Anda di halaman 1dari 2

Khutbah Idul Fitri 1324 H : Lima Cara Memperlakukan Hati

Hari ini tanggal 1 syawal, bukan lagi bulan Ramadhan. Ramadhan telah pergi, Ramadhan telah meninggal kita.
Kehadiran Ramadhan yang baru lalu telah mengkondisikan kita sehingga terlihat dan terasa begitu dekat
dengan Allah SWT. Shalat sunah tarawih berbelas dan berpuluh rakaat kita lakukan yang sebelumnya jarang
atau tidak pernah. Bahkan ada yang menambah dengan shalat tahajjud ketika menjelang sahurnya. Tilawah
Al-Quran dikhatamkan pada 1 bulan yang sebelumnya selama 1 tahun baru kita khatamkan, bahkan ada yang
tidak pernah satu kalipun. Puasa satu bulan penuh telah melatih jiwa kita agar menjadi manusia yang mampu
bertahan, karena sikap bertahan diperlukan saat kita mengalami musibah, ujian dan cobaan. Ramadhan juga
telah menyemangati kita untuk dermawan, mudah sekali untuk berbagi, kotak infaq masjid tidak pernah
kosong selalu saja ada isinya di setiap malam tarawih, padahal yang sebelumnya hanya berlangsung 1 minggu
sekali saja di hari Jum’at. Belum lagi kita dapat membagi-bagi makanan untuk berbuka puasa bagi yang
menjalankan puasa. Pendek kata, kita umat Islam telah menjadi orang yang baik bersanding dengan orang-
orang yang soleh.

Pagi ini kita memiliki perasaan yang sama, yakni gembira. Gembira bukan karena banyak makanan di rumah
kita, bukan karena uang kita lebih dari cukup atau bukan pula karena pakaian kita baru. Tapi kita gembira
karena berada dalam kesucian jiwa, kebersihan hati setelah melaksanakan ibadah Ramadhan.

Kita semua tentu menyadari betapa banyak pribadi, keluarga, masyarakat, jamaah hingga bangsa dan negara
yang tidak baik, amat jauh perjalanan hidupnya dari ketentuan yang digariskan oleh Allah SWT, bahkan bisa
jadi kita termasuk orang yang demikian, semua itu berpangkal pada hati. Karena itu, hati memiliki kedudukan
yang sangat penting. Baik dan buruknya seseorang sangat tergantung pada bagaimana keadaan hatinya, bila
hatinya baik, maka baiklah orang itu dan bila hatinya buruk, buruklah orang itu.

Oleh karena itu hati harus kita perlakukan dengan baik dalam kehidupan ini. kita bahas paling tidak lima hal
yang harus kita perlakukan terhadap hati kita masing-masing.

Pertama, hati harus dibuka dan jangan sampai kita tutup . Yang menutup hati biasanya orang-orang kafir
sehingga peringatan dan petunjuk tidak bisa masuk ke dalam hatinya, Allah SWT berfirman:

“Sesungguhnya orang-orang kafir, sama saja bagi mereka, kamu beri peringatan atau tidak kamu beri
peringatan, mereka tidak akan beriman. Allah telah mengunci-mati hati dan pendengaran mereka, dan
penglihatan mereka ditutup. Dan bagi mereka siksa yang amat berat”. (Al-Baqarah [2]:6-7)

Memperlakukan hati yang Kedua adalah dibersihkan. Seperti halnya badan dan benda-benda, hati bisa
mengalami kekotoran, namun kotornya hati bukanlah dengan debu, hati menjadi kotor bila padanya ada
sifat-sifat yang menunjukkan kesukaannya kepada hal-hal yang bernilai dosa, padahal dosa seharusnya
dibenci. Oleh karena itu, bila dosa kita sukai apalagi sampai kita lakukan, maka jalan terbaik adalah bertaubat
sehingga ia menjadi bersih kembali. Hati yang bersih akan membuat seseorang menjadi sangat sensitif
terhadap dosa, karena dosa adalah kekotoran yang membuat manusia menjadi hina, Allah SWT berfirman:

“Dan janganlah engkau hinakan aku pada hari mereka dibangkitkan, (yaitu) di hari harta dan anak-anak laki-
laki tidak berguna, kecuali orang yang menghadap Allah dengan hati yang bersih” (Asy-Syu’araa [26]:87-89).

