“bahkan barang siapa aslama (menyerahkan diri) kepada allah, sedangkan dia
berbuat kebaikan maka baginya pahala disisi tuhanNya dan tidak ada
kekhawatiran terhadap mereka dan tidak pula bersedih hati” (Q.S. 2:112).
Hammudah Abdalati mengemukakan hal yang sama bahwa kata islam berasal dari
akar Bahasa arab SLM (sin, lam,mim). Yang memiliki makna kedamaian,
penyerahan diri, dan ketundukan. Menurutnya, islam memiliki maksud
“penyerahan diri terhadap segala bentuk kehendak Tuhan dan ketundukan
terhadap segala sesuatu yang telah menjadi ketetapan hukumNya”.
Dari pendapat tersebut dapat disimpulkan hubungan antara makna asal dan
makna religiusnya adalah “hanya melalui penyerahan diri pada kehendak
Allah SWT dan ketundukan hamba pada makhluknya, maka makhluk
tersebut akan mendapat imbalan berupa kedamaian abadi baik didunia
ataupun di akhirat, dan menikmati kesucian yang abadi.
Selain pendapat diatas, juga terdapat beberapa pendapat lain tentang akar kata
yang membentuk kata islam. Diantara pendapat tersebut adalah:
1. Aslama, yang memiliki arti menyerahkan diri.
Seseorang yang telah memeluk agama islam dapat diartikan telah
menyerahkan diri kepada Allah dan telah siap mematuhi segala
aturanNya.
2. Salima, yang berarti selamat.
Orang yang memuluk islam, memiliki kehidupan yang selamat.
3. Sallama, yang memiliki makna menyelamatkan orang lain.
Seorang pemeluk islam tidak hanya harus menyelamatkan dirinya
sendiri namun juga berkeharusan (wajib) menyelamatkan orang lain,
sebagai bentuk dakwah pengamalan amar ma’ruf nahi munkar
4. Salam, yang mengandung makna aman, damai, dan Sentosa.
Kehidupah aman, damai, dan Sentosa akan tercipta jika pemeluk agama
islam mengamalkan aslama dan sallama.
5. Saliim, yang memiliki makna suci bersih.
Dijelaskan bahwa penganut agama islam memiliki hati yang bersih saat
menghadap Allah Yang Maha Suci. Hal ini menunujukkan bahwa islam
adalah agama yang suci, dan membawa ajarana kesucian dan kebersihan.
Suci yang dimaksudkan disini bukan hanya suci lahiriyah saja namun
juga suci akhlak, fikiran, dan sebagainya.
6. As-Salm, yang memiliki makna perdamaian.
Sebagaiman yang dijelaskan didalam alquran surat Muhammad (47) ayat
35 yang memiliki arti:
“Janganlah kamu lemah dan meminta damai (As-Salmi) padahal kamulah
yang diatas dan Allah bersamamu, dan Dia sekali-kali tidak akan
mengurangi pahala amal-amalmu”
7. Sullam, yang memiliki arti tangga.
Sebagaiman yang dijelaskan didalam alquran surat At-Tur ayat 38 yang
berarti:
“ataukan mereka memiliki tangga/sullam (ke langit) untuk mendengarkan
pada tangga itu (hal-hal yang ghaib), maka hendaklah orang yang
mendengarkan di antara mereka mendatangkan suatu keterangan yang
nyata”
Kata al-islam merupakan bentuk tsulatsi mazid dari kata salamatan tang memiliki
makna terbebas dari wabah/cela baik secara lahir ataupun batin. Dari kata aslama
ini terbentuklah kata islam, adapun pemeluknya disebut muslim (orang yang
menyerahkan diri kepada Allah dan patuh pada ajaranNya).
2. Secara terminologi
Secara terminologis (istilah, maknawi), islam dapat diartikan sebagai agama wahyu
yang berintikan tauhid atau keesaan tuhan yang di turunkan oleh Allah SWT pada
nabi Muhammad Saw sebagai utusanNya yang terakhir dan menjadi rasul untuk
seluruh umat manusia, dimanapun dan kapanpun, yang ajaran didalmnya meliputi
seluruh aspek kehidupan manusia.
