Anda di halaman 1dari 106

1

ISLAM SEBAGAI WAY OF LIFE

A. PENGERTIAN ISLAM
Secara etimologis
Kata `Islam berasal dari bahasa Arab. Akar katanya s-l-m (‫)س ل م‬. Kata kerja
bentuk pertamanya ialah salima (‫)سـلم‬, artinya “merasa aman”, “utuh” dan “integral”.
Kata kerja bentuk pertama ini tidak digunakan dalam al-Qur`an, tetapi ungkapan-
ungkapan bahasa tertentu dari akar kata itu seringkali digunakan. Di antaranya ialah kata
silm (‫)س ْل ٌم‬
ِ dalam surat al-Baqarah ayat 208 yang berarti “damai”; salam (‫سالَم‬
َ ) dalam
surat az-Zumar ayat 29, dengan arti “utuh” sebagai lawan dari “pemilahan-pemilahan
dalam bagian-bagian yang bertentangan”, juga dalam surat an-Nisa` ayat 91 yang juga
digunakan dalam pengertian “damai”. Dengan demikian kata tersebut dalam al-Qur`an
seringkali digunakan dengan makna “damai”, “aman” atau “ucapan salam”.
Kata kerja bentuk keempatnya ialah aslama (‫س ـلَ َم‬
ْ َ‫)ا‬, artinya “ia menyerahkan
dirinya” atau “memberikan dirinya”. Sering digunakan dalam ungkapan aslama
wajhahu (“ia menyerahkan pribadi atau dirinya”) yang diikuti dengan lillah (“kepada
Tuhan”). Ada pendapat lain yang menambahkannya dengan arti “memelihara dalam
keadaan selamat sentosa, tunduk patuh dan taat”. Kata `islam merupakan verbal noun
(mashdar; kata benda verbal) dari bentuk keempat ini, yang berarti “penyerahan yang
sesungguhnya” atau “keberserahan diri yang amat sangat”, “ketundukan dan ketaatan”.
Muncul dalam al-Qur`an sebanyak enam kali.
Dengan pengertian kebahasaan tersebut, kata Islam dekat dengan arti kata agama
(ad-Din) yang berarti menguasai, menundukkan, patuh, hutang, balasan dan kebiasaan.
Senada dengan itu Nurcholis Madjid menegaskan bahwa sikap pasrah kepada Tuhan
merupakan hakikat Islam. Sikap ini tidak saja merupakan ajaran Tuhan kepada hamba-
Nya, tetapi ia diajarkan oleh-Nya dengan disangkutkan kepada alam asli (fitrah)
manusia. Dengan kata lain ia diajarkan sebagai pemenuhan alam manusia, sehingga
pertumbuhan perwujudannya pada manusia selalu bersifat dari dalam (internal), tidak
tumbuh apalagi dipaksakan dari luar, karena cara yang demikian menyebabkan Islam

Bahan ajar AIK I di susun oleh : Mukhsin, S.Ag.MH berdasarkan kurikulum Pendidikan AL-Islam
dan kemuhammadiyah pada Perguruan Tinggi Muhammadiyah yang di terbitkan oleh Majelis Dikti
Pimpinan Pusat muhammadiyah. Tahun Akademik 2015/ 2016
2
tidak otentik, karena kehilangan dimensinya yang paling mendasar dan mendalam, yaitu
kemurnian dan keikhlasan.
Subjek (fa`il; partisipan aktif) dari aslama ialah muslim (‫س ـلِم‬
ْ ‫) ُم‬. Baik dalam
bentuk tunggal, dua atau jamak kata muslim sering muncul dengan pengertian
“seseorang yang menyerahkan dirinya kepada (hukum) Tuhan”. Dalam surat Alu Imran
ayat 83, alam semesta dikatakan sebagai muslim sebab ia mematuhi hukum-hukum
Tuhan.
Menurut Fazlur Rahman, kata `islam dan muslim selalu digunakan oleh al-
Qur`an kadang dalam makna harfiahnya, yakni “menyerah” atau “orang yang
menyerahkan dirinya kepada (hukum) Tuhan, kadang juga dalam makna sebagai nama-
diri untuk pesan keagamaan yang dikumandangkan oleh al-Qur`an dan bagi komunitas
yang menerimanya. Bahkan dalam surat al-Hajj /22:78, pesan keagamaan ini dinisbatkan
kepada Ibrahim, yang dikatakan telah memberikan nama Muslim kepada komunitas
yang menerima pesan al-Qur`an ini. Maka nyatalah bahwa Islam di masa Madinah,
selain bermakna harfiah, telah direifikasi menjadi nama agama yang dibawa oleh
Muhammad SAW. Dan muslimun menjadi komunitas formal yang memeluk Islam (lihat
QS. 5:111).
Selanjutnya Rahman menjelaskan, bahwa ada dua hal penting untuk disimak
sehubungan dengan istilah islam. Pertama, bahwa islam integral dengan iman.
“Penyerahan” kepada Tuhan, dalam karakteristiknya yang hakiki, adalah mustahil tanpa
iman. Bahkan kedua kata ini pada dasarnya adalah sama dan telah digunakan secara
ekuivalen dalam banyak bagian al-Qur`an.
Kedua, islam merupakan pengejahwantahan lahiriyah, konkret dan terorganisasi
dari iman, melalui suatu komunitas normatif. Karena itu, anggota-anggota komunitas ini
harus didasarkan pada iman dan cahayanya, dan –sebaliknya- cahaya iman semacam itu
harus menjelma keluar sendiri melalui komunitas ini. Seseorang mungkin saja
mempunyai iman, tetapi iman tersebut bukanlah iman sejati dan sepenuhnya kecuali jika
ia diekspresikan secara islami dan dijelmakan melalui suatu komunitas yang semestinya,
suatu komuitas yang muslim (berserah diri) dan Muslim
.

Bahan ajar AIK I di susun oleh : Mukhsin, S.Ag.MH berdasarkan kurikulum Pendidikan AL-Islam
dan kemuhammadiyah pada Perguruan Tinggi Muhammadiyah yang di terbitkan oleh Majelis Dikti
Pimpinan Pusat muhammadiyah. Tahun Akademik 2015/ 2016
3
secara terminologis
Ada beberapa ulama dan pemikir Islam yang memberikan pengertian Islam
secara terminologis, di antaranya ialah Syaikh Mahmud Syaltut. Ia memberikan
pengertian Islam sebagai agama yang disyariatkan oleh Allah melalui nabi-Nya
Muhammad SAW. untuk disampaikan dan diajarkan kepada seluruh manusia.
Harun Nasution memberikan pengertian Islam sebagai agama yang ajaran-
ajarannya diwahyukan Tuhan kepada masyarakat manusia melalui nabi Muhammad
SAW sebagai Rasul. Islam pada hakikatnya membawa ajaran-ajaran yang bukan hanya
mengenal satu segi, tatapi mengenai berbagai segi dari kehidupan manusia..
Sementara itu Maulana Muhammad Ali mengatakan bahwa Islam adalah agama
perdamaian, di mana dua ajaran pokoknya yaitu keesaan Tuhan dan kesatuan atau
persaudaraan umat manusia menjadi bukti nyata, bahwa Islam selaras benar dengan
namanya. Islam bukan saja sebagai agama seluruh Nabi Allah, melainkan pula sebagai
hakikat ketundukan dan keberserahan diri alam semesta kepada hukum Tuhan.
Majlis Tarjih Muhammadiyah dalam putusannya memberikan pengertian agama
Islam sebagai apa yang telah disyariatkan Allah dengan perantaraan para Rasul-Nya
berupa perintah, larangan dan petunjuk untuk kemaslahatan manusia di dunia dan
akhirat mereka. Sedangkan agama Islam yang dibawa oleh nabi Muhammad SAW
adalah apa yang telah diturunkan oleh Allah dalam al-Qur`an dan termuat dalam sunnah
shahihah berupa perintah, larangan dan petunjuk untuk kemaslahatan manusia di dunia
dan akhirat mereka.
Di kalangan masyarakat Barat, Islam sering diidentikkan dengan istilah
Muhammadanism dan Muhammedan. Peristilahan ini merupakan bentuk analog dengan
nama agama di luar Islam yang pada umumnya disandarkan pada nama pendirinya. Di
Persia umpamannya ada agama Zoroaster. Agama ini disandarkan pada pendirinya
Zarathustra (w.583 SM). Selanjutnya terdapat agama Budha yang dinisbahkan kepada
tokoh pendirinya Sidharta Gautama Budha (lahir 560 SM). Demikian pula agama
Yahudi yang disandarkan pada orang-orang yahudi (Jews), asal nama dari negara Juda
(Judea) atau Yahudi. Juga agama Kristen yang dinisbahkan kepada Jesus Kristus.

Bahan ajar AIK I di susun oleh : Mukhsin, S.Ag.MH berdasarkan kurikulum Pendidikan AL-Islam
dan kemuhammadiyah pada Perguruan Tinggi Muhammadiyah yang di terbitkan oleh Majelis Dikti
Pimpinan Pusat muhammadiyah. Tahun Akademik 2015/ 2016
4
Penyebutan Muhammadanism atau Muhammedan untuk agama Islam bukan saja
tidak tepat, tetapi secara prinsipil salah. Peristilahan itu bisa mengandung arti bahwa
Islam adalah paham Muhammad atau pemujaan terhadap Muhammad. Atau peristilahan
itu juga bisa membawa pengertian bahwa agama Islam hanya untuk bangsa atau
komunitas tertentu yang berkaitan dengan Muhammad.
Analogi nama dengan agama-agama lainnya jelas tidaklah mungkin bagi Islam.
Karena pertama, agama Islam bersumber dari wahyu yang datang dari Allah SWT.
Bukan dari manusia, bukan pula Muhammad. Posisi Nabi SAW dalam agama Islam
diakui sebagai manusia yang ditugasi untuk menyebarkan ajaran Islam tersebut kepada
ummat manusia. Dalam proses penyebarannya peranan Nabi terbatas hanya memberi
keterangan, penjelasan, uraian dan contoh prakteknya. Tidak lebih. Kedua, Islam bersifat
universal, rahmatan lil alamin, untuk siapa saja, tidak terbatas komunitas atau bangsa
tertentu seperti agama-agama sebelum Islam, menembus batas ruang dan waktu, sesuai
untuk manusia kapan dan di mana saja.
Dari beberapa pengertian di atas dapat dipahami bahwa: Islam, dilihat dari misi
ajarannya berarti semua agama Allah (wahyu Allah) yang diturunkan kepada para Rasul
(utusan) Allah sejak Nabi Adam sampai Nabi Muhammad.
Secara istilah, yang resmi disebut sebagai agama Islam ialah agama yang
diwahyukan (berupa al-Qur`an) oleh Allah SWT kepada Nabi Muhammad SAW,
khotimul anbiya` (penutup para Nabi) untuk disampaikan dan diajarkan kepada seluruh
manusia sebagai kelanjutan dari misi ketuhanan/ mangakui keesaan Allah sebagaimana
yang diajarkan oleh Nabi-Nabi sebelumnya.
Meskipun pada periode Makkah ayat-ayat al-Qur`an telah menyebut Islam baik
sebagai “menyerah kepada Tuhan” maupun sebagai agama konkret, namun penyebutan
Islam secara tegas formal sebagai agama yang dibawa oleh Muhammad ini baru terjadi
pada periode Madinah, atau setelah umat Islam menjadi sebuah komunitas Muslim di
Madinah..

B. SUMBER AJARAN ISLAM

Bahan ajar AIK I di susun oleh : Mukhsin, S.Ag.MH berdasarkan kurikulum Pendidikan AL-Islam
dan kemuhammadiyah pada Perguruan Tinggi Muhammadiyah yang di terbitkan oleh Majelis Dikti
Pimpinan Pusat muhammadiyah. Tahun Akademik 2015/ 2016
5
Pada umumnya, ulama mengajarkan bahwa sumber agama Islam ada empat,
yaitu Qur`an, Sunnah, `Ijma’ (kesepakatan pendapat di antara jama’ah muslimin) dan
Qiyas (penggunaan akal). Qur`an dan sunnah (atau hadits) disebut al-Adillah al-
Qoth’iyyah, dalil yang mutlak benar. Sedang `ijma’ dan qiyas disebut al-Adillah al-
Ijtihadiyyah, dalil yang diperoleh dengan jalan ijtihad.
Tetapi karena –menurut pengakuan ulama- `ijma’ dan qiyas itu didasarkan atas
Qur`an dan hadits, sedang hadits itu sendiri merupakan penjelasan Nabi SAW terhadap
Qur`an, maka Qur`an Suci benar-benar merupakan asas hakiki, yang di atas itu berdiri
bangunan Islam, dan merupakan satu-satunya dalil yang mutlak dan menentukan dalam
setiap pembahasan yang berhubungan dengan ajaran Islam; dan tak salah jika dikatakan
bahwa Qur’an adalah satu-satunya sumber utama yang darinya diambil segala ajaran dan
amalan agama Islam.
Di sini akan dibahas tentang sumber utama ajaran Islam (al-Adillah al-
Qath’iyyah). Pertama, al-Qur`an. Kedua, as-Sunnah, dan kemudian diakhiri dengan
pembahasan tentang `ijtihad dalam Islam.

I. AL-QUR`AN
Pengertian al-Qur`an
Di kalangan ulama ada perbedaan pengertian etimologis (bahasa) mengenai al-
Qur`an. Asy-Syafi’i misalnya mengatakan bahwa al-Qur`an tidak berasal dari akar kata
apapun, dan tidak pula ditulis dengan hamzah. Lafadz tersebut sudah lazim digunakan
dalam pengertian kalam Allah (firman Tuhan) yang diturunkan kepada Nabi Muhammad
SAW.
Lain dari itu, banyak juga ulama yang mencoba mengembalikan lafadz Qur`an
pada akar kata tertentu. Al-Farra` misalnya, menyebut bahwa lafadz Qur`an berasal dari
kata qara`in, jamak dari kata qarinah yang berarti “kaitan”, karena dilihat dari segi
makna dan kandungannya ayat-ayat al-Qur`an itu satu sama lain saling berkaitan.
Selanjutnya al-Asy’ari dan para pengikutnya mengatakan bahwa lafadz itu diambil dari
akar kata qarn yang berarti “menggabungkan sesuatu atas yang lain”, karena surah-surah
dan ayat-ayat al-Qur`an satu dan lainnya saling berkaitan.

Bahan ajar AIK I di susun oleh : Mukhsin, S.Ag.MH berdasarkan kurikulum Pendidikan AL-Islam
dan kemuhammadiyah pada Perguruan Tinggi Muhammadiyah yang di terbitkan oleh Majelis Dikti
Pimpinan Pusat muhammadiyah. Tahun Akademik 2015/ 2016
6
Sementara itu ada juga yang menyebut Qur`an sebagai isim masdar (verbal
noun) dari akar qara`a, yang makna aslinya ialah “mengumpulkan dan menghimpun”.
Kata ini berarti pula “membaca”, karena dalam membaca, huruf dan kata-kata
dihubungkan satu sama lain menjadi susunan kalimat. Sehingga qur`an seringkali
disamakan dengan qira`at (penamaan maf’ul dengan masdar), yang berarti “bacan”,
yakni himpunan huruf dan kata-kata dalam suatu ucapan yang tersusun rapi.
Senada dengan uraian di atas Farid Esack, seorang Doktor di bidang Tafsir al-
Qur`an Universitas Western Cape-Afrika Selatan, menyimpulkan bahwa secara harfiah
al-Qur`an berarti “bacaan”, “pengucapan” atau “kumpulan”. Ada baiknya kita ikuti
uraian Esack:
“Mayoritas pemikir Arab sepakat bahwa kata qur`an adalah bentuk lampau yang berasal
dari akar kata Arab qara`a yang berarti “ia membaca”, atau kata sifat dari qarana, “ia
menghimpun atau mengumpulkan”. Di dalam al-Qur`an sendiri, kata qur`an dipakai
dalam arti “membaca” (QS. Al-Isra` (17):93), “mengucap” (Al-Qiyamah (75): 18), dan
“sebuah kumpulan” (QS. Al-Qiyamah (75): 17)…

Adapun pengertian al-Qur`an dari segi istilah, Abd al-Wahhab al-khallaf


menjelaskan bahwa, ia merupakan firman Allah yang diturunkan kepada hati Rosulullah,
Muhammad bin Abdullah, melalui Jibril dengan menggunakan lafadz bahasa Arab dan
maknanya yang benar, agar ia menjadi hujjah bagi Rasul, bahwa ia benar-benar
Rasulullah, menjadi undang-undang bagi manusia, memberi petunjuk kepada mereka
dan menjadi sarana untuk melakukan pendekatan diri dan ibadah kepada Allah dengan
membacanya. Ia terhimpun dalam mushhaf, dimulai dari surat al-Fatihah dan diakhiri
dengan surat an-Nas, disampaikan kepada kita secara mutawatir dari generasi ke
generasi, baik secara lisan maupun tulisan serta terjaga dari perubahan dan pergantian.

Pewahyuan al-Qur`an

Bahan ajar AIK I di susun oleh : Mukhsin, S.Ag.MH berdasarkan kurikulum Pendidikan AL-Islam
dan kemuhammadiyah pada Perguruan Tinggi Muhammadiyah yang di terbitkan oleh Majelis Dikti
Pimpinan Pusat muhammadiyah. Tahun Akademik 2015/ 2016
7
Dari pengertian di atas, tampak bahwa dalam paham dan keyakinan umat Islam,
al-Qur`an sebagai Kitab Suci, mengandung sabda Tuhan (kalam Allah), yang melalui
wahyu disampaikan kepada Nabi Muhammada SAW.
Dalam al-Qur`an dijelaskan wahyu ada tiga macam. Seperti yang tertera dalam
QS. Asy-Syura [42]:51:
“Tidaklah dapat terjadi pada manusia bahwa Tuhan berbicara dengannya kecuali
melalui wahyu, atau dari belakang tabir, ataupun melalui utusan yang dikirim;
maka disampaikanlah kepadanya dengan siizin Tuhan apa yang dikehendakinya.
Sesungguhnya Tuhan Maha Tinggi lagi Maha Bijaksana. Demikianlah Kami
kirimkan kepadamu Jibril atas perintah kami”.

Wahyu dalam bentuk pertama adalah pengertian atau pengetahuan yang tiba-tiba
dirasakan seseorang timbul dalam dirinya; timbul dengan tiba-tiba sebagai suatu cahaya
yang menerangi jiwanya. Maulana Muhammad Ali menyebutnya dengan makna aslinya
sebagai al-`Isyarat as-sari’ah, isyarat yang cepat yang dimasukkan dalam kalbu
seseorang. Kedua, wahyu berupa pengalaman dan penglihatan dalam keadaan tidur atau
dalam keadaan trance, rukyat atau kasyf (vision). Ketiga, wahyu dalam bentuk yang
diberikan melalui utusan atau malaikat, yaitu Jibril, dan wahyu serupa ini disampaikan
dalam bentuk kata-kata.
Wahyu yang diturunkan kepada Nabi Muhammada SAW adalah wahyu dalam
bentuk ketiga seperti yang dijelaskan oleh al-Qur`an: “Sesungguhnya ini adalah wahyu
Tuhan semesta alam, dibawa turun oleh Jibril as setia ke dalam hatimu agar engkau
dapat memberi ingat dalam bahasa Arab yang jelas” (QS. Asy-Syu’ara` [26]: 192-193)
Selanjutnya:
“Katakanlah, ruh suci(jibril as) membawakannya turun dengan kebenaran dari
Tuhanmu, untuk meneguhkan (hati) orang yang percaya dan untuk menjadi petunjuk
serta kabar gembira bagi yang berserah diri” (QS. An-Nahl [16]:102)
Bahwa yang dimaksud dengan ruh setia atau ruh suci adalah Jibril:
“Katakanlah siapa yang menjadi musuh Jibril, maka ialah yang sebenarnya
membawanya turun ke dalam hatimu dengan seizin Tuhan untuk membenarkan apa
yang (datang) sebelumnya dan untuk menjadi petunjuk serta kabar gembira bagi orang-
orang yang percaya” (QS. Al-Baqarah [2]: 97)
Bahan ajar AIK I di susun oleh : Mukhsin, S.Ag.MH berdasarkan kurikulum Pendidikan AL-Islam
dan kemuhammadiyah pada Perguruan Tinggi Muhammadiyah yang di terbitkan oleh Majelis Dikti
Pimpinan Pusat muhammadiyah. Tahun Akademik 2015/ 2016
8
Hadits-hadits juga menjelaskan bahwa wahyu yang disampaikan kepada Nabi
Muhammad adalah melalui Jibril. Dalam suatu hadits, ‘Aisyah mengemukakan
bagaimana Jibril merangkul Nabi hingga beliau merasa kesakitan ketika menerima
wahyu yang pertama.
Dalam hadits lain sewaktu ditanya, bagaimana caranya wahyu turun kepada
Nabi, Nabi Muhammad menerangkan: “Wahyu itu terkadang turun sebagai suara
lonceng dan inilah yang terberat bagiku. Kemudian ia (Jibril) pergi dan aku pun sudah
mengingat apa yang dituturkannya. Terkadang malaikat itu datang dalam bentuk
manusia, berbicara kepadaku dan akupun mengingat apa yang dikatakannya”.
Hadits lain lagi, yang berasal dari Ibnu Abbas, menjelaskan bahwa pada bulan-
bulan Ramadlan, Jibril selalu turun mendengar dan memperbaiki bacaan Nabi mengenai
ayat-ayat yang diturunkan kepadanya.
Atas dasar ayat-ayat dan hadits-hadits serupa inilah maka umat Islam
mempunyai keyakinan bahwa apa yang terkandung al-Qur`an adalah wahyu Tuhan.
Farid Esack menjelaskan, bahwa sebagai kompilasi “Firman Tuhan”, al-Qur`an tidak
merujuk pada sebuah kitab yang diilhami atau dipengaruhi oleh-Nya atau ditulis di
bawah bimbingan ruh-Nya. Ia lebih dianggap sebagai kata-kata langsung Tuhan.
Dengan kata lain, teks Arab yang ada dalam Kitab Suci itu tidak diakui sebagai wahyu,
apalagi terjemahannya dalam bahasa asing.
Wahyu dalam bentuk kata-kata itu diturunkan oleh Jibril untuk disampaikan
kepada Nabi tidak secara sekaligus tetapi berangsur-angsur dan bertahap dalam masa
kurang lebih 22 tahun 2 bulan 22 hari atau biasanya digenapkan menjadi 23 tahun
sesuai dengan perdebatan tentang masa tinggal Nabi di Makkah setelah kenabian (an-
Nubuwwah). Hikmahnya ialah seperti yang tersirat dalam al-Qur`an surat al-Furqan
[25] ayat 32: “Berkatalah orang-orang yang kafir: ”Mengapa al-Qur`an itu tidak
diturunkan kepadanya sekali saja?”; demikianlah, supaya Kami perkuat hatimu
dengannya dan Kami membacakannya kelompok demi kelompok”
Yang pertama ialah, untuk meneguhkan hati (tatsbit al-Fu`ad) Nabi SAW.
Dengan turunnya wahyu dalam setiap peristiwa, maka hal itu merupakan komunikasi
langsung dan intens yang menguatkan hati dan memberikan perhatian yang lebih

Bahan ajar AIK I di susun oleh : Mukhsin, S.Ag.MH berdasarkan kurikulum Pendidikan AL-Islam
dan kemuhammadiyah pada Perguruan Tinggi Muhammadiyah yang di terbitkan oleh Majelis Dikti
Pimpinan Pusat muhammadiyah. Tahun Akademik 2015/ 2016
9
kepada Nabi. Jibril akan turun berkali-kali kepadanya sehingga menimbulkan
kegembiraan di hatinya.
Kedua, untuk memudahkan pembacaan dan penghafalannya (penjagaannya) serta
penerimaannya dalam konteks pentahapan hukum yang terdapat di dalamnya. Berbeda
jika diturunkan secara sekaligus, selain akan menyulitkan dalam menghafal juga akan
menyulitkan banyak orang karena banyaknya kewajiban dan larangan di dalamnya.
Ketiga, dari hadits-hadits Nabawi dapat diketahui bahwa al-Qur`an diturunkan
sesuai kebutuhan. Kadang-kadang diturunkan lima ayat atau kadang-kadang sepuluh
ayat, kurang sedikit dari itu atau lebih. Hal ini mempunyai implikasi pada “revolusi
budaya” yang kontekstual-komprehensif (rahmatan lil ‘alamin) bagi umat Nabi.
Untuk lebih jelasnya kita ikuti dulu sejarah kodifikasi (pembukuan) al-Qur’an
sejak masa Nabi SAW.

Sejarah Kodifikasi al-Qur`an


1. Masa Rasulullah SAW
Yang dilakukan Nabi pada saat itu –setiap wahyu turun- ialah menyampaikan
kepada para sahabat untuk dihafal dan dicatat. Zaid bin Tsabit adalah sekretris utama
dalam mencatat tulisan dalam ayat-ayat yang diturunkan itu. Selain dari sekretaris ini
disebut juga nama sahabat-sahabat lain yang disuruh mencatat, seperti Abu Bakar,
Utsman, Umar, Ali, Zubair Ibnu Awam, Abdullah Ibnu Sa’ad dan Ubay Ibnu Ka’ab.
Ayat-ayat itu ditulis di atas batu, tulang, pelepah kurma dan lain-lain.
Jadi, pada masa Rasulullah ayat-ayat al-Qur`an sudah ditulis secara keseluruhan,
tetapi belum dihimpun di dalam satu Mushhaf seperti sekarang ini, karena masih
menunggu adanya penghapusan sebagian hukum dan tilawahnya. Sebenarnya sejak
masa Rasulullah, secara lisan al-Qur`an sudah terhimpun atas petunjuk Jibril dalam
kuatnya ingatan penghafal-penghafal profesional di kalangan sahabat, dan senantiasa
terjaga dalam bacaan shalat.

2. Masa Abu Bakar ash-Shiddiq.

Bahan ajar AIK I di susun oleh : Mukhsin, S.Ag.MH berdasarkan kurikulum Pendidikan AL-Islam
dan kemuhammadiyah pada Perguruan Tinggi Muhammadiyah yang di terbitkan oleh Majelis Dikti
Pimpinan Pusat muhammadiyah. Tahun Akademik 2015/ 2016
10
Tidak bisa dipungkiri, bahwa penghafal-penghafal ini besar peranannya dalam
sejarah pengumpulan ayat-ayat al-Qur`an dalam bentuk mushhaf seperti yang kita kenal
sekarang. Kodifikasi ayat-ayat dalam bentuk buku ini, terjadi setelah banyaknya
sahabat-sahabat yang menghafal Qur`an gugur dalam peperangan yang timbul pada
zaman Abu Bakar. Tepatnya pada perang Yamamah. Dengan gugurnya penghafal-
penghafal Qur`an dikhawatirkan ayat-ayat al-Qur`an akan ikut hilang.
Maka atas anjuran ‘Umar, Abu Bakar memerintahkan Zaid bin Tsabit dan
sahabat-sahabat lain untuk mengumpulkan ayat-ayat yang ditulis di atas batu, tulang,
pelepah kurma dan dihafal oleh sahabat-sahabat itu untuk disusun dalam bentuk
mushhaf sesuai dengan susunan bacaan lisan yang sudah lazim pada zaman Nabi SAW.
Mushhaf ini menjadi naskah standar sampai pada akhir masa ‘Umar sebagai khalifah
kedua, yang pemeliharaannya diserahkan kepada Hafshah, putri ‘Umar dan janda
Rasulullah.
3. masa ‘Usman bin Affan.
Mushhaf yang ada pada Hafshah, kemudian oleh ‘Utsman bin Affan, khalifah
ketiga (644-655), ditulis kembali dan diperbanyak eksemplarnya, kemudian dikirimkan
ke daerah-daerah untuk menjadi pegangan tertulis bagi umat Islam yang ada di sana.
Dalam penulisan ini sangat diperhatikan sekali perbedaan bacaan (untuk
menghindari perselisihan di antara umat). ‘Utsman memberikan tanggungjawab
penulisan ini kepada Zaid bin Tsabit, Abdullah bin Zubair, Said bin ‘Ash dan Abdur
Rahman bin al-Harits bin Hisyam. Mushhaf tersebut ditulis tanpa titik dan baris.
Dari teks ‘Utsman inilah salinan-salinan selanjutnya ditulis dan dicetak.
Sehingga kita mengenal mushhaf kita sekarang ini sebagai mushhaf ‘ala rasm ‘Utsmani.

4. Pemberian titik dan baris, terdiri dari tiga fase:


Pertama, Mu’awiyah bin Abi Sufyan menugaskan Abu al-Aswad ad-Dualy
untuk meletakkan tanda bacaan (I’rab) pada tiap kalimat dalam bentuk titik untuk
menghindari kesalahan dalam membaca.
Kedua, Abdul Malik bin Marwan menugaskan al-Hajaj bin Yusuf yang dibantu
oleh Nashr `Aslim dan Hay bin Ya`mar, untuk memberikan titik sebagai pembeda antara

Bahan ajar AIK I di susun oleh : Mukhsin, S.Ag.MH berdasarkan kurikulum Pendidikan AL-Islam
dan kemuhammadiyah pada Perguruan Tinggi Muhammadiyah yang di terbitkan oleh Majelis Dikti
Pimpinan Pusat muhammadiyah. Tahun Akademik 2015/ 2016
11
satu huruf dengan huruf lainnya (Ba` dengan satu titik di bawah; Ta` dengan dua titik di
atas; Tsa` dengan tiga titik di atas dll.)
Ketiga, peletakan baris atau tanda baca (I’rab) seperti dlammah, fathah, kasrah
dan sukun mengikuti cara pemberian baris yang telah dilakukan oleh Khalil bin Ahmad
al-Farahidy.
Berdasarkan atas sejarah kodifikasi yang jelas ini, umat Islam berkeyakinan
bahwa teks al-Qur`an yang kita baca sekarang ini betul sesuai dengan apa yang
diwahyukan kepada Nabi Muhammad SAW. Keorisinilan al-Qur`an dari Nabi
Muhammad ini juga diakui oleh para orientalis. Nicholson dalam A Literary History of
Arab (1961) umpamanya mengatakan: “…keasliannya tidak diragukan.”. H.A.R. Gibb
dalam Muhammedanism menulis: “Sangat bisa diterima bahwa bentuk dan isi ucapan-
ucapanyang asli sangat terjaga.
Jelaslah sudah bahwa teks al-Qur`an adalah asli dari Tuhan. Wahyu yang Nabi
terima dari Tuhan melalui Jibril dalam bentuk kata-kata yang didengar dan dihafal,
bukan dalam bentuk pengetahuan yang dirasakan dalam hati atau yang dialami, bukan
pula yang dilihat dalam keadaan tidak sadar (trance).

Nama, sifat dan fungsi al-Qur`an


Sungguh tepat penamaan al-Qur`an oleh Allah sendiri, yang secara harfiah
berarti “bacaan sempurna”, karena tiada satu bacaan pun sejak manusia mengenal tulis-
baca lima ribu tahun yang lalu yang dapat menandingi al-Qur`an.
Selain sebutan al-Qur`an (QS. al-Isra` [17]: 9), dalam berbagai ayatnya, al-
Qur`an juga menyebut dirinya dengan al-, al-Kitab (QS. al-Anbiya` [21]: 10), al-Furqan
(QS. Al-Furqan [25]:1), al-Dkr (QS. Al-Hijr [15]: 9) dan at-Tanzil (QS. Al-Syu’ara`
[26]: 192). Yang paling populer di antara sebutan itu ialah al-Qur`an dan al-Kit.
Sedangkan mengenai sifatnya, al-Qur`an menyebut beberapa sifat diantaranya
adalah an-Nur, cahaya (QS. An-Nisa` [4]:174); al-Huda, petunjuk; asy- Syifa`, obat; ar-
Rohmah, rahmat; al-Mau’idzoh, nasehat (QS. Yunus [10]: 57); al-Mubin, yang
menerangkan (QS. Al-Maidah [5]:15); al-Mubarak, yang diberkati (QS. Al-`An’am
[6]:92); al-Busyro, kabar gembira (QS. Al-Baqarah [2]:97); al-‘Aziz, yang mulia (QS.

