Anda di halaman 1dari 16

Nama : Popon Sopiyah

NPM : 20188100021

Mapel : Profesi Kepribadian Guru

"Fenomena Profesi Pendidikan di Era Abad 21 Pada Tingkat SD, SMP, SMA
dan SMK"

Kompetensi Guru Abad 21 Sebagai Tuntutan Generasi Z

Tantangan Guru

Abad ke-21 adalah abad yang sangat berbeda dengan abad-abad sebelumnya. Perkembangan
ilmu pengetahuan yang luar biasa disegala bidang.pada abad ini, terutama bidang Information
and Communication Technology (ICT) yang serba canggih (sophisticated) membuat dunia ini
semakin sempit, karena kecanggihan teknologi ICT ini beragam informasi dari berbagai sudut
dunia mampu diakses dengan instant dan cepat oleh siapapun dan dari manapun, komunikasi
antar personal dapat dilakukan dengan mudah, murah kapan saja dan di mana saja.

Perubahan-perubahan tersebut semakin terasa, termasuk didalamnya pada dunia pendidikan.


Guru saat ini menghadapi tantangan yang jauh lebih besar dari era sebelumnya. Guru
menghadapi klien yang jauh lebih beragam, materi pelajaran yang lebih kompleks dan sulit,
standard proses pembelajaran dan juga tuntutan capaian kemampuan berfikir siswa yang lebih
tinggi, untuk itu dibutuhkan guru yang mampu bersaing bukan lagi kepandaian tetapi kreativitas
dan kecerdasan bertindak (hard skills- soft skills).

Menurut Susanto (2010), terdapat 7 tantangan guru di abad 21, yaitu :

Teaching in multicultural society, mengajar di masyarakat yang memiliki beragam budaya


dengan kompetensi multi bahasa.

Teaching for the construction of meaning, mengajar untuk mengkonstruksi makna (konsep).

Teaching for active learning, mengajar untuk pembelajaran aktif.


Teaching and technology, mengajar dan teknologi.

Teaching with new view about abilities, mengajar dengan pandangan baru mengenai
kemampuan.

Teaching and choice, mengajar dan pilihan.

Teaching and accountability, mengajar dan akuntabilitas.

Untuk memecahkan masalah tersebut di atas, guru dituntut mampu untuk membaca setiap
tantangan yang ada pada masa kini. guru harus mampu untuk mencari sendiri pemecahan
masalah yang timbul dari dampak kemajuan zaman karena tidak semua kemajuan zaman
berdampak baik, dampak negatif juga harus diperhitungkan.

Kompetensi Guru
Guru yang mampu menghadapi tantangan tersebut adalah guru yang profesional yang memiliki
kualifikasi akademik dan memiliki kompetensi-kompetensi antara lain kompetensi profesional,
kompetensi pedagogik, kompetensi kepribadian, dan kompetensi sosial yang kualifaid.

A. Kompetensi profesional
Kompetensi profesioanal sekurang-kurangnya meliputi :

Menguasai subtansi bidang studi dan metodologi keilmuannya

Menguasai struktur dan materi kurikulum bidang studi

Menguasai dan memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi dalam pembelajaran

Mengorganisasikan materi kurikulum bidang studi

Meningkatkan kualitas pembelajaran melalui penelitian tindakan kelas

B. Kompetensi pedagogic
Kompetensi pedagogik sekurang-kurangnya meliputi:

• Memahami karakteristik peserta didik dari aspek fisik, sosial, kultural, emosional, dan
intelektual
• Memahami latar belakang keluarga dan masyarakat peserta didik dan kebutuhan belajar
dalam konteks kebhinekaan budaya
• Memahami gaya belajar dan kesulitan belajar peserta didik
• Memfasilitasi pengembangan potensi peserta didik
• Menguasai teori dan prinsip belajar serta pembelajaranYang mendidik
• Mengembangkan kurikulum yang mendorong keterlibatan peserta didik dalam
pembelajaran
• Merancang pembelajaran yang mendidik
• Melaksanakan pembelajaran yang mendidik
• Mengevaluasi proses dan hasil pembelajaran

c. Kompetensi kepribadian

• Kompetensi kepribadian sekurang-kurangnya meliputi:


