Anda di halaman 1dari 42

MAKALAH

GANGGUAN MAKAN

Disusun untuk memenuhi tugas Mata Kuliah Patofisiologi Kebidanan


Dosen Pengampu : Sri Wahyuni, S.Kep.Ns, S.Tr. Keb, M. Kes

Disusun oleh :
KANTI ANDIYAH
SITI SAPUROH
SUMIYATI
UMI NELI INAYATI

KELAS IBI KABUPATEN TEGAL

PROGRAM PROFESI BIDAN POLTEKKES KEMENKES SEMARANG

TAHUN 2021/2022

1
KATA PENGANTAR

Alhamdulilah, puji syukur kehadirat Alloh SWT yang telah memberikan kami nikmat
hidup, sehat , sehingga kita masih di beri kesempatan untuk bertemu dan di beri kesempatan
untuk menuntut ilmu di POLTEKES KEMENKES SEMARANG PROGRAM STUDI PROFESI
BIDAN . Dengan Ridho Alloh SWT juga kami bisa menyelesaikan tugas dalam pembuatan
makalah dengan judul “ Patofisiologi Gangguan makan ”.
Makalah ini kami buat dalam rangka memenuhi tugas dari Materi Patofisiologi
Kebidanan Gangguan Makan dengan dosen pengampu ibu Sri Wahyuni, S.Kep.Ns, S.Tr. Keb,
M.Kes.
Kami mengucapkan terima kasih kepada ibu Sri wahyuni, S.Kep. Ns, S.Tr. Keb, M.Kes
yang sudah mengajarkan dan membimbing materi Patofisiologi Kebidanan dengan Gangguan
Makan dan semua rekan kelompok yang telah membantu terselesaikannya makalah ini.
Besar harapan kami, dengan pembuatan tugas Patofisiologi Kebidanan dengan Gangguan
Makan yang di ajarkan ke mahasiswa akan semakin mampu mengkaji permasalahan yang ada
dan bisa sedapat mungkin memecahkan masalah tersebut.
Kami menyadari dalam pembuatan makalah ini masih terdapat banyak kekurangan, baik
dari susunan kata maupun dalam hal penulisan, semua itu tidak lepas dari unsur ketidak
sengajaan dari kami, keterbatasan kemampuan, oleh karena itu kritik saran dan masukan dari ibu
Dosen sangat diharapkan guna perbaikan.

Penulis,

Kelompok XIV

2
ii
DAFTAR ISI

COVER
KATA PENGANTAR.............................................................................................. ii
DAFTAR ISI.............................................................................................................. iii
BAB I PENDAHULUAN ......................................................................................... 1

A. Latar Belakang ....................................................................................... 1


B. Rumusan Masalah.................................................................................. 2
C. Tujuan Penulisan .................................................................................... 2
D. Manfaat Penulisan .................................................................................. 3
E. Sistematika Penulisan ............................................................................. 3

BAB II TINJAUAN TEORI ................................................................................... 4

A. Definisi gangguan makan........................................................................ 4


B. Tipe gangguan makan ............................................................................ 4
1. Anoreksia Nervosa ................................................................................ 5
2. Bulimia Nervosa ..................................................................................... 14
3. Binge Eating Disorder ........................................................................... 19

BAB III TINJAUAN KASUS ................................................................................. 22

BAB IV PEMBAHASAN......................................................................................... 31
BAB V PENUTUP.................................................................................................. 34
a. Kesimpulan.......................................................................................... 34
b. Saran ................................................................................................... 34
BAB V DAFTAR PUSTAKA …………………………………………………….. 35

3
iii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Gangguan makan merupakan kondisi psikiatrik dengan akibat psikologis dan

medis yang serius. Gangguan makan, seperti anorexia nervosa (AN) dan bulimia

nervosa (BN), merupakan penyakit kronis yang didefinisikan sebagai gangguan perilaku

makan atau perilaku dalam mengkontrol berat badan. Diagnostic and Statistical Manual

of Mental Disorders, 4th Edition (DSM-IV) mengklasifikasikan ada tiga jenis gangguan

makan yaitu anorexia nervosa (AN), bulimia nervosa (BN), dan binge-eating disorder

(BED). AN ditandai dengan keengganan untuk menetapkan berat badan normal,

penyimpangan pandangan terhadap tubuh, ketakutan ekstrim menjadi gemuk, dan

perilaku makan yang sangat terganggu. BN ditandai dengan perilaku makan dalam

jumlah yang besar yang sering dan berulang-ulang, kemudian coba memuntahkan

kembali, penggunaan obat pencahar, berpuasa atau berolahraga secara berlebihan

(National Institute of Mental Health.1

Gangguan makan bisa menyerang siapa saja, termasuk pada ibu hamil. Ibu hamil

merupakan salah satu kelompok rawan kekurangan gizi, karena akan terjadinya

peningkatan kebutuhan gizi untuk memenuhi kebutuhan ibu dan janin yang dikandung.

Pola makan yang salah pada ibu hamil membawa dampak buruk terhadap terjadinya

gangguan gizi antara lain, anemia, pertambahan berat badan yang kurang serta

gangguan pertumbuhan janin Fatimah., et al (2011). Untuk pertumbuhan janin yang

baik diperlukan zat-zat makanan yang adekuat, dimana peranan plasenta besar dalam

transfer zat-zat makanan tersebut. Gangguan Suplai makanan dari ibu dapat

1
1
menimbulkan keguguran (abortus), BBLR, serta cacat bawaan pada janin (Prawiroharjo,

2008).

Berdasarkan observasi awal pada Puskesmas pangkah dari bulan januari sampai
dengan November 2021 terdapat 86 ibu hamil yang berkunjung ke Puskesmas pangkah
engan anemia riangan (8 - <11 gr%). Hasil observasi di Puskesmas pangkah
menunjukkan kejadian anemia ibu hamil cukup banyak. Hal ini diakibatkan karena ada
kepercayaan atau tradisi yang mengharuskan ibu hamil tidak terlalu banyak makanan
yang bergizi, selain itu juga terdapat adanya kesulitan ekonomi. Maka dengan demikian,
penulis tertarik untuk meneliti hubungan faktor sosial budaya, asupan zat gizi dan
kejadian anemia pada ibu hamil di wilayah pangkah ( Pws Kia, 2021)

Untuk menegakkan kehamilan risiko tinggi pada ibu dan janin adalah dengan cara
melakukan anamnesa yang intensif (baik), melakukan pemeriksaan fisik, dan
pemeriksaan penunjang seperti pemeriksaan laboratorium, pemerisaan rontgen,
pemeriksaan ultrasonografi dan pemeriksaan lain yang dianggap perlu (Manuaba,2012)

Berdasarkan data diatas, maka penulis tertarik untuk mengambil judul studi kasus
“Asuhan Kebidanan Ibu Hamil Ny.R Umur 26 tahun G1P0A0 hamil 16 minggu 2 hari
dengan gangguan makan Anorexia Nervosa ( anemia) Di Puskesmas Pangkah”.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah di kemukakan di atas dapat di rumuskan
permasalahan yaitu “dampak gangguan makan pada ibu hamil dapat menyebabkan
anemia”

C. Tujuan Penulisan
1. Tujuan Umum
Mampu melaksanakan asuhan kebidanan dengan risiko gangguan makan pada ibu
hamil dengan anemia di Puskesmas pangkah kabupaten Tegal.

