Skripsi - Insyafia Amalia Khusnul
Skripsi - Insyafia Amalia Khusnul
SKRIPSI
20180301243
JAKARTA
SEPTEMBER 2020
i
LEMBAR PERSETUJUAN
NIM : 20180301243
Peminatan : K3
Proposal skripsi ini telah disetujui dan diperiksa oleh Dosen Pembimbing Skripsi
Menyetujui,
Dosen Pembimbing
ii
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas
berkat dan rahmat-Nya, penulis dapat menyelesaikan penyusunan proposal skripsi
dengan judul “Faktor – Faktor yang Berhubungan dengan Perilaku Safety Driving
Pada Pengemudi Bus AKAP Trayek Jakarta – Yogyakarta Tahun 2020”. Adapun
tujuan penulisan skripsi ini adalah untuk memenuhi salah satu syarat dalam
menyelesaikan jenjang Strata satu (S1) Jurusan Kesehatan Masyarakat di
Universitasa Esa Unggul.
3. Ibu Dr. Aprilita Rina Yanti Eff, M.Biomed., Apt., selaku Dekan
Fakultas IlmuIlmu Kesehatan
6. Kedua orang tua tercinta, Bapak Hartono dan Ibu Suprapti yang telah
memberikan doa serta dukungan moral dan materi sehingga penulis
dapat menyelesaikan Proposal Skripsi ini tepat waktu.
iii
Penulis menyadari masih banyak kekurangan dalam penyusunan Proposal
Skripsi ini, untuk itu penulis mengharapkan saran dan kritik yang membangun
bagi penulis dimasa akan datang. Disamping itu, penulis berharap Proposal
Skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak dan teman-teman Fakultas Ilmu-
Ilmu Kesehatan pada umumnya.
Penulis
iv
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL............................................................................... i
LEMBAR PERSETUJUAN.................................................................... ii
KATA PENGANTAR............................................................................. iii
DAFTAR ISI........................................................................................... v
DAFTAR GAMBAR.............................................................................. vii
DAFTAR TABEL................................................................................... viii
DAFTAR LAMPIRAN........................................................................... ix
BAB I PENDAHULUAN
2.1.1 Transportasi
a. Definisi Transportasi 9
b. Pengertian Bus 10
c. Pengertian AKAP 11
v
a. Pengertian Megemudi.................................... 11
b. Pengertian Safety Driving.............................. 12
c. Manfaat Safety Driving.................................. 12
d. Penerapan Safety Driving.............................. 13
e. Aspek-aspek Safety Driving.......................... 23
f. Faktor-faktor Safety Driving.......................... 24
2.1.3 Perilaku
a. Definisi Perilaku............................................ 33
b. Proses Terbentuknya Perilaku 34
c. Domain Perilaku 35
vi
AKAP Trayek Jakarta-Yogyakarta Tahun 2020 59
4.1.2 Gambaran Pengetahuan Safety Driving Pada Pengemudi
Bus AKAP Trayek Jakarta-Yogyakarta Tahun 2020 60
4.1.3 Gambaran Pengalaman Mengemudi Pada Pengemudi
Bus AKAP Trayek Jakarta-Yogyakarta Tahun 2020 61
4.1.4 Gambaran Pelatihan Mengemudi Pada Pengemudi
Bus AKAP Trayek Jakarta-Yogyakarta Tahun 2020 62
4.2 Analisis Bivariat
4.2.1 Hubungan Pengetahuan mengenai Safety Driving
dengan Pelatihan Safety Driving Pada Pengemudi Bus AKAP
Trayek Jakarta-Yogyakarta Tahun 2020 63
4.2.2 Hubungan Pengalaman Mengemudi dengan Pelatihan Safety
Driving Pada Pengemudi Bus AKAP Trayek Jakarta-Yogyakarta
Tahun 2020 64
4.2.3 Hubungan Pelatihan Mengemudi dengan Pelatihan Safety
Driving Pada Pengemudi Bus AKAP Trayek Jakarta-Yogyakarta
Tahun 2020 65
BAB V PEMBAHASAN
vii
5.3.1 Hubungan Pengetahuan mengenai Safety Driving
dengan Perilaku Safety Driving Pada Pengemudi Bus AKAP
Trayek Jakarta-Yogyakarta Tahun 2020 73
5.3.2 Hubungan Pengalaman Mengemudi dengan Perilaku Safety
Driving Pada Pengemudi Bus AKAP Trayek Jakarta-Yogyakarta
Tahun 2020 74
5.3.3 Hubungan Pelatihan Mengemudi dengan Perilaku Safety
Driving Pada Pengemudi Bus AKAP Trayek Jakarta-
Yogyakarta Tahun 2020 76
BAB VI PENUTUP
6.1 Kesimpulan................................................................................... 78
6.2 Saran............................................................................................. 79
DAFTAR PUSTAKA............................................................................. 80
LAMPIRAN ........................................................................................... 84
viii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Kerangka Teori 37
ix
DAFTAR TABEL
Driving 63
Driving 64
Driving 66
x
DAFTAR LAMPIRAN
xi
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Safety driving merupakan dasar pelatihan mengemudi lebih lanjut yang lebih
memperhatikan keselamatan bagi pengemudi dan penumpang. Safety driving
didesain untuk meningkatkan awareness (kesadaran) pengemudi terhadap segala
kemungkinan yang terjadi selama mengemudi. Safety driving dipengaruhi oleh
beberapa faktor yang ada baik dari faktor manusia atau pengemudi, faktor
lingkungan dan faktor kendaraan (Adinugroho, 2014). Salah satu kemungkinan
buruk yang dapat terjadi karena kurangnya kesadaran penerapan safety driving
yaitu kecelakaan lalu lintas.
1
Pejalan kaki dan pengendara sepeda mewakili 26% dari semua kematian,
pengguna roda dua dan tiga sebanyak 28%. Sementara pengguna mobil sebanyak
29% dan kendaraan lainnya termasuk bus sebanyak 17%.
Salah satu contoh kecelakaan yang terjadi pada tahun 2020 yaitu kecelakaan
bus Purnamasari yang oleng di turunan Palasari, Kampung Nagrog, Kabupaten
Subang. Saat melwati tanjakan Emen, bus oleng di kondisi jalan yang berkelok
menurun. Bus menjadi oleng dan melaju tidak terkendali, sehingga bus terguling
miring ke kanan. Dalam kejadian ini, 8 orang meninggal dunia, sementara 5 orang
mengalami luka berat dan 15 orang mengalami luka ringan (NTMCPOLRI,
2020).
2
trayek Jember-Kencong-Lumajang. Menurut penelitian yang dilakukan oleh
Prasetya dkk. (2016) disebutkan bahwa masa kerja, sikap, peraturan yang berlaku,
pengetathuan tentang safety driving berhubungan terhadap perilaku safety driving
pada pengemudi bus ekonomi trayek Semarang-Surabaya. Penelitian lain yang
dilakukan oleh Ayuningtyas dkk. (2016) menunjukkan bahwa terdapat hubungan
antara pelatihan, kondisi jalan dan pengetahuan dengan praktik safety driving.
Perilaku safety driving penting dilakukan ketika sebelum, saat dan setelah
berkendara. Berdasarkan UU No.22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan
Angkutan Jalan dan pada PP No. 43 tahun 1993 tentang Prasarana dan Lalu
Lintas Jalan, hal yang harus dilakukan ketika sebelum mengemudi adalah
mempersiapkan SIM, mengecek kendaraan seperti rem, ban, lampu serta spion.
Saat berkendara, hal yang harus diperhatikan yaitu menjaga konsentrasi, teknik
olah kemudi, perhatikan lajur kendaraan, pengereman, pindah jalur, saat
membelok, marka jalan, kecepatan kendaraan, serta memahami peraturan lalu
lintas. Setelah mengemudi juga perlu dilakukannya pengecekan kendaraan
termasuk mesin dan body kendaraan, serta pastikan kendaraan dalam keadaan
terkunci saat ditinggalkan.
3
Terimal Tepadu Pulo Gebang adalah salah satu terminal bus tipe A yang
terletak di Cakung, Jakarta Timur. Terminal ini dibangun utuk menggantikan
fungsi Terminal Pulo Gadung yang sudah tidak layak digunakan serta
menghilangkan terminal bayangan di Jakarta yang selama ini menjadi penyebab
kemacetan. Terminal Terpadu Pulogebang memfasilitasi pemberhentian dan
aktivitas turun naik penumpang bus AKAP (Antar Kota Antar Provinsi) yang
melayani berbagai trayek. Salah satunya trayek dari Jakarta – Yogyakarta.
Terminal Terpadu Pulo Gebang adalah terminal yang salah satunya berfokus
pada penjualan tiket bus, sehingga tidak tersedianya data terkait karakteristik
pengemudi. Oleh karena itu, peneliti melakukan studi pendahuluan awal berupa
wawancara langsung kepada pengemudi guna memperoleh data terkait
karakteristik pengemudi.
Bus AKAP trayek Jakarta – Yogyakarta merupakan salah satu bus dengan
keberangkatan pada malam hari dan memiliki beberapa titik jalur yang rawan.
Menurut (Ratnasari et al., 2014) perjalanan pada malam hari lebih berisiko tinggi
mengalami kecelakaan lalu lintas, dengan berkurangnnya aktivitas lalu lintas pada
malam hari memungkinkan pengemudi untuk megendarai kendaraannya dengan
ugal-ugalan sehingga dapat menyebabkan kecelakaan lalu lintas. Menurut
Satlantas Polres Brebes (2017) telah dilakukan pemetaan titik- titik rawan
kecelakaan lalu lintas atau blackspot. Lokasi- lokasi rawan tersebut tersebar di
jalur pantura, tengah, dan selatan Brebes, jalur tengah dan
selatan Brebes merupakan jalur yang dilewati kendaraan dari Jakarta menuju
Yogyakarta dan sekitarnya, ataupun sebaliknya.
4
pemeriksaan polisi, 60% pengemudi belum mengikuti pendidikan dan pelatihan
yang diselenggarakan oleh perusahaan, serta seluruh kendaraan telah dilauka
pengecekkan mesin dan kelaikan kendaraan sebelum bus digunakan (Prasetya
dkk., 2016).
5
“Faktor – Faktor yang Berhubungan dengan Perilaku Safety Driving Pada
Pengemudi Bus AKAP Trayek Jakarta – Yogyakarta Tahun 2020”.
6
2. Bagaimana gambaran tingkat pengetahuan tentang perilaku safety driving
pada pengemudi bus AKAP Trayek Jakarta-Yogyakarta tahun 2020?
