Dosen Pembimbing :
1. Dra. Wieke S.W, ST, MARS, M.Kes
2. Dra. Tuty Putri Sri M, Apt, M.Kes
3. Ayu Puspitasari, ST, M.Kes
Disusun Oleh :
1.
(P27834013010)
2.
Dessy Puspitarini
(P27834013021)
3.
Caterina Ayu S.
(P27834013032)
4.
Wina Marthalia
(P27834013046)
5.
(P27834013059)
6.
Fatihatur Riskiyah
(P27834013070)
TINGKAT 2 / SEMESTER 3
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat allah SWT, karena atas limpahan
rahmat taufiq dan hidayah-Nya sehingga penulisan makalah ini dapat
terselesaikan tepat pada waktunya.
Makalah yang berjudul Pengolahan Limbah Industri Tekstil disusun
guna memenuhi tugas mata kuliah teori AMAMI I. Banyak manfaat yang bisa
penulis dapatkan dalam penyusunan makalah ini diantaranya penulis lebih
mengetahui materi yang di bahas dalam makalah ini, serta banyak ilmu dan
informasi yang penulis dapatkan dari berbagai sumber yang penulis dapat.
Penulis mengucapkan terimakasih kepada :
1. Dra. Wieke S.W, ST, MARS, M.Kes
2.
Penulis
DAFTAR ISI
Halaman
KATA PENGANTAR ...........................................................................
ii
14
15
15
17
23
24
26
29
30
31
34
34
34
35
ii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Lumpur aktif (activated sludge) adalah proses pertumbuhan mikroba
tersuspensi yang pertama kali dilakukan di Inggris pada awal abad ke-19.
Sejak itu proses ini diadopsi seluruh dunia sebagai pengolah air limbah
domestik sekunder secara biologi. Proses ini pada dasarnya merupakan
pengolahan aerobik yang mengoksidasi material organik menjadi CO2 dan
H2O, NH4. dan sel biomassa baru. Udara disalurkan melalui pompa blower
(diffused) atau melalui aerasi mekanik. Sel mikroba membentuk flok yang
akan mengendap di tangki penjernihan (Gariel Bitton, 1994).
Anna dan Malte (1994) berpendapat keberhasilan pengolahan limbah
secara biologi dalam batas tertentu diatur oleh kemampuan bakteri untuk
membentuk flok, dengan demikian akan memudahkan pemisahan partikel dan
air limbah. Lumpur aktif adalah ekosistem yang komplek yang terdiri dari
bakteri, protozoa, virus, dan organisme-organisme lain. Lumpur aktif dicirikan
oleh beberapa parameter, antara lain : Indeks Volume Lumpur (Sludge Volume
Index = SVI) dan Stirrd Sludge Volume Index (SSVI). Perbedaan antara dua
indeks tersebut tergantung dari bentuk flok.
Pada kesempatan lain Anna dan Malte (1997) menyatakan bahwa
proses lumpur aktif dalam pengolahan air limbah tergantung pada
pembentukan flok lumpur aktif yang terbentuk oleh mikroorganisme (terutama
bakteri), partikel inorganik, dan polimer eksoselular. Selama pengendapan
flok, material yang terdispersi, seperti sel bakteri dan flok kecil, menempel
pada permukaan flok. Pembentukan flok lumpur aktif dan penjernihan dengan
pengendapan flok akibat agregasi bakteri dan mekanisme adhesi. Selanjutnya
dinyatakan pula bahwa flokulasi dan sedimentasi flok tergantung pada
hypobisitas internal dan eksternal dari flok dan material exopolimer dalam
flok, dan tegangan permukaan larutan mempengaruhi hydropobisitas lumpur
granular dari reaktor lumpur anaerobik.
berasosiasi
dengan
adanya
aktifitas
bakteri
heterotrofik.
1.4 Manfaat
Teknologi ini dapat menurunkan total padatan tersuspensi (TSS) hingga
mencapai 91%, COD 62%, Fe 96% dan BOD5 97%. Proses ini juga
menghilangkan warna dan bau dari limbah tersebut.
BAB II
LANDASAN TEORI
B. Tangki Sedimentasi
Tangki ini digunakan untuk sedimentasi flok mikroba (lumpur)
yang dihasilkan selama fase oksidasi dalam tangki aerasi. Seperti
disebutkan diawal bahwa sebaghian dari lumpur dalam tangki penjernih
didaur ulang kembali dalam bentuk LAB kedalam tangki aerasi dan
sisanya dibuang untuk menjaga rasio yang tepat antara makanan dan
mikroorganisme (F/M Ratio).
