antiklin.Pada formasi Talang Akar, minyak
terjebak dalam perangkat stratigrafi seperti pembajian yang naik dari lapisan
pasir, terutama pada daerah yang tinggi.Minyak yang dihasilkan dari formasi
Talang Akar umumnya merupakan minyak berat yang memiliki °API yang
berkisar antara 18-49 °API.

RAMBA
‘B’ POOL

RAMBA
‘A’ POOL

Sumber : Arsip PT Pertamina EP Asset 1 Field Ramba

Gambar 2.6Peta Struktur Lapisan Karbonat Lapangan Ramba

LAPORAN KERJA PRAKTIK PETROCHINA INTERNATIONAL COMPANIES IN INDONESIA 18


Formasi Baturaja memiliki kelimpahan kandungan sedimen karbonat yang dapat
dimanfaatkan sebagai reservoir hidrokarbon karena memiliki sifat porositas &
permeabilitas yang baik sehingga dapat dikatakan sebagai reservoir ideal, selain
itu pada Formasi Baturaja ini dapat diketahui bahwa sistem jebakan (trap) yang
digunakan adalah berupa sistem stratigrafi yang melibatkan batuan sedimen
karbonat sebagai batuan yang paling terlibat pada sistem tersebut.

2.3 Produksi Lapangan


Lapangan Ramba pertama kali diproduksi pada Agustus 1982. Lapangan ini
memiliki 140 sumur yang terbagi menjadi 45 sumur yang masih berproduksi yang
meliputi 3 sumur flowing, 10 sumur ESP, 16 sumur SRP, 16 sumur HPU dan 7
sumur Water Injection well (berdasarkan data 2013). Total produksi kumulatif
pada lapangan Ramba ini hingga Desember 2012 adalah 99 MMSTB. Sedangkan
remaining recoverable oil reserves hingga Januari 2013 adalah 119.21 MMSTB.
Produksi utama dari lapangan PT. Pertamina EP Asset 1 Field Ramba adalah
crude oil (minyak mentah) yang diperoleh dari sumur-sumur produksi di area
tersebut.Beberapa sumur produksi di Field Ramba masih mampu berproduksi
dengan natural flow.Untuk sumur-sumur produksi yang tidak mampu
mengalirkan minyak secara natural flow, dilakukan artificial lift.Artificial lift
yang digunakan di PT. Pertamina EP Asset 1o Field Ramba adalah Sucker Rod
Pump (SRP), Hydraulic Pumping Unit (HPU), Electric Submersible Pump (ESP),
dan Progresive Cavity Pump (PCP). Total sumur produktif di PT. Pertamina EP
Asset 1 Field Ramba pada saat ini sebanyak 502 sumur, dengan laju produksi
minyak kumulatif berkisar antara 5500 – 6000 BOPD, namun yang berproduksi
hanya 121 sumur. Berikut adalah jumlah sumur produksi tiap area :

Tabel 2.2 Jumlah Sumur Produksi


No Nama Stasiun Pengumpul Jumlah Sumur Yang Berproduksi
1 Area Ramba 140 sumur (45 sumur yang berproduksi)
2 Bentayan 104 sumur (42 sumur yang berproduksi)
3 Area Tanjung Laban 38 sumur (16 sumur yang berproduksi)
4 Area Kluang 90 sumur (11 sumur yang beproduksi)

LAPORAN KERJA PRAKTIK PETROCHINA INTERNATIONAL COMPANIES IN INDONESIA 19


5 Area Mangun Jaya 127 sumur (10 sumur yang berproduksi)

Dalam melaksanakan usaha produksinya, PT. Pertamina EP Asset 1 Field Ramba


memiliki lima area produksi. Pembagian area ini dilakukan agar mempermudah
proses managemennya. Area produksi tersebut adalah:
1. Tanjung Laban
2. Bentayan
3. Mangun Jaya
4. Kluang, terbagi atas dua poolyaitu Kluang dan North Kluang

Central Ramba, terbagi atas dua pool yaitu Pool A dengan wilayah meliputi
Central Ramba dan West Ramba, serta pool B yaitu wilayah North Ramba.
Central Ramba memproduksikan minyak yang berasal dari 50 sumur produksi
dengan rincian 18 sumur produksi yang menggunakan alat lifting berupa HPU
(Hydraulic Pumping Unit), 20 sumur produksi yang menggunakan alat lifting
berupa SRP (SuckerRod Pump), 12 sumur produksi yang menggunakan alat lifting
berupa ESP (Electric Submersible Pump) dengan total Produksi SP Central PT
Pertamina EP Asset 1 Field Ramba per bulan Juli rata-rata adalah 1.000 BOPD.
Dari 50 sumur produksi tersebut semuanya sudah menggunakan metode Artificial
lift (pengangkatan buatan).

LAPORAN KERJA PRAKTIK PETROCHINA INTERNATIONAL COMPANIES IN INDONESIA 20


Gambar 2.7 Peta Area Produksi PT Pertamina EP Asset 1 Field Ramba

Dalam menjalankan produksinya, PT Pertamina EP Asset 1 Field Ramba


memiliki beberapa fasilitas pendukung, antara lain Gathering Station, Gas Plant,
Water Flood, dan Booster. Berikut ini adalah daftar fasilitas di Pertamina EP
Asset 1 Field Ramba:

1. Gathering Station Produksi Central Ramba


2. Gathering Station Produksi Talang Akar
3. Gathering Station Produksi Kluang
4. Gathering Station Produksi Mangun Jaya
5. Gathering Station Produksi Bentayan
6. Gas Plant Central Ramba
7. Power Plant Ramba
8. Water Treating Plant
9. Water Flood

LAPORAN KERJA PRAKTIK PETROCHINA INTERNATIONAL COMPANIES IN INDONESIA 21


BAB III

DASAR TEORI

3.1 Scale

Scale merupakan endapan yang terbentuk dari proses kristalisasi dan pengendapan
mineral yang terkandung dalam air formasi. Pembentukan scale biasanya terjadi
pada bidang-bidang yang bersentuhan secara langsung dengan air formasi selama
proses produksi, seperti pada matrik dan rekahan formasi, lubang sumur,
rangkaian pompa dalam sumur (downhole pump), pipa produksi, pipa selubung,
pipa alir, serta peralatan produksi di permukaan.

Adanya endapan scale pada komponen-komponen diatas, dapat menghambat


aliran fluida baik dalam formasi, lubang sumur maupun pada pipa-pipa di
permukaan. Pada matriks formasi, endapan scale akan menyumbat aliran dan
menurunkan permeabilitas batuan. Sedangkan pada pipa, hambatan aliran terjadi
karena adanya penyempitan volume alir fluida serta penambahan kekasaran
permukaan pipa bagian dalam, seperti yang terlihat pada Gambar 3.1.

Penampang Pipa
Endapan Scale

A Matriks
Batuan Minyak

Aliran Air

Scale
B

LAPORAN KERJA PRAKTIK PETROCHINA INTERNATIONAL COMPANIES IN INDONESIA 22


Gambar 3.1 Ilustrasi Endapan Scale

a. Pada Pipa b. Pada Matriks Formasi

3.1.1Mekanisme Pembentukan Scale

Faktor utama yang berpengaruh terhadap pembentukan, pertumbuhan kristal serta


pengendapan scale antara lain adalah perubahan kondisi reservoir (penurunan
tekanan reservoir dan perubahan temperatur), percampuran dua jenis fluidayang
mempunyai susunan mineral yang tidak sesuai, adanya supersaturasi, penguapan
(akibat dari perubahan konsentrasi), pengadukan (agitasi, pengaruh dari
turbulensi), waktu kontak antara padatan dengan permukaan media pengendapan
serta perubahan pH.

