Anda di halaman 1dari 12

MAKALAH

PENGERTIAN DAN SUMBER AJARAN ISLAM


Dalam buku Metodologi Studi Islam
Karya Prof. Dr. H. Abuddin Nata, M.A.

Disusun untuk memenuhi tugas


Mata Kuliah: Metodologi Studi Islam
Dosen Pengampu: M. Rofiqul A’la M.Ag

Oleh:
Zainab Jannataini (32721051)

KELAS IAT 2
ILMU AL-QURAN DAN TAFSIR
SEKOLAH TINGGI ILMU USHULUDDIN
DIROSAT ISLAMIYAH AL HIKMAH
JAKARTA
2022
A. Identitas Buku
Judul Buku        : Metodologi Studi Islam
Pengarang          : Prof. Dr. H. Abuddin Nata, M.A.
Penerbit              : Rajawali Pers.
Cetakan              : Juni 2014
Tebal halaman    : 481 Halaman

B. Pembahasan

Agama Islam adalah agama yang dibawa oleh Nabi Muhammad SAW., dengan
agama ini Allah menyatakan bahwa Islam datang menjadi penutup agama-agama
sebelumnya. Sebagai agama yang menyempurkan agama-agama yang sebelumnya, Islam
diketahui memiliki karakteristik yang khas dibandingkan dengan agama-agama yang lainnya.
Melalui berbagai literatur yang berbicara tentang islam dapat dijumpai uraian mengenai
pengertian agama islam, sumber, dan ruang lingkup ajarannya serta cara untuk
memahaminya. Dalam upaya memahami ajaran Islam, berbagai aspek yang berkenaan
dengan Islam itu perlu dikaji secara seksama, sehingga dapat dihasilkan pemahaman Islam
yang komprehensif. Hal ini penting dilakukan, karena kualitas pemahaman keislaman
seseorang akan mempengaruhi pola, pikir, sikap, dan tindakan keislaman yang bersangkutan.
Kita barangkali sepakat terhadap kualitas keislaman seseorang yang benar-benar
komprehensif dan berkualitas. Untuk itu uraian dibawah ini diarahkan untuk mendapatkan
hasil pemahaman tentang Islam yang demikian itu.

C. Pengertian Agama Islam

Ada dua sisi yang dapat kita gunakan untuk memahami pengertian agama Islam,yaitu
sisi kebahasaan dan sisi peristilahan. Kedua sisi pengertian tentang Islam ini dapat dijelaskan
sebagai berikut.

Dari segi kebahasaan Islam artinya damai, selamat, tunduk, dan bersih. Kata Islam
terbentuk dari tiga huruf, yaitu S (sin), L (lam), M(mim) yang bermakna dasar “selamat”.
Kata Islam ini berasal dari kata aslama yang berakar dari kata salama. Kata Islam merupakan
bentuk mashdar1 dari kata aslama ini. Dan kata aslama ini memiliki arti berserah diri masuk
dalam kedamaian.

Senada dengan pendapat di atas, sumber lain mengatakan bahwa Islam berasal dari
Bahasa Arab, terambil dari kata salima yang berarti selamat Sentosa. Dari asal kata itu
dibentuk kata aslama yang artinya memelihara dalam keadaan selamat Sentosa dan berarti
pula menyerahkan diri, tunduk, patuh, dan taat. Kata aslama itulah yang menjadi kata Islam
yang mengandung arti segala yang terkandung dalam arti pokoknya. Oleh sebab itu, orang
yang berserah diri, patuh, dan taat disebut sebagai orang Muslim. Orang yang demikian
berarti telah menyatakan dirinya taat, menyerahkan diri, dan patuh kepada Allah Swt. Orang
tersebut selanjutnya akan dijamin keselamatannya di dunia dan akhirat.2

Ditinjau dari segi bahasanya yang dikaitkan dengan asal katanya, Islam berasal dari
kata salm yang berarti damai. Dalam Al-qur’an dijelaskan,

“Dan jika mereka condong kepada perdamaian, maka condonglah kepadanya dan
bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Dialah Yang Maha Mendengar lagi Maha
Mengetahui.” (QS. Al-Anfal : 61).

