Anda di halaman 1dari 10

NAMA : Eka Cipta Riyana (11200430000039)

KELAS : 1 A PMH

ISLAM DALAM PENGERTIAN YANG


SEBENARNYA
Islam sering diidentikkan dengan muslim. Islam itu agama. Muslim penganutnya. Islam itu
konsep, ajaran, risalah, dienullah (agama Allah). Sedangkan Muslim adalah pemeluknya.
Perilaku Muslim atau pemeluk tidak selalu mencerminkan ajaran Islam.

Islam adalah agama yang diturunkan Allah SWT kepada Nabi Muhammad Saw sebagai nabi dan
utusan Allah (Rasulullah) terakhir untuk umat manusia dan berlaku sepanjang zaman.

Pengertian Islam dapat ditinjau dari dua segi, yaitu segi bahasa (lughawi, harfiyah) dan segi
istilah (maknawiyah). Berikut ini ulasan lengkap pengertian Islam secara bahasa dan istilah.

A. Pengertian Islam secara Bahasa


Secara etimologis (asal-usul kata) kata “Islam” berasal dari bahasa Arab: salima ( ‫ )َسِلَم‬yang
artinya “selamat”.

Dari kata itu terbentuk aslama ( ‫ )َأْس َلَم‬yang artinya menyerahkan diri atau tunduk dan patuh.
Sebagaimana firman Allah SWT:

“Bahkan, barangsiapa aslama (menyerahkan diri) kepada Allah, sedang ia berbuat kebaikan,
maka baginya pahala di sisi Tuhannya dan tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak
pula bersedih hati” (Q.S. 2:112).

Dari kata aslama itulah terbentuk kata Islam (‫)ِإْس اَل م‬. Pemeluknya disebut Muslim (‫)ُمْس ِلم‬.

Muslim secara bahasa adalah orang yang memeluk Islam dan menyerahkan diri kepada Allah
SWT serta siap patuh kepada ajaran-Nya [1].

Menurut Hammudah Abdalati [2], kata “Islam” berasal dari akar kata Arab, slm (‫– )س ل م‬sin,
lam, mim– yang berarti kedamaian, kesucian, penyerahan diri, dan ketundukkan.

Dalam pengertian religius, menurut Abdalati, pengertian Islam adalah “penyerahan diri kepada
kehendak Tuhan dan ketundukkan atas hukum-Nya” (Submission to the Will of God and
obedience to His Law).

[1]. Drs. Nasruddin Razak, Dienul Islam, Al-Ma’arif Bandung, 1989, hlm. 56-57.

[2]. Hammudah Abdalati, Islam in Focus,American Trust Publications Indianapolis-Indiana, 1975,hlm.7


[3]. Endang Saifuddin Anshari, Kuliah Al-Islam, Pusataka Bandung, 1978, hlm. 46.
Hubungan antara pengertian asli dan pengertian religius dari kata Islam adalah erat dan jelas.
Hanya melalui penyerahan diri kepada kehendak Allah SWT dan ketundukkan atas hukum-Nya,
maka seseorang dapat mencapai kedamaian sejati dan menikmati kesucian abadi.

Kamus Google mengartikan Islam sebagai berikut:


“the religion of the Muslims, a monotheistic faith regarded as revealed through Muhammad as
the Prophet of Allah.”
(Islam adalah agama kaum muslimin, keyakinan monoteistik [keesaan Tuhan] sebagaimana
diturunkan kepada Muhammad sebagai Nabi Allah).

Akar Kata Islam


Ada juga pendapat, akar kata yang membentuk kata “Islam” setidaknya ada empat yang
berkaitan satu sama lain.

1. Aslama ( ‫)َأْس َلَم‬. Aslama artinya menyerahkan diri. Orang yang masuk Islam berarti
menyerahkan diri kepada Allah SWT. Ia siap mematuhi ajaran-Nya.

