Anda di halaman 1dari 30

PROPOSAL PRA RANCANGAN PABRIK

PRA RANCANGAN PABRIK ORDINARY PORTLAND


CEMENT (OPC) DENGAN MENGGUNAKAN
TEKNOLOGI CO-PROCESSING, GUNA MENUNJANG
INDUSTRI GREEN CEMENT KAPASITAS 700.000
TON/TAHUN. TUGAS KHUSUS PERANCANGAN
GRATE COOLER

OLEH

ALFI SYAHRIN RAMADHAN 190405024

DEPARTEMEN TEKNIK KIMIA


FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2023
LEMBAR PENGESAHAN
PROPOSAL SKRIPSI

PRA RANCANGAN PABRIK ORDINARY PORTLAND CEMENT (OPC)


DENGAN MENGGUNAKAN TEKNOLOGI CO-PROCESSING, GUNA
MENUNJANG INDUSTRI GREEN CEMENT KAPASITAS 700.000
TON/TAHUN. TUGAS KHUSUS PERANCANGAN GRATE COOLER

DIAJUKAN OLEH:

ALFI SYAHRIN RAMADHAN


190405024

Diketahui/Disetujui,

Dosen Pembimbing Co-Pembimbing

Prof. Dr. Zuhrina Masyithah ST., M.Sc. Ir. Durain P. Siregar, ST. MT. IPM
NIP.19650101199031002 NIP. 3737

Koordinator Skripsi

Farida Hanum., S.T., M.T.


NIP.197806102002122003

i
LEMBAR PENGESAHAN
PROPOSAL SKRIPSI

PRA RANCANGAN PABRIK ORDINARY PORTLAND CEMENT (OPC)


DENGAN MENGGUNAKAN TEKNOLOGI CO-PROCESSING, GUNA
MENUNJANG INDUSTRI GREEN CEMENT KAPASITAS 700.000
TON/TAHUN. TUGAS KHUSUS PERANCANGAN GRATE COOLER

DIAJUKAN OLEH:

ALFI SYAHRIN RAMADHAN


190405024

Diketahui/Disetujui,

Dosen Penguji I Dosen Penguji II

(………………….) (………………….)
NIP………………. NIP…………….

ii
PRAKATA
Puji dan syukur ke hadirat Allah Yang Maha Esa, karena atas berkat dan rahmat-
Nya penulis dapat menyelesaikan Proposal Skripsi dengan judul “Pra Rancangan
Pabrik Ordinary Portland Cement (OPC) Dengan Menggunakan Teknologi Co-
Processing, Guna Menunjang Industri Green Cement Kapasitas 700.000
Ton/Tahun Tugas Khusus Perancangan Grate Cooler”
Adapun tujuan dari penulisan ini adalah sebagai salah satu syarat untuk
menyelesaikan skripsi/tugas akhir di Fakultas Teknik, Departemen Teknik Kimia,
Universitas Sumatera Utara.
Dengan ini, penulis juga menyampaikan terima kasih kepada:
1. Prof. Dr. Zuhrina Masyithah ST., M.Sc. selaku Dosen Pembimbing atas
kesabarannya membimbing Penulis dalam proses penyusunan dan penulisan
skripsi pra prancangan pabrik ini.
2. Ir. Durain P. Siregar, ST. MT. IPM selaku Co-Pembimbing atas kesabarannya
membimbing Penulis dalam proses penyusunan dan penulisan skripsi pra
prancangan pabrik ini.
3. Maya Sarah, S.T., M.T., Ph.D., IPM selaku Ketua Departemen Teknik Kimia,
Fakultas Teknik, Universitas Sumatera Utara.
4. Farida Hanum S.T., M.T. selaku Koordinator Skripsi Departemen Teknik
Kimia, Fakultas Teknik, Universitas Sumatera Utara.
5. Seluruh mahasiswa Teknik Kimia Universitas Sumatera Utara yang telah
banyak memberi dukungan.
Penulis menyadari bahwa pra rancangan pabrik ini masih jauh dari sempurna.
Oleh karena itu, Penulis mengharapkan saran dan masukan demi kesempurnaan
proposal skripsi ini. Semoga pra rancangan pabrik ini dapat memberikan manfaat
bagi pengembangan dan kemajuan ilmu pengetahuan.
Medan,
Penulis

(Alfi Syahrin Ramadhan)


DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN .................................................................................................. 1


1.1. Latar Belakang .................................................................................................. 1
1.2. Rumusan Masalah ............................................................................................ 2
1.3. Tujuan Rancangan............................................................................................ 3
1.4. Manfaat Rancangan.......................................................................................... 3
1.5. Lingkup Rancangan.......................................................................................... 4
1.6 Penentuan Kapasitas Produksi ........................................................................ 4
BAB II TINJAUAN PUSTAKA....................................................................................... 7
2.1. Semen ................................................................................................................. 7
2.2. Jenis-jenis Semen .............................................................................................. 7
2.3. Teknologi Co-Processing................................................................................... 8
2.4. Spesifikasi Bahan Baku .................................................................................... 9
2.4.1. Batu Kapur (Lime Stone).......................................................................... 9
2.4.2. Tanah Liat (Clay) .................................................................................... 10
2.4.3. Batu Silika (Silica Stone) ........................................................................ 11
2.4.4. Pasir Besi (Iron Sand) ............................................................................. 11
2.4.5. Gypsum .................................................................................................... 12
2.5. Proses Pembuatan Semen............................................................................... 12
2.5.1. Proses Basah (Wet Process) .................................................................... 12
2.5.2. Proses Kering (Dry Process) ................................................................... 13
3.1. Dasar Reaksi Pembuatan Semen ................................................................... 13
3.2. Pemilihan Proses ............................................................................................. 14
BAB III DESKRIPSI DAN FLOWSHEET PROSES .................................................. 15
3.1. Deskripsi Proses .............................................................................................. 15
3.2. Tahap Penyediaan dan Persiapan Bahan Baku ........................................... 15
3.3. Tahap Pengadaan Bahan Bakar .................................................................... 16
3.4. Tahap penggilingan awal bahan baku (pembentukan raw mix) ................. 16
3.5. Tahap Pembentukan Klinker ........................................................................ 18
3.6. Proses Penggilingan Klinker Menjadi Semen .............................................. 18
3.7. Proses Pengantongan Semen .......................................................................... 19
DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................................... 22
DAFTAR TABEL
Tabel 1. 1 Data Ekspor, Impor, Produksi, dan Kebtuhan Semen............................ 4
Tabel 2. 1 Perbandingan bahan bakar alternatif dengan batubara…………………8
Tabel 2. 2 Komposisi Kimia Batu Kapur .............................................................. 10
Tabel 2. 3 Kandungan okida-oksida kimia pada tanah liat ................................... 10
Tabel 2. 4 komposisi kimia batu silika.................................................................. 11
DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. 1 Grafik Ekspor Semen ........................................................................ 5