2. Tujuan Khusus
a. Mampu mengidentifikasi gangguan makan denngan anemia.

2
b. Mampu melakukan penatalaksanaan terhadap ibu hamil dengan anemia

D. Manfaat Penulisan
1. Bagi Institusi
Sebagai penambah referensi untuk mahasiswa jurusan profesi kebidanan dalam
melakukan penelitian kebidanan selanjutnya,
2. Bagi Tenaga Kesehatan
Sebagai sumber informasi dalam memberikan penyuluhan pada ibu hamil tentang
ganggan makan,
3. Bagi Penulis
Menambah wawasan dan pengalaman tentang penatalaksanaan gangguan makan pada
ibu hamil,
4. Bagi Ibu Hamil
Sebagai bahan masukkan untuk menambah pengetahuan tentang penyebab dan
dampak dari gangguan makan.

E. Sistematika Penulisan
Untuk memudahkan pembaca dalam memahami proposal karya tulis ilmiah
asuhan kebidanan ini, maka proposal karya tulis ilmiah asuhan kebidana ini terdiri dari 6
(Enam) bab yaitu :
BAB I : PENDAHULUAN
A. latar belakang masalah
B. perumusahan masalah
C. tujuan penulisan
D. manfaat penulisan
E. sistematika penulisan.
BAB II : TINJAUN TEORI
BAB III : TINJAUAN KASUS
BAB IV : PEMBAHASAN
BAB V : KESIMPULAN ATAU PENUTUP
BAB VI : DAFTAT PUSTAKA

3
BAB II

TINJAUAN TEORI

A. Definisi Gangguan Makan

Gangguan makan ditandai dengan ekstrem. Gangguan makan hadir ketika seseorang

mengalami gangguan parah dalam tingkah laku makan, seperti mengurangi kadar makanan

dengan ekstrem atau makan terlalu banyak yang ekstrem, atau perasaan menderita atau

keprihatinan tentang berat atau bentuk tubuh yang ekstrem. Seseorang dengan gangguan

makan mungkin berawal dari mengkonsumsi makanan yang lebih sedikit atau lebih banyak

daripada biasa, tetapi pada tahap tertentu, keinginan untuk makan lebih sedikit atau lebih

banyak terus menerus di luar keinginan.6

B. Tipe Gangguan Makan

Terdapat dua tipe utama bagi gangguan makan adalah anoreksia nervosa dan bulimia

nervosa. Kategori ketiga adalah “gangguan makan lain yang tidak ditetapkan” (EDNOS –

eating disorders not otherwise specified) yang memasukkan beberapa variasi gangguan

makan. Kebanyakannya adalah mirip dengan anoreksia atau bulimia tetapi dengan karakter

yang berbeda sedikit. Binge-eating disorder, yang menerima peningkatan dalam jumlah

penelitian dan perhatian media dalam beberapa tahun kebelakangan ini adalah salah satu tipe

EDNOS.6

4
4
1. Anoreksia Nervosa

a. Definisi

Anoreksia (anorexia) berasal dari bahasa Yunani an-, yang artinya “tanpa” dan

orexis artinya “hasrat untuk”. Anoreksia memiliki arti “tidak memiliki hasrat untuk

(makan)”, yang sesungguhnya keliru, karena kehilangan nafsu makan diantara

penderita anoreksia nervosa jarang terjadi. Anoreksia adalah gangguan makan yang

ditandai dengan kelaparan secara sukarela dan stress dari melakukan kegiatan.

Anorexia nervosa merupakan sebuah penyakit kompleks yang melibatkan komponen

psikososial, sosiologikal, dan fisiologikal. Seseorang yang menderita anorexia

disebut sebagai anoreksik atau (lebih tidak umum) anorektik. Istilah ini sering kali

namun tidak benar disingkat menjadi anorexia, yang berarti gejala medis kehilangan

nafsu makan.

Menurut DSM-IV, anoreksia nervosa (AN) dimaksudkan dengan

“keengganan untuk menetapkan berat badan kira-kira 85% dari yang diprediksi,

ketakutan yang berlebihan untuk menaikkan berat badan, dan tidak mengalami

menstruasi selama 3 siklus berturut-turut.”

b. Etiologi dan Faktor Resiko

Etiologi gangguan tetap tidak jelas. Terdapat komponen pisikologis yang jelas,

dan diagnosis terutama didasarkan pada kriteria pisikologis dan prilaku. Namun

demikian, manisfestasi fisik anoreksia dapat mengarah pada kemungkinan faktor-

faktor organic pada etiologi.

 Faktor predisposisi

5
 Biologis

Diyakini ada hubungan keluarga dengan gangguan makan. Keturunan

pertama wanita pada orang yang mengalami gangguan makan beresiko tinggi

daripada populasi umum. Model biologis etiologi gangguan makan difokuskan

kepada pusat pengatur nafsu makan di hipotalamus, yang mengendalikan

mekanisme neurokimia khusus untuk makan dan kenyang. Serotonin dianggap

terlibat dalam patofisiologi gangguan makan walaupun model biologis ini masih

dalam tahap perkembangan.

Studi tentang anoreksia nervosa menunjukkan bahwa gangguan tersebut

cenderung terjadi dalam keluarga. Oleh karena itu, kerentanan genetic mungkin

muncul yang dipicu oleh diet yang tidak tepat atau stress emosional. Kerentanan

genetic ini mungkin muncul karena tipe kepribadian tertentu atau kerentaan

umum terhadap gangguan jiwa atau kerentanan genetic mungkin secara langsung

mencakup disfungsi hipotalamus.

 Perkembangan

Anoreksia nervosa biasanya terjadi selama masa remaja dan diyakini

bahwa penyebabnya berhubungan dengan antara perkembangan pada tahap

kehidupan ini. Perjuangan untuk mengembangkan otonomi dan pembentukan

indentitas yang unik adalah 2 tugas yang penting. Keterlibatan faktor

kepribadian dinyatakan oleh fakta bahwa penderita anoreksia cenderung wanita

tertentu, muda, berkulit putih dan dari keluarga yang bergerak ke atas yang

menekankan pada pencapaian. Jenis latar belakang ini menyebabkan tuntutan

dan harapan keluarga yang menimbulkan stres, dan dalam konteks ini, penolakan

6
wanita untuk makan mungkin tanpaknya (tanpa disadari) sebagai cara

menunjukan kendali. Kemungkinan lain yang lebih jarang disebutkan adalah

penderita anoreksia mewakili kenakalan seksualitas. Selain tidak mengalami

menstruasi, wanita mengalami underweight parah tidak memilki karakteristik

seksual lain, seperti feminin yang sesunguhnya.

 Lingkungan

Berbagai factor lingkungan dapat mempengaruhi individu untuk

mengalami gangguan makan. Riwayat terdahulu pasien mengalami gangguan

makan sering dipersulit oleh penyakit dalam dan bedah, kematian keluarga dan

lingkungan keluarga dengan konflik.

 Psikologis

Kebanyakan pasien yang mengalami gangguan makan menunjukkan

sekelompok gejala psikologis seperti rigiditas, ritual risme, kehati – hatian ,

perfectsionisme serta control infuse yang buruk. Aspek psikologis anoreksia

nervosa yang mendominansi adalah keinginan yang kuat untuk menguruskan

berat badan dan takut gemuk, biasanya didahului oleh periode 1 atau 2 tahun

gangguan mood dan perubahan perilaku. Penurunan berat badan biasanya dipicu

oleh krisis yang khas pada remaja seperti awitan menstruasi atau kecelakaan

interpersonal traumatic yang memicu perilaku diet yang serius dan berlanjut

sampai tidak terkontrol.