4
C. Parameter
Parameter yang umum digunakan dalam lumpur aktif (Davis dan
Cornwell, 1985; Verstraete dan van Vaerenbergh, 1986) adalah sebagai
berikut:
1. Mixed-liqour suspended solids (MLSS). Isi tangki aerasi dalam sistem
lumpur aktif disebut sebagai mixed liqour yang diterjemahkan sebagai
lumpur campuran. MLSS adalah jumlah total dari padatan tersuspensi
yang berupa material organik dan mineral, termasuk didalamnya adalah
mikroorganisma. MLSS ditentukan dengan cara menyaring lumpur
campuran dengan kertas saring (filter), kemudian filter dikeringkan pada
temperatur 1050C, dan berat padatan dalam contoh ditimbang.
2. Mixed-liqour volatile suspended solids (MLVSS). Porsi material organik
pada MLSS diwakili oleh MLVSS, yang berisi material organik bukan
mikroba, mikroba hidup dan mati, dan hancuran sel (Nelson dan
Lawrence, 1980). MLVSS diukur dengan memanaskan terus sampel
filter yang telah kering pada 600 - 6500C, dan nilainya mendekati 6575% dari MLSS.
3. Food - to - microorganism ratio (F/M Ratio). Parameter ini merupakan
indikasi beban organik yang masuk kedalam sistem lumpur aktif dan
diwakili nilainya dalam kilogram BOD per kilogram MLSS per hari
(Curds dan Hawkes, 1983; Nathanson, 1986).
4. Rasio F/M dikontrol oleh laju sirkulasi lumpur aktif. Lebih tinggi laju
sirkulasi lumpur aktif lebih tinggi pula rasio F/M-nya. Untuk tangki
aerasi konvensional rasio F/M adalah 0,2 - 0,5 lb BOD5/hari/lb MLSS,
tetapi dapat lebih tinggi hingga 1,5 jika digunakan oksigen murni
(Hammer, 1986). Rasio F/M yang rendah mencerminkan bahwa
mikroorganisme dalam tangki aerasi dalam kondisi lapar, semakin
rendah rasio F/M pengolah limbah semakin efisien.
5. Hidraulic retention time (HRT). Waktu tinggal hidraulik (HRT) adalah
waktu rata-rata yang dibutuhkan oleh larutan influent masuk dalam
tangki aerasi untuk proses lumpur aktif; nilainya berbanding terbalik
dengan laju pengenceran (D) (Sterritt dan Lester, 1988).
5
6. Umur lumpur (Sludge age). Umur lumpur adalah waktu tinggal rata-rata
mikroorganisme dalam sistem. Jika HRT memerlukan waktu dalam jam,
maka waktu tinggal sel mikroba dalam tangki aerasi dapat dalam hari
lamanya. Parameter ini berbanding terbalik dengan laju pertumbuhan
mikroba. Umur lumpur dihitung dengan formula sebagai berikut
(Hammer, 1986; Curds dan Hawkes, 1983) :
7. Umur lumpur dapat bervariasi antara 5 - 15 hari dalam konvensional
lumpur aktif. Pada musim dingin lebih lama dibandingkan musim panas
(U.S. EPA, 1987a). Parameter penting yang mengendalikan operasi
lumpur aktif adalah laju pemuatan organik, suplay oksigen, dan
pengendalian dan operasi tangki pengendapan akhir. Tangki ini
mempunyai dua fungsi: penjernih dan penggemukan mikroba. Untuk
operasi rutin, orang harus mengukur laju pengendapan lumpur dengan
menentukan indeks volume lumpur (SVI), Voster dan Johnston, 1987.
ini
membutuhkan
membutuhkan
sedikit
aerasi
D. Stabilisasi Kontak
Setelah limbah dan lumpur bercampur dalam tangki
reaktor kecil untuk waktu yang singkat (20-40 menit), aliran
campuran tersebut dialirkan ke tangki penjernih dan lumpur
dalam
flok
yang
relatif
besar
membuat
kondisi
GENUS
DARI
KELOMPOK
ISOLAT
Comamonas-Pseudomonas
50
Alkaligenes
5,8
1,9
Paracoccus
11,5
1,9
Aeromomas
1,9
Flavobacterium - Cytophaga
13,5
Bacillus
1,9
Micrococcus
1,9
Coryneform
5,8
Arthrobacter
1,9
10
TOTAL
Aureobacterium-Microbacterium
1,9
diidentifikasi
sebagai
spesies-spesies
Comamonas-
Psudomonas.