Mekanisme pembentukan endapan scale berkaitan erat dengan komposisi air di


dalam formasi. Secara umum, air mengandung ion-ion terlarut, baik itu
berupakation (Na+, Ca2+, Mg2+, Ba2+, Sr2+, dan Fe3+), maupun anion (Cl-, HCO3-,
SO42-, dan CO32-). Kation dan anion yang terlarut dalam air akan membentuk
senyawa yang mengakibatkan terjadinya proses kelarutan (solubility). Kelarutan
didefinisikan sebagai batas/limit suatu zat yang dapat dilarutkan dalam zat pelarut
pada kondisi fisik tertentu. Proses terlarutnya ion-ion dalam air formasi
merupakan fungsi dari tekanan, temperatur serta waktu kontak (contact time)
antara air dengan media pembentukan. Air mempunyai batas kemampuan dalam
menjaga senyawa ion-ion tersebut tetap dalam larutan, sehingga pada kondisi
tekanan dan temperatur tertentu, dimana harga kelarutan terlampaui, maka
senyawa tersebut tidak akan terlarut lagi, melainkan terpisah dari pelarutnya
dalam bentuk padatan.

Dalam proses produksi, perubahan kelarutan terjadi seiring dengan penurunan


tekanan dan perubahan temperatur selama produksi. Perubahan angka kelarutan
pada tiap zat terlarut dalam air formasi akan menyebabkan terganggunya
keseimbangan dalam air formasi, sehingga akan terjadi reaksi kimia antara ion
positif (kation) dan ion negatif (anion) dengan membentuk senyawa endapan yang
berupa kristal.

LAPORAN KERJA PRAKTIK PETROCHINA INTERNATIONAL COMPANIES IN INDONESIA 23


Dari penjelasan diatas, kondisi-kondisi yang mendukung pembentukan dan
pengendapan scale antara lain adalah sebagai berikut:

1. Air mengandung ion-ion yang memiliki kecenderungan untuk membentuk


senyawa-senyawa yang mempunyai angka kelarutan rendah.
2. Adanya perubahan kondisi fisik atau komposisi air yang akan menurunkan
kelarutan lebih rendah dari konsentrasi yang ada.
3. Kenaikan temperatur akan menyebabkan terjadinya proses penguapan,
sehingga akan terjadi perubahan kelarutan.
4. Air formasi yang mempunyai derajat keasaman (pH) besar akan
mempercepat terbentuknya endapan scale.
5. Pengendapan scale akan meningkat dengan lamanya waktu kontak dan ini
akan mengarah pada pembentukan scale yang lebih padat dan keras.

Proses pembentukan endapan scale dapat dikategorikan dalam tiga tahapan pokok
yaitu:

1. Tahap Pembentukan Inti (nukleasi)


Pada tahap ini ion-ion yang terkandung dalam air formasi akan mengalami
reaksi kimia untuk membentuk inti kristal. Inti kristal yang terbentuk
sangat halys sehingga tidak akan mengendap dalam proses aliran.

2. Tahap Pertumbuhan Inti


Pada tahap pertumbuhan inti kristal akan menarik molekul-molekul yang
lain, sehingga inti akan tumbuh menjadi butiran yang lebih besar, dengan
diameter 0.001 – 0.1 µ (ukuran koloid), kemudian tumbuh lagi sampai
diameter 0.1 – 10 µ (kristal halus). Kristal akan mulai mengendap saat
pertumbuhannya mencapai diameter > 10 µ (kristal kasar).

3. Tahap Pengendapan
Kecepatan pengendapan kristal dipengaruhi oleh ukuran dan berat jenis
kristal yang membesar pada tahap sebelumnya. Selain itu proses
pengendapan juga dipengaruhi oleh aliran fluida pembawa, dimana kristal

LAPORAN KERJA PRAKTIK PETROCHINA INTERNATIONAL COMPANIES IN INDONESIA 24


akan mengendap apabila kecepatan pengendapan lebih besar dari
kecepatan aliran fluida.

Sedangkan berdasarkan metode pembentukannya, pembentukan scale dapat


dibedakan menjadi dua jenis, yaitu secara homogen (homogeneus nucleation) dan
heterogen (heterogeneus nucleation), seperti yang terlihat pada Gambar 3.2.

Ion pairs Clusters /


nuclei

B Supersaturation
Condition
Transient
Stability
Pasangan
Supersaturasi Ion

A
Further growth Imperfect Kation
at sites of crystal crystalites
Permukaan Pipa imperfections Anion
yang Kurang Sempurna

Aliran Fluida Dinding Pipa

Gambar 3.2 Metode Pembentukan dan Pengendapan Scale

a. Homogeneus Nucleation b. Heterogeneus Nucleation

3.1.2Komposisi Kimia dan Sifat Fisik Air Formasi

Scale terbentuk pada sistem air yang memiliki komponen utama yang harus
diketahui antara lain adalah ion-ion yang terkandung di dalam air, serta sifat fisik
air yang berhubungan dengan proses pembentukan scale. Tabel 3.1 berikut ini
menunjukkan komponen utama serta sifat fisik dari air formasi, sedangkan Tabel
3.2 menunjukkan sifat fisik air dalam keadaan murni.

Tabel 3.1 Komponen Utama dan Sifat Fisik Air Formasi

Ion - Ion Sifat lainnya


Kation

LAPORAN KERJA PRAKTIK PETROCHINA INTERNATIONAL COMPANIES IN INDONESIA 25


Kalsium (Ca)  Keasaman (pH)
Magnesium (Mg)  Padatan Tersuspensi (jumlah,
Natrium (Na) ukuran, bentuk, komposisi
Besi (Fe) kimia)
Barium (Ba)  Turbiditas
Stronsium (Sr)  Temperatur
 Specific Gravity
 Gas Terlarut (O2, CO2)
Anion
Klorida (Cl)
Karbonat (CO3)  Sulfida (pada H2S)
Bikarbonat (HCO3)
 Populasi Bakteri
Sulfat (SO4)
 Kandungan Minyak

Tabel 3.2 Sifat Fisik Air Murni

Berat molekul 18
Densitas @4 ˚C 1 mg/lt
Titik beku 0 ˚C
Titik didih 100 ˚C

Kation-kation yang terkandung dalam air antara lain adalah sebagai berikut:

a. Kalsium (Ca)
Kalsium umumnya merupakan komponen terbesar dalam air formasi,
dengan konsentrasi yang mencapai 30,000 mg Ca/lt air. Kalsium juga
merupakan komponen pembentuk scale yang paling dominan, karena
dapat bereaksi baik dengan ion karbonat maupun sulfat dan mengendap
untuk membentuk scale maupun padatan tersuspensi.

b. Magnesium (Mg)

LAPORAN KERJA PRAKTIK PETROCHINA INTERNATIONAL COMPANIES IN INDONESIA 26


Konsentrasi magnesium dalam air biasanya lebih rendah jika dibandingkan
dengan kalsium, meskipun demikian seperti halnya kalsium, keberadaan
magnesium juga akan menimbulkan permasalahan. Reaksi antara
magnesium dengan ion karbonat dan sulfat akan akan menyebabkan
pengendapan scale ataupun penyumbatan matriks batuan. Padatan yang
terbentuk dari reaksi dengan ion karbonat antura magnesium dan kalsium
mempunyi perbedaan, dimana MgSO4 bersifat dapat larut (soluble)
sementara CaSO4 tidak. Demikian juga jika bereaksi dengan ion sulfat.

c. Natrium (Na)
Natrium juga merupakan komponen yang dominan dalam air, tetapi
keberadaannya tidak menimbulkan masalah yang berhuibungan dengan
pengendapan scale yang tidak dapat larut, kecuali pengendapan natrium
klorida (NaCl) yang bersifat mudah larut, yang biasanya tejadi pada air
formasi dengan pH yang tinggi.

