Abad ke-21 ditandai sebagai abad keterbukaan atau abad globalisasi, artinya
kehidupan manusia pada abad ke-21 mengalami perubahan-perubahan yang fundamental
yang berbeda dengan tata kehidupan dalam abad sebelumnya. Saat ini, pendidikan berada di
masa pengetahuan (knowledge age) dengan percepatan peningkatan pengetahuan yang luar
biasa. Percepatan peningkatan pengetahuan ini didukung oleh penerapan media dan teknologi
digital yang disebut dengan information super highway (Gates, 1996). Gaya kegiatan
pembelajaran pada masa pengetahuan (knowledge age) harus disesuaikan dengan kebutuhan
pada masa pengetahuan (knowledge age). Bahan pembelajaran harus memberikan desain
yang lebih otentik untuk melalui tantangan di mana peserta didik dapat berkolaborasi
menciptakan solusi memecahkan masalah pelajaran. Pemecahan masalah mengarah ke
pertanyaan dan mencari jawaban oleh peserta didik yang kemudian dapat dicari pemecahan
permasalahan dalam konteks pembelajaran menggunakan sumber daya informasi yang
tersedia, Trilling and Hood (1999 : 21).
Pada abad pengetahuan ini, paradigma yang digunakan jauh berbeda dengan pada
abad industri. Galbreath (1999) mengemukakan bahwa pendekatan pembelajaran yang
digunakan pada abad pengetahuan adalah pendekatan campuran yaitu perpaduan antara
pendekatan belajar dari guru, belajar dari siswa lain, dan belajar pada diri sendiri. Pada abad
industry, guru yang dituntut sebagai pengarah dan sumber pengetahuan. Sedangkan pada
abad pengetahuan guru sebagai fasilitator, pembimbing, konsultan serta kawan belajar bagi
siswa. Hal ini tidak menurunkan kualitas guru sebagai pendidik, karena seorang guru yang
profesional akan menciptakan peserta didik yang hebat. Maka dari itu diperlukan pendidikan
yang lebih memadai dengan jalan mempersiapkan guru-guru yang profesional.
Guru profesional adalah orang yang memiliki kemampuan dan keahlian khusus dalam
bidang keguruan sehingga ia mampu melakukan tugas dan fungsinya sebagai guru dengan
kemampuan yang maksimal. Guru yang profesional adalah orang yang terdidik dan terlatih
dengan baik, serta memiliki pengalaman yang kaya di bidangnya. Keprofesionalan guru harus
berkolaborasi dengan perkembangan revolusi saat ini. Sikap profesional guru tentunya harus
mengikuti perkembangan abad 21 saat ini juga.
Salah satu cara untuk mengembangkan kompetensi guru adalah melalui sertifikasi
guru, namun hal ini melalui proses yang panjang untuk memperoleh sertifikat pendidik.
Sertifikat pendidik bagi guru berlaku sepanjang yang bersangkutan menjalankan tugas
sebagai guru sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Serifikat pendidik ditandai
dengan satu nomor registrasi guru yang dikeluarkan oleh Departemen Pendidikan Nasional.
Sertifikasi diperoleh melalui pendidikan profesi yang diakhiri dengan uji kompetensi. Dalam
program sertifikasi telah ditentukan kualifikasi pendidikan bagi semua guru di semua
tingkatan, yaitu minimal sarjana atau Diploma IV. Sertifikat pendidik dapat diperoleh guru
apabila mereka benar-benar memiliki kompetensi dan profesionalisme. Kepentingan
sertifikasi dan menjamin mutu pendidikan perlu dilakukan peningkatan kompetensi dan
profesionalisme seorang guru. Hal ini perlu dipahami karena dengan adanya pasca sertifikasi
guru harus tetap meningkatkan kemampuan dan profesionalismenya agar mutu pendidikan
tetap terjamin.
Ketika berbicara profesional, maka gambaran yang akan muncul adalah seseorang yang
memiliki kemampuan yang handal dan spesifik dibidangnya. Jika dikaitkan dengan profesi
guru, maka guru professional adalah orang yang memiliki kemampuan dan keahlian khusus
dalam bidang keguruan dan mengajar seingga ia dapat melaksanakan tugas dan fungsinya
sesuai sebagai guru dengan kemampuan yang maksimal. Seorang guru yang sadar akan
profesionalnya tugas guru, maka akan senantiasa terus belajar dan mengembangkan dirinya
menjadi yang lebih baik lagi. Hal ini dikarenakan perkembangan ilmu dan teknologi yang
semakin pesat, sehingga seorang guru di tuntut untuk dapat menyesuaikan dan beradaptasi
dengan kondisi tersebut. Guru dituntut mampu mengembangkan pendekatan dan strategi
pembelajaran yang sesuai dengan perkembangan lingkungan. Ilmu pengetahuan tidak lagi
terbatas milik para 'ahli' atau guru. Selain itu, tersedia informasi yang melimah tentang
pendidikan. Kondisi ini meningkatkan altematif pilihan pendidikan bagi orang tua dan
masyarakat dan bersamaan dengan hal ini adalah peningkatan tuntutan mutu pendidikan oleh
masyarakat. Globalisasi yang telah membuat dunia seakan tanpa batas memicu perbandingan
internasional antar sekolah, kurikulum, metode penilaian, dan prestasi siswa.