• Menampilkan diri sebagai pribadi yang mantap, stabil, dewasa, arif dan berwibawa
• Menampilkan diri sebagai pribadi yang berakhlak mulia dan sebagai teladan bagi peserta
didik dan masyarakat
• Memiliki sikap, perilaku, etika, tata cara berpakaian, dan bertutur bahasa yang baik
• Mengevaluasi kinerja sendiri
• Mengembangkan diri secara berkelanjutan

d. Kompetensi sosial
Kompetensi sosial sekurang-kurangnya meliputi:

• Berkomunikasi secara efektif dan empatik dengan peserta didik, orang tua peserta didik,
sesama pendidik, tenaga kependidikan dan masyarakat
• Berkontribusi terhadap pengembangan pendidikan di sekolah dan masyarakat
• Berkontribusi terhadap pengembangan pendidikan di tingkat lokal, regional, nasional dan
global
• Memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi (ICT) untuk berkomunikasi dan
mengembangkan diri
• Memiliki sikap, perilaku, etika, tata cara berpakaian dan bertutur bahasa yang baik

Orientasi Guru Abad 21


Tuntutan dunia internasional terhadap tugas guru memasuki abad ke-21 tidaklah ringan. Guru
diharapkan mampu dan dapat menyelenggarakan proses pembelajaran yang bertumpu dan
melaksanakan empat pilar belajar yang dianjurkan oleh Komisi Internasional UNESCO untuk
Pendidikan, hal ini didasari bahwa Pendidikan merupakan komunikasi terorganisasi dan
berkelanjutan yang dirancang untuk menumbuhkan kegiatan belajar pada diri peserta didik
(education as organized and sustained communication designed to bring about Learning).
UNESCO merekomendasikan empat pilar dalam bidang pendidikan, yaitu:

a. Learning to know (belajar untuk mengetahui)

Learning to know, yaitu proses belajar untuk mengetahui, memahami, dan menghayati cara-cara
pemerolehan pengetahuan dan pendidikan yang memberikan kepada peserta didik bekal-bekal
ilmu pengetahuan. Proses pembelajaran ini memungkinkan peserta didik mampu mengetahui,
memahami, dan menerapkan, serta mencari informasi dan/atau menemukan ilmu pengetahuan.

b. Learning to do (belajar melakukan atau mengerjakan)

Learning to do, yaitu proses belajar melakukan atau mengerjakan sesuatu. Belajar berbuat dan
melakukan (Learning by doing) sesuatu secara aktif ini bermakna pendidikan seharusnya
memberikan bekal-bekal kemampuan atau keterampilan. Peserta didik dalam proses
pembelajarannya mampu menggunakan berbagai konsep, prinsip, atau hukum untuk
memecahkan masalah yang konkrit.

c. Learning to live together (belajar untuk hidup bersama)

Learning to live together, yaitu pendidikan seharusnya memberikan bekal kemampuan untuk
dapat hidup bersama dalam masyarakat yang majemuk sehingga tercipta kedamaian hidup dan
sikap toleransi antar sesama manusia.

d. Learning to be (belajar untuk menjadi/mengembangkan diri sendiri).

Learning to be, yaitu pendidikan seharusnya memberikan bekal kemampuan untuk


mengembangkan diri. Proses belajar memungkinkan terciptanya peserta didik yang mandiri,
memiliki rasa percaya diri, mampu mengenal dirinya, pemahaman diri, aktualisasi diri atau
pengarahan diri, memiliki kemampuan emosional dan intelektual yang konsisten, serta mencapai
tingkatan kepribadian yang mantap dan mandiri
Uji Kompetensi Guru
Standar Kelulusan UKG UKG (Ujian Kompetensi Guru) merupakan sebuah kegiatan berupa
ujian yang berfungsi untuk mengukur kompetensi dasar mengenai bidang studi atau subject
matter dan juga pedagogik dalam domain seorang pengajar, dalam hal ini guru sekolah.

UKG memiliki tujuan untuk memperkuat peran guru dalam melaksanakan pendidikan. Sehingga
guru mampu memberikan dan juga meningkatkan mutu pendidikan di Indonesia. UKG juga
dapat digunakan untuk memetakan kondisi objektif setiap guru sehingga dapat dijadikan sebagai
informasi penting bagi pemerintah ketika akan mengambil sebuah kebijakan yang terkait dengan
materi dan juga strategi dalam memberikan pembinaan yang dibutuhkan oleh guru.