Sering kali terdapat kesalahpahaman yang berlebihan terhadap

penyimpanan lemak normal yang merupakan karakteristik periode remaja awal ,

atau komentar orang lain bahwa remaja putri terlihat gemuk. Penurunan berat

7
badan mungkin merupakan respon terhadap sindiran atau pergantian sekolah

atau akan masuk kuliah. Remaja memasuki fase pertumbuhan pubertas ketika

akumulasi lemak biologis yang normal, terutama rentan untuk muncul. Tuntutan

dewasa ini untuk memiliki tubuh ramping merupakan faktor yang sangat

penting. Standar kecantikan ditunjukkan oleh tinggi badan, kerampingan,

payudara yang kecil seperti model – model yang ditampilkan oleh semua bentuk

media.

Pada beberapa situasi remaja mengalami stress keluarga yang parah seperti

perpisahan atau perceraian orang tua. Pada kondisi ini atau lainnya remaja

mengalami kehilangan kontrol diri, keputusan untuk sabar atau tidak makan

menjadi sebuah area yang dapat melatih kontrol individu.

 Sosio kultural

Pada budaya yang menerima atau mengahargai kemontokkan, jarang

terjadi gangguan makan. Lingkungan sosiokultural pada remaja dan wanita

muda contohnya di Amerika Serikat juga sangat menekankan kelangsingan dan

pengendalian terhadap tubuh seseorang menjadi indicator untuk evaluasi diri. Di

Amerika serikat kelebihan berat badan dianggap sebagai tanda kemalasan,

kurang control diri atau mendapatkan tubuh yang sempurna disamakan dengan

cantik.

Orang yang mengalami anoreksia sering kali tidak makan lebih dari 500 –

700 kalori dalam sehari dan mungkin mencerna sebanyak 200 kalori, namun

mereka merasa yang dimakan sudah cukup memadai untuk kebutuhan hidup

mereka . Beberapa indivu yang mengalami anoreksia mungkin tidak makan

8
selama seharian. Walaupun melakukan pembatasan, banyak penderita anoreksia

mengalami preokupasi atau terobsesi oleh makanan dan sering masak untuk

keluarga. Individu yang mengalami gangguan makan dapat melakukan berbagai

perilaku pengurasan termasuk latihan olahraga yang berlebihan. Menggunakan

diuretic yang diresepkan dan di jual bebas, pil diet, laksatif dan steroid. Banyak

pasien yang mencari bantuan untuk menangani gangguan makan juga

mengalami gangguan jiwa seperti depresi , gangguan obsesif–konflusif dan

gangguan kepribadian.

c. Gambaran Klinis

Kebanyakan orang dengan AN melihat diri mereka sebagai orang dengan

kelebihan berat badan, walaupun sebenarnya mereka menderita kelaparan atau

malnutrisi. Makan, makanan dan kontrol berat badan menjadi suatu obsesi.

Seseorang dengan AN akan sentiasa mengukur berat badannya berulang kali,

menjaga porsi makanan dengan berhati-hati, dan makan dengan kuantiti yang sangat

kecil dan terhadap pada sebagian makanan.1,6

Kebanyakan pasien dengan AN juga akan mempunyai masalah psikiatri dan

macam-macam penyakit fisik, termasuk depresi, ansietas, perilaku terasuk

(obsessive), penyalahgunaan zat, komplikasi kardiovaskular dan neurologis, dan

perkembangan fisik yang terhambat. Gejala lain yang mungkin terlihat dari waktu ke

waktu termasuk penipisan tulang (osteopenia atau osteoporosis), rambut dan kuku

yang rapuh, kulit yang kering dan kekuningan, perkembangan rambut halus

dikeseluruhan tubuh (misalnya, lanugo), anemia ringan, kelemahan dan kehilangan

9
otot, konstipasi berat, tekanan darah rendah, pernafasan dan pols yang melemah,

penurunan suhu tubuh internal; menyebabkan orang tersebut sering merasa dingin,

dan kelesuan.1,6

Sebagai akibat dari nutrisi buruk, gangguan endokrin yang melibatkan aksis

hipotalamus-pituitari-gonad timbul, bermanifestasi pada wanita yaitu amenorrea dan

pada laki-laki yaitu kurangnya minat berseksual dan kesuburan. Pada anak-anak yang

prapubertas, pubertasnya lambat dan perkembangan dan pertumbuhan fisiknya

terbantut. Gejala metabolik lainnya, seperti lelah dan intoleransi terhadap kedinginan

juga disebabkan oleh gangguan aksis hipotalamus-pituitari-gonad. Selain itu, resiko

untuk mengalami fraktur tulang berkaitan juga dengan pasien dengan AN karena saiz

tulang yang berkurang dan densitas mineral tulang.1

Kadar serum leptin dalam AN yang tidak dirawat adalah rendah. Pada AN juga

dijumpai peningkatan kadar kortisol dan kegagalan deksametason untuk

mensupresinya. Kadar thyroid-stimulating hormone (TSH) adalah normal, tetapi

kadar tiroksin dan triiodotironin adalah rendah. Growth hormone meningkat, tetapi

insulin-like growth factor 1 (IGF-1) yang diproduksi oleh hati, menurun.

Pengurangan densitas tulang diobservasi pada pasien dengan AN meningkatkan

risiko untuk mengalami fraktur dan berkaitan dengan defisiensi berbagai nutrisi,

penurunan sterois gonad dan peningkatan kortisol dan.6

Pada pasien dengan tipe tertentu AN, sering dilihat kadar serotonin total,

yang menyokong hipotesis bahwa kadar serotonin otak yang tinggi dapat

menyebabkan perbuatan kompulsif, atau mungkin menginhibisi pusat selera (Tecott,

1995).

10
d. Diagnosis

Onset anoreksia nervosa biasanya umur 10 tahun dan 30 tahun. Pasien diluar range ini

tidak tipikal, jadi diagnosa untuk pasien ini masih dipertanyakan. Setelah umur 13 tahun,

onsetnya meningkat sangat cepat. Maksimum pada usia 17 tahun sampai 18 tahun sekitar

85 % dari pasien anoreksia nervosa, onsetnya antara umur 13 tahun dan 20 tahun.

Diagnosa AN adalah berdasarkan karakteristik perilaku, psikologis dan fisiknya.

Kriteria diagnostik yang digunakan secara meluas ialah dari American Psychiatry

Association, melalui DSM-IV. Kriteria ini termasuklah : 6

 Ketakutan berlebihan untuk meningkatkan berat badan atau menjadi gemuk

 Keengganan untuk menetapkan berat badan pada atau di atas berat normal yang

minimal sesuai umur dan ketinggian tubuhnya

 Distorsi pandangan tubuh (merasakan dirinya “terlalu gemuk” walaupun dirinya telah

underweight)

 Tidak mengalami menstruasi (amenorrea) selama sekurang-kurangnya 3 siklus

berturut-turut.

Pedoman diagnostic Anoreksia Nervosa menurut PPDGJ-III adalah :

Mempunyai ciri khas gangguan adalah mengurangi berat badan dengan sengaja,

dipacu dan atau dipertahankan oleh penderita. Untuk suatu diagnosis yang pasti

dibutuhkan semua hal seperti di bawah ini, yaitu:

a. Berat badan tetap dipertahankan 15% di bawah yang seharusnya (baik yang

berkurang maupun yang tidak tercapai) atau Quetelet’s body mass index adalah

17,5% atau kurang.

11
b. Berkurangnya berat badan dilakukan sendiri dengan menghindari makanan yang

mengandung lemak dan salah satu hal di bawah ini :

- Merangsang muntah oleh dirinya sendiri

- Menggunakan pencahar

- Olah raga berlebihan

- Menggunakan obat penahan nafsu makan dan atau diuretika.