Pada setiap generasi memiliki tantangan yang berbeda beda dalam segala aspek.
Tantangan yang dihadapi generasi saat ini sudah pasti sangat jauh berbeda pada generasi
yang sebelumnya. Sehingga sudah saatnya paradigma pendidikan lebih mengarahkan kepada
pemberian kecakapan / keterampilan kepada peserta didik yang tidak hanya mampu
merespon dan mengatasi tantangan saat ini bahkan tantangan dimasa yang akan datang.
Setiap generasi baru akan terus mengembangkan dan menggali ilmu pengetahuan lebih dan
lebih lagi untuk mengatasi tantangan baru lewat Pendidikan pengetahuan dan kecakapan
terdahulu. Dengan itu, sudah seharusnya kurikulum pembelajaran yang dikembangkan harus
mencakup kemampuan-kemampuan yang diperlukan pada abad 21. Menurut “21st Century
Partnership Learning Framework”, terdapat sejumlah kompetensi dan/atau keahlian yang
harus dimiliki oleh Sumber Daya Manusia (SDM) di Abad-21, yaitu:
Pembelajaran yang menekankan pada project atau berorientasi pada masalah akan
mampu memfasilitasi kemampuan berpikir kritis dan kreatif peserta didik. Masalah yang
diberikan tentunya yang terkait dengan hal-hal yang sering dijumpai dalam kehidupan
sehari-hari. Sehingga dengan kemampuan tersebut, peserta didik senantiasa terbiasa
menjadi problem solver dalam kehidupannya. Selanjutnya penguasaan teknologi
informasi, hal ini memungkinkan untuk mengenalkan kepada siswa untuk senantiasa
mengikuti perkembangan teknologi informasi (TI). Selain itu dengan pengusaan TI
peserta didik dapat mengekspolarasi ilmu pengetahuan dari berbagai sumber, dan bahkan
nantinya mampu mengembangkan teknologi-teknologi terbaru dimasa depan.
Dalam Undang Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen dan Permen
Nomor 17 Tahun 2007 tentang kualifikasi dan standar kompetensi guru. Guru profesional
dituntut tidak hanya memiliki kemampuan mengajar sebagaimana disyaratkan dalam
standar kompetensi pedagogik, namun guru juga harus mampu mengembangkan
profesionalitas secara terus menerus sebagaimana tertuang dalam kompetensi profesional.
Guru juga dituntut mampu menjalin komunikasi yang efektif dengan sesama pendidik,
tenaga kependidikan, orang tua, dan masyarakat sebagaimana disyaratkan dalam
kompetensi sosial serta memiliki kepribadian yang baik sebagaimana dideskripisikan
pada kompetensi pribadi. Disamping itu, guru juga harus memiliki kualifikasi akademik
atau latar belakang pendidikan yang memadai dan relevan dengan bidang ajarnya.
Profesionalisasi harus dipandang sebagai proses yang terus menerus. Dalam proses
ini, pendidikan prajabatan, pendidikan dalam jabatan termasuk penataran, pembinaan
dari organisasi profesi dan tempat kerja, penghargaan masyarakat terhadap profesi
keguruan, penegakan kode etik profesi, sertifikasi, peningkatan kualitas calon guru,
imbalan, dll secara bersama-sama menentukan pengembangan profesionalisme
seseorang termasuk guru. Dengan demikian usaha meningkatkan profesionalisme guru
merupakan tanggung jawab bersama antara LPTK sebagai penghasil guru, instansi yang
membina guru (dalam hal ini Depdiknas atau yayasan swasta), PGRI dan masyarakat.
1. Meningkatkan kualifikasi dan persyaratan jenjang pendidikan yang lebih tinggi bagi
tenaga pengajar mulai tingkat persekolahan sampai perguruan tinggi.
2. Program penyetaraan Diploma II bagi guru-guru SD, Diploma III bagi guru-guru
SLTP dan Strata I (sarjana) bagi guru-guru SLTA.
