Anda di halaman 1dari 37

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang bagitu cepat sebagai

buah dari globalisasi menuntut peran aktif manusia didalamnya, karena dapat

mempengaruhi kebudayaan yang hidup dan tumbuh dalam suatu masyarakat.

Perubahan situasi dimana semakin meningkatnya kebutuhan hidup manusia untuk

mencapai kesejahteraan secara sempurna, merupakan bagian kecil dari bias

globalisasi.

Sehat merupakan keadaan ideal yang ingin diharapkan oleh setiap orang.

Sehat menurut UU No. 23 tahun 1992, mengandung makna yang luas, yang bukan

hanya melihat terbebasnya individu dari penyakit, tetapi memungkinkan juga

individu untuk produktif secara sosial dan ekonomi.

Krisis multi dimensi saat ini membawa dampak yang sangat banyak dalam

kehidupan sosial manusia. Meningkatnya masalah-masalah sosial termasuk

gangguan psikologi dan psikososial cenderung mengakibatkan turunnya

produktifitas individu.

Gangguan jiwa adalah masalah yang sangat kompleks karena selain

bersifat organobiologis dan psikologis, juga mengandung social dan cultural

(Direktorat kesehatan Jiwa pusat, 1992). Upaya peningkatan kesehatan jiwa

dilakukan untuk mewujudkan jiwa yang sehat secara optimal, baik intelektual

maupun emosional melalui pendekatan, peningkatan dan penyembuhan serta


pemulihan kesehatan agar seseorang dapat tetap atau kembali hidup secara

harmonis, baik dalam lingkungan keluarga, lingkungan kerja, maupun lingkungan

masyarakat (Rasman, 2005:3).

Data statistik di RSJ Madani Palu, jumlah penderita gangguan jiwa dari

bulan November 2004 sampai bulan November 2005, khususnya gangguan jiwa

dengan diagnosa medis Skizofrenia sejumlah 2.079 orang, baik yang dirawat inap

maupun rawat jalan. Skizofrenia selalu menempati urutan teratas dari penyakit

gangguan jiwa lainnya ( Rekam medik RSj Madani Palu).

Peran kelurga sangat dibutuhkan dalam proses kesembuhan dan

kesembuhan klien, mengingat masih banyaknya keluarga yang belum mengerti

atau mengetahui bagaimana perawtan klien dengan gangguan jiwa (Halusinasi).

Hal ini dibuktikan dengan tingginya angka kekambuhan penderita yang dirawat

inap dan rawat jalan di RSJ Madani Palu. Oleh kerenanya dibutuhkan peran,

fungsi dan tanggung jawab perawat kesehatan jiwa.

Riset merupakan salah satu peran perwat yang harus dilaksanakan. Salah

satu jalan yang bisa ditempuh adalah mulai melaksanakan riset dari sekarang.

Sedikit demi sedikit, dari pada tidak sama sekali, sehingga diharapkan profesi ini

tetap “exist” dan diakui profesi lain sebagai profesi yang mandiri dan dapat

berpartisipasi dalam pembangunan bidang kesehatan, serta untuk menjawab isu

bahwa perawat tidak bisa melakukan riset (Abdellah, 1969), karena keterbatasan

riset dan ilmu terkait.


Untuk itu penulis berkeinginan untuk melakukan penelitian pada keluarga

klien tentang peran serta mereka dalam perawatan klien dengan gangguan jiwa.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas, maka perumusan masalah yang perlu

dibahas dalam penelitian ini adalah “Bagaimana gambaran peran serta keluarga

dalam perawatan klien dengan halusinasi yang ditinjau dari segi pendidikan,

pengetahuan, pekerjaan dan motivasi keluarga”.

C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Untuk mengetahui gambaran peran serta keluarga dalam perawatan klien

dengan halusinasi.

2. Tujuan Khusus

a. Untuk mengetahui peran serta keluarga dalam perawatan klien dengan

halusinasi ditinjau dari segi pendidikan, pengetahuan, penghasilan dan

motivasi keluarga.

b. Untuk gambaran pendidikan keluarga dalam perawatan klien dengan

halusinasi.

c. Untuk gambaran pengetahuan keluarga dalam perawatan klien dengan

halusinasi.

d. Untuk gambaran pekerjaan keluarga dalam perawatan klien dengan

halusinasi.
e. Untuk gambaran motivasi keluarga dalam perawatan klien dengan

halusinasi.

D. Manfaat Penelitian

1. Rumah Sakit.

Pihak pengelola RSJ. Madani Palu dapat memperoleh informasi mengenai

peran serta keluarga, sehingga dapat dijadikan bahan pertimbangan dalam

upaya meningkatkan kualitas pelayanan di RSJ. Madani Palu.

2. Keluarga Klien

Penelitian ini diharapkan dapat meningkatkan pemahaman tentang pengaruh

peran serta keluarga dalam proses perawatan klien dangan halusinasi

3. Tenaga Kesehatan

Untuk mengembangkan ilmu pengetahuan keperawatan dalam memotivasi

keluarga untuk menentukan strategi tentang keperawatan.

4. Pendidikan

Data yang didapatkan nanti dapat digunakan sebagai umpan balik terhadap

proses belajar mengajar.

5. Bagi Peneliti

Diharapkan hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai data dasar atau acuan

untuk penelitian selanjutnya.