Gambar 1. 2 Grafik Impor Semen .......................................................................... 5
Gambar 1. 3 Grafik Produksi Semen di Indonesia ................................................. 5
Gambar 2. 1 Perbandingan Emisi dengan Proses Co Procesiing…………………9
BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Secara umum, semen adalah kumpulan komponen berbentuk serbuk yang terdiri dari
kalsium silikat dan bersifat hidrolis, semen didapatkan dengan cara menggiling terak bersama
dengan bahan tambahan berupa satu atau lebih bentuk kristal kalsium sulfat dan dapat
ditambahkan dengan bahan-bahan lain. Semen merupakan salah satu bahan baku komoditas
strategis yang amat penting dalam kehidupan pembangunan manusia modern. Perkembangan
produksi dan konsumsi semen di Indonesia terus mengalami pertumbuhan yang signifikan
(Marsden, 2014).
Industri semen merupakan industri yang sangat intensif menggunakan energi dan
potensial menimbulkan permasalahan lingkungan. Industri semen merupakan salah satu
industri yang menghasilkan emisi karbon terbesar di dunia. Emisi karbon dioksida dihasilkan
dari beberapa sumber yaitu proses kalsinasi dan pembakaran bahan bakar, sehingga
melaksanakan proses di kiln dengan efektif mampu mengkonsumsi energi hanya 3,0 GJ/t
clinker dibanding clinker biasa yang membutuhkan energi lebih besar yaitu 3,7 GJ/t clinker
(Fitriyanti, 2019).
Cadangan sumber daya energi fosil dunia termasuk Indonesia terus menurun dari waktu
ke waktu. Salah satu nya adalah batubara, yang akan habis dalam waktu 86 tahun kedepannya.
Sementara batu bara masih banyak menjadi bahan bakar dengan pemakaian tertinggi,
sedangkan untuk energi terbarukan masih memerlukan investasi teknologi yang sangat tinggi
sehingga kurang ekonomis. Jumlah pemakaian batu bara di industri khusus nya industri saat
ini terbilang sangat besar, karena batu bara sebagai bahan bakar utama pembuatan klinker
industri. Hal tersebut mengakibatkan industri semen termasuk penyumbang emisi CO2 yang
cukup besar di atmosfer. Setiap tahun konsentrasi gas CO2 di atmosfer mengalami kenaikan
yang mengakibatkan kenaikan suhu bumi (Pamungkas, 2010).
Kesadaran masyarakat akan pelestarian lingkungan semakin meningkat terkait dengan
isu global warning sehingga pengembangan produk yang lebih ramah lingkungan menjadi tren
di seluruh dunia termasuk di dunia konstruksi. Semua bahan bakar fosil mengeluarkan CO2,
sedangkan bahan bakar biomassa bersifat karbon netral yang dapat digunakan sebagai bahan
bakar alternatif. Namun, dalam penggunaan bahan bakar alternatif dibutuhkan perhatian
khusus terhadap pemilihan bahan bakar yang sesuai baik dari segi kuantitas yang melimpah

1
dalam jangka waktu yang lama dan memiliki kualitas yang memadai untuk menggantikan
bahan bakar konvensional seperti nilai kalornya (Deadolkar, 2016).
Menurut Grosse-Daldrup, 1996. Bahan bakar alternatif selain menghasilkan jumlah
karbon dioksida yang lebih kecil, juga telah terbukti memperpanjang umur pakai refraktori dan
juga mengurangi penurunan tekanan di menara preheater sehingga memberikan keuntungan
tambahan secara teknologi. Selain itu, jumlah kebutuhan semen dunia saat ini juga terus
meningkat yang terlihat dari jumlah ekspor semen Indonesia setiap tahun mengalami
peningkatan. Teknologi Co-Processing dapat mereduksi penggunaan batu bara pada industri
semen dengan bahan bakar alternatif berupa biomassa, kertas, plastic, dll. Ketersediaan bahan
bakar alternatif di Indonesia saat melimpah, menurut kementrian lingkungan hidup tercatat
total limbah sampah di Indonesia pada tahun 2022 mencapai 19,45 juta ton dengan 19% plastik,
13,27 % kayu, 11% limbah kertas yang sebenarnya dapat dimanfaatkan untuk menjadi bahan
bakar alternatif. Selain itu, biomassa juga dapat dimanfaatkan seperti sekam padi, bonggol
jagung, dll. Menurut Badan Pusat Statistik, produksi padi nasional mencapai 54,42 juta ton
yang 20 % diantaranya adalah sekam padi, kemudian produksi jagung nasional mencapai 22,5
juta ton yang berarti saat tinggi juga limbah yang dihasilkan berupa bonggol dan kulit.
Di sumatera utara, terdapat potensi sumber daya alam batu kapur, sesuai dengan
terbitan sumatera utara membangun, tercatat di bahorok terdapat persedian batu kapur yang
tinggi mencapai 58 juta ton dan beberapa daerah lain di kabupaten langkat menyimpan batu
kapur dengan komposisi CaO 60% dan MgO 0,76%. Hal ini menjadi pertimbangan untuk
mendirikan pabrik semen karena melihat ketersediaan bahan baku utama yaitu batu kapur.
Berdasarkan pertimbangan diatas dengan ketersediaan bahan baku pembuatan semen,
tingginya kebutuhan dan angka ekspor semen serta ketersersediaan bahan bakar alternatif
sebagai upaya menurunkan emisi CO2, potensi-potensi tersebut dapat dimanfaat untuk
memproduksi ordinary portland cement (OPC) dengan menggunakan teknologi co-processing,
guna menunjang industri green cement kapasitas 700.000 ton/tahun.

1.2. Rumusan Masalah


Industri semen adalah salah satu sumber penyumbang emisi karbon terbesar di dunia.
Emisi karbon dioksida industri semen dihasilkan dari beberapa sumber yaitu proses kalsinasi,
pembentukan clinker dan pembakaran bahan bakar. Batu bara merupakan bahan bakar yang
umum digunakan sampai sekarang, hal ini dikarenakan jumlah batu bara yang melimpah dan
memiliki panas yang stabil. Menurut Deloalkar, 2016. Industri semen dapat menggunakan
bahan bakar alternatif dengan menggabungkan sekitar 20% - 40% bersama bahan bakar

2
konvensional (batu bara). Jika menggantikan 20% batu bara menjadi bahan bakar alternatif,
penghematannya mencapai 0,032 kg/kg klinker. Bahan bakar alternatif yang dapat digunakan
sangat beragam seperti sekam padi, ban bekas, plastik, serbuk gergaji, ampas kopi dan
sebagainya. Maka dari itu pabrik semen ini dirancang dengan menggunakan teknologi co-
processing yaitu menerapkan bahan bakar alternatif untuk mengurangi emisi karbon di dunia
dengan perbandingan penggunaan bahan bakar alternatif sebanyak 30%. Jumlah ini diambil
berdasarkan pertimbangan untuk bisa memenuhi kebutuhan panas yang diperlukan dalam
industri semen dan mempertimbangkan ketersediaan bahan bakar alternatif tersebut.

1.3. Tujuan Rancangan


Tujuan rancangan pabrik ordinary portland cement (OPC) dengan menggunakan
teknologi co-processing untuk mengurangi emisi karbon yang dihasilkan akibat penggunaan
batu bara sebagai bahan bakar konvensional terutama pada proses pembentukan clinker, proses
kalsinasi, dan pembakaran bahan bakar. Pabrik ini dirancangan untuk mengurangi penggunaan
batu bara yang tidak dapat diperbaharui dan memiliki emisi karbon yang besar dalam
penggunaannyauntuk dapat meminimalisir kerusakan lingkungan dan kerugian masyarakat
sekitar, serta dapat memanfaatkan bahan bakar alternatif seperti sekam padi dan ban bekas yang
belum banyak dimanfaatkan di Indonesia. Berdirinya pabrik ini diharapkan dapat memberikan
lapangan pekerjaan pada masyarakat sekitar sehingga dapat meningkatkan kesejahteraan
masyarakat.