UKG ( Ujian Kompetensi Guru ) kali pertama dilaksanakan pada tahun 2014 silam, pada saat itu
standar kelulusan untuk UKG hanya sekitar 4.7 saja. Hal ini sangatlah wajar karena ini adalah
kali pertama sistem ini dilaksanakan. Namun, seperti yang sudah dijelaskan pada tujuan UKG
tadi, tentunya setiap tahun standar kelulusan untuk UKG selalu meningkat.

Hakekat Pembimbingan Guru


Pembimbingan saat ini dipandang sebagai salah satu strategi pengembangan kompetensi guru
abad 21, guru yang sesuai tuntutan guru profesional dan sekolah abad 21 (Hargreavas, 1997;
Hargreaves & Fullan, 2000). Pembimbingan melekatkan pembelajaran pada praktek profesional
guru di sekolah, juga merupakan bentuk berbagi tanggung jawab dalam upaya peningkatan mutu
sekolah. Lebih dari itu, pembimbingan juga efektif mengembangkan kepemimpinan guru dan
budaya pembelajaran profesional di sekolah (Walkinton, 2005) dimana kedua hal tersebut
merupakan komponen penting kesuksesan sekolah di abad 21 (Hargreaves dan Fullan, 2000;
Beare, 2001).

Menurut Reinman & Sprinthall (1998), pembimbingan merupakan bagian dari supervisi.
Walaupun demikian, pembimbingan memiliki karakteristik yang membedakannya dari supervisi
yaitu penekanan pembimbingan pada refleksi dan pembelajaran profesional. Supervisi lebih
dekat dengan peran sosialisasi untuk ‘membentuk’ guru menjadi sosok guru yang sesuai dengan
dengan lingkungan sekolah dimana guru mengajar. Fungsi supervisi ini meliputi penyambutan
(guru baru), enkulturasi, pemodelan, penjelasan, diskusi, dan pemberian umpan balik. Fungsi ini
dilakukan dalam pembimbingan namun dengan tuntutan komitmen yang lebih holistik dan
hubungan yang lebih multi arah. Pembimbing mungkin menjadi pelatih, motivator,
sumberinformasi, dan pasangan belajar, bergantung pada konteks (Walkington, 2005). Di
Inggris, istilah pembimbingan menjadi popular melebihi supervisi di saat semakin banyak guru
sekolah yang melakukan pembimbingan terhadap calon guru di sekolah mereka (Hawkey, 1998).

Pembimbingan berbasis sekolah berpotensi mengembangkan komunitas pembelajaran di


sekolah. Daresh (2003) mengatakan bahwa secara umum, hubungan pembimbingan- baik yang
terjadi secara alami melalui kontak informal dengan seseorang (misalnya pembimbingan dari
guru favorit) ataupun melalui program formal dan terstruktur (seperti pembimbingan untuk guru-
guru baru di sekolah) merupakan kesempatan besar untuk pembelajaran. Baik pembimbing dan
yang dibimbing akan banyak belajar tentang kehidupan profesional mereka dan memperoleh
akan memperoleh pemahaman yang lebih tentang kebutuhan personal, visi, dan nilai-nilai
melalui setiap pengalaman pembelajaran mereka.

Pembimbingan merupakan bantuan dari seorang individu terhadap individu yang lain.
Pembimbingan biasanya dilakukan oleh atasan atau individu yang dipandang lebih senior dalam
jabatan. Namun, seringkali terjadi, pembimbingan terjadi antar teman sebaya atau bahkan dari
yang lebih junior kepada yang lebih senior dari sisi usia. Dengan demikian pembimbingan
tidaklah selalu terjadi antara atasan dengan bawahan. Pembimbingan yaitu “off-line help by one
person to another in making significant transitions in knowledge, work or thinking” (Megginson,
Clutterbuck, Garvey, Stokes, & Harris, 2006: 5). Pembimbingan merupakan “the relationship
between someone of greater expertise in a given setting working with someone of lesser expertise
(although it is not necessarily just one-on-one relationship)” (Walkington, 2005: 12).