E. Ruang Lingkup Penelitian

Penelitian ini dilakukan khusus pada keluarga pasien rawat inap di RSJ

Madani Palu, Pada bulan Desember 2005 sampai Januari 2006.


BAB II

TINJAUAN TEORITIS

A. Tinjauan Tentang Halusinasi

1. Pengertian

a. Gangguan orientasi realita adalah ketidakmampuan klien menilai dan

merespon pada realita, klien dapat membedakan rangsangan internal dan

eksternal, tidak dapat membedakan lamunan dan kenyataan, klien tdk

mampu memberikan respon secara akurat sehingga tampak perilaku yang

sukar dimengertidan mungkin menakutkan (Budi Anna keliat, 1998: 1).

b. Persepsi adalah proses pemindahan stimulus fisik menjadi informasi

psikologis, proses mental dimana stimulus sensori di bawah kesadaran

(Kaplan dan Sadock, 1997:462).

c. Halusinasi adalah penyerapan tanpa adanya apapun pada panca indera

seorang pasien, yang terjadi dalam keadaan sadar/bangun, dasarnya

mungkin organik, fungsional, psikotik, ataupun historik (W. F. Maramis,

1998:119).

Dari teori diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa pengertian halusinasi

secara umum adalah salah satu gangguan persepsi dimana seseorang tidak

dapat berorientasi terhadap realita tanpa adanya rangsangan luar.

2. Macam-Macam Halusinasi

W. F. Maramis membagi halusinasi menjadi beberapa macam, yaitu:

a. Halusinasi Penglihatan (visual, optik).


b. Halusinasi Pendengaran (auditif, akustik).

c. Halusinasi Penciuman (olfaktorius).

d. Halusinasi Pengecap (gustatorik).

e. Halusinasi Peraba (taktil).

f. Halusinasi Kinestik.

g. Halusinasi Viseral.

h. Halusinasi Hipnagonik.

i. Halusinasi Hipnopompik.

j. Halusinasi Histerik.

Dari berbagai macam jenis halusinasi yang disebutkan diatas, yang

paling sering terjadi adalah halusinasi akustik. Hal ini dijumpai pada kasus-

kasus psikiatri, seperti: gangguan mental organik, sindrom putus obat, dan

gangguan tidur (W.F. Maramis, 1999:119).

3. Teori Yang Berhubungan Dengan Halusinasi

Beberapa teori yang dikemukakan para ahli tentang terjadinya

halusinasi, diantaranya adalah:

a. Teori Fisiologik

Mengatakan bahwa kerusakan fungsi kognitif akibat keracunan/penyakit

bisa mengakibatkan aktifitas halusinasi.

b. Teori Psikodinamika

Halusinasi menggambarkan kekacauan alam prasadar dan tidak sadar yang

kemudian menjadi sadar dengan respon konflik psikologis.


c. Teori Interpersonal

Lamunan berulang-ulang bisa mengakibatkan perilaku tidak sesuai

sehingga kemudian terjadi halusinasi, individu tidak dapat mengadakan

kontak interpersonal dan menerima halusinasi sebagai bagian dari

hidupnya.

d. Teori Biokimia

Halusinasi terjadi sebagai respon metabolik terhadap stress yang

menyebabkan dilepaskannya zat halusinogenik.

e. Teori Psikoanalisa

Halusinasi merupakan pertahanan ego untuk melawan rangsangan dari

luar yang ditekan tetapi mengancam, muncul dalam alam sadar.

(W.F. Maramis, 1999:120).

4. Proses Terjadinya Halusinasi

Proses terjadinya halusinasi dibagi menjadi empat fase, yaitu:

a. Fase Utama

Klien mengalami kecemasan, stress, perasaan terpisah dan kesepian. Klien

mungkin melamun atau membayangkan hal-hal yang menyenangkan. Cara

ini akan menolong klien sementara, karena stressnya masih ada. Pada fase

ini klien masih dapat mengontrol kesadarannya. Mengenai pikirannya,

intensitas persepsi klien meningkat.

b. Fase Kedua
Disebut juga fase mendengar pada halusinasi, pemikiran internal menjadi

lebih menonjol. Gambaran halusinasi bunyi dan sensorik mungkin hanya

berupa bisikan yang sama tetapi takut jika orang lain mendengar,

memperhatikan atau mengulangnya. Pada fase ini klien tidak dapat

memproyeksikan seolah-olah halusinasi berasal dari orang lain atau

tempat lain.

c. Fase Ketiga

Halusinasi lebih menonjol, menguasai diri dan mengontrol. Klien menjadi

terbiasa dan tidak berdaya pada halusinasinya, sehingga kadang-kadang

halusinasinya tersebut memberi rasa aman dan kesenangan sementara.

d. Fase Keempat

Klien disibukkan dengan halusinasinya, sehingga tidak mampu melakukan

aktifitas atau interaksi dengan lingkungan, karena dengan halusinasinya

yang semula memberi kesenangan berubah menjadi ancaman, memerintah

dan memarahinya. Klien dapat berada dalam kondisi seperti ini dalam

waktu singkat, beberapa jam, hari ini atau selamanya. Dan jika tidak

dilakukan intervensi, maka akan menjadi kronik.