d. Besi (Fe)
Besi biasanya terkandung dalam air dengan konsentrasi yang relatif rendah
(kurang dari 1000 mg/lt), yang berupa ferric (Fe3+) dan ferro Fe2+) ataupun
dalam suatı suspensi yang berupa senyawa besi yang terendapkan. Ion besi
dengan konsentrasi yang tinggi biasanya menunjukkan adanya problem
korosi. Selain itu adanya pengendapan senyawa besi juga dapat
mengakibatkan penyumbatan.

e. Barium (Ba)
Konsentrasi barium dalam air cenderung rendah, meskipun demikian
reaksi barium dengan ion sulfat akan menimbulkan permasalahan besar,
karena padatan bentukan yang terendapkan berupa barium sulfat (BaSO4)
bersifat tidak larut.

f. Stronsium (Sr)

LAPORAN KERJA PRAKTIK PETROCHINA INTERNATIONAL COMPANIES IN INDONESIA 27


Seperti halnya kalsium dan barium, reaksi stronsium dengan ion sulfat
akan membentuk scale stronsium sulfat yang juga bersifat tidak larut.
Meskipun stronsium sulfat memiliki kadar kelarutan yang lebih besar dari
barium sulfat, seringkali kedua jenis scale ini terendapkan secara bersama
dan membentuk endapan scale campuran.

Anion-anion yang terkandung dalam air antara lain adalah sebagai berikut:

a. Klorida (Cl-)
Klorida merupakan jenis anion yang paling dominan dalam air formasi
maupun dalam air tawar. Ion klorida pada umumnya membentuk senyawa
dengan natrium sehingga dijadikan sebagai indikator harga salinitas dari
air. Kandungan ion klorida pada air tawar mencapai 3000 mg/lt,
sedangkan pada air formasi dapat mencapai 20000 sampai 30000 mg/lt.
Meskipun kandungan klorida yang besar dapat menyebabkan terjadinya
endapan natrium klorida, hal ini tidak akan menimbulkan masalah karena
bersifat mudah larut. Akan tetapi besarnya kandungan klorida
menunjukkan tingginya salinitas air, dan air dengan harga salinitas yang
tinggi cenderung menimbulkan korosi.

b. Karbonat (CO32-) dan Bikarbonat (HCO3-)


Ion-ion ini dapat membentuk endapan scale yang tidak larut jika bereaksi
dengan kalsium, dan membentuk scale yang larut dengan magnesium.
Kandungan ion bikarbonat juga berpengaruh terhadap derajat keasaman
(pH) larutan. Konsentrasi ion karbonat sering disebut sebagai
phenophthalein alkalinity, sedangkan konsentrasi ion bikarbonat disebut
methyl orange alkalinity.

c. Sulfat (SO42-)
Kandungan ion sulfat dapat menjadi masalah jika bereaksi dengan
kalsium, barium ataupun stronsium. Reaksi dari ion-ion tersebut akan

LAPORAN KERJA PRAKTIK PETROCHINA INTERNATIONAL COMPANIES IN INDONESIA 28


membentuk endapan scale yang bersifat tidak larut. Selain itu ion sulfat
juga merupakan sumber makanan untuk jenis bakteri tertentu.

Sifat-sifat air formasi yang lain adalah sebagai berikut:

a. Derajat Keasaman (pH)


Derajat keasaman merupakan salah satu sifat air yang penting jka
dikaitkan dengan terbentuknya scale. Besarnya pH air berpengaruh
terhadap kadar kelarutan beberapa jenis scale. Semakin tinggi pH air,
semakin besar pula kecenderungan terbentuknya scale. Jika harga pH
semakin kecil (lebih asam) kecenderungan terbentuknya scale akan
menurun, sebaliknya kecenderungan terjadinya korosi akan meningkat.
Air formasi biasanya mempunyai pH pada kisaran 4 sampai 8. Selain itu
pH larutan juga dipengaruhi oleh gas terlarut, dimana kandungan H2S dan
CO2 yang terlarut dalam larutan akan menurunkan pH larutan.

b. Kandungan Padatan Tersuspensi


Kandungan padatan merupakan jumlah padatan yang tersaring dari
sejumlah sampel air formasi dengan menggunakan saringan membran,
yang menunjukkan perkiraan kecenderungan penyumbatan. Besar pori
saringan yang biasanya digunakan berukuran 0.45 µm. Padatan tersuspensi
dapat berupa padatan organik maupun inorganik. Padatan organik antara
lan adalah titik-titik minyak dalam air, asphalt, titik-titik emulsi serta
parafin, sedangkan padatan inorganik dapat berupa pasir, lempung, silt,
serta endapan scale. Selain jumlah, hal lain yang perlu diketahui dari
padatan tersuspensi adalah distribusi ukuran partikel, bentuk serta
komposisi kimianya.

c. Turbiditas
Turbiditas air formasi dapat disebut sebagai derajat kekotoran air formasi,
yang merupakan ukuran dari kandungan padatan tersuspensi dan
hidrokarbon dalam air formasi. Turbiditas dapat digunakan sebagai

LAPORAN KERJA PRAKTIK PETROCHINA INTERNATIONAL COMPANIES IN INDONESIA 29


indikator kecenderungan terjadinya penyumbatan, terutama pada air
injeksi.

d. Temperatur
Besarnya temperatur air formasi berpengaruh terhadap pH dan specific
gravity air formasi, kecenderungan pembentukan scale, serta kadar
kelarutan padatan dan gas dalam air formasi tersebut.

e. Specific Gravity
Specific gravity didefinisikan sebagai perbandingan antara densitas sampel
air dengan densitas air murni, dengan satuan berat per unit volume (gr/ml).
Air murni mempunyai harga berat sebesar 1.0 gr/lt, sehingga air formasi
dengan specific gravity lebih besar dari 1.0 menunjukkan bahwa air
formasi mengandung zat-zat terlarut (anion, kation, gas, dan sebagainya).
Semakin besar harga specific gravity air formasi, maka semakin besar juga
zat-zat yang terlarut didalamnya. Sebagai perbandingan, specific gravity
dari air formasi dengan kandungan 2% KCl adalah sebesar 1.01 dengan
densitas 8.42 lbs/gal, sedangkan untuk air formasi yang terjenuhi kalsium
klorida mempunyai specific gravity 1.41 dengan densitas 11.76 lbs/gal.

f. Kandungan Gas Terlarut (Oksigen dan Karbon Dioksida)


Kandungan oksigen terlarut akan meningkatkan kecenderungan terjadinya
korosi, dan adanya kandungan ion besi akan menyebabkan terbentuknya
endapan senyawa besi yang bersifat tidak larut, sedangkan kandungan
karbon dioksida akan berpengaruh terhadap pH air, kecenderungan
terbentuknya scale dan korosi. Apabila air formasi yang mengandung
karbon dioksida mengalami penurunan tekanan, maka karbon dioksida
akan cenderung terlepas dari larutan dan membentuk endapan berupa scale
carbonat.

LAPORAN KERJA PRAKTIK PETROCHINA INTERNATIONAL COMPANIES IN INDONESIA 30


g. Kandungan Hidrogen Sulfida (H2S)
Kandungan H2S akan berpengaruh secara langsung terhadap
kecenderungan terjadinya korosi. Hidrogen sulfida dapat terbentuk secara
alami ataupun secara biologis dihasilkan dari kegiatan bakteri penghasil
sulfat.
h. Populasi Bakteri
Keberadaan bakteri dalam air formasi kemungkinan besar menyebabkan
terjadinya penyumbatan akibat pengendapan zat-zat yang dihasilkannya.