Bahan ajar AIK I di susun oleh : Mukhsin, S.Ag.MH berdasarkan kurikulum Pendidikan AL-Islam
dan kemuhammadiyah pada Perguruan Tinggi Muhammadiyah yang di terbitkan oleh Majelis Dikti
Pimpinan Pusat muhammadiyah. Tahun Akademik 2015/ 2016
12
Fushshilat [41]:41); al-Majid, yang dihormati (QS. Al-Buruj [85]: 21); al-Basyir,
pembawa kabar gembira; an-Nadzir, pembawa peringatan (QS. Fushshilat [41]:3-4).
Dari nama dan sifat-sifat di atas, sebenarnya secara global dapat diketahui apa
fungsi al-Qur`an itu sendiri. Di antaranya ialah, pertama, untuk menjadi hujjah atau
bukti yang kuat atas kerasulan Nabi Muhammad SAW. Al-Qur`an merupakan mu’jizat
terbesar baginya. Keberadaannya hingga kini masih tetap terpelihara dengan baik, dan
pemasyarakatannya dilakukan secara turun temurun dari generasi ke generasi. Allah
sendiri yang akan menjaganya (QS. Al-Hijr [15]:9).
Kedua, sebagai petunjuk bagi manusia. Yakni sebagai konfirmasi yang
memperkuat-pendapat akal pikiran, dan sebagai informasi terhadap hal-hal yang tidak
dapat diketahui oleh akal. Hanya orang-orang bertaqwalah yang sesungguhnya
mendapatkan petunjuk al-Qur`an ini. Karena fungsi al-Qur`an sebagai sarana mencapai
kebaikan di dunia dan akherat terpenuhi. Sedangkan bagi orang yang tidak bertaqwa, al-
Qur`an hanya bisa dipakai sebagai sarana untuk mencapai kebaikan di dunia semata.
Ketiga, sebagai hakim atau wasit yang mengatur jalannya kehidupan manusia
agar berjalan lurus. Itulah sebabnya ketika umat Islam berselisih dalam segala urusannya
hendaknya ia berhakim kepada al-Qur`an. Selanjutnya al-Qur`an berfungsi sebagai
pengontrol dan pengoreksi terhadap perjalanan hidup manusia di masa lalu. Berbagai
penyimpangan yang dilakukan oleh Bani Israil terhadap ayat-yat Allah umpamanya
dikoreksi.
Keempat, sebagai pemberi peringatan dan kabar gembira. Di sini al-Qur`an
menjelaskan mengenai janji Allah tentang balasan baik bagi orang-orang yang mentaati
perintah-Nya dan menjelaskan peringatan Allah tentang hikuman bagi mereka yang
melanggar dan mengingkari-Nya.
Kelima, sebagai syifa`an, obat penawar. Di sini bisa diartikan dalam dua versi,
yaitu sebagai penyembuh penyakit batin dan penyembuh penyakit fisik. Penyakit batin
seperti kesombongan, kerakusan, kemalasan, dengki, iri dan sebagainya. Sedangkan
mengenai penyakit fisik, seperti yang tersirat dalam surat an-Nahl ayat 69, di situ
dijelaskan tentang lebah dengan madunya. Dari ayat itu tentu al-Qur`an mendorong
manusia untuk menyingkap misteri obat apa yang terdapat di dalamnya.

Bahan ajar AIK I di susun oleh : Mukhsin, S.Ag.MH berdasarkan kurikulum Pendidikan AL-Islam
dan kemuhammadiyah pada Perguruan Tinggi Muhammadiyah yang di terbitkan oleh Majelis Dikti
Pimpinan Pusat muhammadiyah. Tahun Akademik 2015/ 2016
13
Sedikit uraian di atas, mungkin bisa menjelaskan tentang fungsi al-Qur`an yang
paling populer di yakini umat Islam. Yakni, sebagai rahmatan lil-alamin, rahmat bagi
sekalian alam. Di sini al-Qur`an sebagaimana Islam menjadi bersifat universal.
Muthabiqun likulli zaman wa makan, sesuai kapan dan di manapun.

Kandungan al-Qur`an
Wahyu turun kepada Nabi Muhammad SAW dalam dua periode: periode
Makkah yang lamanya kira-kira 13 tahun dan periode Madinah yang lamanya kira-kira
10 tahun. Ayat-ayat yang diturunkan di Makkah merupakan bagian terbanyak, dan yang
diturunkan di Madinah kira-kira sepertiga dari keseluruhan ayat yang terkandung dalam
al-Qur`an.
Kedua periode tersebut mempunyai ciri masing-masing. Pada periode Makkah,
di mana agama Islam baru didirikan dan dinyatakan, ayat-ayat yang diturunkan banyak
mengandung keterangan-keterangan tentang dasar Islam, seperti keesaan Tuhan,
pengiriman rasul-rosul, adanya kitab-kitab suci, adanya kelak hari perhitungan dan
pembalasan sesudah hidup duniawi, adanya surga dan neraka. Juga ajaran-ajaran lain,
seperti sikap terhadap agama-agama lain, tanda-tanda tentang adanya Tuhan, ancaman
bagi orang yang tidak mau percaya, teladan dari sejarah-sejarah umat terdahulu yang
tidak patuh terhadap ajaran-ajaran sebelum Nabi Muhammad, cara mengabdi pada
Tuhan, budi pekerti luhur dan lain-lain.
Sedangkan pada periode Madinah -di mana umat Islam telah berkembang
menjadi umat yang kuat dan mempunyai negara yang disegani oleh suku-suku bangsa
Arab lainnya, bahkan kota Makkah yang mengusir Nabi Muhammad akhirnya jatuh ke
dalam kekuasaan Madinah- ayat-ayat yang diturunkan mempunyai corak yang lain
sekali dari ayat-ayat yang turun di Makkah. Ayat-ayat pada periode ini telah mencakup
soal-soal hidup kemasyarakatan dan kenegaraan, seperti soal hukum yang mengatur
hidup kekeluargaan (perkawinan, perceraian, hak waris, dan sebagainya), hubungan
dagang dalam masyarakat, pengadilan, hubungan orang Muslim dengan non-Muslim,
hubungan antara orang kaya dengan orang miskin dan sebagainya. Di samping soal-soal
hukum ini, ayat-ayat periode Madinah juga mencakup polemik yang terjadi dengan

Bahan ajar AIK I di susun oleh : Mukhsin, S.Ag.MH berdasarkan kurikulum Pendidikan AL-Islam
dan kemuhammadiyah pada Perguruan Tinggi Muhammadiyah yang di terbitkan oleh Majelis Dikti
Pimpinan Pusat muhammadiyah. Tahun Akademik 2015/ 2016
14
kaum Quraisy, hubungan dengan suku-suku Arab Badui dan penjelasan lebih lanjut
tentang soal-soal yang telah disinggung pada periode Makkah.
Dengan demikian dapatlah ayat-ayat al-Qur`an dibagi ke dalam bagian-bagian
besar berikut:
1. Ayat-ayat mengenai dasar-dasar keyakinan atau ideologi dalam Islam yang
dari situ lahir teologi Islam.
2. Ayat-ayat mengenai soal hukum yang melahirkan ilmu hukum Islam (fiqh).
3. Ayat-ayat mengenai soal pengabdian kepada Tuhan yang membawa
keentuan-ketentuan tentang ibadah dalam Isalam.
4. Ayat-ayat mengenai budi pekerti luhur yang melahirkan etika Islam.
5. Ayat-ayat mengenai dekat dan rapatnya hubungan manusia dengan Tuhan
yang kemudian melahirkan mistisme dalam Islam.
6. Ayat-ayat mengenai tanda-tanda alam yang menunjukkan adanya Tuhan,
yang membicarakan soal kejadian alam di sekitar manusia. Ayat-ayat yang
serupa ini menumbuhkan pemikiran filosofis dalam Islam.
7. Ayat-ayat mengenai hubungan golongan kaya dengan golongan miskin, dan
ini membawa pada ajaran-ajaran sosiologis dalam Islam.
8. Ayat-ayat yang ada hubungannya dengan sejarah terutama mengenai nabi-
nabi dan umat mereka sebelum Nabi Muhammad SAW, dan umat-umat
lainnya yang hancur karena keangkuhan mereka. Dari ayat-ayat ini dapat
diambil pelajaran.
9. Ayat-yat mengenai hal-hal lainnya.

Dari pembagian di atas, menurut Harun Nasution, dapat dilihat betapa kurang
benarnya anggapan bahwa al-Qur`an mengandung segala-galanya. Yang berkaitan
dengan hukum, misalnya, hanya terdapat 230 ayat saja dari seluruh ayat al-Qur`an.
Tentu jumlah ini tidaklah cukup untuk mengatur hidup kemasyarakatan yang kompleks
ini.
Dalam soal ibadah hanya terdapat kira-kira 140 ayat. Sudah barang tentu jumlah
ini tidak dapat menjelaskan segala hal yang bersangkutan dengan ibadah. Umpamanya

Bahan ajar AIK I di susun oleh : Mukhsin, S.Ag.MH berdasarkan kurikulum Pendidikan AL-Islam
dan kemuhammadiyah pada Perguruan Tinggi Muhammadiyah yang di terbitkan oleh Majelis Dikti
Pimpinan Pusat muhammadiyah. Tahun Akademik 2015/ 2016
15
masalah shalat, tidak dengan jelas dan tegas disebut dalam Qur`an harus dilaksanakan
lima kali sehari, dan tidak pula disebut rakaat, waktu, bacaan, dan lain-lain. Demikian
juga denga soal ibadah lainnya. Perincian mengenai shalat, puasa, zakat dan lain-lain,
diketahui bukan dari al-Qur`an tetapi dari hadits. Demikian juga dalam soal keimanan,
umpamanya mengenai ucapan dua kalimat syahadat, tidak disebut dengan jelas dan
tegas dalam al-Qur`an. Tapi dijelaskan oleh hadits.
Kalau dalam hal-hal yang dasar serupa dengan ini saja tidak semua dijelaskan
dalam al-Qur`an, apalagi dalam persoalan yang bukan dasar, yang tidak ada
huibungannya dengan keimanan, seperti kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi,
ideologi-ideologi seperti sosialisme, sistem-sistem pemerintahan seperti demokrasi dan
lain-lain.
Pandangan bahwa al-Qur`an mengandung segala-galanya sehingga apa saja yang
terjadi di sekeliling kita dicari dan dicocok-cocokkan dengan ayat Qur`an, timbul akibat
dari salah interpretasi terhadap ayat-ayat seperti berikut ini:
“…Tidak ada suatu apa pun yang Kami lupa menyebutnya dalam kitab itu…”
(QS. Al-An’am [6]: 38)
“… Dan Kami turunkan kitab ini padamu untuk menjelaskan segala sesuatu dan
petunjuk serta rahmat dan kabar genbira bagi orang-orang yang berserah diri” (QS.
An-Nahl [16]: 89)
Menurut banyak ulama tafsir, di antaranya Al-Zamakhsyari, yang dimaksud
dengan “segala sesuatu” pada ayat di atas bukanlah berarti segala apa saja, tetapi segala
sesuatu mengenai agama Islam, terutama tentang apa yang haram dan yang halal. Rasyid
Ridlo menerangkan bahwa paham yang demikian (segala sesuatu terdapat dalam
Qur`an) tidak pernah dianut para sahabat, tabi’in dan ulama klasik, karena pendapat
yang serupa iu tidak dapat diterima akal yang waras.
Al-Qur`an sebenarnya bukanlah ensiklopedi yang memuat apa saja yang kita
cari. Ia –seperti dapat dilihat pada kandungannya- merupakan buku agama yang
dikirimkan Tuhan kepada masyarakat manusia untuk menjadi petunjuk (hudan) bagi
mereka di dunia dan akhirat. Kalau disebut di dalamnya hal-hal yang ada hubungannya

Bahan ajar AIK I di susun oleh : Mukhsin, S.Ag.MH berdasarkan kurikulum Pendidikan AL-Islam
dan kemuhammadiyah pada Perguruan Tinggi Muhammadiyah yang di terbitkan oleh Majelis Dikti
Pimpinan Pusat muhammadiyah. Tahun Akademik 2015/ 2016
16
dengan fenomena alam, sejarah dan lain-lain, itu hanya sekilas sebagai argumen yang
harus dipikirkan dan teladan yang harus dipahami oleh manusia.

Upaya memahami al-Qur`an.


Dalam usaha memahami al-Quran, ulama-ulama Islam –baik dalam bidang
teologi dan hukum, maupun tasawuf dan filsafat- membagi umat Islam ke dalam dua
golongan besar, yakni ‘awam dan khawas (intelejensia). Dalam hubungannya dengan al-
Qur`an, kaum awam memahami misi al-Qur`an sesuai dengan tigkatan kecerdasan yang
ada pada mereka, sedang kaum khawas memahaminya menurut pengetahuan dan
ketajaman akal yang mereka miliki. Kaum sufi dan filosof mengatakan bahwa ayat al-
Qur`an mengandung dua arti: arti lahir (tersurat) dan arti batin (tersirat; ). Kaum khawas
mencari arti tersirat sedangkan kaum awam menerima arti yang tersurat.
Surga umpamanya, oleh ayat-ayat Qur`an digambarkan mempunyai bentuk
jasmani. Yaitu tempat yang di dalamnya terdapat makanan yang lezat, bidadari yang
cantik, perhiasan yang indah dan sebagainya. Bagi kaum awam, surga adalah seperti apa
yang tersurat itu. Bagi kaum sufi dan filosof, tidaklah demikian. Bagi mereka
kesenangan jasmani tidak ada artinya. Mereka lebih mengutamakan kesenangan
intelektual dan ruhaniah (batiniah), sehingga surga bagi mereka adalah seperti yang
terkandung dalam makna tersiratnya, yakni kesenangan batiniah yang terletak di balik
kesenangan mahligai, makanan, bidadari, dan perhiasan yang digambarkan tersebut.
Dalam konteks inilah, kandungan al-Qur`an seharusnya dipahami, bahwa teks
Arab dari al-Qur`an -dan bukan isi teks- itu yang merupakan wahyu, yang dimungkinkan
mempunyai interpretasi lebih dari satu. Apalagi bila diingat bahwa, al-Qur`an bukanlah
buku ensiklopedi yang memuat apa saja secara terperinci. Sehingga diperlukan adanya
penafsiran termasuk di dalamnya adalah penterjemahan.
Sebenarnya kata “terjemahan” bersifat problematik. Karena tidak mungkin
manusia yang nisbi (serba relatif) mampu menterjemahkan firman Tuhan yang Muthlak.
Maka istilah terjemahan itu tak lain adalah merupakan interpretasi (penafsiran) sang
penterjemah terhadap kandungan al-Qur`an.

Bahan ajar AIK I di susun oleh : Mukhsin, S.Ag.MH berdasarkan kurikulum Pendidikan AL-Islam
dan kemuhammadiyah pada Perguruan Tinggi Muhammadiyah yang di terbitkan oleh Majelis Dikti
Pimpinan Pusat muhammadiyah. Tahun Akademik 2015/ 2016
17
Terjemahan dapat dipakai untuk memahami isi al-Qur`an secara umum saja,
yakni tidak begitu mendalam. Artinya untuk dipakai sebagai pedoman hidup secara
umum terjemahan bisa dianggap memadai. Tetapi untukmemperoleh pengertian dan dan
pemahaman yang mendalam, apalagi untuk mengambil ketentuan hukum dan dasar-
dasar (norma) keimanan, orang harus pergi ke teks aslinya dalam bahasa Arab. Ini
dasarkan pada pertimbangan bahwa:
1. Bahasa Arab mempunyai susunan kata dan tata bahasa sendiri yang banyak berbeda
dengan susunan kata dan tata bahasa dari bahasa-bahasa lainnya.
2. Ayat-ayat al-Qur`an diturunkan dalam gaya ringkas tanpa banyak keterangan apalagi
rincian, dan oleh sebab itu muncul interpretasi-interpretasi yang berlainan.
3. Dalam linguistik, diakui bahwa kata terjemahan tidak memberi arti yang identik
dengan arti yang dikandung dalam bahasa aslinya. Tiap bahasa menggambarkan
filsafat, pandangan hidup dan tradisinya sendiri.
Oleh sebab itu, terjemahan tidak memberikan arti yang sebenarnya dari
kandungan al-Qur`an seperti yang terdapat dalam bahasa aslinya. Terjemahan hanya
memberikan salah satu alternatif dari interpretasi-interpretasi (penafsiran) itu.
Usaha memahami al-Qur`an sebagai sumber norma dan hukum Islam melalui
penafsiran sebenarnya telah lama dimulai. Quraish Shihab mencatat sejak masa
Rasulullah, Sahabat dan permulaan Tabi’in sebagai periode pertama. Pada periode ini
tafsir belum dalam bentuk tertulis. Tetapi masih tersebar dalam secara lisan.
Periode kedua, bermula dari kodifikasi hadits, tepatnya pada masa pemerintahan
‘Umar bin Abd al-‘Aziz (99-101H) dari Daulah ‘Umawiyah. Pada periode ini penulisan
tafsir masih tergabung dengan penulisan hadits. Dan metodologinya masih
menggunakan metode bi al-Ma`tsur (periwayatan).
Periode ketiga, tafsir Qur`an sudah ditulis (terkodifiksikan) dalam kitab-kitab
tafsir secara khusus dan berdiri sendiri. Ini dimulai dengan Al-Farra’ (207H) yang
menulis kitab tafsir, Ma’ani al-Qur`an.
Kegiatan menafsirkan al-Qur`an ini mengambil metodologi yang senantiasa terus
berkembang. Pertama, Tafsir bi al-Ma`tsur (periwayatan). Dalam menafsirkan al-
Qur`an biasanya tafsir ini mengembalikan dan menggabungkan tiga sumber penafsiran,

Bahan ajar AIK I di susun oleh : Mukhsin, S.Ag.MH berdasarkan kurikulum Pendidikan AL-Islam
dan kemuhammadiyah pada Perguruan Tinggi Muhammadiyah yang di terbitkan oleh Majelis Dikti
Pimpinan Pusat muhammadiyah. Tahun Akademik 2015/ 2016
18
yakni Rasulullah, Sahabat dan Tabi’in, yang disebarkan melalui jalan periwayatan dan
kebahasaan.
Kedua, Tafsir bi ar-Ra`yi (penalaran). Dalam tafsir ini dikenal ada 4 corak
metode:
1. Metode Tahlily. Di sini al-Qur`an ditafsirkan dari segala segi (kosakata,
asbab an-Nuzul [sebab-sebab turunnya ayat], munasabat al-Ayat wa as-
Suwar [keterkaitan atau hubungan antar ayat dan antar surat] dan lain-lain)
dengan memperhatikan runtutan ayatnya sebagaimana dalam mushhaf.
2. Metode Ijmaly.
3. Metode Muqaran (perbandingan)
4. Metode Maudlu’i (tematik). Di sini ayat-ayat dari berbagai surat yang
berkaitan dengan persoalan (topik) tertentu dihimpun, kemudian penafsir
membahas dan menganalisis kanadungan ayat-ayat tersebut sehingga menjadi
satu kesatuan yang utuh.
Sedangkan corak penafsirannya, dikenal ada banyak sekali. Diantaranya adalah:
1. Corak sastra-bahasa. Tafsir ini lebih menekankan pada keistimewaan dan kedalaman
arti kandungan al-Qur`an dalam bidang kesusasteraan dan kebahasaan; 2. Corak filsafat
dan teologi. Sebagai akibat dari terjemahan kitab-kitab filsafat dan masuknya penganut
agama lain; 3. Corak penafsiran ilmiah; 4. Corak fiqh atau hukum; 5. Corak tashawuf
atau mistisme Islam; 6. Corak sastra-budaya kemasyarakatan. Lebih menekankan pada
petunjuk-petujuk ayat-ayat al-Qur`an yang berkaitan langsung dengan kehidupan
masyarakat serta untuk menanggulanginya berdasarkan petunjuk-petunjuk itu dengan
bahasa yang mudah dimengerti dan indah didengar.

Bahan ajar AIK I di susun oleh : Mukhsin, S.Ag.MH berdasarkan kurikulum Pendidikan AL-Islam
dan kemuhammadiyah pada Perguruan Tinggi Muhammadiyah yang di terbitkan oleh Majelis Dikti
Pimpinan Pusat muhammadiyah. Tahun Akademik 2015/ 2016
19
II. AS-SUNNAH DAN AL-HADITS
a. Definisi as-Sunnah dan al-Hadits
As-Sunnah berasal dari kata kerja Sanna-Yasunnu (“berjalan”,
“menjelaskan” atau “menetapkan”) yang berarti as-Sirah, “prikehidupan” atau
“prilaku”, ath-Thariqah; “jalan”, “cara”, dan metode” dan asy-Syari’ah;
“syari’at”, “peraturan” dan “hukum”. Adapun kata hadits jamaknya `ahadits
makna aslinya adalah “ucapan”, “perkataan” dan “pembicaraan”.
Dari pengertian di atas, Asy-Syaukani dalam bukunya, Irsyadul Fuhul
menyebut as-Sunnah secara lughowi sebagai ath-Thariqat wa law ghaira
mardliyyah, yakni “jalan yang tetap kita jalani (telah menjadi tradisi untuk kita
jalani), baik diridlai maupun tidak”. Atau dengan bahasa lain, seperti yang
disebutkan oleh M.M. Azami, “tata cara, jalan, tingkah laku baik terpuji maupun
tercela”. Sedangkan hadits, menurut Maulana Muhammad Ali sebagai “ucapan
yang disampaikan kepada manusia, baik dengan perantaraan pendengaran
maupun perantaraan wahyu”.
Sedangkan secara terminologis, ada beberapa pengertian sunnah. Ahlul
hadits mengartikannya dengan sabda (qaul), pekerjaan (fi’il), ketetapan (taqrir),
sifat atau tingkah laku Nabi baik sebelum maupun sesudahnya. Di sini ahlul
hadits menyamakan sunnah dengan hadits.
Ahlul ushul mendefinisikannya dengan sabda Nabi yang bukan dari
Qur`an, pekerjaan atau ketetapannya. Dan terakhir, Ahlul Fiqh memberikan arti
sebagai hal-hal yang berasal dari Nabi baik ucapan maupun pekerjaan, tetapi hal
itu tidak wajib dikerjakan.
Di antara ulama ada yang membedakan sunnah dengan hadits. Sesuai
dengan makna aslinya Sunnah berarti perbuatan Nabi SAW, sedang Hadits
merupakan sabdanya. Meskipun demikian dalam pengertian ini Sunnah disebut
juga dengan Hadits. Karena keduanya berkisar di lapangan yang sama, dan dapat
diterapkan terhadap: (1) qaul, yaitu sabda Nabi SAW yang berhubungan dengan
perkara agama; (2) fi’il, yaitu perbuatan atau tingkah laku Nabi SAW; dan (3)
taqrir, yaitu diamnya Nabi karena setuju atas perbuatan orang lain. Dengan kata

Bahan ajar AIK I di susun oleh : Mukhsin, S.Ag.MH berdasarkan kurikulum Pendidikan AL-Islam
dan kemuhammadiyah pada Perguruan Tinggi Muhammadiyah yang di terbitkan oleh Majelis Dikti
Pimpinan Pusat muhammadiyah. Tahun Akademik 2015/ 2016
20
lain, Sunnah ialah segala perkataan, perbuatan, persetujuan, sifat dan sikap
Rosulullah SAW yang dicatat dan direkam dalam Hadits. Dalam arti teknis as-
Sunnah (sunnah ar-Rosul) identik dengan al-Hadits (al-Hadits an-Nabawi).

b. Sebagai sumber ajaran Islam kedua


Sunnah atau hadits adalah sumber syari’at Islam yang nomor dua, dan
tidak disangikan lagi dalam keyakinan umat Islam menduduki tempat kedua
setelah Qur`an Suci. Hal itu karena :
pertama, sebagaimana yang diperintahkan dalam surat an-Nisa` [4]: 59:
“Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul-Nya, dan ulul
amri di antara kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu,
maka kembalikanlah ia kepada Allah (al-Qur`an) dan Rasul (sunnahnya), jika
kamu benar-benar beriman akepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian
itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya”.
Juga dalam surat al-Hasyr [59]: 7:
“….Apa yang diberikan Rasul kepadamu maka terimalah dia. Dan apa yang
dilarangnya bagimu maka tinggalkanlah; dan bertaqwalah kepada Allah.
Sesungguhnya Allah sangat keras hukuman-Nya”.
Dan hadits Rasulullah SAW.:
“Saya telah tinggalkan kepadamu dua urusan yang kamu sekali-kali tidak akan
sesat selama kamu berpegang teguh kepadanya, yaitu Kitabullah dan Sunnah
Rasul” (HR. Malik).
Kedua, karena fungsi hadits sendiri sebagai bayan, penjelas dan penafsir
pelaksanaan al-Qur`an. Banyak persoalan di dalam al-Qur`an yang dibahas
secara global dan membutuhkan perincian pelaksanaan. Di sinilah peranan Nabi
dengan sunnahnya (hadits) menjelaskan perintah yang masih global tersebut.
Sebagaimana yang tersirat dalam surat an-Nahl [16] ayat 44:
“ (Rasul-rasul itu kami utus) membawa keterangan-keterangan (mu’jizat) dan
kitab-kitab. Dan Kami turunkan kepadamu al-Qur`an, agar kamu menerangkan

Bahan ajar AIK I di susun oleh : Mukhsin, S.Ag.MH berdasarkan kurikulum Pendidikan AL-Islam
dan kemuhammadiyah pada Perguruan Tinggi Muhammadiyah yang di terbitkan oleh Majelis Dikti
Pimpinan Pusat muhammadiyah. Tahun Akademik 2015/ 2016
21
kepada umat manusia apa yang telah diturunkan kepada mereka, dan supaya
mereka memikirkan”.
Ketiga, tidak bisa dilepaskan dari hakikat as-Sunnah itu sendiri. Pada
hakikatnya, as-Sunnah juga merupakan wahyu ilahi yang bukan al-Qur`an.
Pengertiannya adalah bahwa ruh dari kandungan as-Sunnah juga dari Allah dalam
bentuk dan konteks yang berbeda dengan al-Qur`an. Di sini Nabi tidak melakukan
interpretasi dengan menggunakan akal dan pikirannya lepas dari petunjuk Allah. Nabi
tidak berbicara tentang agama (al-Qur`an) secara mandiri dri analisis yang bersifat
individual, melainkan dengan isyarat Allah. Sebagaimana yang dikuatkan Allah dalam
surat an-Najm [53] ayat 3-4 : “ dan tiadalah yang diucapkannya itu (al-Qur`an)
menurut kemauan hawa nafsunya. Ucapannya itu tiada lain hanyalah wahyu yang
diwahyukan (kepadanya)”
Jadi jelaslah, bahwa Nabi tidak berkata menurut nafsu dirinya, tetapi ap yang
dikatakan tidak lain adalah wahyu pula yang berfungsi sebagai penjelas bagi ayat-ayat
al-Qur`an. Dalam hal ini Nabi pun membenarkannya dalam sebuah hadits yang
diriwayatkan oleh Abu Daud, at-Turmudzi, Ibnu Majah: “Ketahuilah bahwasanya aku
diberi al-Qur`an dan semacam Qur`an (as-Sunnah) besertanya”.
Hadits ini menujukkan bahwa di samping al-Qur`an, Nabi juga mendapatkan
wahyu non-Qur`an. perbedaan kedua wahyu tersebut sebagaimana berikut:
1. Al-Qur`an secara legal dari Allah, baik teks maupun isinya. Sedang as-
Sunnah, teksnya dari Rasul dan isinya dari Allah.
2. Al-Qur`an merupakan mu’jizat isi maupun teksnya, diperintahkan untuk
membacanya (sebagai ibadah; hukum fiqhnya sunnah). Sedangkan as-Sunnah
bukanlah mu`jizat dan tidak disunnahkan untuk dibaca sebagaimana al-
Qur`an.
Dengan demikian, status dan kekuatan as-Sunnah sebagai sumber hukum, yang
dalam hal ini sebagai penjelas al-Qur`an, tidak disangsikan lagi sebab secara substansi
dia adalah wahyu Allah yang sudah jelas dan legal. Secara formal, Rasulullah diberi hak
dan wewenang untuk menjelaskan dan menyampaikan kepad manusia. Dan secara
metodologis telah memenuhi kriteria ilmiah, sebagai hasil liputan peristiwa serta

Bahan ajar AIK I di susun oleh : Mukhsin, S.Ag.MH berdasarkan kurikulum Pendidikan AL-Islam
dan kemuhammadiyah pada Perguruan Tinggi Muhammadiyah yang di terbitkan oleh Majelis Dikti
Pimpinan Pusat muhammadiyah. Tahun Akademik 2015/ 2016
22
penelitianyang dilakukan dengan seksama, diperhatikan unsur validitas, reabilitas serta
objektifitasnya. Sehingga untuk mengkodifikasikan dan mengabsakannya diperlukan
berbagai ilmu bantu yang pda akhirnya menjadi disiplin ilmu tersendiri yang disebut
“ilmu Musthalahul Hadits”, sejenis metodologi as-Sunnah.
Di dalam ilmu ini diperkenalkan berbagai kriteria serta persyaratan yang amat
ketat suatu hadits atau sunnah bisa diterima sebagai sumber hukum. Ketatnya
persyaratan dan kriteria itu, baik dari segi pembawanya (perawi; sanad) maupun teksnya
(matan) dan lain-lain, disebabkan karena bukti sejarah bahwa as-Sunnah tidak dari awal
mula ketika Nabi masih hidup ditulis, bahkan Nabi sendiri pada saat itu melarang
penulisan hadits karena dikhawatirkan akan bercampur dengan penulisan al-Qur`an.
As-Sunnah baru secara resmi dikodifikasikan kira-kira 1 abad setelah Rasulullah
wafat. Tepatnya pada masa pemerintahan ‘Umar bin Abdil Aziz (99-101H), khalifah
kedelapan dari Daulan Bani Umayah. Ia memerintahkan agar para gebenur mengadakan
penghimpunan serta penulisan (tadwin) as-Sunnah secara legal. Kebijakan itu betul-
betul dilakukan dan berjalan terus sehingga melahirkan berbagai kitab himpunan as-
Sunnah serta buku-buku tentang ilmu hadits. Pada perkembangan terakhir muncul kitab-
kitab as-Sunnah besar dan sanagat populer yang dihasilkan oleh para perawi dan ahli as-
Sunnah yang agung. Mereka itu antara lain:
1. Imam Bukhari dengan kitabnya Shahih Bukhari (194-256H)
2. Imam Muslim dengan kitabnya Shahih Muslim (204-261H)
3. Imam Abu Daud dengan kitabnya Sunnah Abu Daud (202-275H)
4. Imam at-Turmudzi dengan kitabnya Shahih Turmudzi (w. 209H)
5. Imam Ibnu Majah dengan kitabnya Sunnah Ibnu Majah (209-283H)
6. Imam an-Nasa`i dengan kitabnya Sunnah an-Nasa`i. (w. 303H)
Dan masih banyak lagi kitab-kitab Sunnah lainnya, dan ilmu serta sistematika
pembahasan as-Sunnah terus berkembang hingga saat ini.
Dari semua uraian di atas dapat diambil suatu pengertian bahwa as-Sunnah
sebagai sumber Islam mempunyai status serta kekuatan hukum setelah al-Qur`an dan
berfungsi sebagai penjelas serta pengembangan dari nilai-nilai yang terkandung

Bahan ajar AIK I di susun oleh : Mukhsin, S.Ag.MH berdasarkan kurikulum Pendidikan AL-Islam
dan kemuhammadiyah pada Perguruan Tinggi Muhammadiyah yang di terbitkan oleh Majelis Dikti
Pimpinan Pusat muhammadiyah. Tahun Akademik 2015/ 2016
23
didalamnya. Sudah barang tentu mempelajari dan berusaha mengamalkannya
mempunyai kedudukan yang sama dengan al-Qur`an.

III. IJTIHAD
Pengertian Ijtihad
Ijtihad adalah sumber syari’at Islam yang ketiga. Kata ijtihad berasal dari akar
kata jahada yang artinya “berusaha keras” atau “berusaha sekuat tenaga” . kata ijtihad
yang secara harfiah mempunyai makna yang sama, secara teknis diterapkan bagi seorang
ahli hukum yang dengan kemampuan akalnya berusaha keras untuk menentukan
pendapat di lapangan hukum mengenai hal yang pelik dan meragukan.
Endang Saifuddin Anshari mengartikan ijtihad secara terminologis sebagai usaha
sungguh-sungguh seseorang (beberapa orang) ulama tertentu, yang memiliki syarat-
syarat tertentu, pada suatu tempat dan waktu tertentu, untuk merumuskan kepastian atau
penilaian hukum mengenai sesuatu (atau beberapa) perkara, yang tidak terdapat
kepastian hukumnnya secara eksplisit dan positif, baik dalam al-Qur`an maupun al-
Hadits. Orang yang berijtihad disebut Mujtahid.
Sedangkan Imam Syaukani mengartikan Ijtihad sebagai “mengerahkan segala
kemampuan daya nalar secara maksimal dalam memperoleh hukum syar’I yang bersifat
amali melalui cara istinbat.
Secara sederhana pengertian ijtihad dapat disimpulkan sebagaimana berikut: 1.
Pengerahan daya nalar secara maksimal. 2. Oleh seorang Faqih (Mujtahid yang telah
memenuhi segala persaratan), 3. Produkknya adalah dugaan kuat tentang hukum
syari’ah yang bersifat amaliah. 4. Usaha ijtihad melalui istinbat.

