Anda di halaman 1dari 9

KEUNGGULAN SISTEM WARIS ISLAM

Oleh
Aena
Jl. G,obos Komplek Islamic Center, No.24 Kota Palangka Raya
Provinsi Kalimantan Tengah, Indonesia. 73111
Email : aenaaena67@gmail.com

ABSTRACT
Hukum waris Islam menurut hukum Islam merupakan salah satu bagian dari hukum
keluarga (al-ahwalus Syahsiyah). Ilmu ini sangat penting dipelajari agar dalam pelaksanaan
pembagian harta waris tidak terjadi kesalahan dan dapat dilaksanakan dengan seadil-adilnya,
sebab dengan mempelajari hukum kewarisan Islam bagi umat Islam, akan dapat hak-hak
yang berkenaan dengan harta waris setelah ditinggalkan oleh muwaris (pewaris) dan
disampaikan kepada ahli waris yang berhak menerimanya. Dengan demikian seseorang dapat
terhidar dari dosa yakni tidak memakan harta orang yang bukan haknya, karena tidak
ditunaikannya hukum Islam mengenai kewarisan. Sistem hukum kewarisan menurut
KUHPerdata tidak membedakan antara anak laki-laki dan anak perempuan, antara suami dan
istri, mereka berhak mendapatkan harta warisan, dan bagian anak laki-laki sama dengan
bagian anak perempuan,bagi seorang istri atau suami dengan bagian anak. Apabila
dihubungkan dengan sistem keturunan, maka KUHPerdata menganut sistem keturunan
bilateral, dimana setiap orang itu menghubungkan dirinya dengan keturunan ayah maupun
ibunya, artinya ahli waris berhak mewarisi dari ayah jika ayah meninggal dan berhak
mewaris dari ibu jika ibu meninggal.
Menurut Muamil (1981: 16) bahwa hukum waris islam ialah ketentuan yang
mengarur perhitungan dan pembagian serta pemindahan harta secara adil dan merata kepada
ahli warisnya dan atau orang yang berhak menerima sebagai akibat meninggalnya seseorang.
Hukum Islam sendiri bersumber dari hukum Al-Qur’an, Hadist dan Ijtihad sistem
kewarsannya bilateral dan individual, terjadinya pewarisan karena adanya hubungan darah,
adanya perkawinan, perbedaan agama tidak mendapatkan warisan, ahli waris hanya
bertanggung jawab sampai batas harta peninggalan serta bagian anak laki-laki dan perempuan
½. ¼
adalah 2:1 bagian ahli wari tertentu adalah , 1/3, 2/3, 1/6, 1/8 anak (cucu) dan orang tua
tidak salin menutup wasiat maksimum 1/3 dari harta peninggalan, dan jenis harta dalam
perkawinan: harta bawaan dan harta campur.
A. Pandahuluan
Hukum waris dalam Islam merupakan subsistem hukum keluarga Islam (al-
ahwal al-shakhsiyyah). Secara bahasa, waris dalam hukum Islam dapat diartikan
sebagai berpindahnya sesuatu dari seseorang kepada orang lain atau dari suatu kaum
kepada kaum lain. Sedangkan menurut istilah mirath adalah berpindahnya hak
kepemilikan dari orang yang meninggal kepada ahli warisnya yag masih hidup, baik
yang ditinggalkan itu berupa harta (uang), tanah, atau apa saja yang berupa hak milik
legal secara shar’i. Saat ini banyak permasalahan atau isu-isu yang bermunculan
masalah pembagian harta waris yang akan diwarisi oleh ahli waris yaitu, menyamakan
pembagian anak perempuan dan laki-laki, membagi waris ketika masih hidup, harta
bersama suami istri, harta almarhum dikuasai istri dan masih banyak masalah ahli
waris lainnya.