7
3. Mengetahui gambaran pengalaman mengemudi para pengemudi bus AKAP
Trayek Jakarta-Yogyakarta tahun 2020
8
1.6 Ruang Lingkup
9
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1.1 Transportasi
a. Definisi Transportasi
Menurut Miro (2005) transportasi adalah usaha memindahkan,
menggerakkan, mengangkut atau mengalihkan suatu objek dari suatu
tempat ke tempat lain, dimana di tempat lain ini objek tersebut lebih
bermanfaat atau dapat berguna untuk tujuan-tujuan tertentu. Definisi
transportasi menurut beberapa ahli adalah sebagai berikut:
1) Menurut Morlok (1978), transportasi didefinisikan
sebagai kegiatan memindahkan atau mengangkut
sesuatu dari suatu tempat ketempat lain.
10
alat atau kendaraan dari dan ke tempat-tempat yang
terpisah secara geografis.
b. Pengertian Bus
11
3) Mobil bus besar adalah kendaraan bermotor angkutan orang
beratnya lebih dari 8.000 – 16.000 kg, panjangnya lebih dari
9000 milimeter lebar tidak lebih 2.500 milimeter dan tinggi
kendaraan tidak lebih dari 4.200 milimeter dan tidak lebih dari
1,7 kali lebar kendaraan.
c. Pengertian AKAP
12
2.1.2 Safety Driving
a. Pengertian Mengemudi
Mengemudi adalah kegiatan menguasai dan mengendalikan
kendaraan bermotor di jalan dengan berbagai karekteristik
kendaraan maupun pengemudinya, berbagai kondisi lintasan,
berbagai aturan, dan kondisi cuaca yang tidak dapat diperkirakan,
oleh karena itu mengemudi sebenarnya merupakan kegiatan yang
berisiko tinggi seperti kerugian, kerusakan, kehilangan,
kecelakaan, bahkan kematian (Pranita, dkk., 2015).
Dengan demikian pekerjaan mengemudi membutuhkan
perhatian penuh dengan konsentrasi sangat tinggi bagi seorang
pengemudi. Seorang pengemudi wajib mengemudikan
kendaraannya dengan wajar dan penuh konsentrasi untuk terhindar
dari kecelakaan lalu lintas karena pengemudi bertanggungjawab
sepenuhnya terhadap keselamatan dirinya, penumpang, muatan
yang dibawa, maupun pengguna jalan lainnya (Pranita, dkk.,
2015).
b. Pengertian Safety Driving
Safety driving adalah berkendara dengan ketrampilan dan
pengalaman berdasarkan standar keselamatan dan cara berkendara
yang aman, selamat dan benar yang berfokus pada diri pengemudi
itu sendiri (Sudjatmiko, 2019). Sedangkan menurut Oktarina
(2012) safety driving adalah perilaku mengemudi yang aman yang
bisa membantu untuk menghindari masalah lalu lintas. Safety
driving merupakan dasar pelatihan mengemudi lebih lanjut yang
lebih memperhatikan keselamatan bagi pengemudi dan
penumpang. Safety driving didesain untuk meningkatkan
kesadaran pengemudi terhadap segala kemungkinan yang terjadi
selama mengemudi.
13
c. Manfaat Safety Driving
Bagi karyawan yang menggunakan kendaraan perusahaan
sebagai fasilitas transportasi, keselamatan dalam mengemudi
merupakan bagian dari keselamatan kerja. Diperkirakan 9 dari 10
hilangnya waktu yang terjadi karena cidera, mengakibatkan libur
kerja, dan tidak terhitung banyaknya karyawan yang tidak masuk
karena harus merawat anggota keluarganya yang cidera. Untuk itu
pemberian pelatihan mengenai safety driving akan sangat berguna
untuk meningkatkan kesadaran pengemudi akan pentingnya
keselamatan di jalan raya. (Hamid (2008) dalam Firmansyah
(2012)).
d. Penerapan Safety Driving
Safety driving sangat berkaitan dengan persiapan (prepared) dan
kewaspadaan (aware). Oleh karena itu, ada beberapa hal yang
harus dipersiapkan sebelun mengemudi, beberapa hal yang harus
diwaspadai selama mengemudi, dan hal-hal yang diperhatikan
setelah mengemudi (Firmansyah, 2013). Perilaku aman
mengemudi menurut UU No.22 Tahun 2009 dan PP No.43 Tahun
1993 :
1) Sebelum Mengemudi
Sebelum mengemudikan kendaraan di jalan raya beberapa
hal yang perlu diperhatikan, seperti :
a) Mempersiapkan Surat Izin mengemudi (SIM).
Dalam UU. No.22 tahun 2009, dinyatakan bahwa
bagi pengemudi yang akan mengemudikan kendaraan
bermotor wajib memiliki Surat Izin mengemudi
(SIM) sesuai dengan jenis kendaraan bermotor.
Olehnya itu sebelum mengemudi hendaknya
pengemudi mengecek apakah ia telah memiliki dan
14
membawa SIM-nya. Surat Izin Mengemudi yang
harus dimiliki oleh pengemudi bus ialah SIM B I
yang berlaku untuk mengemudikan mobil penumpang
dan barang perseorangan dengan jumlah berat yang
diperbolehkan lebih dari 3.500 (tiga ribu lima ratus)
kilogram.
b) Mengecek kondisi kendaraan
Sebelum menjalankan kendaraan, sebaiknya
memeriksa kondisi fisik kendaraan yang akan
digunakan. Hal tersebut dilakukan agar permasalahan
pada saat berkendara dapat dihindari (Oktarina,
2012). Peralatan yang dianjurkan diperiksa menurut
Departemen Perhubungan Darat (2008) ialah :
1. Rem
Memeriksa apakah rem depan dan rem
belakang berfungsi dengan baik. Khususnya
rem depan yang lebih efektif dalam
pengereman. Periksa juga tinggi permukaan
minyak rem dan jarak tuas rem.
2. Ban atau roda
Ban yang aus dan tekanan yang tidak sesuai
akan menyebabkan jarak pengereman semakin
panjang dari pengendalian menjadi tidak stabil
saat menikung. Selain itu, tekanan angin yang
sesuai menghasilkan pemakaian bahan bakar
yang ekonomis. Oleh sebab itu, periksa ban
dari pemakaian dan keretakan (kedalaman alur
ban harus lebih dari 0,8 mm) tekanan ban dan
velk atau jari-jari.
15
3. Instrumen Lampu
Pastikan lampu sein, lampu rem dan lampu
depan menyala. Lampu sein dan lampu rem
berguna untuk memberikan tanda kepada
pengguna jalan lain mengenai tujuan yang
akan dilakukan oleh pengemudi.
4. Kaca Spion
Posisi kaca spion yang benar akan
memberikan jarak pandang yang lebih luas.
Melihat kaca spion sangat penting guna
memeriksa langsung kondisi di sekitar
pengendara atau pengemudi.
2) Saat Mengemudi
Selama dalam perjalanan, pengemudi harus memperhatikan
hal-hal sebagai berikut agar tetap aman dan menghindari
kecelakaan yang mungkin terjadi :
a) Konsentrasi
Selama megemudi, konsentrasi sangatlah
dibutuhkan. Segala aktivitas yang dapat
mengganggu pengemudi perlu dihindari seperti
menerima telepon, mengobrol dan jangan
menalip kendaraan lain secara kasar. Ketika
harus menerima telepon, haruslah menepi di
bahu jalan untuk mengangkat telepon (Agung
dalam Andini, 2017).
b) Teknik olah kemudi
Pengemudi haruslah mengemudi dengan kedua
tangan. Posisi jam 3 untuk tangan kanan dan
posisi jam 9 untuk tangan kiri. Hal tersebut
16
merupakan posisi dasar tangan saat mengemudi.
Posisi ini direkomenasikan karena
memungkinan untuk pengemudi dapat
mengontrol kendaraan secara maksimum ketika
harus bermanuver dengan cepat. Kesalahan
yang banyak dilakukan pengemudi yaitu
mengemudikan dengan satu tangan. Selain itu,
ketika kendaraan hendak belok, telapak tangan
biasanya dibalik keatas untuk memutar kemudi
sehingga kemudi kedua tangan pada stir
menjadi tidak optimal (Andini, 2017).
c) Memperhatikan lajur kedaraan
Saat mengemudi harus memperhatikan lajur
kendaraan yaitu berada di jalur sebelah kiri
kecuali akan menyalip atau mendahului. Jangan
berkendara sepanjang sisi kanan jalan walau
tidak ada kendaraan laun dari arah yang
berlawanan. Selalu waspada dengan
kemunculan mendadak dari kendaraan yang
datang dari arah berlawanan.
d) Melakukan Pengereman
Saat melakukan pengereman, biasakan
melakukan dengan menggunakan rem depan
dan rem belakang secara bersamaan, dengan
perekatan 75% rem depan dan 25% rem
belakang. Pada saat menekan tuas rem depan,
gunakan 3 atau 4 jari tanga dan posisi tuas
kopling tidak tertekan.
e) Melakukan Pindah Jalur dan Menyalip
17
Memberikan lampu sein sebagai tanda
arah yang akan dituju kepada pegemudi lain (+3
detik sebelumnya) dan perhatikan kaca spion
terutama memerika kendaraan di belakang
sebelum berpindah jalur. Jangan menikung atau
menyalup kendaraan lain jika tidak bisa melihat
kondisi depan. Hal ini juga dilakukan ketika
akan menyalip kendaraan lain.
Pengemudi menggunakan jalur sebelah
kanan. Dalam keadaan tertentu, pengemudi
dapat mengambil jalur sebelah kiri sebagaimana
jika :
1. Lajur sebelah kanan atau paling kanan
dalam kondisi macet
2. Bermaksud akan belok kiri. Apabila
kendaraan yang akan dilewati telah
member isyarat akan mengambil lajur
jalan sebelah kanan, pengemudi
sebagaimana dimaksud mempunyai
pandangan bebas untuk melwati, pada
saat yang bersamaan dilarang melwati
kendaraan tersebut.
f) Saat Membelok
Saat akan membelok, nyalakan lampu
sein 30 meter sebelum mendekati persimpangan
untuk memberikan tanda arah yang hendak
dituju kepada pengguna jalan yang lain.
Dianjurkan untuk memastikan keamanan
keadaan jalan dan tidak hanya mengendalikan
18
kaca spion untuk memastikan kondisi lalu lintas
karena kaca spion memiliki keterbatasan
pandangan.
g) Memahami marka jalan
Berdasarkan UU No 43 tahun 1993,
disebutkan bahwa marka jalan berfungsi untuk
mengatur lalu lintas atau menuntun pemakai
jalan dalam berlalu lintas di jalan. Marka jalan
terdiri dari marka membujur, melintang, serong,
lambang dan lainnya.
Marka membujur dibagi mnjadi 4
macam :
1. Garis utuh berfungsi sebagai larangan
bagi kendaraan melintasi garis tersebut.