Kata salima dalam ayat ini memiliki arti damai atau perdamaian. Dan ini merupakan
salah satu makna dan ciri dari Islam, yaitu bahwa Islam merupakan agama yang senantiasa
membawa umat manusia pada perdamaian. Sebagai salah satu bukti bahwa Islam merupakan
agama yang sangat menjunjung tinggi perdamaian adalah bahwa Islam baru memperbolehkan
kaum muslimin berperang jika mereka diperangi oleh para musuh musuhnya.

“Telah diizinkan (berperang) bagi orang-orang yang diperangi. Karena


sesungguhnya mereka telah dianiaya. Dan sesungguhnya Allah, benar-benar Maha Kuasa
menolong mereka itu.” (QS. Al-Hajj : 39)

Dalam sebuah konferensi yang diselenggarakan di Istana Bogor dengan nama a


Trilater Ulema Conference of Indonesia, Afghanistan dan Pakistan, tema yang diusung ialah
“Islam as Rahmatan lil Alamun, Peace and Stability in Afghanistan”. Konferensi yang
dihadiri oleh para ulama dari tiga negara, Indonesia, Pakistan dan Afghanistan. Dalam
konferensi ini yang menjadi pokok permasalahan ialah mengenai perdamaian dan
persaudaraan dalam islam; violent extremism (ekstrimisme berkekerasan) dan al-I’tidal

1
Mashdar atau kata dasar merupakan kata kerja awal atau asli yang belum mengalami perubahan karena
berubah waktu dan pelakunya.
2
Nasruddin Razak, Dienul Islam, (Bandung: Al-Ma’ruf, 1977),cet. II, hlm. 56.
(toleransi); peran ulama dalam menciptakan perdamaian; peran negara dalam menciptakan
perdamaian; dan langkah maju kedepan dalam mewujudkan perdamaian.

Indonesia menyadari sebagai negara dengan penduduk muslim terbesar di dunia,


sehingga mengambil bagian dalam ikutserta mendamaikan saudaranya yang berseteru
menjadi tanggungjawab moral. Dalam hal ini, mereka menyepakati bahwa Islam adalah
agama perdamaian. Sesuai dengan namanya, Islam berarti perdamaian. Nabi Muhammad
Saw. datang membawa agama Islam untuk menggambarkan esensi yang paling mendalam,
bahwa ajaran yang dibawa yakni agama yang mengajarkan tentang perdamaian.

Selain memiliki maksud perdamaian, juga berarti pembebasan. Dari kata salima juga
ada kata sullamun yang berarti tangga. Tangga ialah alat untuk naik ke tempat yang lebih
tinggi, kemudian dengannya dapat melihat wawasan luas serta dapat melihat sekeliling. Di
samping itu juga bermakna selamat dari marabahaya, misalnya karena dikejar anjing galak,
kemudian naik tangga. Sehingga, di dalam kata Islam saja sudah terdapat unsur keselamatan,
perdamaian, pembebasan serta pandangan/wawasan yang luas.

Adapun pengertian Islam dari segi istilah akan kita dapati rumusan yang berbeda-
beda. Harun nasution misalnya mengatakan bahwa Islam menurut istilah (Islam sebagai
agama), adalah agama yang ajaran-ajarannya diwahyukan Tuhan kepada masyarakat manusia
melalui Nabi Muhammad Saw. sebagai Rasul. Islam pada hakikatnya membawa ajaran-ajaran
yang bukan hanya mengenal satu segi, tetapi menngenai berbagai segi dari kehidupan
manusia.3

Islam adalah ‘ketundukan seorang hamba kepada wahyu Ilahi yang diturunkan kepada
para nabi dan rasul khususnya Muhammad Saw. guna dijadikan pedoman hidup dan juga
sebagai hukum/aturan Allah SWT. yang dapat membimbing umat manusia ke jalan yang
lurus, menuju ke kebahagian dunia akhirat.