Caulobacter, bakteri bertangkai umumnya ditemukan dalam air
yang miskin bahan organik, dapat diisolasi dari kebanyakan
pengolahan limbah, khususnya lumpur aktif (MacRae dan Smit,
1991)
Gambar 4. Distribusi
Zoogloea adalah bakteri yang menghasilkan exopolysaccharide
yang membentuk proyeksi khas seperti jari tangan dan ditemukan
dalam air limbah dan lingkungan yang kaya bahan organik (Norberg
dan Enfors, 1982; Unz dan Farrah, 1976; Williams dan Unz, 1983).
Zoogloea diisolasi dengan menggunakan media yang mengandung
m-butanol, pati, atau m-toluate sebagai sumber karbon. Bakteri ini
ditemukan dalam berbagai tahap pengolahan limbah tetapi
jumlahnya hanya 0,1-1% dari total bakteri dalam mixed liqour
(Williams dan Unz, 1983). Kepentingan relatif bakteri ini dalam air
limbah membutuhkan penelitian lebih lanjut.
11
14
12
13
Bahan
organik
terlarut
sebagai
sumber
makanan
bagi
dan
14
15
16
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
Penelitian dilakukan dengan metode metode studi pustaka. Dimana penulis
mengambil sumber-sumber dari internet. Lalu didapatkan perusahaan industri
tekstil PT Unitex, yang terletak di Jalan Pajajaran Tajur, Bogor. Jawa Barat.
Dimana Instalasi Pengelolaan Air Limbah PT. Unitek dibangun Tahun 1988 di
atas tanah seluas 4000 m2, dan mampu mengolah limbah tekstil lebih dari 2000
m3/hari. Proses pengolahan air limbah PT. Unitex terbagi atas tiga tahap
pemrosesan, yaitu :
Proses primer yang meliputi penyaringan kasar, penghilangan warna, ekualisasi,
penyaringan halus, pendinginan.
1. Proses sekunder yang meliputi proses biologi dan sedimentasi.
2. Proses tersier yang merupakan tahap lanjutan dengan penambahan bahan
kimia.
Melalui upaya pengelolaan yang telah dilakukan, maka air limbah yang
dibuang tidak akan mencemari lingkungan. Biaya investasi pembangunan instalasi
ini hanya sekitar 2% dari total investasi atau sekitar 2,5 milyard rupiah. Sistem
pengolah limbah yang digunakan merupakan perpaduan antara proses fisika,
kimia, dan biologi. Proses yang berperan dalam pengurangan bahan pencemar
adalah proses biologi yang menggunakan sistem lumpur aktif dengan aerasi
lanjutan (extended aeration).
Selain limbah cair terdapat pula limbah padat yang berupa lumpur, hasil
samping dari sistem pengolahan yang digunakan. Lumpur hasil olahan digunakan
sebagai bahan campuran pembuatan conblock dan batako press serta pupuk
organik. Hal ini merupakan salah satu alternatif dan langkah lebih maju dari PT.
Unitek dalam memanfaatkan kembali limbah padat.
17
18
Gambar 10. Bak pengendap (clarifier) setelah diberi koagulan ferro sulfat.
19
20
Gambar 13. Lumpur aktif dari bak pengendap akhir dikembalikan ke bak aerasi
tahap pertama.
21
22
Gambar 18. Contoh air baku sampai dengan air hasil olahan
Unit 3 : adalah proses pemisahan air yang telah bersih dengan lumpur aktif
dari kolam aerasi.
23
Untuk jelasnya lihat Gambar 19. Sistem Pengolah Limbah Lumpur Aktif PT.
UNITEX.