Dalam pembimbingan, hubungan dibangun secara sadar dan sengaja antara pembimbing dan
yang dibimbing. “Mentoring involves the relationships built around shared purposes and mu-
tual goals among the adults involved’ (Carr, Nancy, & Harries, 2005). Tujuan pembimbingan
yaitu menghasilkan perubahan yang signifikan pada pengetahuan, pekerjaan atau pemikiran
individu yang dibimbing dengan cara membantu individu memahami sesuatu yang sedang terjadi
terkait dengan pekerjaan atau karir individu yang pada awalnya mungkin dipandang sepele atau
tidak penting (Megginson, dkk., 2006).
Pembimbingan dimaksudkan untuk menciptakan lingkungan yang reflektif bagi individu yang
dibimbing dalam menghadapi isu-isu yang sedang dihadapi maupun diprediksikan terjadi,
diantaranya: karir, pertumbuhan pribadi, pengelolaan hubungan dan manajemen situasi
(Megginson, dkk., 2006). Dalam praktek, pembimbingan lebih seperti seperti ‘coaching’atau
pendampingan dan kolaborasi. Terjadi proses berbagi antara pembimbing dan yang dibimbing
dengan komitmen untuk pengembangan pelaksanaan pembelajaran yang efektif bagi siswa (Carr,
Nancy, & Harries, 2005). Terlebih, pengajaran di era 21 sangat lah kompleks and sulit sehingga
tak satupun ahli dapat menjawab dengan mudah permasalahan atau memiliki jawaban paling
benar. Dengan kata lain, dalam pembimbingan, kedua belah pihak saling belajar (Hargreavas &
Fullan, 2000) sehingga manfaat dan hasil pembimbingan tidak hanya bagi individu yang
dibimbing, namun juga pembimbing. “The mentor is highly likely to grow as the partners in the
relationships share and reflect” (Walkington, 2005:12).

Dengan demikian, pembimbingan berbeda dengan evaluasi (Portner, 2003). Pembimbingan


merupakan proses yang berkelanjutan yang berupaya membangun kepercayaan diri guru.
Kerahasiaan data individu yang dibimbing dijaga dan digunakan semata-mata untuk refleksi.
Penilaian manfaat pembimbingan pun dilakukan oleh individu yang dibimbing. Evaluasi lebih
merupakan suatu kunjungan yang diaturoleh suatu kebijakan, berorientasi pada penilaian kinerja,
dan ditujukan untuk pengisian data yang akan diproses untuk penilaian guru. Semua kegiatan
evaluasi dibuat dan merupakan kewenangan supervisor atau pengawas.

Di sekoiah, pembimbingan mungkin diberikan oleh guru, kepala sekoiah, supervisor, dan atau
akademisi perguruan tinggi kepada mahasiswa calon guru, kepala sekoiah, guru dan atau kepala
sekoiah, baik secara individual ataupun kelompok (Walkington, 2005) Praktek pembimbingan
yang sering terjadi di sekoiah yaitu ketika seorang guru belajar pada guru lain atau di saat
seorang guru mendengarkan permasalahan dari guru lain kemudian memberikan tip-tip praktis
dan berbagi rencana pengajaran dan bahan-bahan pelajaran (Reiman & Sprinthall, 1998). Hal ini
biasanya terjadi secara alami tanpa suatu program yang terencana (Bartell, 2005).

Namun demikian, tidak berarti pembimbingan yang efektif dapat terjadi secara otomatis di
sekolah. Bahkan, menurut Hargreaves & Fullan (2000), walaupun pembimbingan telah banyak
dilakukan guru untuk mengembangkan kemampuan dan juga mengelola stress guru, dalam
prakteknya, kadangkala masih mengecewakan. Oleh karena itu, sekolah dan institusi terkait perlu
menyusun program-program pembimbingan untuk memberikan bantuan dan praktek yang lebih
terstruktur dan efektif pada guru. Di samping itu, pemrograman pembimbingan di sekolah
memberikan pengakuan dan penghargaan kegiatan pembimbingan sebagai salah satu layanan
bantuan profesional guru. Hal ini berimplikasi pada pengakuan dan penghargaan peran-peran
yang dijalankan pembimbing dan yang dibimbing dalam hubungan pembimbingan sehingga
peluang keberhasilan pembimbingan pun akan lebih besar (Walkington, 2005)