2. Salima (‫)َس اِلم‬. Salima artinya selamat. Orang yang memeluk Islam, hidupnya akan selamat.

3. Sallama (‫)َس َلم‬.


Sallama artinya menyelamatkan orang lain. Seorang pemeluk Islam tidak hanya
menyelematkan diri sendiri, tetapi juga harus menyelamatkan orang lain (tugas dakwah atau
‘amar ma’ruf nahyi munkar).
4. Salaam (‫)َس اَل م‬.
Salam artinya aman, damai, sentosa, selamat. Kehidupan yang damai sentosa akan tercipta
jika pemeluk Islam melaksanakan asalama dan sallama.

5. Istislam (‫)اسَت سَلم‬


Istislam artinya tunduk secara total kepada Allah SWT. Istislam juga bermakna pembawa
kedamaian (peace).

6. Silm (‫)ِس ْلم‬


Silm artinya tenang dan damai.
Demikian Pengertian Islam secara Bahasa dengan makna utama selamat dan
menyelamatkan. Islam juga bermakna damai.

B. Pengertian Islam secara Istilah


Secara istilah (terminologis, maknawi) Islam adalah agama wahyu berintikan tauhid atau keesaan
Tuhan yang diturunkan oleh Allah SWT kepada Nabi Muhammad Saw sebagai utusan-Nya yang

[1]. Drs. Nasruddin Razak, Dienul Islam, Al-Ma’arif Bandung, 1989, hlm. 56-57.

[2]. Hammudah Abdalati, Islam in Focus,American Trust Publications Indianapolis-Indiana, 1975,hlm.7


[3]. Endang Saifuddin Anshari, Kuliah Al-Islam, Pusataka Bandung, 1978, hlm. 46.
terakhir dan berlaku bagi seluruh manusia. Ajaran Islam meliputi seluruh aspek kehidupan
manusia.

Pengertian Islam dari Rasulullah Muhammad Saw adalah rukun Islam yang lima -syahadat,
shalat, zakat, puasa, dan haji.
، ‫ َو َت ُص وَم َر َمَض اَن‬،‫ َو ُتْؤ ِتَي الَّز َك اَة‬،‫ َو ُتِقيَم الَّص اَل َة‬، ‫اِإْلْس اَل ُم َأْن َتْش َه َد َأْن اَل ِإَلَه ِإاَّل ُهللا َو َأَّن ُمَح َّم ًد ا َر ُس وُل ِهللا َص َّلى ُهللا َع َلْي ِه َو َس َّلَم‬
‫َو َت ُحَّج اْلَبْي َت ِإِن اْس َت َط ْع َت ِإَلْي ِه َس ِب‬

“Islam adalah engkau bersaksi tidak ada yang berhak diibadahi dengan benar kecuali Allah
dan Muhammad adalah utusan Allah, menegakkan shalat, menunaikan zakat, berpuasa di
bulan Ramadhan dan menunaikan ibadah haji ke Baitullah (ka’bah) jika engkau mampu
melakukannya.” (HR. Muslim dari Umar bin Al Khaththab ra).

Banyak ahli Islam atau ulama yang berusaha merumuskan definisi atau pengertian Islam secara
terminologis.
KH Endang Saifuddin Anshari[3] mengemukakan, setelah mempelajari sejumlah rumusan
tentang agama Islam, lalu menganalisisnya, ia merumuskan dan menyimpulkan pengertian Islam
sebagai berikut:
1. Islam adalah wahyu yang diurunkan oleh Allah SWT kepada Rasul-Nya untuk disampaikan
kepada segenap umat manusia sepanjang masa dan setiap persada.
2. Islam adalah suatu sistem keyakinan dan tata-ketentuan yang mengatur segala perikehidupan
dan penghidupan asasi manusia dalam pelbagai hubungan: dengan Tuhan, sesama manusia, dan
alam lainnya.
3. Islam bertujuan mencapai keridhaan Allah, rahmat bagi segenap alam, kebahagiaan di dunia
dan akhirat.
4. Islam pada garis besarnya terdiri atas akidah, syariat, dan akhlak. 5.
Ajaran Islam bersumberkan Kitab Suci Al-Quran yang merupakan kodifikasi wahyu Allah SWT
sebagai penyempurna wahyu-wahyu sebelumnya yang ditafsirkan oleh Sunnah Rasulullah Saw.
Menurut Syaikh Muhammad bin Shalih Al-’Utsaimin, Pengertian Islam secara umum adalah
beribadah kepada Allah dengan syari’at-Nya sejak masa Allah mengutus para Rasul hingga
tegaknya hari kiamat.