Penghargaan terhadap Akal dan Anjuran berijtihad


Qur’an mengakui bahwa wahyu sebagai sumber ilmu itu lebih tinggi dari pada
akal, tetapi disamping itu Qur`an juga mengakui bahwa kebenaran ajaran yang
ditetapkan oleh wahyu dapat dipertimbangkan oleh akal. Oleh karena itu al-Qur`an
berseru berulang kali agar manusia mau menggunakan akalnya, dan memuji orang yang
menggunakan akalnya. Seperti yang tersirat dalam beberapa ayat serupa berikut ini:

Bahan ajar AIK I di susun oleh : Mukhsin, S.Ag.MH berdasarkan kurikulum Pendidikan AL-Islam
dan kemuhammadiyah pada Perguruan Tinggi Muhammadiyah yang di terbitkan oleh Majelis Dikti
Pimpinan Pusat muhammadiyah. Tahun Akademik 2015/ 2016
24
“Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan silih bergantinya malam dan
siang terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang berakal. (Yaitu) orang-orang yang
mengingat Allah sambil bediri atau duduk atau dalam keadaan berbaring dan mereka
memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata): “Ya Tuhan kami,
tiadalah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia, Maha Suci Engkau, maka perihalah
kami dari siksa neraka” (QS. Alu Imron [3]: 190-191)
Selanjutnya Qur`an mencela orang yang tidak mau menggunakan akalnya, dan
menyamakannya dengan binatang, serta dikatakan pula sebagai orang tuli, bisu dan buta:
“Dan perumpamaan (orang yang menyeru) orang-orang kafir adalah seperti
penggembala yang memanggil binatang yang tidak mendengar selain panggilan dan
seruan saja. (mereka) tuli, bisu dan buta, maka (oleh sebab itu) mereka tidak mengerti”
(QS. al-Baqarah [2]: 171)
Al-Qur`an juga mengakui perlunya menggunakan pertombangan akal agar orang
sampai kepada keputusan:
“ Dan apabila datang kepada mereka berita tentang keamanan dan ketakutan,
mereka menyiarkan itu. Dan sekiranya mereka mengembalikan itu kepada Rasul dan
Ulil Amri di antara mereka, niscaya orang-orang diantara mereka yang ingin meneliti
(berita) itu, akan mengetahuinya” (QS. an-Nisa` [4]: 83)
Maulana Muhammad Ali menjelaskan bahwa, kata yang dicetak tebal dalam ayat
di atas aslinya berbunyi yastanbithunahu, dari kata istinbath, berasal dari nabatha al-
Bi`ra artinya “menggali sumur dan mengeluarkan air”. Istilah istinbath seorang hakim
berasal dari kata ini, yang artinya “meneliti arti yang tersembunyi dengan jalan ijtihad”.
Ini sama dengan istikhraj yang artinya “menarik kesimpulan dengan analogi (kiyas).
Jadi ayat tersebut mengakui prinsip penggunaan pertimbangan akal, yang ini sama
dengan ijtihad; walaupun peristiwa yang disebutkan dalam ayat tersebut merupakan hal
khusus, tetapi prinsip yang diundangkan itu merupakan prinsip umum.
Selain ayat di atas, terdapat juga hadits Nabi yang diriwayatkan oleh oleh Abu
Dawud, yang dianggap sebagai dasar ijtihad dalam Islam:
“Pada waktu Muadz ditetapkan sebagai gubernur di Yaman, ia ditanya oleh
Nabi SAW, bagaimana ia akan mengadili jika diajukan kepadanya suatu perkara.

Bahan ajar AIK I di susun oleh : Mukhsin, S.Ag.MH berdasarkan kurikulum Pendidikan AL-Islam
dan kemuhammadiyah pada Perguruan Tinggi Muhammadiyah yang di terbitkan oleh Majelis Dikti
Pimpinan Pusat muhammadiyah. Tahun Akademik 2015/ 2016
25
Muadz menjawab: “Aku akan mengadili dengan undang-undang Qur`an”. “tetapi jika
engkau tidak menemukan petunjuk dalam Kitab Suci?” tanya Nabi. “Maka aku akan
mengadili menurut Sunnah Nabi” jawab Muadz. “tetapi jika engkau tidak menemukan
petunjuk dalam Sunnah nabi?”. tanya Nabi. “maka aku akan menggunakan
pertimbangan akalku (ajtahidu) dan mengadili menurut itu” jawab Muadz. Nabi lalu
menepuk lengan Muadz sambil berkata: “Segala puji bagi Allah, yang telah memberi
petunjuk kepada Utusan-Nya seperti yang Ia kehendaki”.
Hadits tersebut tidak hanya menunjukkan bahwa Nabi membenarkan
penggunaan pertimbangan akal, juga menunjukkan bahwa sahabat Nabi menyadari
sepenuhnya prinsip ini, dan bahwa di zaman Nabi, selain beliau sendiri, orang-orang
lainpun menggunakan ijtihad secara bebas bila dianggap perlu.
Masalah-masalah yang menjadi topik ijtihad tentunya tidak semua masalah atau
didasarkan pada sembarang dalil yang terdapat dalam al-Qur`an maupun as-Sunnah.
Akan tetapi masalah tersebut berkisar pada masalah-masalah ijtihadiyah (yang
hukumnya tidak dijelaskan dalam Qur`an dan Sunnah): Pertama, masalah yang tidak
ada nashnya sama sekali. Kedua, masalah yang ada nashnya namun belum pasti untuk
masalah itu. Ijtihad ini dapat dilakukan dengan dua cara: Ijtihad fardi (secara individu)
dan ijtihad jama’I (secara kolektif).

Bahan ajar AIK I di susun oleh : Mukhsin, S.Ag.MH berdasarkan kurikulum Pendidikan AL-Islam
dan kemuhammadiyah pada Perguruan Tinggi Muhammadiyah yang di terbitkan oleh Majelis Dikti
Pimpinan Pusat muhammadiyah. Tahun Akademik 2015/ 2016
26
C. KARAKTERISTIK AJARAN ISLAM
Pinsip Dasar Islam: Upaya menjadikan Islam sebagai Way of Life
Dalam bukunya Wawasan Al-Qur`an, Quraish Syihab menjelaskan bahwa, Islam
mempunyai prinsip-prinsip dasar yang harus mewarnai sikap dan aktivitas pemeluknya.
Puncak dari prinsip itu adalah tauhid. Di sekelilingnya beredar unit-unit bagaikan planet-
planet tata surya yang beredar di sekeliling matahari, yang tidak dapat melepaskan diri
dari orbitnya. Unit-unit tersebut antara lain:
a. Kesatuan alam semesta. Dalam arti, Allah menciptakannya dalam keadaan amat
serasi, seimbang dan berada di bawah pengaturan dan pengendalian Allah SWT
melalui hukum-hukum yang ditetapkan-nya.
b. Kesatuan kehidupan. Bagi manusia ini berarti bahwa kehidupan duniaminya
menyatu dengan kehidupan ukhrowinya. Sukses atau kegagalan ukhrowi,
ditentukan oleh amal duniawinya.
c. Kesatuan ilmu. Tidak ada pemisahan antara ilmu-ilmu agama dan ilmu umum,
karena semuanya bersumber dari satu sumber yaitu Allah SWT.
d. Kesatuan iman dan rasio. Karena masing-masing dibutuhkan dan masing-
masing mempunyai wilayahnya sehingga harus saling melengkapi.
e. Kesatuan agama. Agama yang dibawa oleh para Nabi kesemuanya bersumber
dari Allah SWT., prinsip-prinsip pokoknya menyangkut aqidah, syari’ah dan
akhlaq tetap sama dari zaman dahulu sampai sekarang.
f. Kesatuan kepribadian manusia. Mereka semua diciptakan dari tanah dan Ruh
Ilahi.
g. Kesatuan individu dan masyarakat. Masing-masing harus saling menunjang.

Bahan ajar AIK I di susun oleh : Mukhsin, S.Ag.MH berdasarkan kurikulum Pendidikan AL-Islam
dan kemuhammadiyah pada Perguruan Tinggi Muhammadiyah yang di terbitkan oleh Majelis Dikti
Pimpinan Pusat muhammadiyah. Tahun Akademik 2015/ 2016
27
Sifat Khas Ajaran Islam
Senada dengan uraian di atas, Khurshid Ahmad menegaskan ada beberapa sifat
khas ajaran Islam, diantaranya ialah:
a. Kesederhanaan, rasionalitas dan praktis (amaliah). Islam adalah agama yang
tidak memiliki mitologi. Ajarannya cukup sederhana dan dapat dipahami. Di
dalamnya tidak pernah ada tempat bagi kesyirikan dan keyakinan tak rasional
mengenai dasar islam, yakni Keesaan Allah, kerasulan Muhammad dan
kepercayaan akan hari kiamat. Seluruh ajaran Islam bertolak dari keyakinan
dasar tersebut, dan bersifat sederhana serta langsung. Di dalamnya tidak ada
ritus dan ritual yang sedemikian rumit. Setiap manusia dimungkinkan untuk
memahami Kitab Allah secara langsung dan kemudian menerapkan ketentuan
yang ada ke dalam kehidupan praktis (lihat QS. 13:29)
b. Kesatuan antara materi dan ruhani. Islam tidak memisahkan secara ketat antara
materi dan ruhani. Ia tidak membela pengabaian kehidupan, tetapi justru
mendorong kepuasan dalam kehidupan. Islam tidak menerima asketisme
(kepertapaan). Ia tidak perna meminta manusia agar menjauhi materi. Ia
menunjukkan keluhuran ruhani yang harus diupayakan untuk dicapai lewat cara
hidup yang saleh dalam berhadapan dengan dunia, dan bukan lewat
pengingkaran atas dunia (lihat QS. 2:201 juga 7:32).
c. Sebuah jalan/cara hidup (way of life) yang lengkap. Islam bukan hanya agama
dalam pengertian yang biasa, yang membatasi masalahnya hanya pada hal-hal
pribadi saja. Tetapi ia merupakan pandangan hidup yang lengkap, yang
melingkupi seluruh aspek eksistensi kehidupan manusia.
d. Keseimbangan antara individualisme dan kolektivisme. Salah satu keunikan
Islam adalah penekanan pada pentingnya keseimbangan antara individualisme
dan kolektivisme. Dijelaskannya pengertian personalitas pribadi manusia, serta
pertanggungjawabannya kepada Tuhannya. Dijaminnya hak-hak dasar pribadi,
dan tidak dibiarkannya seseorangpun untuk meremehkannya. Dan sebaliknya
Islam juga membangkitkan rasa tanggungjawab kemasyarakatan pada manusia,

Bahan ajar AIK I di susun oleh : Mukhsin, S.Ag.MH berdasarkan kurikulum Pendidikan AL-Islam
dan kemuhammadiyah pada Perguruan Tinggi Muhammadiyah yang di terbitkan oleh Majelis Dikti
Pimpinan Pusat muhammadiyah. Tahun Akademik 2015/ 2016
28
mengorganisasi manusia di dalam masyarakat dan negara dan mendorong
pribadi agar berbuat baik untuk kemashlahatan (kebaikan) bersama.
e. Universalitas dan humanitas. Pesan Islam disampaikan untuk seluruh umat
manusia. Allah dalam pengertian Islam adalah Tuhan bagi seluruh alam (lihat
QS. 1:1), dan Rasulullah SAW diutus bagi seluruh umat manusia (lihat QS.
7:158 dan QS. 21:107). Dalam Islam, seluruh manusia sama derajatnya, apapun
warna kulit, bahasa, ras atau nasionalitasnya. Semuanya di hadapan Allah sama
kecuali takwanya.

Dari prinsip-prinsip semacam di atas, seorang Muslim terutama warga


Muhammadiyah menjadi wajib untuk menjadikan Islam sebagai way of life (jalan
hidup)-nya yang bersifat dinamis dan progresif mengikuti perkembangan positif
masyarakatnya, dan karena itu pula Islam memperkenalkan dirinya sebagai agama yang
universal, agama yang selalu sesuai kapan dan dimanapun juga. Wa Allahu a’lam!

Bahan ajar AIK I di susun oleh : Mukhsin, S.Ag.MH berdasarkan kurikulum Pendidikan AL-Islam
dan kemuhammadiyah pada Perguruan Tinggi Muhammadiyah yang di terbitkan oleh Majelis Dikti
Pimpinan Pusat muhammadiyah. Tahun Akademik 2015/ 2016
29
DAFTAR PUSTAKA

Abidin, Zainal, 1992, Seluk-Beluk Al-Qur`an, Jakarta: Rineka Cipta.

Ahmad, Khurshid dkk., Islam: Sifat, Prinsip Dasar dan Jalan Menuju Kebenaran,
Jakarta: Srigunting.

Ali, Abdullah dkk, 1994, Studi Islam I, Surakarta: PSIK-UMS.

Ali, Maulana Muhammad, 1980, Islamologi (Dinul Islam), terj. R. Kaelan & H.M.
Bachrun, Jakarta: PT. Ikhtiar Baru – Van Hoeve.

Al-Khallaf, Abd al-Wahhab, 1972, Ilmu Ushul al-Fiqh, Jakarta: al-Majlis al-`Ala al-
Indonesia li al-Da’wah al-Islamiyah, cet.IX.

Al-Qattan, Manna’ Khalil, 1996, Studi Ilmu-Ilmu al-Qur`an (terj.), Bogor: Litera Antar
Nusa.

Anshari, Endang Saifuddin, 1986, Wawasan Islam: Pokok-Pokok Fikiran tentang Islam
dan Umatnya, Jakarta: Rajawali

Ash-Shiddieqy, Muhammad Hasbi, 1999, Kriteria Sunnah dan Bid’ah, Semarang: PT.
Pustaka Rizki Putra.

As-Shalih, Subhi, 1991, Membahas Ilmu-Ilmu al-Qur`an (terj.), Jakarta: Pustaka


Firdaus.

As-Suyuti, Imam, 1996, Apa itu al-Qur`an, Jakarta: Gema Insani Press.

Azami, M.M., 1994, Hadits Nabawi dan Sejarah Kodifikasinya, Jakarta: Pustaka
Firdaus.

Esack, Farid, 2000, Al-Qur`an, Liberalisme, Pluralisme: Membebaskan yang Tertindas,


ter. Watung A Budiman, Bandung: Mizan.

Madjid, Nurcholis, 1992, Islam Doktrin dan Peradaban, Sebuah Tela’ah Kritis tentang
Masalah Keimanan, Kemanusiaan dan Kemodernan, Jakarta: Paramadina.

Majid, Abdul dkk. 1995, Al-Islam I, Malang: LSIK-UMM

Munawir, Ahmad Warson, 1984, Kamus al-Munawwir, Jakarta: Pustaka Progresif.

Nasution, Harun, 1979, Islam Ditinjau dari Berbagai Aspeknya, jilid I, Jakarta: UI-
Press.

Bahan ajar AIK I di susun oleh : Mukhsin, S.Ag.MH berdasarkan kurikulum Pendidikan AL-Islam
dan kemuhammadiyah pada Perguruan Tinggi Muhammadiyah yang di terbitkan oleh Majelis Dikti
Pimpinan Pusat muhammadiyah. Tahun Akademik 2015/ 2016
30
_______, 1995, Islam Rasional: Gagasan dan Pemikiran Prof. Dr. Harun Nasution,
Bandung: Mizan.

Nata, Abuddin, 1999, Metodologi Studi Islam, Jakarta: Rajawali Press


Rahman, Fazlur, 1993, Metode dan Alternatif Neomodernisme Islam, Bandung: Mizan.

Razak, Nasruddin, 1977, Dienul Islam, Bandung: al-Ma’arif.

Shihab, Quraish, 1995, Membumikan al-Qur`an, Bandung: Mizan

_____, 1996, Wawasan al-Qur`an: Tafsir Maudlu’i atas Berbagai Persoalan Umat,
Bandung: Mizan.

Smith, Huston, 1985, Agama Manusia, Jakarta: Yayasan Obor Indonesia.

Syaltut, Syeikh Mahmud, 1967, Islam Sebagai Aqidah dan Syari’ah, (terj. H. Bustami
dkk.), Jakarta.

MANUSIA DAN KEHIDUPAN

Bahan ajar AIK I di susun oleh : Mukhsin, S.Ag.MH berdasarkan kurikulum Pendidikan AL-Islam
dan kemuhammadiyah pada Perguruan Tinggi Muhammadiyah yang di terbitkan oleh Majelis Dikti
Pimpinan Pusat muhammadiyah. Tahun Akademik 2015/ 2016
31

A. PERJALANAN HIDUP MANUSIA


Manusia adalah makhluk Allah yang unik dan penuh misteri. Ada yang
menyebut manusia adalah homo sapiens (makhluk yang mempunyai akal budi); ada pula
yang menjulukinya dengan animal rationale atau hayawan nathiq (binatang yang
berfikir), homo luquen (makhluk yang pandai menciptakan Bahasa), homo faber
(makhluk yang pandai membuat alat perkakas), zoon politicon (makhluk
bermasyarakat), homo luden (makhluk yang suka main), homo deleqaus (makhluk yang
bisa menyerahkan kerja dan kekuasaannya pada orang lain) dan julukan-julukan lainnya.
Al-Qur’an menyebut manusia dengan istilah yang berbeda-beda, yaitu basyar
(35 kali) dalam bentuk mufrad dan sekali dalam bentuk mutsanna), al-ins (18x), al-
insan (65x), an-nas (240x), Bani Adam (7x) dan dzuriyah Adam (1x). Kata basyar
digunakan untuk menunjuk kepada manusia sebagai makhluk biologis yang
memeerlukan makanan, minuman, udara dan melakukan aktifitas fisik sama seperti
makhluk hidup lainnya. Kata al-ins digunakan untuk menunjuk sifat manusia sebagai
makhluk yang jinak atau beradab, tidak liar atau tidak biadab, kebalikan dari sifat jin
yang makhluk metafisik bersifat liar dan bebas karena tidak mengenal ruang dan waktu.
Istilah kata al-insan, sekalipun dilihat dari segi asal kata sama dengan al-ins yaitu
lawan dari liar dan biadab, tetapi dari segi makna penggunaan istilah al-insan menunjuk
kepada manusia sebagai makhluk yang layak menjadi khalifah di bumi dan mampu
memikul beban-beban taklif dan memikul amanah. Hal ini karena manusia mendapat
keistimewaan mempunyai akal dan kemampuan berfikir, pandai berbicara, memiliki
kemampuan memilih antara yang baik dan yang buruk, dan dapat menghadapi berbagai
ujian serta mengatasi rintangan alam dalam kehidupannya. Dengan kata lain, al-insan
digunakan al-Qur’an untuk manusia dengan seluruh totalitasnya, jiwa dan raga.
Sedangkan kata an-nas menunjukkan secara keseluruhan manusia, baik sebagai basyar,
ins, al-insan, sebagai anak cucu Adam dan Hawa sebagai tersebut dalam firman Allah
Q.S. Al-Hujurat (49) ayat 13.
Istilah Bani atau Dzuriyah Adam digunakan untuk manusia merujuk pada
manusia pertama, yaitu Nabi Adam AS. Penggunaan kedua istilah ini, misalnya, terdapat

Bahan ajar AIK I di susun oleh : Mukhsin, S.Ag.MH berdasarkan kurikulum Pendidikan AL-Islam
dan kemuhammadiyah pada Perguruan Tinggi Muhammadiyah yang di terbitkan oleh Majelis Dikti
Pimpinan Pusat muhammadiyah. Tahun Akademik 2015/ 2016
32
dalam Q.S. Al-A’raf (7) ayat 31 dan Q.S. Maryam (19) ayat 58. Sebagai basyar,
manusia tidak berbeda dengan makhluk lainnya, sedangkan sebagai insan, an-nas, bani
Adam manusia dimuliakan dan memiliki kesempurnaan ruh dan jasmani disbanding
makhluk-makhluk lainnya.
Pada aspek proses penciptaannya, al-Qur’an setidaknya menyebutkan adanya
empat macam cara, yaitu:
1. Diciptakan dari tanah (penciptaan Nabi Adam AS); hal ini dapat merujuk pada ayat
sebagai berikut:
“Dialah yang menciptakan kamu dari tanah, sesuda itu ditentukannya ajal
(kematianmu), dan ada lagi suatu ajal yang ditentukan (untuk berbangkit) yang ada
pada sisi –Nya, kemudian kamu masih ragu-ragu (tentang berbangkit itu” (Q.S. Al-
An’am: 2)
2. Diciptakan dari (tulang rusuk) Adam (pencipataan Hawa). Terkait penciptaan Hawa,
di dalam al-Qur’an tidak disebutkan secara teknis bagaimana dia diciptakan. Al-
Qur’an hanya mengatakan bahwa Allah mencitakan dari diri yang satu (Adam)
pasangannya (Q.S. An-Nisa’: 1).
3. Diciptakan melalui seorang ibu dengan proses kehamilan tanpa ayah, baik secara
hukum maupun secara biologis (penciptaan Nabi Isa AS).
4. Diciptakannya manusia melalui kehamilan (proses reproduksi) dengan adanya ayah
biologis dan hukum, atau minimal secara biologis semata.
Al-Qur’an sebagai sumber ajaran Islam, mengandung berbagai ajaran termasuk
terkait kejadian manusia. Melalui al-Qur’an, manusia mengetahui siapa dirinya, dari
mana dia berasal, di mana dia berada (sekarang), dan kemana dia pergi. Gambaran
mengenai tahapan kejadian manusia dapat dilihat sebagai berikut:
1. Melalui masa yang tidak disebutkan (Q.S. al-Insan: 1)
2. Mengalami beberapa tingkatan kejadian (Q.S. Nuh: 14)
3. Pada masa ruh berjanji kepada Allah (Q.S. Al-A’raf: 172)
4. Ditumbuhkan dari tanah seperti tumbuh-tumbuhan (Q.S. Nuh: 17)
5. Dijadikan dari tana liat (lazib) (Q.S. Ash-Shaffat: 11)
6. Dijadikan dari tanah kering (shalshal) dan lumpur hitam (hamain) (Q.S. al-Hijr: 28)

Bahan ajar AIK I di susun oleh : Mukhsin, S.Ag.MH berdasarkan kurikulum Pendidikan AL-Islam
dan kemuhammadiyah pada Perguruan Tinggi Muhammadiyah yang di terbitkan oleh Majelis Dikti
Pimpinan Pusat muhammadiyah. Tahun Akademik 2015/ 2016
33
7. Berproses dari saripati tanah, nuthfah dalam rahim, segumpal darah, segumpal
daging, tulang, dibungkus dengan daging, makhluk yang paling baik (Q.S. Al-
Mu’minun: 12 – 14)
8. Kejadian ditiupkan ruh (Q.S. Ash-Shad: 72, Al-Hijr: 29)
9. Lahir menjadi bayi (Q.S. Al-Hajj: 5)
10. Dia jadikan pendengaran, penglihatan, dan hati (Q.S. An-Nahl: 78)
11. Tumbuh anak-anak, dewasa, tua, pikun (Q.S. al-Hajj: 5)
12. Kemudian mati (Q.S. Al-Mu’minun: 15)
13. Dibangkitkan dari kubur di hari kiamat (Q.S. Al-Mu’minun: 16)
Dalam proses kehidupannya, manusia akan melewati beberapa fase kehidupan
dan di alam terakhirlah yang dianggap sebagai kehidupan yang kekal (abadi). Adapun
lima fase kehidupan manusia tersebut adalah:
1. Alam Ruh. Alam Ruh adalah alam di mana sebelum jasad manusia diciptakan. Dalam
Alam ini setiap jiwa dari manusia telah diambil kesaksian dan melakukan perjanjian
dengan Allah SWT, dengan Nabi Adam dan penduduk langit sebagai saksi. Karena
itu kenyataan yang harus dihadapi oleh setiap manusia adalah; sesungguhnya tidak
ada satu jiwa pun yang lahir ke dunia ini, kecuali Allah telah mengambil perjanjian
dan kesaksian setiap manusia ketika di alam ruh, bahwa Allah adalah Rabb. Allah
melakukan hal ini agar menguji manusia dalam kehidupan dunia dan nanti pada hari
akhirat tidak ada satupun manusia yang akan mengingkari tentang keEsaan Allah,
atau agar tidak ada alasan manusia untuk mengatakan bahwa mereka mengikuti
agama dari bapak dan nenek moyang, sehingga hidup di dunia dengan menyekutukan
Allah.
2. Alam Rahim. Alam Rahim adalah alam kandungan ibu tempat di mana penciptaan
jasad manusia dan penentuan kadar nasib kita di dunia seperti hidup, rezeki, jodoh
dan kapan dimana kita akan meninggal.
3. Alam Dunia. Alam Dunia adalah alam tempat ujian bagi manusia, siapakah di antara
mereka yang akan paling baik amalannya. Fase ini dikatakan Nabi Muhammad SAW
sebagai jembatan bagi manusia menuju kehidupan alam akhirat. Pada fase ini
manusia mengalami pertumbuhan psikologi dari masa anak-anak, dewasa, tua, dan

Bahan ajar AIK I di susun oleh : Mukhsin, S.Ag.MH berdasarkan kurikulum Pendidikan AL-Islam
dan kemuhammadiyah pada Perguruan Tinggi Muhammadiyah yang di terbitkan oleh Majelis Dikti
Pimpinan Pusat muhammadiyah. Tahun Akademik 2015/ 2016
34
mengalami kematian. Allah menegaskan bahwa setiap perbuatan yang dilakukan oleh
manusia di alam dunia ini, sekecil apapun akan diberi balasan yang setimpal, baik
berupa kebaikan maupun keburukan (Q.S. Al-Zalzalah: 7-8).
4. Alam Kubur. Alam Kubur adalah alam tempat penantian untuk menanti hari kiamat,
di alam ini Allah menyediakan dua keadaan, nikmat atau azab kubur. Alam kubur
sering disebut juga sebagai alam barzakh, yaitu sesuatu yang terletak di antara dua
barang atau penghalang. Pada fase ini ruh manusia sudah menyadari akan kebenaran
janji-janji Allah (Q.S. Al-Mu’minun: 99 – 100), dan bahkan pada manusia yang
ingkar sudah diperlihatkan neraka dan siksanya (Q.S. al-Mu’min: 45 – 46).
5. Alam Akhirat. Alam Akhirat, alam tempat pembalasan amal-amal seluruh makhluk-
Nya, di alam ini Allah menentukan keputusan dua tempat untuk manusia, apakah ia
akan menghuni surga atau menghuni neraka. Alam ini akan hadir setelah
dirusakkannya secara total seluruh alam dan terjadinya kebangkitan total manusia
dari alam kubur menuju pada Mahsyar untuk melaksanakan pengadilan terbuka
sebagai penentu apakah seseorang akan mendapatkan surga atau neraka.

B. RAGAM ORIENTASI HIDUP MANUSIA


Hidup di dunia ini tidak berjalan lurus dan abadi. Allah menciptakan kehidupan
penuh dengan warna-warni yang pasti dirasakan oleh setiap manusia. Ada rasa sedih
dan duka, ada pula rasa senang dan gembira yang mewarnai hidup manusia silih
berganti. Tak ada yang tetap. Dari waktu ke waktu pasti lambat laun terus mengalami
perubahan. Manusia adalah makhluk pilihan dan makhluk yang dimuliakan oleh
Allah SWT dari makhluk-makhluk yang lainnya, yaitu dengan keistimewaan yang
dimilikinya, seperti akal yang mampu menangkap sinyal-sinyal kebenaran,
merenungkannya, dan kemudian memilihnya. Allah SWT telah menciptakan manusia
dengan ahsanu taqwim, dan telah menundukkan seluruh alam baginya agar ia mampu
memelihara dan memakmurkan serta melestarikan kelangsungan hidup yang ada di
alam ini.
Melalui akal yang dimilikinya, manusia diharapkan mampu memilah dan memilih
nilai-nilai kebenaran, kebaikan, dan keindahan yang tertuang dalam risalah para

Bahan ajar AIK I di susun oleh : Mukhsin, S.Ag.MH berdasarkan kurikulum Pendidikan AL-Islam
dan kemuhammadiyah pada Perguruan Tinggi Muhammadiyah yang di terbitkan oleh Majelis Dikti
Pimpinan Pusat muhammadiyah. Tahun Akademik 2015/ 2016
35
Rasul. Dengan hatinya, manusia mampu memutuskan sesuatu yang sesuai dengan
iradah Robbnya dan dengan raganya, manusia diharapkan pro-aktif untuk melahirkan
karya-karya besar dan tindakan-tindakan yang benar, sehingga ia tetap
mempertahankan gelar kemuliaan yang telah diberikan oleh Allah SWT kepadanya
seperti ahsanu taqwim, ulul albab, rabbaniun dan yang lainnya.
Selain itu, al-Qur’an juga menjelaskan bahwa manusia memiliki dua kekuatan yang
sangat dominan dalam dirinya yang mampu mempengaruhi setiap pikiran dan
perbuatannya, yaitu kekuatan taqwa dan kekuatan fujur (Q.S. Asy-Syam: 8-9).
Kekuatan taqwa didorong oleh nafsu mutmainnah (jiwa yang tenang) untuk selalu
menerjemahkan kehendak ilahiah dalam realitas kehidupan. Sedangkan kekuatan
fujur yang di dominasi oleh nafsu ammarah (nafsu angkara murka) senantiasa
memerintahkan manusia untuk masuk dalam dunia kegelapan. Dalam perwujudan
kehidupan sehari-hari, manusia dapat diklasifikasikan menjadi tiga, yaitu sabiqun bil
khairat, muqtashidun dan dzalimun linafsihi. Hal ini dijelaskan dalam firman Allah
SWT sebagai berikut:
“Kemudian Kitab itu Kami wariskan kepada orang-orang yang Kami pilih di antara
hamba-hamba Kami, lalu di antara mereka ada yang menganiaya diri mereka
sendiri
dan di antara mereka ada yang pertengahan dan diantara mereka ada (pula) yang
lebih dahulu berbuat kebaikan dengan izin Allah. Yang demikian itu adalah
karunia yang amat besar.” (Q.S. Faathiir: 32).
Ayat tersebut dapat menggambarkan tiga orientasi hidup manusia di dunia, yaitu
sebagai berikut:
1. Sabiqun bil khairat
Manusia yang termasuk dalam kategori ini adalah manusia yang orientasi hidupnya
tidak hanya puas melakukan kewajiban dan meninggalkan hal-hal yang diharamkan
oleh-Nya, namun ia terus berlomba dan berpacu untuk mengaplikasikan sunnah-
sunnah yang telah digariskan, dan menjauhi hal-hal yang dimakruhkan. Akal
sehatnya menerawang jauh ke depan untuk menggagas karya-karya besar dan
langkah-langkah positif. Hati sucinya menerima pilihan-pilihan akal selama tidak

Bahan ajar AIK I di susun oleh : Mukhsin, S.Ag.MH berdasarkan kurikulum Pendidikan AL-Islam
dan kemuhammadiyah pada Perguruan Tinggi Muhammadiyah yang di terbitkan oleh Majelis Dikti
Pimpinan Pusat muhammadiyah. Tahun Akademik 2015/ 2016
36
bertentangan dengan nilai-nilai Islam. Inilah hamba yang selalu melihat kehidupan
dengan cahaya bashirah. Hamba yang hatinya senantiasa dihiasi ketundukan, cinta,
pengagungan, dan kepasrahan kepada Allah SWT.
2. Muqtashidun
Manusia yang masuk dalam kategori ini adalah manusia muslim yang orientasi
hidupnya hanya puas ketika mampu mengamalkan perintah dan meninggalkan
larangan Allah SWT. Dalam benaknya, tidak pernah terlintas ruh kompetitif dalam
memperluas wilayah iman ke wilayah ibadah yang lebih jauh lagi, yaitu wilayah
sunnah. Imannya hanya bisa menjadi benteng dari hal-hal yang diharamkan dan
belum mampu membentengi hal-hal yang dimakruhkan.
3. Dzalimun linafsihi
Manusia yang termasuk dalam kelompok ini adalah manusia yang orientasi
hidupnya masih mencampuradukkan antara yang hak dan batil. Selain ia
mengamalkan perintah-perintah Allah SWT, ia juga masih sering berkubang dalam
kubangan lumpur dosa. Jadi, dalam diri manusia tersebut ada dua kekuatan yang
mempengaruhinya, tergantung kekuatan mana yang lebih dominan, dan dalam
kelompok ini, nampaknya kekuatan syahwat yang mendominasi kehidupannya,
sehingga hatinya sakit parah.
Pada bagian lain, al-Qur’an menggambarkan manusia ke dalam tiga kelompok
besar, yaitu:
1. Kelompok yang menganggap bahwa hidup ini hanya satu kali. Oleh karena itu
mereka beranggapan bahwa hidup ini harus dinikmati sepuas-puasnya. Mereka
tidak meyakini ada kehidupan sesudah mati. Bila nyawa sudah tak lagi berada di
raga, maka berakhirlah dan tak ada kelanjutannya. Demikian yang termaktub
dalam Al Qur’an Surat Al Jatsiyah : 24.
2. Kelompok yang memburu dunia dengan meninggalkan akhirat, padahal mereka
tahu ada kehidupan setelah mati. Akhirnya yang didapat hanyalah kesia-siaan.
Sebab dunia tidak berlaku abadi, pada akhirnya semua akan musnah. Dunia yang
dikejar tak dapat, akhirat yang ditinggalkan pun hilang begitu saja. Mereka tak
memperoleh apa-apa.

Bahan ajar AIK I di susun oleh : Mukhsin, S.Ag.MH berdasarkan kurikulum Pendidikan AL-Islam
dan kemuhammadiyah pada Perguruan Tinggi Muhammadiyah yang di terbitkan oleh Majelis Dikti
Pimpinan Pusat muhammadiyah. Tahun Akademik 2015/ 2016
37
3. Kelompok yang menjadikan dunia sebagai sawah ladang untuk bercocok tanam
dan hasilnya akan dinikmati di akhirat nanti. Mereka beranggapan bahwa dunia
hanyalah sebagai tempat persinggahan. Segalanya akan kembali dan abadi di alam
akhirat (QS. Al An’am : 32).