Dalam pembagian harta waris sendiri secara sosial, mayoritas penduduk kita
memeluk agama islam, dan apabila mengacukepada ketentuan islam, seharusnya
penduduk yang memeluk agama islam tersebut tundukdan menjalankan ketentuan
hukum islam, namun sebagai sebuah negara yang berlandaskan hukum, tidak serta
merta kemudian hukum islam itu dapat di praktekkan, apabila ingin dipraktekkan
haruslah ada sebuah payung hukum yang melandasinya, seperti UU Perbankan Syariah (UU
no.21 tahun 2008). Dengan majunya kapitalisme telah terbuka kesempatan baru bagi
perempuan termasuk kemungkinan untuk eksis di luar kehidupan rumah tangga dan
menentang dominasi laki-laki dengan budaya patriarkhi. Yang dahulu perempuan
hanya sebagai pendamping pria dalam mencari nafkah kini telah mengalami
pergesaran. Kini perempuan tidak sedikit yang justru menjadi tulang punggung
perekonomian keluarga. Perubahan inilah yang menjadikan perubahan sosial yang
dahulu perempuan merupakan makhluk kelas dua, kini telah mensejajarkan
kedudukannya dengan laki-laki. Begitu pula dalam tuntutan pembagian terhadap harta
warisan, sebab di dalam sistem hukum kewarisan menempatkan pembagian yang
tidak sama antara laki-laki dengan perempuan. Ini lah pemicu timbulnya isu-isu atau
permasalahan diatas tersebut.
Implementasi sistem kewarisan Islam dalam segala kondisi sosial-budaya
sebenarnya sudah terjawab oleh sifat universal al-Quran itu sendiri, tergantung dari
individu-individu yang berkompeten dan mempunyai otoritas untuk
menginterpretasikan ke dalam segala kontekstual. Kenyataan sosial tidak dapat
dibantah, pembagian harta warisan merupakan bentuk jaminan sosial, yang dibentuk
oleh Islam, akan tetapi dalam sistem pembagian sangat dipengaruhi oleh tipologi adat
lokal di mana sistem itu berkembang, sehingga berpengaruh pada pembagian
warisan.Walaupun demikian sistem kewarisan Islam juga tidak bisa ditinggalkan
begitu saja, karena pada kenyataannya meskipun keadaan sosial dan budaya
berpengaruh pada sistem kewarisan Islam, tetapi sistem kewarisan Islam itu sendiri
juga mempengaruhi terhadap keadaan sosial budaya di mana hukum Islam itu
berkembang.

B. Metode
Jenis penelitian yang digunakan adalah hukum normatif (yuridis normatif).
Sumber data yang dipergunakan pada penelitian ini adalah data sekunder yang terdiri
dari : a. Bahan hukum primer, yang terdiri dari : 1) Kitab Undang-Undang Hukum
Perdata. 2) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan. 3) Undang-
Undang Nomor 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris 4) PERMA Nomor 1 Tahun
2008 Tentang Mediasi di Pengadilan b. Bahan hukum sekunder, yaitu bahan hukum
yang memberikan penjelasan mengenai bahan hukum primer, seperti : hasil-hasil
penelitian dan karya ilmiah dari kalangan hukum, yang terkait dengan masalah
penelitian. c. Bahan hukum tertier, yaitu bahan pendukung diluar bidang hukum
seperti kamus ensiklopedia atau majalah yang terkait dengan masalah penelitian. Dan
metode lainnya seperti berikut:
Munasakhat adalah metode yang digunakan dalam kasus dimana salah satu
ahli waris meninggal sebelum warisan dibagikan. Hal ini sering berlaku dalam
kehidupan masyarakat umumnya di pedesaan, yang belum melek hukum atau terikat
dengan istiadat lokal, sehingga sering terjadi di kemudian hari anak cucu yang
memperkarakan harta peninggalan ayah atau kakeknya yang belum terbagi, atau
sudah dinikmati oleh sebagian ahli waris, seperti terjadi akhir-akhir ini sebuah kasus
dimana ahli waris yang berpangkat cucu kepada pewaris menuntut harta warisan
dengan klaim bahwa yang banyak menikmati dan mengelola harta warisan adalah
keluarga dari anak angkat si pewaris yang notabene tidak masuk dalam kelompok ahli
waris. Menurut keterangan salah satu ahli warisnya hal itu terjadi disebabkan ketika
pewaris meninggal anak-anak kandungnya masih kecil kecil sehingga harta
peninggalan dikelola oleh anak angkat. Kendati kasus ini diselesaikan secara
kekeluargaan, pembagian warisan kepada ahli waris yang sebagian sudah berpangkat
cucu atau cicit ini, harus melalui tahapan pembagian yang runtut. Dari sinilah
fuqaha‟ memformulasikan sebuah metode khusus untuk semisal kasus tersebut
dengan menggunakan rumus yang simple dan mudah yang mempermudah dalam
penghitungan harta waris temurun ini yang dikenal dengan metode munasakhat.