Pengertian Islam inilah yang dimaksud oleh Allah dalam banyak ayat yang menunjukkan
bahwa syari’at-syari’at terdahulu semuanya juga disebut berislam kepada Allah ‘azza wa
jalla, seperti firman Allah yang menceritakan tentang Ibrahim:

‫َر َّب َن ا َو اْج َع ْلَن ا ُمْس ِلَمْي ِن َلَك َو ِمْن ُذ ِّر َّي ِتَن ا ُأَّم ًة ُمْس ِلَم ًة َلَك َو َأِر َن ا َم َن اِس َكَن ا َو ُتْب َع َلْي َن ا ۖ ِإَّن َك َأْن َت الَّت َّو اُب الَّر ِحيُم‬
“Wahai Rabb kami jadikanlah kami berdua orang yang muslim kepada-Mu dan juga anak
keturunan Kami sebagai umat yang muslim kepada-Mu.” (QS. Al-Baqarah : 128).

C. GARIS BESAR RUANG LINGKUP AJARAN AGAMA ISLAM

[1]. Drs. Nasruddin Razak, Dienul Islam, Al-Ma’arif Bandung, 1989, hlm. 56-57.

[2]. Hammudah Abdalati, Islam in Focus,American Trust Publications Indianapolis-Indiana, 1975,hlm.7


[3]. Endang Saifuddin Anshari, Kuliah Al-Islam, Pusataka Bandung, 1978, hlm. 46.
A. Agama Ditinjau Dari Sumbernya Ditinjau dari sumbernya agama-agama yang dikenal manusia
terdiri atas dua jenis agama yaitu: a. Agama wahyu: yaitu agama yang diterima oleh akal
manusia dari Allah melalui malaikat Jibril dan disebarkan oleh Rasul-Nya kepada manusia.
Agama wahyu disebut pula sebagai agama samawi atau agama langit. Agama Islam termasuk
agama wahyu, agama samawi atau agama langit. b. Agama budaya: yaitu agama yang
bersumber dari ajaran seorang manusia yang dipandang mempunyai pengetahuan mendalam
tentang kehidupan. Agama budaya disebut pula sebagai agama ardhi atau agama bumi. Contoh
agama budaya dalam agama Budha yang merupakan ajaran Budha Gautama. (Aminuddin, dkk,
2005)

B. Pengertian Agama Islam: Kata Islam berasal dari kata ‘as la ma - yus li mu – Is la man’ artinya,
tunduk, patuh, menyerahkan diri. Kata Islam terambil dari kata dasar sa la ma atau sa li ma yang
berarti selamat, sejahtera, tidak cacat, tidak tercela. Kata agama menurut bahasa Al – Quran
banyak digunakan kata din istilah lain yang digunakan oleh Al – Quran misalnya Millah dan
Shalat. Agama Islam disebut langsung oleh Allah sebagaimana dalam firman Allah: •
“sesungguhnya agama (yang hak) disisi Allah adalah Islam” (Al-Quran Surat Ali Imran ayat 19) •
“barang siapa mencari agama selain Islam, maka tidak akan diterima ajaran tersebut dan di
akhirat dia termasuk orang yang merugi” (Al-Quran Surat Ali Imran Ayat 85) • “Pada hari ini
telah Ku sempurnakan bagimu agamamu dan telah Ku cukupkan kepadamu nikmat Ku dan telah
Ku ridhoi Islam menjadi agamamu” (Al-Quran Surat AlMaidah Ayat 3)