1.4. Manfaat Rancangan


Rancangan pabrik ordinary portland cement (OPC) dengan menggunakan teknologi co-
processing memiliki manfaat mengurangi emisi karbon, serta dapat memanfaatkan dan
mengurangi limbah. Rancangan pabrik ini juga bermanfaat bagi investor yang akan mendirikan
pabrik, dengan berdirinya pabrik ini tentu dapat membuka lapangan pekerjaan masyarakat
sekitar sehingga dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Bagi penulis, rancangan
pabrik ini memiliki manfaat sebagai penerapan ilmu-ilmu yang sudah dipelajari oleh penulis,
seperti Perancangan Alat Proses, Perancangan Proses, Azas Teknik Kimia, Utiltas, Ekonomi
Teknik, dan sebagainya.

3
1.5. Lingkup Rancangan
Dalam Rancangan Pabrik ordinary portland cement (OPC) dengan menggunakan
teknologi co-processing, guna menunjang industri green cement kapasitas 700.000 ton/tahun.
Beberapa hal yang diperhatikan dalam rancangan pabrik ini yaitu, menggunakan teknologi co-
processing yaitu dengan memanfaatkan bahan bakar alternatif yang berasal dari limbah baik
padat maupun cair agar dapat memanfaatkan dan mengurangi limbah. Pemanfaaatan ini juga
guna menurunkan emisi yang dihasilkan dari pabrik nantinya.

1.6 Penentuan Kapasitas Produksi


Semen telah banyak diproduksi oleh berbagai pabrik di Indonesia karena tingginya
angka kebutuhan semen baik di Indonesia atau pun dunia. Penentuan kapasitas produksi dapat
diperoleh berdasarkan data impor, ekspor, produksi dan kebutuhan beberapa tahun terakhir.
Berikut merupakan tabel data impor, ekspor, produksi dan kebutuhan semen di indonesia.

Tabel 1. 1 Data Ekspor, Impor, Produksi, dan Kebtuhan Semen

Tahun Ekspor Impor Produksi Kebutuhan


2015 1.220.000 - 58.000.000 60.520.000
2016 2.080.000 - 63.000.000 80.950.000
2017 3.390.000 488.772,2 65.000.000 66.350.000
2018 6.440.000 33.507,5 75.200.000 66.490.000
2019 7.290.000 4.085,3 70.000.000 70.000.000
2020 400.000 3.586,1 65.000.000 62.500.000
2021 - 6.266 65.000.000 65.210.000
2022 - 64.000.000 43.630.000
Sumber: Loka data BPS Statista Statista
Data tersebut kemudian di input kedalam grafik untuk diperoleh persamaan serta garis regresi.
Berikut adalah grafik ekspor, impor serta produksi semen.

4
Grafik Ekspor Semen
9.000.000
8.000.000
7.000.000
Jumlah (Ton)
6.000.000
5.000.000
4.000.000
3.000.000
y = 416571x - 8E+08
2.000.000 R² = 0,0762
1.000.000
0
2014 2015 2016 2017 2018 2019 2020 2021
Tahun

Gambar 1. 1 Grafik Ekspor Semen

Grafik Impor Semen


600.000,00

500.000,00
Jumlah (Ton)

400.000,00

300.000,00
y = -99493x + 2E+08
200.000,00 R² = 0,5422
100.000,00

0,00
2016 2017 2018 2019 2020 2021 2022
Tahun

Gambar 1. 2 Grafik Impor Semen

Grafik Produksi Semen di Indonesia


80
70
60
Jumlah (Ton)

50 y = 0,5571x - 1058,9
R² = 0,0726
40
30
20
10
0
2014 2015 2016 2017 2018 2019 2020 2021 2022 2023
Tahun

Gambar 1. 3 Grafik Produksi Semen di Indonesia

5
Berdasarkan Gambar 1.1 , 1.2 , dan 1.3 diperoleh persamaan regresi masing masing yang dapat
dilihat pada gambar grafik. Dari persamaan tersebut dapat dihitung nilai ekspor, impor dan
produksi semen dengan mengambil nilai x yaitu 5 tahun kedepan (2028). Kemudian setelah
diperoleh data ekspor, impor dan produksi di tahun 2028 dapat dihitung kebutuhan semen pada
5 tahun kedepan (2028) dengan persamaan berikut.

Kebutuhan = (Produksi + Impor) – Ekspor


Kebutuhan = (70.898.800 + (-1.771.804)) - 44.805.988
Kebutuhan = 24.321.008 ton/tahun
Kapasitas produksi dari pabrik ini diperhitungkan untuk dapat memenuhi kebutuhan semen di
Indonesia sebesar 3 %, dengan persamaan sebagai berikut.
Kapasitas Produksi = 24.321.008 ton/tahun x 3%
Kapasitas Produksi = 729.630 ton/tahun.

Berdasarkan perhitungan kebutuhan dan kapasitas produksi diatas, menjadi dasar untuk
menetapkan kapasitas produksi pada pabrik ordinary portland cement (OPC) sebesar 700.000
ton/ tahun.

6
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Semen
Semen merupakan bahan perekat yang memiliki sifat mampu mengeras jika
dicampurkan dengan air. Semen tentunya dibuat dengan bahan-bahan yang tersedia secara
alami di bumi yang tentunya mengandung senyawa alami seperti batu kapur, tanah liat,
silika dan pasir besi. Semen dapat didefinisikan sebagai zat perekat yang memiliki
kemampuan menyatukan kepingan-kepingan atau sejumlah partikel padat menjadi
kesatuan yang kokoh (Yasjudan, 2021).
Secara umum semen dikenal di seluruh dunia sebagai Semen Portland Biasa
(OPC). Seiring berjalan waktu, semen khusus telah dikembangkan untuk memenuhi
kebutuhan konstruksi yang spesifik. Kemudian dikembangkan semen dengan daya tahan
lebih tinggi dengan penambahan bahan pengisi tertentu. Green cement saat ini
dikembangkan untuk mengurangi dampak kerugian yang ditimbulkan dari emisi karbon,
dengan meminimalisir pelepasan emisi karbon dengan batas yang paling memungkinkan
dengan mutu semen yang dihasilkan (Deodalkar, 2016).

2.2. Jenis-jenis Semen


Menurut American Society for Testing and Materials, pembagian tipe semen
portland berdasarkan sifat fisika dan kimia untuk fungsi tertentu, semen portland dibagi
menjadi 5 yaitu :
1. Semen Tipe I
Semen tipe 1 yaitu Ordinary Portland Cement (OPC) yang terbuat dari klinker
dan gypsum. Semen ini dipakai untuk keperluan umum yang tidak memerlukan
persyaratan khusus, seperti ketahanan sulfat dari tanah atau air, atau kenaikan
suhu akibat panas hidrasi. Semen ini digunakan untuk pembangunan trotoar,
jembatan, waduk, gorong-gorong, selokan dan saluran air.
2. Semen Tipe II
Jenis semen portland terdapat bahan aditif (selain gypsum) yang ditambahkan
yaitu batu kapur atau pozzolan. Semen jenis ini digunakan untuk tindakan
pencegahan terhadap kadar sulfat sedang, seperti pada struktur drainase,
meminimalisir kenaikan suhu saat beton ditempatkan pada cuaca panas karena
menghasilkan panas lebih sedikit dan lebih lambat daripada semen tipe 1.