Sebelum munasakhat dibahas ada beberapa rumus yang harus diketahui guna
mempermudah sistem pembagian dalam munasakhat.
Inkisar adalah metode yang digunakan untuk memperoleh angka bulat dalam
proses pembagian yaitu dengan cara memperbesar angka. Inkisar mempunyai dua
keadaan. Pertama apabila yang diinkisarkan hanya satu golongan dan yang kedua
adalah dua golongan atau lebih. a)Tamaatsul Istilah ini digunakan apabila dua angka
yang akan diinkisarkan berupa angka yang sama maka langkah selanjutnya adalah
dengan diambil salah satu angka, seperti angka 6 dengan 6, atau angka 5 dengan 5 dan
lain-lain. b). Tadaakhul (Kelipatan) Istilah tadakhul dipakai untuk dua angka yang
salah satunya merupakan kelipatan dari angka yang lain. Maka langkah selanjutnya
dengan mengambil angka yang lebih besar, seperti angka 4 dengan 8, atau angka 2
dengan 6 dan lain-lain. c). Tawafuuq Tawafuq adalah istilah untuk dua angka yang
berbeda dan bukan termasuk kategori tadaakhul akan tetapi memiliki pembagi yang
sama. Maka langkah selanjutnya adalah dengan membagi salah satu angka dengan
wifiq (pembaginya yang sama), kemudian hasilnya dikalikan dengan angka yang lain,
seperti angka 4 dengan 6. Kedua angka ini sama-sama bisa dibagi 2 (wifiq) d.)
Tabaayun Angka yang tidak termasuk salah satu kategori di atas maka diistilahkan
dengan tabaayun, langkahnya adalah dengan mengalikan kedua angka, seperti 3
dengan 4, atau 3 dengan 8 dan lain-lain. Inkisar ini digunakan untuk menentukan asal
masalah dalam penentuan masing-masing saham dari ahli waris, juga digunakan
dalam keadaan dimana saham ahli waris tidak terbagi secara sempurna (menghasilkan
angka desimal) kepada ahli waris.
Analisis
Konflik akibat perebutan harta warisan masih banyak terjadi di masyrakat.
Bahkan, konflik itu kerap mencuat sebelum pewarisnya meninggal dunia. Pemicu
konflik tersebut disebabkan oleh kesadaran hukum masyarakat terhadap pembagian
harta waris masih rendah, juga disebabkan oleh problem yuridis yang berkenaan
dengang hukum waris yang berlaku di indonesia. Kitab Undang-Undang Hukum
Perdata membedakan benda dalam berbagai macam. Pertama kebendaan dibedakan
atas benda tidak bergerak (onroerende zaken) dan benda bergerak (roerende zaken)
yang terdapat pada Pasal 504 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, “tiap-tiap
kebendaan adalah bergerak atau tidak bergerak, satu sama lain menurut ketentuan-
ketentuan dalam kedua bagian berikut”.
Menurut Imam Syafi’i dalam kitab Al-Risalah fi Ushul Al-Fiqh sumber
hukum Islam ada empat yaitu: (1) Al-Qur’an; (2) As-Sunnah atau Al-Hadis; (3)Al-
Ijma’; dan (4) Al-Qiyas. Al-Ijma’ dan Al-Qiyas itu sesungguhnya adalah jalan atau
metode atau cara yang dipergunakan oleh akal pikiran manusia baik sendiri-sendiri
dalam melakukan analisa (qiyas) maupun secara bersama-sama mencapai suatu
konsensus (ijma’) dalam usaha menemukan atau menentukan kaidah hukum, dan akal
pikiran manusia dalam kepustakaan disebut arra’yu atau ijtihad. Sistem kewarisan
berdasarkan kitab suci Al-Quran ialah sistem individual, dimana setelah pewaris
wafat, harta peninggalannya dapat diadakan pembagian kepada para waris pria dan
wanita sesuai hak-nya masing-masing yang sudah jelas pembagiannya.