C. Ruang Lingkup Ajaran Agama Islam Secara garis besar ruang lingkup ajaran agama Islam
mencakup ajaran menyeluruh (total/kaffah) yang terdiri atas aqidah (iman) syariah (Islam) dan
akhlak (ikhsan) 2 Aqidah adalah kepercayaan kepada Allah dan inti dari Aqidah adalah tauhid.
Syariah adalah segala bentuk peribadatan baik berupa ibadah khusus seperti thaharah, sholat,
puasa, zakat, haji maupun ibadah umum muamalah seperti hukum-hukum public, hukum
perdata. Akhlak adalah sifat yang tertanam dalam jiwa dan menimbulkan perbuatan yang
mudah tanpa memerlukan pertimbangan pikiran, akhlak berupa akhlak kepada Khalik maupun
akhlak kepada Makhluk.

D. EKSISTENSI ISLAM ASAS, PRINSIP, DAN DASAR


Islam adalah agama dan cara hidup berdasarkan syari‟at Allah yang terkandung dalam kitab Al-
Qur‟an dan Sunnah Rasulullah SAW. Setiap orang yang mengintegrasikan dirinya kepada Islam

[1]. Drs. Nasruddin Razak, Dienul Islam, Al-Ma’arif Bandung, 1989, hlm. 56-57.

[2]. Hammudah Abdalati, Islam in Focus,American Trust Publications Indianapolis-Indiana, 1975,hlm.7


[3]. Endang Saifuddin Anshari, Kuliah Al-Islam, Pusataka Bandung, 1978, hlm. 46.
wajib membentuk seluruh hidup dan kehidupannya berdasarkan syari‟at yang termaktub dalam
Al-Qur‟an dan As-Sunnah. Hal tersebut sebagaimana diungkap oleh Yusuf Qardhawi, syari‟at
Ilahi yang tertuang dalam Al-Qur‟an dan Sunnah merupakan dua pilar kekuatan masyarakat
Islam dan agama Islam merupakan suatu cara hidup dan tata sosial yang memiliki hubungan
integral, utuh menyeluruh dengan kehidupan --- idealnya Islam ini tergambar dalam dinamika
hukum Islam yang merupakan suatu hukum yang serba mencakup.(1)

Pengejawantahan syari‟at Islam atas dua sumber utama dan pertama syari‟at Islam ---
Dewasa ini tidaklah semudah membalikkan tangan. Era mekanisasai dan modernisasi telah
menempatkan manusia menjadi bagian dan perkembangan yang penuh dengan
kontroversi, tantangan dan persaiangan --- yang menyebabkan munculnya nilai dan
kebutuhan baru bagi mereka yang tidak lagi sekedar sederhana. Eksistensi syari‟at Islam
yang konsisten/ajeg pada prinsip dan asasnya tidaklah harus statis, tetapi justeru harus
fleksibel dan dapat mereduksi perkembangan dan kemajuan kehidupan manusia.

Sebagaimana dibahasakan Hasan Bisri hal tersebut merupakan kegiatan reaktualisasi


Islam, dimana secara garis besarnya adalah menekankan pada pengejawantahan Islam
dengan me-reinterpretasi sumber hukum Islam dengan menggunakan kebutuhan, situasai,
dan kondisi dewasa ini sg paradigmanya.(2)

Berdasarkan hal tersebut diatas, maka orang Islam (khususnya para alim ulama Islam
Umum seluruh umat Islam) dituntut untuk dapat melakukan rekonstruksi terhadap khazanah
hukum Islam secara inovatif melalui media ijtihad. Sebab kajian soal ijtihad akan selalu
aktual, mengingat kedudukan dan fungsi ijtihad dalam yurisprudensi Islam tidak bisa
dipisahkan dengan produk-produk fiqh dan yang namanya fiqh itu senantiasa fleksibel dan
perkembangannya berbanding lurus dengan kehidupan dan kebutuhan manusia.