- Terdapat distorsi body image dalam psikopatologi yang spesifik dimana

ketakutan gemuk  terus menerus menyerang penderita, penilaian yang

berlebihan terhadap berat badan yang rendah.

- Adanya gangguan endokrin yang meluas, melibatkan hypothalamic-

piyuitary-gonadal aksis, dengan manifestasi pada wanita sebagai amenore

dan pada pria suatu kehilangan minat dan potensi seksual. Juga dapat terjadi

kenaikan hormon pertumbuhan, kortisol, perubahan metabolisme peripheral

dari hormone tiroid, dan sekresi insulin abnormal.

Jika onset terjadinya pada masa prubertas, perkembangan prubertas

tertunda atau dapat juga tertahan. Pada penyembuhan, prubertas kembali normal,

tetapi menarche terlambat.

e. Terapi

Terdapat beberapa indikasi pasien dengan AN yang perlu dirawat inap di rumah sakit,

antara lain ialah berat badan kurang daripada 75% daripada berat badan ideal, walaupun

pemeriksaan darah rutin dalam batas normal. Untuk pasien yang berat badannya sangat

kurang, kalori yang cukup (kira-kira 1200-1800 kkal/hari) perlu diberi dalam hidangan

12
sehari-hari dalam bentuk makanan atau suplemen cairan untuk meningkatkan berat badan

dan menstabilkan keseimbangan cairan dan elektrolit.6

Konseling gizi juga membantu untuk menetapkan berat badan sehat dan

memperlengkapkan pasien dan keluarga tentang diet sehat dan risiko jangka pendek dan

jangka panjang akibat gangguan makan.6

Keterlibatan keluarga dalam penatalaksanaan AN pada remaja telah menjadi komponen

standar, walaupun pengobatan utamanya lebih kepada mengembalikan nutrisi di rumah sakit

dan psikoterapi individu atau konseling. Walaupun sebagian besar pasien dengan AN perlu

dirawat inap, peran keluarga juga memainkan peranan penting dalam pengobatan yang

efektif.6

• Cyproheptadine (periactin), suatu obat dengan sifat antihistaminik dan antiserotonergik.

• Amitriptyline (Elavil), Fluoxetine (Prozac) dengan gejala depresif yang menyertai

• Terapi elektrokonvulsif (ECT) adalah bermanfaat pada kasus tertentu dgn gangguan

depresif berat.

• Kolaborasi doker unuk pemberian tablet fe dan vitamin lainnya.

f. Prognosis

Mortalitas merupakan risiko pada pasien dengan AN, disebabkan oleh percobaan

bunuh diri atau komplikasi dari gangguan makan yang kronis. Risiko mortalitas telah

menurun sepanjang 25 tahun ini dengan pengobatan dan identifikasi dini AN. Kira-kira 25%

tetap simptomatik. Proses penyembuhan berlangsung lama, bisa 2 tahun dari onset AN.

Terdapat juga pasien dengan AN beralih kepada jenis gangguan makan lain, seperti

bulimia nervosa dan binge-eating disorder, menunjukkan terdapat hubungan antara

gangguan makan tersebut.1

13
Gangguan makan dapat berakibat fatal akibat dari defisiensi nutrisi yang

berkelanjutan. Pasien dengan gangguan makan kadang kala mencoba untuk membunuh diri

atau menghindari kegiatan sosialnya. Perlu ditekankan bahawa gangguan ini tidak hanya

mengganggu perilaku makan, tetapi juga mendatangkan akibat pada fisik, psikologis dan

aspek sosial pasien.

2. Bulimia Nervosa

a. Definisi

Makan sejumlah besar makanan disertai perasaan diluar kendali, diikuti oleh rasa

bersalah, depresi, atau muak terhadap diri sendiri.

perilaku kompensasi seperti mencahar (muntah yang diinduksi sendiri, pemakaian

laksatif yang berulang atau pemakaian diuretika), puasa atau latihan yang berat untuk

mencegah penambahan berat badan

Tidak seperti pasien anoreksia nervosa, pasien dengan bulimia nervosa dapat

mempertahankan berat badan normal. Menurut kriteria diagnostik dalam Diagnostic and

Statistical Manual of Mental Disorders edisi keempat (DSM-IV), pesta makan dan

perilaku kompensasi harus terjadi dengan rata rata sekurangnya dua kali seminggu

selama tiga bulan.

b. Epidemiologi

Bulimia nervosa lebih menonjol dibandingkan anoreksia nervosa. Diperkirakan

bulimia nervosa terentang dari 1-3 % wanita muda. Seperti anoreksia nervosa, bulimia

nervosa lebih sering ditemukan pada wanita dibandingkan laki laki, tapi onsetnya lebih

14
sering pada masa remaja. Walaupun bulimia nervosa sering kali ditemukan pada wanita

muda dengan berat badan normal, mereka kadang kadang memiliki riwayat kegemukan.

c. Etiologi

Faktor faktor yang menjadi etiologi bulimia nervosa antara lain

 Faktor biologis

Beberapa peneliti telah berusaha untuk menghubungkan siklus pesta makan dan

mencahar dengan berbagai neurotransmitter. Karena antidepresan sering kali

bermanfaat pada pasien dengan bulimia nervosa, serotonin dan norepinefrin yang

telah dilibatkan. Kadar endorfin plasma meningkat pada beberapa pasien bulimia

yang muntah yang mengakibatkan perasaan sehata yang dirasakan pasien setelah

muntah mungkin diperantarai oleh peningkatan kadar endorfin.

 Faktor sosial

Pasien dengan bulimia nervosa cenderung memiliki kedudukan tinggi dan perlu

berespons terhadap tekanan sosial untuk menjadi kurus. Sebagian besar pasien

terdepresi dan memiliki depresi familial yang tinggi. Keluarga pasien bulimia kurang

dekat dan lebih konfliktual dibandingkan dengan keluarga pasien anoreksia nervosa.

Pasien bulimia nervosa menggambarkan orang tuanya sebagai suka menelantarkan

dan menolak.

 Faktor psikologis

Pasien bulimia nervosa memiliki kesulitan dengan kebutuhan remaja, tapi lebih

mengungkapkan, marah dan impulsif dibandingkan anoreksia nervosa.

Ketergantungan alkohol, mencuri di took dan labilitas emosional ( termasuk usaha

bunuh diri) sebagian besar berhubungan dengan bulimia nervosa. Pasien biasanya

15
merasakan makan yang tidak terkendali yang dilakukannya sebagai lebih ego-

distonik sehingga lebih cepat mencari bantuan. Pasien ini juga tidak mempunyai

pengendalian superego dan kekuatan ego dari imbangannya dengan anoreksia

nervosa. Kesulitan yang dimiliki pasien dalam mengendalikan impulsnya sering kali

dimanifestasikan dengan ketergantungan zat dan hubungan seksual yang merusak

diri sendiri, di samping pesta makan dan mencahar yang menjadi tanda utama

gangguan.

c. Diagnosis dan gambaran klinis

Kriteria diagnostik untuk Bulimia Nervosa menurut DSM-IV

A. Episode rekuren pesta makan. Episode pesta makan ditandai oleh kedua berikut

ini :

1. Makan dalam periode waktu yang jelas ( misalnya dalam tiap periode 2 jam),

jumlah makanan jelas lebih besar dibandingkan yang akan dimakan oleh

kebanyakan orang dalam periode waktu yang serupa dan dalam situasi yang

serupa

2. Perasaan hilang kendali terhadap makan selama episode ( misalnya perasaan

bahwa ia tidak dapat berhenti makan atau mengendalikan apa dan berapa

banyak yang dimakannya)

B. Perilaku kompensasi yang rekuren dan tidak layak untuk mencegah kenaikan

berat badan, seperti muntah diinduksi sendiri, penyalahgunaan laksatif, diuretik,

enema atau medikasi lain, puasa atau olahraga yang berat

C. Pesta makan dan perilaku kompensasi yang tidak sesuai keduanya terjadi dengan

rata rata sekurangnya dua kali seminggu selama 3 bulan

16
D. Pemeriksaan diri sendiri terlalu dipengaruhi oleh bentuk dan berat badan

E. Gangguan tidak terjadi semata mata selama episode anoreksia nervosa

d. Sebutkan jenis

Tipe mencahar : selama episode bulimia nervosa yang sekarang, pasien secara teratur

terlibat dalam muntah yang diinduksi diri sendiri atau pemakaian keliru laktasif,

diuretik atau enema.