C. TUJUAN DAN FUNGSI PENCIPTAAN MANUSIA


Allah menyatakan secara tegas bahwa tujuan diciptakannya manusia adalah untuk
beribadah. Sebagaimana termaktub dalam Q.S. Adz-Dzariyat ayat 56: artinya:
“dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka mengabdi
kepada-Ku”.
Ibadah disini dipahami secara umum, yaitu mendekatkan diri kepada Allah dengan
melaksanakan segala perintah-Nya, meninggalkan segala larangan-Nya, dan
mengerjakan apa yang diijinkan oleh Syari’ (Allah SWT). Dalam konteks ini
ibadah tidak hanya bersifat mahdah (khusus), yaitu ibadah yang segala
ketentuannya sudah ditetapkan oleh Allah dan Rasulullah SAW. Tetapi juga
ibadah yang bersifat ghairu mahdah (umum), yaitu segala bentuk amaliyah yang
diijinkan oleh Allah dan diniatkan ikhlas untuk meraih ridlo-Nya.
Dalam konteks ibadah khusus berlaku rumusan, semuanya dilarang kecuali yang
diperintahkan. Ibadah khusus tidak boleh ditambah-tambah maupun dikurangi.
Apabila dikurangi maka ibadah menjadi batal, dan apabila ditambahi maka
menjadi bid’ah. Sedangkan bid’ah sendiri merupakan perbuatan sesat, dan semua
yang sesat akan masuk neraka. Rasaulullah SAW mengingatkan dengan keras
kepada umatnya untuk tidak melakukan bid’ah dalam beribadah. Shalat, puasa,
zakat, haji, do’a, dzikir, qurban, dan ‘aqiqah adalah beberapa contoh ibadah
mahdlah. Shalat misalnya, haruslah ditegakkan dengan mengikuti tata cara dan
aturan teknis yang telah ditentukan oleh al-Qur’an dan Sunnah. Ibadah shalat akan
diterima oleh Allah SWT apabila dilaksanakan dengan ikhlas mengikuti sunnah
Rasulullah SAW. Ikhlas saja tanpa mengikuti sunnah tidak diterima, begitu pula
sebaliknya, mengikuti sunnah tetapi tidak ikhlas juga menjadi sia-sia. Demikian
pula dengan ibadah-ibadah mahdlah lainnya.

Bahan ajar AIK I di susun oleh : Mukhsin, S.Ag.MH berdasarkan kurikulum Pendidikan AL-Islam
dan kemuhammadiyah pada Perguruan Tinggi Muhammadiyah yang di terbitkan oleh Majelis Dikti
Pimpinan Pusat muhammadiyah. Tahun Akademik 2015/ 2016
38
Sedangkan dalam ibadah umum berlaku rumusan, semuanya boleh kecuali yang
dilarang. Dalam ibadah umum titik pentingnya adalah kreatifitas yang tidak
melanggar aturan agama. Oleh sebab itu, ibadah jenis ini bersifat ta’aqquli
(bernilai obyektif dan perlu kecerdasan untuk mengembangkannya). Sedangkan
dalam ibadah khusus, titik pentingnya adalah kepatuhan secara penuh kepada
aturan dan tata cara yang telah ditetapkan. Oleh sebab itu, ibadah khusus ini
bersifat ta’abbudi (bersifat subyektif dan perlu kepatuhan secara absolut).
Di samping beribadah kepada Allah SWT, manusia diciptakan oleh Allah sebagai
khalifah yang mengemban amanat Allah SWT. Proses pemberian amanat ini
tergambar dalam firman Allah sebagai berikut: Al-Ahjab: 72
72. Sesungguhnya Kami telah mengemukakan amanat[1233] kepada langit, bumi
dan gunung-gunung, Maka semuanya enggan untuk memikul amanat itu dan
mereka khawatir akan mengkhianatinya, dan dipikullah amanat itu oleh manusia.
Sesungguhnya manusia itu Amat zalim dan Amat bodoh,
[1233] Yang dimaksud dengan amanat di sini ialah tugas-tugas keagamaan.

Pemberian amanat ini kepada manusia bukanlah tanpa sebab. Manusia merupakan
makhluk berbudaya, makhluk yang terhormat dan dilebihkan di atas makhluk
Allah lainnya (Q.S. Al-Isra’: 70). Di antara amanat yang diembankan kepada
manusia adalah untuk memakmurkan kehidupan di bumi (Q.S. Hud: 61). Manusia
pun diangkat Tuhan untuk menjadi khalifah di muka bumi, yaitu sebagai wakil
atau pengganti Tuhan untuk mengelola bumi ini atas nama Allah SWT.
Sebagaimana firman Allah dalam surat Al-Baqarah ayat 30:
30. ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada Para Malaikat: "Sesungguhnya
aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi." mereka berkata:
"Mengapa Engkau hendak menjadikan (khalifah) di bumi itu orang yang akan
membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah, Padahal Kami Senantiasa
bertasbih dengan memuji Engkau dan mensucikan Engkau?" Tuhan berfirman:
"Sesungguhnya aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui."

Bahan ajar AIK I di susun oleh : Mukhsin, S.Ag.MH berdasarkan kurikulum Pendidikan AL-Islam
dan kemuhammadiyah pada Perguruan Tinggi Muhammadiyah yang di terbitkan oleh Majelis Dikti
Pimpinan Pusat muhammadiyah. Tahun Akademik 2015/ 2016
39
Sebagai makhluk pengemban amanat, manusia akan dimintai pertanggungjawaban
atas amanat itu oleh Allah SWT yang telah memberi amanat kepadanya.
K.H.Ahmad Azhar Basyir menyatakan bahwa hal ini menunjukkan bahwa
manusia sesungguhnya merupakan makhluk pengemban amanat yang
bertanggungjawab atau dapat dikatakan pula bahwa manusia itu adalah “makhluk
fungsional yang bertanggung jawab” (Q.S. Al-Mu’minun: 115). Fungsi manusia
yang termasuk di dalam amanat yang wajib ditunaikan dan akan dimintai
pertanggungjawaban oleh Allah itu meliputi:
1. Fungsi terhadap diri pribadi
Fungsi manusia terhadap diri pribadi adalah memenuhi tuntutan kehidupan jasmani
dan rohaninya. Jasmani manusia membutuhkan makan, minum, pakaian, tempat
tinggal, istirahat, dan sebagainya. Memenuhi fungsi terhadap diri pribadi bernilai
pengabdian atau ibadah kepada Allah. Oleh karenanya harus dilaksanakan sesuai
petunjuk Allah, baik yang langsung tertuang dalam al-Qur’an atau melalui sunnah
Rasul-Nya.
Ruhaniah manusia terdiri dari akal, rasa, dan kehendak. Akal berwatak selalu
berfikir. Jangan sampai akal tidak berfungsi berfikir. Jangan makan minum yang
berakibat hilangnya potensi akal. Jangan menyampingkan pertimbangan fikiran
yang sehat dalam melestarikan tradisi nenek moyang. Dilestarikan yang benar-benar
sejalan dengan fikiran yang sehat saja dan sejalan dengan ajaran Islam. Jangan
mengikuti suatu ajaran yang tidak dapat dipertahankan dengan akal fikiran yang
sehat. Ilmu pengetahuan dituntut agar fikiran berfungsi. Rasa pun harus dipenuhi
kebutuhannya. Kehendak harus selalu dipupuk agar gairah hidup dapat diisi dengan
berbagai macam inisiatif yang kreatif dan berguna bagi diri sendiri maupun orang
lain, dalam rangka melaksanakan petunjuk Allah.
2. Fungsi terhadap masyarakat
Fungsi manusia terhadap masyarakat bertumpu pada mewujudkan hidup tolong
menolong dalam kebaikan dan ketaqwaan (Q.S. Al-Maidah: 2). Manusia makhluk
sosial. Tidak mungkin manusia hidup seorang diri tanpa ada orang lain. Sebagai
anggota masyarakat, manusia dengan sesamanya saling bergantung. Oleh karenanya

Bahan ajar AIK I di susun oleh : Mukhsin, S.Ag.MH berdasarkan kurikulum Pendidikan AL-Islam
dan kemuhammadiyah pada Perguruan Tinggi Muhammadiyah yang di terbitkan oleh Majelis Dikti
Pimpinan Pusat muhammadiyah. Tahun Akademik 2015/ 2016
40
dalam hubungan hidup bermasyarakat timbul hubungan hak dan kewajiban. Setiap
individu wajib memenuhi hak orang lain. Dengan saling memenuhi kewajibannya
terhadap orang lain, hak masing-masing terpenuhi. Dalam hidup bermasyarakat
jangan sampai dilakukan hal-hal yang merugikan orang lain. Sebaik-baik manusia
adalah yang paling bermanfaat bagi orang lain.
Hidup tolong menolong dapat bersifat materiil dan non materiil. Membantu orang
lain dengan sejumlah uang, meringkankan beban hutangnya, beban biaya
pendidikan anaknya, memberikan jaminan pengobatan, dan lain-lain, adalah contoh
tolong menolong yang sifatnya materiil. Sedangkan yang bersifat non materiil,
dapat berupa saling memberi nasehat, mengajak berbuat baik, amar ma’ruf nahi
munkar, memberikan pengajaran, dan lain-lain.
3. Fungsi terhadap alam lingkungan
Manusia adalah khalifah Allah di muka bumi. Allah menundukkan isi langit dan
bumi kepada manusia, guna melayani hidup manusia dalam melaksanakan
fungsinya sebagai khalifah-Nya (Q.S. al-Jatsiyah: 13). Berbagai macam potensi
sumber daya alam disediakan oleh Allah untuk dimakmurkan untuk kesejahteraan
hidup manusia tidak hanya saat ini, tetapi juga generasi yang akan datang.
Hubungan antara alam dan manusia adalah hubungan pemanfaatan segala potensi
untuk memenuhi kebutuhan hidup dan juga memelihara kelestarian serta
mengembangkan potensi yang ada agar dapat melayani kebutuhan hidup manusia
sepanjang umur kemanusiaan.
Hal penting yang harus diperhatikan bahwa pemenuhan fungsi terhadap alam ini
jangan sampai menyebabkan keselamatan manusia terganggu. Tindakan eksploitasi
alam yang berlebihan, tanpa memperhatikan ketersediaanya untuk generasi akan
datang adalah perilaku yang harus dihindari oleh setiap individu. Hal ini karena
sikap berlebih-lebihan dalam memanfaatkan potensi alam berakibat kerusakan
dalam hidup manusia itu sendiri (Q.S. Ar-Ruum: 41). Untuk itulah manusia harus
melatih diri memiliki keahlian tertentu untuk mengelola alam dengan berbagai
macam cara untuk kebutuhan hajat orang banyak. Melatih diri untuk memiliki

Bahan ajar AIK I di susun oleh : Mukhsin, S.Ag.MH berdasarkan kurikulum Pendidikan AL-Islam
dan kemuhammadiyah pada Perguruan Tinggi Muhammadiyah yang di terbitkan oleh Majelis Dikti
Pimpinan Pusat muhammadiyah. Tahun Akademik 2015/ 2016
41
keahlian merupakan bagian dari pemenuhan fungsi kepada masyarakat dan alam
yang dapat bernilai ibadah.
4. Fungsi terhadap Allah
Manusia sebagai makhluk pengemban amanat Allah berfungsi tehadap Allah.
Fungsi manusia kepada Allah bertumpu pada ajaran yang menegaskan bahwa jin
dan manusia diciptakan Allah agar mereka beribadah kepada-Nya (Q.S. Adz-
Dzariyat: 56). Beribadah kepada Allah dalam artinya yang luas ialah melaksanakan
hidup sesuai pedoman dan petunjuk Allah yang telah disampaikan kepada umat
manusia dengan perantara Rasul-rasul-Nya. Rasul-Rasul Allah diutus silih berganti,
sejak Nabi Adam AS hingga yang terakhir Nabi Muhammad SAW.
Pedoman dan petunjuk Allah yang dibawakan oleh Nabi Muhammad SAW
merupakan tahapan terakhir dari pedoman dan petunjuk-Nya yang diperuntukan
bagi seluruh umat manusia sepanjang masa. Sebagai pedoman dan petunjuk tahapan
terakhir, agama Islam yang dibawakan oleh Nabi Muhammad SAW yang telah
paripurna. Ajaran-ajaran-Nya mencakup seluruh aspek kehidupan manusia,
jasmani-ruhani, individual-sosial, dan dunia-akhirat.
Seluruh umat manusia diperintahkan untuk menganut agama Allah yang telah
paripurna itu, sebagaimana ditegaskan di dalam al-Qur’an surat al-A’raf ayat 158:
Katakanlah: “Hai manusia sesungguhnya aku adalah utusan Allah kepadamu semua,
yaitu Allah Yang mempunyai kerajaan laingit dan bumi; tidak ada Tuhan selain Dia,
Yang menghidupkan dan mematikan, maka berimanlah kamu kepada Allah dan
Rasul-Nya, Nabi yang ummi yang beriman kepada Allah dan kepada kalimat-
kalimat-Nya dan ikutilah dia, supaya kamu mendapat petunjuk”.

Fungsi manusia kepada Allah menuntut agara manusia memenuhi perintah Allah
tersebut. Namun demikian, karena akhirnya manusia kelak dimintai
pertanggungjawaban oleh Allah, manusia diberi kebebasan untuk menerima atau
menolak agama Allah yang telah paripurna itu (Q.S. Al-Kahfi: 29). Tetapi
diperingatkan, bahwa orang yang menganut agama selain Islam yang telah

Bahan ajar AIK I di susun oleh : Mukhsin, S.Ag.MH berdasarkan kurikulum Pendidikan AL-Islam
dan kemuhammadiyah pada Perguruan Tinggi Muhammadiyah yang di terbitkan oleh Majelis Dikti
Pimpinan Pusat muhammadiyah. Tahun Akademik 2015/ 2016
42
paripurna itu akan tergolong orang-orang yang mengalami kerugian, karena agama
selain Islam tidak akan diterima Allah (Q,S, Ali Imran: 85)

D. HIDUP SUKSES DALAM PANDANGAN AL-QUR’AN


Setiap manusia tentu mengharapkan kesukses dalam kehidupannya. Kesuksesan
hidup ditandai dengan lahirnya kebahagiaan dalam hidup dan kehidupannya. Saat
ini banyak orang yang menganggap bahwa yang nama hidup bahagia adalah ketika
memiliki harta yang melimpah dan jabatan yang prestise. Ibnu Khaldun,
sebagaimana dikutip oleh Buya Hamka, menyatakan bahwa bahagia itu adalah
tunduk dan patuh mengikut garis-garis yang ditentukan Allah dan perikemanusiaan.
Al-Ghazali menyatakan bahwa bahagia dan kelezatan sejati adalah bilamana dapat
mengingat Allah.Manusia sesungguhnya memiliki tiga kekuatan, apabila kekuatan-
kekuatan ini dapat dikendalikan dan dimanfaatkan secara seimbang dan
proporsional, maka seseorang akan memperoleh kesempurnaan kebahagiaan. Ketiga
kekuatan itu adalah kekuatan marah, kekuatan syahwat, dan kekuatan ilmu. Hal ini
menunjukkan pemahaman bahwa kebahagiaan itu terletak pada kemampuan
seseorang dalam mengendalikan nafsu dan menahan diri dari sikap berlebih-lebihan
dalam panduan ajaran Islam.
Untuk meraih hidup sukses dan bahagia, maka manusia harus memiliki sikap-sikap
sebagai berikut:
1. Hidup harus berdasar tauhid dan tunduk serta patuh hanya kepada Allah.
Ajaran tauhid adalah essensi dan tumpuan ajaran Islam yang tetap, tidak
berubah-rubah, sejak Nabi Adam hingga Nabi Muhammad SAW. Kepercayaan
tauhid meliputi tiga aspek; yaitu keyakinan bahwa Allah mencipta dan
memelihara alam semesta; keyakinan bahwa Allah adalah Tuhan yang Haq; dan
keyakinan bahwa Allah-lah yang berhak dan wajib disembah. Sikap tauhid akan
menumbuhkan dua kesadaran dalam hidup manusia, yaitu kepercayaan akan hari
akhir di mana manusia akan mempertanggungjawabkan perbuatannya; dan sadar
bahwa hidup manusia semata-mata untuk beramal sholeh. Tauhid juga akan
mengantarkan kehidupan manusia pada posisi dan kedudukannya sebagaimana

Bahan ajar AIK I di susun oleh : Mukhsin, S.Ag.MH berdasarkan kurikulum Pendidikan AL-Islam
dan kemuhammadiyah pada Perguruan Tinggi Muhammadiyah yang di terbitkan oleh Majelis Dikti
Pimpinan Pusat muhammadiyah. Tahun Akademik 2015/ 2016
43
tujuan penciptaannya oleh Allah, mengantarkan manusia pada kedudukan yang
mulia, dan akan mendorong manusia menjadikan hidupnya untuk beribadah.
2. Hidup harus bermasyarakat.
Manusia dengan kehidupannya merupakan obyek pokok dalam hidup
pengabdiannya kepada Allah. Manusia adalah makhluk berpribadi. Namun
pribadi manusia tidak akan mempunyai arti dan nilai hidupnya kalau hidupnya
sendiri-sendiri. Hidup bermasyarakat adalah sunatullah dan berfungsi untuk
memberi nilai yang sebenar-benarnya bagi kehidupan manusia. Ketertiban
pribadi dan hidup bersama adalah unsur pokok dalam membentuk kehidupan
masyarakat yang baik, bahagia, dan sejahtera.
3. Melaksanakan ajaran Islam yang bersumber pada al-Qur’an dan Sunnah dengan
konsisten Agama Islam adalah agama yang mengandung ajaran yang sempurna,
merupakan petunjuk dan rahmat Allah kepada umat manusia untuk mendapatkan
kehidupan yang bahagia. Agama Islam tidak hanya terkait aspek i’tiqad, ibadah,
dan akhlak, tetapi mencakup seluruh kehidupan manusia, baik perseorangan
maupun kelompok/masyarakat.
4. Senantiasa selalu berjuang di jalan Allah (sabilillah)
Pelaksanaan sabilillah adalah bagian dari pemenuhan amanat Allah selaku
khalifatullah fil ardl. Keterlibatan manusia dalam kegiatan sabilillah merupakan
bagian dari tanda keimanannya kepada Allah SWT. Pelaksanaan perjuangan
sabilillah harus dilaksanakan dalam seluruh aspek kehidupan salam rangka
mewujudkan kesuksesan dan kebahagiaan yang holistik. Oleh karenanya untuk
pelaksanaan sabilillah ini diperlukan dukungan ilmu agama dan iptek guna
terlaksananya amanah secara baik dan seimbang antara jasmani-rohani dan
dunia-akhirat.

:Referensi
1. Al-Qur’an dan Terjemahannya, Depag RI

Bahan ajar AIK I di susun oleh : Mukhsin, S.Ag.MH berdasarkan kurikulum Pendidikan AL-Islam
dan kemuhammadiyah pada Perguruan Tinggi Muhammadiyah yang di terbitkan oleh Majelis Dikti
Pimpinan Pusat muhammadiyah. Tahun Akademik 2015/ 2016
44
2. Basyir, Ahmad Azhar, “Manusia di dalam Al-Qur’an” dalam Pendidikan
Perspektif Al-Qur’an, Editor: Yunahar Ilyas dan Muhammad Azhar, Yogyakarta:
LPPI UMY, 1999
3. Faridl, Miftah, Pokok-Pokok Ajaran Islam, Cet. VIII, Bandung: Penerbit Pustaka,
1996
4. Hambali, Hamdan, Ideologi Muhammadiyah, Yogyakarta: SM, 2010
5. Hamka, Tasauf Modern, Jakarta: Pustaka Panjimas, 1990
6. Ilyas, Yunahar, Kuliah Aqidah, Yogyakarta: LPPI UMY
7. __________, Tipologi Manusia dalam Al-Qur’an, Yogyakarta: Labda Press, 2007
8. Shihab, M. Quraish, Wawasan Al-Qur’an, Bandung: Mizan, 2003
9. _______________, Membumikan Al-Qur’an, Bandung: Mizan, 1998

IMAN DAN PENGARUHNYA DALAM KEHIDUPAN

Bahan ajar AIK I di susun oleh : Mukhsin, S.Ag.MH berdasarkan kurikulum Pendidikan AL-Islam
dan kemuhammadiyah pada Perguruan Tinggi Muhammadiyah yang di terbitkan oleh Majelis Dikti
Pimpinan Pusat muhammadiyah. Tahun Akademik 2015/ 2016
45

A. Hakekat Iman
Iman secara etimologis berarti percaya. Perkataan iman diambil dari kata
kerja âmana-yu`minu-îmânan yang berarti percaya atau membenarkan.
Ar-Raghib al-Ashfahani, salah seorang ahli bahasa al-Qur'an mengatakan
bahwa kata iman di dalam al- Qur’an terkadang digunakan untuk arti iman yang
hanya sebatas di bibir saja padahal hati dan perbuatanya tidak beriman, terkadang
digunakan untuk arti iman yang hanya terbatas pada perbuatan saja, sedangkan hati
dan ucapannya tidak beriman dan ketiga kata iman terkadang digunakan untuk arti
iman yang diyakini dalam hati, diucapkan dengan lisan dan diamalkan dalam
perbuatan sehari- hari.
Iman dalam arti semata-mata ucapan dengan lidah tanpa dibarengi dengan
hati dan perbuatan dapat dilihat pada firman Allah:
Dan diantara manusia itu ada orang yang mengatakan: Kami beriman kepada
Allah dan hari Akhirat, sedang yang sebenarnya mereka bukan orang- orang yang
beriman. Mereka hendak menipu Allah dan menipu orang-orang yang beriman,
tetapi yang sebenarnya mereka menipu diri sendiri dan mereka tidak sadar (QS. al-
Baqarah[2]: 8-9).

Sedangkan Iman dalam arti hanya perbuatannya saja yang beriman, tetapi
ucapan dan hatinya tidak beriman., dapat dilihat pada firman Allah:

Sesungguhnya orang-orang munafik (beriman palsu) itu hendak menipu mereka.


Apabila mereka berdiri mengerjakan sembahyang, mereka berdiri dengam malas,
mereka ria (mengambil muka) kepada manusia dan tiada mengingat Allah
melainkan sedikit sekali (QS. an- Nisa[4]: 142).

Adapun Iman dalam arti yang ketiga adalah tashdiqun bi al-qalb wa amalun bi al-
jawatih, artinya keadaan dimana pengakuan dengan lisan itu diiringi dengan

Bahan ajar AIK I di susun oleh : Mukhsin, S.Ag.MH berdasarkan kurikulum Pendidikan AL-Islam
dan kemuhammadiyah pada Perguruan Tinggi Muhammadiyah yang di terbitkan oleh Majelis Dikti
Pimpinan Pusat muhammadiyah. Tahun Akademik 2015/ 2016
46
pembenaran hati, dan mengerjakan apa yang diimankannya dengan perbuatan
anggota badan. Bentuk iman ini dapat dilihat dalam firan Allah:

‘Dan orang-orang yang beriman kepada Allah dan Rasul-Nya, mereka itu adalah
orang- orang yang Shiddiqien (QS. Al- Hadid[57]:19).

Berdasarkan informasi ayat-ayat tersebut dapat diketahui bahwa di dalam al-


Qur’an kata iman digunakan untuk tiga arti yaitu iman yang hanya sebatas pada
ucapan, iman sebatas pada perbuatan, dan iman yang mencakup ucapan. Perbuatan
dan keyakinan dalam hati.
Secara istilah syar’i, sebagaimana yang didefinisikan Imam Malik, Imam
Syafi’i, Imam Ahmad, Al Auza’i, Ishaq bin Rahawaih, madzhab Zhahiriyah dan
segenap ulama selainnya. Iman merupakan sebuah keyakinan menyeluruh baik di
hati, perkataan di lisan, amalan dengan anggota badan. Dengan iman seseorang akan
terus bertambah melakukan ketaatan dan berkurang bahan menjahui kemaksiatan.
Bahkan para ulama salaf menjadikan amal termasuk unsur keimanan. Oleh sebab itu
iman bisa bertambah dan berkurang, sebagaimana amal juga bertambah dan
berkurang.
Dengan demikian definisi iman diatas, setidaknya hakekat iman setidaknya
memiliki 5 karakter: keyakinan hati, perkataan lisan, dan amal perbuatan, bisa
bertambah dan bisa berkurang. Dalam firman-Nya:

Dialah yang telah menurunkan ketenangan ke dalam hati orang-orang mukmin


supaya keimanan mereka bertambah di samping keimanan mereka (yang telah
ada). Dan kepunyaan Allah-lah tentara langit dan bumi dan adalah Allah
Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana (QS. al-Fath [48] : 4.)

Imam Syafi’i berkata, Iman itu meliputi perkataan dan perbuatan. Dia bisa
bertambah dan bisa berkurang. Bertambah dengan sebab ketaatan dan berkurang
dengan sebab kemaksiatan. Imam Ahmad berkata, Iman bisa bertambah dan bisa

Bahan ajar AIK I di susun oleh : Mukhsin, S.Ag.MH berdasarkan kurikulum Pendidikan AL-Islam
dan kemuhammadiyah pada Perguruan Tinggi Muhammadiyah yang di terbitkan oleh Majelis Dikti
Pimpinan Pusat muhammadiyah. Tahun Akademik 2015/ 2016
47
berkurang. Ia bertambah dengan melakukan amal, dan ia berkurang dengan sebab
meninggalkan amal. Imam Bukhari mengatakan, Aku telah bertemu dengan lebih
dari seribu orang ulama dari berbagai penjuru negeri, aku tidak pernah melihat
mereka berselisih bahwasanya iman adalah perkataan dan perbuatan, bisa
bertambah dan berkurang.
Para sahabat dan ulama telah mendefinisikan istilah iman ini, antara lain,
seperti diucapkan oleh Ali bin Abi Talib r.a.: Iman itu ucapan dengan lidah dan
kepercayaan yang benar dengan hati dan perbuatan dengan anggota. Aisyah r.a.
berkata: Iman kepada Allah itu mengakui dengan lisan dan membenarkan dengan
hati dan mengerjakan dengan anggota. Imam al-Ghazali menguraikan makna iman:
"Pengakuan dengan lidah (lisan) membenarkan pengakuan itu dengan hati dan
mengamalkannya dengan rukun-rukun (anggota-anggota).
Dapat di simpukan,seseorang dapat dikatakan sebagai mukmin (orang yang
beriman) sempurna apabila memenuhi unsur unsur keimanan di atas. Apabila
seseorang mengakui dalam hatinya tentang keberadaan Allah, tetapi tidak diikrarkan
dengan lisan dan dibuktikan dengan amal perbuatan, maka orang tersebut tidak
dapat dikatakan sebagai mukmin yang sempurna. Sebab, unsur unsur keimanan
tersebut merupakan satu kesatuan yang utuh dan tidak dapat dipisahkan.
Bila kita ingkar kepada Allah, maka akan mengalami kesesatan yang nyata.
Orang yang sesat tidak akan merasakan kebahagiaan dalam hidup. Oleh karena itu,
beriman kepada Allah sesungguhnya adalah untuk kebaikan manusia. Maka pegang
teguhlah keimanan yang sudah anda miliki.
Keimanan merupakan proses kejiwaan. Dengan keimanan manusia
menangguhkan dan mengesampingkan kemampuan akal yaitu dengan cara
menerima jawaban-jawaban yang bersifat nonrasional atau supra rasional terhadap
pertanyaan-pertanyaan mendasar yang lahir dari lubuk hati nurani manusia yang
paling dalam atau dari perenungan, kontemplasi tentang arti kehidupan dan tentang
alam. Apa dan makna tujuan hidup? Dari mana dan kemana manusia ini? Mengapa
manusia harus mati? Apakah kebahagiaan itu dan bagaimana menggapainya?
Alangkah hebatnya alam ini, alangkah indahnya. Apakah semua ini ada dengan

Bahan ajar AIK I di susun oleh : Mukhsin, S.Ag.MH berdasarkan kurikulum Pendidikan AL-Islam
dan kemuhammadiyah pada Perguruan Tinggi Muhammadiyah yang di terbitkan oleh Majelis Dikti
Pimpinan Pusat muhammadiyah. Tahun Akademik 2015/ 2016
48
sendirinya atau ada yang menciptakan? Mungkinkah alam yang begitu indah dan
serba teratur ini ada yang menciptakan? Atau kalau ada yang menciptakan alangkah
maha kuasanya dia? Siapakah dia, dan apakah dia juga berada di alam ini atau
malah menyatu dengan alam termasuk dalam diri manusia? Ataukah dia berada di
luar alam tetapi juga dalam alam, meliputi segala sesuatu? Bagaimana agar manusia
dapat mengenal dan berhubungan dengannya?
Jawaban pertanyaan, perlu kehadiran keimanan. Ketidak mampuan akal
memberikan jawaban terhadap pertanyaan yang ditimbulkan sendiri, dan keinginan
atau kebutuhan untuk memahami sesuatu yang tidak dapat dipuaskan akal, memaksa
manusia membutuhkan iman. Akan tetapi perlu difahami dan ditegaskan di sini
bahwa adanya keimanan bukan merupakan keterpaksaan sebagai akibat dari ketidak
mampuan manusia untuk membedakan antara hal-hal yang raisonal dengan yang
tidak rasional. Keimanan timbul dari kesukarelaan, dari kesadaran manusia untuk –
sementara- menangguhkan pemikiran yang rasional. Kepercayaan sebagai isu
sentral dalam agama yang didalamnya terdapat sekumpulan jawaban yang
didasarkan atas ilmu ketuhanan Bahkan keimanan juga menyangkut semua
persoalan hidup dan berbagai aspek yang ditimbulkannya. Kepercayaan merupakan
jembatan yang menghubungkan antara pertanyaaan yang rasional dengan jawaban
yang non-rasional. Perlu diingat, dalam kepercayaan, peranan akal tidak bisa
dipisahkan dalam rangka untuk mempertahankan apa yang kita yakini/percaya
bukan mempertanyakan kebenaran tingkah laku kepercayaan itu sendiri.

B. Hubungan Iman, Ilmu, dan Amal


Iman, ilmu dan amal memiliki hubungan yang sangat erat. Di sisi Allah
(akhirat), orang yang berilmu dan beriman akan memperoleh derajat yang lebih
tinggi ketimbang orang yang lain. Allah berfirman:
Hai orang-orang beriman apabila dikatakan kepadamu: "Berlapang-lapanglah
dalam majlis", maka lapangkanlah niscaya Allah akan memberi kelapangan
untukmu. Dan apabila dikatakan: "Berdirilah kamu", maka berdirilah, niscaya
Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang

Bahan ajar AIK I di susun oleh : Mukhsin, S.Ag.MH berdasarkan kurikulum Pendidikan AL-Islam
dan kemuhammadiyah pada Perguruan Tinggi Muhammadiyah yang di terbitkan oleh Majelis Dikti
Pimpinan Pusat muhammadiyah. Tahun Akademik 2015/ 2016
49
yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. Dan Allah Maha Mengetahui apa
yang kamu kerjakan. (QS. al-Mujadilah [54]:11)
Kalimat terakhir dalam ayat tersebut, yakni "Dan Allah Maha Mengetahui
apa yang kamu kerjakan," merupakan isyarat bahwa ilmu adalah sesuatu yang kelak
akan dimintai pertanggungjawaban. Dengan kata lain, ilmu adalah amanah yang
penggunaannya selalu dipantau oleh Allah. Digunakan dalam hal seremeh dan
sekecil apa pun, niscaya tetap akan ada perhitungannya (QS. 99: 7—8). Apabila
ilmu itu dimanfaatkan untuk membangun peradaban, menegakkan kebaikan dan
mencegah kemungkaran, menyejahterakan manusia dan alam semesta, maka orang
yang bersangkutan akan mendapat imbalan menyenangkan ("semacam" surga
seisinya). Namun apabila ilmu itu digunakan untuk menimbulkan dan menyebarkan
kerusakan, menekuk keadilan dan menegakkan kemungkaran, maka balasan Allah
nan pedih telah disiapkan ("semacam" neraka seisinya).
Keterkaitanya dengan amal, iman dan ilmu merupakan landasan dan dasar
pijakan untuk semua perbuatan manusia. Berbagai perbuatan akan memiliki nilai
ibadah kalau bertolak dari keyakinan iman, dan akan senantiasa terkontrol dari
berbagai penyimpangan kalau diimbangi dengan suatu keyakinan iman yang kuat
dan ilmu yang benar. Hal ini dipertegas Allah swt dalam Al-Qur'an yang
mengemukakan bahwa orang-orang yang beriman yang melakukan berbagai amal
shalih akan memperoleh imbalan pahala dari sisi Allah dengan dimasukkannnya ke
dalam surga firdaus dan tidak akan dipindahkan lagi ke tempat lain. Penegasan ini
dikemukakan dalam surah hal- Kahfi ayat 107-108:
(107) Sesungguhnya orang-orang yang beriman dan beramal saleh, bagi mereka
adalah surga Firdaus menjadi tempat tinggal. (108) mereka kekal di dalamnya,
mereka tidak ingin berpindah dari padanya (QS. al-Kahfi[18]:107-108).
Ayat ini memperlihatkan betapa pentingnya aqidah (iman) dan amal shalih,
karena dengan keterpaduan keduanyalah seseorang akan memperoleh pahala yang
besar di sisi Allah dengan jaminan surga firdaus yang sangat nyaman sehingga
mereka pasti tidak akan menginginkan pindah ke tempat lain.

