Anda di halaman 1dari 40

MODUL PERPAJAKAN.

(EDA 205)

MODUL 14
PAJAK BUMI DAN BANGUNAN, BEA PEROLEHAN HAK.

DISUSUN OLEH
Drs. DARMANSYAH HS. AkT. MM. CISA.

UNIVERSITAS ESA UNGGUL


2020

Universitas Esa Unggul


http://esaunggul.ac.id 0 / 40
PERPAJAKAN
Pajak Bumi dan Bangunan, bea Perolehan Hak.

A. Kemampuan Akhir Yang Diharapkan

Setelah mempelajari modul ini, diharapkan mahasiswa mampu :


.
 Mahasiswa memahami dan mampu menjelaskan Pajak Bumi dan Bangunan, bea
Perolehan Hak
 Obyek, Tarif, Dasar Pengenaan dan Perhitungannya.

B. Uraian dan Contoh


Pajak Bumi dan Bangunan adalah pungutan atas tanah dan bangunan yang muncul karena
adanya keuntungan dan/atau kedudukan sosial ekonomi bagi seseorang atau badan yang
memiliki suatu hak atasnya, atau memperoleh manfaat dari padanya.
DASAR HUKUM
Dasar hukum Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) adalah Undang-Undang No.12 Tahun 1985
sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang No.12 Tahun 1994.

ASAS
Asas Pajak Bumi dan Bangunan:
1. Memberikan kemudahan dan kesederhanaan.
2. Adanya kepastian hukum.
3. Mudah dimengerti dan adil.
4. Menghindari pajak berganda.

PENGERTIAN-PENGERTIAN
Bumi adalah permukaan bumi dan tubuh bumi yang ada di bawahnya. Permukaan bumi
meliputi tanah dan perairan pedalaman (termasuk rawa-rawa, tambak, perairan) serta laut
wilayah Republik Indonesia.
Bangunan adalah konstruksi teknik yang ditanam atau dilekatkan secara tetap pada tanah
dan/atau perairan.
Termasuk dalam pengertian bangunan adalah:
1. Jalan lingkungan dalam satu kesatuan dengan kompleks bangunan.
2. Jalan tol

Universitas Esa Unggul


http://esaunggul.ac.id 1 / 40
3. Kolam renang
4. Pagar mewah
5. Tempat olahraga
6. Galangan kapal dermaga
7. Taman mewah
8. Tempat penampungan kilang minyak, air dan gas, pipa minyak
9. Fasilitas lain yang memberikan manfaat
Surat Pemberitahuan Objek Pajak (PSOP) adalah surat yang digunakan oleh Wajib
Pajak untuk melaporkan data objek menurut ketentuan Undang-Undang Pajak Bumi dan
Bangunan.
Surat Pemberitahuan Pajak Terutang (SPPT) adalah surat yang digunakan oleh
Direktorat Jenderal Pajak untuk memberitahukan besamya pajak terutang kepada Wajib
Pajak. Direktorat Jenderal Pajak menerbitkan SPPT (Surat Pemberitahuan Pajak Terutang)
berdasarkan SPOP (Surat Pernberitahuan Objek Pajak) Wajib Pajak

NILAI JUAL OBJEK PAJAK


Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) adalah harga rata-rata yang diperoleh dari transaksi jual
beli yang terjadi secara wajar, dan bilamana tidak terdapat transaksi jual beli, Nilai Jual Objek
Pajak ditentukan melalui perbandingan harga dengan objek lain yang sejenis, atau
nilai perolehan baru, atau Nilai Jual Objek Pajak pengganti.
Yang dimaksud dengan:
1. Perbandingan harga dengan objek lain yang sejenis adalah suatu pendekatan/metode
penentuan nilai jual suatu objek pajak dengan cara rnernbandingkannya dengan objek
pajak lain yang sejenis, yang letaknya berdekatan dan fungsinya sama dan telah
diketahui harga jualnya.
2. Nilai perolehan baru adalah suatu pendekatan/metode penentuan nilai jual suatu objek
pajak dengan cara rnenghitung seluruh biaya yang dikeluarkan untuk rnernperoleb
objek tersebut pada saat penilaian dilakukan, yang dikurangi dengan penyusutan
berdasarkan kondisi fisik objek tersebut.
3. Nilai jual pengganti adalah suatu pendekatan Metode penentuan nilai jua\ suatu objek
pajak yang berdasarkan pada hasil produksi objek pajak tersebut.

Universitas Esa Unggul


http://esaunggul.ac.id 2 / 40
Besarnya NJOP ditentukan berdasarkan klasifikasi:
1. Objek Pajak Sektor Pedesaan dan Perkotaan.
2. Objek Pajak Sektor Perkebunan.
3. Objek Pajak Sektor Kehutanan atas Hak Pengusahaan Hutan, Hak Pengusahaan Hasil
Hutan, lzin Pemanfaatan Kayu serta Izin Sah Lainnya selain Hak Pengusahaan Hutan
Tanaman Industri.
4. Objek Pajak Sektor Kehutanan atas Hak Pengusahaan Hutan Tanaman Industri.
5. ObjekPajak Sektor Pertambangan Minyak dan Gas bumi.
6. Objek Pajak Sektor Pertambangan Energi Panas Bumi.
7. Objek Pajak Sektor Pertambangan Non Migas SeIain Pertambangan Energi Panas Bumi
dan Galian C.
8. Objek Pajak Sektor Pertambangan Non Migas Galian C.
9. Objek·Pajak Sektor Pertambangan yang Dikeiola Berdasarkan Kontrak Karya atau
Kontrak Kerja Sama.
10. Objek Pajak Usaha Bidang Perikanan Laut,
11. Objek Pajak Usaha Bidang Perikanan Darat.
12. Objek Pajak yang Bersifat Khusus.

OBJEK PAJAK
1. Yang menjadi objek pajak adalah bumi dan atau bangunan.
2. Yang dimaksud dengan klasifikasi bumi dan bangunan adalah pengelompokan bumi
dan bangunan menurut niIai jualnyadan digunakan sebagai pedoman, serta untuk
memudahkan penghitungan pajak yang terutang.
Dalam menentukan klasifikasi bumi/tanah diperhatikan faktor-faktor sebagai berikut:
a. Letak..
b. Peruntukan.
c. Pemanfaatan.
d. Kondisi lingkungan dan lain-lain.
Dalam menentukan klasifikasi bangunan diperhatikan faktor-faktor sebagai berikut:
a. Bahan yang digunakan.
b. Rekayasa.

Universitas Esa Unggul


http://esaunggul.ac.id 3 / 40
c. Letak.
d. Kondisi lingkungan dan lain-lain.

3. Pengecualian Objek Pajak


Objek pajak yang tidak dikenakan Pajak Bumi dan Bangunan adalah objek pajak yang:
a. Digunakan semata-mata untuk melayani kepentingan umum dan tidak untuk
mencari keuntungan, antara lain:
1) Di bidang ibadah, contoh: masjid, gereja, vihara.
2) Di bidang kesehatan, contoh: rumah sakit.
3) Di bidang pendidikan, contoh: madrasah, pesantren.
4) Di bidang sosial, contoh: panti asuhan.
5) Di bidang kebudayaan nasional, contoh: museum, candi.
b. Digunakan untuk kuburan, peninggalan purbakala, atau yang sejenis dengan itu.
c. Merupakan hutan lindung, hutan suaka alam, hutan wisata, taman nasional, tanah
penggembalaan yang dikuasai oleh desa, dan tanah negara yang belum dibebani
suatu hak.
d. Digunakan oleh perwakilan diplomatik, konsulat berdasarkan asas perlakuan
timbal balik.
e. Digunakan oleh badan atau perwakilan organisasi internasional yang ditentukan
oleh Menteri Keuangan.

Catatan:
Yang dimaksud dengan tidak dimaksudkan untuk memperoleh keuntungan adalah
bahwa objek pajak itu diusahakan untuk melayani kepentingan umum, dan nyata- nyata
tidak ditujukan untuk mencari keuntungan. Hal ini dapat diketahui antara lain dari
anggaran dasar dan anggaran rumah tangga dari yayasan/badan yang bergerak dalam
bidang ibadah, sosial, kesehatan, pendidikan, dan kebudayaan nasional tersebut. Termasuk
pengertian ini adalah hutan wisata milik negara sesuai Pasal Undang-Undang No.5 Tahun
1967 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Kehutanan.
4. Objek pajak yang digunakan oleh negara untuk penyelenggaraan pemerintahan, penentuan
pengenaan pajaknya diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.
Yang dimaksud dengan objek pajak adalah objek pajak yang dimiliki/dikuasai/
digunakan oleh Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah dalam menyelenggarakan
pemerintahan. Pajak Bumi dan Bangunan adalah pajak negara yang sebagian besar