Namun dengan adanya fleksibelitas dalam syari‟at Islam dan tuntutan bahwa hukum Islam
harus senantiasa up to date dan dapat mereduksi per-kembangan kehidupan ummat ---
bukan berarti atau dimaksudkan ajaran Islam, terutama fiqh (hukum) nya tidak konsisten,
mudah mengikuti arus zaman dan bebas menginterpretasikan Al-Qur‟an dan Sunnah
sesuai kebutuhan hidup manusia --- sehingga aktualisasi hukum Islam melalui pintu ijtihad
dalam prakteknya dapat menggeser ke-qath‟i-an Al-Qur‟an dan Sunnah hanya untuk
memberikan legitimasi kepentingan manusia, baik politik, ekonomi, sosial, hukum dan lain
sebagainya dengan dalih tuntutan humanisme.

Berdasakan fenomena tersebut, penulis memandang bahwa pemahaman akan prinsip-


prinsip dan asas-asas hukum Islam secara radikal melalui kacamata filsafat memiliki
urgensi yang tinggi sekali --- sebagai upaya untuk membentengi syari‟at Islam yang
kontemporer namun dalam proses pengistinbatan hukumnya tetap memperhatikan rukh-
rukh syari‟ahnya atau dengan bahasa lain tidak menggadaikan ke-qath‟i-an syari‟at Islam
(baca : Al-Qur‟an dan Sunnah) hanya untuk dikatakan bahwa hukum Islam itu up to date
[1]. Drs. Nasruddin Razak, Dienul Islam, Al-Ma’arif Bandung, 1989, hlm. 56-57.

[2]. Hammudah Abdalati, Islam in Focus,American Trust Publications Indianapolis-Indiana, 1975,hlm.7


[3]. Endang Saifuddin Anshari, Kuliah Al-Islam, Pusataka Bandung, 1978, hlm. 46.
dan tidak ketinggalan zaman.

Prinsip-prinsip Hukum Islam

Syari‟at Islam adalah pedoman hidup yang ditetapkan Allah SWT untuk mengatur
kehidupan manusia agar sesuai dengan keinginan Al-Qur‟an dan Sunnah.(3) Dalam kajian
ilmu ushul fiqh, yang dimaksud dengan hukum Islam ialah khitab (firman) Allah SWT yang
berkaitan dengan perbuatan mukallaf, atau dengan redaksi lain, hukum Islam ialah
seperangkat aturan yang ditetapkan secara langsung dan lugas oleh Allah atau ditetapkan
pokok-pokonya untuk mengatur hubungan antara manusia dan tuhannya, manusia dengan
sesamanya dan manusia dengan alam semesta. Adapun Abu Zahrah mengemukakan
pandangannya, bahwa hukum adalah ketetapan Allah yang berhubungan dengan
perbuatan orang-orang mukallaf baik berupa iqtida (tuntutan perintah atau larangan),
takhyir (pilihan) maupun berupa wadh’i (sebab akibat). Ketetapan Allah

dimaksudkan pada sifat yang telah diberikan oleh Allah terhadap sesuatu yang
berhubungan dengan perbuatan mukalaf.(4) Hasbi Ash-Shiddiqie mendefinisikan hukum
secara lughawi adalah “menetapkan sesuatu atas sesuatu.(5)

Sebagaimana hukum-hukum yang lain, hukum Islam memiliki prinsip-prinsip dan asas-asas
sebagai tiang pokok, kuat atau lemahnya sebuah undang-undang, mudah atau sukarnya,
ditolak atau diterimanya oleh masyarakat, tergantung kepada asas dan tiang pokonya.(6)

Secara etimologi (tata bahasa) prinsip adalah dasar, permulaan, aturan pokok.(7) Juhaya
S. Praja memberikan pengertian prinsip sebagai berikut: permulaan; tempat
pemberangkatan; itik tolak; atau al-mabda.(8)