Bahan ajar AIK I di susun oleh : Mukhsin, S.Ag.MH berdasarkan kurikulum Pendidikan AL-Islam
dan kemuhammadiyah pada Perguruan Tinggi Muhammadiyah yang di terbitkan oleh Majelis Dikti
Pimpinan Pusat muhammadiyah. Tahun Akademik 2015/ 2016
50
Al-Raghib al-Asfahani, menjelaskan bahwa kata amal shalih memang
bermakna perbuatan baik sebagai lawan dari perbuatan buruk dan rusak. Sementara
itu, dari sekian banyak kata al-shalih dalam al-Qur'an digunakan Allah untuk
mengungkapkan dua kategori perbuatan. Pertama, perbuatan yang dilakukan sebagai
bukti keimanan, ketaatan dan penghambaan diri terhadap Allah swt, dan ini biasanya
dibarengi dengan kata âmanu (beriman). Seperti yang tertuang dalam surah al-
Baqarah ayat 277:
Sesungguhnya orang-orang yang beriman, mengerjakan amal saleh, mendirikan
shalat dan menunaikan zakat, mereka mendapat pahala di sisi Tuhannya. Tidak ada
kekhawatiran terhadap mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati. (QS. al-
Baqarah[2]:277).
Ayat di atas memberikan kriteria khusus bahwa suatu perbuatan bernilai
sebagai amal shalih yang akan diterima di sisi Allah jika dilakukan atas dasar
keimanan yang benar kepada Allah swt. Sementara perbuatan apa pun sekalipun
baik menurut pandangan manusia tidak dapat disebut sebagai amal shalih jika tidak
dilakukan atas dasar keimanan yang benar kepada Allah swt.
Kedua, kata shalih juga digunakan Allah untuk mengungkapkan makna
pantas, layak dan tepat. Seperti dalam firman Allah surah al-Anbiya' ayat 105:
Dan sungguh telah Kami tulis didalam Zabur sesudah (Kami tulis dalam) Lauh
Mahfuzh, bahwasanya bumi ini dipusakai hamba-hamba-Ku yang saleh (QS. al-
Anbiya`[21]:105).
Kata shalih dalam ayat di atas bermakna orang berilmu, memiliki
semangat kerja tinggi dan terus berkarya bagi kepentingan kehidupan dunia. Dan
sosok merekalah yang oleh Allah diproyeksikan akan memiliki kemampuan untuk
mengelola sumber daya alam ini sehingga bermanfaat bagi kehidupan manusia.
Oleh sebab itu, setiap muslim harus memiliki keseimbangan sikap antara
pengembangan kualitas keberagamaan melalui peningkatan amal ibadah, dengan
peningkatan kualitas kehidupan dunia, serta senantiasa memelihara norma-norma
akhlak dalam hubungan sosial mereka. Namun semua amal dan karya-karyanya itu
harus tetap dilandasi keimanan yang benar sehingga akan memperoleh ketentraman

Bahan ajar AIK I di susun oleh : Mukhsin, S.Ag.MH berdasarkan kurikulum Pendidikan AL-Islam
dan kemuhammadiyah pada Perguruan Tinggi Muhammadiyah yang di terbitkan oleh Majelis Dikti
Pimpinan Pusat muhammadiyah. Tahun Akademik 2015/ 2016
51
jiwa dalam kehidupan dunia dan kebahagiaan dalam kehidupan akhirat. Mereka
yang masuk dalam kategori itu tergolong orang-orang beruntung karena disamping
bahagia di dunia, mereka juga akan memperoleh kebahagiaan akhirat dengan
imbalan pahala dari amal yang telah mereka lakukan. Iman yang baik akan
melahirkan perbuatan yang baik pula, karena kekuatan iman akan mampu
membangkitkan motivasi untuk memperbanyak perbuatan amaliah, semangat kerja,
serta memelihara norma-norma akhlak dalam setiap perilaku dalam hubungan
sosial. Di samping itu, aqidah yang baik juga menjadi kekuatan kontrol untuk semua
peluang perbuatan dosa, sehingga kesempatan tersebut akan senantiasa dapat
dihindari.

C. Karakteristik dan Sifat Orang Beriman


Orang Beriman (bahasa Arab:‫ )المؤمن‬merupakan (isim fail) yang berasal dari
kata - ‫ ي]]]ؤمن‬-‫ إيمان]]]ا آمن‬sebagaimana dijelaskan di atas berarti percaya dan
membenarkan. Orang yang beriman (mukmin) adalah orang yang percaya kepada
hal-hal yang wajib diimani, yaitu adanya Allah dengan semua sifat-sifat-Nya,
adanya Malaikat, Kitab-kitab-Nya, Rasul-rasul-Nya, Hari Kiamat dan Qadha dan
Taqdir-Nya. Keyakinan ini kemudian dibuktikan dengan mengamalkan perintah-
perintah-Nya dan menjauhi larangan-larangan-Nya. Firman Allah swt:
Maka orang-orang yang beriman dan beramal saleh, bagi mereka ampunan
dan rezeki yang mulia (QS. al-Hajj[22]:50)
Dalam al-Qur’an banyak ayat yang menyebutkan kata mukmin/mukminun.
Adapun di antara penyebarannya, di dalam surah al-Anfal ayat 2-4 dijelaskan secara
spesifik mengenai karakteristik dan sifatnya sebagai berikut: Mereka adalah orang-
orang yang jika disebut Nama Allah, mereka gemetar dan takut.
1. Jika dibacakan ayat-ayat Al-Qur’an, iman mereka menjadi bertambah.
2. Mreka bertawakkal hanya kepada Allah semata.
3. Mereka menegakkan shalat dengan menyempurnakan seluruh syarat, rukun,
wajib dan sunnahnya.
4. Mereka adalah orang-orang yang gemar berinfak dari rizki yang diberikan kepada

Bahan ajar AIK I di susun oleh : Mukhsin, S.Ag.MH berdasarkan kurikulum Pendidikan AL-Islam
dan kemuhammadiyah pada Perguruan Tinggi Muhammadiyah yang di terbitkan oleh Majelis Dikti
Pimpinan Pusat muhammadiyah. Tahun Akademik 2015/ 2016
52
mereka, dan ini mencakup pembayaran zakat serta pemenuhan hak-hak sesama,
baik yang wajib maupun yang sunnah.
Itulah lima sifat mukmin sejati, yang meliputi tiga sifat batiniyah (sifat
pertama, kedua dan ketiga) dan dua sifat lahiriyah (sifat keempat dan kelima). Tentu
saja sifat-sifat mukmin sejati tidak hanya lima ini. Allah juga menyebutkan sifat-sifat
lain seorang mukmin dalam banyak ayat-ayat Al-Qur’an yang lain. Bisa dilihat
misalnya QS Al-Mu’minun: 1-11, QS Al-Furqan: 63-67, dan sebagainya.

D. Manfaat dan Hikmah Iman Bagi Kehidupan


Dalam kehidupan manusia, iman mempunyai kedudukan yang sangat
penting, karena hampir seluruh aspek kehidupan manusia dan segala tindakannya
selalu dilandaskan kepada iman (kepercayaan). Penelitian-penelitian telah dilakukan
dalam berbagai bidang ilmu, seperti kedokteran jiwa, psikologi, sosiologi dan lain-
lain, tentang daya tahan manusia dalam menghadapi, menanggung dan menahan
beban dan kesulitan yang dating secara silih berganti dalam kehidupannya. Hasil
penelitian-penelitian tersebut pada gilirannya menyimpulkan bahwa yang dapat
dijadikan sebagai benteng pertahanan atau perisai untuk semua cobaan itu ialah
kepercayaan yang kuat kepada Dzat Yang Maha Kuasa. Bagi seseorang yang
mendasarkan hidupnya kepada iman, maka ia akan mampu menguasai keadaan
apapun yang dihadapinya.
Pengaruh iman terhadap kehidupan manusia amat besar. Berikut ini
dikemukakan beberapa pokok manfaat dan pengaruh iman pada kehidupan manusia.
1. Iman melenyapkan kepercayaan kepada kekuasaan benda
Orang yang beriman hanya percaya kepada kekuaan dan kekuasaan
Allah. Kalau Allah hendak memberikan pertolongan-Nya, maka tidak satu
kekuatanpun yang dapat mencegahnya. Sebaliknya, jika Allah hendak
menimpakan malapetaka, maka tidak ada satu kekuatanpun yang sanggup
menahan dan mencegahnya. Kepercayaan dan keyakinan yang demikian dapat
menghilangkan sifat mendewa-dewakan manusia yang kebetulan sedang
memegang kekuasaan; menghilangkan kepercayaan kepada “kesaktian benda-

Bahan ajar AIK I di susun oleh : Mukhsin, S.Ag.MH berdasarkan kurikulum Pendidikan AL-Islam
dan kemuhammadiyah pada Perguruan Tinggi Muhammadiyah yang di terbitkan oleh Majelis Dikti
Pimpinan Pusat muhammadiyah. Tahun Akademik 2015/ 2016
53
benda keramat; mengkikis kepercayaan kepada khurafat, tahauyyul, jampi-jampi
dan sebagainya. Pegangan orang-orang yang beriman dalam hal ini adalah surah
al-Fâtihah, yang dibaca berulangkali sehari semalam sedikitnya 17 kali.
2. Iman menanamkan semangat berani menghadapi maut
Banyak orang takut menghadapi maut. Takut menghadapi maut
menyebabkan orang menjadi pengecut. Orang yang beriman yakin sepenuhnya
bahwa kematian itu adalah di tangan Allah. Lapan dan dimanapun, suatu ketika
maut akan menjemput kita, tanpa ada satupun yang dapat mencegahnya. Allah
berfirman:
Dimana saja kamu berada, kematian akan mendatangiimu kendatipun kamu
berada di dalam benteng yang tinggi lagi kokoh …(QS. An-Nisa[4]:78).
3. Iman menanamkan sikap “self help dalam kehidupan
Materi memang sangat penting bagi kehidupan manusia. Demikian
pentingnya materi bagi kelompok orang tertentu sehingga dia berani melepaskan
pendiriannya demi kepentingan kehidupannya. Bahkan mereka tidak segan-segan
melepaskan prinsip, menjual kehormatan, menjilat, bermuka dua dan
memperbudak diri, karena kepentingan materi semata. Pribadi orang yang
beriman tidak akan goyah dengan iming-iming dan kepentingan materi.

4. Iman memberikan ketentraman jiwa


Kehidupan manusia selalu dihadapkan dengan pelbagai problem, dan
pada tingkat tertentu dia dilanda tesah dan dirundung luka, karena itu eksitensi
manusia senantiasa ditandai dengan ketidakpastian dalam kehidupan. Orang yang
beriman akan lahir dalam dirinya keseimbangan hidup, ketentraman hati
(ithmi’nân), dan ketenangan jiwa (sakînah). Allah berfirman:
“(yaitu) orang-orang yang beriman dan hati mereka manjadi tenteram dengan
mengingat Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingati Allah-lah hati menjadi
tenteram (QS. Ar-Ra’d[13]:28).

Bahan ajar AIK I di susun oleh : Mukhsin, S.Ag.MH berdasarkan kurikulum Pendidikan AL-Islam
dan kemuhammadiyah pada Perguruan Tinggi Muhammadiyah yang di terbitkan oleh Majelis Dikti
Pimpinan Pusat muhammadiyah. Tahun Akademik 2015/ 2016
54
Dialah yang telah menurunkan ketenangan ke dalam hati orang-orang mukmin
supaya keimanan mereka bertambah di samping keimanan mereka (yang telah
ada) … (QS. Al-Fath[48]:4).
5. Iman mewujudkan kehidupan yang baik (hayatan thayyibah)
Iman sangat terkait dengan amal perbuatan, khususnya yang positif.
Orang yang beriman akan selalu melakukan perbuatan yang baik dan segala
bentuk kebaikan; perbuatannya senantiasa brmanfaat bagi dirinya sendiri maupun
bagi manusia lain di sekelilingnya. Allah berfirman:
Barangsiapa yang mengerjakan amal saleh, baik laki-laki maupun perempuan
dalam keadaan beriman, maka sesungguhnya akan Kami berikan kepadanya
kehidupan yang baik dan sesungguhnya akan Kami beri balasan kepada mereka
dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan (QS. al-an-
Nahl[16]:97).
6. Iman melahirkan sikap ikhlas dan konsekuen
Iman dalam diri seorang mukmin akan mendorongnya untuk selalu
berbuat dengan ikhlas dan mencari keridhaan Allah semata. Orang yang beriman
akan senantiasa konsekuen dengan apa yang teah diikrarkannya, baik dengan
lidahnya maupun dengan hatinya.

7. Iman memberikan keberuntungan


Orang yag beriman akan selalu berjalan pada arah yang benar, karena Allah
membimbing dan mengarahkannya kepada tujuan hidup yang hakiki. Dengan
demikian orang yang beriman adalah orang yang beruntung dalam hidupnya.
Demikian manfaat dan hikmah iman bagi kehidupan manusia. Iman
bukan sekedar kepercayaan yang ada dalam hati, akan tetapi sekaligus daya dan
kekuatan yang mendorong dan membentuk sikap dan prilaku hidup. Jika suatu
masyarakat terdiri dari orag-orang yang beriman, maka akan terbentuklah
suasana dalam masyarakat tersebut rasa man, tentram, damai dan sejahtera.

Bahan ajar AIK I di susun oleh : Mukhsin, S.Ag.MH berdasarkan kurikulum Pendidikan AL-Islam
dan kemuhammadiyah pada Perguruan Tinggi Muhammadiyah yang di terbitkan oleh Majelis Dikti
Pimpinan Pusat muhammadiyah. Tahun Akademik 2015/ 2016
55
E. Hal-hal yang Dapat Merusak dan Meniadakan Iman
1. Kufur
a. Hakekat Kufur
Kufur berasal dari bahasa Arab yang berarti menutupi. Secara syariy,
kufur berarti mengingkari suatu bagian dari ajaran Islam dimana tanpa
bagian itu keislaman seseorang menjadi batal atau tidak sempurna. Maka
mengingkari makna syahadat adalah kufur, mengingkari bagian-bagian
ajaran islam yang pokok dan penting adalah kufur seperti mengingkari yang
diwajibkan, contoh tidak shalat adalah kufur, mengingkari yang diharamkan,
contoh riba adalah kufur, mengingkari salah satu hukum pidana islam contoh
hukum bagi pencuri pezina dan sebagainya adalah kufur dan seterusnya.
b. Macam-macam kufur
Ada dua jenis, yaitu:
1) Kufur Besar, yaitu mengingkari bagian yang prinsip dari Islam yang
tanpa bagian itu akan menggugurkan keislaman seseorang. Ada lima
jenis kufur besar:
a) Kufur takzib (karena mendustakan).
b) Kufur karena enggan dan sombong, padalah membenarkannya.
c) Kufur karena ragu.
d) Kufur i’radl (bepaling dari kebenaran).
e) Kufur nifâq.

2) Kufur Kecil, yaitu mengingkari bagian tertentu dari islam yang tanpa
bagian itu keislaman seseorang menjadi kurang sempurna. Adapun
macam-macam kufur kecil adalah:
a) Kufur nikmat. Yaitu mengingkari nikmat atau menisbatkannya
kepada selain pemberinya, yaitu Allah.
b) Meninggalkan shalat.
c) Mendatangi peramal.
d) Bersumpah dengan nama selain Allah.

Bahan ajar AIK I di susun oleh : Mukhsin, S.Ag.MH berdasarkan kurikulum Pendidikan AL-Islam
dan kemuhammadiyah pada Perguruan Tinggi Muhammadiyah yang di terbitkan oleh Majelis Dikti
Pimpinan Pusat muhammadiyah. Tahun Akademik 2015/ 2016
56

Berdasarkan penjelasan di atas, maka perbedaan antara kufur besar


dan kufur kecil sebagai berikut:
1) Kufur besar dapat membuat amal menjadi sia-sia.
2) Kufur besar menyebabkan pelakunya abadi dalam neraka. Sedang kufur
kecil tidak mengharuskan pelakunya masuk neraka. sesungguhpun
demikian, para ulama pada umumnya berpendapat bahwa kufur kecil
menyebabkan pelakunya mendapatkan ancaman siksaan dari Allah.Jika
seseorang mati dalam keadaan kufur besar maka dia tidak akan
diampuni, sedang apabila dia mati dalam keadaan kufur kecil maka dia
diserahkan kepada kehendak Allah, boleh diampuni atau disiksa.
3) Kufur besar menyebabkan pelakunya keluar dari islam yang sebenarnya,
sedang kufur kecil tidak menyebabkan pelakunya keluar dari Islam yang
sebenarnya, akan tetapi ia dianggap mukmin dengan keimanan yang
kurang. Kedua jenis kufur tersebut merupakan dosa-dosa terbesar
ketimbang dosa yang lainnya.
4) Kufur besar adalah kufur aqidah yang terkait dengan hati, sedang kufur
kecil adalah kufur amali yang terkait dengan badan.

2. Syirik
a. Hakekat Syirik
Kata syirik berasal dari kata Arab, yang berarti sekutu atau persekutuan.
Secara terminologis, syirik mempunyai dua arti: arti umum dan arti khusus.
Dimaksud arti umum adalah menyamakan selain Allah dengan Allah dalam
hal-hal yang merupakan kekhususan Allah. Atas dasar makna tersebut di atas,
syirik dibagi menjadi tiga jenis, yaitu:
1) Syirik dalam ruhubiyyah. Maksudnya menyamakan Allah dengan sesuatu
yang lain dalam hal rububbiyah yang menjadi kekhususan Allah, seperti
menciptakan, memberi rizqi, menghidupkan, mematikan dan lain

Bahan ajar AIK I di susun oleh : Mukhsin, S.Ag.MH berdasarkan kurikulum Pendidikan AL-Islam
dan kemuhammadiyah pada Perguruan Tinggi Muhammadiyah yang di terbitkan oleh Majelis Dikti
Pimpinan Pusat muhammadiyah. Tahun Akademik 2015/ 2016
57
sebagainyn. Syirik jenis ini disebut dengan tamtsil (penyerupaan) atau
ta’thil (peniadaan).
2) Syirik dalam uluhiyah. Maksudnya, menyamakan sesuatu atau seseorang
dalam kepatutan disembah dan ditaati yang menjadi kekhususan Allah,
seperti shalat, puasa, nadzar dan menyembelih kurban untuk selain Allah.
3) Syirik dalam nama-nama dan sifat-sifat Allah. Maksudnya, menyamakan
sesuatu atau seseorang dengan Allah dalam nama-nama dan sifat-sifat
yang menjadi kekhususan Allah. Jenis ini biasanya disebut syirik tamtsil
(penyerupaan).
Sedang dimaksud arti khusus, yaitu menjadikan sesuatu selain Allah
sebagai tuhan yang ditaati dan disembah di samping Allah. Inilah makna syirik
yang disebut secara langsung di dalam al-Qur'an dau Sunnah.

b. Macam-macam Syirik
Syirik mempunyai tiga jenis:
1) Syirik besar, yaitu bahwa seseorang menjadikan sekutu selain Allah, yang
ia sembah dan taati sama seperti ia menyembah dan mentaati Allah. Syirik
besar terbagi menjadi enam jenis:
a) Syirik doa.
Yaitu di samping seseorang berdoa kepada Allah berdoa kepada selain-
Nya. (QS. al-'Ankabut[29]: 65).
b) Syirik dalam niat, motivasi dan tujuan
Yaitu bahwa seseorang yang melakukan suatu pekerjaan dengan niat,
motivasi dan tujuan mutlak selain Allah. Ini adalah syirik dalam akidah
dan keyakinan. (QS. Hud[11] :15-16).
c) Syirik dalam ketaatan
Yaitu mentaati selain Allah dalam hal maksiat kepada Allah. (QS. at-
Taubah[9]:31)
d) Syirik mahabbah (kecintaan)

Bahan ajar AIK I di susun oleh : Mukhsin, S.Ag.MH berdasarkan kurikulum Pendidikan AL-Islam
dan kemuhammadiyah pada Perguruan Tinggi Muhammadiyah yang di terbitkan oleh Majelis Dikti
Pimpinan Pusat muhammadiyah. Tahun Akademik 2015/ 2016
58
Yaitu bahwa seseorang mencintai sesuatu selain Allah sama dengan
cintanya kepada Allah. Dan cinta ini dapat menimbulkan ketundukkan
dan kepasrahan. (QS. al-Baqarah[2]:165)
e) Syirik dalam rasa takut
Yaitu rasa takut dari asumsi atau keyakinan akan terjadinya suatu
mudharat. Yang dimaksud di sini adalab puncak dari rasa takut yang
tidak boleh diberikan keeuali hanya kepada Allah semata. (QS. Ali
Imran[3]:175) dan (QS. al-Maidah[5]:3).
f) Syirik dalam tawakal
Tawakkal adalah menyerahkan urusan sepenuhnya kepada Allah dan
bergantung kepada-Nya dalam memperoleh suatu keinginan. Dengan
pengertian ini maka tawakkal tidak boleh dilakukan kecuali hanya
kepada Allah. Karena ia adalah ibadah. Allah telah menyuruh orang-
orang yang beriman untuk bertawakkal kepada-Nya: (QS. al-
Furqan[25]:58) , (QS. Ibrahim[14]:12). dan (QS. al-Maidah[5]:23).
2) Syirik kecil, yaitu bahwa ia menyamakan sesuatu selain Allah dengan
Allah dalam bentuk perkataan atau perbuatan. Syirik dalam bentuk amal
adalah riya'. Sedang dalam bentuk perkataan lisan adalah lafadz-lafadz
yang mengandung makna menyamakan Allah dengan sesuatu yang lain.
Syirik kecil tidak menjadikan pelakunya keluar dari agama Islam, akan
tetapi ia mengurangi tauhid dan bisa menjadi wasilah (perantara) kepada
syirik besar. Syirik kecil ada dua macam:
a) Syirik zhâhir (nyata). Yaitu syirik kecil dalam bentuk perkataan dan
perbuatan. Dalam bentuk ucapan misalnya: bersumpah dengan nama
selain Allah. Rasulullah bersabda: Barangsiapa bersumpah dengan
nama selain Allah, maka ia telah berbuat kufur atau syirik (HR. Abu
Dawud dari Ibnu Umar).
Bahwa ada seseorang berkata kepada Nabi SAW “Atas kehendak Allah
dan kehendakmu”, maka ketika itu bersabdalah beliau, “Apa kamu
menjadikan diriku sebagai sekutu untuk Allah? Katakanlah. Hanya atas

Bahan ajar AIK I di susun oleh : Mukhsin, S.Ag.MH berdasarkan kurikulum Pendidikan AL-Islam
dan kemuhammadiyah pada Perguruan Tinggi Muhammadiyah yang di terbitkan oleh Majelis Dikti
Pimpinan Pusat muhammadiyah. Tahun Akademik 2015/ 2016
59
kehendak Allah saja” (HR. an-Nas’i dan Imam Ahmad dari Ibnu
Abbas).
Adapun dalam bentuk perbuatan adalah seperti memakai barang
kalung atau gelang sebagi pengusir atau penangkal mara bahaya, atau
menggantungkan tamimah (sejenis jimat yang biasanya dikalungkan di
leher anak-anak) karena takut kena gangguan, jika ia berkeyakinan
bahwa perbuatannya tersebut merupakan sebab-seba pengusir atau
penangkal mara bahaya, maka ia termasuk syirik kecil. Sebab Allah
tidak menjadikan sebab-sebab hialngnya mara bahaya dengan hal-hal
tersebut. Sedang, jika ia berkeyakinan bahwa hal-hal tersebut bisa
menolak atau mengusir mara bahaya, mak aia adalah syirik besar sebab
ia berarti menggantungkan diri kepada selain Allah.
b) Syirik khâfî (tersembunyi). Yaitu syirik dalam keinginan atau niat,
seperti riya (ingin dipuji orang)dan sum’ah (ingin di dengar orang).
Misalnya, melakukan sesuatu amal tertentu untuk mendekatkan diri
kepada Allah, tetapi ia inginmendapatkan pujian manusia, atau
amalannya ingin didengan orang. Jika riya itu mencampuri (niat) suatu
amal, maka amal itu menjadi tertolak, karena itu ikhlas dalam beramal
adalah sesuatu yang niscaya. (QS. al-Kahfi[18]:110)
3) Syirik tersembunyi, ialah syirik yang tersembunyi dalam hakikat kehendak
hati, ucapan lisan, berupa penyerupaan Allah dengan makhluk, Rasulullah
bersabda: Yang paling aku takutkan dari kalian adalah syirik kecil.
Kemudian ketika beliau ditanya tentang hal itu, beliau menjawab “riya’”
(HR. Imam Ahmad dari Mahmud).
Syirik tersembunyi sebenarnya dapat digolongkan ke dalam syirik
kecil. Akan tetapi pembagian syirik menjadi tiga berdasarkan pada
kenyataan bahwa syirik tersembunyi bisa bcrubah menjadi syirik besar atau
syirik kecil. Atas dasar itu, syirik tersembunyi dapat dipandang sebagai
syirik yang berada di antara syirik besar dan syirik kecil.

Bahan ajar AIK I di susun oleh : Mukhsin, S.Ag.MH berdasarkan kurikulum Pendidikan AL-Islam
dan kemuhammadiyah pada Perguruan Tinggi Muhammadiyah yang di terbitkan oleh Majelis Dikti
Pimpinan Pusat muhammadiyah. Tahun Akademik 2015/ 2016
60
Berdasarkan penjelasan di atas, maka perbedaan antara syirik besar dan
syirik kecil dapat diringkas sebagai berikut:
1) Syirik besar meyebabkan pelakunya keluar dari Islam, sedang syirik kecil
tidak menyebabkan peiakunya keluar dari Islam.
2) Syirik besar membatalkan seluruh amal pelakunya, sedang syirik kecil
hanya membatalkan amal yang dicampuri syirik kecil sejak awal amal itu
dikerjakan atau mendominasi seluruh proses pengerjaan amal tersebut.
3) Syirik besar menyebabkan pelakunya kekal dalam neraka, sedang syirik
kecil tidak menyebabkan pelakunya kekal di neraka.
4) Syirik besar dan syirik kecil sama-sama mendapatkan ancaman siksaan dari
Allah.
5) Syirik besar tidak dapat diampuni Allah, sedang syirik kecil masih dapat
diampuni-Nya.

3. NIFAQ
a. Definisi Nifaq
Secara bahasa nifaq berasal dari kata Arab ‫( نَافَقَا ُء‬nâfiqâ`) yaitu salah satu
lobang tempat keluarnya yarbu (hewan sejenis tikus) dari sarangnya. Nifaq juga
dikatakan berasal dari kataَ‫( نَفَق‬nafaqa) yaitu lubang tempat bersembunyi.
Menurut syara’, nifaq berarti menampakkan Islam dan kebaikan, tetapi
menyembunyikan kekufuran dan kejahatan.
b. Jenis-jenis Nifaq
Ada dua jenis nifaq: nifaq i’tiqâdiy dan nifaq ‘amaliy.
2) Nifaq i'tiqâdiy (keyakinan)
Nifaq itiqadiy yaitu nifaq besar, di mana pclakunya menampakkan
keislaman, akan tetapi menyembunyikan keingkarannya. Orang yang
termasuk nifaq ini berarti ia keluar dari agama dan dia berada di dalam kerak
neraka. Pelaku nifaq (munafiq) jenis ini ada di sepanjang jaman. Nifaq jenis
ini ada empat macam:

Bahan ajar AIK I di susun oleh : Mukhsin, S.Ag.MH berdasarkan kurikulum Pendidikan AL-Islam
dan kemuhammadiyah pada Perguruan Tinggi Muhammadiyah yang di terbitkan oleh Majelis Dikti
Pimpinan Pusat muhammadiyah. Tahun Akademik 2015/ 2016
61
a) Mendustakan Rasulullah atau mendustakan sebagian dari apa yang
beliau bawa.
b) Membenci Rasuiuilah atau membenci sebagian dan apa yang beliau
bawa.
c) Merasa gembira dengan kemunduran agama Islam.
d) Tidak senang kalau melihat saudaranya semakin beriman kepada Allah.

2) Nifaq amaliy (perbuatan)


Nifaq amaliy (perbuatan), yaitu melakukan sesuatu yang merupakan
perbuatan orang-orang munafik, akan tetapi masih ada iman di dalam hati.
Nifaq jenis mi tidak menyebabkan keluar dari agama, akan tetapi bisa
menjadi wasilah (perantara) bagi pelakunya keluar dari agama jika dia
melakukan perbuatan nifaq secara terus-menerus. Rasulullah bersabda:
Ada empat hal jika, berada dalm diri seseorang maka ia akan menjadi
munafik sesungguhnya dan jika seseorang memiliki kebiasaan salah satu
dari padanya maka berarit ia memiliki suatu kebiasaan (ciri) nifaq sampai
ia meninggalkannya, jika dipercaya dia khianat, jika berbicara ia
berdusta, jika berjanji ia memungkiri, dan jika bertengkar ia berucap
kotor (HR. Muttafaq Alaih)
Adapun mengenai perbedaan nifaq i'tiqady dan nifaq 'amaly adalah
sebagai berikut:
a) Nifaq besar mengeluarkan pelakunya dari agama, sedangkan nifaq
kecil tidak
b) Nifaq besar adalah berbedanya yang lahir dari yang batin dalam hal
keyakinan, sedangkan nifaq kecil adalah berbcdanya yang lahir dari
yang batin dalam hal perbuatan
c) Nifaq besar tidak terjadi pada seseorang mukmin, sedang nifak kecil
bisa terjadi pada seorang mukmin.
d) Pada umumnya, pelaku nifaq besar tidak bertaubat, sedang nifaq kecil
pelakunya kadang bertaubat kepada Allah.

Bahan ajar AIK I di susun oleh : Mukhsin, S.Ag.MH berdasarkan kurikulum Pendidikan AL-Islam
dan kemuhammadiyah pada Perguruan Tinggi Muhammadiyah yang di terbitkan oleh Majelis Dikti
Pimpinan Pusat muhammadiyah. Tahun Akademik 2015/ 2016
62

4. RIDDAH
a. Hakikat Riddah
Riddah berasal dari kata Arab yang berarti (kembali). Menurut syara',
riddah berati kufur setelah Islam. Allah berfirman:
Barangsiapa yang murtad di antara kamu dari agamanya, lalu Dia mati dalam
kekafiran, Maka mereka Itulah yang sia-sia amalannya di dunia dan di akhirat,
dan mereka Itulah penghuni neraka, mereka kekal di dalamnya (QS. al-
Baqarah[2]:217).

b. Macam-macam Riddah
Riddah ada empat macam:
1) Riddah dengan ucapan. Yaitu seperti mencaci Allah atau Rasul-Nya atau
Malaikat-malaikat-Nya atau salah seorang dari Rasul-rasulNya. Mengaku
nabi atau membenarkan orang yang mengaku sebagai nabi. Atau berdoa
kepada selain Allah dan memohon pertolongan kepada-Nya.
2) Riddah dengan perbuatan. Seperti sujud kepada patung, pohon, batu,
kuburan dan memberikan sembelihan untuknya. Demikian juga melakukan
sihir, mempelajari dan mengajarkannya, serta memutuskan hukum dengan
selain apa yang diturunkan Allah dan meyakini kebolehannya.
3) Riddah dengan i'tiqad (keyakinan). Seperti kepercayaan adanya sekutu bagi
Allah atau kepercayaan bahwa zina, khamar dan riba adalah halal. Dan
demikian seterusnya.
4) Riddah dengan keraguan tentang sesuatu sebagaimana yang disebutkan di
atas, seperti ragu terhadap diharainkannya syirik atau diharamkaanya
khamar dan zina.
Konsekwensi hukum bagi peiaku riddah (murtad):
1) Yang bersangkutan diminta untuk bertaubat.

Bahan ajar AIK I di susun oleh : Mukhsin, S.Ag.MH berdasarkan kurikulum Pendidikan AL-Islam
dan kemuhammadiyah pada Perguruan Tinggi Muhammadiyah yang di terbitkan oleh Majelis Dikti
Pimpinan Pusat muhammadiyah. Tahun Akademik 2015/ 2016
63
2) Dilarang membelanjakan hartanya saat ia dalarn masa diminta untuk
bertaubat, jika ia masuk Islam kembali maka harta itu miliknya, jika tidak
maka harta itu menjadi fa’y (rampasan) Baitul Mâl
3) Terputusnya hak waris mewarisi antara dirinya dengan keluarga dekatnya,
dia tidak mewarisi harta mereka dan mereka tidak mewarisi hartanya.

5. BID'AH
a. Hakekat Bid'ah
Bid'ah diambil dari kata ‫( بَ َد َع‬bada’a) yang berarti membuat sesuatu yang
baru tanpa ada canton sebelumnya, seperti, misalnya, Allah berfirman:
(Allah) pencipta langit dan bumi (QS. Al Baqarah[2] : 117)
Yang dimaksud dengan ayat tersebut adalah Allah lah yang telah
menciptakan langit dan bumi tanpa contoh sebelumnya.
Sebuah ayat lain berbunyi :
Katakanlah : Aku bukanlah Rasul yang pertama di antara Rasul-rasul… (QS.
al- Ahqaf [46] : 9).
Maksudnya iala bukanlah aku yang pertama kali membawa risalah dari Allah
kepada para hamba-Nya akan tetapi sudah banyak Rasul-rasul yang
mendahuluiku.
Ibtida’ (membuat sesuatu yang baru) yang ada dua makna :
1) Membuat sesuatu yang baru dalam hal adat (urusan keduniawian), seperti
penemuan-penemuan modern. Hal semacam ini holeh-boleh saja, karena
hukum adat itu adalah mubah.
2) Membuat sesuatu yang baru dalam agama dan hal ini haram hukumnya.
Karena hukum asal dalam agama adalah tasoqif (yang diajarkan oleh
syari'at). Rasululluh bersabda:
Barang siapa yang membuat (sesuatu yang baru) dalam urusan (agama)
kita ini yang bukan darinya (Al-Qur'an dan Hadits), maka dia adalah
tertolak (HR. Bukhari dan Muslim).