Pembimbingan yang efektif


Pembimbingan yang efektif perlu memperhatikan hal-hal yang mempengaruhi keefektifan
hubungan pembimbingan, seperti berbagi pemahaman dan harapan pembimbingan sejak awal
antara pembimbing dan individu yang dibimbing, pengetahuan pembimbing tentang strategi dan
kegiatan pembimbingan, ketrampilan memelihara kepercayaan dalam hubungan, pengetahuan
bagaimana mengatasi konflik dan perbedaan yang mungkin (Walkington, 2005). Oleh karena itu,
struktur organisasi pembimbingan yang mencakup penentapan tujuan program pembimbingan,
strategi pembimbingan dan metode yang akan digunakan untuk mengukur keberhasilan
pembimbingan perlu ditetapkan bersama antara pembimbing dan yang dibimbing sebelum
pembimbingan dimulai (Megginson, dkk., 2006).

Hal penting yang perlu diperhatikan dalam penetapan struktur organisasi pembimbingan ini
adalah tahap perkembangan guru – tahap-tahap kognitif, ego, dan moral, dan juga tahap karir
mereka (Reiman & Sprinthall, 1998). Hasil penelitian menunjukkan bahwa guru-guru
menunjukkan sikap kerja yang berbeda-beda di tiap tahap perkembangan yang berarti mereka
memiliki kebutuhan-kebutuhan profesional yang berbeda yang berkaitan erat dengan tahap-tahap
perkembangan mereka. Guru-guru juga menunjukkan sikap lebih reseptif pada pengembangan
profesional yang paling sesuai dengan kebutuhan mereka (Bartel, 2005).

Keefektifan pembimbingan memerlukan kontrak yang dibuat sebelum pembimbingan dimulai


berdasarkan hasil diskusi dan musyawarah antara pembimbing dan individu yang dibimbing.
Kontrak pembimbingan merupakan kesepakatan etis and praktis dalam pelaksanaan kerja yang
tidak hanya tentang salah atau benar, tepat atau tidak, tapi juga apa yang sebaiknya diiakukan
atau tidak dengan mempertimbangkan konteks (St James ethic center, online:
attachment:/2/attachment2.htm). Kontrak pembimbingan hendaknya terbuka untuk direview
guna mendukung keefektifan pembimbingan yang mensyaratkan fleksibelitas seiring
pertumbuhan dan juga perkembangan pengalaman pembimbing dan individu yang dibimbing
(Walkington, 2005).

Pembahasan kontrak mencakup: kerahasiaan, batas-batas hubungan dan konflik peran, waktu,
tempat, skala waktu, cara pelaksanaan pekerjaan, review, harapan dan keterbatasan (Connor &
Pokora, 2007) yang berfungsi memberikan kejelasan kepada pembimbing dan individu yang
dibimbing tentang batas-batas dan penerapan prinsip-prinsip moral dalam proses pembimbingan.
Terlebih, percakapan dalam pembimbingan kadang-kadang melibatkan emosi dan masalah-
masalah pribadi. Selain itu, pada kenyataannya terdapat isu-isu dalam praktek pembimbingan
yang perlu diperhatikan. Isu-isu tersebut antara lain: 1) pembimbingan lintas jender. Mungkinkan
pembimbingan antara kolega laki-laki dengan wanita (atau sebaliknya) terlaksana baik? Dalam
pembimbingan, pembimbing dan individu yang dibimbing mungkin harus bekerja bersama
selama berjam-jam untuk mendiskusikan suatu masalah. Hal ini mungkin akan menimbulkan
masalah atau dipandang tidak etis. 2) Pembimbingan antar tingkat organisasi. Misalnya, seorang
kepala sekolah atau wakil kepala sekolah bertindak sebagai pembimbinga bagi guru yang
kadangkala lebih menguasai materi dan kelas dibandingkan kepala sekolah? Selain itu, dapatkah
guru SMA menjadi pembimbing guru SMP atau SD? 3) Perbedaan di usia. Dapatkan guru yang
lebih muda namun lebih berpengalaman bertindak sebagai pembimbing bagi koleganya yang
lebih tua namun mungkin baru mengawali karirnya mengajar di kelas? Dapatkan orang yang
datang dari luar sekolah dan berpengalaman bertindak sebagai pembimbing bagi guru-guru di
sekolahnya yang baru? (Daresh, 2003). Kontrak pembimbingan akan sangat membantu ketika
satu atau beberapa isu tersebut muncul.
Nama : Popon Sopiyah