Adapun secara terminologi Prinsip adalah kebeneran universal yang inheren didalam
hukum Islam dan menjadi titik tolak pembinaannya; prinsip yang membentuk hukum dan
setiap cabang-cabangnya. Prinsip hukum Islam meliputi prinsip umum dan prinsip umum.
Prinsip umum ialah prinsip keseluruhan hukum Islam yang bersifat unuversal. Adapun
prinsip-prinsip khusus ialah prinsip-prinsip setiap cabang hukum Islam.(9)

Prinsip-prinsip hukum Islam menurut Juhaya S. Praja sebagai berikut :

1. Prinsip Tauhid

Tauhid adalah prinsip umum hukum Islam. Prinsip ini menyatakan bahwa semua manusia
ada dibawah satu ketetapan yang sama, yaitu ketetapan tauhid yang dinyatakan dalam
kalimat La’ilaha Illa Allah (Tidak ada tuhan selain Allah). Prinsip ini ditarik dari firman Allah
QS. Ali Imran Ayat 64. Berdasarkan atas prinsip tauhid ini, maka pelaksanaan hukum Islam

[1]. Drs. Nasruddin Razak, Dienul Islam, Al-Ma’arif Bandung, 1989, hlm. 56-57.

[2]. Hammudah Abdalati, Islam in Focus,American Trust Publications Indianapolis-Indiana, 1975,hlm.7


[3]. Endang Saifuddin Anshari, Kuliah Al-Islam, Pusataka Bandung, 1978, hlm. 46.
merupakan ibadah. Dalam arti perhambaan manusia dan penyerahan dirinya kepada Allah
sebagai manipestasikesyukuran kepada-Nya. Dengan demikian tidak boleh terjadi setiap
mentuhankan sesama manusia dan atau sesama makhluk lainnya. Pelaksanaan hukum
Islam adalah ibadah dan penyerahan diri manusia kepada keseluruhan kehendak-Nya.

Prinsip tauhid inipun menghendaki dan memposisikan untuk menetapkan hukum sesuai
dengan apa yang diturunkan Allah (Al-Qur‟an dan As-Sunah). Barang siapa yang tidak
menghukumi dengan hukum Allah, maka orang tersebut dapat dikateegorikan kedalam
kelompok orang-orang yang kafir, dzalim dan fasiq (Q.S. ke 5 Al-Maidah : 44, 45 dan 47).

Dari prinsip umum tauhid ini, maka lahirlah prinsip khusus yang merupakan kelanjutan dari
prinsip tauhid ini, umpamanya yang berlaku dalam fiqih ibadah sebagai berikut :
a. Prinsip Pertama : Berhubungan langsung dengan Allah tanpa perantara --- Artinya
bahwa tak seorang pun manusia dapat menjadikan dirinya sebagai zat yang wajib di
sembah.
b. Prinsip Kedua : Beban hukum (takli’f) ditujukan untuk memelihara akidah dan iman,
penyucian jiwa (tajkiyat al-nafs) dan pembentukan pribadi yang luhur --- Artinya hamba
Allah dibebani ibadah sebagai bentuk/aktualisasi dari rasa syukur atas nikmat Allah.

Berdasarkan prinsip tauhid ini melahirkan azas hukum Ibadah, yaitu Azas
kemudahan/meniadakan kesulitan. Dari azas hukum tersebut terumuskan kaidah-kaidah
hukum ibadah sebagai berikut :
a. Al-ashlu fii al-ibadati tuqifu wal ittiba’ --- yaitu pada pokoknya ibadah itu tidak wajib
dilaksanakan, dan pelaksanaan ibadah itu hanya mengikuti apa saja yang diperintahkan
Allah dan Rasul-Nya ;
b. Al-masaqqah tujlibu at-taysiir --- Kesulitan dalam melaksanakan ibadah akan
mendatangkan kemudahan

2. Prinsip Keadilan

Keadilan dalam bahasa Salaf adalah sinonim al-mi’za’n (keseimbangan/ moderasi). Kata
keadilan dalam al-Qur‟an kadang diekuifalensikan dengan al-qist. Al-mizan yang berarti
keadilan di dalam Al-Qur‟an terdapat dalam QS. Al-Syura: 17 dan Al-Hadid: 25.