Bahan ajar AIK I di susun oleh : Mukhsin, S.Ag.MH berdasarkan kurikulum Pendidikan AL-Islam
dan kemuhammadiyah pada Perguruan Tinggi Muhammadiyah yang di terbitkan oleh Majelis Dikti
Pimpinan Pusat muhammadiyah. Tahun Akademik 2015/ 2016
64
Dalam riwayat lain disebutkan:
Barang siapa melakukan amalan yang tidak ada padanya urusan (agama)
kita, maka ia tertolak (HR. Bukhari dan Muslim).
b. Macam-maeam Bid'ah
Dalam agama bid'ah ada dua macam:
1) Bid’ah qauliyah i’tiqâdiyah (bid'ah dalam pandangan keyakinan), seperti
meyakini pandangan agamanya yang dianggapnya benar, padahal
sesungguhnya tidak benar.
2) Bid'ah. dalam ibadah, seperti beribadah kepada Allah swt dengan suatu
bentuk ibadah yang tidak diajarkan. Ada beberapa dalam bid’ah ini:
a) Bagian pertama: bid'ah yang terjadi dalam ibadah. Misalnya seseorang
beribadah yang tidak ada dasarnya dalam syari'at.
b) Bagian kedua: bid'ah berupa penambahan terhadap ibadah yang
memang disyari'atkan.
c) Bagian ketiga; bid'ah yang terjadi pada cara pelaksanaan ibadah yang
disyari'atkan..
d) Bagian keempat: bid'ah berupa pengkhususan waktu tertentu untuk
melaksanakan ibadah yang disyariatkan, sedang syariat Islam tidak
mengkhususkan waktu tersebut.
c. Hukum Bid'ah
Setiap bid'ah dalam agama adalah haram dan sesat. Hal ini berdasarkan
sabda Rasulullah:
Jauhilah olehmu perkara-perkara baru, (sebab) sesungguhnya setiap perkara
yang baru itu adalah bid'ah dan setiap bid'ah adalah sesat (HR. Abu Dawud
dari ‘Urbadh).
Dua Hadits yang telah disebutkan sebelumnya juga menunjukkan
bahwa setiap yang diada-adakan daiam hal agama adalah bid'ah, dan setiap
bid'ah adalah sesat dan tertolak. Dalam pengertian bahwa bid'ah di dalam
ibadah dan keyakinan (i'tiqad} hukumnya adalah haram.

Bahan ajar AIK I di susun oleh : Mukhsin, S.Ag.MH berdasarkan kurikulum Pendidikan AL-Islam
dan kemuhammadiyah pada Perguruan Tinggi Muhammadiyah yang di terbitkan oleh Majelis Dikti
Pimpinan Pusat muhammadiyah. Tahun Akademik 2015/ 2016
65
6. SIHIR, PERDUKUNAN DAN PERAMALAN
Sihir, perdukunan dan peramalan merupakan persoalan-persoalan yang
diharamkan oleh Islam. Ketiga. persoalan tersebut jika dilakukan oleh seorang
Muslim dapat mengurangi kesempurnaan aqidah atau bahkan membatalkannya.
Karena pada hakekatnya ketiga hal tersebut sangat dekat hubungamrya dengan
masalah kemusyrikan.
a. Sihir
Secara bahasa sihir berarti sesuatu yang halus dan lembut sebabnya.
Disebut sihir karena ia terjadi secara tersembunyi yang tidak terjangkau oleh
penglihatan mata manusia. Sedangkan secara syar'i, sihir adalah 'az-imah, yaitu
mantra-mantra syirik untuk mengobati suatu penyakit, bukulan (tali), ucapan,
obat-obatan dan asap. Dalam budaya kita, sihir lazim disebut dengan santet,
teluh, mejig dan sebgainya. Sihir biasanya dilakukan oleh seseorang (tukang
sihir), dengan rnemenuhi syarat-syarat tertentu, mempergunakan alat-alat tertentu
pula yang tak lazim dipakai, serta. dengan cara-cara rahasia, untuk tnenimbulkan
efek jahat dalam dari orang lain yang menjadi sasaran. Sihir mempunyai hakikat.
Di antaranyaa ada yang mempengaruhi jiwa dan badan, sehingga membuat orang
sakit, terbunuh, memisahkan antara suami dan isterinya, dan semuanya itu terjadi
dengan taqdir kawniyah Allah. Hakikatnya, sihir adalah perbuatan syetan.
Sebagian besar sihir tidak dapat diperoleh kecuali melalui syirik dan
mendekatkan diri kepada roh-roh jahat dengan sesuatu yang disenanginya, serta
mendapatkan pelayanannya dengan menyekutukannya kepada Allah. Atas dasar
itu, sihir disebutkan bersamaan dengan syirik. Rasulullah bersabda:
Jauhilah tujuh perkara yang membawa kepada kehancuran, para sahabat
bertanya:"Apakah tujuh perkara, itu, ya, Rasulullah?". Beliau menjawab: "Yaitu
syirik kepada Allah, sihir, membunuh jiwa yang diharamkan Allah kecuali
dengan sebab-sebab yang dibenarkan agama, memakan riba, memakan harta,
anak yatim, membelot dalam peperangan dan melontarkan tuduhan zina
terhadap wanita-wanita mu’minah yang terpelikara dari perbuatan dosa dan
tidak tahu menahu tentangnya (HR. Bukhari dan Muslim dari Abi Hurairah).

Bahan ajar AIK I di susun oleh : Mukhsin, S.Ag.MH berdasarkan kurikulum Pendidikan AL-Islam
dan kemuhammadiyah pada Perguruan Tinggi Muhammadiyah yang di terbitkan oleh Majelis Dikti
Pimpinan Pusat muhammadiyah. Tahun Akademik 2015/ 2016
66
Sihir dapat rnasuk ke dalam katagori syirik bisa dilihat dari dua hal:
1) Karena didalamnya terdapat istikhadam (permintaan pelayanan) dari syetan
serta ketergantungan dan kedekatan dengan rnereka melalui sesuatu yang
mereka sukai agar syetan-syetan itu memberikan pelayanan kepada tukang
sihir. Dengan demikian jelas bahwa sihir itu adalah ajaran syetan. Allah
berfirman:
Tetapi setan-setan itulah yang ingkar (mengerjakan sihir). Mereka
mengajarkan sihir kepada manusia (QS. al-Baqarah[2]: 102).
2) Di dalamnya terdapat pengakuan mengetahui ilmu ghaib dan pengakuan
berserikat dengan Allah dalam masalah itu. Hal ini merupakan bentuk
kekufuran dan kesesatan. Allah berfirman
Sesungguhnya mereka tidak meyakini bahwa barang siapa yang
menukarnya (kitab Allah) dengan sihir tu, tiadalah baginya keuntungan di
akhirat (QS. Aal-Baqarah[2]: 102).
Jika demikian, tidak diragukan lagi bahwa sihir adalah suatu kekufuran,
kesesatan dan kemusyrikan yang bisa membatalkan aqidah, serta orang yang
melakukannya wajib diingatkan.
b. Perdukunan dan Peramalan
Pelaku perdukunan dan peramalan keduanya mengaku mengetahui ilmu
dan masalah-masalah ghaib, seperti menggambarkan apa yang bakal terjadi di
muka bumi beserta apa akibatnya, menunjukkan tempat seesuatu yang hilang dan
sebagainya. Semua itu dilakukan melalui permintaan bantuan syetan-syetan yang
mencuri dari langit. Allah berfirman:
Apakah akan Aku beritakan kepadamu, kepad siapa syetan-syetan itu turun  ?
mereka turun kepada tiap-tiap pendusta lgai banyak dosa, mereka
menghadapkan pendengaran (kepada syetan) itu, dan kebanyakan mereka
adalah orang-orang pendusta (QS. asy-Syu’ara[26]:221-223)
Perdukunan tidak lepas dari kemusyrikan, sebab pelaku (dukunnya)
berusaha selalu mendekatkan diri kepada setan-setan dengan apa yang mereka
cintai. Perdukunan berarti perbuatan syirik dalam rububiyah Allah, karena si

Bahan ajar AIK I di susun oleh : Mukhsin, S.Ag.MH berdasarkan kurikulum Pendidikan AL-Islam
dan kemuhammadiyah pada Perguruan Tinggi Muhammadiyah yang di terbitkan oleh Majelis Dikti
Pimpinan Pusat muhammadiyah. Tahun Akademik 2015/ 2016
67
dukun mengakui bersekutu dengan Allah dalam masalah ilmu-Nya. Demikian
juga ia termasuk syirik dalam uluhiyyah Allah karena dia mendekatkan diri
kepada selainAllah dengan suatu bentuk ibadah. Abu Hurairah meriwayatkan
dari Nabi, bahwa beliau bersabda :
Barangsiapa yang mendatangi dukun dan ia mempercayai apa yang
dikatakannya, maka sesungguhnya ia telah melakukan kekafiran (keingkaran)
dengan wahyu yang diturunkan kepada Muhammad saw (HR. Abu Dawud).
Para dukun dan peramal sesungguhnya mempermainkan dan
memberdayakan aqidah umat Islam, karena mereka mengklaim diri sebagai
thabib (dokter) sehingga, mereka leluasa memerintahkan kepada orang sakit,
agar menyembelih kurban untuk selain Allah. Sebagai contoh agar seseorang
menyembelih kambing atau ayam atau binatang lain dengan ciri-ciri tertentu.
Atau menuliskan untuk mereka mantra-mantra syirik dan permohonan
perlindungan syetan-syetan dalam bentuk bungkusan yang dikalungkan di Jeher
mereka atau diletakkan di laci atau rumah mereka.
Sebagian lain memperlihatkan diri mereka sebagai pemberi berita tentang
hal-hal ghaib dan tempat-tempat barang yang hilang, kemudian mereka
memberitahukan keadaan barang tersebut atau bahkan mendatangkannya dengan
bantuan syetan. Sebagian lagi mereka menampakkan diri sebagai wali yang
memiliki karamah dalam hal-hal di luar kebiasaan manusia (khawarij al-'adah)
seperti kekebalan dari pukulan, masuk ke dalam api tetapi tidak terbakar, dan
lain sebagainya daripada keanehan dan keajaiban yang pada hakekatnya adalah
sihir dan perbuatan syetan melalui tangan para dukun atau peramal untuk
membuat fitnah di antara manusia. Atau bisa jadi, hanya merupakan perkara ilusi
yang tidak ada hakikatnya, bahkan hanyalah tipuan halus dan licik yang mereka
lakukan di dengan penglihatan, seperti perbuatan para tukang sihir Fir'aun
dengan mempergunakan tali-taii dan tongkat-tongkat.

Bahan ajar AIK I di susun oleh : Mukhsin, S.Ag.MH berdasarkan kurikulum Pendidikan AL-Islam
dan kemuhammadiyah pada Perguruan Tinggi Muhammadiyah yang di terbitkan oleh Majelis Dikti
Pimpinan Pusat muhammadiyah. Tahun Akademik 2015/ 2016
68

Daftar Pustaka

.Al-Qur’an dan Terjemahnya. 1982. Jakarta: Departemen Agama RI


.Al-Asfahâniy, Raghib. tt. Mufradât fî Gharîb al-Qur’ân
.Al-Jazairi, Abu Bakar Jabir. 1999. Minhâj al-Muslim. Kairo: Dâr as-Salâm
.Basyir, A. Azhar: 1998. Pendidikan Agama Islam (Aqidah). Yogyakarta: UII
.Himpunan Putusan Tarjih Muhammadiyah. 1983. Yogyakarta: PP. Muhammadiyah
.Ilyas, Yunahar: 1998. Kuliah Aqidah. Yogyakarta: LPPI UMY
Rahman, Fazlur. 1979. Tema Pokok al-Qur’an. (terj. Anas Mahyuddin). Bandung:
.Pustaka

Bahan ajar AIK I di susun oleh : Mukhsin, S.Ag.MH berdasarkan kurikulum Pendidikan AL-Islam
dan kemuhammadiyah pada Perguruan Tinggi Muhammadiyah yang di terbitkan oleh Majelis Dikti
Pimpinan Pusat muhammadiyah. Tahun Akademik 2015/ 2016
69
.Sudarno, Shobron, dkk (ed). 2013. Studi Islam 1, Surakarta: LPIK UMS
.Warson, Ahmad. 1984. Kamus al-Munawwir, Yogyakarta: PP. Al-Munawwir Krapyak

TAUHID DAN URGENSINYA BAGI KEHIDUPAN MUSLIM

Pengertian Tauhid
Secara etimologis, tauhid berasal dari kata wahhada-yuwahhidu-tauhidan
yang memiliki arti menyatukan, mengesakan, atau mengakui bahwa sesuatu itu
satu. Secara bahasa tauhid adaalah menyakini atau mengakui akan keesaan Allah
swt.
Secara terminologis, tauhid adalah mengakui dan menyakini keesaan
Allah swt dengan membersihkan keyakinan dan pengakuan tersebut dari segala
kemusyrikan. Bertauhid kepada Allah swt artinya hanya mengakui hukum Allah

Bahan ajar AIK I di susun oleh : Mukhsin, S.Ag.MH berdasarkan kurikulum Pendidikan AL-Islam
dan kemuhammadiyah pada Perguruan Tinggi Muhammadiyah yang di terbitkan oleh Majelis Dikti
Pimpinan Pusat muhammadiyah. Tahun Akademik 2015/ 2016
70
yang memiliki kebenaran mutlak, dan hanya peraturan Allah yang mengikat
manusi secara mutlak. Tauhid adalah keyakinan tentang keesaan Tuhan yang
mutlak. Semua Rasul membawakan ajaran tauhid yang diterima dari Allah
(Basyir: 86).
Ajaran agar segenap umat manusia menegakkan aqidah tauhid adalah
ajaran yang paling kuat mendapatkan tekanan dalam Islam. Ajaran bahwa tidak
ada Tuhan selain Allah (la ilaha illa Allah) atau tidak ada yang patut dita'ati dan
disembah kecuali Allah adalah paling esensial dan sentral dalam al-Qur'an dan
as-Sunnah. Di dalam al-Qur'an jelas sekali Rasulullah saw diperintah Allah untuk
menyeru seluruh manusia kepada tauhid (al-Ikhlas, : 1)

Klasifikasi Tauhid
Tauhid dapat diklasifikasi menjadi tiga tingkatan yaitu: Tauhid
Rububiyah, Tauhid Mulkiyah, dan Tauhid Mulkiyah.
1. Tauhid Rububiyah adalah mengesakan Allah dalam hal perbuatanNya. Di
antara perbuatan Allah adalah mencipta, memberi rezeki, menghidupkan,
mematikan, mendatangkan bahaya, memberi manfaat. Seorang muslim
harus meyakini bahwa Allah tidak memiliki sekutu dalam Rububiyah-Nya.
Dalam pengertian lain, meyakini bahwa Allah adalah Zat yang menciptakan,
menghidupkan, mematikan, memberi rezeki, mendatangkan segala manfaat
dan menolak segala mudharat. Allah adalah zat yang mengawasi, mengatur,
menguasai, memiliki hukum dan selainnya yang menunjukkan kekuasaan
tunggal bagi Allah. Dari sini seorang mukmin harus meyakini bahwa tidak
ada yang dapat menandingi Allah dalam hal ini.
2. Tauhid Mulkiyah adalah mengimani bahwa Allah adalah satu-satunya raja
yang menguasai alam semesta. Seorang muslim harus mengakui bahwa
Allah adalah pemimpin dan penguasa. Artinya Allah bisa dan bebas
melakukan apa saja yang dikehendakiNya terhadap alam semesta.
3. Tauhid Uluhiyah adalah mengesakan Allah dengan perbuatan berdasarkan
niat taqarrub yang disyari'atkan seperti doa, kurban, tawakkal, raja', khauf,

Bahan ajar AIK I di susun oleh : Mukhsin, S.Ag.MH berdasarkan kurikulum Pendidikan AL-Islam
dan kemuhammadiyah pada Perguruan Tinggi Muhammadiyah yang di terbitkan oleh Majelis Dikti
Pimpinan Pusat muhammadiyah. Tahun Akademik 2015/ 2016
71
dan lain sebagainya. Tauhid Uluhiyah ini adalah esensi dakwah para rasul.
Dengan demikian Tauhid Uluhiyah dapat dimaknai bahwa Allah adalah
satu-satunya Zat yang berhak untuk disembah. Penyembahan terhadap yang
lain selain Allah dianggap batil.
Di antara ketiga klasifikasi tauhid di atas berlaku dua dalil yaitu:
Pertama, dalil at-talazum (kemestian) maksudnya setiap orang yang meyakini
tauhid rububiyah dan tauhid mulkiyah seharusnya meyakini tauhid uluhiyah.
Kedua, at-tadhammun (cakupan) maksudnya setiap orang yang sudah sampai ke
tingkat tauhid uluhiyah tentunya sudah melalui tauhid rububiyah dan tauhid
mulkiyah. (Yunahar, : 28-29)
Di samping itu, ada yang mengklasifikasi tauhid menjadi:
1. Tauhid Zat, adalah mengi'tikadkan bahwa Zat Allah itu Esa. Zat Allah itu
hanya dimiliki oleh Allah saja, yang selaiNya tidak ada yang memilikinya.
2. Tauhid Sifat, adalah mengi'tikadkan bahwa tidak ada sesuatupun yang
menyamai sifat Allah, dan hanya Allah saja yang memiliki sifat
kesempurnaan.
3. Tauhid Wujud, adalah mengi'tikadkan bahwa Allah wajib ada. Adanya Allah
tidak membutuhkan kepada yang mengadakan.
4. Tauhid Af'al, adalah mengi'tikadkan bahwa hanya Allah sendiri yang
mencipta dan memelihara alam semesta.
5. Tauhid Ibadah, adalah mengi'tikadkan bahwa hanya Allah saja yang berhak
dipuja dan disembah baik secara sembunyi-sembunyi maupun secara terang-
terangan.
6. Tauhid Qasdi, adalah mengi'tikadkan bahwa hanya kepada Allah segala amal
ditujukan. Setiap amal dilakukan secara langsung tanpa perantara serta
ditujukan hanya untuk memperoleh ridhaNya.
7. Tauhid Tasyri', adalah mengi'tikadkan bahwa hanya Allah pembuat
peraturan (hukum) yang paling sempurna bagi makhlukNya. Dengan kata
lain Allah adalah satu-satunya sumber segala hukum.

Bahan ajar AIK I di susun oleh : Mukhsin, S.Ag.MH berdasarkan kurikulum Pendidikan AL-Islam
dan kemuhammadiyah pada Perguruan Tinggi Muhammadiyah yang di terbitkan oleh Majelis Dikti
Pimpinan Pusat muhammadiyah. Tahun Akademik 2015/ 2016
72
Makna Kalimat Laa Ilaaha Illa Allah
Kalimat Laa Ilaha Illa Allah adalah sebuah ucapan yang amat dalam
maknanya, singkat susunan katanya, luas konsekuensinya, mulia derajat bagi
yang mengimaninya, tersusun dalam empat kata yang di dalamnya terbangun
keimanan. Kalimat ini termaktub dalam al-Qur'an di banyak tempat (Assegaf, :)
Kalimat La Ilaha Illa Allah menempati posisi sentral dalam setiap
kedudukan, tindakan, dan pemikiran setiap muslim. Di dalam kalimat tersebut
ada pernyataan, persaksian, sumpah, dan perjanjian atau komitmen terhadap
tauhid yang diucapkan secara lisan (taqrir bi al-lisan), diyakini dalam hati
(tashdiq bi al-qalb), dan dibuktikan dengan amal seluruh anggota badan ('amal
bi al-arkan). (Syahrin, : 74)
Kalimat La ilaaha Illa Allah adalah sebuah kalimat yang berfungsi
sebagai pintu gerbang bagi seseorang yang hendak masuk Islam , sekaligus kunci
untuk membuka surga. La ilaha illa Allah adalah persaksian pada tauhid yang
akan melahirkan ketinggian derajat manusia baik jasmani, rohani, akhlak,
intelektual, serta membebaskannya dari penghambaan terhadap sesame manusia.
(Assegaf, )
Kalimat La Ilaaha Illa Allah bersifat komprehensif dan mencakup
pengertian:
1. La Khaliqa illa Allah (Tidak Ada Yang Maha Mencipta Kecuali Allah)
2. La Raziqa Illa Allah (Tidak Ada Yang Maha Memberi Rezeki Kecuali
Allah)
3. La Hafiza Illa Allah (Tidak Ada Yang Maha memelihara Kecuali Allah)
4. La Mudabbira Illa Allah (Tidak Ada Yang Maha mengelola Kecuali Allah)
5. La Malika Illa Allah (Tidak Ada Yang Maha Memiliki Kecuali Allah)
6. La Waliya Illa Allah (Tidak Ada Yang MahaMemimpin Kecuali Allah)
7. La Hakima Illa Allah (Tidak Ada Yang Maha Menentukan Aturan Kecuali
Allah)
8. La Ghayata Illa Allah (Tidak Ada Yang Maha menjadi Tujuan Kecuali
Allah)

Bahan ajar AIK I di susun oleh : Mukhsin, S.Ag.MH berdasarkan kurikulum Pendidikan AL-Islam
dan kemuhammadiyah pada Perguruan Tinggi Muhammadiyah yang di terbitkan oleh Majelis Dikti
Pimpinan Pusat muhammadiyah. Tahun Akademik 2015/ 2016
73
9. La Ma'buda Illa Allah (Tidak Ada Yang Maha Disembah Kecuali Allah)
(Yunahar Ilyas, :30)
Konsekuensi dari kalimat La Ilaha illa Allah adalah akan menimbulkan
keberanian (al-Ma'idah: 52), ketenangan (ar-Ra'd; 28), dan sikap optimis (an-
Nur: 55).
Untuk mencapai itu semua, kalimat La Ilaha illa Allah tersebut harus
memenuhi beberapa syarat:
1. Adanya pengetahuan yang dapat menghilangkan kebodohan.
2. Adanya penerimaan yang dapat menghilangkan penolakan.
3. Adanya keyakinan yang menghilangkan keraguan.
4. Adanya keikhlasan yang menghilangkan kemusyrikan.
5. Adanya kejujuran yang menghilangkan kebohongan.
6. Adanya kecintaan yang menghilangkan kemarahan dan kebencian.
7. Adanya kepatuhan yang menghilangkan pengingkaran. (Assegaf, )
Seorang muslim yang telah memenuhi syarat syahadat di atas akan
timbul dalam dirinya sikap rela untuk diatur oleh Allah dan RasulNya dalam
kehidupan sehari-hari, yang pada akhirnya akan membawanya pada kebahagiaan
hidup di dunia dan akhirat.
Kalimat la ilaha illa Allah, di samping perlu dilakukan secara benar dan
memenuhi syarat, dapat menjadi batal karena beberapa perkara berikut;
1. Beramal untuk selain Allah;
2. Memberikan hak perintah dan larangan kepada selain Allah;
3. Memberikan ketaatan kepada selain Allah;
4. Berhukum selain dari dan bertentangan dengan kehendak Allah;
5. Meninggalkan keyakian atas keesaan Allah
6. Menyembah dan beribadah kepada selain Allah; dan
7. Mempersekutukan Allah. (Assegaf, ; Yunahar, )

Tauhid sebagai Landasan bagi Semua Aspek Kehidupan.

Bahan ajar AIK I di susun oleh : Mukhsin, S.Ag.MH berdasarkan kurikulum Pendidikan AL-Islam
dan kemuhammadiyah pada Perguruan Tinggi Muhammadiyah yang di terbitkan oleh Majelis Dikti
Pimpinan Pusat muhammadiyah. Tahun Akademik 2015/ 2016
74
Dalam QS. an-Naas: 1-6 disebutkan pembagian tauhid dalam tiga aspek,
rububiyah, mulkiyah, dan uluhiyah. Pertama, tauhid rububiyah adalah
mengesakan Allah dalam penciptaan, pemeliharaan, pengaturan rezeki, dan
kepemilikan. Orang yang bertauhid dalam kategori ini di dalam dirinya akan
tumbuh kesadaran atas karunia Allah yang diungkapkan dengan rasa syukur.
Tauhid rububiyah ini sebagai landasan bagi setiap muslim untuk bersyukur sebab
Allah lah yang menciptakan, memelihara, menjamin rezeki dan memiliki
manusia.
Kedua, tauhid mulkiyah adalah mengesakan Allah sebagai satu-satunya
pemimpin, pembuat hokum dan pemerintah. Tauhid mulkiyah ini menjadi
landasan operasional bagi setiap muslim untuk bertingkah laku, karena ketika
Allah menciptakan manusia, dia telah menciptakan cetak biru (blueprint) bagi
mereka di dalam al-Qur'an as-Sunnah sebagai peedoman hidup agar menjadi
muslim yang kaffah.
Ketiga, tauhid uluhiyah adalah mengesakan Allah dalam peribadatan dan
penyembahan. Tauhid uluhiyah merupakan muara dari tauhid rububiyah dan
mulkiyah. Tauhid uluhiyah menjadi landasan bagi seluruh amal seorang muslim,
karena kepada Allah sajalah harusnya muslim itu menyembah.

Fungsi dan Peran Tauhid


Tauhid berfungsi:
1. Memerdekakan manusia dari segala perbudakan dan penghambaan kecuali
kepada Allah. Memerdekakan fikiran dari berbagai khurafat dan ilusi keliru.
Memerdekakan hati dari tunduk, menyerah, dan menghinakan diri kepada
selain Allah. Memerdekakan hidup dari kekuasaan thaghut yang menuhankan
diri atas hamba-hamba Allah.
2. Menghasilkan pribadi yang kokoh. Pribadi yang memiliki visi hidup yang
jelas yang tidak menggantungkan diri kepada selain Allah.

Bahan ajar AIK I di susun oleh : Mukhsin, S.Ag.MH berdasarkan kurikulum Pendidikan AL-Islam
dan kemuhammadiyah pada Perguruan Tinggi Muhammadiyah yang di terbitkan oleh Majelis Dikti
Pimpinan Pusat muhammadiyah. Tahun Akademik 2015/ 2016
75
3. Mengisi hati dengan keamanan dan ketenangan
4. Meningkatkan nilai ruhani manusia
5. Membangun persaudaraan dan keadilan.
Untuk dapat memainkan fungsi tersebut, menurut Syahrin Harahap
tauhid harus memiliki empat karakteristik, yaitu:
a. Tauhid yang mengembangkan sifat positif dan menekan sifat negative
manusia.
b. Tauhid yang mempunyai daya tahan terhadap guncangan perubahan.
c. Tauhid yang menggerakkan pandangan positif terhadap dunia, etos kerja,
etos ekonomi, dan etos ilmu pengetahuan.
d. Tauhid yang mengendalikan keseimbangan. (Syahrin, : 75)

Urgensi Tauhid
Manusia pada hakikatnya memiliki kecenderungan kuat untuk bertauhid,
karena kemampuan akal yang dimiliki itu mengarahkannya pada sikap
rasionalistik bahwa Tuhan yang pantas disembah dan ditakuti adalah Tuhan yang
satu, yang memiliki kekuasaan absolute. Sikap tauhid sesungguhnya merupakan
fitrah manusia, tetapi persentuhan dengan dunia luar, yakni budaya, terutama
dimensi symbol, bisa memperkuat atau sebaliknya meluluhlantakkan nilai-nilai
tauhid tersebut.
Ada beberapa faktor penyebab luluhnya nilai-nilai ketauhidan tersebut,
yaitu;
1. Manusia terlalu mengagungkan akal sehingga baik secara langsung maupun
tidak mencoba mengganti Tuhan dengan akalnya.
2. Manusia kurang menggunakan akal sehingga mudah tertipu oleh kekuatan-
kekuatan semu (pseudo-forces) yang menjerumuskan ke dalam takhayul,
bid'ah, dan khurafat.

Bahan ajar AIK I di susun oleh : Mukhsin, S.Ag.MH berdasarkan kurikulum Pendidikan AL-Islam
dan kemuhammadiyah pada Perguruan Tinggi Muhammadiyah yang di terbitkan oleh Majelis Dikti
Pimpinan Pusat muhammadiyah. Tahun Akademik 2015/ 2016
76
3. Manusia terlalu membesar-besarkan kehidupan duniawi sehingga lalai akan
kehidupan kekal di akhirat. Manusia yang melalaikan akhirat, secara
langsung ataupun tidak, telah meremehkan Tuhan.
4. Manusia terlalu mengejar kehidupan material sehingga melalaikan kehidupan
spiritual. Padahal kehidupan spiritual mengandung kedalaman dimensi dan
kedekatan pada Tuhan.
5. Manusia memiliki kemampuan menciptakan simbol-simbol baru dan
menganggapnya sebagai kemajuan sehingga lalai dari symbol-simbol
ketauhidan yang murni. Misalnya perubahan yang disebabkan kemajuan
Iptek dipandang lebih hebat daripada kekuatan berzikir, sehingga peran Allah
secara perlahan digantikan oleh Iptek (Zaki, :33)
Sebaliknya faktor-faktor yang memperkuat nilai-nilai ketauhidan, di
antaranya sebagai berikut;
1. Sikap selalu memperbaharui syahadat sehingga orang yang bersangkutan
terjaga dari perbuatan-perbuatan yang mengarah pada kesyirikan.
2. Sikap tidak mudah terpengaruh oleh situasi yang cepat berubah dan
menjanjikan hasil yang cepat.
3. Sikap asyik dalam beribadah sehingga membentuk pribadi yang kokoh,
tidak mudah tergoda oleh pesona kehidupan duniawi.
4. Sikap hati-hati dalam ibadah dan ada rasa khawatir bahwa nilai
ibadahnya masih jauh dari sempurna.
5. Sikap tawakkal yang tidak menenggelamkan pertimbangan akal sehingga
tidak terpuruk ke dalam sikap fatalistic.
6. Sikap menyadari kelemahan sendiri sebagai manusia, terutama akibat
godaan hawa nafsu, sehingga senantiasa memohon pertolongan Allah.
(Zaki, :34)

Jaminan Allah bagi yang orang yang Bertauhid Mutlak


Tauhid termasuk masalah mental-spiritual. Bagi orang yang memiliki
tauhid Allah swt memberikan jaminan berikut ini:

Bahan ajar AIK I di susun oleh : Mukhsin, S.Ag.MH berdasarkan kurikulum Pendidikan AL-Islam
dan kemuhammadiyah pada Perguruan Tinggi Muhammadiyah yang di terbitkan oleh Majelis Dikti
Pimpinan Pusat muhammadiyah. Tahun Akademik 2015/ 2016
77
1. Hurriyah, yaitu jiwa yang bebas dan merdeka (al-An'am: 82)
2. Thuma'ninah, yaitu hati yang tenang (al-A'raf: 96)
3. Hayat thayyibah, yaitu kehidupan yang baik (an-Nahl: 97)
4. Barokah, yaitu berkah yang melimpah (al-A'raf; 96)
5. Jannah, yaitu masuk surga (Yunus:25-26)
6. Mardhatillah, yaitu memperoleh ridha Allah (al-Bayyinah: 8) (Asegaf: 234)

KONSEP AQIDAH DALAM ISLAM

Pengertian Aqidah
Aqidah berasal dari kata 'aqada-ya'qidu-'aqdan yang berarti simpul,
ikatan, dan perjanjian yang kokoh dan kuat. Setelah terbentuk menjadi 'aqidatan

Bahan ajar AIK I di susun oleh : Mukhsin, S.Ag.MH berdasarkan kurikulum Pendidikan AL-Islam
dan kemuhammadiyah pada Perguruan Tinggi Muhammadiyah yang di terbitkan oleh Majelis Dikti
Pimpinan Pusat muhammadiyah. Tahun Akademik 2015/ 2016
78
('aqidah) berarti kepercayaan atau keyakinan. Kaitan antara 'aqdan dengan
'aqidatan adalah bahwa keyakinan itu tersimpul dan tertambat dengan kokoh di
dalam hati, bersifat mengikat dan mengandung perjanjian.
Jamil Shaliba dalam Mu'jam al-Falsafi mengartikan aqidah secara bahasa
adalah menghubungkan dua sudut atau ujung sehingga bertemu dan bersambung
secara kokoh. Ini yang membedakan kata aqidah dengan kata ribath yang juga
berarti ikatan tetapi ikatan yang mudah dibuka. (Abuddin Nata, 1998:84)
Makna 'aqidah secara etimologis ini akan lebih jelas apabila dikaitkan
dengan pengertian terminologisnya, seperti diungkapkan oleh Hasan al-Banna
dalam Majmu' ar-Rasa'il: 'Aqa'id (bentuk jamak dari 'aqidah) adalah beberapa
perkara yang wajib diyakini kebenarannya oleh hati, mendatangkan ketentraman
jiwa, menjadi keyakinan yang tidak tercampur sedikitpun dengan keraguan.
Abu Bakar al-Jazairi dalam 'Aqidah al-Mukmin menjelaskan bahwa
aqidah adalah sejumlah kebenaran yang dapat diterima secara mudah oleh
manusia berdasarkan akal, wahyu, dan fitrah. Kebenaran itu ditanamkan dalam
hati dan ditolak segala sesuatu yang bertentangan dengan kebenaran itu.
Dari dua pengertian tersebut ada beberapa hal penting yang harus
diperhatikan dalam memahami aqidah secara lebih tepat dan jelas.
Pertama, setiap manusia memiliki fitrah untuk mengakui kebenaran
dengan potensi yang dimilikinya. Indra dan akal digunakan untuk mencari dan
menguji kebenaran, sedangkan wahyu menjadi pedoman untuk menentukan
mana yang baik dan mana yang buruk. Dalam beraqidah hendaknya manusia
menempatkan fungsi masing-masing alatntersebut pada posisi yang sebenarnya.
Sejalan dengan hal ini Allah swt berfirman:
(An-Nahl, 16: 78)
(Al-Maidah, 5:15-16)
Kedua, keyakinan itu harus bulat dan penuh, tidak berbaur dengan
kesamaran dan keraguan . oleh karena itu, untuk sampai kepada keyakinan,
manusia harus memiliki ilmu sehingga dapat menerima kebenaran dengan
sepenuh hati setelah mengetahui dalil-dalilnya. Allah berfirman:

Bahan ajar AIK I di susun oleh : Mukhsin, S.Ag.MH berdasarkan kurikulum Pendidikan AL-Islam
dan kemuhammadiyah pada Perguruan Tinggi Muhammadiyah yang di terbitkan oleh Majelis Dikti
Pimpinan Pusat muhammadiyah. Tahun Akademik 2015/ 2016
79
(Al-Haj, 22:54)
Ketiga, aqidah harus mampu mendatangkan ketentraman jiwa kepada
orang yang meyakininya. Untuk itu diperlukan adanya keselarasan antara
keyakinan lahiriah dan batiniah. Pertentangan antara kedua hal tersebut akan
melahirkan kemunafikan. Sikap munafik ini akan mendatangkan kegelisahan.
Allah swt berfirman:
(Al-Baqarah, 2: 80)
(An-Nisa', 4: 142-143)
Keempat, apabila seseorang telah meyakini suatu kebenaran, maka
konsekuensinya ia harus sanggup membuang jauh-jauh segala hal yang
bertentangan dengan kebenaran yang diyakininya.