NPM : 20188100021

Mapel : Profesi dan Kepribadian guru

kepribadian pendidik dalam masa pandemi covid 19

Di sekolah / madrasah, guru harus dapat menjadikan dirinya sebagai orang tua kedua. Ia harus
mampu menarik simpati sehingga ia menjadi idola para peserta didiknya. Pelajaran apapun yang
diberikan, hendaknya dapat menjadi motivasi bagi peserta didiknya dalam belajar. Bila seorang guru
dalam penampilannya sudah tidak menarik, maka kegagalan pertama adalah ia tidak dapat menambahkan
benih pengajarannya itu kepada para peserta didiknya. Para peserta didik akan enggan menghadapi guru
yang tidak menarik.

Jabatan guru memiliki banyak tugas, baik yang terikat oleh dinas maupun diluar dinas dalam
bentuk pengabdian. Tugas guru tidak hanya sebagai suatu profesi, tetapi juga sebagai suatu tugas
kemanusiaan dan kemasyarakatan. Tugas guru sebagai satu profesi menuntut kepada guru untuk
mengembangkan profesionalitas diri sesuai perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Tugas guru
dalam pembelajaran di setiap madrasah untuk mendidik, mengarjakan dan melatih anak didik untuk
mengembangkan dan meneruskan keterampilan yang ada pada diri anak didik agar mereka mampu
bersaing secara sehat dalam bidang akademik didunia pendidikan sekarang ini.

Tugas maupun fungsi guru merupakan sesuatu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan. Akan tetapi,
tugas dan fungsi sering kali disejajarkan sebagai peran. Menurut UU No. 20 Tahun 2003 dan UU No. 14
Tahun 2005, peran guru adalah sebagai pendidik, pengajar, pembimbing, pengarah, pelatih penilai, dan
pengevaluasi dari peserta didik.

Tugas dan peran guru merupakan salah satu dari kewajiban sebagai guru. Kewajiban untuk
melaksanakan tugasnya ikut serta di dunia pendidikan untuk mencerdaskan anak bangsa. Dalam hal ini
seorang guru menjadi orang tua yang kedua di madrasah. Seorang guru yang memiliki beberapa peranan
penting yaitu menciptakan anak bangsa yang berkualitas, berpengetahuan tingg serta berakhlak yang
mulia di mana pun ia berada. Seorang guru dalam hal ini sangat berkompeten dan berpengalaman di dunia
pendidikan yang memiliki tugas dan perannya masing-masing.

Guru memiliki tugas yang beragam yang berimplementasi dalam bentuk pengabdian. Tugas
tersebut melibuti bidang profesi, bidang kemanusiaan dan bidang kemasyarakatn. Tugas guru sebagai
profesi meliputi mendidik, mengajar dan melatih. Mendidik berarti meneruskan dan mengembangkan
nilai-nilai hidup dan kehidupan. Mengajar berarti meneruskan dan mengembangkan, serta menyampaikan
ilmu pengetahuan dan teknologi.

Saat ini Dunia sedang menghadapi tantangan penularan Coronavirus Disease (COVID-
19) yang telah dinyatakan sebagai pandemi dunia oleh WHO. Data terbaru hari Selasa 26
Januari 2021 menurut sumber bahwa total kasus Covid di dunia mencapai 108.727.015
jiwa. ( Worldometer : 2021). Angka ini didapatkan setelah mengalami penambahan
pasien baru sebanyak 448.202 orang dalam kurun waktu 24 Jam. Indonesia dilaporkan
menempati peringkat pertama sebagai Negara dengan jumlah kematian tertinggi di Asia
Tenggara. Sejak Presiden Joko Widodo mengumumkan adanya 2 kasus positif pertama
pada 2 Maret 2020, 4 (empat) bulan kemudian jumlah kasus positif terus meningkat.
Kebijakan pemerintah dalam penanggulangan COVID-19 telah diterbitkan, diantaranya
adalah Pembentukan Tim Gugus Tugas Percepatan Pengendalian COVID-19 di tingkat
Pusat, Provinsi maupun Kabupaten/Kota yang saat ini dinamakan Satuan Tugas
Penanganan. COVID-19 serta pemberlakuan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB).
Namun masih banyak kendala yang dihadapi terkait masalah perilaku masyarakat
sehingga peningkatan kasus setiap hari terus bertambah. Perilaku masyarakat yang tidak
mematuhi anjuran pemerintah seperti tidak menggunakan masker, tidak mencuci tangan
pakai sabun di air yang mengalir, tidak menerapkan jaga jarak minimal 1 meter, dimana
terdapat interaksi masyarakat terus terjadi di berbagai tatanan termasuk tatanan
pendidikan.