7
3. Semen Tipe III
Semen tipe 3 yaitu jenis Ordinary Portland Cement (OPC) yang mengandung
rasio kapur dan silika yang lebih tinggi daripada Tipe 1 yang diproduksi untuk
mencapai pengerasan yang cepat. Semen ini mengandung C3S yang lebih tinggi
untuk kekuatan awal. Semen tipe 3 digunakan dalam konstruksi beton dan jalan.
4. Semen Tipe IV
Jenis Ordinary Portland Cement (OPC) yang diproduksi untuk menghasilkan
panas yang lebih rendah karena C3S dan C3A rendah. Hal ini menyebabkan
panas hidrasi yang lebih rendah. Kadar C3A lebih rendah dengan penambahan
Fe2O3 yang akan meningkatkan C4AF. Kondisi ini yang mengurangi evolusi
panas.
5. Semen Tipe V
Semen tipe 5 adalah semen yang tahan terhadap sulfat tinggi di lingkungan
konstruksi agresif tertentu. Semen ini sangat sesuai untuk beton yang terkena
pengaruh sulfat tinggi oleh air atau tanah (Wibiseno, 2018).

2.3. Teknologi Co-Processing


Teknologi co-processing dalam industri semen dapat menjadi solusi alternatif yang
tepat untuk melakukan substitusi secara bertahap terhadap pemakaian bahan batu bara.
Teknologi co-processing adalah teknologi bersih karena dengan pembakaran pada
temperatur tinggi (di atas 1450°C), material limbah dapat musnah tanpa meninggalkan
residu dan gas buang yang keluar cerobong menjadi satu dengan gas hasil pembakaran dan
reaksi kalsinasi (Pamungkas, 2010). Bahan bakar alternatif memiliki karakteristik sebagai
berikut.
Tabel 2. 1 Perbandingan bahan bakar alternatif dengan batu bara
No. Bahan Bakar Moisture Ash Carbon Heat Value Substitution Carbon Emission
(%) (%) (%) (kcal/kg) rate up (%) Factor
1. Coal 20 2,29 64,25 6900 1,14
2. Sekam Padi 5-10 20 39 3900 35 0,35
3. Ampas Tebu 10-15 4 44 4600 20 0,39
4. Kertas 7 8,3 48 5300 20 0,42
5. Serbuk Gergaji 20 2,6 47 3900 20 0,38
6. PE,PP,PS 2,1 27 71 11000 70 0,7

Menurut Mardiana, 2010 Bahan bakar alternatif yang dapat digunakan hazardous
waste dan limbah pertanian yaitu biomass seperti sekam padi, serbuk gergaji, kulit kacang,

8
dll untuk dapat mengurangi penggunaan batubara yang suatu saat akan habis. Tahapan
metode ini dilakukan dengan menghancurkan limbah pada shredding lalu dialrikan menuju
bin sebelum akan dibakar dengan temperature tinggi. Temperatur gas pembakaran di kiln
semen melebihi persyaratan proses pembakaran limbah memakai incinerator. Gas asam
hasil dari pembakaran limbah akan dinetralisasi oleh kandungan alkali raw material dalam
kalsiner dan kiln

Gambar 2. 1 Perbandingan Emisi dengan Proses Co-Procesiing


Potensi energi biomassa Indonesia, secara teori diperkirakan mencapai sekitar 49.810
MW. Angka ini diasumsikan dengan dasar kadar energi dari produksi tahunan sekitar 200
juta ton biomassa dari residu pertanian, kehutanan, perkebunan dan limbah padat
perkotaan. Jumlah potensi yang besar tidak sebanding dengan kapasitas terpasang sebesar
302.4 MW atau 0,64 persen yang dimanfaatkan. Bila kita maksimalkan potensi yang ada
dengan menambah jumlah kapasitas terpasang, maka akan membantu bahan bakar fosil
yang selama ini menjadi tumpuan dari penggunaan energi (KESDM 2008). Menurut
Lembaga penelitian hasil hutan, untuk limbah hasil singkong sebanyak 5,1 ton / hektar
setiap tahunnya, sekam padi diperoleh sebesar 20% dari produksi padi, produksi jagung
akan menghasilkan bongol 0.6 ton ; batang-daun 2.6 ton; kelobot 0.7 ton / hektar setiap
tahunnya, pada kelapa sawit akan menghasilkan serabut sebesar 120 kg, tempurung 70 kg,
dan tandan kosong 220 kg (Pranoto, 2013).
2.4. Spesifikasi Bahan Baku
2.4.1. Batu Kapur (Lime Stone)
Batu gamping atau sering disebut batu kapur oleh masyarakat Indonesia,
sementara itu istilah luarnya disebut “lime stone” terbentuk di lautan dangkal yang berasal
dari sedimen organik yang terbentuk dari cangkang, alga, dan pecahan-pecahan sisa

9
organisme. Batu kapur juga dapat berasal dari pengendapan kalsium karbonat dari air danau
ataupun air laut (Garinas, 2019).
Pada tabel 2.1. dapat dilihat komposisi kimia pada batu kapur yang dibutuhkan pada
pembuatan semen.
Tabel 2. 2 Komposisi Kimia Batu Kapur

Komponen Kadar (%)


CaCO3 96
SiO2 0,5-50
Al2O3 0,1-20
Fe2O3 0,2-5,9
Mn2O3 0,02-5,9
CaO 0,02-0,15
MgO 0,1-10
K2O 20-55
Na2O 0,2-6
SO3 0,3-5
Cl 0,0-1,5
TiO2 0,0-0,7
P2O5 0,0-0,8
Loss on Ignition (LOI) 2-44
Sumber: Alsop, 2019.
2.4.2. Tanah Liat (Clay)
Tanah liat umumnya tersusun atas partikel mikrokristalin dari sekelompok
mineral. Umumnya, lempung adalah material alami yang terutama terdiri dari mineral
berbutir halus, menunjukkan plastisitas bila dicampur dengan kadar air yang sesuai dan
menjadi keras saat dikeringkan atau dibakar. Lempung lunak dicirikan oleh kekuatan tekan
yang rendah dan kompresibilitas yang berlebihan (Firoozi dkk., 2016).
Tabel 2. 3 Kandungan okida-oksida kimia pada tanah liat

Komponen Kadar (%)


SiO2 48,29
Al2O3 21,04
Fe2O3 4,83
CaO 4,1

10
MgO 1,82
K2O 0,9
Na2O 4,09
SO3 1,16
TiO2 0,3
Sumber: Nugroho, 2002.
2.4.3. Batu Silika (Silica Stone)
Silika atau silikon dioksida (SiO2), adalah senyawa kimia berwarna putih yang
terbuat dari unsur-unsur umum yang secara alami terdapat di kerak bumi. Silikon dioksida
adalah komponen utama lebih dari 95% batuan, sehingga banyak bahan bangunan, seperti
beton, pasir, mortar, dan batu, mengandung silikon dioksida dalam bentuk kristal silika;
bahan ini digunakan dalam fabrikasi produk konsumen seperti kaca, keramik, tembikar,
batu bata, dan batu buatan (Carrieri dkk., 2020).
Pada tabel 2.3. dapat dilihat komposisi kimia pada batu silika.
Tabel 2. 4 komposisi kimia batu silika