5. Penyebab/Etiologi

Halusinasi disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain:

a. Faktor Predisposisi

Latar belakang terjadinya halusinasi dipengaruhi oleh bebrapa faktor,

diantaranya:
1. Faktor Tumbuh Kembang

Menurut teori psikoanalisis, penyimpangan pada masa dewasa

berhubungan dengan masa kanak-kanak, sebab tahap perkembangan

mempunyai suatu perkembangan. Jika suatu tugas tidak tercapai atau

lambat, maka akan menyebabkan gangguan terhadap individu tersebut.

2. Faktor Sosial Budaya

Sebagai makhluk sosial, sudah tentu manusia berinteraksi dengan

lingkungan dimana ia tinggal. Kultur sosial merupakan lingkungan

dengan perlakuan atau karya orang lain. Beberpa faktor yang ada di

masyarakat dapat menyebabkan seseorang merasa tersingkir dan

kesepian dari lingkungan.

3. Faktor Biokimia

Hasil penelitian menemukan adanya stress yang meningkat akan

mengkompensasi tubuh untuk menghasilkan suatu zat yang bersifat

halusinogenik.

4. Faktor Psikologis

Kondisi psikologis individu sehubungan dengan masalah-masalah

yang dihadapinya akan menghasilkan kecemasan dan bersikap sesuai

dengan status emosi serta perasaan yang dialami.


5. Faktor Genetik

Menurut hasil penelitian, kembar monozygot memberikan pengaruh

yang lebih tinggi dari kembar zygot pada perkembangan klien dengan

status emosi serta perasaan yang dialaminya.

b. Faktor Presipitasi

Presipitasi dari halusinasi adalah pencetus dimana terjadi kecemasan yang

berat dan lama, dan klien tidak mampu mengatasi masalah dalam hidup.

Faktor sosial budaya misalnya, terjadi kehilangan orang yang dicintai.

Dari faktor biokimia yaitu stress yang dapat mengakibatkan lepasnya zat

halusinogenik yang menyebabkan halusinasi.

c. Perilaku

Berdasarkan perilaku klien, kita dapat mengatasi respon klien terhadap

halusinasinya. Klien dengan halusinasinya akan berperilaku sesuai dengan

isi halusinasinya.

Respon klien terhadap halusinasi antara lain: curiga, ketakutan merusak

diri, kurang masuk akal, mendengar atau melihat sesuatu tanpa rangsangan

yang nyata, menolak makan, dan penyesalan yang dalam.

d. Mekanisme Koping

Segala usaha yang dilakukan untuk menanggulangi stress. Usaha ini dapat

berorientasi pada tugas. Untuk menanggulangi ancaman yang ada atau

pertahanan intrasipkis, klien menggunakan pertahanan, proyeksi matau


menghadapi rangsangan-rangsangan. Akan tetapi koping tidak adekuat

sehingga akan menimbulkan kecemasan.

Adapun mekanisme koping yang bisa terjadi pada klien dgn halusinasi,

adalah:

1) Agresif, yaitu mekanisme koping segi motorik pada efek kemarahan

dan permusuhan yang menonjolkan dorongan untuk mengambil

memaksa atau menyerang.

2) Isolasi, adalah pertahanan diri atau menarik diri dari orang lain

maupun lingkungan.

3) Regresi, dimana mekanisme koping yang digunakan dengan cara

bertingkah laku seperti anak kecil atau tidak sesuai dengan usianya.

(W.F. Maramis, 1999:134).

6. Tanda dan Gejala (W.F. Maramis, 1999:218).

a. Penampilan diri yang tidak sesuai dan berubah dari biasanya.

b. Pembicaraan yang tidak terorganisir dan bentuknya maladaptive seperti

kehilangan hubungan, tidak logis dan berbelit-belit.

c. Aktifitas motorik meningkat atau menurun, impulsif, kataton, dan

beberapa gerakan yang abnormal.

d. Alam perasaan dapat berupa suasana emosi yang memanjang akibat dari

faktor presipitasi, misalnya sedih dan putus asa.


e. Efek merupakan perilaku yang tampak diekspresikan saat klien

mengalami perasaan emosi tertentu. Efek yang maladaptive adalah

tumpul, datar, tidak sesuai, dan ambivalen.

a. Interaksi selama wawancara, klien tampak bercakap cakap, komat-kamit,

tertawa sendiri, dan tidak terkait dengan pembicaraan

b. Persepsi adalah kemampuan mengantisipasi dan menginterpretasikan

stimulus sesuai dengan informasi yang diterima melalui panca indera.

c. Proses pikir, proses informasi yang tidak berfungsi dengan baik akan

mempengaruhi proses pikir yang berdampak pada prose komunikasi.

d. Tingkat kesadaran, kesadaran akan realitas meliputi orientasi waktu,

tempat, dan orang.

e. Daya ingat, perilaku yang tidak terkait erat dengan daya ingat adalah

mudah lupa dan tidak tertarik.

f. Tingkat konsentrasi/perhatian, kemampuan yang berhubungandgn

penyelesaian tugas, sukar berkonsentrasi pada kegiatan atau pekerjaan,

dan perhatian mudah dialihkan.

g. Penampilan dan itik diri, ketidakmampuan dalam mengambil keputusan,

termasuk titik diri, yaitu menilai dan mengevaluasi diri sendiri.

h. Bicara sendiri, tersenyum-senyum sendiri, tertawa sendiri.