Ruang Lingkup Aqidah


Menurut Hasan al-Bana ruang lingkup pembahasan aqidah meliputi:
1. Ilahiyah, yaitu pembahasan tentang segala sesuatu yang berhubungan dengan
Ilah (Tuhan) , seperti wujud Allah, nama-nama dan sifat-sifat Allah,
perbuatan-perbuatan (af'al) Allah, dan lain-lain.
2. Nubuwwah, yaitu pembahasan tentang segala sesuatu yang berhubungan
dengan nabi dan rasul, termasuk pembicaraan mengenai kitab-kitab Allah,
mukjizat, dan sebagainya.
3. Ruhaniah, yaitu pembahasan tentang segala sesuatu yang berhubungan
dengan alam metafisik, seperti malaikat, jin iblis, setan, dan ruh.
4. Sam'iyah, yaitu pembahasan tentang segala sesuatu yang hanya bisa
diketahui melalui sami', yakni dalil naqli berupa Al-Qur'an dan As-Sunnah,
seperti alam barzakh, akhirat, azab kubur, dan sebagainya.
Di samping itu ada yang yang berpendapat bahwa ruang lingkup aqidah
meliputi arkanul iman (rukun iman), yaitu:
1. Iman kepada Allah;
2. Iman kepada malaikat;
3. Iman kepada kitab-kitab

Bahan ajar AIK I di susun oleh : Mukhsin, S.Ag.MH berdasarkan kurikulum Pendidikan AL-Islam
dan kemuhammadiyah pada Perguruan Tinggi Muhammadiyah yang di terbitkan oleh Majelis Dikti
Pimpinan Pusat muhammadiyah. Tahun Akademik 2015/ 2016
80
4. Iman kepada nabi dan rasul;
5. Iman kepada hari akhir; dan
6. Iman kepada qada dan qadar Allah.

Sumber Aqidah
Sumber aqidaah Islam adalah al-Qur'an dan as-Sunnah al-Maqbulah. Artinya
informasi yang wajib diyakini (diimani dan diamalkan) hanya diperoleh melalui
al-Qur'an dan as-Sunnah al-Maqbulah
Dalam bidang aqidah, akal tidak diberi kesempatan untuk menambah hal yang
telah termaktub dalam al-Qur'an dan as-Sunnah , sebab bila dalam bidang ini
akal diberi kesempatan menambah hal yang baru, pasti akan terjadi
penyelewengan dari yang telah digariskan Al-Qur'an dan Sunnah. (Azhar Basyir
Akal dalam hal ini berfungsi untuk memahami nash-nash (teks) yang
terdapat di dalam al-Qur'an dan as-Sunnah. Akal dalam batas-batas tertentu juga
dapat difungsikan untuk membuktikan secara ilmiah kebenaran yang
disampaikan oleh al-Qur'an dan as-Sunnah. Hal ini dilakukan dengan sebuah
kesadaran bahwa kemampuan akal manusia sangat terbatas. (Yunahar Ilyas,
2010: 6)

Metode Rasulullah saw Menanamkan Aqidah


Pada masa hidup Rasulullah saw, aqidah diajarkan berdasarkan wahyu yang
diterimanya dari Allah yang dituangkan dalam Al-Qur'an. Untuk menanamkan
aqidah Allah memerintahkan agar manusia mengarahkan perhatiannya kepada
alam sekitarnya. Akal manusia didorong untuk memikirkan bukti kebesaran
Allah dengan dengan adanya alam semesta. Fitrah beragama manusia digugah
sehingga benar-benar merasakan adanya kekuatan di luar alam, yang menjadi
sumber wujud, yaitu Allah, Tuhan yang mencipta dan memlihara
Seluruh alam semesta.
Rasulullah saw melarang penggunaan akal terhadap hal-hal yang
memang tidak mungkin dicapai oleh akal manusia, seperti masalah zat Allah,

Bahan ajar AIK I di susun oleh : Mukhsin, S.Ag.MH berdasarkan kurikulum Pendidikan AL-Islam
dan kemuhammadiyah pada Perguruan Tinggi Muhammadiyah yang di terbitkan oleh Majelis Dikti
Pimpinan Pusat muhammadiyah. Tahun Akademik 2015/ 2016
81
ruh, dan sebagainya. Hal tersebut dikarenakan akal manusia itu memiliki
keterbatasan.
Aqidah yang diajarkan Rasulullah saw kepada para sahabat mudah
dipahami dan berhasil mengubah keyakinan umat penyembah berhala menjadi
umat tauhid yang sangggup berpegang teguh kepada kebenaran, menegakkan,
dan menyebarluaskan ke seluruh penjuru dunia. (Sayid Sabiq, 1986: 23-24 dan
Azhar Basyir

Karakteristik Aqidah
Aqidah bersifat murni baik dalam isinya maupun prosesnya. Yang
diyakini dan diakui sebagai Tuhan yang wajib disembah hanya Allah. Keyakinan
tersebut sedikitpun tidak boleh diberikan kepada yang lain, karena akan
berakibat musyrik yang berdampak pada motivasi kerja yang tidak sepenuhnya
didasarkan atas panggilan Allah
Dalam prosesnya , keyakinan tersebut harus langsung, tidak boleh
melalui perantara. Aqidah demikian itulah yang yang akan melahirkan bentuk
pengabdian hanya kepada Allah, yang selanjutnya berjiwa bebas, merdeka, dan
tidak tunduk pada manusia dan lainnya yang menggantikan posisi Tuhan.
(Abuddin Nata, 1998: 83-85)
Menurut Sayid Sabiq (1986: 17), aqidah merupakan kesatuan yang tidak
akan berubah-ubah karena pergantian zaman atau tempat, tidak pula berganti-
ganti karena perbedaan golongan atau masyarakat. Allah swt berfirman (Asy-
Syura 13)
Aqidah juga bersifat total dan berhubungan antara satu sama lainnya.
Aqidah tidak terbatas hanya dalam mempercayai rukun iman, melainkan harus
terimplementasi dalam segala aktivitas manusia( Syahrin Harahap, 1997: 75)

Kedudukan Aqidah
Aqidah sebagai sistem kepercayaan yang bermuatan elemen-elemen dasar
keyakinan, menggambarkan sumber dan hakikat keberadaan agama. Aqidah

Bahan ajar AIK I di susun oleh : Mukhsin, S.Ag.MH berdasarkan kurikulum Pendidikan AL-Islam
dan kemuhammadiyah pada Perguruan Tinggi Muhammadiyah yang di terbitkan oleh Majelis Dikti
Pimpinan Pusat muhammadiyah. Tahun Akademik 2015/ 2016
82
berisikan ajaran tentang apa saja yang mesti dipercayai, diyakini, dan diimani
oleh setiap muslim. Karena Islam bersumber kepada kepercayaan dan keimanan
kepada Tuhan, maka aqidah merupakan sistem yang mengikat manusia kepada
Islam. Seorang manusia disebut muslim manakala dengan penuh kesadaran dan
ketulusan bersedia terikat dengan sistem kepercayaan Islam. Karena itu, aqidah
merupakan ikatan dan simpul dasar Islam yang pertama dan utama.
Aqidah dalam Islam meliputi keyakinan dalam hati tentang Allah
sebagai Tuhan yang wajib disembah, ucapan dengan lisan dalam bentuk dua
kalimat syahadat, dan perbuatan dengan amal saleh. Aqidah demikian itu
mengandung arti bahwa dari orang yang beriman tidak ada rasa dalam hati,
ucapan di mulut, atau perbuatan melainkan secara keseluruhan menggambarkan
iman kepada Allah, yakni tidak ada niat, ucapan, dan perbuatan yang ditunjukkan
oleh orang yang beriman kecuali semuanya sejalan dengan kehendak Allah.
Muslim yang baik adalah yang memiliki aqidah yang lurus dan kuat
yang mendorongnya untuk melaksanakan amal yang hanya ditujukan hanya
kepada Allah sehingga tergambar akhlak yang terpuji pada dirinya. Aqidah
selanjutnya harus berpengaruh ke dalam segala aktivitas yang dilakukan
manusia, sehingga berbagai aktivitas tersebut bernilai ibadah.
Aqidah bukan sekedar keyakinan dalam hati, melainkan pada tahap
selanjutnya harus menjadi acuan dan dasar dalam bertingkah laku dan berbuat
yang pada akhirnya menimbulkan amal saleh.
Terkait dengan aqidah, seseorang dapat diklasifikasi menjadi tiga
kategori yaitu:
a. Ingkar, seseorang yang melakukan perbuatan baik tetapi tidak dilandasi oleh
aqidah atau keimanan.
b. Fasik, seseorang yang mengaku beraqidah dan beriman tetapi tidak mau
melaksanakan perbuatan baik.
c. Munafik, seseorang yang mengaku beriman dan berbuat baik tetapi dengan
landasan aqidah yang tidak lurus.
Tingkatan Aqidah

Bahan ajar AIK I di susun oleh : Mukhsin, S.Ag.MH berdasarkan kurikulum Pendidikan AL-Islam
dan kemuhammadiyah pada Perguruan Tinggi Muhammadiyah yang di terbitkan oleh Majelis Dikti
Pimpinan Pusat muhammadiyah. Tahun Akademik 2015/ 2016
83
Proses beraqidah adalah proses bertahap. Setidaknya ada empat
tingkatanyang dilalui seseorang dalam beraqidah, yaitu:
1. Tingkatan taqlid, yaitu beraqidah karena ikut-ikutan saja, tanpa pendirian
yang mantap. Hal ini disebabkan karena pengetahuan seseorang tentang
masalah ketuhanan masih kurang, namun ia tidak berupaya meningkatkan
pengetahuan tersebut.
2. Tingkatan yakin, yaitu beraqidah dengan pengetahuan yang memadai serta
mampu menunjukkan bukti dan alasan atas keyakinan tersebut, namun
belum mampu merasakan hubungan yang kuat dan mendalam antara obyek
dan bukti yang didapatnya. Aqidah pada tingkat ini masih bisa goyang
dengan sanggahan dan argument lain yang lebih rasional dan mendalam.
3. Tingkatan ainul yakin, yaitu beraqidah secara mendalam, rasional, dan
ilmiah sehingga seseorang mampu menemukan hubungan antara obyek
dengan buktinya. Pada tingkatan ini aqidah telah mampu menjawab
sanggahan dan argument yang meragukan aqidahnya.
4. Tingkatan haqqul yakin, merupakan tingkat tertinggi dari capaian aqidah
seseorang. Pada tingkat ini ia tidak hanya telah mampu menemukan
hubungan antara obyek dengan buktinya, memahami masalah ketuhanan
secara mendalam, rasional, dan ilmiah, melainkan telah pula merasakannya
melalui pengalaman keberagamaan (religious experiences), penghayatan,
dan pengamalan ajaran agamanya. (Assegaf, :)

Fungsi Aqidah
Menurut Sayid Sabiq (1986: 21) aqidah merupakan ruh bagi setiap
muslim. Berpegang teguh kepada aqidah akan menyebabkan hidup seseorang
baik dan menggembirakan. Sebaliknya meninggalkan aqidah menyebabkan
matinya semangat kerohanian manusia. Aqidah bagaikan cahaya. Apabila
seseorang tidak melihatnya maka ia akan tersesat dalam menjalani hidupnya.
Tentang hal ini Allah berfirman (Al-An'am:122)

Bahan ajar AIK I di susun oleh : Mukhsin, S.Ag.MH berdasarkan kurikulum Pendidikan AL-Islam
dan kemuhammadiyah pada Perguruan Tinggi Muhammadiyah yang di terbitkan oleh Majelis Dikti
Pimpinan Pusat muhammadiyah. Tahun Akademik 2015/ 2016
84
Aqidah berfungsi memotivasi pandangan yang positif terhadap dunia,
memotivasi seseorang supaya mengejar ilmu pengetahuan, dan memberi
keseimbangan bagi manusia antara kepribadian 'aqilah (intelektual) dan
kepribadian sya'irah (nurani) (Syahrin, 1997: 75-76)
Menurut Abuddin Nata, aqidah memiliki beberapa fungsi.
1. Aqidah berfungsi sebagai faktor motivasi, kreatif, produktif, inovatif,
inspiratif, sublimatif, dan integratif. (Abuddin Nata, 2011:131-135).
a. Sebagai faktor motivasi, aqidah melahirkan keikhlasan bekerja semata-
mata mengharapkan ridha Allah;
b. Sebagai faktor kreatif, aqidah mendorong manusia melakukan kerja
produktif;
c. Sebagai faktor inovatif , aqidah mendorong manusia berupaya mencari
hal-hal baru yang bermanfaat bagi kepentingan umat manusia;
d. Sebagai faktor inspiratif, aqidah mempengaruhi orang untuk melahirkan
gagasan-gagasan baru dalam kehidupan;
e. Sebagai faktor sublimatif, aqidah meningkatkan fenomena kegiatan
manusia tidak hanya dalam hal keagamaan, tetapi juga dalam hal
keduniaan; dan
f. Sebagai faktor integratif, aqidah mempersatukan sikap dan pandangan
manusia serta aktivitasnya baik secara individual maupun kolektif dalam
menghadapi berbagai tantangan hidup.
2. Aqidah berfungsi mendorong manusia untuk melakukan amal saleh. Amal
saleh adalah perasaan, pikiran, dan perbuatan yang baik menurut Allah.
3. Aqidah berfungsi melahirkan optimisme dan rasa percaya diri.
4. Aqidah berfungsi melahirkan sikap jujur.
5. Aqidah berfungsi melahirkan sikap amanah.
6. Aqidah berfungsi melahirkan visi transendental
7. Aqidah berfungsi melahirkan semangat juang yang gigih dalam rangka jihad
di jalan Allah.

Bahan ajar AIK I di susun oleh : Mukhsin, S.Ag.MH berdasarkan kurikulum Pendidikan AL-Islam
dan kemuhammadiyah pada Perguruan Tinggi Muhammadiyah yang di terbitkan oleh Majelis Dikti
Pimpinan Pusat muhammadiyah. Tahun Akademik 2015/ 2016
85
8. Aqidah berfungsi melahirkan akhlak mulia yang dihasilkan dari proses
mengidentifikasi sifat-sifat agung yang ada pada Allah dan sifat-sifat mulia
yang ada pada Rasulullah saw.

Prinsip-Prinsip Aqidah
Sebagai bagian esensial ajaran Islam, aqidah menganut prinsip-prinsip berikut
ini:
1. Rabbaniyah (bersumber dari Allah). Bahwa aqidah itu bersumber dari Allah
swt, bukan hasil pemikiran manusia.
2. Insaniyah 'alamiyah (kemanusiaan universal). Bahwa aqidah diturunkan
untuk seluruh umat manusia dan berlaku sepanjang masa.
3. Syamil mutakammil (lengkap dan sempurna). Bahwa aqidah mencakup
seluruh aspek kehidupan.
4. Al-Basithah (mudah). Bahwa aqidah itu mudah dan sesuai dengan
kemampuan manusia.
5. Tsabit (konstan). Bahwa aqidah sejak pertama kali disampaikan Rasulullah
hingga kini tidak berubah.

SYIRIK DAN BAHAYANYA BAGI MANUSIA

1. Pengertian Syirik
Kata syirik berasal dari kata Arab, yang berarti sekutu atau persekutuan. Secara
terminologis, syirik mempunyai dua arti: arti umum dan arti khusus. Yang dimaksud
arti umum adalah menyamakan selain Allah dengan Allah dalam hal-hal yang
merupakan kekhususan Allah. Yang dimaksud dengan penyamaan di sini adalah

Bahan ajar AIK I di susun oleh : Mukhsin, S.Ag.MH berdasarkan kurikulum Pendidikan AL-Islam
dan kemuhammadiyah pada Perguruan Tinggi Muhammadiyah yang di terbitkan oleh Majelis Dikti
Pimpinan Pusat muhammadiyah. Tahun Akademik 2015/ 2016
86
semua bentuk kesekutuan, baik Allah menyamai yang lain pada kesekutuan itu,
maupun melebihi kesamaannya dari Allah. Atas dasar makna tersebut, syirik dibagi
menjadi tiga jenis:
Pertama, syirik dalam rububiyyah. Maksudnya menyamakan Allah dengan
sesuatu yang lain dalam hal rububiyyah yang menjadi kekhususan Allah, seperti
menciptakan, memberi rizqi, menghidupkan, mematikan dan lain sebagainya. Syirik
jenis ini disebut dengan tamtsil (penyerupaan) atau ta’thil (peniadaan).
Kedua, syirik dalam uluhiyyah. Maksudnya, menyamakan sesuatu atau
seseorang dalam kepatutan disembah dan ditaati yang menjadi kekhususan Allah,
seperti shalat, puasa, nadhar dan menyembelih kurban untuk selain Allah.
Ketiga, syirik dalam nama-nama dan sifat-sifat Allah. Maksudnya,
menyamakan sesuatu atau seseorang dengan Allah dalam nama-nama dan sifat-sifat
yang menjadi kekhususan Allah. Jenis ini biasanya disebut syirik tamtsil
(penyerupaan).
Sedang dimaksud arti khusus, yaitu menjadikan sesuatu selain Allah sebagai
tuhan yang ditaati dan disembah di samping Allah. Inilah makna syirik yang disebut
secara langsung di dalam al-Qur’an dan Sunnah. Allah berfirman:
Dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka mengabdi
kepada-Ku (al-Dzariyat/51: 56).

2. Bentuk-bentuk Syirik
Dilihat dari sifat dan tingkat sanksinya, syirik dapat dibagi dua: syirik besar
(as-syirku al-akbar) dan syirik kecil (as-syirku al-asghar).
a. Syirik Besar
Syirik besar adalah: “Menjadikan bagi Allah sekutu (niddan) yang (dia)
berdo’a kepadanya seperti berdo’a kepada Allah, takut, harap dan cinta
kepadanya seperti kepada Allah, atau melakukan salah satu bentuk ibadah
kepadanya seperti ibadah kepada Allah.” (Kitab al-Qaul as-Sadid, As-Sa’adi,

Bahan ajar AIK I di susun oleh : Mukhsin, S.Ag.MH berdasarkan kurikulum Pendidikan AL-Islam
dan kemuhammadiyah pada Perguruan Tinggi Muhammadiyah yang di terbitkan oleh Majelis Dikti
Pimpinan Pusat muhammadiyah. Tahun Akademik 2015/ 2016
87
tt.,29). Syirik besar itu ada yang zhahirun jaliyun (Nampak nyata), seperti
menyembah, matahari, bulan, bintang, malaikat, benda-benda tertentu, dan lain-
lain; dan ada yang bathinun khafiyun (tersembunyi) seperti berdo’a kepada orang
yang sudah meninggal, meminta pertolongan kepadanya untuk dikabulkan
keinginannya atau minta disembuhkan dari penyakit, dihindarkan dari bahaya
dan lain-lainnya.
Disebut khafiyun (tersembunyi) karena yang berdo’a tidak pernah
mengakui bahwa dia meminta kepada orang mati, dia menganggap orang mati
tersebut hanyalah sebagai perantara supaya do’anya dikabulkan oleh Allah swt
(az-Zumar 39:3). Dan juga dia tidak menganggap berdo’a di kuburan itu sebagai
ibadah – padahal do’a itu adalah otaknya ibadah (HR. Tirmizi).
Syirik jenis inilah (besar) yang dosanya tidak akan diampuni oleh Allah
swt- kecuali jika dia bertobat sebelum meninggal – dan pelakunya diharamkan
masuk surga:
“Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa syirik, dan Dia mengampuni
segala dosa yang selain dari (syirik) itu, bagi siapa yang dikehendaki-Nya.
Barangsiapa yang mempersekutukan Allah, maka sungguh ia telah berbuat dosa
yang besar.” (an-Nisa’ 4: 48).
Bukan berarti Allah menutup pintu tobat bagi orang musyrik, sebab Allah
akan mengampuni dosa apapun kalau yang bersangkutan bertobat kepadaNya:
“Katakanlah: "Hai hamba-hamba-Ku yang malampaui batas terhadap diri
mereka sendiri, janganlah kamu berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya
Allah mengampuni dosa-dosa semuanya. Sesungguhnya Dialah Yang Maha
Pengampun lagi Maha Penyayang.” (az-Zumar, 39:53).
Tetapi bila seorang musyrik tidak bertobat sebelum meninggal dunia
pintu keampunan sudah tertutup baginya, dan di akherat nanti dia akan
dimasukkan oleh Allah ke dalam neraka:

“Sesungguhnya orang yang mempersekutukan (sesuatu dengan) Allah, maka


pasti Allah mengharamkan kepadanya surga, dan tempatnya ialah neraka,

Bahan ajar AIK I di susun oleh : Mukhsin, S.Ag.MH berdasarkan kurikulum Pendidikan AL-Islam
dan kemuhammadiyah pada Perguruan Tinggi Muhammadiyah yang di terbitkan oleh Majelis Dikti
Pimpinan Pusat muhammadiyah. Tahun Akademik 2015/ 2016
88
tidaklah ada bagi orang-orang zalim itu seorang penolongpun.” (al-Maidah 5:
72)
Disebut orang-orang musyrik itu sebagai orang-orang zalim karena
kemusyrikan itu memang sebuah kezaliman yang sangat besar.
“Sesungguhnya mempersekutukan (Allah) adalah benar-benar kezaliman yang
besar." (Luqman 31: 13)

b. Syirik Kecil
Syirik kecil adalah: “Semua perkataan dan perbuatan yang akan
membawa seseorang kepada kemusyrikan.” (as-Sa’adi, tt., 30).
Syirik kecil ini termasuk dosa besar yang dikhawatirkan akan mengantarkan
pelakunya kepada syirik besar. Jika orang yang melakukan syirik kecil
meninggal sebelum bertobat, dan di akhirat ternyata Allah tidak berkenan
mengampuninya maka ia akan masuk neraka.
Di antara amal perbuatan yang termasuk kategori syirik kecil ini adalah:
1). Bersumpah dengan selain Allah:
“Barangsiapa yang bersumpah dengan selain nama Allah dia telah kufur
atau syirik.” (HR. Tirmidzi)
Memakai azimat, (untuk menolak bahaya atau memurahkan rezki) .)2
“Dari Uqbah bin ‘Amr, Rasulullah saw bersabda: Barangsiapa
menggantungkan diri kepada tangkal maka Allah tidak akan
menyempurnakan (imannya), dan barangsiapa yang menggantungkan diri
kepada azimat maka Allah tidak akan mempercayakan kepadanya.” (HR.
Ahmad)
“Barangsiapa yang menggantungkan diri kepada azimat maka dia telah
berbuat syirik.” (HR. Ahmad)
3). Menggunakan mantera-mantera untuk menolak kejahatan, pengobatan
dan sebagainya.
“Sesungguhnya mantera, azimat dan guna-guna itu adalah perbuatan
syirik.”(HR. Ibn Hibban)

Bahan ajar AIK I di susun oleh : Mukhsin, S.Ag.MH berdasarkan kurikulum Pendidikan AL-Islam
dan kemuhammadiyah pada Perguruan Tinggi Muhammadiyah yang di terbitkan oleh Majelis Dikti
Pimpinan Pusat muhammadiyah. Tahun Akademik 2015/ 2016
89
4). Sihir
“Barangsiapa yang membuat satu simpul kemudian dia meniupinya, maka
sungguh ia telah menyihir. Barangsiapa menyihir, sungguh ia telah berbuat
syirik.” (HR. Nasa’i)
5). Ramalan atau perbintanagan (Astrology)
“Barangsiapa yang mempelajari salah satu cabang dari perbintangan,
maka dia telah mempelajari sihir.”(HR. Abu Dawud)
“Barangsiapa yang dating kepada tukang ramal, kemudian bertanya
tentang sesuatu dan membenarkan apa yang dikatakannya tidak akan
diterima shalatnya selama 40 hari.” (HR. Muslim)
6). Bernazar kepada selain Allah
“Barangsiapa yang bernazar untuk berbuat taat kepada Allah maka
hendaklah dia laksanakan nazarnya itu, dan barangsiapa yang bernazar
untuk mendurhakai Allah maka janganlah dia mendurhakaiNya.” (HR.
Bukhari)
7). Menyembelih binatang atau mempersembahkan korban bukan kepada
Allah swt.
“Dari Ali RA, Rasulullah saw bersabda kepadaku dengan empat kalimat,
yaitu: “Allah melaknat orang yang menyembelih untuk selain Allah, Allah
melaknat orang yang melaknat kedua orang tuanya, Allah melaknat orang
yang melindungi penjahat, dan Allah melaknat orang yang merubah batas
tanah miliknya.” (HR. Ahmad)
8). Riya
Secara khusus Rasulullah saw mengingatkan akan bahaya salah satu syirik
kecil yaitu riya:

“Sesungguhnya sesuatu yang paling aku takutkan terjadi pada kalian


adalah syirik kecil.” Sahabat bertanya: “Apa syirik kecil itu ya
Rasulullah?” Rasulullah menjawab: “Riya”. (HR. Ahmad)

Bahan ajar AIK I di susun oleh : Mukhsin, S.Ag.MH berdasarkan kurikulum Pendidikan AL-Islam
dan kemuhammadiyah pada Perguruan Tinggi Muhammadiyah yang di terbitkan oleh Majelis Dikti
Pimpinan Pusat muhammadiyah. Tahun Akademik 2015/ 2016
90
Riya pada hakekatnya adalah melakukan sesuatu karena ingin dilihat
atau ingin dipuji orang lain. Apabila seseorang melakukan sesuatu hanya
karena ingin dipuji orang lain, maka berarti dia telah melakukan syirik kecil.
Inilah yang paling ditakutkan oleh Rasulullah saw terjadi pada umatnya.
Dalam sebuah hadis Qudsi Allah berfirman:
“Akulah yang paling tidak memerlukan sekutu, barangsiapa yang
melakukan amalan yang menyekutukan Aku dengan yang lain, maka Aku
terlepas diri darinya, maka amalannya itu untuk sekutu itu. (Hadis Qudsi
Riwayat Muslim).
Artinya, silakan dia minta balasan amalannya kepada sekutu-sekutu itu, yang
tentu saja mereka tidak bisa memberikan apa-apa.
Demikian uraian tentang syirik besar dan syirik kecil beserta contoh-
contohnya, di samping contoh-contoh di atas masih banyak contoh-contoh
yang belum disebutkan, terutama yang bersifat “modern” yang akan dibahas
pada bab lain.

3. Penyebab Terjadinya Syirik Pada Manusia


Ada tiga sebab fundamental munculnya prilaku syirik, yaitu: a. al-Jahlu
(kebodohan), b. Dha’ful iman, dan c. Taqlid (ikut-ikutan secara membabi buta).
a. Al-Jahlu sebab pertama terjadinya perbuatan syirik. Oleh karena itu kondisi
masyarakat sebelum datangnya Islam disebut dengan masyarakat jahiliyah.
Sebab, mereka tidak tahu mana yang benar dan mana yang salah. Dalam kondisi
yang penuh dengan kebodohan itu, orang-orang cenderung berbuat syirik.
Karenanya semakin jahiliyah suatu kaum, bisa dipastikan kecenderungan berbuat
syirik semakin kuat. Biasanya di tengah masyarakat jahiliyah para dukun selalu
menjadi rujukan utama. Mengapa ? Karena mereka bodoh, dan dengan
kebodohannya mereka tidak tahu bagaimana seharusnya mengatasi berbagai
persoalan yang mereka hadapi. Pada akhirnya para dukun sebagai nara sumber
yang sangat mereka agungkan.

Bahan ajar AIK I di susun oleh : Mukhsin, S.Ag.MH berdasarkan kurikulum Pendidikan AL-Islam
dan kemuhammadiyah pada Perguruan Tinggi Muhammadiyah yang di terbitkan oleh Majelis Dikti
Pimpinan Pusat muhammadiyah. Tahun Akademik 2015/ 2016
91
b. Dha’ful imaan penyebab kedua perbuatan syirik. Seorang yang imannya lemah
cenderung berbuat maksiat. Sebab, rasa takut kepada Allah tidak kuat. Lemahnya
rasa takut kepada Allah ini akan dimanfaatkan oleh hawa nafsu untuk menguasai
diri seseorang. Ketika seseorang dibimbing oleh hawa nafsunya, maka tidak
mustahil ia akan jatuh ke dalam perbuatan-perbuatan syirik seperti memohon
kepada pepohonan besar karena ingin segera kaya, datang ke kuburan para wali
untuk minta pertolongan agar ia dipilih jadi presiden, atau selalu merujuk kepada
para dukun untuk supaya penampilannya tetap memikat hati orang banyak.
c. Taqlid penyebab ketiga perbuatan syirik. Al-Qur’an selalu menggambarkan
bahwa orang-orang yang menyekutukan Allah selalu memberi alasan mereka
melakukan itu karena mengikuti jejak nenek moyang mereka. Allah berfirman,
“Dan apabila mereka melakukan perbuatan keji [seperti: syirik, thawaf
telanjang di sekeliling ka’bah dan sebagainya], mereka berkata: "Kami
mendapati nenek moyang kami mengerjakan yang demikian itu, dan Allah
menyuruh kami mengerjakannya." Katakanlah: "Sesungguhnya Allah tidak
menyuruh (mengerjakan) perbuatan yang keji." Mengapa kamu mengada-
adakan terhadap Allah apa yang tidak kamu ketahui? (al-A’raf: 7: 28).
“Dan apabila dikatakan kepada mereka: "Ikutilah apa yang Telah diturunkan
Allah," mereka menjawab: "(Tidak), tetapi kami Hanya mengikuti apa yang
Telah kami dapati dari (perbuatan) nenek moyang kami". "(Apakah mereka akan
mengikuti juga), walaupun nenek moyang mereka itu tidak mengetahui suatu
apapun, dan tidak mendapat petunjuk?". (al-Baqarah: 2: 170)
“Apabila dikatakan kepada mereka: "Marilah mengikuti apa yang diturunkan
Allah dan mengikuti Rasul". mereka menjawab: "Cukuplah untuk kami apa yang
kami dapati bapak-bapak kami mengerjakannya". dan apakah mereka itu akan
mengikuti nenek moyang mereka walaupun nenek moyang mereka itu tidak
mengetahui apa-apa dan tidak (pula) mendapat petunjuk?. (al-Maidah: 5: 104)

4. Tindakan Rasulullah dalam Menangkal Syirik


:Ada beberapa cara agar kita terhindar dari kesyirikan, di antaranya adalah

Bahan ajar AIK I di susun oleh : Mukhsin, S.Ag.MH berdasarkan kurikulum Pendidikan AL-Islam
dan kemuhammadiyah pada Perguruan Tinggi Muhammadiyah yang di terbitkan oleh Majelis Dikti
Pimpinan Pusat muhammadiyah. Tahun Akademik 2015/ 2016
92
a. Dengan mengikhlaskan segala ibadah dan amal shalih kita hanya untuk mencari
ridha Allah swt. firman Allah:
"Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan
memurnikan ketaatan kepada-Nya dalam (menjalankan) agama yang lurus[jauh
dari syirik dan kesesatan], dan supaya mereka mendirikan shalat dan menunaikan
zakat; dan yang demikian Itulah agama yang lurus. (al-Bayyinah: 5)
Sabda Rasulullah dari Umar Ibnul Khaththab:
“Sesungguhnya amalan itu tergantung niat setiap orang mendapatkan pahal
sesuai dengan apa yang diniatkan”(HR. Bukhari (6689)dan Muslim (1907))
b. Mempelajari ilmu tauhid yang murni dan benar sesuai dengan apa yang diajarkan
oleh Rasulullah saw.Rasulullah bersabda:
“Barangsiapa yang Allah menghendaki padanya kebaikan maka Allah akan
memahamkannya di dalam perkara agama.”(HR. Bukhari (71) dan Muslim
(1037)).
Hadis di atas jelas menunjukkan bahwa kunci untuk mendapatkan kebaikan agama
adalah dengan mempelajari ilmu agama, dan kebaikan yang pokok adalah tauhid.
c. Mempelajari lawan dari tauhid, yaitu syirik, baik itu definisinya, jenis-jenisnya,
disertai contoh-contohnya, dan ancaman syirik. Karena untuk memahami sesuatu
terkadang kita juga harus mengenal lawannya. Lawan dari tauhid adalah syirik dan
lawan dari sunnah adlah bid’ah.
Sahabat Rasulullah saw. bernama Hudzaifah berkata:
“Dahulu orang-orang bertanya kepada Rasulullah saw. tentang perkara
kebaikan, sedangkan saya bertanya kepada beliau tentang perkara kejelekan
karena takut akan menimpaku.”(HR. Bukhari (3606) dan Muslim (1847))
d. Memperbanyak doa kepada Allah agar diberi keistiqamahan (keteguhan) di atas
tauhid dan sunnah dan agar dijauhkan dari segala bentuk kesyirikan dan
kebid’ahan baik yang kita ketahui ataupun tidak, baik yang kita sadari ataupun
tidak.
Salah satu do’a yang disebutkan oleh Allah dalam al-Qur’an adalah:

Bahan ajar AIK I di susun oleh : Mukhsin, S.Ag.MH berdasarkan kurikulum Pendidikan AL-Islam
dan kemuhammadiyah pada Perguruan Tinggi Muhammadiyah yang di terbitkan oleh Majelis Dikti
Pimpinan Pusat muhammadiyah. Tahun Akademik 2015/ 2016
93
“(mereka berdoa): "Ya Tuhan kami, janganlah Engkau jadikan hati kami
condong kepada kesesatan sesudah Engkau beri petunjuk kepada kami, dan
karuniakanlah kepada kami rahmat dari sisi Engkau; Karena Sesungguhnya
Engkau-lah Maha pemberi (karunia)". (Ali Imran 3: 8)
e. Bergaul dengan orang-orang yang lurus dan teguh agamanya serta menghindari
pergaulan dengan orang-orang yang melakukan kesyirikan agar tidak terpengaruh
dengan perbuatan mereka tersebut.