3.1.3Jenis Scale dan Faktor yang Berpengaruh Terhadap Pembentukannya

Senyawa-senyawa yang berbentuk padatan dan mempunyai kecenderungan untuk


membentuk endapan scale antara lain adalah kalsium karbonat (CaCO3), gipsum
atau kalsium sulfat (CaSO4 . 2H2O), dan barium sulfat (BaSO4). Endapan scale
yang lain adalah stronsium sulfat (SrSO4) yang mempunyai intensitas
pembentukan rendah dan kalsium sulfat (CaSO3), yang biasa terbentuk pada
peralatan pemanas, yaitu boilers, dan heater treaters, serta scale dengan komponen
besi, seperti iron carbonate (FeCO3), seperti yang terlihat pada Table3.3.

Table3.3 Jenis Komponen Endapan Scale

Chemical Name Chemical Mineral Name


Formula
Water Soluble Scale
Natrium Chloride NaCl Halite
Acid Soluble Scales
Calcium Carbonate CaCO3 Calcite
Iron Carbonate FeCO3 Siderite
Iron Sulfide FeS7 Trolite
Iron Oxide Fe2O3 Hematite
Iron Oxide Fe2O4 Magnetit
Magnesium Mg(OH)2 Brucite
Hydroxide

LAPORAN KERJA PRAKTIK PETROCHINA INTERNATIONAL COMPANIES IN INDONESIA 31


Acid InsolubleScales
Calcium Sulfate CaSO4
Calcium Sulfate CaSO4 . 2H2O Anhydrite
Barium Sulfate BaSO4 Gypsum
Strontium Sulfate SrSO4 Barite
Barium Strontium BaSr(SO4)2 Celestite
Sulfate

Scale dapat dikenali dengan mengklasifikasikannya berdasarkan komposisi yang


membentuk scale dan jenis pengendapannya. Berdasarkan komposisinya, secara
umum scale dibedakan menjadi scale karbonat, scale sulfat, serta campuran dari
keduanya. Sedangkan berdasarkan jenis pengendapannya, klasifikasi scale dapat
dilihat pada Table3.4.

Table3.4Klasifikasi Pengendapan Scale

Jenis Sifat Utama Komponen Reaksi Kimia


Hard Umumnya BaSO4, SrSO4, BaCl2+ Na2SO4 BaSO4 + 2NaCl
Scale berwarna terang, CaSO4, dan SrCl2+ CaSO4SrSO4 + CaCl2
dan apabila 2H2O, ataupun
terdapat pengotor kombinasi dari
(minyak atau keempatnya,
oksida besi) akan serta
menjadi agak kecenderu-
gelap. ngan terdapat-
Hampir tidak larut nya SiO2.
dalam asam.
Soft Umumnya terang CaCO3 dengan Ca(HCO3)2CaCO3+CO2+H2O
Scale atau agak gelap kandungan
(jika mengandung sedikit MgCO3,
pengotor). FeCO3, SiO2,
Larut dalam asam. CaSO4.2H2O,
Mengandung CO2. FeS dan S.
Misc. Tidak mudah larut FeS, Fe2O3, Fe + H2S  FeS + H

LAPORAN KERJA PRAKTIK PETROCHINA INTERNATIONAL COMPANIES IN INDONESIA 32


dalam asam. H2O, S Fe2O3 + 3H2S  2FeS+ 3H2O + S
Mengandung H2S. 2Fe2O3 + 6H2S  2FeS3 + 6H2O
Berwarna coklat 2Fe2S3 + 3O2 2Fe2O3 + 6S
tua sampai hitam. 6H2S + 3O2 6H2O + 6S
Dari sekian banyak jenis scale yang dapat terbentuk, hanya sebagian kecil yang
seringkali dijumpai pada industri perminyakan. Tabel 3.5 menunjukkan jenis-
jenis scale yang umum terjadi dilapangan.

Tabel 3.5Endapan Sale yang Umum terdapat di Lapangan Minyak

Jenis Scale Rumus Kimia Faktor yang Berpengaruh


Kalsium Karbonat CaCO3  Penurunan tekanan
(Kalsit) (CO2)
 Perubahan
temperatur
 Kandungan garam
terlarut
 Perubahan
keasaman (pH)
Kalsium Sulfat
Gypsum (sering) CaSO4 . 2H2O  Perubahan tekanan
Hemi-Hydrate CaSO4 . ½H2O dan temperatur
Anhydrite CaSO4  Kandungan garam
terlarut
Barium Sulfate BaSO4  Perubahan tekanan
Strontium Sulfate SrSO4 dan temperatur
 Kandungan garam
terlarut
Komponen Besi
Besi Karbonat FeCO3  Korosi
Sulfida Besi FeS  Kandungan gas
Ferrous Hydroxide Fe(OH)2 terlarut
Ferric Hydroxide Fe(OH)3  Derajat keasaman

LAPORAN KERJA PRAKTIK PETROCHINA INTERNATIONAL COMPANIES IN INDONESIA 33


Oksida Besi Fe2O3 (pH)

3.2Penanganan Scale

Penanganan masalah scale meliputi upaya pencegahan terhadap pembentukan


maupun pengendapan scale serta penanggulangan atau pembersihan scale yang
telah terbentuk. Program penanganan didesain berdasarkan pada data hasil
identifikasi mekanisme dan kondisi pembentukan, lokasi terbentuknya scale serta
komposisi endapan yang terbentuk.

Upaya pencegahan yang seringkali dilakukan adalah dengan menginjeksikan zat


kimia pengontrol scale (scale inhibitor), baik pada formasi maupun pada pipa-
pipa dan peralatan produksi. Zat kimia tersebut bekerja dengan cara menjaga
partikel pembentukan scale tetap dalam larutan, sehingga diharapkan tidak terjadi
pengendapan.

Selain penggunaan scale inhibitor, dengan mempertimbangkan pengaruh tekanan


pada penurunan kelarutan, pressure maintenance baik dengan injeksi air ataupun
injeksi gas, dapat berperan dalam upaya pencegahan terbentuknya scale.
Sedangkan pada program injeksi air untuk meningkatkan perolehan minyak
(waterflooding), upaya pencegahan diterapkan pada perencanaan air yang akan
diinjeksikan. Air yang akan diinjeksikan dirancang sifat fisiknya dan kandungan
kimia tertentu, sehingga kemungkinan adanya reaksi pembentukan padatan scale
dapat dieliminasi.

Penanggulangan masalah scale bertujuan untuk menghilangkan endapan scale


baik scale yang menyumbat pada matriks batuan formasi ataupun scale yang
menempel pada dinding pipa. Hal pokok yang perlu dipertimbangkan dalam
perencanaan program penanggulangan adalah kecepatan proses, pengaruh
terhadap adanya kerusakan pada peralatan produksi , tubing ataupun formasi yang
akan dibersihkan, serta kemampuan untuk mencegah terbentuknya endapan
lanjutan (re-precipitation).

LAPORAN KERJA PRAKTIK PETROCHINA INTERNATIONAL COMPANIES IN INDONESIA 34


Berdasarkan metode yang digunakan, penanggulangan scale dapat dibedakan
menjadi dua macam, yaitu penanggulangan secara mekanik dan kimiawi.
Pemilihan metode mekanik yang digunakan pada program penanggulangan scale
didasarkan pada lokasi terbentuknya scale, sedangkan pemilihan metode kimia
didasarkan pada jenis scale yang terbentuk. Scale yang terbentuk pada formasi
dapat dibersihkan secara kimiawi dengan pengasaman (acidizing). Untuk endapan
scale pada sistem perpipaan baik pada tubing ataupun peralatan produksi, dapat
digunakan dengan cara mekanik ataupun kimia atau merupakan kombinasi dari
keduanya, yaitu dengan menggunakan zat kimia dan dengan cara mekanis seperti
coiled tubing, line scrappers, pigs, ataupun cathodic protection pada surface line.