Ketiga, cara memperlakukan hati adalah harus dilembutkan. Kelembutan hati merupakan sesuatu yang amat
penting untuk dimiliki, hal ini karena dengan hati yang lembut, hubungan dengan orang lain akan berlangsung
dengan baik dan ia mudah menerima nilai-nilai kebenaran. Kelembutan hati akan membuat kita memandang
dan menyikapi orang lain dengan sudut pandang kasih sayang sehingga bila ada orang lain mengalami
kesulitan hidup, ingin rasanya kita mengatasi persoalan hidupnya, ketika kita melihat orang susah, ingin sekali
kita mudahkan, tegasnya kelembutan hati menjauhkan kita dari rasa benci kepada orang lain meskipun ia
orang yang tidak baik, karena kita pun ingin memperbaiki orang yang belum baik.

Karena itu, amat disayangkan bila ada orang yang hatinya keras bagaikan batu sehingga sulit untuk diberi
nasihat dan peringatan sebagaimana yang terjadi pada Bani Israil seperti yang disebutkan Allah SWT dalam
firman-Nya:

“Kemudian setelah itu hatimu menjadi keras seperti batu, bahkan lebih keras lagi. Padahal di antara batu-
batu itu sungguh ada yang mengalir sungai-sungai daripadanya dan di antaranya sungguh ada yang terbelah
lalu keluarlah mata air daripadanya dan di antaranya sungguh ada yang meluncur jatuh, karena takut
kepada Allah. Dan Allah sekali-kali tidak lengah dari apa yang kamu kerjakan.” (Al-Baqarah [2]:74).

Keempat, hati harus disehatkan. Bila hati sakit kita tidak suka pada kebaikan dan kebenaran. Islam
merupakan agama yang nikmat, namun bagi orang yang hatinya sakit tidak dirasakan kenikmatan
menjalankan ajaran Islam kecuali sekadar menggugurkan kewajiban. Hati yang sakit biasanya dimiliki oleh
orang munafik, mereka nyatakan beriman tapi sekadar di lisan, mereka laksanakan kebaikan termasuk shalat
tapi maksudnya adalah untuk mendapatkan pujian orang, karena itu tidak mereka rasakan nikmatnya
beribadah dan berbuat baik. Allah SWT berfirman:

“Di antara manusia ada yang mengatakan: “Kami beriman kepada Allah dan Hari kemudian”, padahal
mereka itu sesungguhnya bukan orang-orang yang beriman. Mereka hendak menipu Allah dan orang-orang
yang beriman, pada hal mereka hanya menipu dirinya sendiri sedang mereka tidak sadar. Dalam hati mereka
ada penyakit, lalu ditambah Allah penyakitnya; dan bagi mereka siksa yang pedih,disebabkan mereka
berdusta.” (Al-Baqarah [2]:8-10)

Kelima, ditajamkan. Hati harus kita asah hingga menjadi seperti pisau yang tajam. Pisau yang tajam akan
mudah memotong dan membelah sesuatu. Bila hati kita tajam akan mudah pula membedakan mana haq dan
mana yang bathil, bahkan perintah pun tidak selalu harus disampaikan dengan kalimat perintah, dengan
bahasa isyarat saja sudah cukup dipahami kalau hal itu merupakan perintah yang harus dilaksanakan.

Untuk mendidik kita menjadi orang yang memiliki ketajaman hati, puasa merupakan salah satu caranya,
karenanya pada waktu puasa, teguran orang lain kepada kita meskipun dengan bahasa isyarat sudah
menyadarkan akan kesalahan yang kita lakukan, ini membuat kita dengan mudah bisa menangkap dan
membedakan mana yang haq dan mana yang bathil, sesuatu yang selama ini semakin hilang dari pribadi
masyarakat kita sehingga yang haq ditinggalkan dan yang bathil malah dikerjakan, Allah SWT mengingatkan
soal ini dalam firman-Nya:

“Dan janganlah sebagian kamu memakan harta sebagian yang lain di antara kamu dengan jalan yang bathil
dan (janganlah) kamu membawa (urusan) harta itu kepada hakim, supaya kamu dapat memakan sebagian
daripada harta benda orang lain dengan (jalan berbuat) dosa, padahal kamu mengetahui” (Al-Baqarah
[2]:188).

Dengan demikian, menjadi amat penting bagi kita semua untuk memperlakukan hati dengan sebaik-baiknya
sehingga perbaikan diri, keluarga, masyarakat dan bangsa sesudah Ramadhan berakhir dapat kita lakukan.

Anda mungkin juga menyukai