Menurut Ali Ash-Shabuni, ahli waris yaitu mereka yang berhak untuk
menguasai atau menerima harta peninggalan pewaris dikarenakan adanya ikatan
kekerabatan (nasab), atau ikatan pernikahan atau lainnya.25 Apabila dilihat dari segi
bagian-bagian yang diterima dapat dibedakan: a. Ahli waris ashhab al-furudh, yaitu
ahli waris yang menerima bagian yang telah ditentukan besar kecilnya, seperti ½, 1/3,
atau 1/6 b. Ahli waris ashabah, yaitu ahli waris yang menerima bagian sisa setelah
harta dibagikan kepada ahli waris ashhab al-furud. c. Ahli waris zhawi al-arham, yaitu
ahli waris karena hubungan darah dan menurut ketentuan Al-Qur’an tidak berhak
menerima warisan.26 Apabila dilihat dari hubungan kekerabatan jauh dekatnya,
sehingga yang dekat lebih berhak menerima warisan dari pada yang jauh, dapat
dibedakan keistimewaan dari hukum waris islam sendiri ialah Universal: dapat
diterima setiap lapisan masyarakat.  Ijbari: berlaku menurut ketetapan Allah dan
Rasul. Allah Swt. Menjanjikan syurga untuk orang yang melaksanakan HWI dan
mengancam dengan neraka untuk orang yang tidak melaksanakannya (QS. 4:13-
14.), Bilateral: ahli waris dari pihak ibu dan bapak,  Hak berimbang: sesuai dengan
hak dan kewajiban, Individual: mengakui hak pribadi, Menghormati hak orang tua
dan istri, Memiliki keunggulan komparatif daripada hukum waris barat dan adat.
Hukum Islam telah mengatur secara jelas dan gamblang mengenai hukum
waris, siapa yang berhak menjadi ahli waris, berapa bagian masing-masing ahli waris
dan sebagainya. Hal ini dapat dilihat dalam Al-qur`an terutama dalam Surat An-nisa
dan juga Hadist Nabi. Lalu mengapa pembagian waris perlu diatur ?. Karena dengan
aturan tersebut, setiap proses pembagian harta warisan bisa mengikuti satu pedoman
dan aturan yang bermuara pada terciptanya keadilan serta kesetaraan diantara para
ahli waris. Para ahli hukum Islam memandang keutamaan peng kajian/mempelajari
hukum waris Islam atau ilmu faroid dalam dua dimensi, baik sebagai khasanah ilmu
pengetahuan maupun kemasyarakatan. Sebagaimana sabda Nabi Muhammad SAW
yang intinya :
“Pelajarilah ilmu faraidh dan ajarkanlah kepada manusia, karena faraidh itu
separuh ilmu, ia akan dilupakan kelak dan ia pulalah ilmu yang akan tercabut dari
umatku.” (HR Ibnu Majah dan Daruquthni). “Pelajarilah al-quran dan ajarkanlah
kepada orang-orang dan pelajarilah faraid dan ajarkanlah kepada orang-orang, karena
saya adalah orang yang akan direnggut (mati), sedang ilmu itu akan diangkat.
Hampir-hampir saja dua orang bertengkar tentang pembagian harta warisan, maka
mereka berdua tidak menemukan seorangpun yang sanggup memfatwakannya kepada
mereka .”(HR Ahmad, An-nasa`i, Daruquthni). Namun demikian, umat Islam di
Indonesia pada umumnya enggan untuk mempelajari hukum waris islam, hal ini
terutama sulit untuk  mengingat siapa saja yang berhak dan tidak, bagian masing-
masing ahli waris,sehingga pada akhirnya ilmu waris ini akan menghilang karena
umatnya sendiri enggan mempelajari sebagaimana yang dimaksud dengan hadist Nabi
Muhammad SAW tersebut diatas.