Komponen Kadar (%)


SiO2 96,24
Al2O3 1,13
Fe2O3 0,99
CaO 0,83
MgO 0,19
Lainnya 0,62
Sumber: Abbasi dkk., 2020
2.4.4. Pasir Besi (Iron Sand)
Pasir besi merupakan endapan pasir yang mengandung partikel besi, umumnya
terdapat di daerah pesisir. Pasir besi terbentuk dari batuan yang mengandung mineral besi
yang terkikis oleh cuaca, air permukaan dan gelombang yang menumpuk dan terbawa
gelombang laut. Warna pasir besi pada dasarnya abu tua dan hitam (Aritonang dkk., 2019).
Pasir besi adalah pasir dengan persentase Fe berupa mineral magnetit (Fe3O4),
hematite (α- Fe2O3) dan maghemite (γ- Fe2O3) tinggi dan unsur pengotor berupa Ti, Si, Mn,
Mg, Ca dan V dengan warna abu-abu kehitaman. Penelitian tentang sintesis dan modifikasi
nanopartikel magnetite terus ditingkatkan, karena nanopartikel magnetik merupakan
material yang memiliki sifat optik, magnetik, dan kimiawi yang unik. Sifat unik
nanopartikel magnetik paling menonjol untuk partikel yang sangat kecil, sekitar 10-20 nm,

11
dan secara umum sifat unik tersebut akan hilang untuk ukuran magnetik hingga 40-50 nm
(Aini dkk., 2020).

2.4.5. Gypsum
Gypsum merupakan salah satu bahan baku pada proses produksi semen. Pada
proses produksi semen, gypsum berperan sebagai retarder yaitu untuk mengatur waktu
pengerasan dan menghambat waktu pengikatan sehingga campuran akan tetap mudah
dikerjakan dalam jangka waktu lama. Waktu ikat atau setting time adalah waktu yang
diperlukan oleh semen untuk mengalami pengerasan sejak semen bercampur dengan air
menjadi pasta. Reaksi yang terjadi ketika semen bercampur dengan air adalah reaksi
hidrasi. Penambahan gypsum pada semen akan menghambat waktu pengikatan pada proses
pengerasan semen karena gypsum dapat mengatur reaksi antara 3CaO.Al2O3 (C3A) dengan
air agar tidak terlalu cepat mengeras (Nasution dkk., 2019).
Pada hidrasi semen C3A segera bereaksi dengan air membentuk
3CaO.Al2O3.3H2O senyawa ini bereaksi dengan air membentuk ettringite. Namun bila
terlalu banyak gypsum akan menimbulkan kerugian pada sifat ekspansi (keretakan semen)
dan menurunkan kuat tekan (Purnawan, 2017).

2.5. Proses Pembuatan Semen


2.5.1. Proses Basah (Wet Process)
Pada proses basahterdapat perbedaan pada tahapan grinding (penggiling), ada
penambahan air ke bahan baku yang digunakan. Kemudian dari tahap penggilingan tersebut
dihasilkan bahan baku yang diolah menggunakan ball mill menghasilkan slurry (produk
basah) yang memiliki kadar air sekitar 35-40% dan selanjutnya akan di homogenkan
menggunakan mikser pneumatik dan mekanik. Produk yang dihasilkan berupa kiln feed
(umpan kiln) dengan kadar air sekitar 34%. Drying (pengeringan), preheating (pra-
pemanasan) dan calcining (kalsinasi). Kemudian umpan kiln tersebut selanjutnya akan
dilakukan tpengeringan, pra-pemanasan dan kalsinasi secara bersamaan
menggunakan kiln.
Proses basah memang memiliki keunggulan karena prosesnya yang lebih sederhana
disebabkan panjangnya kiln yang digunakan sehingga bahan mentah yang digunakan dapat
tercampur lebih homogen dalam bentuk slurry, walaupun terdapat kelemahan yaitu tidak
terlalu efisien secara termal karena hanya sepertiga total panas yang digunakan untuk reaksi

12
pembentukan klinker setelah proses penguapan air dan bahan baku mengalami dekarbonasi
(Yasjudan, 2021).
2.5.2. Proses Kering (Dry Process)
Pada proses kering bahan baku akan digiling dengan menggunakan ball mill atau
vertical mill. Kemudian hasil dari penggilingan akan disaring atau langsung diumpan ke
preheater, sesuai dengan mill yang digunakan dengan ditarik menggunakan separator yang
selanjutnya akan diumpankan ke preheater yang berfungsi sebagai pengering sekaligus
tempat awal terjadinya kalsinasi yang nantinya akan diselesaikan di kiln. Pada proses ini
akan menghasilkan kiln feed yang siap untuk diolah menggunakan kiln untuk menghasilkan
klinker. Terdapat pabrik semen dengan proses kering yang menggunakan precalciner, agar
proses kalsinasi terjadi secara sempurna dan bertahap diluar kiln dengan reaksi akhir pada
unit kiln.
Keberadaan suspension preheater sebagai alat memperlebar jarak jumlah konsumsi
bahan bakar yang digunakan antara proses kering dan proses basah. Sebagai gambaran,
konsumsi bahan bakar proses basah adalah 1500 Kcal/kg terak. Sedangkan proses kering
800 Kcal/kg terak dengan preheater 4 tahap. Sehingga dalam hal ini adalah kelebihan dari
proses kering yang lebih efisiensi dalam penggunaan bahan bakar (Yasjudan, 2021).

3.1. Dasar Reaksi Pembuatan Semen


Menurut Taylor, 1997. Reaksi utama pembuatan semen yang berlangsung mudah
dibagi menjadi tiga kelompok, sebagai berikut:
1. Reaksi di bawah sekitar 1300°C, yang paling penting adalah (a) dekomposisi
kalsit (kalsinasi), (b) dekomposisi mineral lempung, dan (c) reaksi kalsit atau
kapur yang terbentuk darinya dengan produk penguraian mineral kuarsa dan
lempung menghasilkan belite, aluminat dan ferit. Cairan terbentuk hanya
sebagian kecil pada tahap ini, tetapi mungkin memiliki efek penting dalam
mempromosikan reaksi. Pada akhir tahap ini, fasa utama yang ada adalah
belite, kapur, aluminat dan ferit. Dua yang terakhir mungkin tidak identik
dengan fase yang sesuai pada produk akhir.
2. Reaksi pada 1300-1450°C (clinkering). Lelehan terbentuk, terutama dari
aluminat dan ferit, dan pada suhu 1450°C sekitar 20-30% campurannya
berbentuk cair. Sebagian besar belite dan hampir semua kapur bereaksi
dengan adanya lelehan menghasilkan alite. Bahan bernodul, untuk
membentuk klinker.