Tipe tidak mencahar : selama periode bulimia nervosa yang sekarang, pasien telah

menggunakan perilaku kompensasi lain yang tidak layak, seperti puasa atau olahraga

berat tapi tidak secara teratur terlibat dalam muntah yang diinduksi diri sendiri atau

pemakaian keliru laktasif, diuretic atau enema.

e. Penatalaksanaan

Terapi bulimia nervosa terdiri dari berbagai intervensi, termasuk psikoterapi

individual dengan pendekatan kognitif perilaku, terapi kelompok, terapi keluarga dan

farmakoterapi. Sebagian besar pasien dengan bulimia nervosa tanpa penyulit tidak

memerlukan perawatan di rumah sakit. Pada umumnya, pasien tidak perlu merahasiakan

gejalanya dibandingkan dengan pasien anoreksia nervosa sehingga terapi rawat jalan

biasanya tidak sulit. Tapi biasanya psikoterapi sering kali sulit dan berkepanjangan.

Beberapa pasien bulimia nervosa yang gemuk yang menjalani psikoterapi

berkepanjangan memang membaik secara mengejutkan.

Beberapa laporan mendukung pemakaian psikoterapi kognitif perilaku untuk

menjawab perilaku tertentu di sekitar dan yang menyebabkan periode pesta makan.

Beberapa program yang membantu antara lain suatu kontrak perilaku dan desensitisasi

17
terhadap pikiran dan perasaan yang dimiliki pasien bulimia tepat sebelum pesta makan.

Tapi banyak pasien bulimia memiliki psikopatologi yang melebihi perilaku pesta makan

sehingga pendekatan psikoterapeutik tambahan seperti terapi psikodinamika,

interpersonal dan keluarga dapat sangat bermanfaat.

Terapi psikodinamika untuk pasien dengan bulimia telah menemukan suatu

kecenderungan untuk mengkonkretkan mekanisme pertahanan introjektif dan proyektif.

Dalam cara yang mirip dengan membelah, pasien membagi makanan dalam dua

kategori : makanan yang bergizi dan makanan yang tidak sehat. Makanan yang dianggap

bergizi mungkin diingesti dan dipertahankan karena makanan tersebut secara tidak sadar

menyimbolkan introjeksi yang baik. Tapi makanan yang buruk secara tidak sadar

dihubungkan dengan introjeksi yang buruk dan dengan demikian, dikeluarkan melalui

muntah dengan khayalan bawah sadar bahwa semua destruktivitas, kebencian dan

kejahatan telah dibuang. Pasien mungkin secara sementara merasa sehat setelah muntah

karena pembuangan yang dikhayalkannya tapi perasaan segalanya baik adalah singkat,

karena perasaan itu didasarkan pada kombinasi yang tidak stabil dari pembelahan dan

proyeksi.

Medikasi antidepresan dapat menurunkan pesta makan dan mencahar terlepas dari

adanya suatu gangguan mood. Jadi untu siklus pesta makan dan mencahar yang sukar dan

tidak berespons terhadap psikoterapi, penggunaan antidepresan cukup mambantu.

Imipramine ( Tofranil), desipramine ( Norpramin), trazodone ( Desyrel) dan inhibitor

monoamine oksidase telah membantu. Fluoxetine ( Prozac) juga menjanjikan sebagai

terapi yang efektif.

18
f. Prognosis

Secara keseluruhan, bulimia nervosa tampaknya memiliki prognosis yang lebih baik

dibandingkan anoreksia nervosa. Dalam jangka pendek, pasien bulimia nervosa yang mampu

melibatkan diri dalam pengobatan telah dilaporkan lebih dari 50 persen yang mengalami

perbaikan dalam pesta makan dan mencahar di antara pasien rawat jalan, perbaikan

tampaknya berlangsung lebih dari lima tahun. Tapi pasien tidak bebas gejala selama periode

perbaikan, bulimia nervosa adalah gangguan kronis dengan perjalanan penyakit yang hilang

timbul. Beberapa pasien dengan penyakit yang ringan memiliki remisi jangka panjang.

Prognosis tergantung pada keparahan sekuela mecahar yaitu apakah pasien

mengalami gangguan keseimbangan elektrolit dan sampai derajat mana muntah yang sering

menghasilkan esofagitis, amilasemia, pembesaran kelenjar liur dan karies gigi. Pada

beberapa kasus bulimia nervosa yang tidak diobati, remisi spontan terjadi dalam satu sampai

dua tahun.(8)

3. Binge-eating Disorder

a. Definisi

Menurut DSM-IV, kriteria binge-eating disorder (BED) memerlukan episode

makan berlebihan, sama seperti BN, tetapi yang membedakan BED dengan BN ialah

BED tidak melibatkan perbuatan untuk melawan perilaku makan berlebihan, seperti

memuntahkan kembali makanan, penggunaan pencahar dan beriadah berlebihan.6

b. Etiologi dan Faktor Resiko

19
Obesitas semasa kecil dan orang tua yang mengalami obesitas merupakan faktor

risiko spesifik untuk terjadinya BED, dan BED berkaitan dengan kelainan genetik yang

sangat jarang, yaitu mutasi pada gen untuk reseptor melanokortin 4.6

c. Gambaran Klinis

BED digolongkan pada orang dengan episode binge-eating yang rekuren sewaktu

seseorang merasakan hilangnya penguasaan terhadap perilaku makannya. Tidak seperti

BN, episode binge-eating ini tidak diikuti dengan proses penyingkiran, olahraga yang

berlebihan, atau puasa. Hasilnya, orang dengan BED adalah kebiasaanya kelebihan berat

badan atau gemuk. Mereka juga merasa bersalah, malu dan/atau distress dengan binge-

eating yang dapat membawa kepada lebih banyak episode binge-eating. Mereka juga

sering mempunyai penyakit psikologis termasuklah ansietas, depresi, dan kekacauan

kepribadian.6

d. Diagnosis

Diagnosis BED menggunakan kriteria diagnostik yang dikemukakan oleh DSM-

IV. Kriteria BED termasuk:6

 Episode makan berlebihan yang berulang, seperti BN.

 Episode makan berlebihan yang lebih cepat daripada biasa, makan hingga perut terasa

terlalu penuh, makan sejumlah besar makanan walaupun tidak merasa lapar, makan

sendirian karena merasa malu dengan jumlah makanan yang dikonsumsinya, dan/atau

merasa jelek terhadap diri sendiri, depresi, dan rasa bersalah selepas makan.

 Rasa tertekan terhadap perbuatan makan yang berlebihan.

 Perilaku makan tersebut berlaku sekurang-kurangnya 2 hari/minggu selama 6 bulan.