B. Tinjauan Tentang Keluarga

1. Pengertian

a. Adalah dua atau lebih dari dua individu bergabung karena hubungan

darah/perkawinan/pengangkatan yang hidup dalam satu rumah tangga,

berinteraksi satu sama laind didalam peranannya masing-masing

menciptakan serta mempertahankan kebudayaan.

(Salvation G. Bailon dan Aracelis Maglaya, 1989).

b. Adalah unit terkecil dari masyarakat, terdiri dari kepala keluarga dan

beberapa orang yang berkumpul dan tinggal disuatu tempat di bawah satu

atap dalam keadaan saling ketergantungan.

(Depkes RI, 1978).

2. Tipe/Bentuk Keluarga

a. Keluarga Inti (Nuclear Family)

Adalah keluarga yang terdiri dari ayah, ibu, dan anak-anak.

b. Keluarga Besar (Extended Family)

Adalah keluarga inti ditambah dengan nenek, kakek, dan saudara-saudara.

c. Keluarga Berantai (Serial Family)

Adalah perempuan dan laki-laki yang menikah lebih dari satu kali dan

merupakan keluarga inti.

d. Keluarga Duda/Janda (Single Family)


Adalah keluarga yang terjadi karena perceraian atau kematian.

e. Keluarga Berkomposisi (Composition Family)

Adalah keluarga yang perkawinannya berpoligami dan hidup bersama.

f. Keluarga Kabitas (Cahabitation)

Adalah dua orang yang menjadi satu tanpa pernikahan tetapi membentuk

satu keluarga. (Pusat Pendidikan dan Kesehatan RI, 1989, : 4).

3. Fungsi Keluarga

Fungsi keluarga dibedakan menjadi:

a.Fungsi Biologis

1. Meneruskan keturunan

2. Memelihara dan membesarkan anak

3. Memenuhi kebutuhan gizi anak

4. Memelihara dan merawat anggota keluarga

b.Fungsi Psikologis

1. Memberi kasih sayang dan rasa aman

2. Memberi perhatian pada anggota keluarga

3. Membina pendewasaan keluarga

4. Membentuk kepribadian anggota keluarga

5. Memberikan identitas keluarga

c. Fungsi Sosialisasi
1. Membina sosialisasi pada anak

2. Membentuk norma tingkah laku

3. Meneruskan nilai budaya keluarga

d. Fungsi Ekonomi

1. Mencari sumber penghasilan

2. Pengaturan penggunaan penghasilan

3. Menabung untuk masa depan dan hari tua

(Pusat Pendidikan dan Kesehatan RI, 1989: 6).

4. Peranan Keluarga

a. Ayah : - berperan sebagai suami dan ayah

- pencari nafkah, pelindung, pemberi rasa aman, kepala

keluarga, anggota masyarakat, dan kelompok sosial.

b. Ibu : - berperan sebagai istri dan ibu

- pengasuh dan pendidik anak-anak, pelindung, anggota

masyarakat, dan kelompok sosial.

c. Anak : - menjalankan peranan psikososial sesuai tingkat

perkembangan fisik, mental, sosial, dan spiritual.

(Pusat Pendidikan dan Kesehatan RI, 1989: 7).

5. Tugas-tugas Keluarga
Terdiri dari 8 tugas pokok, yaitu:

a. Memelihara fisik keluarga dan anggotanya.

b. Memelihara sumber daya dalam keluarga.

c. Pembagian tugas anggota sesuai kedudukan masing-masing.

d. Sosialisasi antar anggota keluarga.

e. Pengaturan jumlah anggota keluarga.

f. Pemeliharaan anggota keluarga.

g. Penempatan anggota keluarga, dalam masyarakat ygb lebih luas.

h. Membangkitkan dorongan dan semangat para anggota keluarga.

C. Tinjauan Tentang Peran Serta Keluarga Dalam Perawatan Klien Dengan

Gangguan Jiwa

Dampak negatif dari perawatan di rumah sakit, mendorong

dicanangkannya pelayanan kesehatan jiwa masyarakat (community based service)

yaitu mempertahankan klien sedapat mungkin di masyarakat. Hal ini mungkin

dilakukan melalui integrasi kesehatan jiwa masyarakat di Puskesmas. Jika tidak

mungkin dipertrahankan maka Puskesmas merujuk klien ke rumah sakit. Dengan

demikian maka asuhan keperawatan adalah dari pelayanan di masyarakat sampai

pelayanan secara terus menerus pada setiap keadaan klien yang mungkin

berfluktuasi di sepanjang rentang sehat-sakit.


Keluarga merupakan sistem pendukung utama yang memberi perawatan

langsung pada setiap keadaan (sehat-sakit) klien. Umumnya keluarga meminta

bantuan tenaga kesehatan jika mereka tidak sanggup lagi merawatnya. Oleh

karena itu asuhan keperawatan yang berfokus pada keluarga bukan hanya

memulihkan keadaan klien tetapi bertujuan untuk mengembangkan dan

meningkatkan kemampuan keluarga dalam mengatasi masalah kesehatan dalam

keluarga tersebut.

Perawat membantu keluarga agar mampu melakukan lima tugas

kesehatan yaitu: (Bailon dan Maglaya).