Sementara itu Maulana Muhammad Ali mengatakan bahwa Islam adalah agama
perdamaian; dan dua ajaran pokoknya, yaitu keesaan Allah dan kesatuan atau persaudaraan
umat manusia menjadi bukti nyata, bahwa agama Islam sselaras benar dengan Namanya.
Islam bukan saja dikatakan sebagai agama seluruh nabi Allah, sebagaimana tersebut pada
beberapa ayat kitab suci Alquran, melainkan pula pada segala sesuatu yang secara tak sadar
tunduk sepenuhnya kepada undang-undang Allah, yang kita saksikan pada alam semesta.4

3
Harun Nasution, Islam Ditinjau Dari Berbagai Aspeknya, jidil I, hlm 24.
4
Maulana Muhammad Ali, op. cit., hlm. 2.
Dengan demikian, secara istilah Islam adalah nama bagi suatu agama yang berasal
dari Allah Swt. nama Islam demikian itu memiliki perbedaan yang luar biasa dengan nama
agama lainnya. Kata Islam tidak mempunyai hubungan dengan orang tertentu atau dari
golongan manusia atau dari suatu negeri. Kata Islam adalah nama yang diberikan oleh Tuhan
sendiri. Hal demikian dapat dipahami dari petunjuk ayat ayat Alquran yang diturunkan oleh
Allah Swt.

Selanjutnya, dilihat dari segi misi ajarannya, Islam adalah agama sepanjang sejarah
manusia, Agama dari seluruh Nabi dan Rasul yang pernah diutus oleh Allah Swt. pada
bangsa-bangsa dan kelompok-kelompok manusia. Islam itulah agama bagi Nabi Adam as,
Nabi Ibrahim, Nabi Ya’kub, Nabi Musa, Nabi Daud, Nabi Sulaiman, dan Nabi Isa as. Hal
demikian dapat dipahami dari ayat-ayat yang terdapat didalam Alquran yang menegaskan
bahwa para nabi tersebut termasuk orang yang berserah diri kepada Allah. Seperti yang telah
disampaikan Allah Swt. pada wahyuNya,

“… Dan Dia tidak menjadikan untuk kamu dalam agama suatu kesempitan. Ikutilah
agama orang tuamu Ibrahim. Dia (Allah) telah menamai kamu sekalian orang-orang muslim
dari dahulu,…” (QS. Al-Hajj, 22:78)

“Nabi Ibrahim telah berwasiat kepada anak-anaknya, demikian pula Nabi Ya’kub.
Ibrahim berkata: Sesungguhnya Allah telah memilih agama Islam ini sebagai agamamu.
Sebab itu janganlah kamu mati melainkan dalam memeluk agama Islam.” (QS Al-Baqarah,
2:132)

D. Sumber Ajaran Islam


Di kalangan ulama terdapat kesepakatan bahwa sumber ajaran Islam yang utama
adalah Alquran dan Sunnah; sedangkan penalaran atau akal pikiran sebagai alat untuk
memahami Alquran dan Sunnah. Ketentuan ini sesuai dengan agama Islam itu sendiri sebagai
wahyu yang berasal dari Allah Swt. yang penjabarannya dilakukan oleh Nabi Muhammad
Saw. Di dalam Alquran surat An-Nisa ayat 156 kita dianjurkan agar menaati Allah dan
Rasul-Nya serta ulil amri (pemimpin). Ketaatan kepada Allah dan Rasul-Nya ini mengandung
konsekuensi ketaatan kepada ketentuan-Nya yang terdapat dalam Alquran, dan ketentuan
Nabi Muhammad Saw. yang terdapat dalam hadisnya. Serta ketaatan kepada ulil amri atau
pemimpin sifatnya kondisional, atau tidak mutlak, karena berapapun hebatnya ulil amri itu, ia
tetap manusia yang memiliki kekurangan dan tidak dapat dikultuskan. Atas dasar inilah
mentaati ulil amri bersifat kondisional. Jika pesan dari ulil amri tersebut sesuai dengan
ketentuan Allah dan Rasul-Nya maka wajib diikuti, sedangkan jika pesan dari ulil amri
tersebut bertentangan dengan kehendak Tuhan, maka tidak wajib menaatinya.

Sumber ajaran Islam merupakan salah satu landasan bagi umat Islam. Untuk itu kita
sebagai umat harus mengetahui sumber-sumber ajaran Islam yang ada, serta mengetahui isi
kandungannya. Namun sumber-sumber tersebut tidak hanya di jadikan sebagai pengetahuan
saja, tetapi harus ditetapkan dalam kehidupan sehari-hari. Karena agama Islam memiliki
aturan- aturan sebagai tuntunan hidup kita baik dalam berhubungan social dengan manusia
dan hubungan dengan sang Pencipta Allah Swt. dan tuntunan itu kita kenal dengan hukum
Islam atau syariat Islam atau hukum Allah Swt.