Universitas Esa Unggul


http://esaunggul.ac.id 4 / 40
penerimaannya merupakan pendapatan daerah yang antara lain dipergunakan untuk
penyediaan fasilitas yang juga dinikmati oleh Pemerintah Pusat . dan Pemerintah
Daerah. Oleh sebab itu, wajar Pemerintah Pusat juga ikut membiayai penyediaan
fasilitas tersebut melalui pembayaran Pajak Bumi dan Bangunan.
Mengenai bumi danlatau bangunan milik perseorangan dan/atau bukan yang digunakan
oleh negara, kewajiban perpajakannya tergantung pada perjanjian yang diadakan.
5. Besarnya Nilai Jual Objek Pajak Tidak Kena Pajak (NJOPTKP) ditetapkan untuk
masing-masing Kabupaten/Kota dengan besar setinggi-tingginya Rp12.000.000,00
(dua belas juta rupiah) untuk setiap Wajib Pajak. Apabila seorang Wajib Pajak
mempunyai beberapa objek pajak, yang diberikan NJOPTKP hanya salah satu objek
pajak yang nilainya terbesar, sedangkan objek pajak lainnya tetap dikenakan secara
penuh tanpa dikurangi NJOPTKP.
Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jendral Pajak atas nama Menteri Keuangan
menetapkan besarnya NJOPTKP dengan mempertimbangkan pendapat gubemur/
bupati/Wali Kota (pemerintah Daerah) setempat.
Untuk lebih jelasnya diberikan contoh berikut ini:
a. Seorang Wajib Pajak mempunyai objek pajak berupa burni dengan nilai
Rp4.000.000,00 dan besarnya NJOPTKP untuk objek pajak wilayah tersebut adalah
Rp6.000.000,00. Karena NJOP berada di bawah batas NJOPTKP (Rp6.000.000,00),
maka objek pajak tersebut tidak dikenakan Pajak Bumi dan Bangunan.

b. Seorang Wajib Pajak mempunyai objek pajak berupa bumi dan bangunan di Desa A
dan Desa B dengan nilai sebagai berikut:
Desa A:
NJOP Bumi Rp13.000.000,00
NJOP Bangunan Rp 9.000.000,00
Desa B
NJOP Bumi Rp 8.000.000,00
NJOP Bangunan Rp10.000.000,00
dan NJOPTKOP untuk objek pajak wilayah tersebut adalah Rp 10.000.000,00

Dengan data tersebut di atas, maka NJOP untuk perhitungan PBBnya sebagai berikut:

Universitas Esa Unggul


http://esaunggul.ac.id 5 / 40
Langkah pertama adalah mencari NJOP dari dua desa tersebut yang mempunyai nilai
paling besar, yaitu desa A. Maka NJOP untuk perhitungan PBB adalah:
NJOP Bumi Rp13.000.000,00
NJOP Bangunan Rp 9.000.000,00
NJOP sebagai dasar pengenaan PBB Rp22.000.000,00
NJOPTKP Rp10.000.000,00
NJOP untuk penghitungan PBB Rp12.000.000,00
Kemudian untuk Desa B
NJOP untuk penghitungan PBB:
NJOP Bumi Rp 8.000.000,00
NJOP Bangunan Rp10.000.000,00
NJOP sebagai dasar pengenaan PBB Rp18.000.000,00
NJOPTKP Rp 0,00
NJOP untuk penghitungan PBB Rp18.000.000,00

SUBJEK PAJAK
1. Yang menjadi subjek pajak adalah orang atau badan yang secara nyata mempunyai
suatu bak atas bumi, danlatau memperoleh manfaat atas bumi, danlatau memiliki,
menguasai, danlatau memperoleh manfaat atas bangunan. Dengan demikian tanda
pembayaran/pelunasan pajak bukan merupakan bukti pemilikan hak.
2. Subjek pajak sebagaimana dimaksud dalam no. 1 yang dikenakan kewajiban membayar
pajak menjadi Wajib Pajak.
3. Dalam hal atas suatu objek pajak belum jelas diketahui Wajib Pajaknya, Direktur
Jendral Pajak dapat menetapkan subjek pajak sebagaimana dimaksud dalam no. 1 sebagai
Wajib Pajak.
Hal, ini berarti memberikan kewenangan kepada Dirjen Pajak untuk menentukan
subjek Wajib Pajak. apabila suatu objek pajak belum jelas Wajib Pajaknya.
Untuk lebih jelas diberikan contoh berikut ini:
a. Subjek Pajak X memanfaatkan atau menggunakan bumi danlatau bangunan milik Y
bukan karena sesuatu hak berdasarkan undang-undang atau bukan karena perjanjian,
maka X yang memanfaatkan/menggunakan bumi dan/atau bangunan ditetapkan
sebagai Wajib Pajak.

Universitas Esa Unggul


http://esaunggul.ac.id 6 / 40
b. Suatu objek pajak yang masih dalam sengketa pemilikan di pengadilan, maka orang
atau badan yang memanfaatkan/menggunakan objek pajak tersebut ditetapkan sebagai
Wajib Pajak.
c. Subjek pajak dalam waktu yang lama berada di luar wilayah letak objek pajak,
sedangkan untuk merawat objek pajak tersebut dikuasakan kepada orang' atau
badan, maka orang atau badan yang diberi kuasa dapat ditunjuk sebagai Wajib
Pajak. Penunjukan sebagai Wajib Pajak oleh Dirjen Pajak bukan merupakan bukti
pemilikan hak.
4. Subjek pajak yang ditetapkan sebagaimana dimaksud dalam no. 3 dapat memberikan
keterangan secara tertulis kepada Direktur Jenderal Pajak bahwa ia bukan Wajib Pajak
terhadap objek pajak dimaksud.
5. Bila keterangan yang diajukan oleh Wajib Pajak dalam no. 4 disetujui, maka Direktur
Jenderal Pajak membatalkan penetapan sebagai Wajib Pajak sebagaimana dalam no. 3
dalam jangka waktu satu bulan sejak diterimanya surat keterangan dimaksud.
6. Bila keterangan yang diajukan itu tidak disetujui, maka Direktur Jenderal Pajak
mengeluarkan surat keputusan penolakan dengan disertai alasan-alasannya.
7. Apabila setelah jangka waktu satu bulan sejak tanggal diterimanya keterangan
sebagaimana dalam no. 4 Direktur Jenderal Pajak tidak memberikan keputusan, maka
keterangan yang diajukan itu dianggap disetujui.
Apabila Direktur Jenderal Pajak tidak memberikan keputusan dalam waktu 1 (satu) bulan
sejak tanggal diterimanya keterangan dari Wajib Pajak, maka ketetapan sebagai Wajib
Pajak gugur dengan sendirinya dan berhak mendapatkan keputusan pencabutan penetapan
sebagai Wajib Pajak.

TARIF PAJAK
Tarif pajak yang dikenakan atas objek pajak adalah sebesar 0,5% (lima per sepuluh persen).

DASAR PENGENAAN PAJAK


1. Dasar pengenaan pajak adalah Nilai Jua1 Objek Pajak (NJOP).
2. Besarnya Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) ditetapkan setiap tiga tahun oleh Kepala
Kantor Wilayah Direktorat Jendral Pajak atas nama Menteri Keuangan dengan
mempertimbangkan pendapat Gubernur/Bupati/Wali Kota (Pemerintah Daerah)
setempat.
3. Dasar penghitungan pajak adalah yang ditetapkan serendah-rendahnya 20% dan

Universitas Esa Unggul


http://esaunggul.ac.id 7 / 40
setinggi-tingginya 100% dari Nilai Jual Objek Pajak (NJOP).
4. Besamya persentase ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah dengan memperhatikan
kondisi ekonomi nasional.
Pada dasamya penetapan Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) adalah 3 (tiga) tahun sekali. Namun
demikian, untuk daerah tertentu yang karena perkembangan pembangunan mengakibatkan
kenaikan NJOP cukup besar, maka penetapan nilai jual ditetapkan setahun sekali.

Dalam menetapkan nilai jual, Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jendral Pajak atas nama
Menteri Keuangan dengan mempertimbangkan pendapat Gubemur/Bupati/Wali Kota
(pemerintah Daerah) setempat serta memperhatikan asas self assessment. Yang dimaksud
(assessment value) adalah nilai jual yang dipergunakan sebagai dasar penghitungan pajak,
yaitu suatu persentase tertentu dari nilai jual sebenamya.
Contoh:
1. Nilai jual suatu objek pajak sebesar Rp2.000.000,00. Persentase misalnya 20%, maka
besamya = 20% x Rp2.000.000,00 =Rp400.000,00.
2. Nilai jual suatu objek pajak sebesar Rp2.000.000.000,00. Persentase misalnya 40%,
maka besamya 40% x Rp2.000.000.000,00 =Rp800.000.000,00.
Untuk perekonomian sekarang ini, terutama untuk.tidak terlalu membebani Wajib Pajak
di daerah pedesaan, tetapi dengan tetap memperhatikan penerimaan, khususnya bagi
Pemerintah Daerah, maka telah ditetapkan besamya persentase untuk menentukan besamya

NJKP, yaitu:
1. Sebesar 40% (empat puluh persen) dari NJOP untuk:
a. Objek Pajak Perkebunan.
b. Objek Pajak Kehutanan.
c. Objek Pajak lainnya, yang Wajib Pajaknya perorangan dengan NJOP atas bumi
dan bangunan sama atau lebih besar dari Rp1.000.000.000.00 (satu miliar rupiah).
2. Sebesar 20% (dua puluh persen) dari NJOP untuk:
a. Objek Pajak Pertambangan.
b. Objek Pajak lainnya yang NJOP-nya kurang dari Rpl.000.000.000,00 (satu miliar
rupiah).