Term „keadilan‟ pada umumnya berkonotasi dalam penetapan hukum atau kebijaksanaan
raja. Akan tetapi, keadilan dalam hukum Islam meliputi berbagai aspek. Prinsip keadilan
ketika dimaknai sebagai prinsip moderasi, menurut Wahbah Az-Zuhaili bahwa perintah
Allah ditujukan bukan karena esensinya, seba Allah tidak mendapat keuntungan dari
ketaatan dan tidak pula mendapatkan kemadaratan dari perbuatan maksiat manusia.
Namun ketaatan tersebut hanyalah sebagai jalan untuk memperluas prilaku dan cara
pendidikan yang dapat membawa kebaikan bagi individu dan masyarakat.(10)

[1]. Drs. Nasruddin Razak, Dienul Islam, Al-Ma’arif Bandung, 1989, hlm. 56-57.

[2]. Hammudah Abdalati, Islam in Focus,American Trust Publications Indianapolis-Indiana, 1975,hlm.7


[3]. Endang Saifuddin Anshari, Kuliah Al-Islam, Pusataka Bandung, 1978, hlm. 46.
Penggunaan term “adil/keadilan” dalam Al-Quran diantaranya sebagai berikut :
a. QS. Al-Maidah : 8 --- Manusia yang memiliki kecenderungan mengikuti hawa nafsu,
adanya kecintan dan kebencian memungkinkan manusia tidak bertindak adil dan
mendahulukan kebatilan daripada kebenaran (dalam bersaksi) ;
b. QS. Al-An‟am : 152 --- Perintah kepada manusia agar berlaku adil dalam segala hal
terutama kepada mereka yang mempunyai kekuasaan atau yang berhubungan dengan
kekuasaan dan dalam bermuamalah/berdagang ;
c. QS. An-Nisa : 128 --- Kemestian berlaku adil kepada sesama isteri ;
d. QS. Al-Hujrat : 9 --- Keadilan sesama muslim ;
e. QS. Al-An‟am :52 --- Keadilan yang berarti keseimbangan antara kewajiban yang harus
dipenuhi manusia (mukalaf) dengan kemampuan manusia untuk menunaikan kewajiban
tersebut.

Dari prinsip keadilan ini lahir kaidah yang menyatakan hukum Islam dalam praktiknya dapat
berbuat sesuai dengan ruang dan waktu, yakni suatu kaidah yang menyatakan elastisitas
hukum Islam dan kemudahan dalam melaksanakannya sebagai kelanjutan dari prinsip
keadilan, yaitu : .......

Artinya : Perkara-perkara dalam hukum Islam apabila telah menyeempit maka menjadi luas;
apabila perkara-perkara itu telah meluas maka kembali menyempit.

Teori „keadilan‟ teologi Mu‟tazilah melahirkan dua terori turunan, yaitu :


1) al-sala’h wa al-aslah dan
2) al-Husna wa al-qubh.

Dari kedua teori ini dikembangkan menjadi pernyataan sebagai berikut :


a. Pernyataan Pertama : Allah tidaklah berbuat sesuatu tanpa hikmah dan tujuan” ---
perbuatan tanpa tujuan dan hikmah adalah sia-sia
b. Pernyataan Kedua : Segala sesuatu dan perbuatan itu mempunyai nilai subjektif
sehingga dalam perbuatan baik terdapat sifat-sifat yang menjadi perbuatan baik. Demikian
halnya dalam perbuatan buruk. Sifat-sifat itu dapat diketahui oleh akal sehingga masalah
baik dan buruk adalah masalah akal.