1. Mengenal masalah kesehatan.

2. Membuat keputusan tindakan kesehatan.

3. Memberi perawatan pada anggota keluarga.

4. Menciptakan lingkungan keluarga yang sehat.

5. Menggunakan sumber yang ada dalam lingkungan masyarakat.

Keluarga mempunyai kemampuan mengatasi masalah akan dapat mencegah

perilaku maladaptive (pencegahan primer), mengalami perilaku maladaptive

(pencegahan tertier) sehingga derajat kesehatan klien dan keluarga dapat

ditingkatkan secara optimal.

1. Perawatan Klien Di Rumah Sakit

Pada awal klien dirawat, perawat hendaknya melakukan kontrak

hubungan dengan klien dan keluarga. Keluarga mengetahui peran dan


tanggung jawabnya dalam proses keperawatan yang direncanakan melalui

kontrak yang telah disepakati.

Hubungan saling percaya antara perawat dan klien merupakan dasar

utama untuk membantu klien mengungkapkan dan mengenal perasaannya,

mengidentifikasi kebutuhan dan masalahnya, mencari alternatif pemecahan

masalah, melaksanakan alternatif yang dipilih serta mengevaluasi hasilnya.

Proses ini harus dilalui oleh klien dan keluarga agar dimasa yang akan datang

(di rumah) keluarga dapat membantu klien dengan cara yang sama.

Pelibatan keluarga dalam perawatan di rumah sakit hanya dapat

dicapai dengan proses keperawatan. Apakah klien yang pulang dari rumah

sakit sudah melalui proses perawatan yang tepat? Apakah keluarga sudah

dilibatkan dalam asuhan klien? Banyak klien yang jarang dikunjungi oleh

keluarga bahkan ada keluarga yang datang ke rumah sakit hanya untuk urusan

administrasi. Akibatnya keluarga tidak mempunyai pengetahuan tentang

masalah klien dan cara penanganannya.

Tindakan keperawatan terhadap keluarga antara lain:

a. Menyertakan keluarga dalam perawatan klien.

b. Menjelaskan pola perilaku klien dan cara penanganannya.

c. Membantu keluarga berperilaku teraupetik, yang dapat menolong

pemecahan masalah klien.

d. Mengadakan pertemuan antar keluarga klien: diskusi, membagi

pengalaman, mengantisipasi masalah klien.


e. Melakukan terapi-keluarga.

f. Menganjurkan kunjungan keluarga yang teratur.

2. Persiapan Pulang

Perawatan di rumah sakit akan bermakna jika dilanjutkan dengan

perawatan di rumah. Untuk itu, selama di rumah sakit perlu dilakukan

persiapan pulang. Persiapan pulang dilakukan sesegera mungkin setelah

dirawat serta diintegrasikan di dalam proses keperawatan. Jadi, persiapan

pulang bukan persiapan yang dilakukan pada hari atau sehari sebelum klien

pulang.

Persiapan atau rencana pulang bertujuan untuk (Jipp dan Sims, 1986):

a. Menyiapkan klien dan keluarga secara fisik, psikologis dan sosial.

b. Meningkatkan kemandirian klien dan keluarga.

c. Melaksanakan rentang perawatan antara rumah sakit dan masyarakat.

d. Menyelenggarakan proses pulang yang bertahap.

Tindakan perawatan yang perlu dilakukan sebelum membuat rencana

klien pulang adalah sebagai berikut: pengkajian faktor yang mempengaruhi

rencana persiapan pulang.

Dari informasi yang didapat, diidentifikasi masalah yang berkaitan

dengan keadaan klien, kemudian dibuat rencana keperawatan yang bertujuan

mengatasi masalah tersebut.

Beberapa tindakan keperawatan yang dapat dilakukan dalam persiapan

pulang adalah:
a. Pendidikan (edukasi, reduksi, reorientasi)

Youssef (1987) menemukan penurunan angka kambuh pada klien dan

keluarga yang mengikuti program pendidikan. Pendidikan kesehatan ini

ditujukan pula untuk mencegah atau menguraikan dampak gangguan jiwa

bagi klien. Program pendidikan yang dapat dilakukan adalah:

1) Keterampilan khusus: ADL, perilaku adaptif, aturan makan obat,

penataan rumah tangga, identifikasi gejala kambuh, pemecahan

masalah.

2) Keterampilan umum: komunikasi efektif, ekspresi emosi yang

konstruktif, relaksasi, pengolahan stress (stress management).

b. Program pulang bertahap

Setelah kita mempunyai kemampuan dan keterampilan mandiri maka

klien dapat mengikuti program pulang bertahap. Tujuannya adalah melatih

klien kembali ke lingkungan keluarga dan masyarakat. Klien, keluarga

dan jika perlu masyarakat dipersiapkan, antara lain apa yang harus

dilakukan klien dirumah, apa yang harus dilakukan keluarga untuk

membantu adaptasi. Kegiatan yang dilakukan klien dan keluarga di rumah

dapat dibuatkan daftar dan evaluasi keberhasilannya sebagai data untuk

rencana berikut. Lamanya pulang (cuti) ditentukan secara bertahap,

misalnya dimulai dengan satu kali seminggu (week and leave),

ditingkatkan dua kali seminggu, kemudian cuti satu minggu.


c. Rujukan

Integrasi kesehatan jiwa di Puskesmas sebaiknya mempunyai

hubungan langsung dengan rumah sakit. Perawat komuniti (Puskesmas)

sebaiknya mengetahui perkembangan klien di rumah sakit dan berperan

serta dalam membuat rencana pulang.