Universitas Esa Unggul


http://esaunggul.ac.id 8 / 40
CARA MENGHITUNG PAJAK
Besarnya pajak terutang dihitung dengan cara mengalikan tarif pajak dengan NJKP.
Pajak Bumi dan Bangunan = Tarif Pajak x NJKP
= 0,5% x (persentase NJKP x (NJOP – NJOPTKP)

Contoh:
Wajib Pajak A mempunyai sebidang tanah dan bangunan yang NJOP-nya Rp20.000.000,00
dan NJOPTKP untuk daerah tersebut Rp12.000.000,00, maka besarnya pajak yang terutang
adalah :
= 0,5% x 20% x (Rp20.000.000,00 – Rp2.000.000,00)
= Rp8.000,00

TAHUN PAJAK, SAAT, DAN TEMPAT YANG MENENTUKAN PAJAK TERUTANG


1. Tahun Pajak adalah jangka waktu 1 (satu) tahun takwim. Jangka waktu satu tahun takwim
adalah dari 1 Januari sampai dengan 31 Desember.
2. Saat yang menentukan pajak yang terutang adalah menurut keadaan objek pajak pada
tanggal 1 Januari.
Contoh:
a. Objek pajak pada tanggal 1 Januari 2010 berupa tanah dan bangunan. Pada
tanggal 10 Januari 2010 bangunannya terbakar, maka pajak yang terutang tetap
berdasarkan keadaan objek pajak pada tanggal 1 Januari 2010, yaitu keadaan sebe1um
bangunan tersebut terbakar.
b. Objek pajak pada tanggal 1 Januari 2010 berupa sebidang tanah tanpa bangunan di
atasnya. Pada tanggal 20 Agustus 2010 dilakukan pendataan, ternyata di atas tanah
tersebut telah berdiri suatu bangunan, maka pajak yang terutang untuk tahun 2010
tetap dikenakan berdasarkan keadaan pada tanggal 1 Januari 2010. Sedangkan
bangunannya baru akan dikenakan pada tahun 2011.

3. Tempat pajak yang terutang:


a. Untuk daerah Jakarta, di wilayah Daerah Khusus Ibu Kota Jakarta.
b. Untuk daerah lainnya, di wilayah kabupaten atau kota.
Tempat pajak yang terutang untuk Batam, di wilayah Provinsi Riau.

Universitas Esa Unggul


http://esaunggul.ac.id 9 / 40
SURAT PEMBERITAHUAN OBJEK PAJAK (SPOP), SURAT PEMBERITAHUAN
PAJAK TERUTANG (SPPT), DAN SURAT KETETAPAN PAJAK (SKP)
1. Dalam rangka pendataan, subjek pajak wajib mendaftarkan objek pajaknya dengan
mengisi SPOP.
Dalam rangka pendataan, Wajib Pajak akan diberikan SPOP untuk diisi dan
dikembalikan kepada Direktorat Jenderal Pajak. Wajib Pajak yang pernah dikenakan
IPEDA tidak wajib mendaftarkan objek pajaknya kecuali kalau ia menerima SPOP,
maka dia wajib mengisinya dan mengembalikannya kepada Direktorat Jenderal Pajak.
2. SPOP harus diisi dengan jelas, benar, lengkap dan tepat waktu, serta ditandatangani
dan disampaikan kepada Dirjen Pajak yang wilayah kerjanya meliputi letak objek
pajak selambat-lambatnya 30 (tiga puluh) hari setelah tanggal diterimanya SPOP oleh
subjek pajak.
Yang dimaksud dengan jelas dan benar adalah:
Jelas dimaksudkan agar penulisan data yang diminta dalam SPOP dibuat sedemikian
rupa sehingga tidak menimbulkan salah tafsir yang dapat merugikan negara maupun
Wajib Pajak sendiri.
Benar berarti data yang dilaporkan harus sesuai dengan keadaan yang sebenarnya,
seperti luas tanah dan/atau bangunan, tahun dan harga perolehan dan seterusnya sesuai
dengan kolom-kolomlpertanyaan yang ada pada Surat Pemberitahuan Objek Pajak
(SPOP).
3. Dirjen Pajak akan menerbitkan SPPT berdasarkan SPOP yang diterimanya.
SPPT diterbitkan atas dasar SPOP, tetapi untuk membantu Wajib Pajak SPPT dapat
diterbitkan berdasarkan data objek pajak yang telah ada pada Direktorat Jenderal Pajak.
4. Direktur Jenderal Pajak dapat mengeluarkan Surat Ketetapan Pajak dalam hal-hal
sebagai berikut:
a. Apabila SPOP tidak disampaikan dan setelah ditegur secara tertulis tidak
disampaikan sebagaimana ditentukan dalam Surat Teguran.
b. Apabila berdasarkan hasil pemeriksaan atau keterangan lain temyata jumlah
pajak yang terutang (seharusnya) lebih besar dari jumlah pajak yang dihitung
berdasarkan SPOP yang disampaikan oleh Wajib Pajak.
Wajib Pajak yang tidak menyampaikan SPOP pada waktunya, walaupun sudah ditegur
secara tertulis juga tidak menyampaikan dalam jangka waktu yang ditentukan dalam Surat
Teguran itu, Direktur Jenderal Pajak dapat menerbitkan Surat Ketetapan Pajak (SKP)
secara jabatan.

Universitas Esa Unggul


http://esaunggul.ac.id 10 /
40
Apabila berdasarkan pemeriksaan atau keterangan lain yang ada pada Direktorat Jenderal
Pajak temyata jumlah pajak yang terutang lebih besar dari jumlah pajak dalam SPPT yang
dihitung atas dasar SPOP yang disampaikan Wajib Pajak, Direktur Jenderal Pajak
menerbitkan SKP secara jabatan.
5. Jumlah pajak yang terutang dalam SKP sebagaimana dimaksud dalam nomor 4 huruf
(a) adalah pokok pajak ditambah dengan denda administrasi sebesar 25% dihitung dari
pokok pajak.
Sanksi administrasi yang dikenakan terhadap Wajib Pajak yang tidak menyampaikan
SPOP, dikenakan sanksi sebagai tambahan terhadap pokok pajak yaitu sebesar 25%
dari pokok pajak.
SKP ini berdasarkan data yang ada pada Direktorat Jenderal Pajak memuat penetapan
objek pajak dan besamya pajak yang terutang beserta denda administrasi yang dikenakan
kepada Wajib Pajak.
Contoh:
Wajib Pajak A tidak menyampaikan SPOP.
Berdasarkan data yang ada, Direktur Jenderal Pajak mengeluarkan SKPKB yang berisi:
a. Objek pajak dengan luas dan nilai jual
b. Luas objek pajak menurut SPOP
c. Pokok pajak Rp. 2.000.000,00
d. Sanksi Administrasi:
25% x Rp 2.000.000,00 Rp. 500.000,00
Jumlah Pajak yang terutang dalam SKP Rp 2.500.000,00

6. Jumlah pajak yang terutang dalam SKPKB sebagaimana dimaksud dalam no. 4 huruf
(b) adalah selisih pajak yang terutang berdasarkan hasil pemeriksaan atau keterangan
lain dengan pajak terutang yang dihitung berdasarkan SPOP ditambah denda
administrasi sebesar 25% dari selisih pajak yang terutang.

Universitas Esa Unggul


http://esaunggul.ac.id 11 /
40
Sanksi administrasi dikenakan terhadap Wajib Pajak yang mengisi SPOP tidak sesuai
dengan keadaan yang sebenamya.
Contoh:
Berdasarkan SPOP diterbitkan SPPT Rp2.000.000,00
Berdasarkan pemeriksaan pajak yang
seharusnya terutang Rp2.500.000,00
Selisih Rp 500.000,00
Denda administrasi 25% x Rp500.000,00 Rp 125.000,00
Jumlah pajak yang terutang dalam SKPKB Rp 625.000,00
Untuk lebih memperjelas uraian di muka, berikut diberikan bagan mengenai sistem
pengenaan PBB dan bagaimana SPOP, SPPT, dan SKP dikeluarkan.

Universitas Esa Unggul


http://esaunggul.ac.id 12 /
40
SISTEM PENGENAAN PBB

SPOP hanya diberikan dalam hal:


1. Objek pajak belum terdaftar/data belum lengkap.
2. Objek pajak telah terdaftar tetapi data belum lengkap.
3. NJOP berubah/pertumbuhan ekonomi.
4. Objek pajak dimutasikan/laporan dari instansi yang berkaitan langsung dengan objek
pajak.