Hal inilah yang dicontohkan oleh para Nabi dan Rasul, di antaranya adalah
Nabi Ibrahim a.s.
Sebagaiman diceritakan Allah dalam al-Quran:
“ Sesungguhnya telah ada suri tauladan yang baik bagimu pada Ibrahim dan
orang-orang yang bersama dengan dia; ketika mereka berkata kepada kaum
mereka: "Sesungguhnya kami berlepas diri daripada kamu dari daripada apa
yang kamu sembah selain Allah, kami ingkari dan telah nyata antara kami dan
kamu permusuhan dan kebencian buat selama-lamanya sampai kamu beriman
kepada Allah saja… (al-Mumtahanah: 4)

Demikianlah beberapa cara yang bisa ditempuh untuk menghindari kesyirikan.


Dan cara-cara di atas bisa juga diterapkan untuk menghindari perkara-perkara bid’ah.

Daftar Bacaan

Al-Qur’an dan Terjemahnya, 1985. Jakarta: Departemen Agama RI


Abdul Wahab, Imam, 1887. Kitab Tauhid. Bandung: Pustaka.
http://www.kajiansunnah.net/2011/06/sebab-sebab-terjadinya-kesyirikan.html

Bahan ajar AIK I di susun oleh : Mukhsin, S.Ag.MH berdasarkan kurikulum Pendidikan AL-Islam
dan kemuhammadiyah pada Perguruan Tinggi Muhammadiyah yang di terbitkan oleh Majelis Dikti
Pimpinan Pusat muhammadiyah. Tahun Akademik 2015/ 2016
94
http://www.beasiswajogja.org/2013/07/menghindari-syirik_2144.htmlIlyas,
Yunahar, 1992, Kuliah Aqidah Islam, UMY, Lembaga Pengkajian Pengamalan Islam.
Shobron, Sudarno, dkk.2013, Studi Islam 1, LPIK, Ums, cet ke XI
See more at: http://dakwahquransunnah.blogspot.com/2012/09/kiat-kiat-menghindari-
kesyirikan-dan.html

SYIRIK PADA ZAMAN MODERN

A. Pengertian Syirik
Syirik merupakan salah satu perkara yang bertentangan dengan tauhid selain
kufur dan nifaq (Aqidah Akhlak Aliyah:1). Dalam kamus Al-Munawwir musyrik adalah

Bahan ajar AIK I di susun oleh : Mukhsin, S.Ag.MH berdasarkan kurikulum Pendidikan AL-Islam
dan kemuhammadiyah pada Perguruan Tinggi Muhammadiyah yang di terbitkan oleh Majelis Dikti
Pimpinan Pusat muhammadiyah. Tahun Akademik 2015/ 2016
95
isim fa’il dari lafadz ‫ اشراك‬-‫ يشرك‬-‫اشرك‬- yang berarti orang yang menyekutukan Allah.
(Munawwir, 1997:715). Lafadz-lafadz tersebut terambil dari lafadz ‫ ش]]]رك‬yang
mempunyai berbagai macam arti, di antaranya adalah sebagai berikut:
1.      Syarika-yasyraku-syirkan (menjadi sekutu, teman)
2.      Syarraka-yusyarriku (memasang tali)
3.      Syaaraka-yusyaariku, tasyaaraka-yatasyarraka (bersekutu dengan)
4.      Isytaraka-yasytariku (bersekutu dalam, persekutuan)
5.      Asyaraka fi (menjadikan sebagai sekutunya)
6.      Asyraka bi (menyekutukan Allah)
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, syirik adalah penyekutuan Allah dengan yang
lain, pengabdian selain kepada Allah Ta’ala dengan menyembah patung,tempat keramat,
dan kuburan, dan kepercayaan terhadap keampuhan peninggalan nenek moyang yang
diyakini akan menentukan dan mempengaruhi jalan kehidupan. Orang yang melakukan
syirik disebut musyrik. Seorang musyrik melakukan suatu perbuatan terhadap makhluk
(manusia maupun benda) yang seharusnya perbuatan itu hanya ditujukan kepada Allah
seperti menuhankan sesuatu selain Allah dengan menyembahnya, meminta pertolongan
kepadanya, menaatinya, atau melakukan perbuatan lain yang tidak boleh dilakukan
kecuali hanya kepada Allah SWT.
salah satunya adalah Q.S. An-Nahl: 36 yang berkenaan dengan “thaghut”.
Ayat tersebut menjelaskan bahwa Allah mengutus para nabi-Nya untuk mengajak dan
mengajarkan agama tauhid kepada umatnya supaya mereka hanya beribadah kepada
Allah dan menjauhi thaghut. Sedangkan thaghut menurut Quraish Shihab adalah segala
sesuatu yang melampaui batas. Bentuk pelampauan batas yang mereka lakukan adalah
dengan menyembah berhala-berhala yang tidak bisa memberikan sedikitpun manfaat dan
madlarat kepada penyembahnya.
Sejarah telah membuktikan bahwa syirik itu tidak hanya terjadi pada masa
jahiliyah akan tetapi pada masa dimana Islam telah mengajarkan ajaran tauhid kepada
segenap manusia juga banyak ditemui syirik. Jika kita baca kembali wacana-wacana
yang menceritakan tentang kisah para nabi dalam berdakwah maka tidak sedikit umat
mereka yang melakukan kesyirikan yang berupa menyembah kepada anak sapi,

Bahan ajar AIK I di susun oleh : Mukhsin, S.Ag.MH berdasarkan kurikulum Pendidikan AL-Islam
dan kemuhammadiyah pada Perguruan Tinggi Muhammadiyah yang di terbitkan oleh Majelis Dikti
Pimpinan Pusat muhammadiyah. Tahun Akademik 2015/ 2016
96
pepohonan, matahari,dll. Ada beberapa kisah nabi yang umatnya melakukan kesyirikan,
seperti Nabi Ibrahim, Nabi Musa, Nabi Ilyas, Nabi Shalih danNabi Hud.
Dari Uraian di atas dapat diambil kesimpulan bahwa pengertian syirik menurut Quraish
Shihab itu tidak berbeda jauh dengan pengertian-pengertian pada umumnya yaitu
menyekutukan Allah dengan sekutu-sekutunya, misalnya berhala-berhala yang mereka
sembah.

B. Bentuk-Bentuk Syirik
Menurut penyusun, bentuk kesyirikan yang dilakukan oleh umat masa kini tidak
jauh berbeda dengan kesyirikan yang dilakukan oleh umat terdahulu. Jika syirik pada
masa jahiliyyah itu berupa penyembahan berhala-berhala, pepohonan dan sebagainya
maka pada masa sekarang pun masih ada penyembahan-penyembahan tersebut. Jika
pada masa jahiliyyah terdapat sihir maka masa sekarang pun ada sihir. Perbedaan yang
ada antara syirik masa jahiliyyah dan masa sekarang adalah terletak pada alat-
alat/sarana/wasilah yang digunakan. Misalnya ramalan, ramalan yang dilakukan pada
masa jahiliyyah tanpa menggunakan teknologi berbeda dengan zaman sekarang yang
memanfaatkan kecanggihan teknologi untuk meramal seseorang, salah satu contoh yang
marak dan merambah dalam dunia periklanan yang menggunakan kecanggihan
komputer, internet atau telepon genggam yaitu dengan cara SMS reg spasi jodoh, reg
spasi rezeki, dan lain-lain.

Penafsiran Quraish Shihab mengenai syirik sangat relevan pada masa jahiliyyah
hingga saat ini dimana ajaran agama Islam telah sampai pada manusia. Hal ini dapat
dibuktikan dengan banyaknya bentuk-bentuk kesyirikan yang dilakukan oleh sebagian
besar manusia, tidak memandang apakah dia seorang muslim maupun non-muslim, baik
syirik besar maupun syirik kecil, baik disadari maupun tidak disadari.
Adapun bentuk-bentuk syirik pada zaman modern ini adalah :
1. Mempersembahkan salah satu bentuk ibadah kepada selain Allah Subhanahu wa
Ta’ala, seperti berdoa (memohon) kepada orang-orang shaleh yang telah mati,
meminta pengampunan dosa, menghilangkan kesulitan (hidup), atau mendapatkan

Bahan ajar AIK I di susun oleh : Mukhsin, S.Ag.MH berdasarkan kurikulum Pendidikan AL-Islam
dan kemuhammadiyah pada Perguruan Tinggi Muhammadiyah yang di terbitkan oleh Majelis Dikti
Pimpinan Pusat muhammadiyah. Tahun Akademik 2015/ 2016
97
sesuatu yang diinginkan, seperti keturunan dan kesembuhan penyakit, kepada orang-
orang shalih tersebut. Juga seperti mendekatkan diri kepada mereka dengan
sembelihan kurban, bernadzar, thawaf, shalat dan sujud… Ini semua adalah perbuatan
syirik, karena Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman,
“Katakanlah: Sesungguhnya shalatku, sembelihanku, hidupku dan matiku hanyalah
untuk Allah, Rabb semesta alam. Tiada sekutu baginya; dan demikian itulah yang
diperintahkan kepadaku dan aku adalah orang yang pertama-tama menyerahkan diri
(kepada Allah).” (QS al-An’aam: 162-163).
2. Mendatangi para dukun, tukang sihir, peramal (paranormal) dan sebagainya, serta
membenarkan ucapan mereka. Ini termasuk perbuatan ingkar (mendustakan) agama
yang diturunkan kepada Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam, berdasarkan
sabda beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Barangsiapa yang mendatangi dukun
atau tukang ramal kemudian membenarkan ucapannya, maka sungguh dia telah
ingkar terhadap agama yang diturunkan kepada nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi
wa sallam.”
Allah Subhanahu wa Ta’ala menyatakan kekafiran para dukun, peramal dan tukang
sihir tersebut dalam firman-Nya :
“Dan mereka mengikuti apa yang dibaca oleh syaitan-syaitan pada masa kerajaan
Sulaiman (dan mereka mengatakan bahwa Sulaiman itu mengerjakan sihir), padahal
Sulaiman tidak (mengerjakan sihir), hanya syaitan-syaitan itulah yang (mengerjakan
sihir). Mereka mengajarkan sihir kepada manusia dan apa yang diturunkan kepada
dua orang malaikat di negeri Babil, yaitu Harut dan Marut, sedang keduanya tidak
mengajarkan (sesuatu) kepada seorang pun sebelum mengatakan, ‘Sesungguhnya
kami hanya cobaan (bagimu), maka janganlah kamu ingkar.’ Maka, mereka
mempelajari dari kedua malaikat itu apa yang dengan sihir itu mereka dapat
menceraikan antara seorang (suami) dengan istrinya. Dan mereka itu (ahli sihir)
tidak memberi mudharat dengan sihirnya kepada seorang pun, kecuali dengan izin
Allah. Dan mereka mempelajari sesuatu yang memberi mudharat kepada diri mereka
sendiri dan tidak memberi manfaat. Padahal sesungguhnya mereka telah meyakini
bahwa barangsiapa yang menukarnya (kitab Allah) dengan sihir itu, tiadalah

Bahan ajar AIK I di susun oleh : Mukhsin, S.Ag.MH berdasarkan kurikulum Pendidikan AL-Islam
dan kemuhammadiyah pada Perguruan Tinggi Muhammadiyah yang di terbitkan oleh Majelis Dikti
Pimpinan Pusat muhammadiyah. Tahun Akademik 2015/ 2016
98
baginya keuntungan di akhirat, dan amat jahatlah perbuatan mereka menjual dirinya
sendiri dengan sihir, kalau mereka mengetahui.” (QS al-Baqarah:102).

Hal ini dikarenakan para dukun, peramal dan tukang sihir tersebut mengaku-ngaku
mengetahui hal-hal yang gaib, padahal ini merupakan kekhususan bagi Allah
Subhanahu wa Ta’ala,
“Katakanlah, ‘Tidak ada seorangpun di langit dan di bumi yang mengetahui perkara
yang ghaib, kecuali Allah’, dan mereka tidak mengetahui bilamana mereka akan
dibangkitkan.” (Qs. an-Naml: 65).
3. Berlebihan dan melampaui batas dalam mengagungkan Nabi Muhammad shallallahu
‘alaihi wa sallam. Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam sendiri yang melarang hal ini.
Diantara bentuk-bentuk pengagungan yang berlebihan dan melampaui batas kepada
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah sebagai berikut :
a. Meyakini bahwa beliau mengetahui perkara yang ghaib dan bahwa dunia
diciptakan karena beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam.
b. Memohon pengampunan dosa dan masuk surga kepada beliau shallallahu
‘alaihi wa sallam, karena semua perkara ini adalah khusus milik Allah Ta’ala
dan tidak ada seorang makhlukpun yang ikut serta memilikinya.
c. Melakukan safar (perjalanan) dengan tujuan menziarahi kuburan beliau
shallallahu ‘alaihi wa sallam, karena beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam
sendiri yang melarang perbuatan ini dalam sabda beliau shal lallahu ‘alaihi wa
sallam, “Tidak boleh melakukan perjalanan (dengan tujuan ibadah) kecuali ke
tiga masjid: Masjidil Haram, Masjid Nabawi dan Masjidil Aqsha.”
4. Berlebihan dan melampaui batas dalam mengagungkan kuburan orang-orang shalih,
yang terwujud dalam berbagai bentuk di antaranya:
a. Memasukkan kuburan ke dalam masjid dan meyakini adanya keberkahan dengan
masuknya kuburan tersebut.
b. Membangun (meninggikan) kuburan dan mengapur (mengecat)nya.
Dalam hadits yang shahih Jabir bin Abdullah radhiallahu ‘anhu berkata,
“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang dari mengapur (mengecat)
kuburan, duduk di atasnya, dan membangun di atasnya.”
Bahan ajar AIK I di susun oleh : Mukhsin, S.Ag.MH berdasarkan kurikulum Pendidikan AL-Islam
dan kemuhammadiyah pada Perguruan Tinggi Muhammadiyah yang di terbitkan oleh Majelis Dikti
Pimpinan Pusat muhammadiyah. Tahun Akademik 2015/ 2016
99
5. Termasuk perbuatan yang merusak tauhid dan akidah seorang muslim adalah
menggantungkan jimat, yang berupa benang, manik-manik atau benda lainnya, pada
leher, tangan, atau tempat-tempat lainnya, dengan meyakini jimat tersebut sebagai
penangkal bahaya dan pengundang kebaikan.
Perbuatan ini dilarang keras oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam
sebda beliau, “Barangsiapa yang menggantungkan jimat maka sungguh di telah
berbuat syirik.”
6. Demikian juga perbuatan ath-thiyarah/at-tathayyur, yaitu menjadikan sesuatu sebagai
sebab kesialan atau keberhasilan suatu urusan, padahal Allah Subhanahu wa Ta’ala
tidak menjadikannya sebagai sebab.
Perbuatan ini juga dilarang keras oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
dalam sebda beliau, “(Melakukan) ath-thiyarah adalah kesyirikan.”
7. Demikian juga perbuatan bersumpah dengan nama selain Allah. Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Barangsiapa yang bersumpah dengan
(nama) selain Allah maka sungguh dia telah berbuat syirik.”
Penyebab terjadinya syirik pada manusia
1. Mengagumi dan mengagungkan sesuatu
Secara fitrah manusia suka mengagumi kepahlawanan, sesuatu yang agung
dan luar biasa. Dari rasa kagum ini muncul keinginan untuk mengagungkan. Pada
dasarnya mengagumi dan mengagungkan sesuatu itu bukanlah suatu cacat dan tidak
membahayakan keimanan. Bahkan dalam beberapa hal mengagumi dan
mengagungkan atau menghormati itu diperintahkan, seperti mengagumi dan
mengagungkan atau menghormati kedua orang tua, mengagungkan Rasulullah saw.
dan mengagungkan ulama. Namun penyimpangan akan terjadi manakala
mengagungkan itu dilakukan secara berlebih-lebihan yang membawa kepada kultus,
yaitu memberikan sebagian sifat-sifat yang hanya dimiliki Allah kepada makhluk.
Dari penyimpangan inilah banyak timbul kemusyrikan dalam sejarah umat manusia.

2. Cenderung mengimani yang konkrit dan lalai mengimani yang abstrak

Bahan ajar AIK I di susun oleh : Mukhsin, S.Ag.MH berdasarkan kurikulum Pendidikan AL-Islam
dan kemuhammadiyah pada Perguruan Tinggi Muhammadiyah yang di terbitkan oleh Majelis Dikti
Pimpinan Pusat muhammadiyah. Tahun Akademik 2015/ 2016
100
Dalam diri manusia terdapat dua kecenderungan fitrah yang sempurna.
Pertama, kecenderungan mengimani yang bersifat nyata atau konkrit, yakni yang
dapat ditangkap oleh indera baik penglihatan, pendengaran, ciuman, rasa atau
sentuhan. Kedua, kecenderungan mengimani yang ghaib, yakni yang tidak
tertangkap oleh indera. Kalau kecenderungan pertama di atas selain dimiliki oleh
manusia, juga oleh makhluk lain, namun kecenderungan kedua khusus dimiliki
oleh manusia. Inilah karunia, kemuliaan dan sekaligus keistimewaan yang
diberikan Allah kepada manusia yang tidak diberikan kepada makhluk lain.
Namun fitrah manusia yang mempunyai kecenderungan untuk mengimani
yang ghaib ini sedikit demi sedikit akan pudar jika tidak diperhatikan dan diberikan
santapan yang baik berupa dzikir kepada Allah dan taqarrub kepada-Nya melalui
amal shaleh. Dengan demikian manusia mulai lalai mengimani yang ghaib dan sedikit
demi sedikit cenderung hanya mengimani yang bersifat nyata. Sebelum melihat Allah
secara terang-terangan. Mereka juga menyembah anak sapi dan menjadikannya
sebagai tuhan.
3. Dikuasai nafsu
Di antara penyakit yang meninmpa fitrah manusia dan membawa kepada
kemusyrikan ialah selalu mengikuti kehendak hawa nafsu. Hal ini karena ketika fitrah
manusia bersih dan lurus, ia akan menerima segala ajaran Allah denga ridha, dan
berusaha dengan sungguh-sungguh untuk melaksanakannya sebagai bentuk
penghambaan kepada Allah dan mengharapkan ridha-Nya. Namun ketika
seseorang dapat dikalahkan hawa nafsunya, maka iapun merasa sempit untuk
menerima dan melaksanakan ajaran-ajaran Allah dan lebih cenderung untuk
mengikuti hawa nafsunya. Mereka cenderung menolak pedoman ajaran-ajaran yang
bersumber dari Allah sekalipun hati kecil mereka mengakuinya bahwa itu adalah
benar. Karena kalau mereka mengakui, mereka harus melaksanakan ajaran-ajaran
Allah itu, sedangkan mereka tidak suka melaksanakannya, karena hawa nafsu
menguasai mereka sehingga mereka merasa berat melaksanakannya. Oleh karena itu
mereka mengingkari bahwa ajaran Allah itu benar, dan membuat ajaran atau aturan
yang tidak ditentukan Allah, kemudian mereka mengklaim atau mengaku bahwa

Bahan ajar AIK I di susun oleh : Mukhsin, S.Ag.MH berdasarkan kurikulum Pendidikan AL-Islam
dan kemuhammadiyah pada Perguruan Tinggi Muhammadiyah yang di terbitkan oleh Majelis Dikti
Pimpinan Pusat muhammadiyah. Tahun Akademik 2015/ 2016
101
ajaran yang mereka buat itu adalah ajaran yang benar, dan lebih tepat untuk diikuti
dari pada ajaran atau hukum yang ditetapkan Allah. Dengan demikian mereka jatuh
pada bentuk syirik taat dan mengikuti. Dalam hal ini Allah berfirman :
“Maka jika mereka tidak menjawab (tantanganmu), ketahuilah bahwa sesungguhnya
mereka hanyalah mengikuti hawa nafsu mereka (belaka). Dan siapakah yang lebih
sesat daripada orang yang mengikuti hawa nafsunya dengan tidak mendapat
petunjuk dari Allah sedikitpun. Sesungguhnya Allah tidak memberi petunjuk kepada
orang-orang yang zalim. (QS. Al-Qashash/28 : 50).

4. Sombong dalam beribadah kepada Allah


Sombong juga merupakan penyakit yang dapat menimpa fitrah manusia
sehingga ia menyimpang dari bentuknya yang lurus dan menjatuhkannya dalam
kemusyrikan. Sombong ada beberapa derajat, dimulai dari menganggap remeh
terhadap manusia dan berakhir dengan tidak mau beribadah kepada Allah.
Pada umumnya sifat sombong terdapat pada jiwa orang yang berhasil
memperoleh kesenangan kehidupan dunia, seperti harta, jabatan, kekuasaan, ilmu
pengetahuan dan semacamnya. Namun sifat sombong bisa juga menimpa setiap jiwa
yang sakit sekalipun dari kalangan orang yang paling rendah.

5. Adanya para penguasa yang memperbudak manusia untuk kepentingan mereka


sendiri.
Di antara penyebab syirik yang terpenting dalam sejarah kehidupan manusia
adalah adanya para penguasa diktator atau penguasa yang berbuat sewenang-wenang
(thaghut), yang ingin memperbudak dan menundukkan manusia untuk kepentingan
dan hawa nafsu mereka sendiri. Dengan demikian mereka menolak untuk berhukum
dengan hukum dan aturan Allah. Merekapun membuat hukum dan aturan sendiri
yang tidak disyari'atkan Allah, sehingga mereka menentukan halal dan haram sesuai
dengan keinginan dan kehendak hawa nafsu mereka. Kemudian hukum dan aturan
yang mereka buat itu dipaksakan kepada manusia karena kekuasaan yang mereka
miliki.

Bahan ajar AIK I di susun oleh : Mukhsin, S.Ag.MH berdasarkan kurikulum Pendidikan AL-Islam
dan kemuhammadiyah pada Perguruan Tinggi Muhammadiyah yang di terbitkan oleh Majelis Dikti
Pimpinan Pusat muhammadiyah. Tahun Akademik 2015/ 2016
102
Para penguasa tersebut ketika mereka membuat aturan dan hukum yang
dipaksakan untuk dilaksanakan rakyatnya, pada kenyataannya mereka menjadikan
diri mereka sebagai tuhan-tuhan yang disembah selain Allah; karena hanya Allah lah
yang berhak menentukan hukum dan aturan, di mana hanya Allah lah yang
menciptakan dan hanya Dia yang Maha Mengetahui.
Jadi Allah SWT. dengan penciptaan dan pengendalian-Nya terhadap seluruh
makhluk, dan dengan ilmu-Nya yang sempurna terhadap segala sesuatu adalah yang
paling berhak mengatakan ini halal dan itu haram, ini baik dan itu tidak baik, ini
boleh dan itu tidak boleh. Jika ada seseorang yang mengaku bahwa dirinya
mempunyai hak untuk menentukan halal dan haram, boleh dan tidak boleh, maka
berarti telah menjadikan dirinya sebagai sekutu Allah, bahkan telah menjadikan
dirinya sebagai tuhan selain Allah. Dan orang yang mengikutinya dalam hal itu
berarti ia telah mempersekutukannya dalam beribadah bersama Allah, atau
menyekutukannya selain Allah.

C. Cara Menanggulangi Syirik Pada Masa Modern


1. Dengan mengikhlaskan segala ibadah dan amal shalih kita hanya untuk mencari
ridha Allah ta'ala semata.
“Mereka tidaklah diperintahkan kecuali supaya menyembah Allah dengan
memurnikan ketaatan kepada-Nya dalam (menjalankan) agama dengan
meninggalkan kesyirikan (hanif).” [QS Al Bayyinah: 5]
2. Mempelajari ilmu tauhid yang murni dan benar sesuai dengan apa yang diajarkan
oleh Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam.
3. Mempelajari lawan dari tauhid itu, yaitu syirik, baik itu definisinya, jenis-jenisnya,
dan contoh-contohnya. Karena untuk memmahami sesuatu itu terkadang kita juga
harus mengenal lawannya. Lawan tauhid x syirik dan sunnah x bid’ah.

4. Memperbanyak doa kepada Allah agar diberikan keistiqomahan (keteguhan) di atas


tauhid dan sunnah dan agar dijauhkan dari segala bentuk kesyirikan dan kebid'ahan
baik yang kita ketahui ataupun tidak, baik yang kita sadari ataupun tidak.

Bahan ajar AIK I di susun oleh : Mukhsin, S.Ag.MH berdasarkan kurikulum Pendidikan AL-Islam
dan kemuhammadiyah pada Perguruan Tinggi Muhammadiyah yang di terbitkan oleh Majelis Dikti
Pimpinan Pusat muhammadiyah. Tahun Akademik 2015/ 2016
103
5. Bergaul dengan orang-orang yang lurus dan teguh agamanya (ahlussunnah) dan
menghindari pergaulan dengan orang-orang yang melakukan kesyirikan agar tidak
terpengaruh dengan perbuatan mereka tersebut.

D. Bahaya Syirik Bagi Kehidupan Manusia


1. Mengakibatkan Kehinaan Manusia
Masalah ini timbul karena manusia beribadah kepada selain Allah,
yaitusesama mahkluk, menjadikanya ma’bud (yang disembah) dan ditaati,
padahal diatidak bisa memberi manfaat atau mudharat. Dia hanya sesama
mahkluk yang tidak mempunyai kekuasaan sedikit pun. Bahkan, kadang-kadang
mereka menyembah sesuatu yang lebih rendah daripada mereka, seperti sapi,
pohon, dan batu. Hal ini yang menyebabkan kehinaan bagi manusia yang
melakukanya.
2. Merupakan Kezhaliman Terbesar
3. Syirik akan Menhancurkan Segala Amalan
Banyak diantara kaum muslimin, karena jauhnya mereka dari ilmu dan agama
mereka, sehingga mereka melakukan perbuatan kesyirikan yang mereka anggap
sepeleh, bahkan memandangnya sebagai suatu perbuatan yang baik. Mereka tidak
sadar bahwa syirik dapat menghapuskan segala amalan mereka. Allah
-Subhanahu wa Ta’ala- berfirman mengancam para nabi -Shollallahu ‘alaihim
wasallam- andai ia berbuat syirik,
  "Itulah petunjuk Allah yang dengannya Dia memberi petunjuk kepada siapa yang
dikehendaki-Nya diantara hamba-hamba-Nya. Seandainya mereka menyekutukan
Allah niscaya lenyaplah dari mereka amalan yang telah mereka kerjakan." (QS.Al-
An’am : 88).
Dalam Surat Az-Zumar Allah SWT juga menegaskan bahwa Syirik dapat
menghapus amalan seseorang;
"Dan sesungguhnya telah diwahyukan kepadamu dan kepada (nabi) sebelummu
jika kamu baerbuat syirik niscaya akan terhapuslah amalanmu dan tentulah kamu
termasuk orang-orang yang merugi". (QS.Az-Zumar :65 )

Bahan ajar AIK I di susun oleh : Mukhsin, S.Ag.MH berdasarkan kurikulum Pendidikan AL-Islam
dan kemuhammadiyah pada Perguruan Tinggi Muhammadiyah yang di terbitkan oleh Majelis Dikti
Pimpinan Pusat muhammadiyah. Tahun Akademik 2015/ 2016
104
4. Pelakunya Semakin Jauh dari Allah
Ketahuilah bahwa syirik akan membuat seseorang jauh dari Allah dengan sejauh-
jauhnya. Bacalah firman Allah -Ta’ala-,
"Dan barang siapa yang menyekutukan Allah maka seolah-olah ia jatuh dari langit
kemudian ia disambar oleh burung atau diterbangkan oleh angin ke tempat yang
jauh". (QS. Al-Hajj:31 )
5. Dosa yang Tidak Terampuni

Saudaraku, takutlah kalian kepada syirik ! Sebab syirik adalah dosa yang paling
besar di sisi Allah, tidak dimaafkan di hari kiamat, jika pelakunya tidak bertaubat
darinya sebelum ajal tiba. Karena Allah -Ta’ala- telah menyatakan di dalam kitabnya
yang mulia,
"Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa syirik dan Dia mengampuni
selain dari dosa syirik itu bagi siapa yang dikehendakinya". QS.An-Nisa : 48 & 116)
Ayat ini menunjukkan betapa besarnya dosa syirik ini, hingga Allah -Ta’ala-
tidak mau mengampuninya. Padahal Allah -Ta’ala- memiliki ampunan yang sangat
luas, rahmat dan kasih sayang yang paling sempurna; amat mencintai hamba-hamba-
Nya, melebihi cintanya seorang hamba kepada dirinya sendiri!! Sekalipun demikian,
Allah -Ta’ala- tidak akan mengampuni dosa pelaku kesyirikan. Kenapa? Karena
mereka telah berbuat zholim kepada Allah. Mereka tinggal di bumi Allah,mereka
makan dari rizki Allah; mereka hidup dengan nikmat-nikmat Allah; Semua fasilitas-
fasilitas yang mereka butuhkan, semua itu datangnya dari sisi Allah. Namun mereka
tidak mau beribadah hanya kepada Allah -Ta’ala- semata. Mereka justru beribadah,
bersyukur dan meminta kepada mahluk yang tidak memiliki apapun, walaupun hanya
seekor lalat.
6. Diharamkan Surga bagi Pelaku Kesyirikan

Masuk ke dalam surga adalah harapan bagi setiap orang. Tidak ada satu hati pun,
kecuali pasti merindukan masuk ke dalamnya. Tiada satu telingan pun yang bosan
mendengar kabar-kabarnya. Karenanya, betapa celakanya jika ada orang yang
diharamkan untuk merasakan kenikmatan dan keindahan surga. Itulah pelaku

Bahan ajar AIK I di susun oleh : Mukhsin, S.Ag.MH berdasarkan kurikulum Pendidikan AL-Islam
dan kemuhammadiyah pada Perguruan Tinggi Muhammadiyah yang di terbitkan oleh Majelis Dikti
Pimpinan Pusat muhammadiyah. Tahun Akademik 2015/ 2016
105
kesyirikan; Allah haramkan surga bagi mereka sebagai azab yang paling
menghinakan disebabkan ke-syirik-an mereka. Allah berfirman,
"Sesungguhnya orang yang mempersekutukan Allah, maka pasti Allah akan
mengharamkan baginya surga dan tempat kembalinya ialah neraka tidalah ada bagi
orang-orang yang dholim itu seorang penolong pun". (QS.Al-Maidah :72 ).

E.Kesimpulan

1. Pengertian syirik menurut Quraish Shihab itu tidak berbeda dengan pengertian-
pengertian pada umumnya yaitu menyekutukan Allah dengan sekutu-sekutu-Nya.
2. Sebagai umat muslim kita wajib menghindari syirik. Karena syirik tidak ada
gunanya bagi kehidupan kita. Malah sebaliknya, syirik akan mempersesat kita dan
akan menjerumuskan kedalam neraka dan kita akan kekal didalamnya.
3. Senantiasa memperkuat keimanan kita dan ketaqwaan kita terhadap Allah SWT
untuk terhindar dari syirik. Apabila pondasi keimanan kita kuat insyaallah kita
akan terhindar dari perbuatan syirik

F.Daftar Pustaka

http://www.eramuslim.com/konsultasi/konspirasi/sikap-kita-terhadap-reog-dan-tari-
pendet.htm.Diakses tanggal 03 Januari 2015
http://pusatbahasa.kemdiknas.go.id/kbbi/ . Diakses tanggal 5 Januari 2015
http://www.ustazazhar.com. Diakses tanggal 3 Januari 2015

Bahan ajar AIK I di susun oleh : Mukhsin, S.Ag.MH berdasarkan kurikulum Pendidikan AL-Islam
dan kemuhammadiyah pada Perguruan Tinggi Muhammadiyah yang di terbitkan oleh Majelis Dikti
Pimpinan Pusat muhammadiyah. Tahun Akademik 2015/ 2016
106
Madrasah Mu’allimin- Mu’allimat Muhammadiyah Yogyakarta, Buku Pelajaran Aqidah
Madrasah Aliyah Umum Kelas VI, Yogyakarta.
Munawwir, Ahmad Warson .al-Munawwir Kamus Arab- Indonesia, edisi ke-2
(Surabaya: Pustaka Progressif , 1997).
Shihab,Muhammad Quraish. Tafsir al-Misbah: Pesan, Kesan dan Keserasian al-
Qur’an, cet. ke-9 (Tangerang: Lentera Hati, 2008), Vol.

Bahan ajar AIK I di susun oleh : Mukhsin, S.Ag.MH berdasarkan kurikulum Pendidikan AL-Islam
dan kemuhammadiyah pada Perguruan Tinggi Muhammadiyah yang di terbitkan oleh Majelis Dikti
Pimpinan Pusat muhammadiyah. Tahun Akademik 2015/ 2016

Anda mungkin juga menyukai