3.2.1Pencegahan Terbentuknya Endapan Scale

Pencegahan terbentuknya scale adalah usaha preventif yang dilakukan sebelum


terbentuknya endapan scale. Pada kenyataannya proses pembentukan scale sama
sekali tidak dapat dicegah, sehingga upaya yang dilakukan semata-mata hanyalah
meminimalisasi pembentukan dan terutama pengendapan scale, sehingga
permasalahan yang terjadi sebagai akibat dari pengendapan tersebut dapat dicegah
dan diminimalisir.

A. Menggunakan Zat-zat Kimia Pengontrol Scale

Salah satu cara untuk mencegah terjadinya scale yaitu dengan cara menjaga
kation-kation pembentuk scale tetap berada dalam larutannya. Zat-zat kimia yang
ditambahkan dalam air berfungsi sebagai pencegah terbentuknya scale
(scaleinhibitor) di dalam larutan tersebut.

Scale inhibitor merupakan suatu bahan kimia yang berfungsi untuk menjaga
anion-kation pembentuk scale tetap berada dalam larutannya. Untuk memenuhi
kebutuhan tersebut, diperlukan kecepatan injeksi yang didasarkan pada jumlah
produksi fluida total dan bahan kimianya yang harus dipompakan sedemikian
rupa, sehingga konsentrasinya tidak kurang dari batas minimum yang diijinkan
dan dosis yang digunakan. Setelah penentuan jenis scale inhibitor, perlu
diperhatikan beberapa hal berikut agar diperoleh hasil yang maksimal, yaitu:

LAPORAN KERJA PRAKTIK PETROCHINA INTERNATIONAL COMPANIES IN INDONESIA 35


 Scale inhibitor harus ditambahkan pada titik dimana kristal scale mulai
terbentuk. Ini berarti bahwa inhibitor harus diinjeksikan pada upstream
area yang bermasalah. Dalam hal ini adalah pada sumur produksi.
 Scale inhibitor harus diinjeksikan secara kontinyu agar selalu mencegah
terbentuk kristal scale dalam air terproduksi.

Ada beberapa metode treatment yang dapat dilakukan untuk mengunjeksikan


scale inhibitor, yaitu:

Squeeze Treatment
Squeeze treatment ini merupakan suatu cara menginjeksikan inhibitor ke
dalam formasi dengan tekanan injeksi tertentu dibawah tekanan rekah
formasi dan diatas tekanan formasi.
Inhibitor dilarutkan dalam fluida pembawa yang disertai dengan zat aktif
permukaan untuk memperbaiki kebasahan batuan formasi. Dengan adanya
inhibitor ini, maka terbentuklah lapisan pelindung (protective film) pada
permukaan pipa selama operasi injeksi dan selama aliran fluida produksi
mengandung inhibitor dengan konsentrasi yang cukup tinggi.

Batch Treatment
Batch treatment merupakan suatu cara dengan menempatkan scale
inhibitor ke dalam sumur melalui tubing dalam jumlah yang hampir sama
dengan jumlah air yang diproduksikan per hari. Dengan adanya aliran
fluida dari reservoir yang mengalir ke lubang sumur, maka fluida akan
bercampur dengan scale inhibitor yang ada. Akibatnya scale inhibitor
bercampur dengan fluida produksi dan selanjutnya akan terbawa ke atas
melalui peralatan-peralatan produksi.
Scale inhibitor ditempatkan pada beberapa kaki (ft) dibawah lubang
sumur, ketika fluida mengalir ke lubang sumur. Namun demikian, ternyata
scale inhibitor yang ditempatkan di dasar sumur ini tidak dapat bertahan
lama, sehinggia scale inhibitor hanya berguna dalam waktu yang relatif
singkat.

Continous Treatment

LAPORAN KERJA PRAKTIK PETROCHINA INTERNATIONAL COMPANIES IN INDONESIA 36


Continous treatment merupakan suatu treatment dengan jalan
menginjeksikan scale inhibitor ke dalam sumur melalui annulus oleh
chemical injection pump. Dengan cara tersebut dapat menyebabkan zat
kimia tersebut menyembur ke bawah (ke dasar sumur) dan dengan segera
dapat menjaga kelarutan. Untuk memenuhi kebutuhan di atas diperlukan
kecepatan injeksi yang didasarkan pada jumlah produksi fluida total dan
bahan kimianya harus dipompakan sedemikian rupa, sehingga
konsentrasinya tidak kurang dari batas minimum yang diijinkan.
Selain itu, sebelum dilakukan injeksi inhibitor harus dipersiapkan
instrumen dan komponennya, antara lain chemical tank, chemical pump,
atomizer, dan chemical yang akan digunakan. Jenis scale inhibitor yang
biasa digunakan di lapangan adalah inorganic polyphospate,
organicscalecontrol chemical (organic phospate dan phosphonate) dan
polyorganic acid. Selain itu adanya polimer sebagai aditif juga digunakan
untuk mencegah atau menghambat pembentukan scale.

B. Metode Pengujian Scale Inhibitor

Metode ini dilakukan pengujian efektifitas scale inhibitor secara laboratorium


dengan menggunakan Static Beaker Test dan Dynamic Tube Blocking Test. Static
Beaker Test atau NACE Test dilakukan di laboratorium dengan melakukan uji
coba scale inhibitor dengan konsentrasi berbeda. NACE Test adalah metode
perhitungan efektifitas scale inhibitor dengan memantau kandungan terlarut dalam
air formasi.

Faktor-faktor yang harus dioerhatikan dalam pemilihan scale inhibitor adalah


jenis scale, laju produksi, water cut, komposisi kimia didalam scale, dosis bahan
kimia pada inhibitor, laju pembentukan scale (scalegrowth), temperatur, reaksi
dengan ion-ion dalam air, dan reaksi dengan senyawaan kimia lain yang mungkin
terjadi. Perkembangan scale didalam sumur dan konsentrasi scale inhibitor yang
efektif dapat dimonitor dengan beberapa metode yaitu:

LAPORAN KERJA PRAKTIK PETROCHINA INTERNATIONAL COMPANIES IN INDONESIA 37


1. Analisis scale coupon, melalui penentuan besar laju pembentukan scale
(scale growth)
2. Residual phosponate, melalui penentuan harga residual phosponate yang
merupakan sisa scale inhibitor yang tidak bereaksi dengan kation dan
anion pembentuk scale.
3. Turbidity, melalui penentuan harga kadar kekeruhan dalam air yang telah
bereaksi dengan scale inhibitor.
4. Kelarutan Hardness (Ca dan Mg), melalui penentuan harga kelarutan
konsentrasi Ca dan Mg terhadap kalsium karbonat yang bereaksi dengan
scale inhibitor.

C. Metode Pencegahan Alternatif

Selain dengan menginjeksikan zat-zat kimia pencegah scale, upaya pencegahan


lain yang bersifat tidak langsung dan dapat dipertimbangkan penggunaannya
adalah program pressure maintenance pada formasi, temperature maintenance
pada instalasi pemipaan dipermukaan, serta perencanaan air yang sesuai pada
program injeksi air untuk meningkatkan perolehan minyak (water flooding).

Berdasarkan pada besamya pengaruh penurunan tekanan selama proses produksi


berlangsung terhadap kelarutan komponen dalam air formasi, maka upaya untuk
menjaga tekanan formasi (pressure maintenance) dapat berfungsi sebagai upaya
pencegahan terendapkannya partıkel scale.