Bagian besar dalam islam berisikan akidah, syariat dan akhlak. Islam
merupakan agama yang segala aspek kehidupan penganutnya bersumber dari
kitab suci AL-qur’an yang merupakan bentuk modifikasi wahyu Allah SWT
sebagai bentuk penyempurna wahyu sebelumnya, dan isi didalamnya ditafsirkan
oleh sunnah (hadits) Rasulullah.
Selain itu, terdapat pendapat lain lagi untuk membuat lebih memahami tentang islam
secara terminologi, yang pada bagian ini dibedakan menjadi dua pengertian, yaitu:
a. Apabila disebutkan sendiri, tanpa diiringi dengan kata iman. Maka pengertian islam
mencakup seluruh bagian dalam agama, baik ushul (pokok), maupun furu’ (cabang),
juga mencakup masalan ‘aqidah, ibadah, keyakinan, perkataan dan perbuatan.
Pengertian ini menunjukkan bahwa islam adalah mengakui secara lisan,
meyakini dengan hati dan berserah diri pada Allah atas segala hal yang sudah
ditakdirkan dan ditetapkan. Sebagaimana firman Allah kepada Nabi Ibrahim
dalam surar AL-Baqarah ayat 131 yang berarti:
“(ingatlah) ketika Rabbnya berfirman kepadanya (Ibrahim), berserahdirilah! Dia
menjawab: Aku berserah diri kepada Rabb seluruh alam” (Q.S. Al-Baqarah: 131)
b. Apabila kata islam disebutkan bersamaan dengan kata iman, maka yang dimaksud
islam adalah perkataan dan amal-amal lahiriyah yang dengan perbuatan tersebut
dapat menjaga diri dan hartanya, baik dia meyakini islam atau tidak. Sedangkan kata
iman berkaitan dengan amalan didalam hati. Sebagaimana firman Allah dalam Al-
Qur’an surat Al-Hujurat ayat 14 yang artinya:
“orang-orang arab Badui berkata, ‘kami telah beriman’. Katakanla ( kepada
mereka), ‘kamu belum beriman, tetapi kataknlah, ‘kami telah tunduk(islam),’
karna iman belum masuk kedalam hatimu. Dan jika kamu taan kepada Allah dan
Rasul Nya, Dia tidak akan mengurangi sedikitpun (pahala) amalmu. Sungguh,
Allah Maha Pengampun, Maha Penyayang.” (Q.S. Al-Hujurat:14)
Visi Islam:
1. Islam sebagai hidayah, arahan dan petunjuk komprehensif dalam Al-Quran dan
Hadis kepada manusia untuk mencapai apa yang diinginkan Allah, yaitu kebaikan
di dunia dan akhirat.
2. Islam sebagai rahmat (kasih sayang) bagi semesta alam, termasuk di antaranya
kedamaian, keselamatan, kasih, cinta, dan kemudahan.
Misi Islam:
1. Tauhid/mengesakan Allah
Tauhid adalah dasar utama ajaran Islam, karena dari tauhid, seluruh uraian dan
ajaran agama bersumber. Tauhid sebagai pangkal utama menyatukan keyakinan umat
dan panduan seluruh tindakan dan perilaku umat. Tauhid berasal dari kata wahhada-
yuwahhidu-wahdan: mengesakan. Mengesakan tidak hanya dengan lisan, namun
dengan perbuatan. Contohnya: keyakinan akan Allah yang Esa dan Maha Mengetahui
akan memandu kita untuk selalu berperilaku baik dan senantiasa “eling lan waspodo”
(sadar akan Allah dan segala kekuasaanNya)
2. Menegakkan nilai-nilai ibadah yang bermuara pada pengabdian total kepada Allah
Nilai-nilai ibadah bukan semata nilai ketuhanan, namun juga nilai kemanusiaan.
Contohnya, ketika mengimami sholat, Nabi Muhammad SAW selalu melihat keadaan
makmumnya supaya panjang bacaannya disesuaikan (nilai ibadah ke atas dalam sholat
muncul bersamaan dengan nilai kemanusiaan, mau memahami dan mengerti manusia).