Berikut ini diberikan beberapa baga yang menggambarkan SPOP kembali, SPOP tidak kembali,
SPOP kembali, SPOP kembali tetapi tidak benar, dan SPOP ditinjau dari sifat dan fungsinya.
SPOP KEMBALI

Universitas Esa Unggul


http://esaunggul.ac.id 13 /
40
SPOP KEMBALI TETAPI TIDAK BENAR

SPOP DITINJAU DARI SIFAT DAN FUNGSINYA

TATA CARA PEMBAYARAN DAN PENAGIHAN


1. Pajak yang terutang berdasarkan SPPT harus dilunasi selambat-lambatnya 6 (enam)
bulan sejak tanggal diterimanya SPPT oleh Wajib Pajak.
Contoh:
Apabila SPPT diterima oleh Wajib Pajak tanggal 1 April 2010, maka jatuh tempo
pembayarannya adalah tanggal 30 September 2010.
2. Pajak yang terutang berdasarkan SKP harus dilunasi selambat-lambatnya 1 (satu)
bulan sejak tanggal diterimanya SKP oleh Wajib Pajak.
Contoh:

Universitas Esa Unggul


http://esaunggul.ac.id 14 /
40
Apabila SKP diterima oleh Wajib Pajak tanggal 1 Maret 2010, maka jatuh tempo
pengembaliannya adalah tanggal 31 Maret 2010.
3. Pajak terutang yang pada saat jatuh tempo pembayaran tidak dibayar atau kurang
dibayar, dikenakan denda administrasi sebesar 2% (dua persen) sebulan, yang dihitung dari
saat jatuh tempo sampai dengan hari pembayaran untuk jangka waktu paling lama 24 (dua
puluh empat) bulan.
Menurut ketentuan ini, pajak yang terutang pada saat jatuh tempo pembayaran tidak atau
kurang dibayar, dikenakan denda administrasi 2% (dua persen) setiap bulan dari jumlah
yang tidak atau kurang dibayar tersebut untuk jangka waktu paling lama 24 (dua puluh
empat) bulan, dan bagian dari bulan dihitung penuh 1 (satu) bulan.
Contoh:
SPPT Tahun Pajak 2010 diterima oleh Wajib Pajak pada tanggal 1 Maret 2010 dengan
pajak yang terutang sebesar Rp500.000,00. Oleh Wajib Pajak baru dibayar pada tanggal 1
September 2010. Maka terhadap Wajib Pajak tersebut dikenakan denda administrasi
sebesar 2% yakni:
2% x Rp500.000,00 =Rp10.000,00.
Pajak terutang yang harus dibayar pada tanggal 1 September 2010 adalah:
Pokok pajak +Denda administrasi =
Rp500.000,00 +Rp 10.000,00 =Rp510.000,00.
Bila Wajib Pajak tersebut baru membayar utang pajaknya pada tanggal 10 Oktober 2010,
maka terhadap Wajib Pajak tersebut dikenakan denda 2 x 2% dari pokok pajak, yakni:
4% x Rp500.000,00 =Rp20.000,00.
Pajak terutang yang harus dibayar pada tanggal 10 Oktober 2010 adalah:
Pokok pajak +denda administrasi =
Rp500.000,00 +Rp20.000,00 =Rp520.000,00
4. Denda administrasi sebagaimana dimaksud dalam no. 3 di atas, ditambah dengan utang
pajak yang belum atau kurang dibayar ditagih dengan Surat Tagihan Pajak (STP) yang
harus dilunasi selambat-lambatnya 1 (satu) bulan sejak tanggal diterimanya STP oleh
Wajib Pajak.
Menurut ketentuan ini denda administrasi dan pokok pajak seperti dalam no. 3 di atas,
ditagih dengan menggunakan STP yang harus dilunasi dalam waktu saw bulan sejak
tanggal diterimanya STP tersebut,
5. Pajak yang terutang dapat dibayar di bank, kantor pos dan giro, dan tempat lain yang
ditunjuk oleh Menteri Keuangan.

Universitas Esa Unggul


http://esaunggul.ac.id 15 /
40
6. Tata cara pembayaran dan penagihan pajak diatur oleh Menteri Keuangan.
7. Surat Pemberitahuan Pajak Terutang (SPPT), surat ketetapan pajak, dan Surat Tagihan
Pajak (STP) merupakan dasar penagihan pajak.
8. Jumlah pajak yang terutang berdasarkan STP yang tidak dibayarkan pada waktunya
dapat ditagih dengan Surat Paksa.

Dalam hal tagihan pajak yang terutang dibayar setelah jatuh tempo yang telah ditentukan,
penagihannya dilakukan dengan surat paksa yang saat ini berdasarkan UU No. 19 Tahun
1997 sebagaimana telah diubah dengan UU No. 19 Tahun 2000 tentang Penagihan Pajak
dengan Surat Paksa.
Agar lebih mudah dipahami, berikut diberikan bagan tata cara pembayaran dan penagihan.
TATA CARA PEMBAYARAN DAN PENAGIHAN SPPT

PEMBAYARAN BERDASARAKAN SURAT KETETAPAN PAJAK

Universitas Esa Unggul


http://esaunggul.ac.id 16 /
40
PEMBAYARAN TIDAK/KURANG DIBAYAR PADA SAAT JATUH TEMPO

PEMBAYARAN BERDASARKAN STP

KEBERATAN DAN BANDING


Keberatan
1. Wajib Pajak dapat mengajukan keberatan kepada D' ktur Jenderal Pajak atas:
a. Surat Pemberitahuan Pajak Terutang (SPPT).
b. Surat Ketetapan Pajak (SKP).
Keberatan terhadap SPPT dan SKP harus diajukan masing-masing dalam satu surat
keberatan tersendiri untuk setiap Tahun Pajak.
2. Wajib Pajak dapat mengajukan keberatan atas SPPT atau SKP dalam hal:
a. Wajib Pajakmenganggap luas objek bumi danlatau bangunan, klasifikasi atau
Nilai Jual Objek bumi danlatau bangunan yang tercantum dalam SPPT atau SKP
tidak sesuai dengan keadaan sebenarnya.
b. Terdapat perbedaan penafsiran undang-undang dan peraturan perundang-undangan
antara Wajib Pajak dengan diskus
3. Keberatan diajukan secara tertulis daIam Bahasa Indonesia kepada Kepala Kantor
Pelayanan Pajak Bumi dan Bangunan yang menerbitkan SPPT atau SKP dengan
menyatakan alasan secara jelas.

Universitas Esa Unggul


http://esaunggul.ac.id 17 /
40
4. Keberatan harus diajukan dalamjangka waktu 3 (tiga) bulan sejak tanggal diterimanya
SPPT atau SKP oleh Wajib Pajak, kecuali apabila Wajib Pajak dapat menunjukkan
bahwa jangka waktu itu tidak dapat dipenuhi karena keadaan di luar kekuasaannya.
Apabila temyata batas waktu 3 (tiga) bulan tersebut tidak dapat dipenuhi oleh Wajib
Pajak karena keadaan di luar kekuasaannya (Force Major), maka Kepala Kantor
Pelayanan Pajak Bumi dan Bangunan masih dapat mempertimbangkan dan meminta
Wajib Pajak untuk melengkapi persyaratan tersebut dalam batas waktu tertentu.
5. Tanda terima Surat Keberatan yang diberikan oleh Kantor Pelayanan Pajak Bumi dan
Bangunah atau tanda pengiriman Surat Keberatan melalui pos tercatat atau sejenisnya
merupakan tanda bukti penerimaan Surat Keberatan tersebut bagi kepentingan Wajib
Pajak.
6. Apabila diminta oleh Wajib Pajak untuk keperluan pengajuan keberatan, Direktur
Jenderal Pajak wajib memberikan secara tertulis hal-hal yang menjadi dasar pengenaan
pajak.
7. Pengajuan keberatan tidak menunda kewajiban membayar pajak.
8. Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak atau Kepala Kantor Pelayanan
Pajak Bumi dan Bangunan dalam jangka waktu paling lama 12 (dua belas) bulan sejak
tanggal surat keberatan diterima, harus memberikan keputusan atas keberatan.
9. Sebelum surat keputusan diterbitkan, Wajib Pajak dapat menyampaikan alasan
tarnbahan atau penjelasan tertulis.
10. Keputusan Kepala Kantor Wilayah Direktur Jenderal Pajak atau Kepala Kantor
Pelayanan Pajak Bumi dan Bangunan atas keberatan dapat berupa:
a. Tidak dapat diterima.
b. Menolak.
c. Menerima seluruhnya atau sebagian.
d. Menambah besamya jumlah paj ak yang terutang.
11. Dalam hal Wajib Pajak mengajukan keberatan atas ketetapan sebagaimana dalam
surat ketetapan pajak, Wajib Pajak yang bersangkutan harus dapat membuktikan
ketidakbenaran ketetapan pajak tersebut.
12. Apabila dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan telah lewat dan Direktur Jenderal
Pajak tidak memberi suatu keputusan, maka keberatan tersebut dianggap diterima.
Ketentuan ini dimaksudkan untuk memberikan kepastian hukum, bagi Wajib Pajak yaitu
apabila dalam jangka waktu 12 bulan sejak tanggaI diterimanya surat keberatan, Dirjen

Universitas Esa Unggul


http://esaunggul.ac.id 18 /
40
Pajak tidak memberikan keputusan atas keberatan yang diajukan berarti keberatan tersebut
diterima.

Banding
Ketentuan banding Pajak Bumi dan Bangunan mengikuti ketentuan tentang banding
Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan. Dalam buku ini dapat dilihat
pada bab 2.