Dunia pendidikan nampaknya perlu terus mentransformasi diri agar bisa


menyesuaikan sesuai kebutuhan abad 21 dan mempersiapkan peserta didik memasuki
dunia baru. Diperlukan sosok guru yang mampu menjalankan peran kompleks dan
mampu menyesuaikan dengan tuntutan kompetensi guru abad 21. Selain itu guru tersebut
idealnya merupakan seorang sosok atau profil guru yang efektif dalam memfasilitasi
pembelajaran abad 21. Itulah mengapa menjadi penting bagi kita untuk memiliki
gambaran jelas profil seorang guru abad 21 yang benar-benar diharapkan oleh peserta
didik abad 21 dan siap mengantarkan peserta didik memasuki dunia baru. Pemerintah
telah menetapkan 4 kompetensi namun secara penampilan kita perlu tampil memesona di
hadapan peserta didik karena dapat memberikan sentuhan langsung yang berpengaruh
kuat terhadap motivasi belajar peserta didik. Guru mempesona yang selalu penuh
semangat, canggih, humoris, cerdas membuat analogi dan metafora, mampu berempati
dan memahami konteks berpikir peserta didik. Abad 21 menuntut peran guru yang
semakin tinggi dan optimal. Sebagai konsekuensinya, guru yang tidak bisa mengikuti
perkembangan zaman semakin tertinggal sehingga tidak bisa memainkan perannya secara
optimal dalam mengemban tugas dan menjalankan profesinya. Guru abad 21 memiliki
karakteristik spesifik dibanding dengan guru pada era sebelumnya ( Sumber : Profil dan
Kompetensi Guru Abad 21 “ Modul PPG Dalam Jabatan 2020”)
Rumusan kompetensi guru yang dikembangkan di Indonesia sudah tertuang dalam
Undang-undang No.14 tahun 2005 tentang Guru dan Dosen pasal 10 ayat (1) kompetensi
guru meliputi kompetensi pedagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi sosial, dan
kompetensi profesional yang diperoleh melalui pendidikan profesi. Artinya
diselengarakannya Pendidikan Profesi Guru (PPG) dimaksudkan agar guru memiliki
kompetensi sebagaimana yang dimaksud dalam Undangundang tersebut. Guru yang
memiliki kompetensi memadai sangat menentukan keberhasilan tercapainya tujuan
pendidikan. Penjelasan kompetensi guru selanjutnya dituangkan dalam peraturan menteri
Pendidikan Nasional No 16 tahun 2007 tentang kualifikasi akademik dan kompetensi
guru yang berbunyi bahwa setiap guru wajib memenuhi kualifikasi akademik dan
kompetensi guru yang berlaku secara nasional.
Gambar 1. Kompetensi Guru
Sumber : Modul PPG Daljab 2020
Kualifikasi akademik Guru atau bentuk lain yang sederajat, harus memiliki kualifikasi
akademik pendidikan minimum diploma empat (D-IV) atau sarjana (S1) dalam bidang
pendidikan (D-IV/S1) yang diperoleh dari program studi yang terakreditasi. Adapun
kompetensi guru meliputi kompetensi pedagogik, kepribadian, sosial, dan profesional.

Kompetensi pedagogik merupakan kemampuan guru yang berkenaan dengan pemahaman


terhadap peserta didik dan pengelolaan pembeajaran mulai dari merencanakan,
melaksanakan sampai dengan mengevaluasi. Kompetensi kepribadian merupakan
personal yang mencerminkan kepribadian yang mantap, stabil, dewasa, arif, canggih,
humoris namun tegas, dan berwibawa selalu memesona bagi peserta didik. Kompetensi
sosial berkenaan dengan kemampuan pendidik sebagai bagian dari masyarakat untuk
berkomunikasi dan bergaul secara efektif dengan peserta didik, sesama pendidik, tenaga
kependidian, orang tua peserta didik, dan masyarakat sekitar. Kompetensi profesional
merupakan kemampuan yang berkenaan dengan penguasaan materi pembelajaran secara
luas dan mendalam yang mencakup penguasaan substansi isi materi pembelajaran, dan
substansi keilmuan yang menaungi materi dalam kurikulum, serta menambah wawasan
keilmuan.