Dan yang dimaksud dengan sumber ajaran Islam adalah dalil-dalil atau argumen-
argumen yang jika diperhatikan secara benar maka darinya dapat ditarik ketetapan hukum
Islam yang bersifat praktis. Hukum yang dimaksud itu ada yang bersifat pasti jika memenuhi
syaratnya dan ada juga yang bersifat dugaan keras5. Dan secara umum para pakar ajaran
Islam menetapkan minimal 4 sumber pokok ajaran Islam yaitu, Alquran, Sunnah Nabi
Muhammad Saw., Ijmak, dan Qiyas. Pembahasan mengenai karakteristik masing masing
sumber ajaran Islam tersebut adalah sebagai berikut:

1. Alquran

Secara etomologi Alquran berasal dari kata qara’a, yaqra’u, qiraa’atan, atau
qur’anan yang berarti mengumpulkan dan menghimpun. Sedangkan secara terminology
(syariat), Alquran adalah kalam Allah Swt. yang diturunkan kepada Rasul dan penutup para
Nabi-Nya, Muhammad Saw., diawali dengan surat al-Fatihah dan di akhiri dengan surat an-
Naas. Dan menurut para ulama klasik, Alquran adalah Kalamullah yang diturunkan pada
Rasulullah dengan bahasa arab, merupakan mukjizat dan diriwayatkan secara mutawatir srta
membacanya adalah ibadah6.

Menurut para ulama, asy-syafi’I mengatakan bahwa Alquran bukan berasal dari akar
kata apapun, dan bukan pula ditulis dengan memakai mahzah. Lafal tersebut sudah lazim
digunakan dalam pengertian kalamullah (firman Allah) yang diturunkan kepada Nabi
Muhammad Saw. sementara itu menurut Al-farra bahwa lafal Alquran berasal dari kata

5
M.Quraish Shihab, Islam yang Saya Anut Dasar-dasar Ajaran Islam. cet IV, hlm 112.
6
Sasa stavy, Makalah sumber-sumber ajaran Islam.
qarain jamak dari kata qarinah yang berarti kaitan; karena dilihat dari segi makna dan
kandungannya ayat-ayat Alquran itu satu sama lain saling berkaitan.

Adapun pengertian Alquran dari segi istilah dapat dikemukakan berbagai pendapat
dari beberapa para ahli. Menurut Syeikh Muhammad Khudari Beik, Alquran merupakan
firman Allah Swt. dalam bentuk berbahasa arab yang diturunkan kepada Nabi Muhammad
Saw. untuk dipahami isinya dan disampaikan kepada umatnya dengan cara mutawatir ditulis
dalam mushaf yang dimulai dari surat al-Fatihah dan diakhiri dengan surat an-Naas. Menurut
Muhammad Ali As-Shabuni, Alquran merupakan firman Allah Swt. yang tiada tandingannya,
diturunkan kepada Nabi Muhammad Saw yang merupakan penutup para nabi dan rasul,
dengan perantara malaikat Jibril as, ditulis pada mushaf-musfah yang disampaikan kepada
kita secara mutawatir. Mempelajari dan membaca Alquran merupakan ibadan dan Alquran
dimulai dari surat al-Fatihah dan ditutup dengan surah an-Naas.

Dari beberapa kutipan tersebut kita dapat mengetahui bahwa Alquran adalah kitab
suci yang isinya mengandung firman Allah, turunnya secara bertahap melalui malaikat Jibril,
pembawanya Nabi Muhammad Saw., susunannya dimulai dari surat Al-Fatihah dan diakhiri
dengan surat An-Naas, bagi yang membacanya bernilai ibadah, fungsinya antara lain menjadi
hujjah atau bukti yang kuat atas kerasulan Nabi Muhammad Saw., keberadaanya hingga kini
masih tetap terpelihara dengan baik, dan pemasyarakatannya dilakukan secara berantai dari
satu generasi ke generasi lain dengan tulisan maupun lisan.