KEBERATAN DAN BANDING

PENGURANGAN PAJAK
Pengurangan diberikan atas pajak (PBB) terutang yang tercantum dalam SPPT atau SKP.
Pengurangan pajak terutang dapat diberikan kepada dan dalam hal:
1. Wajib Pajak Orang Pribadi atau Badan karena kondisi tertentu objek pajak yang ada
hubungannya dengan subjek pajak danJatau karena sebab-sebab tertentu lainnya,
seperti:
a. Objek pajak berupa lahan pertanian/perkebunan/perikanan/peternakan yang
hasilnya sangat terbatas yang dimiliki, dikuasai danlatau dimanfaatkan oleh Wajib
Pajak Orang Pribadi.

Universitas Esa Unggul


http://esaunggul.ac.id 19 /
40
b. Objek pajak yang dimiliki, dikuasai danlatau dimanfaatkan oleh Wajib Pajak
Orang Pribadi yang berpenghasilan rendah yang nilai jualnya meningkat akibat
adanya pembangunan atau perkembangan lingkungan.
c. Objek pajak yang dimiliki, dikuasai dan atau dimanfaatkan oleh Wajib Pajak
Orang Pribadi yang penghasilannya semata-mata berasal dari pensiunan, sehingga
kewajiban PBBnya sulit dipenuhi.
d. Objek pajak yang dimiliki, dikuasai dan/atau dimanfaatkan oleh Wajib Pajak
Orang Pribadi yang berpenghasilan rendah sehingga kewajiban PBB-nya sulit
dipenuhi.
e. Objek pajak yang dimiliki, dikuasai danlatau dimanfaatkan oleh Wajib Pajak
veteran pejuang kemerdekaan dan veteran pembela kemerdekaan.
f. Objek pajak yang dimiliki, dikuasai danlatau dimanfaatkan oleh Wajib Pajak
Badan yang mengalami kerugian dan kesulitan likuiditas yang serius sepanjang tahun,
sehingga tidak dapat memenuhi kewajiban rutin perusahaan.
Dalam hal ini pengurangan dapat diberikan setinggi-tingginya 75% (tujuh puluh lima
persen) dari besarnya pajak terutang, dan ditetapkan berdasarkan pertimbangan kondisi
objek pajak serta penghasilan Wajib Pajak.

2. Wajib Pajak Orang Pribadi atau Badan dalam hal objek pajak yang terkena bencana
alam atau sebab-sebab lain yang Iuar biasa. Termasuk dalam pengertian bencana
alam adalah gempa bumi, banjir, tanah longsor, gunung Meletus, dan sebagainya.
Sedangkan yang dimaksud dengan sebab-sebab lain yang luar biasa adalah kebakaran,
kekeringan, wabah penyakit, dan hama tanaman.
Dalam hal ini dapat diberikan sampai dengan 100% (seratus persen) dari besamya
pajak terutang.
3. Wajib Pajak anggota veteran pejuang kemerdekaan dan veteran pembela kemerdekaan.
Besamya pengurangan ditetapkan sebesar 75% (tujuh puluh lima persen) dari besamya
pajak terutang.

CARA MENGAJUKAN PERMOHONAN


1. Permohonan pengurangan diajukan secara tertulis dalam Bahasa Indonesia kepada
Kepala Kantor Pelayanan Pajak Bumi dan Bangunan yang menerbitkan SPPT atau
SKP dengan mencantumkan besamya persentase pengurangan dimohonkan.
2. Permohonan pengurangan diajukan selambat-lambatnya 3 (tiga) bulan terhitung:

Universitas Esa Unggul


http://esaunggul.ac.id 20 /
40
a. Sejak tanggal diterimanya SPPT atau SKP.
b. Sejak terjadinya bencana alam atau sebab-sebab lain yang luar biasa.
3. Permohonan pengurangan pajak terutang dapat diajukan secara kolektif atau perseorangan.
4. Permohonan pengurangan pajak terutang secara perseorangan harus dilampiri:
a. Fotokopi SPPT /SKP dari Tahun Pajak yang diajukan permohonan pengurangannya.
b. Fotokopi tanda anggota Veteran, bagi anggota Veteran.
5. Permohonan pengurangan pajak terutang secara kolektif dapat diajukan sebelum
SPPT diterbitkan, selambat-lambatnya tanggal 10 Januari untuk Tahun Pajak yang
bersangkutan melalui:
a. Pemerintah Daerah setempat.
b. Organisasi Legiun Veteran Republik Indonesia, bagi anggota Veteran.
6. Permohonan pengurangan pajak terutang untuk Wajib Pajak Badan harus dilampiri
dengan:
a. Fotokopi SPPT /SKP dari Tahun Pajak yang diajukan permohonan pengurangannya.
b. Fotokopi SPT PPh Tahun Pajak terakhir beserta lampirannya.
c. Laporan Keuangan.
7. Permohonan pengurangan pajak terutang dalam hal objek pajak yang terkena bencana alam
atau sebab-sebab lain yang luar biasa dilampiri Surat Keterangan dari Pemerintah Daerah
setempat atau instansi terkait.
8. Wajib Pajak dapat mengajukan permohonan pengurangan pajak terutang apabila telah
melunasi PBB untuk tahun sebelumnya atas objek pajak yang sama.
9. Permohonan dapat disampaikan secara langsung atau dikirim melalui pos.
10. Tanggal tanda terima Surat Permohonan tersebut diatur sebagai berikut:
a. Apabila disampaikan secara langsung maka tanggal tanda terima adalah pada saat surat
permohonan tersebut secara lengkap diterima oleh Kantor Pelayanan Pajak Bumi dan
Bangunan.
b. Apabila dikirimkan melalui pos atau sarana pengiriman lainnya maka tanggal
tanda terima adalah pada saat surat permohonan terse but secara lengkap diterima oleh
Kantor Pelayanan Pajak Bumi dan Bangunan, bukan pada tanggal pengiriman surat
permohonan.

Universitas Esa Unggul


http://esaunggul.ac.id 21 /
40
Keputusan Pengurangan
1. Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak yang membawahi Kepala Kantor
Pelayanan Pajak Bumi dan Bangunan yang menerbitkan SPPT danlatau SKP, atas
nama Menteri Keuangan memberikan keputusan atas permohonan pengurangan pajak
terutang yang lebih dari Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).
2. Kepala Kantor Pelayanan Pajak Bumi dan Bangunan yang menerbitkan SPPT dan!
atau SKP, atas nama Menteri. Keuangan memberikan keputusan atas permohonan
pengurangan pajak terutang yang tidak lebih dari Rp500.000.000,00 (lima ratus juta
rupiah).
3. Keputusan pengurangan dapat berupa:
a. Mengabulkan seluruhnya.
b. Mengabulkan sebagian.
c. Menolak.
4. Keputusan atas permohonan pengurangan pajak hams diterbitkan selambat-lambatnya 3
(tiga) bulan sejak diterimanya permohonan pengurangan Wajib Pajak. Jangka waktu
sebagaimana tersebut terhitung sejak:
a. Tanggal tanda terima SuratPennohonan, dalam hal Surat Permohonan disampaikan
secara langsung.
b. Tanggal stempel pos, dalam hal Surat Pennohonan dikirimkan melalui pos (biasa
maupun tercatat) atau sarana pengiriman lainnya.
5. Apabila jangka waktu tersebut telah lewat dan keputusan belum diterbitkan, maka
permohonan pengurangan pajak dianggap dikabulkan.
6. Keputusan pengurangan berlaku untuk Tahun Pajak yang bersangkutan.

PENGURANGAN DENDA ADMINISTRASI


Atas permintaan Wajib Pajak, Dirjen Pajak dapat mengurangkan denda administrasi karena hal-
hal tertentu.
Ketentuan ini memberi kesempatan kepada Wajib Pajak untuk meminta pengurangan denda
administrasi kepada Direktur Jenderal Pajak. Direktur Jenderal Pajak dapat mengurangkan
sebagian atau seluruhnya denda administrasi tersebut.

Universitas Esa Unggul


http://esaunggul.ac.id 22 /
40
PEJABAT
1. Pejabat yang dalam jabatannya atau tugas pekerjaannya berkaitan langsung dengan
objek pajak adalah:
a. Camat sebagai Pejabat Pembuat Akta Tanah.
b. Notaris/Pejabat Pembuat Akta Tanah.
c. Pejabat Pembuat Akta Tanah.
2. Pejabat yang ada hubungannya dengan objek pajak adalah:
a. Kepala Kelurahan atau Kepala Desa.
b. Pejabat Dinas Tata Kota.
c. Pejabat Dinas Pengawasan Bangunan.
d. Pejabat Agraria.
e. Pejabat Balai Harta Peninggalan.
f. Pejabat lain yang ditunjuk oleh Menteri KeuanganIDirektorat Jenderal Pajak.

Kewajiban Pejabat:
1. Yang berkaitan langsung dengan objek pajak, wajib:
a. Menyampaikan laporan bulanan mengenai semua mutasi dan perubahan keadaan
objek pajak secara tertulis kepada Direktorat Jenderal Pajak yang wilayah
kerjanya meliputi letak objek pajak selambat-lambatnya tanggal 10 (sepuluh)
bulan berikutnya.
b. Memberikan keterangan yang diperlukan atas permintaan Direktorat Jenderal Pajak.
Catatan:
Kewajiban merahasiakan ditiadakan (tidak ada rahasia jabatan dalam hubungannya
dengan PBB).
Contoh laporan tertulis tentang mutasi objek pajak antara lain: jual beli, hibah, dan
warisan.
2. Yang berhubungan dengan objek pajak:
Wajib memberikan keterangan yang diperlukan atas permintaan Direktorat Jenderal Pajak
yang berwenang.
Catatan:
Kewajiban merahasiakan ditiadakan (tidak ada rahasia jabatan dalam hubungan
dengan PBB).