Jika garis berada di tepi jalan hanya
berfungsi sebagai peringatan tanda tepi
jalan
2. Garis putus-putus berfungsi
mengarahkan lalu lintas
3. Garis ganda (garis ganda dan garis
putus-putus) menyatakan bahwa
kendaraan yang erada pada sisi garis
utuh dilarang melintasi garis ganda
tersebut. Sedangkan kendaraan yang
berada pada sisi garis putus-putus berarti
dapat melintasi garis tersebut
4. Garis ganda putus-putus berarti
kendaraan dilarang melintasi garis ganda
tersebut.
19
Marka melintang dibagi menjadi :
1. Garis utuh menyatakan batas berhenti
bagi kendaraan yang diwajibkan lintas
atau rambu stop berhenti oleh alat
pemberi isyarat lalu
2. Garis putus-putus menyatakan batas
yang tidak dapat dilampaui kendaraan
sewaktu member kesempatan kepada
kendaraan yag mendapat hak utama
pada persimpangan.
Marka serong dimaksudkan utuk
menyatakan kendaraan tidak boleh
memasuki daerah tersebut sampai mendapat
kepastian selamat.
Marka lambang dapat berupa panah,
segitiga atau tulisan dipergunakan untuk
mengulangi maksud rambu-rambu atau
untuk memberitahu pemakai jalan yang
tidak dapat dinyatakan dengan rambu-
rambu.
h) Memperhatikan rambu lalu lintas
Pada saat mengemudikan kendaraan,
pengendara wajib mematuhi rambu-rambu lalu
lintas. Rambu rambu yang sering dijumpai
seperti dilarang melintas, dilarang parkir,
dilarang stop. Seperti contoh marka jalan
Selain rambu dan marka jalan, pengendara juga
mematuhi peraturan lalu lintas yang ada. Ketika
di traffic light, lampu merah menyala maka
20
pengendara wajib menghentikan kendaraan dan
menunggu sampai lampu hijau walaupun jalan
sedang sepi.
i) Memperhatikan sekitar kendaraan
Ketika pengemudi ingin memperlambat
kendaraan atau berhenti, perhatikan situasi
kondisi lalulintas di samping atau di belakang
kendaraan. Waspada terhadap rintangan di jalan
seperti batu kerikil, tanah, lumpur, oli dan pasir
yang dapat membuat permukaan jalan menjadi
sangat licin sehingga menyebabkan sepeda
motor tergelincir dan jatuh. Untuk
menghindarinya, kurangi kecepatan pada
permukaan jalan yang demikian.
j) Kecepatan Kendaraan
Berdasarkan Peraturan Menteri Pehubungan RI
No 111 tahun 2015 tentang Tata Cara Penetapan
Batas Kecepatan dikatakan bawa setiap jalan
memiliki batas kecepatan paling tinggi yang
ditetapkan secara raisonal.
Tabel 2.1 Kecepatan maksimal kendaraan
Jenis Jalan Kecepatan Kecepatan
Minimal Maksimal
Bebas 60 km/jam 100 km/jam
hambatan
Jalan - 80 km/jam
antarkota
Kawasan - 50 km/jam
perkotaan
Pemukiman - 30 km/jam
21
Sumber : Peraturan Menteri Pehubungan RI No 111
tahun 2015
k) Mematuhi peraturan
Pengendara sangat tidak dianjurkan
mengendarai dengan satu tangan karena dapat
menghilangkan keseimbangan saat berkendara.
Tidak diperkenanankan berkendara di bawah
pengaruh obat-obatan dan alcohol karena dapat
menyebabkan kantuk serta mengurangi
konsentrasi dan reflex pada saat berkendara
sehingga akan membahayakan pengguna lain.
Tidak lupa juga utuk mematuhi rambu-rambu
lalu lintas yang ada.
l) Parkir
Ketika memarkir kendaraan di tepi jalan,
hendaknya dilakukan sejajar menurut arah
lalulintas. Memarkir kendaraan sebaiknya di
tempat parkir yang aman, dan arahkan
pandangan ke sekitar lokasi saat memposisikan
kendaraan untuk parkir. Selain itu, parkir di
jalan dalam keadaan darurat, pengemudi wajib
memasang segitiga pengaman atau lampu
isyarat yang dapat dilihat oleh pengendara lain.
Pengemudi juga perlu memperhatikan rem
tangan apakah telah terpasang atau tidak ketika
parkir. Rem tangan harus selalu terpasang baik
kita parkir dalam jangka yang lama maupun
hanya sebentar.
3) Setelah Mengemudi
22
Setelah kendaraan digunakan atau dioperasikan maka
kendaraan perlu dirawat (maintenance) agar kondisinya tetap
baik. Beberapa hal yang perlu diperhatikan setelah
menggunakan kendaraan :
a) Memeriksa atau mengecek kembali kondisi
mesin kendaraan guna menjaga kondisi mesin
agar tetap baik.
b) Mengecek seluruh kondisi ban kendaraan guna
memastikan ban dalam kondisi baik.
c) Memeriksa sekeliling bodi kendaraan dan
memastikan semuanya dalam kondisi baik.
d) Memeriksa seluruh kondisi bagian dalam mobil
dan harus diperhatikan dalam kondisi baik.
Komponen dalam mobil antara lain: Karet pedal
kopling Karet rem Karet gas Kemudi/Setir Rem
tangan
e) Kendaraan yang telah digunakan sebaiknya
dicuci agar kondisi kendaraan tersebut tetap
fresh.
f) Sebelum meninggalkan kendaraan pastikan
seluruh pintu terkunci agar kendaraan tersebut
tetap aman dan menghindari terjadinya hal-hal
yang tidak diinginkan
e. Persyaratan Teknis dan Laik Jalan Kendaraan
Berdasarkan Undang-Undang No. 22 tahun 2009 tentang Lalu
Lintas dan Angkutan Jalan (LLAJ) bahwa untuk menjamin
kelayakan, kendaraan komersil dan penumpang yang beroperasi di
jalan seperti angkutan kota, mobil pick
up termasuk doublecabin, bus serta truk harus lulus uji
23
KIR atau uji berkala. Uji berkala sendiri dilakukan pemerintah
melalui Kementerian Perhubungan. Bukti lulus uji berkala hasil
pemeriksaan dan pengujian fisik berupa pemberian kartu uji dan
tanda uji. Pengujian terhadap persyaratan laik jalan meliputi :
1) Emisi gas buang Kendaraan Bermotor
2) Tingkat kebisingan
3) Kemampuan rem utama
4) Kemampuan rem parker
5) Kincup roda depan
6) Kemampuan pancar dan arah sinar lampu utama
7) Akurasi alat penunjuk kecepatan
8) Kedalaman alur ban.
f. Aspek-Aspek Safety Driving
Menurut Bintarto (2007) dalam Oktarina (2012) pengemudi yang
baik harus mencakup aspek 4 A, yaitu :
1) Alertness (kewaspadaan)
Dengan memiliki keterampilan dalam safety driving,
pengemudi akan mengetahui bagaimana cara
mengendalikan mobil dan keluar dari kondisi bahaya yang
ada pada saat itu, karena dalam safety driving juga
diajarkan teknik khusus mengenal oversteering,
understeering dan recovery. Situasi seperti tergelincir atau
menghindari jalanan yag berbatu terjal memerlukan teknik
atau gerakan mengemudi yang khusus dan ini bukan
merupakan bagian yang dipersyaratkan untuk mendapatka
surat ijin mengemudi (SIM).
2) Awareness (kesadaran)
24
Awareness merupakan salah satu aspek dalam safety
driving agar kita menyadari akan keterbatasan dan
kemampuan akan keterbatasan dan kemampuan kendaraan.
Sebagai contoh pada kasus kegagalan fungsi rem, dimana
dalam safety driving dianjurkan bagaimana meningkatkan
insting untuk meraih rem paker (parkingbrake) atau
memindahkan perseneling gigi (gear) tanpa harus
kehilangan kendali.
3) Attitude (tingkah laku)
Dengan proactive attitude (tingkah laku yang lebih gesit)
saat berada di belakang kemudi, diharapkan pengemudi
dapat mengantisipasi potensial bahaya yang ditimbulkan
oleh pengemudi lain daripada harus melakukan tindakan
negative kepada pengemudi yang lain.
4) Anticipation (mengharapkan)
Salah satu bagian yang sangat penting dalam safety driving
adalah antisipasi, dimana pengemudi secara terus menerus
mengamati area sekitar, untuk mengetahui adanya potensi
bahaya, misalnya pejalan kaki atau pengendara sepeda
motor yang tiba-tiba membelok tanpa memberikan tanda
atau bahkan pengendara mobil didepan yang mabuk dan
tiba-tiba kelyar dari jalur lalu lintas. Dalam hal ini safety
driving mengandung arti mengantisipasi setiap
kemungkinan yang akan timbul, dimana kondisi ini
sebenarnya tidak pernah diharapkan oleh pengemudi.
a. Faktor-Faktor Pada Safety Driving
Perilaku sendiri dipengaruhi oeh beberapa faktor, termasuk
perilaku safety driving pada pengemudi. Menurut konsep dari
25
Lawrence Green pada Notoatmodjo (2007) bahwa perilaku
dipengaruhi oleh 3 faktor yaitu :
26
akibat kerja dibandingkan dengan golongan umur
muda karena umur muda mempunyai reaksi dan
kegesitan yang lebih tinggi (Halajur, 2018).
Menurut Sari (2006) faktor umur mempunyai
hubungan langsung dengan daya nalar dan
pengetahuan seseorang. Semakin matang usia
seseorang, biasanya cenderung bertambah
pengetahuan dan tingkat kedewasaannya. Tingkat
pengetahuan seseorang pada usia 25-45 tahun
merupakan yang paling ideal bagi seseorang untuk
menguasai pengetahuan dengan baik termasuk
dalam menguasai pengetahuan tata cara
mengemudikan kendaraan.
27
sering terlibat dalam kecelakaan lalu lintas
karena lebih dari 70% pengemudi tersebut
adalah pemula (Kartika, 2009).
Menurut teori Max Weber menyatakan
bahwa setiap individu akan melakukan suatu
tindakan berdasarkan lama kerjanya atau
pengalamannya. Seseorang yang baru belajar
mengemudi akan memiliki pengetahuan dan
pengalaman yang lebih sedikit dalam
mengemudi dan bagaimana cara mengantisipasi
setiap bahaya, bila dibandingkan dengan orang
yang sudah bertahun-tahun mengemudikan
mobil (Utami, 2009 dalam Firmansyah, 2013).