Penunınan temperatur yang sangat besar akan terjadı pada saat fluida mengalir
dipermukan. Hal ini dapat menyebabkan mengendapnya partikel scale pada
bagian-bagian pipa yang memungkinkan, seperti pada sambungan-sambungan
pipa, belokan yang menyebabkan adanya perubahan arus, serta pada bagian pipa
dengan permukaan dalam yang kurang sempurna. Untuk mengatasi ini dapat
diterapkan metode untuk menjaga agar penurunan temperatur tidak terlalu tinggi,
baik itu dengan menggunakan pemanas (heater) ataupun melapisi pipa dengan
peredam panas.

LAPORAN KERJA PRAKTIK PETROCHINA INTERNATIONAL COMPANIES IN INDONESIA 38


Pembentukan scale akibat dari tercampurnya dua jens air yang tidak kompatibel
biasanya terjadi pada sumur injeksi pada proses injeksi air (water flooding).
Tercampurnya dua jens air yang tidak kompatibel akan menimbulkan reaksi antar
ion-ion telarut, sehingga akan memungkinkan terbentuknya endapan scale.
Sebagai contoh, jika air yang mengandung ion Ca2+ bercampur dengan air yang
mengandung ion CO32- maka kondisi ini cenderung menyebabkan terbentuknya
endapan scale CaCO3.

Berdasarkan pada keterangan diatas, maka dalam perencanaan air untuk injeksi,
pencampuran dua jenis air harus dihindari, karena hal tersebut akan menimbulkan
masalah apabila kedua jenis air tersebut tidak kompatibel. Permasalahan akan
menjadi semakin kompleks apabila air injeksi juga tidak kompatibel dengan air
formasi, yang dapat dipastikan akan saling kontak pada formasi, walaupun dengan
bidang kontak yang terbatar. Akan tetapi keadaan menjadi lain setelah air injeksi
menerobos (breakthrough) dan ikut terproduksi, dimana bidang kontak antara air
injeksi dengan air formasi akan semakin luas, sehingga reaksi yang terjadi antara
ion-ion komponen pembentuk scale akan semakin sering terjadi.

Untuk menghindari hal tersebut, dalam perencanaan air injeksi perlu diperkirakan
kompatibilitas masing-masing jenis air. Metode yang paling sederhana untuk
memperkirakan derajat kompatibilitas dua jenis air adalah dengan
membandingkan komposisi kimia dari masing-masing jenis air tersebut, kemudian
diperkirakan reaksi antar ion yang akan terjadi. Sebagai contoh adalah data
komposisi kimia dua jenis air hasil analisis sebagai berikut:

Tabel 3.6 Contoh Komposisi Ion dalam Air Formasi

Komponen Air I Air II


Ca2+ Ada Tidak ada
HCO3- Tidak ada Ada
SO42- Tidak ada Ada
Ba2+ Ada Tidak ada
Fe2+ atau Fe3+ Tidak ada Ada
H2S ada Tidak ada

LAPORAN KERJA PRAKTIK PETROCHINA INTERNATIONAL COMPANIES IN INDONESIA 39


Dari data-data diatas, serta konsentrasi tiap komponen, pH, temperatur, dan
perbandingan pencampuran air, dapat diperkirakan endapan yang mungkin
terbentuk adalah kalsium karbonat, kalsium sulfat, barium sulfat, dan besi sulfida.

Dalam merencanakan air injeksi yang kompatibel dengan air formasi, upaya yang
dapat dilakukan adalah dengan mengubah komposisi air dan menghilangkan zat-
zat yang memungkinkan untuk terbentuknya komponen scale.

Mengubah Komposisi Air

Setelah memperkirakan derajat kompatibilitas air yang akan dicampur, koreksi


ataupun perbaikan dapat dilakukan dengan mengubah komposisi air. Metode yang
dapat dilakukan untuk merubah komposisi air adalah:

1. Pengenceran air (water dillution)


Pengenceran air injeksi dimaksudkan untuk membuat capmpuran baru dari
air injeksi yang telah diketahui komposisinya, dengan ditambah air lain,
sehingga menghasikan komposisi campuran air dengan konsentrasi yang
tidak membentuk scale pada kondisi sistem.

2. Mengontrol pH
Adanya penurunan harga pH, maka akan menaikkan kelarutan komponen
besi dan menurunkan kecenderungan pembentukan scale karbonat. Tetapi
hal itu akan membuat air formasi semakin korosif, yang akan
menimbulkan masalah korosi, sehingga perlu dikontrol pH larutan
mendekati harga pH normal dan dilakukan optimasi injeksi scale inhibitor
dan corrosion inhibitor.

Menghilangkan Zat-zat yang membentuk Scale

Zat-zat pembentuk scale yang dapat dieliminir keberadaannya antara lain adalah
gas terlarut yang mendukung terbentuknya scale, serta ion Ca2+, Mg2+, SO42-, dan
HCO3-. Gas-gas yang terlarut, seperti H2S, CO2, dan O2, dapat dihilangkan dari air
dengan cara kimia atau mekanis. Sedangkan untuk menghilangkan ion-ion seperti
Ca2+, Mg2+, SO42-, dan HCO3-, dapat dilakukan dengan proses pelunakan air

LAPORAN KERJA PRAKTIK PETROCHINA INTERNATIONAL COMPANIES IN INDONESIA 40


(water softening process), yang terdiri dari ion exchange, precipitation softening
serta destilation. Proses-proses diatas dapat dilakukan secara kombinasi atau
sendiri-sendiri.

3.2.2 Penanggulangan Endapan Scale

Secara langsung timbulnya masalah scale ini dapat menyebabkan kapasitas


produksi menurun, proses pengolahan selanjutnya menjadi lebih sulit, terjadinya
kerusakan peralatan prouksi, tidak optimalnya sumur dalam berproduksi dan biaya
yang diperlukan untuk pengolahan menjadi lebih besar. Oleh karena itu, scale
perlu dibersihkan. Pembersihan scale ini dapat dilakukan secara mekanik, kimia
dan gabungan dari keduanya.

Untuk menanggulangi scale yang dilakukan secara kimia, dapat dibedakan


menjadi dua tempat, yaitu scale yang terdapat pada pipa-pipa dan peralatan
produksi di permukaan serta scale yang terbentuk pada dasar sumur atau formasi.
Untuk itu semua digunakan zat kimia yang dapat melarutkannya.

A. Endapan Scale dalam Pipa

Untuk menghilangkan scale pada pipa-pipa di permukaan dilakukan dengan


kombinasi penggunaan zat kimia dan line scrappers atau pigs.

B. Scale Kalsium Karbonat

Untuk menanggulangi scale CaCO3 pada berbagai kondisi, cara yang paling
mudah dan murah adalah menggunakan HCl dengan konsentrasi 5%, 10%, atau
15%.

Reaksi kimia yang terjadi adalah:

CaCO3 + 2HCl → CaCl2 + H2O + CO2 ↑

Corrosion inhibitor juga harus ditambahkan ke dalam asam untuk menjaga agar
tidak melarutkan besi. Sering juga ditambahkan surfaktan untuk menghilangkan
film minyak dari scale yang mengandung deposit organik.

LAPORAN KERJA PRAKTIK PETROCHINA INTERNATIONAL COMPANIES IN INDONESIA 41


C. Scale Kalsium Sulfat

Karena CaSO3 bereaksi dengan HCl, maka digunakan fluida pengubah


(converter). Inorganic Converter biasanya karbonat (CO32-) atau hidroksida (OH-)
akan bereaksi dengan CaSO4 dan mengubahnya menjadi CaCO3 atau Ca(OH)2
yang akan larut dalam asam. Conversion treatment tersebut diikuti dengan
pengasaman untuk melarutkan CaCO3 atau Ca(OH)2.