3. Perawatan Di Rumah

Setelah klien pulang ke rumah, sebaiknya klien melakukan perawatan

lanjutan pada Puskesmas di wilayahnya yang mempunyai program integrasi

kesehatan jiwa. Perawat komuniti yang menangani klien dapat menganggap

rumah klien sebagai “ruangan perawatan”. Perawat, klien dan keluarga

bekerja sama untuk membantu proses adaptasi di dalam keluarga dan

masyarakat. Perawat dapat membuat kontrak dengan keluarga tentang jadwal

kunjungan rumah dan aftercare di Puskesmas.

Contoh jadwal kunjungan rumah:

Minggu pertama = 2 kali per hari

Minggu kedua = 1 kali per hari

Minggu ketiga = 3 kali per minggu

Minggu keempat = 2 kali per minggu

Bulan kedua s/d enam bulan = 1 kali per minggu

Selanjutnya = 1 kali per bulan


Contoh jadwal aftercare:

Bulan pertama = 2 kali per bulan, ditemani keluarga

Bulan kedua = 2 kali per bulan, diantar ke kendaraan

Bulan ketiga = 2 kali per bulan, sendiri

Selanjutnya = 1 kali per bulan, sendiri

Jadwal kunjungan rumah dan aftercare dapat dimodifikasi sesuai

dengan kebutuhan klien.

Perawat klien dan keluarga menyesuaikan diri di lingkungan keluarga,

dalam hal sosial, perawatan mandiri dan kemampuan memecahkan masalah.

Perawat dapat memantau dan mengidentifikasi gejala kambuh dan segera

melakukan tindakan sehingga dapat dicegah perawatan kembali di rumah

sakit.

(Budi Anna Keliat, SKp., MSc., 1998: 11-18).

D. Tinjauan Tentang Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Peran Serta

Keluarga

1. Motivasi

a. Defenisi

Manusia bukanlah benda mati yang bergerak hanya bila ada daya

dari luar yang mendorongnya, melainkan makhluk yang mempunyai daya-

dalam dirinya sendiri/bergerak. Oleh karena itu motivasi sering disebut

penggerak perilaku (the energizer of behavior).


Ada juga yang menyatakan bahwa motivasi adalah penentu

(determinan) perilaku. Dengan kata lain, motivasi adalah suatu

Kontrukteoritis mengenai terjadinya perilaku.

Arti motivasi sendiri banyak dikemukakan para penulis yang

intinya adalah “memberikan rangsangan atau pendorong, atau suatu

kegairahan pada seseorang atau kelompok yang mau bekerja semestinya

dan penuh semangat, dengan kemampuan (potensi) yang dimilikinya

untuk mencapai tujuan secara berdaya guna dan berhasil guna”.

(Irwanto, 1994: 193).

b. Daur Motivasi

Perilaku terjadi karena determinan tertentu, baik biologis,

psikologis, maupun yang berasal dari lingkungan. Determinanini akan

merangsang timbulnya suatu keadaan (bio) psikologis tertentu dalam

tubuh yang disebut kebutuhan, kebutuhan menciptakan suatu keadaan

tegang (tension), dan ini mendorong perilaku untuk memenuhi kebutuhan

dasar tersebut.

Bila kebutuhan sudah terpenuhi, maka ketegangan akan melemah

(relief), sampai timbulnya ketegangan lagi karena munculnya ketegangan

baru. Inilah yang disebut daur motivasi.

(Irwanto, 1994: 159).

c. Ciri-ciri motivasi

Berikut ini berapa ciri motivasi dalam perilaku:


1) Pergerakan perilaku menggejala dalam bentuk tanggapan-tanggapan

yang bervariasi. Motivasi tidak hanya merangsang suatu perilaku

tertentu saja, tetapi merangsang berbagai kecenderungan berperilaku

yang memungkinkan tanggapan yang berbeda-beda.

2) Kekuatan dan efiensi perilaku mempunyai hubungan yang bervariasi

dengan kekuatan determinan. Rangsang yang lemah mungkin

menimbulkan reaksi hebat atau selebihnya.

3) Motivasi menyerahkan perilaku pada tujuan tertentu.

4) Penguatan positif (positive reinforcement) menyebabkan suatu

perilaku tertentu cenderung untuk diulang kembali.

5) Kekuatan perilaku akan melemahbila akibat dari perbuatan itu bersifat

tidak enak.

(Joko Wijono: 194).

d. Jenis-jenis motivasi

1) Motivasi positif

Yaitu dengan pemberian penghargaan, hadiah, kehormatan, dan

sebagainya.

2) Motivasi negatif

e. Tujuan Motivasi
Tujuan motivasi, antara lain:

1) Untuk mengubah perilaku sesuai dengan keinginan

2) Untuk meningkatkan kemauan kerja

3) Untuk meningkatkan disiplin

4) Untuk meningkatkan rasa tanggungjawab terhadap tugas

5) Untuk meningkatkan rasa produktifitas

(Joko Wijono: 73)

f. Teori motivasi

1) Teori instink

Instink adalah suatu disposisi (kecenderungan) yang ditentukan secara

genetis untuk berperilaku secara tertentu bila dihadapkan rangsangan-

rangsangan tertentu. Teori instink banyak dipengaruhi oleh teori

evolusi Charles Darwin (1809- 1889) dan teori perilaku dari William

James (1842- 1910). William James beranggapan bahwa sebagian

perilaku manusia ditentukan oleh instink.