Hasil penelitian Nurtanti (2002) bahwa
pengemudi yang paling banyak berperilaku
tidak aman terdapat pada kategori pengemudi
yang berpengalaman mengemudi selama 1-5
tahun yaitu sebesar 54,5%, sedangkan sebanyak
42,4 % pengemudi berperilaku tidak aman
dengan pengalaman selama 6-12 tahun dan
3,1% lainnya berperilaku tidak aman pada
pengemudi dengan pengalama > 12 tahun.
b. Pelatihan Mengemudi
Berdasarkan UU Nomor 22 Tahun 2009
tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, untuk
menekan angka Kecelakaan Lalu Lintas yang
dirasakan sangat tinggi, upaya ke depan
diarahkan pada penanggulangan secara
komprehensif yang mencakup upaya
28
pembinaan, pencegahan, pengaturan, dan
penegakan hukum. Upaya pembinaan tersebut
dilakukan melalui peningkatan intensitas
pendidikan berlalu lintas dan penyuluhan
hukum serta pembinaan sumber daya manusia.
Menurut Indonesia Safety Driving
Centre (ISDC, 2020) bahwa Kecelakaan lalu
lintas terjadi selalu diawali dengan adanya
pelanggaran pengguna jalan, yang berakibat
merugikan diri sendiri dan pengguna jalan lain.
Keamanan dan keselamatan berlalu lintas
tersebut harus diwujudkan dengan langkah
nyata melalui proses pendidikan dan pelatihan
mengemudi atau sekolah mengemudi.
Berdasarkan Undang Undang Nomor 13 Tahun
2003 tentang Ketenagakerjaan bahwa pelatihan
kerja yaitu keseluruhan kegiatan untuk
memberi, memperoleh, meningkatkan, serta
mengembangkan kompetensi kerja,
produktivitas, disiplin, sikap, dan etos kerja
pada tingkat keterampilan dan keahlian tertentu,
sesuai dengan jenjang dan kualifikasi jabatan
atau pekerjaan.
Pelatihan safety driving merupakan
program pelatihan yang sangat membantu
dalam mengurangi potensi risiko kecelakaan
kendaraan roda empat, terutama transportasi
jalan seperti Bus dan Truk (WQA APAC,
2019). Pelatihan safety driving dapat
mempengaruhi seseorang dalam meningkatkan
29
perilaku mengemudi di jalan raya (Lehtimaki,
Juden-Tuppaka, dan Tolvanen, 2005). Pelatihan
safety driving tidak hanya diajarkan mengenai
teknik mengemudi yang baik, tetapi juga
mengenai bagaimana menekan tingkat emosi
seorang pengemudi. Pelatihan mengenai safety
driving harus di refresh setiap 2 tahun sekali
(Hamid, 2008). Hasil penelitian oleh Prasetya
dkk., (2016) menyatakan bahwa terdapat
hubungan antara pelatihan dengan safety
driving.
Pekerja yang tidak mendapatkan
pelatihan mempunyai kecenderungan lebih
besar untuk melakukan tindakan tidak aman
yang menjadi salah satu pemicu terjadinya
kecelakaan. Dengan adanya pelatihan bagi
pekerja merupakan salah satu cara yang dapat
dilakukan untuk mengurangi terjadinya
kecelakaan karena pelatihan merupakan kunci
utama untuk mengatur, mengendalikan, dan
mengubah perilaku manusia (Firmansyah,
2013).
c. Masa Kerja
Masa kerja diketahui untuk melihat
lamanya seseorang menjalankan pekerjaannya.
Masa kerja yang pendek dan masa kerja yang
lama dapat memberikan pengaruh kepada
pengalaman seseorang bekerja, semakin lama
masa kerja seseorang maka pengalaman yang
dimiliki juga semakin matang (Fahmi, 2006).
30
Kewaspadaan terhadap kecelakaan
akibat kerja bertambah baik sejalan dengan
pertambahan usia dan lamanya kerja di tempat
kerja yang bersangkutan. Masa kerja berkendara
mempunyai hubungan dengan perilaku safety
driving karena sopir yang memiliki masa kerja
yang lebih lama cenderung lebih berpengalaman
dan terampil dibandingkan dengan sopir dengan
masa kerja yang lebih sedikit, karena semakin
lama masa kerja sopir semakin disiplin dalam
keamanan berkendara, karena tingkat
pengetahuan sopir tentang perilaku safety
driving lebih tinggi. Sopir yang mempunyai
masa kerja yang lama, cenderung waspada
terhadap bahaya kecelakaan lalu lintas sehingga
sopir membiasakan diri untuk berperilaku aman
dalam berkendara (Suma’mur, 1989).
Hal ini sesuai dengan penelitian yang
dilakukan Avendika (2016), dengan judul
faktor-faktor yang berhubungan dengan safety
driving pada pengemudi bus di terminal
Terboyo Semarang bahwa mengemudi
merupakan pekerjaan yang bersifat khusus yang
menuntut keterampilan, kewaspadaan, serta
konsentrasi seseorang dalam mengemudikan
kendaraan pada kondisi apapun. Pengalaman
mengemudi menjadikan seseorang memiliki
pengetahuan dan pengalaman mengenai
bagaimana semestinya mengemudi.
d. Lingkungan
31
Salah satu yang menjadi faktor safety
driving yaitu faktor lingkungan. Faktor
lingkungan merupakan elemen ekstristik yang
dapat mempengaruhi terjadinya kecelakaan.
Kondisi jalan dan cuaca tertentu dapat menjadi
penyebab kecelakaan lalu lintas, seperti jalan
basah atau licin, jalan yang rusak dan bencana
alam seperti tanah longsor (Kartika, 2009).
Menurut penelitian yang dilakukan Ayuningtyas
dkk., (2016) bahwa terdapat hubungan antara
kondisi jalan dengan perilaku safety driving.
e. Pemeriksaan Kesehatan
Menurut Direktorat Kesehatan Kerja dan
Olahraga, Kementerian Kesehatan RI (2018)
pemeriksaan kesehatan pada pengemudi
angkutan umum dilakukan untuk mengetahui
kelaikan pengemudi tersebut dalam
melaksanakan tugas mengemudikan
kendaraannya. Pemeriksaan kesehatan pada
pengemudi meliputi :
1. Anamnesa/wawancara
2. Pemeriksaan fisik
3. Pemeriksaan penunjang berupa gula
darah sewaktu, pemeriksaan alkohol
pernafasan dan amphetamin urin.
Tata cara pelaksanaan pemeriksaan kesehatan
pengemudi angkutan umum sebelum
berangkat :
32
1. Petugas kesehatan melakukan koordinasi
dengan kepala terminal
keberangkatan/kedatangan, kepolisian
daerah, Dinas Perhubungan dan BNN
Provinsi
2. Seluruh pengemudi yang akan berangkat
diinformasikan untuk datang ke lokasi
pemeriksaan kesehatan untuk melakukan
pemeriksaan kesehatan sebelum berangkat.
3. Hasil pemeriksaan dan Rekomendasi hasil
pemeriksaan dicatat dan dilaporkan
4. Hasil pemeriksaan kesehatan menjadi dasar
rekomendasi izin kerja (kelaikan tugas)
pengemudi angkutan umum
5. Hasil pemeriksaan yang memerlukan tindak
lanjut dirujuk ke Pos kesehatan terdekat
dengan menyertakan surat rujukan
6. Hasil pemeriksaan kesehatan dicatat dan
dilaporkan dilakukan secara berjenjang
menurut alur pencatatan dan pelaporan.
3) Reinforcing factors (faktor penguat), yakni faktor yang
memperkuat perubahan perilaku dengan mendapatkan
dukungan sosial berupa sikap dan perilaku dari orang lain
sehingga perubahan perilaku dapat bertahan lama dan
berkelanjutan. Faktor-faktor penguat ini meliputi faktor
sikap dan perilaku tokoh masyarakat, tokoh agama, sikap
dan perilaku dari peran role dari seseorang yang
membuatnya menirukan apa yang mereka lakukan
semuanya.
a. Istirahat Kerja
33
Istirahat kerja adalah waktu untuk
pemulihan setelah melakukan pekerjaan untuk
waktu tertentu. Sudah merupakan kewajiban
dari perusahaan untuk memberikan waktu
istirahat kepada pekerjanya. Istirahat kerja ini
telah diatur oleh pemerintah Republik Indonesia
dalam Undang-Undang No. 13 Tahun 2003.
Dalam pasal 79 dinyatakan bahwa, Setiap
pekerja berhak atas istirahat antara jam kerja
dalam sehari, sekurang kurangnya 1/2 jam
setelah bekerja 4 jam terus menerus dan waktu
istirahat tersebut tidak termasuk jam kerja.
Selain itu dalam pasal 80 telah diatur bahwa,
pengusaha juga wajib memberikan waktu
secukupnya bagi pekerja untuk melaksanakan
ibadah.
Hal ini sejalan dengan Pasal 62
Keputusan Menteri Perhubungan Nomor 35
Tahun 2003 tentang Penyelenggaraan Angkutan
orang di jalan dengan kenedaraan umum.Dalam
pasal tersebut antara lain disebutnya;
Mengutamakan keselamatan dalam
mengoperasikan kendaraan yang memenuhi
persyaratan teknis dan lain jalan, sehingga dapat
mengurangi resiko terjadinya kecelakaan lalu
lintas yang mengakibatkan korban jiwa.
Mengenai waktu kerja dan waktu istirahat
pengemudi sehingga awak kendaraan tidak
mengalami kekelahan juga sudah diatur di
dalamnya.
34
b. Peraturan dan Kebijakan
Menurut Direktur Analisa Peraturan
Perundang-undangan Bappenas,peraturan
kebijakan adalah wujud formal kebijakan yang
ditetapkan oleh pejabat administrasi. Bentuk
formal peraturan kebijakan dalam hal tertentu
sering tidak berbeda atau sama dengan
format peraturan perundang-undangan. Dalam
Undang-Undang No 22 Tahun 2009 telah diatur
mengenai petingnya safety driving yang
bertujuan untuk menekan angka kecelakaan lalu
lintas yang tinggi, upaya-upaya yang dilakukan
mencakup pembinaan, pencegahan, pengaturan
dan penegakkan hukum. Hasil penelitian yang
dilakukan oleh Prasetya dkk., (2016)
menyatakan bahwa terdapatt hubungan antara
peraturan dengan perilaku safety driving.
2.1.3 Perilaku
a. Definisi Perilaku
35
stimulus (rangsangan dari luar). Oleh karena perilaku ini terjadi
melalaui proses adanya stimulus terhadap organisme, dan kemudian
organisme tersebut merespon, maka teori skinner disebut teori “S-O-R
atau stimulus organisme respon. Skinner juga membedakan adanya
dua proses yaitu :
36
3) Pengguanaan model, pembentukan perilaku melalui ini,
contohnya adalah ada seseorang yang menjadi sebuah
panutan untuk seseorang mau berperilaku seperti yang ia
lihat saat itu.
c. Domain Perilaku
1. Pengetahuan
2. Sikap
37
Sikap merupakan reaksi atau respon yang masih
tertutup dari seseorang terhadap suatu stimulus
atau objek. Sikap secara nyata menunujukkan
konotasi adanya kesesuaian reaksi terhadap
stimulus tertentu yang dalam kehidupan sehari-
hari merupaka reaksi yang bersifat emosional
terhadap stimulus social.