3. Program sertifikasi. Program sertifikasi telah dilakukan oleh Direktorat Pembinaan
Perguruan Tinggi Agama Islam (Dit Binrua) melalui proyek Peningkatan Mutu
Pendidikan Dasar (ADB Loan 1442-INO) yang telah melatih 805 guru MI dan 2.646
guru MTs dari 15 Kabupaten dalam 6 wilayah propinsi yaitu Lampung, Jawa Barat,
Jawa Tengah, Jawa Timur, NTB dan Kalimantan Selatan (Pantiwati, 2001).
4. PKG (Pusat Kegiatan Guru, dan KKG (Kelompok Kerja Guru) yang memungkinkan
para guru untuk berbagi pengalaman dalam memecahkan masalah-masalah yang
mereka hadapi dalam kegiatan mengajarnya (Supriadi, 1998).
Dari beberapa upaya yang telah dilakukan pemerintah di atas, faktor yang paling
penting agar guru-guru dapat meningkatkan kualifikasi dirinya yaitu dengan
menyetarakan banyaknya jam kerja dengan gaji guru. Program apapun yang akan
diterapkan pemerintah tetapi jika gaji guru rendah, jelaslah untuk memenuhi kebutuhan
hidupnya guru akan mencari pekerjaan tambahan untuk mencukupi kebutuhannya. Tidak
heran kalau guru-guru di negara maju kualitasnya tinggi atau dikatakan profesional,
karena penghargaan terhadap jasa guru sangat tinggi. Harapan kita untuk guru
professional dimasa depan adalah :
- Guru yang mampu mengangkat citra dan marwah pendidikan kita yang terkesan
sudah carum marut, dan seperti benang kusut.
- guru yang bertindak sebagai fasilitator; pelindung; pembimbing dan punya figur
yang baik (disiplin, loyal, bertanggung jawab, kreatif, melayani sesuai dengan
visi, misi yang diinginkan sekolah); termotivasi menyediakan pengalaman belajar
bermakna untuk mengalami perubahan belajar berdasarkan keterampilan yang
dimiliki siswa dengan berfokus menjadikan kelas yang konduktif secara
intelektual fisik dan sosial untuk belajar; menguasai materi, kelas, dan teknologi;
punya sikap berciri khas "The Habits for Highly Effective People" dan "Quantum
Teaching" serta pendekatan humanis terhadap siswa; Guru menguasai komputer,
bahasa, dan psikologi mengajar untuk diterapkan di kelas secara proporsional.
Diberlakukan skema rewards dan penegakan disiplin yang humanis terhadap guru
dan karyawan.
- Guru yang memiliki kemampuan untuk mengembangkan kemampuan para
siswanya melalui pemahaman, keaktifan, pembelajaran sesuai kemajuan zaman
dengan mengembangkan keterampilan hidup agar siswa memiliki sikap
kemandirian, perilaku adaptif, koperatif, kompetitif dalam menghadapi tantangan,
tuntutan kehidupan sehari-hari. Diberikan pelatihan berpikir kritis dan strategi
belajar dengan manajemen waktu yang sesuai serta pelatihan cara mengendalikan
emosi agar IQ, EQ, SQ dan ke dewasaan sosial siswa berimbang.
- Guru yang memiliki keterampilan dasar pembelajaran, kualifikasi keilmuannya
juga optimal, performance di dalam kelas maupun luar kelas tidak diragukan.
Tentunya sebagai guru masa depan bangga dengan profesinya, dan akan tetap
setia menjunjung tinggi kode etik profesinya. Kalaulah kita masing-masing
menyadari, dan kalaulah kita masih memiliki rasa keperdulian, dan kalaulah kita
mau berbagi rasa, dan kalaulah mau kita berteposeliro, maka pendidikan kita
seperti disebutkan di atas, akan dapat dianulir. Oleh sebab itu semua kita memiliki
satu persepsi, satu langkah dan satu tujuan bagaimana kita berusaha mengangkat
"batang terendam" tersebut, menjadi pendidikan bermutu, dan tentunya
diharapkan mampu untuk mengangkat peringkat dan citra pendidikan termasuk
terendah di Asia.
Galbreath, J. 1999. Preparing the 21st Century Worker: The Link Between Computer-Based
Technology and Future Skill Sets. Educational Technology. Desember: 14-22.
Trilling, Bernie and Hood, Paul. 1999. Learning, Technology, and Education Reform In The
Knowledge Age, (Online), (https://www.wested.org/online_pubs/ learning_technology.pdf.),
diakses tanggal 11 Mei 2016
Wijaya, E. Y., Sudjimat, D. A., Nyoto, A., & Malang, U. N. (2016). Transformasi pendidikan
abad 21 sebagai tuntutan pengembangan sumber daya manusia di era global. In Prosiding
Seminar Nasional Pendidikan Matematika (Vol. 1, No. 26, pp. 263-278).
Usman, M. Uzer, Menjadi Guru Profesional, Bandung: PT. Remaja Rosda Karya, 2006, Cet.
Ke-20, h. 14-15.