2) Teori motivasi klasik Frederick Herzberg

Teori ini memandang bahwa pegawai hanya mau bekerja karena

didorong oleh kebutuhan biologis, untuk mempertahankan hidup saja.

Kebutuhan ini dapat dicukupi melalui upah gaji yang berupa uang atau

barang sebagai imbalan kerjanya.


3) Teori motivasi Abraham H. Maslow (Teori Hirarki dari kebutuhan

Maslow).

2. Pendidikan

Pendidikan merupakan bimbingan yang diberikan oleh seseorang

terhadap perkembangan orang lain menuju kearah suatu cita-cita tertentu

(Suwarno, 1992). Jadi dapat dikatakan bahwa pendidikan itu menuntut

manusia untuk berbuat mengisi kehidupannya untuk mencapai keselamatan

dan kebahagiaan.pendidikan diperlukan untuk mendapatkan informasi,

misalnya hal-hal yang menunjang kesehatan, sehingga dapat meningkatkan

kesehatan dan kualitas hidup. Menurut Y. B. Mantra yangb dikutip oleh

Notoatmojo (1985), pendidikan dapat mempengaruhi seseorang termasuk

perilaku seseorang akan pola hidup terutama dalam motivasi untuk ikut

berperan serta dalam pembangunan kesehatan. Makin tinggi tingkat

pendidikan seseorang, makin mudah menerima informasi, sehingga

diharapkan makin banyak pula pengetahuan yang dimiliki dapat diasumsikan

bahwa faktor pendidikan saat mempengaruhi perilaku seseorang, contohnya

dalam perawatan kesehatan.

3. Pengetahuan

Pengetahuan merupakan kemampuan seseorang untuk mengingat

fakta, simbol, prosedur teknik, dan teori (Notoatmojo, 1996; 127). Pada

umumnya, pengetahuan seseorang dipengaruhi pendidikan yang pernah


diterima. semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang maka semakin baik

pula tingkat pengetahuannya (Nursalam DKK, 2001).

Seseorang yang termotivasi untuk ikut berperan serta dalam proses

perawatan, bila ia mengetahui arti pentingnya kesehatan dan berkinginan

untuk memberikan peran sertanya bagi kesembuhan pasien. Sebaiknya,

seseorang yang tidak termotivasi untuk serta dalam perawatan, bila ia tidak

mengetahui arti pentingnya kesehatan dan tidak berkeinginan untuk ikut serta

dalam perawatan pasien.

Beberapa uraian diatas, tingkat pengetahuan juga mempengaruhi

perilaku seseorang untuk berperan serta dalam proses perawatan pasien.

4. Pekerjaan

Adalah kesibukan yang harus dilakukan terutama untuk menunjang

kehidupannya dan kehidupan keluarga. Pekerjaan bukanlah sumber

kesenangan tetapi lebih banyak merupakan cara mencari nafkah yang

membosankan, berulang dan banyak tantangan. (Nursalam 2001:133).

menurut Thomas (1996), pekerjaan adalah kegiatan yang harus dilakukan

terutama untuk menunjang kehidupannya dan kehidupan keluarganya.

Penghasilan yang didapat dari bekerja membutuhkan waktu yang tidak

sedikit, maka kesempatan untuk merawat anggota keluarga pun berkurang.


B A B III

KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL

A. Kerangka Konsep

Kerangka konsep atau paradigma yang digunakan dalam penelitian ini

adalah paradigma tunggal sederhana. Pada penelitian ini, peneliti akan meneliti

beberapa variabel, antara lain: gambaran responden meliputi pengetahuan,

pendidikan penghasilan dan motivasi.

Sebagai variabel dependen dan peran serta keluarga dalam perawatan

halusinasi sebagai variabel independen. Secara skematis digambarkan sebagai

berikut:

Gambar 3.1
Kerangka Konsep Penelitian

Variabel Independen Variabel Dependen

Pengetahuan

Pendidikan Peran serta keluarga


dalam perawatan klien
pekerjaan dengan halusinasi

Motivasi

Input dalam penelitian ini adalah peran serta keluarga yang dipengaruhi

oleh faktor-faktor: pengetahuan, pendidikan, penghasilan dan motivasi. Faktor

tersebut mempengaruhi peran keluarga dalam merawat klien dengan halusinasi.


Sedangkan output yang diharapkan yaitu adanya peran serta keluarga dalam

merawat klien dengan halusinasi.

B. Definisi Operasional

Variabel Dependen

1. Peran serta keluarga

Definisi : Merupakan bagian utama yang harus dilaksanakan oleh salah

satu anggota keluarga (ibu, bapak, anak-anak).

Alat ukur : Kuesioner

Cara ukur : Wawancara

Skala ukur : Ordinal

Hasil ukur : 0 = kurang ( < median )

1 = baik ( ≥ median )

2. pekerjaan

Definisi : Penghasilan/pendapatan keluarga berdasarkan UMR.

Alat ukur : Kuesioner

Cara ukur : Wawancara

Skala ukur : Ordinal

Hasil ukur : 0 = kurang ( < median )

1 = baik ( ≥ median )

3. Motivasi
Definisi : Adalah dorongan yang timbul pada diri seseorang secara

sadar atau tidak sadar untuk melakukan sikap dengan tujuan

tertentu; pengarahan.