Jumlah Vol
Tangki
(m3)
24
Waktu
(m3/hari) Retensi
Kolam
equalisasi
2
Limbah
59 + 56
115
1200
2.3 jam
air 1
653
653
1800
8.7 jam
3.1
3.6
720
7.2
air
warna
Limbah
umum
Tangki
Koagulasi I
Tangki
menit
2
14.2
28.4
720
Sedimentasi
25
menit
I
Kolam
Aerasi
Tangki
2(1250) + 3425
3000
925
27.4
jam
407
407
3394
2.9 jam
3394
2.5
Sedimentasi
II
Tangki
Koagulasi II
Tangki
menit
1
57
57
3394
Intermeadiat
Tangki
24
menit
178
178
3394
Sedimentasi
1.26
jam
III
Kolam Ikan
15
15
3394
6.4
menit
25
26
terdiri atas tiga buah tangki, yaitu : Pada tangki pertama ditambahkan
koagulasi FeSO4 (Fero Sulfat) konsentrasinya 600 - 700 ppm untuk
pengikatan warna. Selanjutnya dimasukkan ke dalam tangki kedua dengan
ditambahkan kapur (lime) konsentrasinya 150 - 300 ppm, gunanya untuk
menaikkan pH yang turun setelah penambahan FeSO4. Dari tangki kedua
limbah dimasukkan ke dalam tangki ketiga pada kedua tangki tersebut
ditambahkan polimer berkonsentrasi 0,5 - 0,2 ppm, sehingga akan terbentuk
gumpalan-gumpalan besar (flok) dan mempercepat proses pengendapan.
Setelah gumpalan-gumpalan terbentuk, akan terjadi pemisahan antara
padatan hasil pengikatan warna dengan cairan secara gravitasi dalam tangki
sedimentasi. Meskipun air hasil proses penghilangan warna ini sudah
jernih, tetapi pH-nya masih tinggi yaitu 10, sehingga tidak bisa langsung
dibuang ke perairan. Untuk menghilangkan unsur-unsur yang masih
terkandung didalamnya, air yang berasal dri koagulasi I diproses dengan
sistem lumpur aktif. Cara tersebut merupakan perkembangan baru yang
dinilai lebih efektif dibandingkan cara lama yaitu air yang berasal dari
koagulasi I digabung dalam bak ekualisasi.
Tabel 3. Hasil pengamatan konsentrasi, debit, dan laju penambahan koagulan
dan flokulan terhadap limbah air warna (Rapto, 1996)
Agent
Konsentrasi Debit
Laju
Penambahan
(kg/l)
(l/jam)
Fe SO4
0.21
13.28
2.84
Lime
0.11
806.76
86.44
2. 10-4
561.60
0.11
Polimer ANP10
(kg/jam)
Tabel 4. Efisiesi removal proses koagulasi dan flokulasi air limbah warna
Tahun 1994 (Rapto, 1996)
27
Outlet
Efisiensi
(mg/l)
removal (%)
132.33
17.33
86.9
BOD5
266.12
54.92
79.4
COD
432.33
112.00
74.1
DO
0.4
0.25
37.5
Parameter
Inlet (mg/l)
TSS
c. Ekualisasi
Bak ekualisasi atau disebut juga bak air umum memiliki volume 650
m3 menampung dua sumber pembuangan yaitu limbah cair tidak berwarna
dan air yang berasal dari mesin pengepres lumpur. Kedua sumber
pembuangan pengeluarkan air dengan karakteristik yang berbeda. Oleh
karena itu untuk memperlancar proses selanjutnya air dari kedua sumber ini
diaduk dengan menggunakan blower hingga mempunyai karakteristik yang
sama yaitu pH 7 dan suhunya 32oC. Sebelum kontak dengan sistem lumpur
aktif, terlebih dahulu air melewati saringan halus dan cooling tower, karena
untuk proses aerasi memerlukan suhu 32oC. Untuk mengalirkan air dari bak
ekualisasi ke bak aerasi digunakan dua buah submerble pump atau pompa
celup (Q= 60 m3/jam).
d. Saringan Halus (Bar Screen f = 0,25 in)
Air hasil ekualisasi dipompakan menuju saringan halus untuk
memisahkan padatan dan larutan, sehingga air limbah yang akan diolah
bebas dari padatan kasar berupa sisa-sisa serat benang yang masih terbawa.
e. Cooling Tower
Karakteristik limbah produksi tekstil umumnya mempunyai suhu
antara 35-40oC, sehingga memerlukan pendinginan untuk menurunkan suhu
yang bertujuan mengoptimalkan kerja bakteri dalam sistem lumpur aktif.
Karena suhu yang diinginkan adalah berkisar 29-30oC.
