Patofisiologi pada syok hipovolemik sangat tergantung dari penyakit primer yang menyebabkannya.
Namun secara umum, prinsipnya sama. Jika terjadi penurunan tekanan darah yang cepat akibat
kehilangan cairan, kebocoran atau sebab lain, maka tubuh akan mengadakan respon fisiologis untuk
mempertahankan sirkulasi dan perfusi yang adekuat ke seluruh tubuh. Secara umum, tubuh melakukan
control terhadap tekanan darah melalui suatu system respon neurohumoral yang melibatkan beberapa
reseptor di tubuh. Reseptor tersebut diantaranya adalah
6. Autoperfusi
Saat terjadi syok, dapat terjadi mekanisme autoperfusi untuk memindahkan cairan intraselular
ke dalam vascular. Pada keadaan hipovolemik, maka tekanan hidrostatik intravascular menurun
sehingga memungkinkan untuk terjadi perpindahan dari intrasel ke vascular sampai terjadi
kesetimbangan antar keduanya. Hal ini ditunjukkan dengan klinis yaitu turgor yang menurun.
Keseluruhan proses ini bekerja secara stimulan, dan hamper bersamaan sehingga
menciptakan suatu respon yang adekuat untuk mengatasi kondisi hipovolemik. Akibat dari
semua proses ini adalah vasokontriksi yang luas, sebagai akibatnya maka tekanan diastolic akan
meningkat pada fase awal sehingga tekanan nadi menyempit
Proses kompensasi ini juga menyebabkan kondisi metabolism anaerob, terjadi asidosis
metabolic. Proses hypovolemia akan menyebabkan pertukarang O2 dan CO2 melambat. Maka
lama-kelamaan akan terjadi metabolism anaerobic. Hal inilah yang menjadi cikal bakal kegagalan
sirkulasi pada syok hypovolemia.
Akibat dari hipoksia dan berkurangnya nutrisi ke jaringan maka metabolism lama-lama
menjadi anaerob dan tidak efektif. Metabolisme anaerobic banyak menghasilkan 2 ATP dari
setiap molekul glukosa. Sedangkan pada metabolism aerob menghasilkan ATP sebanyak 36
molekul. Akibat dari metabolism anaerobic adalah penumpukan asam laktat yang bisa
menyebabkan kondisi asidosis. Lama-kelamaan metabolism ini tidak mampu menyediakan
energi yang cukup untuk mempertahankan homeostasis seluler. Terjadi kerusakan pompa ionic,
permeabilitas kapiler juga terganggu, sehingga terjadi influx dan efflux elektrolit yang tidak
seimbang, dan pada akhirnya terjadi kematian sel. Jika kematian sel meluas, maka terjadi
banyak kerusakan
Berdasarkan skema diatas, terjadinya syok hipovolemik terjadi dalam 3 fase yaitu fase
kompensasi, dekompensasi dan fase syok ireversibel. Masing-masing kondisi ini memiliki
tampilan klinis yang berbeda. Berikut akan dijelaskan perbedaan antar fase tersebut.
1. Fase Kompensasi: Pada fase ini metabolism masih dapat dipertahankan. Mekanisme
sirkulasi dapat dilindungi dengan meningkatkan aktivitas simpatik. Sistem sirkulasi ini mulai
menempatkan organ-organ vital sebagai prioritas untuk mendapatkan perfusi yang baik.
Tekanan darah sistolik normal, sedangkan diastolic meningkat karena mulai timbul tekanan
perifer.
2. Fase Dekompensasi: Pada fase ini metabolism anaerob sudah mulai terjadi dan
semakinmeningkat. Akibatnya system kompensasi yang terjadi sudah tidak lagi efektif untuk
meningkatkan kerja jantung. Produksi asam laktat meningkat, produksi asam karbonat
intraseluler juga meningkat sehingga terjadi asidosis metabolic. Membran sel terganggu,
akhirnya terjadi kematian sel. Terjadi juga pelepasan mediator inflamasi seperti TNF.
Akhirnya system vascular mulai tidak dapat mempertahankan vasokontriksi. Sehingga terjadi
vasodilatasi yang menyebabkan tekanan darah turun dibawah nilai normal dan jarak sistol-
diastol menyempit.
3. Fase Syok Irreversibel: Saat energy habis, kematian sel mulai meluas, kemudian cadangan
energy di hati juga lama-kelamaan habis. Kerusakan pun meluas hingga ke level organ. Pada
fase ini, walaupun sirkulasi sudah diperbaiki, deficit energy yang terlambat diperbaiki sudah
menyebabkan kerusakan organ yang ekstensif. Akhirnya terjadi gagal sirkulasi, nadi tidak
teraba, dan gagal organ multiple.
Reza, Muhammad Alvian. 2014. Makalah Patofisiologi Syok Hipovolemik. Fakultas Kedokteran:
Universitas Trisakti