Reaksi kimia yang terjadi adalah sebagai berikut:

CaSO4 + (NH4)2CO3 → (NH4)2SO4 + CaCO3

Kemudian CaCO3 yang terbentuk dilarutkan oleh HCl, dengan reaksi sebagai
berikut:

CaCO3 + 2HCl → CaCl2 + H2O + CO2 ↑

CO2 yang terbentuk akan membantu melepaskan endapan yang sangat padat.
Dalam menghilangkan endapan CaSO4 digunakan organic converter, seperti
natrium sitrat, kalsium glikolat, dan kalium asetat. Zat-zat tersebut dapat bereaksi
dengan endapan CaSO4 dan akan menyebabkan endapan tersebut membengkak
(swell), sehingga menjadi lunak dan mudah dihilangkan dengan cara mendorong
dengan air. Zat kimia ini mahal dan membutuhkan waktu kontak beberapa jam
untuk endapan yang tebal, sehingga sebaiknya dicoba terlebih dahulu pada
laboratorium sebelum digunakan.

Selain zat-zat di atas, juga digunakan EDTA (Etylene Diamine Tetra Acetit Acid),
natrium hidroksida (caustic) yaitu 10% NaOH akan melarutkan 12.5% berat scale.
Juga digunakan air asin yang mengandung 55000 mg/L NaCl akan melarutkan
gipsum pada 100˚F, yang besar kelarutannya tiga kali lebih besar dibandingkan
dengan air tawar pada temperatur yang sama.

D. Scale Barium Sulfat

Metode yang digunakan untuk mengatasi endapan scale barium sulfat dalam pipa
adalah sebagai berikut:

 Penambahan EDTA

LAPORAN KERJA PRAKTIK PETROCHINA INTERNATIONAL COMPANIES IN INDONESIA 42


Penambahan EDTA akan melarutkan BaSO4 secara fisik, yaitu akan
memisahkan ion barium sulfat dengan ion sulfat, kemudian ion barium
akan bereaksi dengan ion lain menjadi campuran kimia yang baru, karena
larutan barium sangat stabil. Tetapi sebelum membentuk campuran yang
baru, barium sempat bereaksi lagi dengan sulfat sehingga scale barium
sulfat baru dapat terbentuk lagi.

 Penambahan NaCl
Penambahan garam NaCl akan melarutkan BaSO4. Tenaga melarutkannya
naik seiring meningkatnya temperatur.

E. Scale Komponen Besi

Untuk melarutkan komponen besi digunakan HCl. Apabila HCl digunakan, maka
harus ditambahkan corrosion inhibitor untuk mencegah korosi pada pipa. Sering
juga ditambahkan iron squeeztering agent yang akan mencegah pengendapan besi
kembali. Pembentukan scale ini dapat terjadi apabila asam habis dan PH naik
tinggi.

3.2.3 Endapan Scale dalam Sumur dan Formasi

Penghilangan scale dalam sumur dan formasi terdiri dari pembersihan scale di
tubing maupun permukaan formasi, yaitu ruang pori dan rekahan. Pembersihan
scale di tubing pada dasarnya hanya dapat dilakukan dengan cara kimia. Jika
scale di tubing sulit dihilangkan, maka tubing harus dikeluarkan dan dibersihkan
di permukaan.

Pembersihan scale di lubang perforasi, di permukaan formasi, atau di pori-pori


atau rekahan pada matrik formasi, biasanya dilakukan operasi perendaman. Jika
scale terbentuk pada pori-pori batuan, maka cara yang efektif adalah dengan
menggunakan acidizing. Prinsip dasar dari metode ini adalah melarutkan batuan
dari material-material yang menghambat aliran dalam reservoir dengan cara
menginjeksikan sejumlah asam kedalam lubang sumur atau lapisan produktif.

LAPORAN KERJA PRAKTIK PETROCHINA INTERNATIONAL COMPANIES IN INDONESIA 43


Acidizing bertujuan untuk menghilangkan pengaruh penurunan permeabilitas
formasi disekitar lubang sumur (zona skin) dengan cara memperbesar pori-pori
batuan dan melarutkan partikel-partikel penyumbat pori batuan antara lain scale.
Material kimia yang digunakan untuk pembersihan scale yang dilakukan kurang
lebih hampir sama dengan pembersihan scale pada pipa disesuaikan dengan jenis
scale yang terbentuk pada lapisan produktif. Namun, sebaiknya terlebih dahulu
melalui uji laboratorium untuk memastikan kecocokan dari fluida asam yang
diinjeksikan ke sumur terhadap batuan dan fluida reservoir. Selain material asam
yang digunakan diperlukan senyawa aditif yang ditambahkan untuk menghindari
faktor korosi, foam, ataupun kejadian lain yang justru dapat menyebabkan
terjadinya kerusakan formasi yang lebih parah. Acidizing ini biasanya dilakukan
setelah melakukan PBU Test yang terbukti adanya skin damage dengan harga skin
faktornya positif.

LAPORAN KERJA PRAKTIK PETROCHINA INTERNATIONAL COMPANIES IN INDONESIA 44


BAB IV

ANALISIS DAN PEMBAHASAN

Permasalahan yang disebabkan oleh scale dapat menghambat kinerja pada suatu
kegiatan produksi. Oleh karena itu, perlu dilakukan tindakan untuk
menanggulangi masalah yang timbul akibat endapan scale yaitu dengan cara
perendaman scale dengan larutan asam. Dalam uji laboratorium ini digunakan
scaleremover sebagai bahan kimia yang akan digunakan dalam pelarutan scale.

4.1 Uji Laboratorium Pelarutan Scale

Uji laboratorium ini dilakukan untuk menganalisa dan mengevaluasi masalah


scale yang terjadi dilapangan khususnya pada pipa dalam sumur. Sebelum
dilakukan uji laboratorium, dilakukan pengambilan sampel scale pada sumur BN
– XX dan BN - YY oleh petugas sampling. Dibawah ini merupakan alat dan
bahan yang digunakan dalam pengujian laboratorium ini.

Tabel 4.1 Alat dan Bahan

No. Alat & Bahan Dokumentasi

1 Neraca Digital

2 Gelas Becker

LAPORAN KERJA PRAKTIK PETROCHINA INTERNATIONAL COMPANIES IN INDONESIA 45


3 Tabung Ukur

4 pH meter

Ridifchem 709 -
5
Scale Remover

6 Sampel Scale

Setelah diperoleh sampel scale, maka dilakukan uji laoratorium, dimana dicari
persentase scale terlarut melalui perendaman larutan oleh praktikan. Uji
laboratorium diawali dengan menentukan rasio pengenceran yakni air dengan
komposisi scale remover, kemudian ditentukan nilai pH larutan dan massa awal
scale. Setelah itu dilakukan perendaman selama 1 jam dan ukur massa akhir scale
tersebut. Kemudian dilakukan perhitungan untuk menentukan besar persentase
scale terlarut. Untuk lebih jelasnya, dibawah ini merupakan input dan output yang
akan diperoleh pada tahap uji laboratorium ini.