20
 Perilaku makan tersebut tidak diikuti dengan perbuatan kompensatori untuk melawan

balik perilaku makan itu.

e. Terapi

Tujuan terapi pada pasien dengan BED ialah untuk megurangi perilaku makan

berlebihan tersebut, memperbaiki simptom gangguan mood dan rasa cemas yang

berkaitan dengan ED, dan mengurangi berat badan pada individu yang juga mengalami

obesitas. Terapi psikologis seperti cognitive behavioral therapy dan farmakologis bukan

saja efektif mengobati BN tetapi berguna untuk mengurangi frekuensi makan padan

pasien dengan BED dan memperbaiki gangguan mood.7

f. Prognosis

BED mempunyai kadar remisi yang tinggi, walaupun tanpa pengobatan. Juga

tidak ada kecenderungan untuk BED beralih ke tipe gangguan makan yang lain.1

BAB III

TINJAUAN KASUS

ASUHAN KEBIDANAN PADA IBU HAMIL PATOLOGI

21
NY. R UMUR 26 TAHUN G1P0A0 UK 16+2 MINGGU DENGAN ANEMIA RINGAN

DI PUSKESMAS PANGKAH

Nomer Register : 0020/01/12/21

Tanggal masuk / jam : 19 Desember 2021 / 09:00 wib

I. PENGKAJIAN

A. Data Subyektif

1. Identitas

a. Identitas pasien

Nama : Ny R

Umur : 26 tahun

Agama : Islam

Suku/Bangsa : Jawa /Indonesia

Pendidikan : SMA

Pekerjaan : IRT

Alamat : Pangkah

Identitas Penanggung jawab/Suami

22
Nama : Tn. W

Umur : 30 tahun

Agama : Islam

Suku/Bangsa : Jawa/Indonesia
22

Pendidikan : S1

Pekerjaan : Guru

Alamat : Pangkah5/1

2. Anamnesa

a. Alasan Datang ke Puskesmas

Ibu mengatakan ingin memeriksakan kehamilannya

b. Keluhan utama

Ibu mengatakan malas makan, merasa sering mengantuk, cepat lelah dan pusing

c. Riwayat Menstruasi

Menarche : 15 tahun

Haid : Siklus : 28 hari

Lama : 6 hari, Teratur

Konsistensi : cair

Banyak : 2-3x ganti pembalut/ hari

Fluor Albus : tidak ada

23
Dismenorea : tidak ada

HPHT : 28-08-2021

HPL : 06-06-2022

Umur kehamilan : 16 minggu 2 hari

d. Riwayat Perkawinan

 Nikah : 1 kali

 Umur : 25 tahun

 Dengan suami umur : 29 tahun

 Lama perkawinan : 1 tahun

e. Riwayat kesehatan

1. Riwayat kesehatan yang lalu

Ibu mengatakan tidak pernah menderita penyakit menular seperti TBC,

hepatitis, penyakit menurun seperti DM, asma, dan penyakit kronis seperti

jantung.

2. Riwayat kesehatan sekarang

Ibu mengatakan saat ini sedang tidak menderita penyakit menular seperti

TBC, hepatitis, penyakit menurun seperti DM, asma, dan penyakit kronis seperti

jantung.

3. Riwayat kesehatan keluarga

24
Ibu mengatakan baik dari keluarga ibu maupun suami tidak ada yang

menderita penyakit menular seperti TBC, hepatitis, penyakit menurun seperti

DM, asma, ataupun penyakit kronis seperti jantung, serta tidak ada riwayat

keturunan kembar.

a. Pola kebutuhan sehari-hari

1. Pola nutrisi

Frekuensi : 1x sehari

Macam : nasi, sayur, lauk,

Keluhan : nafsu makan berkurang

2. Pola eliminasi

BAK

Frekuensi : 5-7x/hari

Warna : kuning jernih

Keluhan : tidak ada

BAB

Frekuensi : 1x sehari

Konsistensi : lembek

Keluhan : tidak ada

3. Pola aktivitas pekerjaan

Ibu mengatakan aktivitasnya sehari-hari sebagai ibu ibu rumah tangga

yaitu menyapu

25
4. Pola istirahat

Siang : 2 jam

Malam : 3jam

Keluhan : tidak ada

5. Personal hygiene

Mandi : 2x sehari

Ganti celana dalam : 2x sehari

Gosok gigi : 2x sehari

Ganti pakaian: 1-2 kali sehari

6. Pola seksual

Ibu mengatakan baik dan tidak ada keluhan

b. Pola Psikososial, Spiritual, dan Ekonomi

1. Ibu dan keluarga senang atas kehamilannya

2. Ibu mengatakan tinggal bersama suami

3. Jika ada masalah dalam keluarga diselesaikan secara musyawarah

4. Ibu menunaikan ibadah sholat 5 waktu

5. Ibu mengatakan cemas dengan keadaannya

B. Data Obyektif

1. Pemeriksaan Umum

Keadaan umum : baik

26
Kesadaran : composmentis

TTV :

TD : 110/80 mmHg N : 82x/m

R : 22x/m S : 36,20C

BB sebelum hamil : 45 kg

BB sekarang : 51 kg

TB : 152 cm

Lila : 24 cm

2. Pemeriksaan Fisik

Kepala : bersih, tidak ada odem, tidak ada luka

Muka : pucat, tidak ada odem

Mata : konjungtiva anemis, sklera putih

Hidung : bersih, tidak ada polip

Telinga : bersih, tidak ada serumen

Mulut : tidak ada stomatitis, tidak ada gigi karies, bibir pucat

Leher : tidak ada pembengkakan vena jugularis, kelenjar tiroid, dan kelenjar

limfe

Dada : pernapasan normal

27
Payudara : payudara simetris, puting susu menonjol, tidak ada nyeri tekan

Ketiak : tidak ada pembengkakan

Abdomen : tidak ada nyeri tekan, tidak ada bekas operasi

Genetalia : tidak ada pembengkakan kelenjar bartolini tidak ada odem

ataupun varises

Ekstremitas : tidak ada odem dan varises

Reflek patella : Kanan positif kiri positif

Anus : tidak hemoroid

3. Status Obstetri

a. Inspeksi

Muka : pucat, tidak ada kloasma gravidarum

Payudara : simetris, puting susu menonjol, areola hiperpigmentasi

Abdomen : ada linea nigra, tidak ada striae gravidarum, tidak ada luka bekas

operasi

Genetalia : tidak ada cairan abnormal, tidak ada varises dan odem

b. Palpasi

Payudara : tidak ada benjolan abnormal, colostrum belum keluar

Abdomen :

28
Bentuk : pembesaran abdomen sesuai dengan UK

Bekas luka : tidak ada bekas luka operasi

TFU : pertengahan pusat dan simpisis

Leopold I : teraba ballotmen

Leopold II :-

Leopold III :-

Leopold IV :-

c. Auskultasi

DJJ : -

4. Pemeriksan penunjang

- Hb (19 Des 2021) : 10 gr%

- Golda : A/+

- Protein urine : Negatif

- Pemeriksaan Tripple eliminasi

 Hiv : NR

 Shypilis : NR

 HbsAg : NR

II. INTEPRETASI DATA 19 Desember 2021/ jam 09.00 WIB

29
A. Diagnosa kebidanan

Ny.R umur 26 tahun G1P0A0 hamil 16+2 minggu , janin tunggal, hidup, intra uteri,

dengan anemia ringan.