Universitas Esa Unggul


http://esaunggul.ac.id 23 /
40
SANKSI
Bagi Wajib Pajak
1. Apabila SPOP tidak disampaikan dan setelah ditegur secara tertulis tidak disampaikan
sebagaimana ditentukan dalam Surat Teguran, ditagih dengan Surat Ketetapan Pajak.
Jumlah pajak yang terutang dalam Surat Ketetapan Pajak adalah pokok pajak ditambah
dengan denda administrasi sebesar 25% (dua puluh lima persen) dihitung dari pokok pajak.
Apabila berdasarkan hasil pemeriksaan atau keterangan lain temyata jumlah pajak
yang terutang lebih besar dari jumlah pajak yang dihitung berdasarkan SPOP yang
disampaikan oleh Wajib Pajak, ditagih dengan Surat Ketetapan Pajak. Jumlah pajak
yang terutang dalam Surat Ketetapan Pajak adalah selisih pajak yang terutang
berdasarkan hasil pemeriksaan atau keterangan lain dengan pajak yang terutang yang
dihitung berdasarkan Surat Pemberitahuan Objek Pajak ditambah denda administrasi
sebesar 25% (dua puluh lima persen) dari selisih pajak yang terutang.
2. Pajak terutang yang pada saat jatuh tempo pembayaran tidak dibayar atau kurang
dibayar dikenakan denda administrasi sebesar 2% (dua persen) sebulan, yang dihitung dari
saat jatuh tempo sampai dengan hari pembayaran untuk jangka waktu paling lama 24 (dua
puluh empat) bulan.

3. Karena kealpaannya sehingga menimbulkan kerugian pada negara dalam hal:


a. Tidak mengembalikan/menyampaikan SPOP kepada Direktorat Jenderal Pajak.
b. Menyampaikan SPOP, tetapi isinya tidak benar atau tidak lengkap dan/atau
melampirkan keterangan tidak benar.
4. Karena kesengajaannya sehingga menimbulkan kerugian pada negara dalam hal:
a. Tidak mengembalikan/menyampaikan SPOP kepada Direktorat Jenderal Pajak.
b. Menyampaikan SPOP, tetapi isinya tidak benar atau tidak lengkap dan/atau
melampirkan keterangan yang tidak benar.
c. Memperlihatkan surat palsu atau dipalsukan atau dokumen lain yang palsu atau
dipalsukan seolah-olah benar.
d. Tidak memperlihatkan atau tid~ meminjarnkan surat atau dokumen lainnya.
e. Tidak menunjukkan data atau tidak menyampaikan keterangan yang diperlukan.

Universitas Esa Unggul


http://esaunggul.ac.id 24 /
40
Untuk sebab kealpaan:
Dipidana dengan pidana kurungan selama-lamanya 6 (enam) bulan atau denda setinggi-
tingginya sebesar 2 (dua) kali pajak yang terutang.
Kealpaan berarti tidak sengaja, lalai, kurang hati-hati sehingga perbuatan tersebut
mengakibatkan kerugian bagi negara.

Untuk sebab kesengajaan:


Dipidana dengan pidana penjara selama-lamanya 2 (dua) tahun atau denda setinggi-
tingginya 5 (lima) kali pajak yang terutang.
Sanksi pidana ini akan dilipatkan dua, apabila seseorang melakukan lagi tindak pidana
di bidang perpajakan sebelum lewat 1 (satu) tahun, terhitung sejak selesainya menjalani
sebagian atau seluruh pidana penjara yang dijatuhkan atau sejak dibayarkan denda.
Untuk mencegah terjadinya pengulangan tindak pidana perpajakan, maka bagi mereka yang
melakukan tindak pidana sebelum lewat 1 (satu) tahun sejak selesainya menjalani sebagian atau
seluruh pidana penjara yang dijatuhkan atau sejak dibayarnya denda, dikenakan pidana lebih
berat ialah dua kali lipat dari ancaman pidana.

Bagi Pejabat
Sanksi Umum
Apabila tidak memenuhi kewajiban seperti yang telah diuraikan di muka dikenakan sanksi
menurut peraturan perundangan yang berlaku, antara lain:
Peraturan Pemerintah No. 53 Tahun 2010 tentang Disiplin Pegawai Negeri Sipil, Staatsblad
1860 No.3 tentang Peraturan Jabatan Notaris,

Sanksi Khusus
Bagi pejabat yang tugas pekerjaannya berkaitan langsung atau ada hubungannya dengan
objek pajak ataupun pihak lainnya yang:
a. Tidak memperlihatkan atau tidak meminjamkan dokumen yang diperlukan.
b. Tidak menunjukkan data atau tidak menyampaikan keterangan yang diperlukan
Dipidana dengan pidana kurungan selama-lamanya 1 tahun atau denda setinggi tingginya
Rp2.000.000,00 (dua juta rupiah).

Universitas Esa Unggul


http://esaunggul.ac.id 25 /
40
Catatan:
Tindak pidana yang telah diuraikan di muka tidak dapat dituntut setelah lampau waktu
10 tahun sejak berakhirnya Tahun Pajak yang bersangkutan. Penyimpangan terhadap
ketentuan Pasal 78 KUHP (Kitab Undang-Undang Hukum Pidana) dimaksudkan untuk
menyesuaikan dengan kewajiban menyimpan dokumen. perpajakan yang lamanya 10
(sepuluh) tahun.
Agar lebih mudah dipahami, berikut diberikan bagan tentang sanksi

Universitas Esa Unggul


http://esaunggul.ac.id 26 /
40
SANKSI TERHADAP WAJIB PAJAK

Universitas Esa Unggul


http://esaunggul.ac.id 27 /
40
SANKSI TERHADAP PEJABAT

PBB PERDESAAN DAN PERKOTAAN


Sejak berlakunya Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 Tanggal 15 September 2009 tentang
Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, wewenang untuk memungut Pajak Bumi dan Bangunan
sektor perdesaan dan perkotaan diserahkan ke pemerintah kabupaten atau kota. Penyerahan
pengelolaan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) Perdesaan dan Perkotaan kepada pemerintah
kabupaten/kota dimulai 1 Januari 2011 dan paling lambat 1 Januari 2014.

PBB Perdesaan dan Perkotaan adalah pajak atas bumi dan/atau bangunan yang dimiliki,
dikuasai, dan/atau dimanfaatkan oleh orang pribadi atau badan, kecuali kawasan yang
digunakan unik kegiatan usaha perkebunan, perhutanan, dan pertambangan. Sedangkan untuk
sector usaha perkebunan,perhutanan, pertambangan, dan usaha tertentu lainnya masih dipungut
oleh pemerintah pusat.

Objek Pajak
Objek PBB Perdesaan dan Perkotaan adalah bumi dan/atau bangunan yang dimiliki,
dikuasai, dan/atau dimanfaatkan oleh orang pribadi atau badan, kecuali kawasan yang
digunakan untuk kegiatan usaha perkebunan, perhutanan, dan pertambangan.
Termasuk dalam pengertian bangunan adalah:
1. Jalan lingkungan yang terletak dalam satu kompleks bangunan seperti hotel, pabrik,
dan emplasemennya, yang merupakan suatu kesatuan dengan kompleks bangunan
tersebut.
2. Jalan tol
3. Kolam renang
4. Pagar mewah
Universitas Esa Unggul
http://esaunggul.ac.id 28 /
40
5. Tempat olahraga
6. Galangan kapal
7. Taman mewah
8. Tempat penampungan ikan/kilang minyak, air, dan gas, pipa minyak
9. Menara
Sedangkan yang tidak dikenakan PBB perdesaan dan Perkotaan adalah objek pajak yang:
1. Digunakan oleh pemerintah dan daerah untuk penyelenggaraan pemerintahan.
2. Digunakan semata-mata untuk melayani kepentingan umum di bidang ibadah, sosial,
kesehatan, pendidikan dan kebudayaan nasional, yang tidak dimaksudkan untuk
memperoleh keuntungan.
3. Digunakan untuk kuburan, peninggalan purbakala, atau yang sejenis dengan itu.
4. Merupakan butan lindung, butan suaka alam, hutan wisata, taman nasional, tanah
penggembalaan yang dikuasai olehdesa, dan tanah negara yang belum dibebani suatu
hak.
5. Digunakan oleh perwakilan diplomatik dan konsulat berdasarkan asas perlakuan
timbal balik.
6. Digunakan oleh badan atau perwakilan lembaga intemasional yang ditetapkan dengan
Peraturan Menteri Keuangan.

Subjek Pajak dan Wajib Pajak


Subjek PBB Perdesaan dan Perkotaan adalah orang pribadi atau badan yang secara nyata
mempunyai suatu hak atas bumi dan/atau memperoleh manfaat atas bumi, dan/atau
memiliki, menguasai, dan/atau memperoleh manfaat atas bangunan. Wajib Pajak Bumi
dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan adalah orang pribadi atau badan yang secara
nyata mernpunyai suatu hak atas bumi dan/atau memperoleh manfaat atas bumi, danlatau
rnemiliki, menguasai, dan/atau rnemperoleh manfaat atas bangunan.