C. Kesimpulan
Dari uraian pembahasan tersebut di atas dapat ditarik suatu kesimpulan bahwa
Hukum Waris Islam telah mengakomodir prinsip hukum yang berkeadilan gender
dengan bukti: a. Antara laki-laki dan perempuan mempunyai hak yang sama kuat
dalam mendapatkan harta warisan dari orang tuanya maupun dari saudaranya. b.
Perempuan adalah ahli waris yang sangat dilindungi oleh hukum waris Islam. Anak
Perempuan sebagai dzawil furud apabila tidak ada anak laki-laki. Apabila ada anak
laki-laki maka anak perempuan akan menjadi asobah bersama dengan anak laki-laki.
c. Perbandingan antara suami dan istri dengan perbandingan (2:1), apabila suami
sebagai satu-satunya orang yang bertanggung jawab ekonomi rumah tangga. Apabila
suami bukan sebagai satu-satunya yang bertanggung jawab sebagai pencari nafkah,
maka perbandingan ini bisa berubah. d. Hukum Waris Islam menetapkan laki-laki dan
perempuan sebagai ahli waris terhadap orang tua laki-laki, orang tua perempuan dan
terhadap saudaranya.
Terdapat perbedaan persepsi mengenai keadilan dalam hukum waris antara
ulama klasik dan kontemporer khususnya para pejuang gender. Konstruk sudut
pandang intepretasi ulama klasik khususnya terhadap hak waris perempuan sangat
tekstual. Ketentuan-ketentuan yang ada pada al Qur’an dianggap sebagai hudud Allah
yang baku, sehingga tidak bisa dirubah. Hal ini menjadikan ketentuan hukum
kewarisan 2:1 terus dilestarikan sampai sekarang, meskipun konteksnya sudah
berbeda. Bagian lelaki tetap dua kali bagian perempuan. berbeda dengan misionaris
gender yang menginterpretasikan al-qur’an dengan menyelaraskan teks dengan
konteks sehingga al-qur’an tetap respon akan setiap perubahan konstruksi social
berdasarkan hal itu, dalam padangan ulama kontemporer dengan faham genderisme
memandang bahwa metode istinbath hukum klasik yang kurang memperhatikan
konteks historis teks terbukti tidak mampu berdialektika dengan dunia kontemporer.
e. Persamaan antara laki-laki dan perempuan dalam hak waris dapat diterapkan
dengan catatan khusus yakni perempuan dalam tatanan ekonomi menjadi tulang
punggung keluarga, penerapan 1:1 dapat diterapkan dalam kondisi-kondisi tertentu
atau dalam kondisi darurat atau kesempatan dan adanya kesepakatan diantara ahli
waris. setelah masing-masing sadar akan bagiannya masing-masing.
DAFTAR RUJUKAN
Jurnal Ilmu Hukum Volume 3 no 1
Jurnal Studi Keislaman Vol 1, Nomor 2, Desember 2015
Jurnal, Vol 6 No 2, 2014
Jurnal Ilmu Syariah dan Hukum Vol. 1, Nomor 2, 2016
Jurnal Hukum Perdata Vol 1 No. 1 Januari 2019
Jurnal Sosioreligi, Vol 14 No, 2 September 2016
Vol. 9, No. 2, Agustus 2016
Asy-Syari‘ah Vol. 17 No. 2, Agustus 2015
Jurnal Sosial & Budaya Syar-i Vol. 5 No.2 (2018)
Jurnal Diskursus Islam Volume 2 Nomor 2, Agustus 2014
Hukum Waris Islam di Indonesia Vol 5 No 1 Maret 2018
Jurnal Ilmu Hukum 2 No. 2 Februari 2012
Jurnal Yuridis Vol. 5 No. 1, Juni 2018
Yuridika: Volume 32 No. 2, Mei 2017
Al’Adl, Volume IX Nomor 3, Desember 2017
Jurnal Diskursus Islam Volume 06 Nomor 2, Agustus 2018
BIODATA
Nama : Aena
Nim : 180410052
Fakultas/ Prodi : Febi/ Manajemen Zakat dan Wakaf

Alamat : Jl. Basir Jahan, Gg. pelajar


Tempat, Tanggal Lahir : Tumbang Tungku, 12 Mei 2001
Hobby : Olahraga

Anda mungkin juga menyukai