Data dasar

DS :

- Ibu mengatakan umurnya 26 tahun

- Ibu mengatakan ini kehamilannya yang pertama

- Ibu mengatakan sering pusing lelah dan mudah mengantuk

DO :

KU : baik

Kesadaran : composmentis

BB/TB : 152cm / 51 kg

TTV : TD : 110/80mmHg, Nadi : 82x/menit, RR : 22x/menit, Suhu : 36, 20C

Muka : pucat

Mata : konjungtiva anemis

Mulut : bibir pucat

Hb : 10 gr%

B. Masalah

Ibu mengatakan cemas dengan keadaannya

30
C. Kebutuhan

Memberikan support dan dukungan kepada ibu

III. DIAGNOSA POTENSIAL

Anemia Sedang

IV. ANTISIPASI TINDAKAN SEGERA

Berikan terapi tablet Fe

V. PERENCANAAN 19 Desember 2021 / jam 09.10 WIB

1. Jelaskan kepada ibu hasil pemeriksaan

2. Jelaskan kepada ibu tentang keluhan ibu dan berikan dukungan

3. Jelaskan KIE tentang kebutuhan nutrisi untuk ibu hamil

4. Anjurkan ibu untuk istirahat cukup dan mengurangi aktifitas

5. Anjurkan ibu untuk rutin melakukan cek Hb setiap bulan sampai keangka normal (11

gr% )

6. Lakukan Kolaborasi dengan petugas gizi untuk kebutuhan nutrisi ibu hamil

7. Lakukan Kolaborasi dengan doker puskesmas untuk teraphy

8. Anjurkan ibu untuk kunjungan ulang 1 bulan lagi

9. Dokumentasi

VI. PELAKSANAAN

1. Menjelaskan kepada ibu tentang hasil pemeriksaan

bahwa saat ini ibu dalam keadaan kurang baik, karena kadar Hb dalam darah ibu

rendah yaitu 10gr%, ibu mengalami anemia ringan sedangkan kondisi janin baik.

31
2. Menjelaskan tentang keluhan ibu yaitu ibu mengeluh sering merasa pusing, cepat lelah

dan cepat mengantuk, hal ini merupakan gejala dari anemia atau kurang darah.

Anemia bisa disebabkan karena gangguan makan sehingga asupan nutrisi ibu kurang

terutama asupan zat besi. Anemia pada kehamilan bisa berlanjut sampai pada

persalinan dan nifas dan dapat menyebabkan perdarahan, sehingga ibu harus tetap

menjaga asupan nutrisi ibu dan ibu tidak perlu khawatir karena kondisi ibu bisa segera

membaik.

3. Menjelaskan KIE tentang kebutuhan nutrisi untuk ibu hamil yaitu ibu harus banyak

mengkonsumsi makanan yang banyak mengandung karbohidrat seperti nasi dan roti,

selain itu ibu membutuhkan protein untuk pertumbuhan janin dengan mengkonsumsi

telur, tahu, tempe, ikan, dan juga ibu membutuhkan tambahan vitamin dan mineral

yang diperoleh dari sayuran, buah, dan susu. Untuk ibu hamil dengan anemia, ibu

harus mengkonsumsi makanan yang banyak mengandung zat besi seperti kacang-

kacangan, hati ayam, sayuran hijau seperti kangkung, pepaya, dan bayam.

4. Menganjurkan ibu untuk istirahat cukup dan mengurangi aktifitasnya agar kondisinya

segera membaik.

5. Menganjurkan ibu untuk rutin melakukan cek Hb yaitu 1 bulan lagi sampai ke angka

normal (11gr%) untuk mengetahui kondisi ibu apakah masih anemia atau tidak.

6. Melakukan Kolaborasi dengan petugas gizi untuk kebutuhan nutrisi ibu hamil

7. Melakukan Kolaborasi dengan doker puskesmas untuk teraphy yaitu :

Fe 60 mg : XXX 2x1 tablet diminum dengan air putih

Vit.C 50 mg : XXX 2x1 tablet diminum dengan air putih

Kalk 500 mg : XXX 2x1 tablet diminum dengan air putih

32
Fe dan Vit. C diminum pada pagi hari dan malam hari, sedangkan Kalk diminum pada

pagi Dan sore hari.

8. Menganjurkan ibu untuk kunjungan ulang 1bulan lagi yaitu pada tanggal 19 januari

2022.

9. Melakukan dokumentasi.

VII. EVALUASI

1. Ibu paham dengan kondisinya saat ini.

2. Ibu mengerti tentang keluhannya.

3. Ibu paham tentang kebutuhan nutrisi untuk ibu hamil.

4. Ibu bersedia untuk istirahat cukup.

5. Ibu bersedia untuk rutin cek Hb.

6. Petugas gizi telah menjelaskan tentang kebutuhan gizi pada ibu hamil dengan anemia

7. Terapi obat telah diberikan.

8. Ibu bersedia untuk kunjungan ulang 1bulan lagi.

9. Tindakan telah didokumentasikan.

BAB IV

PEMBAHASAN

Berdasarkan hasil studi kasus diatas dapat diketahui bahwa yang

dijadikan sampel memiliki pola makan yang tidak sehat.

33
Hal ini menunjukkan bahwa pola makan yang kurang baik saat kehamilan akan

menyebabkan asupan protein dan vitamin tidak sesuai dengan kebutuhan, metabolisme

tidak seimbang sehingga pembentukan Hb terhambat dan kebutuhan tubuh akan zat gizi

baik mikro maupun makro tidak terpenuhi, sehingga akan berakibat pada munculnya

berbagai masalah gizi dan anemia baik ringan, sedang maupun berat saat kehamilan

(Soetjiningsih, 2007).

Manejemen kebidanan adalah suatu metode proses berpikir yang logis dan sistematis.

Istilah manejemen kebidanan digunakan untuk memberikan bentuk khusus dari proses yang

dilakukan oleh bidan di dalam suatu asuhan atau pelayanan kebidanan (DepKes, 2003).

Pengertian tersebut sejalan dengan manajemen asuhan kebidanan yang dilakukan oleh tenaga

kesehatan di Puskesmas yang memberikan pelayanan dengan metode berfikir dan bertindak

tepat secara logis tentang asuhan akan yang diberikan. Hal terlihat dari tindakan segera yang

diberikan kepada pasien dengan anemia yaitu pemberian tablet Fe dan rutin melakukan cek

Hb.

Sebelum melakukan asuhan kebidanan kepada pasien, terlebih dahulu melihat data

subyektif dan obyektif. Data subyektif yaitu berdasarkan hasil anamnesa kepada pasien

seperti identitas, keluhan, riwayat menstruasi, pernikahan, obstetrik, kontrasepsi, riwayat

kesehatan, pola kebutuhan sehari-hari, dll. Data subyektif membantu dalam menegakkan

diagnosa yaitu keluhan utama pasien, Ny. R mengeluh cepat lelah, pusing, mudah mengantuk,

dan nafsu makan berkurang. Menurut Manuaba (2009) penegakkan diagnosis juga dilakukan

dengan anamnesa yaitu pasien mengeluh cepat lelah, pusing, mudah mengantuk, dan nafsu

makan berkurang. Menurut Soebroto (2010) keluhan yang dialami oleh pasien ini termasuk

dalam anemia.

34
Dari data obyektif sendiri didapatkan hasil yaitu muka pucat, konjungtiva anemis, bibir

pucat, serta tekanan darah masih dalam batas normal. Ini merupkan tanda dari anemia. Hal ini

didukung oleh pendapat Price (2005) yang mengemukakan bahwa tanda yang paling sering

dikaitkan dengan anemia adalah pucat. Keadaan ini umumnya diakibatkan dari berkurangnya

volume darah, berkurangnya hemoglobin, dan vasokonstriksi untuk memaksimalkan

pengiriman O2 ke organ-organ vital. Bantalan kuku, telapak tangan dan membrane mukosa

mulut serta konjungtiva merupakan indikator yang lebih baik untuk menilai pucat.