Cara Menghitung PBB


PBB Perdesaan dan Perkotaan dihitung dengan cara:
PBB PP =tarif x (NJOP - NJOPTKP)

Tarif PBB
Tarif PBB Perdesaan dan Perkotaan ditetapkan paling tinggi sebesar 0,3% (nol koma tiga
persen). Tarif PBB Perdesaan dan Perkotaan ditetapkan dengan Peraturan Daerah.

Universitas Esa Unggul


http://esaunggul.ac.id 29 /
40
Nilai Jual Objek Pajak (NJOP)
NJOP adalah harga rata-rata yang diperoleh dari transaksijual beli yang terjadi secara wajar,
dan bilarnana tidak terdapat transaksi jual beli, NJOP ditentukan melalui perbandingan
harga dengan objek lain yang sejenis, atau nilai perolehan baru, atau NJOP pengganti.
Penetapan NJOP dapat dilakukan dengan:
1. Perbandingan harga dengan objek lain yang sejenis adalah suatu pendekatan/metode
penentuan nilai jual suatu objek pajak dengan cara mernbandingkannya dengan objek
pajak lain yang sejenis, yang letaknya berdekatan dan fungsinya sama dan telah
diketahui harga jualnya.
2. Nilai perolehan baru adalah suatu pendekatan/metode penentuan nilai jual suatu objek
pajak dengan cara menghitung seluruh biaya yang dikeluarkan untuk memperoleh objek
tersebut pada saat penilaian dilakukan, yang dikurangi dengan penyusutan berdasarkan
kondisi fisik objek tersebut.
3. Nilai jual pengganti adalah suatu pendekatan/metode penentuan nilai jual suatu objek
pajak yang berdasarkan pada hasil produksi objek pajak tersebut.
Besamya NJOP sebagaimana dimaksud pada dasarnya ditetapkan setiap 3 tahun sekali.
Untuk daerah tertentu yang perkembangan pembangunannya mengakibatkan kenaikan
NJOP yang cukup besar, NJOP dapat ditetapkan setahun sekali. Penetapan besamya NJOP
dilakukan oleh Kepala Daerah.

Nilai Jual Objek Pajak Tidak Kena Pajak (NJOPTKP)


Besamya NJOPTKP ditetapkan paling rendah sebesar Rp10.000.000,00 (sepuluh juta
rupiah) untuk setiap Wajib Pajak. NJOPTKP ditentukan oleh masing-masing pemerintah
kabupaten/kota dan ditetapkan dengan Peraturan Daerah.

Mekanisme PBB Perdesaan dan Perkotaan


PBB PP dikenakan setiap tahun. PBB terutang dihitung menurut keadaan objek pajak pada
tanggal 1 Januari. Tempat PBB terutang adalah di wilayah daerah yang rneliputi letak objek
pajak.
Pendataan terhadap objek PBB dilakukan dengan menggunakan Surat Pemberitahuan
Objek Pajak (SPOP). SPOP harus diisi dengan jelas, benar, dan lengkap serta ditandatangani
dan disampaikan kepada Kepala Daerah yang wilayah ketjanya meliputi letak objek pajak,

Universitas Esa Unggul


http://esaunggul.ac.id 30 /
40
selambat-Iambatnya 30 (tiga puluh) hari kerja setelah tanggal diterimanya SPOP oleh Subjek
Pajak.
Berdasarkan SPOP, Kepala Daerah menerbitkan Surat Pemberitahuan Pajak Terutang
(SPPT). Kepala Daerah menentukan tanggal jatuh tempo pembayaran dan penyetoran
pajak yang terutang paling lama 6 (enam) "bulan sejak tanggaI diterimanya SPPT oleh
Wajib Pajak.
Kepala Daerah dapat mengeluarkan Surat Ketetapan Pajak Daerah (SKPD) dalam hal-hal
sebagai berikut:
1. SPOP tidak disampaikan dan setelah Wajib Pajak ditegur secara tertulis oleh Kepala
Daerah sebagaimana ditentukan dalam Surat Teguran.
2. Berdasarkan hasil pemeriksaan atau keterangan lain ternyata jumlah pajak yang
terutang lebih besar dari jumlah pajak yang dihitung berdasarkan SPOP yang
disampaikan oleh Wajib Pajak.

Universitas Esa Unggul


http://esaunggul.ac.id 31 /
40
Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan (BPHTB).
Sesuai dengan Pasal 33 Ayat (3) Undang-Undang Dasar 1945, bumi, air, dan kekayaan alam
yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar- besarnya
kemakmuran rakyat. Tanah sebagai bagian dari bumi yang merupakan karunia Tuhan Yang
Maha Esa, di samping memenuhi kebutuhan dasar untuk papan dan lahan usaha, juga
merupakan alat investasi yang sangat menguntungkan. Di samping itu, bangunan juga memberi
manfaat ekonomi bagi pemiliknya. Oleh karena itu, bagi mereka yang memperoleh hak atas
tanah dan/atau bangunan, wajar menyerahkan sebagian nilai ekonomi yang diperolehnya
kepada negara melalui pembayaran pajak, yang dalam hal ini adalah Bea Perolehan Hak Atas
Tanah dan Bangunan (BPHTB).

Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) adalah pungutan atas perolehan hak
atas tanah dan atau bangunan. Perolehan hak atas tanah dan atau bangunan adalah perbuatan
atau peristiwa hukum yang mengakibatkan diperolehnya hak atas dan atau bangunan oleh orang
pribadi atau badan.

Prinsip yang dianut dalam Undang-Undang BPHTB adalah:


1. Pemenuhan kewajiban BPHTB adalah berdasarkan sistem self assessment, yaitu Wajib
Pajak menghitung dan membayar sendiri utang pajaknya.
2. Besarnya tarif ditetapkan. sebesar 5% (lima persen) dari Nilai Perolehan Objek Pajak Kena
Pajak (NPOPKP).
3. Agar pelaksanaan Undang-Undang BPHTB dapat berlaku secara efektif, maka baik kepada
Wajib Pajak maupun kepada pejabat-pejabat umum yang melanggar ketentuan atau tidak
melaksanakan kewajibannya, dikenakan sanksi menurut peraturan perundang-undangan
yang berlaku.
4. Hasil penerimaan BPHTB merupakan penerimaan negara yang sebagian besar
diserahkan kepada Pemerintah Daerah, untuk meningkatkan pendapatan daerah guna
membiayai pembangunan daerah dan dalam rangka memantapkan otonomi daerah.
5. Semua pungutan atas perolehan hak atas tanah dan/atau bangunan di luar ketentuan ini
tidak diperkenankan.
Sehubungan dengan berlakunya Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 Tanggal 15 September
2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, wewenang untuk memungut BPHTB
diserahkan ke pemerintah kabupaten/kota. Penyerahan pengelolaan BPHTB kepada pemerintah
kabupaten/kota mulai 1 Januari 2011.

Universitas Esa Unggul


http://esaunggul.ac.id 32 /
40
PENGERTIAN-PENGERTIAN
Dalam pembahasan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan, akan dijumpai beberapa
pengertian-pengertian yang sudah baku. Pengertian-pengertian tersebut antara lain adalah:
1. Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) adalah pajak atas perolehan hak
atas tanah dan/atau bangunan. Dalam pembahasan ini, BPHTB selanjutnya disebut pajak.
2. Perolehan hak atas tanah dan/atau bangunan, Perolehan Hak atas Tanah dan/atau
Bangunan adalah perbuatan atau peristiwa hukum yang mengakibatkan diperolehnya hak
atas tanah dan/atau bangunan oleh orang pribadi atau badan.
3. Hak atas tanah dan/atau bangunan, Hak atas Tanah danlatau Bangunan adalah hak atas
tanah, termasuk hak pengelolaan, beserta bangunan di atasnya, sebagaimana dimaksud
dalam undang-undang di bidang pertanahan dan bangunan.
Untuk pengertian-pengertian atau istilah-istilah selain tersebut di atas, akan dikaitkan langsung
dengan pembahasan selanjutnya

DASAR HUKUM
Dasar hukum Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan adalah:
1. Undang-Undang Nomor 21 Tahun 1997 sebagaimana telah diubah dengan Undang-
Undang Nomor 20 Tahun 2000 tentang Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan.
Undang-undang ini menggantikan Ordonansi Bea Balik Nama Staatsblad 1924 Nomor 291.
2. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah.

OBJEK PAJAK
Objek BPHTB adalah perolehan hak atas tanah dan/atau bangunan. Perolehan hak atas tanah
dan/atau bangunan meliputi:
1. Pemindahan hak karena :
a. Jual beli.
b. Tukar-menukar.
c. Hibah.
d. Hibah wasiat.
e. Waris.
f. Pemasukan dalam perseroan atau badan hokum lainnya.
g. Pemisahan hak yang mengakibatkan peralihan.
h. Penunjukan pembeli dalam lelang.

Universitas Esa Unggul


http://esaunggul.ac.id 33 /
40
i. Pelaksanaan putusan hakim yang mempunyai kekuatan hukum tetap.
j. Penggabungan usaha.
k. Peleburan usaha.
l. Pemekaran usaha.
m. Hadiah

2. Pemberian hak baru karena :


a. Kelanjutan pelepasan hak.
b. Di luar pelepasan hak.