3. Tindakan
Suatu sikap belum otomatis terwujud dalam
suatu tindakan. Untuk mewujudkan sikap
menjadi sutau perbuatan nyata diperlukan faktor
pendukung atau suatu kondisi yang
memungkinkan. Tindakan mempunyai beberapa
tingkatan yaitu persepsi, respon terpimpin,
mekanisme dan adopsi
38
Faktor Predisposisi Faktor Pemungkin Faktor Pendorong
39
2.3 Penelitian Terkait
Nama Judul Tahun Variabel Hasil
Augustie Adi Yuwono Faktor Yang Berhubungan 2017 Independen : Terdapat hubungan antara
Dengan Perilaku Safety pengetahuan, kelengkapan
Umur, pendidikan, pengetahuan,
Driving Pada Sopir Bus di berkendara, kelaikan bus
lama kerja, masa kerja, kelengkapan
Terminal Tirtonadi dengan perilaku safety driving
surat berkendara, kondisi kelaikan
pada sopir bus di Terminal
bus.
Tirtonadi
Dependen :
Safety Driving
Avendika Bagoes, Faktor-Faktor yang 2016 Independen : Terdapat hubungan antara masa
Bina Kurniawan dan Berhubungan Dengan Safety kerja, sikap, pelatihan,
Masa kerja, tingkat pendidikan,
Ida Wahyuni Driving Pada Pengemudi Bus peraturan, kondisi kendaraan,
sikap, pelatihan, peraturan, kondisi
Ekonomi Trayek Semarang – peran teman kerja, pengetahuan
kendaraan, peran teman kerja,
Surabaya di Terminal Terboyo dengan safety driving Pada
pengetahuan
Semarang pengemudi bus ekonomi trayek
Semarang – Surabaya di
Dependen : Terminal Terboyo Semarang
Safety Driving
Yuliastuti Dahlan , Faktor – Faktor yang 2013 Independen : Terdapat hubungan antara
40
Ricky C. Sondakh, Berhubungan Dengan Safety Masa kerja, tingkat pendidikan, pengetahuan dengan safety
Paul A.T Kawatu Driving Pada Supir Bus pengetahuan driving pada supir bus trayek
Trayek Manado – Amurang di Manado – Amurang di
Dependen :
Terminal Malalayang Terminal Malalayang
Safety Driving
Nurcahyo Faktor Yang Berhubungan 2014 Independen : Terdapat hubungan antara
Adinugroho, Bina Dengan Praktik Safety Driving pengetahuan dengan Praktik
Masa kerja, tingkat pendidikan,
Kurniawan, Ida Pada Pengemudi Angkutan Safety Driving Pada Pengemudi
pengetahuan, peran atasan, teman
Kota Jurusan Banyumanik- Angkutan Kota Jurusan
Wahyuni kerja, kondisi kendaraan
Johar Kota Semarang Banyumanik - Johar Kota
Dependen :
Semarang
Praktik Safety Driving
Muhammad Rifa’i Hubungan Antara Self Control 2017 Independen : Terdapat hubungan antara
Dengan Safety Driving Pada self control dengan safety
Self Control
Pengemudi Bus AKAP di Kota driving pada pengemudi bus
Dependen :
Solo
AKAP di Kota Solo
Safety Driving
41
BAB III
METODOLOLOGI PENELITIAN
Berdasarkan teori dan latar belakang yang telah diuraikan, peneliti ingin
mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku safety driving pada
pengemudi bus AKAP trayek Jakarta -Yogyakarta di Terminal Terpadu Pulo
Gebang. Dari banyaknya variabel faktor pada kerangka teori, yang dijadikam
variabel faktor yang diteliti merupakan yang paling relevan menurut peneliti,
karena dapat memberikan pengaruh terhadap karakteristik dari subjek penelitian.
42
3.2 Definisi Operasional
Definisi operasional dari variabel yang digunakan dalam penelitian ini dengan
menggunakan cara ukur, alat ukur dan hasil ukur akan dijabarkan dalam tabel di
bawah ini :
43
memperhatikan rambu
lalu lintas,
memperhatikan sekitar
kendaraan, kecepatan
kendaraan, mematuhi
peraturan, parkir
c. Setelah mengemudi :
Setelah kendaraan
digunakan atau
dioperasikan maka
kendaraan perlu
dirawat (maintenance)
agar kondisinya tetap
baik.
Variabel Independen
Pengalaman Total lamanya pengemudi Pengisian Kuisioner 1 = Baru, jika < 3 Ordinal
kuisioner tahun
Mengemudi mulai mengemudikan bus
2 = Lama, jika > 3
penumpang di perusahaan tahun
yang sekarang atau di
Sumber : Handoko
perusahaan lain. Terhitung (2007)
sampai penelitian dilakukan.
Pengetahuan Hasil dari tau dan terjadi Pengisian Kuisioner 1 = Kurang baik jika Ordinal
Safety kuisioner skor <
setelah orang melakukan
mean/median
Driving penginderaan terhadap suatu
2 = Baik, jika skor >
objek tertentu khusunya
mean/median
mengenai safety driving.
Pengetahuan mengenai
safety driving berupa
pengertian, manfaat, contoh
44
penerapan, faktor dan waktu
penerapan safety driving.
Pengetahuan ini bermanfaat
untuk meningkatkan
kesadaran mengenai
petingnya penerapan safety
driving.
Pelatihan Pernah atau tidaknya Pengisian Kuisioner 1 = Tidak sesuai, Ordinal
mengemudi pengemudi ikut serta dalam kuisioner pelatihan tiap > 2
tahun
pelatihan tentang safety
driving yang didakan oleh 2 = Sesuai, pelatihan
tiap < 2 tahun
perusahaan saat ini
45
2) Waktu Penelitian
1) Populasi
2) Sampel
Sampel adalah kelompok kecil yang diamati dan merupakan bagian dari
populasi, sehingga sifat dan karakteristik populasi juga dimiliki oleh sampel.
Untuk menentukan besar sampel menggunakan rumus berikut:
2
(Z 1−∝/2 √ 2 P ( 1−P ) +Z 1−β √ P 1 ( 1−P 1 )+ P 2(1−P 2))
n=
( P 1−P 2)2
Keterangan :
46
N : Besar Sampel
Tabel 3.2 Besar proporsi yang digunakan untuk besar sampel penelitian
Variabel P1 P2 N Sumber
Pengalaman 0,11 0,53 18 (Firmansyah, 2016)
Mengemudi
Pengetahuan 0,26 0,22 10 (Noviandi, dkk., 2017)
Tingkat 0,13 0,11 14 (Dahlan,dkk., 2017)
pendidikan
Pelatihan Safety 0,53 0,15 11 (Firmansyah, 2016)
Driving
2
(Z 1−∝/2 √ 2 P ( 1−P ) +Z 1−β √ P 1 ( 1−P 1 )+ P 2(1−P 2))
n=
( P 1−P 2)2
2
(1,96 √ 2. 0,32 ( 1−0,32 ) +0,84 √ 0,11 ( 1−0,11 ) +0,53(1−0,53))
n=
(0,11−0,53)2
2
(1,96 √ 0,64 ( 0,68 ) +0,84 √0,11 ( 0,89 ) +0,53 (0,47))
n=
(−0,42)2
2
(1,96 √ 0,435+0,84 √ 0,097+0,248)
n=
0,176
47
(1,96.0,65+0,84.0,587)2
n=
0,176
(1,274+0,493)2
n=
0,176
3,122
n=
0,176
n=17,7
Tekhnik pengambilan sampel pada penelitian ini total sampling. Artinya jumlah
sampel sama dengan jumlah populasi atau seluruh pengemudi bus AKAP
trayek Jakarta – Yogyakarta yang ada di Terminal Pulo Gebang yaitu sebanyak
40 orang.
Data sekunder adalah data yang diperoleh oleh peneliti dari lokasi penelitian
yaitu Terminal Terpadu Pulo Gebang dengan melakukan wawancara kepada petugas
Dinas Perhubungan bagian operasonnal, yang meliputi jumlah PO Bus yang melayani
48
rute Jakarta-Yogyakarta. Selanjutnya dilakukan pendataan melalui wawancara
dengan petugas masing-masing PO yang ada di Termina Pulo Gebang terkait data
jumlah pengemudi bus AKAP trayek Jakarta-Yogyakarta.
Dalam kuisioner perilaku safety driving akan dinilai dari 20 pertanyaan yang
terdiri dari 12 pertanyaan positif pada item pertanyaan nomor 1, 2, 3, 5, 6, 10,
11, 12, 13, 16, 18, 20. Selanjutnya terdapat 8 pertanyaan negatif pada item
pertanyaan nomor 4, 7, 8, 9, 14, 15, 17, 19. Skor akan didapatkan dengan
menjumlah seluruh jawaban responden kemudian dilakukan uji normalitas
untuk menentukan data mean atau median. Perilaku safety driving dikatakan
“Baik” jika jumlah skor responden lebih besar dari nilai rata-rata (mean) atau
nilai tengah (median). Sedangkan dikatakan “Kurang Baik” jika jumlah skor
responden kurang dari atau sama dengan dari nilai rata-rata (mean) atau nilai
tengah (median). Untuk pertanyaan positif akan diberi skor :
1) Tidak pernah :1
2) Kadang :2
3) Sering :3
4) Selalu :4
Untuk pertanyaan negatif akan diberi skor :
49
1) Tidak pernah :4
2) Kadang :3
3) Sering :2
4) Selalu :1
c) Pengalaman Mengemudi
Pengalaman mengemudi diukur dari seberapa lama responden telah bekerja
sebagai pengemudi bus AKAP Trayek Jakarta-Yogyakarta. Pengalaman
mengemudi responden dikatakan “Baru” jika memiliki pengalaman
mengemudi bus AKAP trayek Jakarta – Yogyakarta selama kurang dari atau
sama dengan( < ) 3 tahun dan dikatakan “Lama” jika memiliki pengalaman
mengemudi bus AKAP trayek Jakarta – Yogyakarta selama lebih dari (>) 3
tahun (Handoko, 2007)
50
3.9.1 Uji Validitas
Validitas adalah suatu indeks yang menunjukkan alat ukur itu benar-
benar mengukur apa yang diukur. Validitas digunakan untuk mengukur
tentang ketepatan instrumen penelitian, atau mengukur tentang apa yang
diukur. Tinggi rendahnya validitas instrumen menunjukan sejauh mana data
yang terkumpul tidak menyimpang dari gambaran tentang validitas yang
dimaksud (Notoatmodjo, 2010).