LAPORAN KERJA PRAKTIK PETROCHINA INTERNATIONAL COMPANIES IN INDONESIA 46


Gambar 4.1Skema Uji Laboratorium Pelarutan Scale

4.2 Hasil Analisa dan Perhitungan Laboratorium

Setelah dilakukan uji laboratorium, selanjutnya adalah melakukan analisa dan


perhitungan pada masing – masing sampel. Suatu nilai pH dapat menunjukkan
tingkat keasaman larutan. Semakin tinggi konsentrasi asam, maka semakin besar
juga persentase scale terlarut yang akan diperoleh.Namun, nilai pH larutan dalam
uji laboratorium ini tidak menunjukkan nilai keakuratannya, hal tersebut
dikarenakan tidak terjadi pencampuran sempurna antara scale remover dengan air.
Tabel 4.2 menunjukkan hasil analisa pelarutan scale pada sumur BN – XX.
Gambar 4.2 menunjukkan suatu grafik nilai pH larutan pada setiap komposisi
scale remover yang telah direncanakan. Selain itu, Gambar 4.3 juga

LAPORAN KERJA PRAKTIK PETROCHINA INTERNATIONAL COMPANIES IN INDONESIA 47


menunjukkan grafik persentase scale terlarut pada sumur BN – XX. Sedangkan,
Tabel 4.3 menunjukkan hasil analisa pelarutan scale pada sumur BN – YY.
Gambar 4.4 menunjukkan suatu grafik nilai pH laruan pada setiap komposisi
scale remover yang telah direncanakan. Kemudian, Gambar 4.5 menunjukkan
grafik persentase scale terlarut pada sumur BN – YY.

Tabel 4.2Hasil Analisa Pelarutan Scale Sumur BN - XX

Gambar 4.2Grafik Nilai pH Sampel Scale BN – XX

LAPORAN KERJA PRAKTIK PETROCHINA INTERNATIONAL COMPANIES IN INDONESIA 48


Gambar 4.3Grafik PersentaseScale Terlarut Sampel Scale BN - XX

Tabel 4.3Hasil Analisa Pelarutan Scale Sumur BN - YY

Gambar 4.4Grafik Nilai pH Sampel Scale BN - YY

LAPORAN KERJA PRAKTIK PETROCHINA INTERNATIONAL COMPANIES IN INDONESIA 49


Gambar 4.5Grafik Persentase Scale Terlarut Sampel Scale BN - YY

4.3 Perbandingan Hasil Analisa BN – XX dan BN - YY

Telah diberikan hasil persentase scale terlarut pada masing – masing sampel. Pada
sampel BN – XX menunjukkan persentase tertinggi pada rasio komposisi 110
dengan persentase sebesar 65, sedangkan sampel BN – YY menunjukkan
persentase tertinggi pada rasio komposisi 110 dengan persentase sebesar 50.
Hal ini menunjukkan bahwa semakin rendah nilai rasio yang digunakan maka
persentase akan semakin meningkat. Gambar 4.6 menunjukkan suatu
perbandingan massa scale sebelum dilakukan perendaman larutan asam.
Kemudian, Gambar 4.7 menunjukkan suatu perbandingan scale terlarut pada
setiap sampel. Grafik yang ditunjukkan pada Gambar 4.7 meunjukkan bahwa
sampel BN - XX lebih mudah larut daripada BN – YY dengan perbandingan
massa yang relatif sama.

LAPORAN KERJA PRAKTIK PETROCHINA INTERNATIONAL COMPANIES IN INDONESIA 50


Gambar 4.6Grafik Perbandingan Massa Scale

Gambar 4.7Grafik Perbandingan PersentaseScale Terlarut

4.4 Evaluasi Kebutuhan Scale Remover

Evaluasi kebutuhan scale remover dilakukan guna mendapatkan hasil yang tepat
berdasarkan nilai ekonomis dan tingkat keberhasilan terlarutnya scale yang
ditunjukkan melalui persentase scale terlarut.

4.4.1 Evaluasi Kebutuhan Scale Remover Pada Sumur BN - XX

Dengan mempertimbangkan nilai ekonomis dari scale remover dan tingkat


keberhasilan terlarutnya scale, maka hasil analisa BN – XX memberikan 1 pilihan
terbaik, yaitu pada rasio komposisi 118 yang memiliki persentase scale terlarut
relatif tinggi. Tabel 4.4 menunjukkan suatu hasil evaluasi kebutuhan scale
remover yang akan direncakan sesuai kebutuhan dilapangan. Kemudian, Gambar
4.8 menunjukkan harga scale remover yang diperlukan terhadap volume air
formasi yang tersedia.

LAPORAN KERJA PRAKTIK PETROCHINA INTERNATIONAL COMPANIES IN INDONESIA 51


Tabel 4.4Hasil Evaluasi Kebutuhan Scale Remover Sumur BN - XX

Gambar 4.8Harga Kebutuhan Scale RemoverSumur BN – XX

4.4.2 Evaluasi Kebutuhan Scale Remover Pada Sumur BN - YY

Dengan mempertimbangkan nilai ekonomis dari scale remover dan tingkat


keberhasilan terlarutnya scale, maka hasil analisa BN – XX memberikan 1 pilihan
terbaik, yaitu pada rasio komposisi 110 yang memiliki persentase scale terlarut
tertinggi. Tabel 4.5 menunjukkan suatu hasil evaluasi kebutuhan scale remover
yang akan direncakan sesuai kebutuhan dilapangan. Kemudian, Gambar 4.9
menunjukkan harga scale remover yang diperlukan terhadap volume air formasi
yang tersedia.

Tabel 4.5Hasil Evaluasi Kebutuhan Scale Remover Sumur BN - YY

LAPORAN KERJA PRAKTIK PETROCHINA INTERNATIONAL COMPANIES IN INDONESIA 52


Gambar 4.9Harga Kebutuhan Scale Remover Sumur BN - YY

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil analisa yang dilakukan dapat diambil beberapa kesimpulan


sebagai berikut:

1. Hasil analisa sampel scale BN – XX dan BN - YY menunjukkan


persentase tertinggi yaitu pada rasio pengenceran 1:10.

LAPORAN KERJA PRAKTIK PETROCHINA INTERNATIONAL COMPANIES IN INDONESIA 53


2. Hasil analisa menunjukkan bahwa scale BN – XXlebih mudah larut
daripada scale BN – YY.
3. Hasil analisa pada BN – XX dan BN - YY masing-masing memberikan
1 (satu) pilihan terbaik yaitu BN – XX dengan rasio 1:18, dan BN – YY
dengan rasio 1:10.
4. Pengujian laboratorium diperlukan untuk memberikan pilihan dalam
menentukan komposisi scaleremover yang tepat untuk mengatasi
masalah scale.

5.2 Saran

Saran yang dapat diberikan untuk uji laboratorium terkait dengan analisa
komposisi scale remover yaitu dengan memperbanyak variasi rasio sehingga
dapat menampilkan hasil yang lebih akurat dan memudahkan dalam pemilihan
rasio yang tepat.

DAFTAR PUSTAKA

Siswoyo, K. Erna. 2005. Identifikasi Pembentukan Scale. Jurusan Teknik


Perminyakan, Fakultas Teknologi Mineral. UPN Veteran Yogyakarta.

Siswoyo, K. Erna. 2005. Mekanisme Pembentukan dan Jenis Scale. Jurusan


Teknik Perminyakan, Fakultas Teknologi Mineral. UPN Veteran Yogyakarta.

LAPORAN KERJA PRAKTIK PETROCHINA INTERNATIONAL COMPANIES IN INDONESIA 54


Sari Ratna Permata, 2011. Studi Penanggulangan Problem Scale dari Near-
Wellbore Hingga Flowline di Lapangan Minyak Limau, Universitas
Indonesia.

LAMPIRAN

MECHANICAL STATUS DIAGRAM SUMUR PRODUKSI

A. Sumur Produksi BN – XX

LAPORAN KERJA PRAKTIK PETROCHINA INTERNATIONAL COMPANIES IN INDONESIA 55


B. Sumur Produksi BN – YY

LAPORAN KERJA PRAKTIK PETROCHINA INTERNATIONAL COMPANIES IN INDONESIA 56

Anda mungkin juga menyukai