28
29
30
BAB IV
HASIL PENELITIAN
Sebagai gambaran hasil proses dari Unit Pengolah Limbah Tekstil tersebut
adalah sebagai berikut :
Tabel 5. Hasil Pengamatan Konsentrasi, Debit, dan Laju Penambahan
Koagulan dan Flokulan Pada Tangki Koagulasi II, tahun 1994 (Rapto, 1996).
Agent
Al2(SO4)3
Polimer
ANP-10
Kosentrasi
(kg/l)
Laju
Debit (l/jam)
Penambahan
(kg/jam)
0.30
128.95
38.69
5. 10-4
53.21
0.03
Outlet (mg/l)
Removal
(%)
TSS
22.00
9.00
59.10
BOD5
46.69
25.09
46.30
COD
93.33
50.09
46.30
31
Parameter Pantau
A. Kimia
1. COD (Chemical Oxygen Demand) : Jumlah oksigen (ppm O2) yang
dibutuhkan untuk mengoksidasi K2Cr2O7 yang digunakan sebagai sumber
oksigen (oxidizing agent).
2. BOD (Biochemical Oxygen Demand) : Suatu analisis empiris yang
mencoba mendekati secara global proses-proses mikrobiologi yang benarbenar terjadi didalam air. Angka BOD adalah jumlah oksigen (ppm O2)
yang dibutuhkan oleh bakteri untuk mengoksidasi hampir semua zat
organis yang terlarut dan sebagian zat organis yang tersuspensi dalam
limbah cair.
3. DO (Dissolved Oksigen) : Jumlah oksigen (ppm O2) yang terlarut dalam
air dan merupakan kebutuhan mutlak bagi mikroorganisma (khususnya
bakteri) dalam menguraikan zat organik.
4. pH (Derajat Keasaman) : Didefinisikan sebagai pH = - log (H+) yang
menunjukkan tingkat keasaman atau kebasaan.
B. Fisika
1. MLSS (Mixed Liqour Suspended Solid) : Jumlah seluruh padatan
tersuspensi dalam suatu cairan (ppm) yang menggambarkan kepekatan
lumpur pada kolam aerasi khususnya.
2. SV30 (Sludge Volume = 30) : Lumpur yang mengendap secara gravitasi
selama 30 menit (%) yang menunjukkan tingkat kelarutan oksigen dalam
lumpur aktif.
C. Biologi
Parameter biologi yang diamati berupa mikroorganisme predator bakteri,
diantaranya prozoa dan avertebrata lainnya.
Kualitas Influen dan Efluen IPAL PT UNITEX
Efisiensi sistem IPAL PT. Unitex cuiup tinggi, terutama untuk TSS, BOD
dan FE. Hanya sayang dalam analisis keberhasilan sistem lumpur aktif menjadi
32
sulit karena parameter MLSS, MVSS, SVI dan mikrobiologinya kurang banyak
diteliti.
Tabel 7. Efisiensi Total Rata-Rata IPAL PT. UNITEX (RIPTO, 1996)
Parameter
Inlet
(air
Outlet
Efisiensi
11.35
7.26
36.03
TSS (mg/l)
84.00
7.00
91.66
BOD5 (mg/l)
97.50
2.70
97.00
COD (mg/l)
428.50
162.70
62.03
Fe (mg/l)
2.33
0.07
96.99
Air
Umum
pH
umum)
33
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Proses pengolahan air limbah PT. Unitex terbagi atas tiga tahap
pemrosesan, yaitu :
1) Proses primer yang meliputi penyaringan kasar, penghilangan warna,
ekualisasi, penyaringan halus, pendinginan.
2) Proses sekunder yang meliputi proses biologi dan sedimentasi.
3) Proses tersier yang merupakan tahap lanjutan dengan penambahan
bahan kimia.
5.2 Saran
Teknologi ini cukup mahal investasinya. Penerapannya harus seimbang
dengan investasi industri utamanya. Walaupun hasilnya memuaskan, biaya
operasinya cukup tinggi.
34
DAFTAR PUSTAKA
1. www.kelair.bppt.go.id/Sitpa/Artikel/Tekstil/tekstil.html
2. https://iwanhtn.wordpress.com/2012/10/16/pengolahan-limbahindustri-tekstil-9/
3. http://dwioktavia.wordpress.com/2011/04/14/pengolahan-limbahindustri-tekstil/
35