Kompetensi Guru Abad 21


Abad 21 yang ditandai dengan kehadiran era media (digital age) sangat berpengaruh pada
pengelolaan pembelajaran dan perubahan karakteristik peserta didik. Pembelajaran abad
21 menjadi keharusan untuk mengintegrasikan teknologi informasi dan komunikasi, serta
pengelolaan pembelajaran yang berpusat pada peserta didik. Pola pembelajaran berpusat
pada guru (teacher centred) menjadi pembelajaran yang berpusat pada peserta didik
(student centred) karena sumber belajar digital dan lingkungan yang bisa dieksplorasi
melimpah. Guru tipe 4 berperan sebagai fasilitator, mediator, motivator sekaligus leader
dalam proses pembelajaran. Pola pembelajaran konvensional bisa dipahami sebagai
pembelajaran dimana guru banyak memberikan ceramah (transfer of knowledge)
sedangkan peserta didik lebih banyak mendengar, mencatat dan menghafal. Kemampuan
pedogogi dengan pola konvensional dipandang sudah kurang tepat dengan era saat ini.

Metode dan media yang tepat berdampak pada pembajaran yang aktif, kreatif, efektif dan
menyenangkan. Pelaksanaan pembelajaran menurut Abdul Majid (2013) meliputi
kemampuan-kemampuan membuka pelajaran, menyajikan materi, menggunakan metode/
media, menggunakan alat peraga, menggunakan bahasa yang komunikatif, memotivasi
peserta didik, mengorganisasi kegiatan, berintraksi dengan peserta didik secara
komunikatif, menyimpulkan pembelajaran, memberikan umpan balik, memberikan
penilaian, dan menggunakan waktu secara cermat. Kemampuan-kemampuan tersebut
akan sangat bergantung pada pilihan metode pembelajaran yang digunakan dengan
mengintegrasikan teknologi dalam pelaksanaanya.

Selain memesona untuk memotivasi peserta didik guru pandai memanfaatkan media
pembelajaran, alat dan bahan pembelajaran, dan sarana lainnya. Kompetensi guru untuk
memfasilitasi dan menginpirasi peserta didik dalam belajar dan menumbuhkan kreatifitas
tentunya harus diawali dengan penguasaan materi yang baik dan mampu menggunakan
pengetahuan tersebut dalam pembelajaran, menggunakan teknologi untuk memfasilitasi
pengalaman belajar yang menumbuhkan kreatifitas peserta didik melalui pembelajaran
dengan lingkungan tatap muka maupun lingkungan virtual. Di era digital ini, guru
diharapkan mampu mendesain, mengembangkan dan mengevaluasi pembelajaran secara
autentik melalui pengalaman belajar dengan menggabungkan alat evaluasi terkini dan
mengoptimalkan isi dan lingkungan pembelajaran untuk mengembangkan pengetahuan,
keterampilan dan perilaku peserta didik. Guru juga diharapkan mampu menunjukkan
pengetahuan, keterampilan, dan proses kerja yang representatif dari seorang profesional
yang inovatif dalam masyarakat global dan digital, dengan menunjukan sistem teknologi
untuk mentrasfer pengetahuan dalam berbagai situasi. Selain dari itu tuntutan
berkolaborasi dengan peserta didik, teman profesi, orang tua dan komunitas dengan
memanfaatkan tool digital dan peralatan untuk mendukung kesuksesan peserta didik
dalam belajar. Selanjutnya kemampuan guru abad 21 juga harus memahami isu-isu lokal
dan global dan tanggap terhadap perubahan budaya digital yang berkembang dan
menunjukkan tindakan dengan menjunjung tinggi etika dalam praktik profesionalnya.
Kompetensi ini penting dimiliki oleh guru era digital, karena pengetahuan dan informasi
sangat cepat baik lokal maupun global yang terkadang belum tentu sesuai dengan norma
dan belum tentu teruji kebenarannya, karena itu informasi dan pengetahuan tersebut harus
dapat dipertanggungjawabkan ketika akan dijadikan sebagai bahan kajian dalam
pembelajaran.

Anda mungkin juga menyukai