13
3. Reaksi selama pendinginan. Cairan mengkristal, memberikan terutama
aluminat dan ferit. Transisi polimorfik dari alite dan belite terjadi.
Menurut Wibiseno, 2018. Berikut adalah reaksi dalam proses pembuatan
semen:
1. Reaksi Kalsinasi
CaCO3(s)→CaO(s) + CO2(g)
MgCO3(S)→MgO(s) + CO2(g)
2. Reaksi Pembentukan Dicalsium Silicate (C2S)
2CaO(s) + SiO2(s)→2CaO.SiO2(s)
3. Reaksi Pembentukan Tricalsium Aluminate (C3A)
3CaO(s) + Al2O3(s)→3CaO.Al2O3(s)
4. Reaksi Pembentukan Tetracalsium Aluminate Ferrite (C4AF)
4CaO(s) + Al2O3(s) + Fe2CO3(s)→4CaO.Al2O3.Fe2CO3(s)
5. Reaksi Pembentukan Tricalsium Silicate (C3S)
2CaO.SiO2(s) + CaO(s) + SiO2(s)→3CaO.SiO2(s)

3.2. Pemilihan Proses


Menurut Nur,dkk. 2015. Secara umum, terdapat dua proses dalam pembuatan
semen, yaitu proses basah dan proses kering. Untuk produksi semen portland ini, dipilih
proses kering (dry process). Pemilihan proses kering didasarkan pada beberapa aspek jika
dibandingkan dengan proses basah. Dari aspek ukuran kiln yang digunakan, proses kering
menggunakan kiln yang lebih kecil dan lebih pendek dibandingkan dengan proses basah.
Proses kecil membutuhkan energi bahan bakar yang lebih sedikit sehingga dari aspek
ekonomi, proses kering lebih ekonomis dan dapat mengurangi emisi CO2. Selain itu, proses
kering juga memungkinkan jumlah produksi yang jauh lebih besar dengan biaya modal
lebih sedikit. Melalui pertimbangan-pertimbangan diatas, maka proses yang dipilih dalam
rancangan ini adalah proses kering,

14
BAB III

DESKRIPSI DAN FLOWSHEET PROSES

3.1. Deskripsi Proses


Berdasarkan pemilihan proses, proses yang digunakan pada rancangan pabrik
ordinary portland cement (OPC) dengan menggunakan teknologi co-processing terbagi
menjadi 6 tahapan, yaitu: Tahap penyediaan dan persiapan bahan baku, Tahap pengadaan
bahan bakar, Tahap penggilingan awal bahan baku (pembentukan raw mix), Tahap
pembakaran raw mix (pembentukan klinker), Tahap penggilingan klinker (pembentukan
semen), dan Tahap pengantongan semen.

3.2. Tahap Penyediaan dan Persiapan Bahan Baku


Komponen utama bahan baku dalam pembuatan semen adalah batu kapur (Lime
Stone), batu silika (Silica Stone), pasir besi (Iron Sand), dan tanah liat (Clay) yang akan
dicampur menjadi raw. Persiapan bahan baku dimulai dari penyimpanan keempat bahan
baku utama pada tempat penyimpanan yang berbeda-beda.
Terdapat beberapa hal yang harus disiapkan sebelum bahan baku disimpan pada
storage yaitu:
1. Penambangan (Quarry)
Pabrik ini memerlukan tambang bahan baku, agar bahan baku dapat diperoleh
secara kontinu. Pemilihan lokasi pabrik ikut memperhatikan tambang bahan
baku, baik dari kesediaan bahan baku untuk proses produksi di pabrik yang
akan dirancang. Selain itu, suplai bahan baku menuju crusher juga
diperhatikan, kerusakan shovel/dumper dapat menyebabkan terganggunya
suplai batu ke crusher; tetapi setidaknya tersedia 3 shift per minggu untuk
pemeliharaan; biasanya unit siaga juga disediakan.
2. Penghancur (Crusher)
Bahan baku yang sudah diperoleh dari tambang selanjutnya akan dihancurkan
menjadi bongkahan bongkahan kecil pada crusher. Kerusakan crusher akan
menghentikan operasi penggalian. Pekerjaan pemeliharaan seperti mengganti
palu, pelapis, dll., dapat memakan waktu lebih lama dari waktu yang tersedia
per minggu. Oleh karena itu pada storage menyediakan stok bahan baku untuk
produksi.

15
3. Stacker Reclaimer
Stacker Reclaimer merupakan penyimpanan dan pengisian material yang
dihancurkan pada storage. Material yang telah dikumpulkan kemudian akan
diumpan menggunakan belt conveyor. Teknik penumpukan bahan pada storage
tiap bahan baku juga berbeda beda menyesuaikan dengan karakteristik bahan
baku tersebut. Kuantitas yang akan disimpan ditentukan oleh stok yang akan
dipertahankan dan jumlah yang diperlukan dalam produksi.

3.3. Tahap Pengadaan Bahan Bakar


a. Pengadaan Solar
Solar berguna sebagai bahan bakar untuk pembakaran pada rotary Kiln.Sedangkan
fungsinya adalah sebagai pematik dalam start up rotary Kiln, karena waktu yang
di butuhkan untuk memanaskan Kiln memerlukan waktu yang lama. Bahan bakar
solar diperoleh dari PT. Pertamina.
b. Pengadaan Bahan Bakar Alternatif
Teknologi co-processing merupakan teknologi dengan melakukan pembakaran
pada bahan alternatif menggunakan suhu tinggi sebagai solusi gas panas yang
dialirkan pada unit kiln dan calciner. Bahan bakar yang digunakan adalah biomassa
seperti sekam padi, ban bekas, limbah ampas kopi, sampah kertas, dllBahan bakar
alternatif nantinya akan di simpan pada storage, kemudian menuju ke shredding
untuk menghancurkan bahan bakar menjadi serbuk dan akan ditampung pada bin
sebelum nantinya akan dialirkan kalsiner atau kiln. Penggunaan bahan bakar
alternatif diperkirakan sebanyak 20-40% dari total bahan bakar yang dibutuhkan
dengan pertimbangan agar dapat mengurangi emisi dan penggunaan batu bara,
namun masih dapat memenuhi kebutuhan panas dalam industri semen.

3.4. Tahap penggilingan awal bahan baku (pembentukan raw mix)


Tahap penggilingan bahan baku bertujuan untuk memperkecil atau memperhalus
ukuran bahan baku sehingga luas permukaannya akan semakin besar.Tujuan lain adalah
untuk mendapatkan campuran bahan baku yang homogen dan untuk mempermudah
terjadinya reaksi kimia pada saat klinkerisasi. Bahan baku yang akan digiling terdiri dari
batu kapur, batu silika, tanah liat, dan pasir besi. Dari setiap storage bahan baku, material
akan dimasukkan kedalam masing-masing hopper bahan baku. Pengangkutan material ke
dalam hopper dari dalam storage menggunakan belt conveyor.