Jika ibadah manusia tidak memunculkan nilai kemanusiaan, maka pemahaman
ibadahnya masih jauh dari sempurna. Malahan itu berpotensi adanya kejumawaan diri
dalam beribadah.
Oleh karenanya, sekali lagi, Islam mengutamakan substansi dan esensi, bukan sekadar
simbol dan formalisme ibadah. Jangan pernah menganggap orang yang lebih lama di
kantor dan tidak sering ke masjid itu bukan orang baik. Boleh jadi di dalam
kesehariannya di kantor rajin beribadah dan memancarkan akhlaq mulia
Misi ini diposisikan sebagai sarana menyalurkan nilai-nilai agama untuk menjadikan
manusia sebagai khalifah di muka Bumi. Untuk memakmurkan Bumi ini, maka harus
punya ilmu, baik itu ilmu agama maupun sains. Orang yang berilmu, baik agamawan
maupun ilmuwan, sama-sama dihargai Islam sebagai ulama, asalkan memenuhi syarat
keilmuan dan bertakwa kepada Allah.
Tujuan Ajaran Islam
Islam diajarkan dan dipelajari sejak kecil bertujuan untuk menyelamatkan manusia dari
penderitaan hidup di dunia maupun akhirat. Dengan berpegang teguh pada ajaran ini semua
manusia pasti akan hidup damai dan sejahtera, karena islam mengajarkan norma-norma hidup
dan perilaku kehidupan yang baik dan jauh dari kemaksiatan yang akan membawa kita pada
penyiksaan di hari akhir nanti. Dengan adanya pemahaman islam, manusia akan lebih bisa
mendekatkan diri pada sang pencipta dan diharapkan akan terhindar dari segala siksaan dan
dosa.
Aqidah islam memiliki landasan yang jelas dan murni yaitu Al Qur’an, As
Sunnah serta ijma’ Salafush shalih. Jadi, Aqidah ini tidak ada campur
tangan dengan hawa nafsu, akal ataupun sekedarasumsi manusia.
Aqidah islam memuat segala hal dengan jelas tanpa ada penyimpangan
apapun di dalamnya. Selain itu, semua dalil dan maknanya juga sangat mudah
dipahami oleh semua orang.
Aqidah memiliki ruang lingkup dalam pembahasannya. Menurut ulama ada 4 ruang
lingkup aqidah dalam Islam, yakni:
-Ilahiyat, yaitu pembahasan hal yang berkenaan dengan masalah ketuhanan, khususnya
membahas mengenai Allah SWT seperti kekuasaan Allah, perintah Allah dan
larangannya.
– Nubuwwat, yaitu pembahasan hal yang berkenaan dengan para utusan Allah (nabi
dan rasul Allah). Dalam Alquran, disebutkan beberapa nabi dan dibahas sebagai suri
tauladan bagi umat manusia di antaranya Nabi Muhammad SAW, Musa As, Harun As,
Ismail As, Ishaq As, Daud As, Zulkifli As, Sulaiman As, Yahya As, Isa As dan lainnya.
– Ruhaniyat, yaitu pembahasan hal yang berkenaan dengan mahluk gaib. Misalnya
malaikat, iblis, dan jin.
– Sam’iyyat, yaitu pembahasan hal yang berkenaan dengan alam gaib. Misalnya surga,
neraka, alam kubur, dan lainnya.
B. Syari’ah
Syari’ah menurut bahasa artinya jalan, sedangkan menurut istilah ialah peraturan
Allah yang mengatur hubungan manusia dengan tiga pihak Tuhan, sesama manusia dan alam
seluruhnya. Peraturan Allah yang mengatur hubungan manusia dengan tuhan disebut ibadah,
dan yang mengatur hubungan manusia dengan sesama manusia dan alam seluruhnya disebut
Muamalah. Rukun Islam yang lima yaitu syahadat, shalat, zakat, puasa dan haji
termasuk ibadah, yaitu ibadah dalam artinya yang khusus yang materi dan tata
caranya telah ditentukan secara parmanen dan rinci dalam al-Qur’an dan sunnah
Rasululah Saw.