Alat ukur : Kuesioner

Cara ukur : Wawancara

Skala ukur : Ordinal

Hasil ukur : 0 = kurang ( < median )

1 = baik ( ≥ median )

Variabel independen

1. Pengetahuan

Definisi : Adalah kemampuan responden untuk menjelaskan hal-hal

yang berhubungan dengan halusinasi.

Alat ukur : Kuesioner

Cara ukur : Wawancara

Skala ukur : Ordinal

Hasil ukur : 0 = kurang ( < median )

1 = baik ( ≥ median )

2. Pendidikan
Definisi : Adalah pendidikan formal berdasarkan kepemilikan ijazah

terakhir.

Alat ukur : Kuesioner

Cara ukur : Wawancara

Skala ukur : Ordinal

Hasil ukur : 0 = kurang ( < median )

1 = baik ( ≥ median )
B A B IV

METODE PENELITIAN

A. Desain Penelitian

Penelitian ini merupakan suatu penelitian dengan menggunakan metode

deskriptif, dimana peneliti ingin membuat gambaran tentang peran serta keluarga

dalam perawatan klien dengan halusinasi, tanpa membuat perbandingan atau

hubungan antar variabel yang ada.

B. Populasi dan Sampel

1. Populasi

Populasi adalah keseluruhan subyek penelitian yang akan diteliti

(Notoatmojo, 1993:33). Pada penelitian ini populasinya adalah salah satu

anggota keluarga dari semua pasien penderita skizofrenia yang dirawat inap

dan dirawat jalan di RSJ Madani Palu.

2. Sampel

Adalah sebagian dari keseluruhan obyek penelitian yang akan diteliti

dan dianggap mewakili seluruh populasi (Notoadmodjo, 1993). Pada

penelitian ini sampel diambil dari salah satu anggota keluarga pasien yang

menderita skizofrenia dengan halusinasi yang datang ke RSJ. Madani yang

memenuhi kriteria inklusi. Sampel dipilih berdasarkan metode purposive

sampling, dimana keluarga pasien yang dimasukkan dalam penelitian ini

adalah semua keluarga pasien yang menderita skizofrenia dengan halusinasi

yang dirawat di RSJ. Madani pada bulan September sampai dengan November
2005. Untuk menentukan besar sampel pada penelitian ini menggunakan

rumus slovin.

C. Pengumpulan Data

1. Jenis Data

Jenis data yang dikumpulkan adalah :

a. Data primer, yaitu data yang dikumpulkan melalui wawancara dengan

menggunakan kuesioner kepada keluarga pasien di RSJ. Madani Palu.

b. Data sekunder, yaitu data yang didapat melalui rekam medik RSJ.

Madani Palu.

2. Cara Pengumpulan Data

Cara pengumpulan data adalah melalui wawancara kepada keluarga pasien

yang memenuhi kriteria inklusi untuk dapat dijadikan responden dengan

menggunakan kuesioner.

D. Pengolahan Data

Pengolahan data dilakukan dengan beberapa tahap, yaitu :

1. Editing Data, yaitu dilakukan untuk memeriksa adanya kesalahan atau

kekurangan data yang diperoleh.

2. Coding Data, yaitu dilakukan guna memberikan kode pada nomor jawaban

yang telah diisi oleh responden untuk memudahkan peneliti dalam keperluan

entry data ke program komputer untuk kebutuhan analisis.

3. Entry Data, yaitu memasukkan data ke program komputer untuk kebutuhan

analisis.
4. Cleaning Data, yaitu melakukan pengecekan akhir atas semua data yang telah

dimasukkan agar tidak menimbulkan bias dalam analisis.

E. Analisa Data

Penelitian ini menggunakan analisa data deskriptif, yaitu memberikan

gambaran tentang kondisi objek tanpa membuat suatu perbandingan. Analisa

yang digunakan adalah analisa univariat dengan menghitung distribusi frekuensi

dan proporsi tiap variabel yang diteliti.

F. Etika Penelitian

1. Informed Consent

Sebelum melakukan penelitian maka akan diedarkan lembar persetujuan

untuk menjadi responden, dengan tujuan agar subyek mengerti maksud dan

tujuan penelitian, serta mengetahui dampaknya. Jika subyek bersedia, maka

responden harus menanda tangani lembar persetujuan dan jika responden

bersedia maka peneliti harus menghormati hak pasien.

2. Anomity (tanpa nama)

Menjelaskan bentuk alat ukur dengan tidak perlu mencantumkan nama pada

lembar pengumpulan data, hanya menuliskan kode pada lembar pengumpulan

data.

3. Confidentiality

Kerahasiaan informasi yang telah dikumpulkan dijamin kerahasiaan oleh

peneliti, hanya kelompok data tertentu yang akan dilaporkan pada hasil riset.
G. Keterbatasan Penelitian

Dalam penelitian ini, keterbatasan yang dihadapi oleh peneliti adalah:

1. Pengumpulan data dengan kuesioner memiliki jawaban lebih banyak

dipengaruhi oleh sikap dan harapan-harapan pribadi pasien/keluarga yang

bersifat subyektif, sehingga hasilnya kurang mewakili.

2. Instrumen penelitian di rancang sendiri dan belum dilakukan uji coba.

Anda mungkin juga menyukai