TIDAK TERMASUK OBJEK PAJAK


Objek pajak yang tidak dikenakan BPHTB adalah objek pajak yang diperoleh:
1. Perwakilan diplomatik, konsulat berdasarkan asas perlakuan timbal balik.
2. Negara, untuk penyelenggaraan pemerintahan dan/atau pelaksanaan pembangunan guna
kepentingan umum.
3. Badan atau perwakilan organisasi intemasional yang ditetapkan dengan Peraturan Menteri
Keuangan dengan syarat tidak menjalankan usaha atau melakukan kegiatan lain di luar
fungsi dan tugas badan usaha atau perwakilan organisasi tersebut.
4. Orang pribadi atau badan karena konversi hak atau karena perbuatan hukum lain dengan
tidak adanya perubahan nama.
5. Orang pribadi atau badan karena wakaf.
6. Orang pribadi atau badan yang digunakan untuk kepentingan ibadah.

SUBJEK PAJAK DAN WAJIB PAJAK·


Subjek pajak BPHTB adalah orang pribadi atau badan yang memperoleh Hak atas Tanah
dan/atau Bangunan. Wajib Pajak BPHTB adalah orang pribadi atau badan yang memperoleh
Hak atas Tanah dan/atau Bangunan.

DASAR PENGENAAN PAJAK, NILAI PEROLEHAN OBJEK PAJAK TIDAK KENA


PAJAK (NPOPTKP), DAN TARIF PAJAK
Dasar Pengenaan Pajak
Yang menjadi dasar pengenaan pajak adalah Nilai Perolehan Objek Pajak (NPOP). NPOP
ditentukan sebesar:
1. Harga transaksi, dalam hal: jual beli.

Universitas Esa Unggul


http://esaunggul.ac.id 34 /
40
2. Nilai pasar objek pajak, dalam hal:
a. Tukar-menukar,
b. Hibah.
c. Hibah wasiat.
d. Waris.
e. Pemasukan dalam perseroan atau badan hukum lainnya.
f. Pemisahan hak yang mengakibatkan peralihan hak.
g. Peralihan hak karena pelaksanaan putusan hakim yang mempunyai kekuatan hukum
tetap.
h. Pemberian hak baru atas tanah sebagai kelanjutan dari pelepasan hak.
i. Pemberian hak baru atas tanah di luar pelepasan hak,
j. Penggabungan usaha.
k. Peleburan usaha.
l. Pemekaran usaha.
m. Hadiah.
3. Harga transaksi yang tercantum dalam Risalah Lelang, dalam hal: penunjukan pembeli
dalam lelang.
4. Nilai Jual Objek Pajak Pajak Bumi dan Bangunan (NJOP PBB), apabila besarnya NPOP
sebagaimana dimaksud dalam poin 1 dan 2 tidak diketahui atau NPOP lebih rendah
daripada NJOP PBB.
Contoh:
Tuan Aryo membeli tanah dan bangunan dengan NPOP (harga transaksi)
Rp 100.000.000,00. NJOP PBB tersebut yang digunakan dalam pengenaan PBB adalah Rp
120.000.000,00, maka yang dikenakan sebagai dasar pengenaan BPHTB adalah Rp
120.000.000,00 dan bukan Rp l00.000.000,00.

Nilai Perolehan Objek Pajak Tidak Kena Pajak (NPOPTKP)


Besarnya NPOPTKP ditetapkan secara regional paling rendah Rp 60.000.000,00 (enam puluh
juta rupiah), kecuali dalam hal perolehan hak karena waris, atau hibah wasiat yang diterima
orang pribadi yang masih dalam hubungan keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus satu
derajat ke atas atau satu derajat ke bawah dengan pemberi hibah wasiat, termasuk suami/istri,
Nilai Perolehan Objek Pajak Tidak Kena Pajak ditetapkan secara regional paling rendah Rp
300.000.000.00 (tiga ratus juta rupiah). Besarnya NPOPTKP ditetapkan dengan Peraturan
Daerah.

Universitas Esa Unggul


http://esaunggul.ac.id 35 /
40
Tarif Pajak
Besarya tarif pajak ditetapkan paling tinggi sebesar 5% (lima persen). Tarif Bea Perolehan Hak
atas Tanah dan Bangunan ditetapkan dengan Peraturan Daerah.

CARA MENGHITUNG BPHTB


BPHTB = (NPOP – NPOPTKP) x tarif pajak

Contoh:
Tuan Budi membeli tanah dan bangunan dengan Nilai Perolehan Objek Pajak
Rp 70.000.000,00. Sedangkan Nilai Perolehan Objek Pajak Tidak Kena Pajak yang berlaku di
kabupaten/kota tersebut Rp 60.000.000,00 dan tarif pajaknya 5%.
Nilai Perolehan Objek Pajak Rp 70.000.000,00
Nilai Perolehan Objek Pajak Tidak Kena Pajak Rp 60.000.000,00
Rp 10.000.000,00
BPHTB yang terutang = Rp 10.000.000,00 x 5% = Rp 500.000,00

SAAT TERUTANGNYA PAJAK


Saat yang menentukan terutangnya pajak adalah:
1. Sejak tanggal dibuat dan ditandatanganinya akta, untuk:
a. Jual beli.
b. Tukar-menukar.
c. Hibah.
d. Hibah wasiat.
e. Pemasukan dalam perseroan atau badan hukum lainnya.
f. Pemisahan hak yang mengakibatkan peralihan.
g. Penggabungan usaha.
h. Peleburan usaha.
i. Pemekaran usaha.
j. Hadiah.
2. Sejak tanggal penunjukan pemenang lelang, untuk lelang.

Universitas Esa Unggul


http://esaunggul.ac.id 36 /
40
3. Sejak tanggal putusan pengadilan yang mempunyai kekuatan hukum yang tetap, untuk
putusan hakim.
4. Sejak tanggal yang bersangkutan mendaftarkan. peralihan haknya ke kantor bidang
pertanahan, untuk waris.
5. Sejak tanggal diterbitkannya surat keputusan pemberian hak, untuk:
a. Pemberian hak baru atas tanah sebagai kelanjutan dari pelepasan hak.
b. Pemberian hak baru di luar pelepasan hak.
BPHTB yang terutang harus dilunasi pada saat terjadinya perolehan hak.
TEMPAT PAJAK TERUTANG
Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan yang terutang dipungut di wilayah daerah tempat
tanah dan/atau bangunan berada.

KETENTUAN BAGI PEJABAT


Yang termasuk dalam pengertian pejabat adalah:
1. Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT)/Notaris.
2. Kepala kantor yang membidangi pelayanan lelang negara.
3. Kepala kantor bidang pertanahan.

Untuk pejabat-pejabat tersebut berlaku ketentuan-ketentuan sebagai berikut:


1. PPAT/Notaris hanya dapat menandatangani akta pemindahan hak atas tanah dan/atau
bangunan setelah Wajib Pajak menyerahkan bukti pembayaran pajak. PPAT/Notaris yang
melanggar ketentuan ini dikenakan sanksi administratif berupa denda sebesar Rp
7.500.000,00 (tujuh juta lima ratus ribu rupiah) untuk setiap pelanggaran.

2. Kepala kantor yang membidangi pelayanan lelang negara hanya dapat menandatangani
risalah lelang perolehan hak atas tanah dan/atau bangunan setelah Wajib Pajak
menyerahkan bukti pembayaran pajak. Bagi pejabat yang melanggar ketentuan ini
dikenakan sanksi administratif berupa denda sebesar Rp 7.500.000,00 (tujuh juta lima ratus
ribu rupiah) untuk setiap pelanggaran.

3. Kepala kantor bidang pertanahan hanya dapat melakukan pendaftaran hak atas tanah atau
pendaftaran peralihan hak atas tanah setelah Wajib Pajak menyerahkan bukti pembayaran
pajak. Setiap pelanggaran ketentuan ini dikenakan sanksi menurut

Universitas Esa Unggul


http://esaunggul.ac.id 37 /
40
Peraturan Pemerintah Nomor 53 Tahun 2010 tentang Peraturan Disiplin Pegawai Negeri
Sipil.

4. PPAT/Notaris dan Kepala kantor yang membidangi pelayanan lelang negara melaporkan
pembuatan akta atau risalah lelang Perolehan Hak atas Tanah dan/atau Bangunan kepada
Kepala Daerah paling lambat pada tanggal 10 (sepuluh) bulan
berikutnya. Atas pelanggaran ketentuan ini dikenakan sanksi administrasi dan denda
sebesar Rp 250.000,00 (dua ratus lima puluh ribu rupiah) untuk setiap laporan.

Universitas Esa Unggul


http://esaunggul.ac.id 38 /
40
C. Daftar Pustaka

a. Perpajakan karangan Prof. Dr, Mardiasmo, MBA, Akt, QUA, QfrA., CA


b. Perpajakan Teori dan Kasus karangan sito Resmi
c. https://www.pajak.go.id/index-belajar-pajak

Universitas Esa Unggul


http://esaunggul.ac.id 39 /
40

Anda mungkin juga menyukai