Adapula pokok-pokok kandungan dalam Alquran yang perlu kita ketahui sebagai
dasar ilmu yang perlu diketahui yaitu, tauhid. Ibadah, janji dan ancaman, dan kisah umat
terdahulu. Tauhid adalah kepercayaan ke-esaan Allah Swt dan semua kepercayaan yang
berhubungan dengan Allah Swt. Kemudian terdapat Ibadah, yaitu semua bentk perbuatan
sebagai manifestasi dari kepercayaan ajaran tauhid. Selanjutnya Janji dan ancaman yaitu,
janji pahala bagi orang yang percaya dan mau mengamalkan isi Alquran dan ancaman siksa
bagi orang yang mengingkari. Serta kisah umat terdahulu, seperti para Nabi dan Rasul dalam
menyiarkan syariat Allah Swt maupun kisah orang-orang saleh ataupun kisah orang yang
mengingkari kebenaran Alquran agar dapat dijadikan pembelajaran.

Selanjutnya Alquran juga berfungsi sebagai hakim yang mengatur jalannya kehidupan
manusia agar berjalan lurus. Itulah sebabnya Ketika umat Islam berselisih dalam segala
urusannya hendaknya ia berhakim kepada Alquran. Alquran lebih lanjut memerankan fungsi
sebagai pengontrol dan pengoreksi terhadap perjalanan hidup manusia. Alquran ini telah
dibuktikan kebenerannya dalam sejarah bahw Bani Israil memang telah menggelapkan firman
Allah yang sebenarnya dengan menukarnya dengan kitab yang mereka buar sendiri, dengan
tujuan untuk menyesatkan manusia

2. Sunnah Nabi Muhammad SAW

Kedudukan Sunnah sebagai sumber ajaran Islam selain didasarkan pada keterangan
ayat ayat Alquran dan hadis juga didasarkan kepada pendapat kesepakatan para sahabat7.

Sunnah menurut bahasa yaitu jalan, kebiasaan, dan contoh terdahulu, sebagaimana
dalam hadits shahih berikut ini:

“Barangsiapa yang mencontohkan jalan yang baik di dalam Islam, makai a akan
mendapay pahala dan pahala orang yang mengamalkan setelahnya tanpa mengurangi
pahala mereka sedikit pun. Dan barang siapa yang mencontohkan jalan yang jelek, maka ia
akan mendapat dosa dan dosa orang yang mengerjakannya sesusadhnya tanpa mengurangi
dosa mereka sedikitpun.”” (HR. Muslim)

Masih menurut bahasa, Sunnah adalah jalan yang dilalui, baik terpuji atau tercela.

Sunnah menurut syar’i adalah segala sesuatu yang berasal dari Rasulullah Saw baik
perbuatan, perkataan, dan penetapan pengakuan. Sunnah berfungsi sebagai penjelasan ayat-
ayat Alquran yang kurang jelas atau sebagai penentu hukum yang tidak terdapat dalam
Alquran,

Menurut Muhammad Ajaj Al-Khatib, Sunnah adalah segala yang dinukilkan 8 dari
Nabi Saw., baik berupa perkataan, perbuatan, taqrir, pengajaran, sifat, kelakuan, perjalanan
hidup, baik sebelum Nabi diangkat jadi rasul atau sesudahnya. Secara istilah ushul fiqh,
sunnah adalah segala sesuatu yang bersumber dari Nabi Saw, selain Alquran baik berupa
perkataan, perbuatan, maupun taqrirnya yang pantas untuk dijadikan dalil bagi hukum syara.9

Sebagai sumber ajaran Islam kedua, setelah Alquran, Sunnah memiliki fungsi yang
pada intinya sejalan dengan Alquran. Keberadaan Sunnah tidak dapat dilepaskan dari adanya
Sebagian ayat Alquran 1) yang bersifat global (garis besar) yang memerlukan perincian, 2)
yang bersifat umum( menyeluruh) yang menghendaki pengecualian, 3) yang bersifat mutlak

7
Apa-apa yang disampaikan Rasulullah kepadamu, terimalah dan apa-apa yang dilarang bagi mu
tinggalkanlah. (QS Al-Hasyr : 7); Dan Kami tidak mengutus seorang Rasul, melainkan untuk dita’ati dengan izin
Allah. (QS An-Nisa : 61)
8
Nukil, menukil : kk, adalah memetic Kembali apa yang pernah diucapkan atau ditulis orang lain; mengutip.
9
Risalah Islam, 2016.
(tanpa batas) yang menhendaki pembatasan; dan ada pula 4) isyarat Alquran yang
mengandung makna lebih dari satu yang menghendaki penetapan makna yang akan dipakai
dari dua makna tersebut; bahkan terdapat sesuatu yang secara khusu tidak dijumpai
keterangannya didalam Alquran yang selanjutnya diserahkan kepada hadis nabi. Selain itu
ada pula yang sudah dijelaskan dalam Alquran, tetapi hadis datang pula memberikan
keterangan, sehingga masalah tersebut menjadi kuat.10