Pada pemeriksaan penunjang diperoleh kadar Hb Ny. R 10gr%. Pemeriksaan kadar Hb

sangat membantu dalam penegakan diagnosa anemia. Pemeriksaan kadar Hb ini dilakukan

pada saat trimesteri II. Hal ini sesuai pendapat Saifuddin (2002) bahwa pemeriksaan darah

dilakukan minimal 2 kali selama kehamilan yaitu pada trimester I dan trimester III. Dengan

31 maka diagnosa dapat dipastikan dengan


melihat hasil anamnese dan pemeriksaan fisik

pemeriksaan kadar Hb (Safiuddin, 2002).terdapat kesenjangan jadwal waku pemeriksaan.

Ny. R termasuk dalam kategori anemia ringan, ini didasarkan pada pendapat Soebroto

(2010) yaitu jika kadar Hb dalam darah antara 8 gr% sampai 10 gr% maka disebut dengan

anemia ringan.

Selain pada saat kehamilan, anemia sendiri akan mempengaruhi pada saat persalinan,

nifas, dan berpengaruh pada janin. Pada saat kehamilan akan menyebabkan terjadinya infeksi,

persalinan prematurus. Saat persalinan, anemia juga akan mempengaruhi kekuatan ataupun

menyebabkan atonia uteri. Pengaruh anemia dalam nifas yaitu perdarahan post partum, infeksi

dan pengeluaran ASI berkurang. Dan pada janin akan menyebabkan BBLR, cacat bawaan,

serta menghambat pertumbuhan janin (Manuaba, 2009).

35
Untuk menghindari hal yang tidak diinginkan tersebut, Puskesmas Pangkah melakukan

beberapa tindakan pada Ny. R. Menjelaskan KIE tentang nutrisi untuk ibu hamil terutama

pada ibu hamil dengan anemia ibu harus banyak mengkonsumsi makanan yang banyak

mengandung karbohidrat, protein dan tambahan vitamin dan mineral. Untuk ibu hamil dengan

anemia, ibu harus mengkonsumsi makanan yang banyak mengandung zat besi seperti kacang-

kacangan, hati ayam, sayuran hijau seperti kangkung, daun pepaya, dan bayam, setra

menganjurkan ibu untuk istirahat cukup dan mengurangi aktifitasnya. Seperti yang dijelaskan

oleh Waryana (2010) bahwa Makan-makanan yang bergizi dan banyak mengandung Fe,

misalnya daun pepaya, kangkung, daging sapi, hati ayam, dan susu.

Perencanaan lain yaitu menganjurkan ibu untuk rutin melakukan cek Hb untuk

mengetahui kondisinya. Pendapat Saifuddin (2002) pemeriksaan kadar Hb dilakukan minimal

2 kali selama kehamilan yaitu pada trimester I dan trimester III. Di puskesmas pangkah,

pemeriksaan Hb dilakukan pada Trimester I dan III, namun pada ibu hamil dengan anemia

pemeriksaan ini dilakukan secara rutin agar antisipasi bisa dilakukan segara..

Selain itu, Ny. R juga diberikan terapi obat yaitu Fe 60 mg (XXX) 2x1 tablet diminum

dengan air putih, Vit.C 100 mg (XXX) 2x1 tablet diminum dengan air putih, Kalk 500 mg

(XXX) 2x1 tablet diminum dengan air putih. Fe dan Vit. C diminum pada pagi hari dan

malam hari, sedangkan Kalk diminum pada pagi dan sore hari.

Menurut analisis kami, Fe digunakan untuk menambah kadar hemoglobin dalam tubuh ibu

sedangkan Vit. C berguna untuk membantu penyerapan Fe dalam makanan yang dimakan ibu

hamil, sehingga diharapkan kadar anemia dalam darah dapat segera naik. Sedangkan kalk

berguna untuk pertumbuhan tulang dan gigi janin. Jika tubuh ibu hamil tidak memiliki

36
persediaan yang cukup untuk kalsium, maka untuk janin akan mengambil kalsium dari tulang

ataupun gigi ibu. Untuk menghindari hal tersebut, maka Ny. R diberikan terapi Kalk.

Selanjutnya menganjurkan ibu untuk kunjungan ulang 1 bulan lagi untuk mengetahui

kondisi ibu. Dan yang tidak kalah penting adalah dokumentasi untuk setiap tindakan dan hasil

tindakan yang telah diberikan berfungsi untuk memantau keadaan dan perkembangan pasien

dan sebagai sarana evaluasi bagi tenaga kesehatan untuk menentukan tindakan medis

selanjutnya.

BAB V

PENUTUP

37
A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil dari pembahasan teori dan kasus pada “Asuhan Kebidanan

Pada Ibu Hamil Patofisiologi gangguan Makan Ny. R Umur 26 Tahun G1P0A0 UK 16+2

minggu dengan Anemia Ringan Di Puskesmas Pangkah”, dapat kami simpulkan bahwa:

1. Manajemen kebidanan yang diberikan di

Puskesmas Pangkah telah dilakukan dengan baik, walaupun ada kesenjangan dengan

teori, namun kesenjangan tersebut membuat asuhan yang diberikan menjadi lebih

baik lagi.

2. Asuhan kebidanan yang diberikan kepada

Ny. R sudah sesuai dengan kebutuhan.

B. Saran

1. Bagi Mahasiswa

Mahasiswa diharapkan bisa lebih aktif mempelajari dan meningkatkan

pengetahuan tentang ibu hamil dengan anemia serta menambah ketrampilan

dalam memberikan asuhan kebidanan.

2. Bagi Instansi

Diharapkan bisa menambah referensi yang berkaitan dengan asuhan kebidanan .

3. Bagi Puskesmas

Bagi Puskesmas pangkah, pelanyanannya akan semakin meningkan dan menjadi

lebih baik lagi dalam memberikan asuhan kebidanan.

38
38
DAFTAR PUSTAKA

National Institute of Mental Health, 2007. Eating Disorders. NIH Publication. Diunduh
dari:http://www.nimh.nih.gov/health/publications/eatingdisorders/nimheatingdisorders.pdf
(diakses pada tanggal 6 April 2018)

Makino, M., Tsuboi, K., Dennerstein, L., 2004. Prevalence of Eating Disorder : A
Comparison of Western and Non-Western Countries. Medscape General Medicine

Edquist, K., 2009. Globalizing Pathologies? Eating Disorders and the Global
Deterritorialization of Authority, Oregon. Diunduh dari:
http://www.allacademic.com/meta/p_mla_apa_research_citation/0/8/7/7/2/p87726_index.htm
l [diakses pada tanggal 6 April 2018]

Ho, T. F., Tai B. C., Lee, E.L., Cheng, S., Liow P. H., 2006. Prevalence and Profile of
Females At Risk of Eating Disorder in Singapore. Singapore Med J
Tsuboi, K., 2005. Eating Disorders in Adolescence and Their Implications. Japan of Japan
Medical Association.

American Psychiatric Association (APA), 2005. Let’s Talk Facts About Eating Disorders.
Diunduh dari : http://www.healthyminds.org /letstalkfacts.cfm (diakses pada tanggal 6 April
2018)

Kay, J., Tasman, A., 2006, Essentials of Psychiatry. USA: John Wiley & Sons.
Kaplan HI, Sadock BJ, Grab JA. Sinopsis Psikiatri: ilmu pengetahuan perilaku psikiatri klinis
Jilid 2. Tangerang: Binarupa Aksara; 2010. p.194-210
Hasil Kinerja Program KIA dan Gizi Puskesmas Pangkah Bulan Januari sampai dengan
November 2021, PWS KIA ( 2021)

39

Anda mungkin juga menyukai