16
Tahap penggilingan bahan baku bertujuan untuk homogenisasi seluruh bahan baku
sehingga terbentuk bahan baku yang telah tercampur yang disebut dengan raw mix. Selain
itu tahap ini juga berfungsi untuk memperkecil atau memperhalus ukuran bahan baku yang
homogen dan untuk mempermudah terjadinya reaksi kimia pada saat proses klinkerisasi.
Penggilingan bahan baku harus menghasilkan umpan yang cukup untuk
mempertahankan produksi kiln yang diperlukan, memenuhi target kehalusan, komposisi
kimia, dan kelembapan. Terdapat 4 proses yang terjadi pada raw mill yang terdiri dari
proses pengeringan, penggilingan, pemisahan, dan transport.
1. Proses Pengeringan
Proses pengeringan terjadi saat terjadinya kontak langsung antara material
dengan gas panas. Tujuan dari proses ini adalah untuk mengurangi kadar airdalam
material. Target pengurangan kadar air adalah mencapai 93,2%. Material keluaran
vertical mill mempunyai suhu 80 0C.
2. Proses Penggilingan
Proses penggilingan terjadi pada saat material dihancurkan dengan cara
digiling dengan roller. Table berputar sehingga material tergilas diantara table
dengan roller.
3. Proses Transport
Proses transport terjadi ketika material yang telah tergiling terbawa oleh gas
panas menuju separator dan material halus hasil penyaringan separator terbawa
bersama gas panas menuju bagian cyclone karena hisapan fan.
4. Proses Pemisahan
Proses pemisahan terjadi pada bagian separator dan cyclone, dimana material
yang kasar akan dipisahkan dengan material yang halus. Pada cyclone, material halus
yang terbawa gas panas pada penyaringan di separator akan di pisahkan kembali
antara material halus dengan gas panas dengan gaya sentrifugal yang bekerja
pada cyclone.
Material yang telah tergiling akan terbawa oleh gas panas menuju separator. Pada
bagian separator, material yang halus akan dipisahkan dengan material yang masih kasar.
separator ini berputar pada sumbunya dengan bantuan sebuah rotor pada kecepatan
tertentu. Material yang kasar akan jatuh berbenturan dengan bagian rotor classifier ke
tengah grinding table dan selanjutnya akan digiling bersama fresh feed.

17
3.5. Tahap Pembentukan Klinker
Bahan baku yang akan diumpankan disebut raw mix, Tahap pembentukan klinker
terjadi pada unit kiln (rotary kiln) yang bertujuan untuk mengubah raw mix menjadi klinker.
Pada unit kiln dibagi menjadi tiga tahap proses dan terakhir adalah disimpan pada Silo
klinker. Tiga tahap prosesnya yaitu proses pemanasan awal (preheater), proses pembakaran
pada rotary kiln, dan proses pendinginan. Sebelum terjadi proses pembakaran raw mix.
1. Pemanasan Awal
Preheater digunakan untuk mengambil proses pemanasan bahan baku ke suhu
di mana kalsinasi atau disosiasi CO2 dimulai, di luar kiln. Awalnya Fungsi ini
dilakukan di dalam kiln yang berukuran panjang. Namun dengan adanya
preheater maka panjang kiln dipersingkat akibat diambilnya fungsi
preheater di luar kiln.
2. Pembakaran
Proses pembakaran dilakukan pada unit Rotary Kiln, unit ini berbentuk silinder
dengan kemiringan 3°-4°, Rotary Kiln juga sebagai reaktor atau tempat
bereaksinya bahan baku. Bahan baku yang sudah dilakukan pemanasan awal
dimasukkan ke dalam Kiln dan dibakar hingga suhu 1500℃ hasil dari reaksi
pada kiln disebut dengan clinker.
3. Pendinginan
Klinker keluar dari kiln pada suhu sekitar 1500°C. Perlu didinginkan hingga
suhu yang dapat ditangani oleh konveyor yang tersedia seperti sabuk, dan
rantai. elevator yang berada di bawah 100-200°C. Pendingin adalah bagian dari
poros kiln. Klinker meninggalkan poros kiln pada suhu 150°C. Pendingin yang
digunakan adalah grate cooler yang berbentuk seperti ruangan yang letaknya
tepat dibawah kiln, maka klinker yang berhasil dibakar dijatuhkan secara
langsung ke dalam pendingin.

3.6. Proses Penggilingan Klinker Menjadi Semen


Klinker yang sudah didinginkan selanjutnya digiling bersamaan dengan gypsum,
dan limbah hasil industri baja (ground franulated blast furnace slag). Penggilingan
dilakukan pada unit Vertical Cement Mill menggunakan separator efisiensi tinggi yang
bertujuan untuk meningkatkan efisiensi operasi lebih lanjut dengan mengurangi konsumsi
daya.

18
3.7. Proses Pengantongan Semen
Semen diproduksi dalam jumlah besar dan disimpan dalam silo semen
berkapasitas besar. Pengisian semen dalam kantong dengan berat tertentu membutuhkan
mesin pengepakan atau pengantongan yang dapat mengemas dalam jumlah besar secara
akurat. Mesin pengepakan dikembangkan untuk memenuhi kebutuhan ini. Mesin pengemas
dikembangkan untuk melakukan operasi pengisian setiap kantong dengan berat tertentu
dengan toleransi 0,5% dengan kemasan yang digunakan merupakan kanting berbahan
kertas.

19
BLOCK FLOW DIAGRAM
PRA RANCANGAN PABRIK ORDINARY PORTLAND CEMENT (OPC) DENGAN MENGGUNAKAN TEKNOLOGI CO-
PROCESSING, GUNA MENUNJANG INDUSTRI GREEN CEMENT KAPASITAS 700.000 TON/TAHUN. TUGAS KHUSUS
PERANCANGAN GRATE COOLER

Gas Panas

Cerobong

Gas Panas

Raw Mix
Bag House
Suspension Raw Mix
Filter
Preheater
T = 80°C
T = 800°C
P = 1 atm
P = 1 atm

Raw Mix Raw Mix


Batu Kapur
Tanah Liat
Pasir Besi Semen OPC Semen OPC
Pasir Silika Raw Mill Kiln Clinker Cooler Clinker
T = 300°C CF Silo T = 1500°C T = 100°C Cement Mill Cement Silo Packer
P =1 atm P = 1 atm P = 1 atm

Raw Mix

Gypsum
Batu Kapur
Tanah Liat
Pasir Besi
Pasir Silika
Hopper

Gypsum

20
PROCESS FLOW DIAGRAM
PRA RANCANGAN PABRIK ORDINARY PORTLAND CEMENT (OPC) DENGAN MENGGUNAKAN TEKNOLOGI CO-PROCESSING, GUNA MENUNJANG INDUSTRI GREEN CEMENT KAPASITAS
700.000 TON/TAHUN. TUGAS KHUSUS PERANCANGAN GRATE COOLER

Udara Tekan

Solar
CM-401

18
1
P-106 30

13 CC-309
1 C-210
30
P-107 19
9 CM-403
1 29
1 SAF-101 30 1
1 2 3 4 200 30
1 1 1 C-209 P-105
1 28
P-101 30 P-102 30 P-103 30 P-104 30 15 B-402 F-104
1 1
30 30
CC-307 CC-306 17
CC-301 H-106
1 C-206
C-201 C-202 C-203 C-204 30
8
CC-302 I-101
1 S-302
H-101 H-102 H-103 H-104 100 AS-201
5 11 CC-308
1 1
6 80 33
30 CC-303
1 16 23 1
30 B-401 22 32
1 1 30
F-101 30 200
1 1 34
200 30
C-205 1
CC-304 CA-311 CM-402 H-107 H-108
R-302 AS-203 30
AS-201 10
CC-305
24 25
1 1 1 B-403
80 14
20 21 200 80
1 30
800 1 1 1
7 1500 100 30
F-102 C-207
1 EP-401 S-303
30
R-301 12
1 26 F-103
30
S-301 1
E-202 80
AS-204
K-311 AS-202
27 31
1 R-303 E-204
1
GC-311 30
BF-101 BF-102 100
E-201