Suatu instrumen dinyatakan valid apabila korelasi tiap butir memiliki
nilai positif dengan r hitung > r tabel (Notoatmodjo, 2010). Hasil r yang
diperoleh kemudian dibandingkan dengan hasil r tabel product moment.
Apabila hasil perhitungan koefisien korelasi r> r tabel, maka instrumen
terebut dinyatakan valid.
Tabel 3.3
Hasil Uji Validitas Variabel Pengetahuan Safety Driving
51
3. Kapan safety driving perlu diterapkan? 0,474 Valid
4. Perilaku yang menunjukkan perilaku safety driving 0,562 Valid
sebelum berkendara?
5. Perilaku yang menunjukkan perilaku safety driving saat 0,490 Valid
berkendara?
6. Perilaku aman mengemudi (safety driving) dapat 0,528 Valid
mencegah?
7. Perilaku yang menunjukkan perilaku safety driving setelah 0,490 Valid
berkendara, yaitu?
8. Fungsi dari markah jalan membujur utuh adalah? 0,483 Valid
9. Faktor yang menyebabkan kecelakaan lalu lintas dari segi 0,533 Valid
lingkungan jalan, yaitu?
10. Manfaat menerapkan safety driving saaat berkendara, 0,533 Valid
adalah?
52
No Pernyataan Kuisioner Corelations Hasil
6. Anda memegang kemudi dengan dua tangan saat sedang 0,730 Valid
mengemudi.
7. Gaya mengemudi Anda berubah menjadi lebih baik saat 0,681 Valid
memasuki kawasan yang banyak polisinya.
8. Saat jalanan sepi atau lengang, Anda mengemudikan mobil 0,487 Valid
dengan kecepatan yang melebihi batas yaitu 60 km/jam.
9. Saat lampu merah menyala dan tidak ada kendaraan 0,480 Valid
melintas dari arah lain, maka Anda akan tetap melaju
menerobos lampu merah tersebut.
10. Anda memberikan kesempatan pada kendaraan yang 0,448 Valid
memberikan signal/tanda untuk mengambil jalur kiri.
11. Anda menyalip kendaraan lain menggunakan jalur sebelah 0,499 Valid
kanan
12. Anda memberikan tanda (signal) saat akan melewati 0,475 Valid
kendaraan di depan Anda.
13. Sebelum melewati kendaraan lain Anda harus melihat kaca 0,544 Valid
spion untuk memastikan situasi lalu lintas supaya aman.
14. Anda mencoba untuk melewati mobil di depan Anda, 0,447 Valid
ketika mobil dari arah yang berlawanan sudah berada
dalam jarak yang dekat
15. Saat kondisi jalan gelap, Anda tetap menyalakan lampu 0,444 Valid
jauh walaupun ada kendaraan lain yang berlawanan arah.
16. Saat Anda ingin memperlambat kendaraan, Anda harus 0,454 Valid
mengamati situasi lalu lintas sekitar Anda sehingga tidak
membahayakan pengemudi lain
17. Saat Anda memarkir. Anda melihat langsung kebelakang 0,495 Valid
kendaraan bukannya melihat ke kaca spion di dalam dan
samping kendaraan Anda.
18. Sebelum meninggalkan kendaraan, Anda selalu 0,498 Valid
memastikan semua pintu kendaraan terkunci agar
kendaraan tersebut tetap aman.
19. Anda tidak perlu memeriksa atau mengecek kembali 0,506 Valid
53
No Pernyataan Kuisioner Corelations Hasil
kondisi mesin kendaraan setelah selesai menggunakan
kendaraan tersebut.
20. Anda selalu mencuci kendaraan Anda setelah selesai 0,498 Valid
digunakan.
Uji reabilitas adalah suatu ukuran yang menunjukkan sejauh mana hasil
tetap konsisten bila dilakukan pengukuran dua kali atau lebih terhadap gejala
yang sama dan dengan alat ukur yang sama. Pertanyaan dikatakan reliabel jika
jawaban seseorang tehadap pertanyaan adalah konsisten atau stabil dari waktu
ke waktu. Pertanyaa-pertanyaan yang sudah valid kemudian baru secara
bersama-sama diukur realibilitasnya. Dalam penelitian ini, uji reabilitas
dilakukan dengan menggunakan koefisien alfa atau Cronbach’s Alpha. Untuk
mengetahuireabilitas dilakukan uji cronbach alpha. Bila cronbach alpha >
nilai konstan (0,60) maka dinyatakan reliabel. Bila cornbach alpha < nilai
konstan (0,60) maka dinyatakan tidak reliabel (Hastono, 2016).
Tabel 3.5
Hasil Uji Rebilitas
54
Berdasarkan hasil uji reabilitas yang telah dilaukan pada seluruh
pertanyaan yang valid didapatkan nilai cronbach alpha pada variabel
pengetahuan adalah 0,812 dan nilai cronbach alpha pada variabel perilaku
adalah 0,888. Croncbach alpha > 0,60 sehingga disimpulkan bahwa kuisioner
reliabel.
Uji normalitas adalah sebuah uji yang dilakukan dengan tujuan untuk
menilai sebaran data pada sebuah kelompok data atau variabel, hal ini untuk
melihat apakah data tersebut berdistribusi normal atau tidak. Sehingga dapat
ditentukan mean atau median. Uji Normalitas digunakan untuk menentukan
penggunaan mean atau median, dimana jika data terdistribusi nomal
menggunakan mean dan jika data tidak terdistribusi normal menggunakan
median. Uji yang digunakan adalah uji Shapiro-Wilk dalam mengambil
keputusan, karena jumlah sampel kurang dari 50. Data dinyatakan
berdistribusi normal jika signifikasi lebih besar dari 5% atau 0,05. Sedangkan
data dinyatakan tidak berdistribusi normal jika sifnifikasi lebih kecil atau
kurang dari 0,05.
Tabel 3.6
Hasil Uji Normalitas
55
3.11 Pengolahan dan Analisis Data
a. Editing
Pada tahap ini data yang telah terkumpul di seleksi untuk
mendapatan data yang akurat. Editing data dilakukan dengan cara
memeriksa dan mengamati dengan teliti kelengkapan
pengisiannya. Apabila terjadi kesalahan atau jawabanan yang
belum lengkap dapat dikonfirmasi kembali.
b. Coding
Merupakan proses pemberian kode pada jawaban kuisioner untuk
memudahkan data ketika akan dimasukkan ke dalam computer
(komputerisasi). Kegiatan coding yaitu merubah data berbentuk
huruf menjadi data berbentuk angka/bilangan.
c. Entry Data
Yaitu proses meng entry (memasukkan) data dari kuisioner ke
dalam computer dengan menggunakan bantuan program computer
setelah semua jawaban kuisioner diberikan kode serta kuisioner
terisi penuh dan benar.
d. Cleaning
Merupakan proses pengecekkan kembali data yang suda di entry
untuk memastikan tidak terdapat kesalahan pada data tersebut.
Setelah itu data siap untuk diolah dan dianalisis.
56
Analisis data dalam penelitian adalah menggunakan analisis unvariat
dan analisis bivariat.
a. Analisis Unvariat
F
P= x 100%
N
b. Analisi Bivariat
57
a. Nilai prevelanceratio (PR) = 1 maka tidak ada
hubungan antara variabel independen dengan variabel
dependen.
BAB IV
HASIL PENELITIAN
58
Analisi unvariat dalam penelitian ini meliputi analisi deskriptif data perilaku
safety driving, pengetahuan mengenai safety driving, pengalaman mengemudi dan
pelatihan mengemudi.
4.1.1 Gambaran Safety Driving Pada Pengemudi Bus AKAP Trayek Jakarta-
Yogyakarta Tahun 2020
Gambaran perilaku safety driving pada pengemudi bus AKAP trayek Jakarta-
Yogyakarta tahun 2020, dapat dilihat pada tabel berikut :
Tabel 4.1 Gambaran Perilaku Safety Driving Pada Pengemudi Bus AKAP Trayek
Jakarta-Yogyakarta Tahun 2020
Jumlah 40 100%
Berdasarkan tabel 4.1 diketahui bahwa dari 40 responden dalam penelitian, diperoleh
sebanyak 19 (48%) pengemudi bus AKAP memiliki perilaku yang baik mengenai
safety driving. Sedangkan sebanyak 21 (52%) pengemudi bus AKAP memiliki
perilaku yang tidak baik mengenai safety driving. Maka dapat disimpulkan bahwa
mayoritas pengemudi bus AKAP Jakarta-Yogyakarta memiliki perilaku safety
driving yang tidak baik.
59
4.2.1 Gambaran Pengetahuan Safety Driving Pada Pengemudi Bus AKAP
Trayek Jakarta-Yogyakarta Tahun 2020
Tabel 4.2 Gambaran Pengetahuan Safety Driving Pada Pengemudi Bus AKAP Trayek
Jakarta-Yogyakarta Tahun 2020
Jumlah 40 100%
60
Berdasarkan hasil penelitian variabel pengalaman mengemudi, dibagi menjadi
2 kategori yaitu pengalaman mengemudi baru dan pengalaman mengemudi lama
Dikatakan memiliki pengalaman mengemudi baru apabila responden memiliki
pengalaman pengemudi < 3 tahun dan memiliki pengalaman mengemudi lama
apabila responden memiliki pengalaman mengemudi < 3 tahun (Handoko, 2007).
Tabel 4.3 Gambaran Pengalaman Mengemudi Pada Pengemudi Bus AKAP Trayek
Jakarta-Yogyakarta Tahun 2020
Baru 2 5%
Lama 38 95%
Jumlah 40 100%
61
sesuai apabila responden mengikuti pelatihan terakhir < 2 tahun dan dikatakan tidak
sesuai apabila responden mengikuti pelatihan terakhir > 2 tahun (Hamid, 2008).
Tabel 4.4 Gambaran Pelatihan Mengemudi Pada Pengemudi Bus AKAP Trayek
Jakarta-Yogyakarta Tahun 2020
Sesuai 19 48%
Jumlah 40 100%
62
Tabel 4.5 Hubungan pengetahuan safety driving dengan perilaku safety driving
pada pengemudi bus AKAP trayek Jakarta-Yogyakarta tahun 2020
N % N % N %
Hasil uji statistik yang dilakukan dengan Continuity Correction karena pada
tabel 2 x 2 tidak terdapat nilai expected < 5 diperoleh nilai p value = 0,033 dengan α
= 0,05. Nilai p value < α sehingga dapat disimpulkan bahwa ada hubungan yang
signifikan antara pengetahuan safety driving dengan perilak safety driving.