3. Ijmak

Ijmak, yakni menurut bahasa artinya sepakat, setuju, atau sependapat. Sedangkan
menurut istilah adalah kebulatan pendapat ahli ijtihad umat Nabi Muhammad Saw sesudah
beliau wafat pada suatu masa, tentang hukum suatu perkara dengan cara musyawarah. Hasil
dari Ijma’ adalah fatwa, yaitu keputusan bersama para ulama dan ahli agama yang berwenang
untung diikuti seluruh umat.

Ijma berasal dari kata ajma’ayjjmiu ijma’an dan memakai isim maf’ul mujma. Oleh
karena itu, ijma mempunyai dua arti atau dua makna. Pertama, kalimat ajma’a fulan ‘ala
safar memiliki arti bahwa ia telah bertekad dengan kuat untuk safat dan telah menguatkan
niatnya. Kemudian, makna kedua ijma adalah sepakat. Dalam kalimat ajma’ muslimun ‘ala
kadza artinya adalah mereka sepakat terhadap sebuah perkara atau masalah yang sedang
terjadi. Dengan begitu, umat Muslim menjadi lebih tenang Ketika menghadapi suatu
permasalahan dan tidak akan tersesat dan berjalan dijalan yang baik dan benar.

Dikarenakan Ijma dapat dijadikan sebagai sumber ajaran Islam, maka tidak boleh
sembarang orang dalam membuat Ijma. Dengan kata lain, hanya para ahli yang sudah
berhasil mencapai mujtahid yang di mana pendapatnya sudah bisa dipertanggungjawabkan,
sehingga sumber ajaran Islam yang dihadirkan dapat memberikan manfaat dan kebaikan bagi
semua umat Muslim.

Disebutkan juga adanya syarat syarat sebuah Ijma itu bisa disahkan dan berlaku 1)
terjadi kesepakatan secara menyeluruh diantara para ulama dan para ahli agama, 2) waktu
kesepakatan setelah zaman Rasulullah, meskipun hanya sebentar saja kesepakatan terjadi, 3)
yang disepakati adalah membahas perkara agama tidak yang lain nya11. Bila seluruh perkara
di atas terpenuhi makai a menjadi Ijma yang tak boleh diselisihi setelahnya, dan menjadi

10
M.Quraish Shihab, Islam yang Saya Anut Dasar-dasar Ajaran Islam. hlm 75.
11
Muhammad izzi, 2021.
landasan hukum dalam Islam. siapa yang menyelisihi maka ia menyimpang, meskipun
berasal dari mereka yang dulunya ikut bersepakat didalamnya.12

4. Qiyas

Qiyas adalah keputusan dengan memakai analogi ahli hukum. Qiyas menurut logat
(etimologis) berasal dari kata “qaasa” yang artinya mengukur atau menimbang. Menurut
Fiqh berarti menetapkan hukum atas sesuatu kasus (hal atau peristiwa) baru sesuai dengan
hukum yang ditetapkan Alquran dan sunnah (atas kasus yang terdapat di dalamnya) bila
dapat ditunjukkan adanya hubungan (illat) antara hal/peristiwa yang baru dengan yang
terdapat dalam Alquran dan atau sunnah (ashal itu).13

Pengertian qiyas menurut bahasa ialah pengukuran sesuatu dengan yang lainnya atau
penyamaan sesuatu dengan sejenisnya.14 Imam Syafi’I mendefinisikan qiyas sebagai upaya
pencarian (ketetapan hukum) dengan berdasarkan dalil-dalil terhadap sesuatu yang pernah
diinformasikan dalam Alquran dan hadist.15