C-208

F-105 F-106 F-107 F-108 F-109 E-203

No. Kode Nama Alat No. Kode Nama Alat No. Kode Nama Alat
1 AS-201 Air Slide 25 CC-307 Cyclone 49 P-104 Gudang Tanah Liat
2 AS-202 Air Slide 26 CC-308 Cyclone 50 P-105 Gudang Gypsum
3 AS-203 Air Slide 27 CC-309 Cyclone 51 P-107 Gudang Coal
4 AS-204 Air Slide 28 CM-401 Cerobong Asap 52 GC-311 Grate Cooler
5 B-401 Bag House Filter 29 CM-402 Cerobong Asap 53 H-101 Hopper Limestone
6 B-402 Bag House Filter 30 CM-403 Cerobong Asap 54 H-102 Hopper Pasir Besi
7 B-403 Bag House Filter 31 CT-401 Cooling Tower 55 H-103 Hopper Pasir Silika
8 BF-101 Blower 32 E-301 Elevator 56 H-104 Hopper Tanah Liat
9 BF-102 Blower 33 E-302 Elevator 57 H-105 Hopper Gypsum
10 C-201 Belt Conveyor 34 E-303 Elevator 58 H-106 Hopper Risk Husk
11 C-202 Belt Conveyor 35 E-304 Elevator 59 H-107 Hopper Klinker
12 C-203 Belt Conveyor 36 F-101 Fan 60 H-108 Hopper Gypsum
13 C-204 Belt Conveyor 37 F-102 Fan 61 I-101 Bin Risk Husk
14 C-205 Belt Conveyor 38 F-103 Fan 62 K-311 Kiln
15 C-206 Belt Conveyor 39 F-104 Fan 63 R-301 Raw Mill
16 C-207 Belt Conveyor 40 F-105 Fan 64 R-302 Coal Mill
17 C-208 Belt Conveyor 41 F-106 Fan 65 R-303 Cement Mill
18 C-209 Belt Conveyor 42 F-107 Fan 66 S-301 CF Silo
19 C-210 Belt Conveyor 43 F-108 Fan 67 S-302 Silo Klinker
20 CA-311 Calciner 44 F-109 Fan 68 S-303 Silo Semen
21 CC-301 Cyclone 45 P-101 Gudang Limestone 69 SAF-101 Shredding AF
24 CC-307 Cyclone 48 P-103 Gudang Pasir Silika

21
DAFTAR PUSTAKA
Abbasi, S. 2020. The Effect of Incorporating Silica Stone Waste on the Mechanical Properties
of Sustainable Concretes. Materials 13: 1-14.

Aini, S. 2020. The Characterization of West Sumatera Iron Sand as a Raw Material to
Synthesize Magnetic Nanoparticles. Progress in Social Science, Humanities and
Education Research Symposium 5

Alsop, P. 2019. The Cement Plant Operations Handbook for Dry-Process Plants. 7 th edition.
Tradeship Publications Ltd. United Kingdom.

Ardhiana, dkk. 2020. Evaluasi Kapasitas Produksi Ban Menggunakan Metode RCCP Dengan
Pendekatan Bola. Jurnal Rekayasa Sistem Industri 6 (1).

Aritonang, S. 2019. Analysis Of The Process Of Iron Sand Processing Into Sponge Iron In
Order To Support The Defense Industry Of Steel Raw Materials. Jurnal Pertahanan dan
Bela Negara 9(1): 1-15.

Deolalkar, S. 2009. Handbook for Designing Cement Plants. BS Publications.

Deolalkar, S. 2016. Designing Green Cement Plants. BS Publications.

Fitriyani, R. 2019. Aplikasi Produksi Bersih Pada Industri Semen. Program Studi Teknik Kimia
Universitas PGRI Palembang 3(1): 10-15.

Garinas, W. Karakteristik Batu Kapur Dalam Negeri Untuk Bahan Baku Pendukung
Pengolahan Bijih Besi/Baja. PROSIDING TPT XXVIII PERHAPII: 33-38.

Mardiana, G. 2010. Pemanfaatan Limbah Biomass Sebagai Bahan Bakar Alternatif Dalam
Kegiatan Co-processing di Semen Gresik. Jurnal Teknik Kimia Fakultas Teknik
Universitas Diponegoro. Semarang.

Marsden , W. 2014. Analisis Struktur, Perilaku, dan Kinerja Industri Semen di Indonesia.
Jurnal Ilmiah Universitas Brawijaya. Malang.

Nasution, M. 2019. Pengaruh Komposisi Gypsum Terhadap Setting Time Pada Proses
Produksi Semen PCC. Jurnal Teknik Kimia 6(1): 23-29.

Nur, R. 2015. Studi Awal Desain Pabrik Semen Portland dengan Waste Paper Sludge Ash
Sebagai Bahan Baku Alternatif. Jurnal Teknik ITS 4(2): 164- 168.

22
Nugraha, E. 2016. Analisis Komposisi Pembakaran Pada Proses Pembuatan Clinker di Pabrik
Tuban I PT. Semen Indonesia (Persero) TBK Berbasis Computational Fluid Dynamics.
Tesis. Institut Teknologi Sepuluh Nopember. Surabaya.

Nugraha, A. 2018. Pemanfaatan Serbuk Gergaji Sebagai Substitusi Bahan Bakar Pada Proses
Pembakaran - 25 Kiln Di Pabrik Semen Dengan Pendekatan Life Cycle Assesment
(LCA). Jurnal Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Lingkungan 8(2): 188-19.

Nugroho, T. 2002. Analisis K1mia, Mineral Dan Sifat Fisika Tanah Liat Desa Kelaci Tabanan
Dan Pemanfaatannya Sebagai Bahan Baku Keramik. Analisis Kimia, Mineraldan Slfat
Fisika Tanah: 15-21.

Pamungkas, 2010. Teknologi Co-processing : Solusi Alternatif Mereduksi Bahan Bakar Fosil
dan Gas CO2 di Inudstri Semen Indonesia. Jurnal Rekayasa Proses 4 (2).

Purnawan, I. 2017. Pengaruh Penambahan Limestone terhadap Kuat Tekan Semen Portland
Komposit. Jurnal Rekayasa Proses 11(2): 86-93.

Pranoto, dkk. 2013. Peta Potensi Limbah Biomassa Pertanian Dan Kehutanan Sebagai Basis
Data Pengembangan Energi Terbarukan. Ketenagalistrikan Dan Energi Terbarukan 12
(2) ISSN 1978-2365.

Taylor. H. 1997. Cement Chemistry. 2 nd edition. Thomas Thelford. University of Aberdeen.

Wibiseno, M. 2018. Pabrik Semen Portland Pozzolan Menggunakan Proses Kering. Skripsi.
Institut Teknologi Sepuluh November.

Yasjudan, K. 2021. Pra Rancangan Pabrik Ordinary Portland Cement (OPC) dengan Dry
Process Kapasitas 2.000.000 ton/tahun. Skripsi. Universitas Islam Indonesia,
Yogyakarta.

Yiyin, 2021. Sinergi Mesin dan Energi. Jurnal Teknik Mesin 19 (2).

23

Anda mungkin juga menyukai