63
4.2.2 Hubungan Pengalaman Mengemudi dengan Perilaku Safety Driving Pada
Pengemudi Bus AKAP Trayek Jakarta-Yogyakarta Tahun 2020
Hasil analisis bivariat antara pengalaman mengemudi dengan perilaku
safety driving pada pengemudi bus AKAP trayek Jakarta-Yogyakarta dapat
dilihat pada tabel dibawah ini :
N % N % N %
Hasil uji statistik yang dilakukan dengan Fisher’s Exact Test karena pada
tabel 2 x 2 terdapat nilai expected < 5 diperoleh nilai p value = 1,000 dengan α =
0,05. Nilai p value > α sehingga dapat disimpulkan bahwa tidak ada hubungan yang
signifikan antara pengalaman mengemudi dengan perilaku safety driving.
64
Dari hasil analisis diperoleh nilai PR = 1,118. Hal tersebut menunjukkan
bahwa pengemudi yang mempuyai pengalaman mengemudi baru berisiko 1 kali lebih
besar untuk memiliki perilaku safety driving yang kurang baik dibandingkan dengan
pengemudi yang memiliki pengalaman mengemudi yang lama.
N % N % N %
65
Hasil analisis hubungan antara pelatihan mengemudi dengan perilaku safety
driving diperoleh bahwa pengemudi yang memiliki perilaku safety driving tidak baik
proporsi tertinggi yaitu pelatihan mengemudi tidak sesuai sebanyak 13 (32%)
pengemudi, sedangkan pengemudi yang memiliki perilaku safety driving baik
proporsi tertinggi yaitu pelatihan mengemudi sesuai sebanyak 17 (42%) pengemudi.
Hasil uji statistik yang dilakukan dengan Continuity Correction karena pada
tabel 2 x 2 tidak terdapat nilai expected < 5 diperoleh nilai p value = 0,001 dengan α
= 0,05. Nilai p value < α sehingga dapat disimpulkan bahwa ada hubungan yang
signifikan antara pelatihan mengemudi dengan perilaku safety driving.
BAB V
PEMBAHASAN
66
2. Situasi dan kondisi pandemi COVID-19 yang menyebabkan
penelitian harus dibatasi, termasuk dalam melakukan observasi secara
langsung.
Hasil penelitian ini kurang sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh
Prasetya dkk. (2016) bahwa dalam penelitian safety driving pada pengemudi bus
ekonomi trayek Semarang-Surabaya yang dibagi menjadi 3 kategori perilaku yaitu
kurang, cukup dan baik. Hasil tersebut menunjukkan hasil 25 (62%) dari 40
responden memiliki safety driving yang cukup, sedangkan dalam penelitian ini hanya
dibagi menjadi dua kategori. Jika dilihat secara keseluruhan hasil akhir dari penelitian
Prasetya dkk (2016) dan penelitian ini memiliki perbedaan hasil. Pada penelitian ini,
antara responden yang memiliki perilaku safety driving kurang baik dan baik
jumlahnya hampir sama. Sedangkan pada penelitian Prasetya dkk (2016) perbedaan
seluruhnya cukup signifikan.
67
Menurut Oktarina (2012) perilaku safety driving adalah perilaku mengemudi
yang aman yang bisa membantu untuk menghindari masalah lalu lintas. Safety
driving merupakan dasar pelatihan mengemudi lebih lanjut yang lebih
memperhatikan keselamatan bagi pengemudi dan penumpang. Safety driving didesain
untuk meningkatkan kesadaran pengemudi terhadap segala kemungkinan yang terjadi
selama mengemudi.
Berdasarkan jawaban kuisioner pada 40 responden, diketahui bahwa sebanyak
(38%) responden menjawab bahwa mereka menggunakan sabuk pengaman secara
kadang-kadang, hal ini sesuai dengan studi pendahuluan awal bahwa sebagian besar
pengemudi menggunakan sabuk pengaman secara kadang-kadang dikarenakan
merasa kurang nyaman jika menggunakan sabuk pengaman dan merasa karena
memacu kendaraan dengan pelan sehingga tidak perlu selalu menggunakan sabuk
pengaman. Kemudian sebanyak (42%) responden menjawab bahwa gaya
mengemudinya berubah menjadi lebih baik ketika memasuki kawasan yang banyak
polisinya, hal ini dikarenakan takut ditilang oleh polisi. Sebanyak (30%) responden
menjawab tetap menyalakan lampu jauh walaupun ada kendaraan lain yang
berlawanan, hal ini dilakukan karena melihat kondisi sekitar yang gelap sehingga
pengemudi merasa butuh untuk menyalakan lampu jauh.
Untuk mengatasi hal tersebut, peneliti memberikan saran alangkah baiknya
bagi perusahaan atau PO penyedia bus dapat membuat peraturan dan kebijakan
mengenai keselamatan mengemudi. Hal tersebut dapat dituliskan pada setiap unit bus.
Selanjutnya perlu juga dicantumkan nomor pengaduan customer, sehingga jika
pengemudi tidak menjalankan salah satu poin peraturan tersebut, penumpang dapat
melakukan pengaduan ke customer service. Hal ini sejalan dengan teori dari
Lawrence Green pada Notoatmodjo (2007) bahwa faktor yang mempengaruhi
perilaku termasuk didalamnya adalah faktor pendukung (enabling factors) berupa
tersedianya sarana dan prasarana yang memadai dan faktor pendorong (reinforcing
factors) berupa peraturan dan kebijakan yang ditetapkan oleh perusahaan.
68
5.2.2 Gambaran Pengetahuan Safety Driving Pada Pengemudi Bus AKAP
Trayek Jakarta-Yogyakarta Tahun 2020
Pengetahuan merupakan hasil dari tau dan terjadi setelah orang melakukan
penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan terjadi melalui pasca indera
manusia, yakni indera pengelihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba.
Sebagian besar pengetahuan manusia diperolah melalui mata dan telinga
(Notoatmodjo, 2007).
69
5.2.3 Gambaran Pengalaman Mengemudi Pada Pengemudi Bus AKAP Trayek
Jakarta-Yogyakarta Tahun 2020
70
5.2.4 Gambaran Pelatihan Mengemudi Pada Pengemudi Bus AKAP Trayek
Jakarta-Yogyakarta Tahun 2020
Hasil penelitian ini kurang sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh
Prasetya dkk. (2016) bahwa dalam penelitian safety driving pada pengemudi bus
ekonomi trayek Semarang-Surabaya yang dibagi menjadi 3 kategori pelatihan safety
driving yaitu kurang, cukup dan baik. Hasil tersebut menunjukkan hasil 25 (62%) dari
40 responden memiliki safety driving yang cukup, sedangkan dalam penelitian ini
hanya dibagi menjadi dua kategori. Jika dilihat secara keseluruhan hasil akhir dari
penelitian Prasetya dkk (2016) dan penelitian ini memiliki perbedaan hasil. Pada
penelitian ini, antara responden yang memiliki pelatihan safety driving yang seuai dan
tidak seusai jumlahnya hampir sama. Sedangkan pada penelitian Prasetya dkk (2016)
memiliki perbedaan seluruhnya cukup signifikan.
71
terutama transportasi jalan seperti Bus dan Truk (WQA APAC, 2019). Pelatihan
safety driving dapat mempengaruhi seseorang dalam meningkatkan perilaku
mengemudi di jalan raya (Lehtimaki, Juden-Tuppaka, dan Tolvanen, 2005).
72
driving. Hal lain yang dapat dilakukan, perusahaan dapat membuat kelompok
pelatihan yang terbagi dalam beberapa kelompok atau pool. Pegemudi yang telah
mengikuti safety driving harus ditandain, sehingga tidak terjadi pengulangan
keikutsertaan pelatihan.
Berdasarkan hasil uji chi square didapatkan nilai p-value sebesar 0,033 (p <
0,05), maka H0 ditolak. Maka dari hasil statistik disimpulkan bahwa ada hubungan
antara pengetahuan mengenai safety driving dengan perilaku safety driving.
Hasil penelitian ini sejalan denan penelitian yang dilakukan oleh Prasetya dkk
(2016) bahwa pengetahuan safety driving memiliki hubungan dengan perilaku safety
driving. Dalam penelitiannya tersebut, Prasetya dkk (2016) mengungkapkan bahwa
semakin baiknya pengetahuan seseorang maka akan memberikan dampak terhadap
perilaku saat mengemudikan kendaraan. Penelitian lain yang dilakukan oleh Yuwono
(2017) juga menyatakan bahwa pengetahuan safety driving memiliki hubungan
dengan perilaku safety driving, dikatakan dalam penelitiannya bahwa pengemudi
dengan pengetahuan safety driving yang tinggi cenderung memiliki perilaku safety
driving yang baik.
Menurut peneliti, adanya hubungan antara pengetahuan safety driving dengan
perilaku safety driving dikarenakan pengetahuan merupakan hal yang pokok harus
dimiliki seseorang dalam berperilaku. Pengemudi yang memiliki pengetahuan
mengenai safety driving yang baik, seharusnya dapat menerapkannya melalui
perilaku safety drving yang baik pula. Hal ini juga dibuktikan dari hasil penelitian
bahwa pengemudi yang memiliki pengetahuan kurang baik lebih cenderung untuk
berperilaku safety driving yang tidak baik dibandingkan dengan berperilaku safety
driving yang baik.
73
Faktor pengetahuan safety driving sangat penting dalam penerapan peilaku
safety driving, dimana pengetahuan merupakan salah satu domain perilaku menurut
Bloom (1908) dalam Notoatmodjo (2003), pengetahuan merupakan domain yang
sangat penting dalam membentuk tindakan seseorang (overt behaviour). Hal ini
diperkuat dengan teori Green dalam Notoatmodjo (2007) bahwa pengetahuan
merupakan salah satu faktor predisposisi (predisposing factors) dalam perilaku safety
driving. Pengetahuan adalah hal yang berasal dari diri sendiri yang mendahului
perubahan perilaku dengan menetapkan pikiran ataupun motivasi untuk berperilaku.
Berdasarkan hasil uji chi square didapatkan nilai p-value sebesar 1,000 (p >
0,05), maka H0 gagal ditolak. Maka dari hasil statistik disimpulkan bahwa tidak ada
hubungan antara pengetahuan mengenai safety driving dengan perilaku safety driving.
Hasil penelitian yang dilakukan oleh Dahlan dkk (2014) menunjukkan hasil
bahwa pengalaman mengemud tidak berhubungan dengan perilaku safety driving.
Dalam penelitiannya, Dahlan dkk menyebutkan bahwa hal tersebut terjadi karena
banyak responden yang memiliki pengalaman mengemudi diatas 5 tahun dan dapat
dikatakan pengemudi telah berpengalaman mengendarai kendaraan sehingga dalam
hasil penelitian banyak pengemudi yang berperilaku baik atau menerapkan perialaku
safety driving.