Qiyas ini sebagai sumber hukum islam yang terakhir yang disepakati, qiyas digunakan
dan diterapkan ketika suatu masalah tidak ada hukum di Alquran, hadist dan ijma’. Barulah
menggunakan qiyas dengan cara mengambil perumpaan antara dua peristiwa atau lebih. Dari
persamaan inilah kemudian dibuat analogi deduksi. Qiyas ini digunakan untuk menarik garis
hukum baru dari garis hukum yang lama.
Mengenai hakikat qiyas terdapat empat unsur (rukun) pada setiap qiyas yaitu
pertama , qiyas menjadi suatu wadah atau hal yang telah ditetapkan sendiri hukumnya oleh
pembuat hukum. Ini disebut maqis alaihi atau ashal atau musyabah bihi. Kedua, qiyas
menjadi suatu wadah atau hal yang belum ditemukan hukumnya secara jelas dalam nash
syara. Ini disebut maqis atau furu atau musyabbah. Ketiga, hukum yang disebutkan sendiri
pembuat hukum pada ashal. Berdasarkan kesamaan ashal itu dengan furu, dalam illat nya
para mujtahid dapat menetapkan hukum pada furu. Ini disebut hukum ashal. Keempat, Illat
hukum yang terdapat pada ashal dan terlihat pula oleh mujtahid pada furu.
Ulama ushul fiqh berbeda pendapat terhadap kehujjahan qiyas dalam menetapkan
hukum Syar’iyyah. Tapi mereka sepakat bahwa qiyas bisa dijadikan sebagai hujjah dalam
perkara-perkara duniawi, sebagaimana pula mereka sepakat kehujjahan qiyas Nabi Saw.16

12
“kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang suatu perkara, maka kembalikanlah ia kepada Allah
(Alquran) dan rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang
demikian itu lebih utama (bagimu)dan lebih baik akibatnya.” (QS. An-Nisa: 59)
13
Prof. Dr. Palmawati Tahir, & M.H. Dini Handayani, S.H., M.H., Hukum Islam, hlm. 17.
14
Rahmat Syafi’I, ilmu Ushul Fiqh untuk UIN, STAIN, PTAIS, Bandung: Pustaka Setia 2010, hlm.86.
15
Ahmad Nahrawi Abdussalam Al Indunisi, Ensiklopedia Imam Syafi’I, Jakarta Selatan, 2008, hlm. 342.
16
Wahhab zuhaili, Ushul Fiqh al islami, jilid II, Damsyiq: Dar al Fikr, 2005, hlm. 574.
Menurut jumhur ulama,17 bahwasannya qiyas merupakan hujjah Syar’iyyah atas
hukum-hukum mengenai perbuatan manusia (amaliyah). Qiyas menduduki peringkat
keempat diantara hujjah-hujjah Syar’iyyah, dengan pengertian apabila dalam suatu kasus
tidak ditemukan berdasarkan nash Alquran dan Sunnah, Ijma dan diperoleh ketetapan bahwa
kasus itu menyamai suatu kejadian yang ada nash hukumnnya dari segi illat hukum ini, maka
kasus itu diqiyaskan dengan kasus tersebut dan ia diberikan hukum dengan hukumnya dan
hukum ini merupakan hukum menurut Syara’.

17
Abdul Wahab khallaf , Ilmu Ushul Fiqh, hlm.68.
E. Daftar Pustaka
Razak, Nasruddin. (1973). Dienul Islam. Bandung:Al ma’arif.
Nasution, Harun. (1985). Islam Ditunjau Dari Berbagai Aspeknya. Jakarta: Penerbit
Universitas Indonesia (UI-Pres).
Shihab, M.Quraish. Islam yang Saya Anut:Dasar-dasar Ajaran Islam. (2018). Tangerang:
Lentera Hati.
Stavy, Sasa. (2018). Makalah sumber – sumber ajaran Islam.2(1).
Tahir, Palmawati; Handayani, Dini; & Listianingsih, Dessy Marliani.(Eds).(2018). Hukum
Islam. Jakarta: Sinar Grafika.
Syafi’I, Rahmat.(2010). Ilmu Ushul Fiqh. Bandung: Pustaka Setia.
Al Indunisi, Ahmad Nahrawi Abdussala. (2008). Ensiklopedia Imam Syafi’I, Jakarta :
Hikmah.
Zuhaifi, Wahhab. (2005). Ushul Fiqh Al Islami. Jilid II. Damsyiq: Dar al Fikr.

Khallaf, Abdul Wahab; Alih bahasa oleh Zuhri, H. Moh; Qarib, Ahmad.(1994). Ilmu Ushul
Fiqh. Semarang: Dina Utama Semarang.

Anda mungkin juga menyukai