3. Prinsip Amar Makruf Nahi Mungkar

Hukum Islam digerakkan untuk merekayasa umat manusia untuk menuju tujuan yang baik
dan benar yang dikehendaki dan ridloi Allah dalam filsafat hukum Barat diartikan sebagai
fungsi social engineering hukum. Prinsip Amar Makruf Nahi Mungkar didasarkan pada QS.
Al-Imran : 110, pengkategorian Amar Makruf Nahi Mungkar dinyatakan berdasarkan wahyu
dan akal.

[1]. Drs. Nasruddin Razak, Dienul Islam, Al-Ma’arif Bandung, 1989, hlm. 56-57.

[2]. Hammudah Abdalati, Islam in Focus,American Trust Publications Indianapolis-Indiana, 1975,hlm.7


[3]. Endang Saifuddin Anshari, Kuliah Al-Islam, Pusataka Bandung, 1978, hlm. 46.
4. Prinsip Kebebasan/Kemerdekaan

Prinsip kebebasan dalam hukum Islam menghendaki agar agama/hukum Islam disiarkan
tidak berdasarkan paksaan, tetapi berdasarkan penjelasan, demontrasi, argumentasi.
Kebebasan yang menjadi prinsip hukum Islam adalah kebebasan dl arti luasyg mencakup
berbagai macamnya, baik kebebasan individu maupun kebebasan komunal. Keberagama
dalam Islam dijamin berdasarkan prinsip tidak ada paksaan dalam beragama (QS. Al-
Baqarah : 256 dan Al-Kafirun: 5)

Epilog
Berdasarkan pembahasan mengenai prinsip-prinsip dan azas-azas hukum Islam diatas,
yang menjadi inti pemahaman prinsip-prinsip dan azas-azas hukum Islam dapat diketahui
atau diarahkan pada tujuan penyariatan.
syariat Islam itu sendiri dan apa yang akan dibawa hukum Islam untuk mencapau
tujuannya. Hal tersebut adalah sebagai berikut :

1. Islam telah meletakkan di dalam undang-undang dasarnya, beberapa prinsip yang


mantap dan kekal, seperti prinsip menghindari kesempitan dan menolak mudarat, wajib
berlaku adil dan bermusyawarah dan memelihara hak, menyampaikan amanah, dan
kembali kepada ulama yang ahli untuk menjelaskan pendapat yang benar dalam
menghadapi peristiwa dan kasus-kasus baru, dan sebagainya berupa dasar-dasar umum
yang merupakan tujuan diturunkannya agama-agama langit, dan dijaga pula oleh hukum-
hukum positif dalam upaya untuk sampai kepada pengwujudan teladan tertinggi dan
prinsip-prinsip akhlak yang telah ditetapkan oleh agama-agama namun hukum-hukum
masih tetap menghadapi krisis keterbelakangan dari undang-undang atau hukum yang
dibawa oleh agama-agama langit
2. Dalam dasar-dasar ajarannya, Islam berpegang dengan konsisten pada perinsip
mementingkan pembinaan mental individu khususnya, sehingga ia menjadi sumber
kebaikan bagi masyarakat, karena apabila individu telah menjadi baik maka masyarakat
dengan sendirinya akan baik pula.

[1]. Drs. Nasruddin Razak, Dienul Islam, Al-Ma’arif Bandung, 1989, hlm. 56-57.

[2]. Hammudah Abdalati, Islam in Focus,American Trust Publications Indianapolis-Indiana, 1975,hlm.7


[3]. Endang Saifuddin Anshari, Kuliah Al-Islam, Pusataka Bandung, 1978, hlm. 46.
[1]. Drs. Nasruddin Razak, Dienul Islam, Al-Ma’arif Bandung, 1989, hlm. 56-57.

[2]. Hammudah Abdalati, Islam in Focus,American Trust Publications Indianapolis-Indiana, 1975,hlm.7


[3]. Endang Saifuddin Anshari, Kuliah Al-Islam, Pusataka Bandung, 1978, hlm. 46.

Anda mungkin juga menyukai