Hasil penelitian ini tidak sesuai dengan teori Max Weber menyatakan bahwa
setiap individu akan melakukan suatu tindakan berdasarkan lama kerjanya atau
pengalamannya (Oktarina, 2012). Selain itu, menurut (Utami, 2009 dalam
Firmansyah, 2013) seseorang yang baru belajar mengemudi akan memiliki
pengetahuan dan pengalaman yang lebih sedikit dalam mengemudi dan bagaimana
cara mengantisipasi setiap bahaya, bila dibandingkan dengan orang yang sudah
bertahun-tahun mengemudikan kendaraan.
74
Menurut peneliti pengalaman mengemudi tidak menjadi faktor mutlak
seorang pengemudi dalam penerapan perilaku safety driving. Perilaku safety driving
seseorang dapat dipengaruhi oleh faktor-faktor lainnya salah satunya adalah self
kontrol atau kontrol diri. Kontrol diri pada pengemudi akan mempengaruhi
bagaimana ia akan bertanggung jawab atas keselamatan berkendara baik untuk
dirinya sendiri ataupun penumpang. Kondisi ini juga dibuktikan hasil penelitian di
lapangan bahwa jumlah proporsi pengemudi yang berperilaku safety driving baik dan
tidak baik pada pengemudi dengan pengalaman mengemudi yang lama memiliki
jumlah yang tidak berbeda secara signifikan. Sehingga dapat dikatakan bahwa
pengalaman mengemudi tidak berpengaruh terhadap perilaku safety driving.
Hal ini didukung oleh pendapat dari Andini (2017) bahwa faktor yang
membuat sopir berperilaku safety driving dipengaruhi oleh kesadaran diri dalam
bertangung jawab atas keselamatan berkendara. Pendapat lain dari Oktarina (2012)
menyatakan bahwa mengemudi adalah pekerjaan yang bersifat khusus yang
membutuhkan keterampilan, kewaspadaan serta konsentrasi seseorang. Sehingga
pengalaman mengemudi seseorang tidak dapat menjadi ukuran seseorang untuk
mampu bertindak aman dalam berkendara.
Berdasarkan hasil uji chi square didapatkan nilai p-value sebesar 0,001 (p <
0,05), maka H0 ditolak. Maka dari hasil statistik disimpulkan bahwa ada hubungan
antara pengetahuan mengenai safety driving dengan perilaku safety driving.
Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Prasetya
dkk (2016) bahwa pelatihan safety driving memiliki hubungan dengan perilaku safety
driving. Dalam penelitiannya tersebut, Prasetya dkk (2016) mengungkapkan bahwa.
dengan adanya pemberian pelatihan bagi pengemudi, pengemudi tersebut dapat
75
meningkatakan kinerja untuk memiliki keterampilan dan kemampuan dalam
mengemudi.
Menurut peneliti, adanya hubungan antara pelatihan safety driving dengan
perilaku safety driving dikarenakan pelatihan safety driving yang rutin dapat
menjadikan pengemudi mendapatkan ilmu yang lebih baik dan terbaru. Melalui
pelatihan safety driving juga menjadi upaya untuk meingkatkan kinerja pengemudi
dalam penerapan perilaku safety driving. Penerapan safety driving yang tidak baik
akan menimbulkan beberapa risiko, salah satunya adalah kecelakaan lalu lintas.
Pendapat peneliti juga didukung dengan pendapat Firmansyah (2013) bahwa
pekerja yang tidak mendapatkan pelatihan mempunyai kecenderungan lebih besar
untuk melakukan tindakan tidak aman yang menjadi salah satu pemicu terjadinya
kecelakaan. Dengan adanya pelatihan bagi pekerja merupakan salah satu cara yang
dapat dilakukan untuk mengurangi terjadinya kecelakaan karena pelatihan merupakan
kunci utama untuk mengatur, mengendalikan, dan mengubah perilaku manusia.
Berdasarkan Indonesia Safety Driving Centre (ISDC, 2020) bahwa
Kecelakaan lalu lintas terjadi selalu diawali dengan adanya pelanggaran pengguna
jalan, yang berakibat merugikan diri sendiri dan pengguna jalan lain. Pelatihan safety
driving merupakan program pelatihan yang sangat membantu dalam mengurangi
potensi risiko kecelakaan kendaraan roda empat, terutama transportasi jalan seperti
Bus dan Truk (WQA APAC, 2019). Pelatihan safety driving dapat mempengaruhi
seseorang dalam meningkatkan perilaku mengemudi di jalan raya (Lehtimaki, Juden-
Tuppaka, dan Tolvanen, 2005). Pelatihan mengenai safety driving harus di refresh
setiap 2 tahun sekali (Hamid, 2008).
Dengan demikian dapat dismpulkan bahwa setiap pengemudi diharuskan
untuk mengikuti pelatihan safety driving yang dilaksanakan oleh perusahaan secara
kontinu, mealui pelatihan tersebut diharapkan dapat mempengaruhi kesadaran
pengemudi dalam menerapkan perilaku safety driving, sehingga dapat mengurangi
76
dan mencegah risiko buruk yang dapat timbul karena penerapan safety driving yang
tidak baik.
BAB VI
PENUTUP
6.1 Kesimpulan
77
1. Responden yang memiliki perilaku safety driving tidak baik sebanyak (52%)
responden dan yag memiliki perilaku safety driving baik sebanyak (48%)
responden
6.2 Saran
78
dapat dituliskan pada setiap unit bus. Selanjutnya perlu juga dicantumkan
nomor pengaduan customer, sehingga jika pengemudi tidak menjalankan
salah satu poin peraturan tersebut, penumpang dapat melakukan pengaduan
ke customer service.
DAFTAR PUSTAKA
79
Ayuningtyas, M., dkk. (2016). Faktor-Faktor yang Berhubungan Dengan Praktik
Safety Driving Pada Pengemudi Road Tank PT Pertamina EP Asset4 Field
Cepu. JURNAL KESEHATAN MASYARAKAT (e-Journal) Volume 4,
Nomor 3, Juli 2016
BPHN. (2014). Peraturan Pemerintah No. 74 Tahun 2014 tentang Angkutan Jalan.
http://www.bphn.go.id/data/documents/14pp074.pdf
Direktorat Kesehatan Kerja dan Olahraga. (2018). Buku saku pemeriksaan kesehatan
pengemudi. DIREKTORAT JENDERAL KESEHATAN MASYARAKAT
KESEHATAN.
80
Marnisah, Luis. (2018). Hubungan Industrial dan Kompensasi. Yogyakarta :
Deepublish
Notoatmojo, S. (2007). Promosi kesehatan & Ilmu Perilaku. Jakarta: Rineka Cipta
81
Papacostas. (1987). Fundamentals of transportation Enginering. Practice Hall. USA
Pengertiannya, Ini, and Ini Pengertiannya. 2020. “10/14/2020 Defensive Driving Dan
Safety Driving Tak Sama, Ini Pengertiannya.” (Iddc): 1–9.
Russeng, S. (2008). Kelelahan Kerja dan Kecelakaan Lalu Lintas. Makassar: Ombak
Suma’mur. (1996). Hygiene Perusahaan dan Kesehatan Kerja. Jakarta: PT. Toko
Gunung Agung.
Undang-Undang Republik Indonesia No. 22 Tahun 2009. Lintas dan Angkutan Jalan.
http://118.97.61.233/perundangan/images/stories/doc/uu/uu_no.22_tahun_2009.
pdf
82
LEMBAR PERSETJUAN MENJADI RESPONDEN
(Informed Consent)
83
Kepada Yth. Responden
di Tempat
Dengan Hormat,
Saya Insyafia Amalia Khusnul mahasiswi S1 Universitas Esa Unggul, Fakultas Ilmu-
Ilmu Kesehatan Program Studi Kesehatan Masyarakat dengan peminatan Kesehatan
dan Keselamatan Kerja (K3). Bermaksud akan melaksanakan penelitian yang
berjudul “Faktor – Faktor yang Berhubungan dengan Perilaku Safety Driving
Pada Pengemudi Bus AKAP Trayek Jakarta – Yogyakarta Tahun 2020”.
Adapun segala informasi yang saudara berikan akan dijamin kerahasiaannya karena
itu saudara bebas untuk mencantumkan nama atau tidak. Sehubungan dengan hal
tersebut, peneliti meminta kesediaan saudara untuk mengisi kuisioner ini dengan
menandatangani kolom di bawah ini. Atas kesediaan dan kerja samanya saya ucapkan
terima kasih.
Responden Peneliti
KUISIONER PENELITIAN
84
“Faktor – Faktor yang Berhubungan dengan Perilaku Safety Driving Pada
A. Karakteristik Responden
1. Nama :
2. Umur : Tahun
3. Pendidikan Terakhir :
b. SD
c. SMP
d. SMA
e. Akademi/Perguruan Tinggi
a. Pernah
b. Tidak Pernah
85
1. Perilaku aman mengemudi (safety driving) adalah...
b. Kebijakan Perusahaan
c. Undang-undang
tujuan.
yaitu...
86
5. Perilaku yang menunjukkan perilaku safety driving saat berkendara,
yaitu...
yaitu...
lain
b. Kerugian perusahaan
c. Macet
87
c. Pengemudi harus mengambil sebelah kiri garis dan jangan
melintasnya
jalan, yaitu...
b. Jalan berkelok-kelok
88
C. Perilaku Safety Driving
Keterangan :
SL : SELALU
SR : SERING
KD : KADANG
TP : TIDAK PERNAH
No Pertanyaan SL SR KD TP
Sebelum Mengemudi
Anda menyiapkan surat-surat kendaraan
(SIM, STNK, KTP) terlebih dahulu dan
89
Anda memeriksa kondisi kendaraan Anda
3 sebelum mengemudikannya
Saat Mengemudi
Anda tidak perlu menggunakan sabuk
4 pengaman
90
melewati kendaraan di depan Anda.
Setelah Mengemudi
Saat Anda memarkir. Anda melihat
langsung kebelakang kendaraan bukannya
17 melihat ke kaca spion di dalam dan
samping kendaraan Anda..
91
kendaraan tersebut.
92
Uji Validitas Variabel Pengetahuan Safety Driving
93
Uji Reabilitas Variabel Perilaku Safety Driving
94
Uji Normalitas Variabel Pengetahuan Safety Driving
95
Uji Normalitas Variabel Perilaku Safety Driving
96
Hasil Analisis Unvariat
97
Variabel Pelatihan Mengemudi
98
Hasil Analisis Bivariat
99
Hubungan Pengalaman Mengemudi dengan Perilaku Safety Driving
100
Hubungan Pelatihan Mengemudi dengan Perilaku Safety Driving
101