Keistimewaan Syariah
1. Bersumber dari Allah jadi mutlak kebenarannya
2. Terjaga dari perubahan
3. Mencakup seluruh aspek kehidupan
4. Menjadi keputusan yanga adil untuk setiap kasus sengketa manusia
5. Layak diterapkan di setiap zaman
C. Akhlak
Secara Etimologi, ahklak adalah perkataan ‘akhlak’ berasal dari bahasa Arab yang
jama’nya dari bentuk mufrad ‘Khuluqun’ yang menurut logat diartikan budi pekerti, perangai,
tingkah laku atau tabiat.
Secara istilah akhlaq berarti tingkah laku yang lahir dari manusia dengan sengaja,
tidak dibuat-buat dan telah menjadi kebiasaan. Sedangkan Nazaruddin Razak,
mengungkapkan akhlak dengan makna akhlak islam, yakni suatu sikap mental dan laku
perbuatan yang luhur, mempunyai hubungan dengan Zat Yang Maha Kuasa dan juga
merupakan produk dari keyakinan atas kekuasaan dan keeasaan Tuhan, yaitu produk dari
jiwa tauhid.
Secara garis besar menurut Endang Saifuddin Anshari, akhlak terdiri atas; pertama,
akhlak manusia terhadap khalik, kedua, akhlak manusia terhadap sesama makhluk, yakni
akhlak manusia terhadap sesama manusia dan akhlak manusia terhadap alam lainnya.
Menurut Muhammad Quraish Shihab, akhlaq manusia terhadap Allah SWT bertitik
tolak dari pengakuan dan kesadarannya bahwa tidak ada Tuhan Selain Allah yang memiliki
sifat terpuji dan sempurna. Dari pengakuan dan kesadaran itu akan lahir tingkah laku dan
sikap sebagai berikut:
1) Mensucikan Allah dan senantiasa memujinya.
2) Bertawakkal atau berserah diri kepada Allah setelah berbuat dan berusaha terlebih
dahulu.
3) Berbaik sangka kepada Allah, bahwa yang datang dari Allah kepada makhluk-Nya
hanyalah kebaikan.
Adapun akhlaq kepada sesama manusia dapat dibedakan kepada beberapa hal, yaitu:
1) Akhlaq kepada orang tua, yaitu dengan senantiasa memelihara keredhaannya,
berbakti kepada keduanya dan memelihara etika pergaulan dengan keduanya.
2) Akhlaq terhadap kaum kerabat, yaitu dengan menjaga hubungan shilaturrahim
serta berbuat kebaikan kepada sesama seperti mencintai dan merasakan suka duka
bersama mereka.
3) Akhlaq kepada tetangga, yaitu dengan menjaga diri untuk tidak menyakiti hatinya,
senantiasa berbuat baik (ihsân) dan lain-lain sebagainya.
D. Mu’amalah
Secara etimologi muamalah semakna dengan مفاعلةyang berarti saling berbuat. Kata
ini menggambarkan suatu aktivitas yang dilakukan seseorang dengan orang lain atau
beberapa orang dalam memenuhi kebutuhan masing-masing. Secara terminologi kata ini
lebih dikenal dengan istilah fiqh muamalah, yaitu hukum-hukum yang berkaitan dengan
tindak-tanduk manusia dalam persoalan-persoalan keduniaan. Misalnya dalam persoalan
jual beli, utang-piutang, kerjasama dagang, persyarikatan, kerjasama dalam
penggarapan tanah, sewa menyewa dan lain-lain sebagainya.
Di samping itu, juga terdapat beberapa keistimewaan ajaran muamalah yang
bersumber dari al-Qur’an dan sunnah, antara lain yaitu:
1) Prinsip dasar dalam persoalan muamalah adalah untuk mewujudkan kemaslahatan umat
manusia, dengan memperhatikan dan mempertimbangkan berbagai situasi dan kondisi yang
mengitari manusia itu sendiri.
2) Bahwa berbagai jenis muamalah, hukum dasarnya adalah boleh sampai ditemukan dalil
yang melarangnya. Ini artinya, selama tidak ada dalil yang melarang suatu kreasi jenis
muamalah, maka muamalah itu dibolehkan.