NPM : 19.4301.196
Kelas : C
Kata Pengantar
Puji syukur ke hadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-
Nya sehingga saya dapat menyelesaikan tugas makalah yang berjudul Perbuatan
Percabulan Anak di Bawah Umur ini tepat pada waktunya.
Adapun tujuan dari penulisan dari makalah ini adalah untuk memenuhi tugas H.
Sujasmim, SH.MH pada mata kuliah Delik-delik Khusus . Selain itu, makalah ini
juga bertujuan untuk menambah wawasan tentang Kriminalitas Anak di Bawah
Umur
Saya mengucapkan terima kasih kepada bapak H. Sujasmin, SH.MH selaku dosen
mata kuliah Delik-Delik Khusus yang telah memberikan tugas ini sehingga dapat
menambah pengetahuan dan wawasan sesuai dengan bidang studi yang saya
tekuni.
Saya juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membagi
sebagian pengetahuannya sehingga saya dapat menyelesaikan makalah ini.
Saya menyadari, makalah yang saya tulis ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh
karena itu, kritik dan saran yang membangun akan saya nantikan demi
kesempurnaan makalah ini.
DAFTAR ISI
COVER MAKALAH…………………………………………………………
DAFTAR ISI……..…………………………………………………………...
3
Izin Tertulis Gubernur ini tertuang dalam Surat No. 170/13931 tanggal 13 Desember 2011,
Perihal: Persetujuan Tertulis Untuk Melakukan Pemanggilan, Permintaan Keterangan dan
Penyidikan Terhadap Sdr. Rusiadi Anggota DPRD Kab. Serdang Bedagai, ditujukan: kepada Kepala
Kepolisian Daerah Sumatera Utara, yang ditandatangani A.n Menteri Dalam Negeri Plt. Gubernur
Sumatera Utara Gatot Pujo Nugroho, ST
4
Terdakwa Rusiadi pada tahap penyidikan telah dipanggil sebagai Tersangka melalui Ketua
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Serdang Bedagai dengan Surat Panggilan No.Pol:
K/4182/XII/2011/Ditreskrimum tanggal 15 Desember 2011 yang ditandatangani oleh Direktur
Reserse Kriminal Umum Polda Sumut a/n Kombes Pol. Drs Bambang Herianto.
Sewaktu perkara ini di tingkat penyidikan, pada tanggal 28 Juni 2011,
Rusiadi mengajukan gugatan izin berpoligami ke Pengadilan Agama Lubuk
Pakam dengan Register No. 603/Pdt.G/2011/PA-Lpk dengan amar pada pokoknya
mengabulkan dan memberikan izin kepada Rusiadi untuk berpoligami kemudian
pada hari Sabtu tanggal 10 September 2011 Rusiadi dengan Anggita Zulka
menikah secara Islam.
Berdasarkan hasil penyidikan, keberadaan secara berduaan terdakwa
berserta saksi Anggita Zulka di sebuah hotel untuk menginap dalam satu ruangan
menimbulkan penilaian kepatutan bahwa telah terjadi pencabulan. Tentu saja
tindakan cabul tidaklah mudah untuk dibuktikan dengan adanya saksi yang
melihat tetapi setidaknya dengan adanya dua orang berbeda jenis kelamin tanpa
terikat perkawinan berada dalam satu ruangan dan bermalam dapat dipandang
telah melakuan tindakan cabul.5 Dugaan ini dikuatkan dengan temuan visum t
entang kerusakan selaput dara saksi Anggita Zulka walaupun seputar kerusakan
selaput daranya kemudian dibantah oleh saksi Anggita dilakukan oleh terdakwa di
depan persidangan tetapi bila dikaitkan dengan keterangannya di hadapan
penyidik keterangan mana diberikan di bawah sumpah dan dikaitkan pula dengan
pengakuannya dihadapkan ibunya (saksi Sri Gema Wahyu) maka penyangkalan
saksi Anggita Zulka seputar kerusakan selaput daranya tidak dilakukan oleh
terdakwa adalah tidak berdasar secara hukum karena itu keterangan saksi Anggita
Zulka tidak lagi objektif mengingat statusnya pada waktu memberikan keterangan
di depan persidangan telah menjadi istri terdakwa dan tidak memberikan alasan
yang patut tentang penyangkalannya sehingga keterangan di depan persidangan
sepanjang penyangkalannya haruslah dikesampingkan.
Fakta hukum yang ditemukan di persidangan menunjukkan bahwa
pembuktian peristiwa pidana yang didakwakan telah sesuai dengan hukum acara
yang berlaku, dan perbuatan ini benar telah terjadi dan terdakwalah pelakunya.
5
Pandangan ini bahkan telah menjadi sebuah pendapat umum sehingga tidak memerlukan
Pembuktian hukum (fakta notoir). Berdasarkan ketentuan Pasal 184 ayat 2 menyebutkan: Hal
yang Secara umum sudah diketahui tidak perlu dibuktikan.
Proses pemeriksaan dalam perkara ini mempergunakan teori pembuktian menurut
undang-undang secara negatif karena selain minimal ada dua alat bukti sah yang
mendukung dakwaan penuntut umum (in casu keterangan saksi-saksi, keterangan
ahli bahkan surat-surat dan keterangan terdakwa yang kesemuanya ini bahkan
dapat menimbulkan petunjuk6) diperlukan lagi keyakinan hakim. Sewaktu
penulisan ini, putusan No. 396/Pid.B/2012/PN-LP belum memiliki kekuatan
hukum tetap (inkrach van gewijsde) karena terhadap putusan tersebut masih
dilakukan upaya hukum7 banding oleh Penuntut Umum dan juga oleh terdakwa
Rusiadi.
2.3 Faktor Penyebab Terjadinya Pencabulan Anak di Bawah Umur dan
Upaya Penanggulangannya.
1. Terjadinya Pencabulan Anak Di Bawah Umur
a. Faktor Intern
Pencabulan dalam Islam sudah jelas-jelas dilarang baik dalam
al-Qur’an maupun Hadist Nabi. Karunia Allah berupa hawa nafsu
sering kali tidak dapat dikendalikan dan justru malah berakibat
merugikan, baik bagi dirinya sendiri maupun orang lain. Dan Allah
juga menghendaki agar manusia mau mengendalikan hawa nafsu
dengan akalnya, agar tidak terjadi suatu kejahatan atau perbuatan
buruk, contohnya seperti tindak pidana pemerkosaan. Selain hawa
nafsu yang menjadi faktor penyebab tindak pidana pencabulan.
Latar belakang terjadinya delik kesusilaan pada umumnya
disebabkan dorongan bahwa nafsu yang tidak dapat dikendalikan
atau faktor moral dan tingkah laku serta karakter penjahat (dapat
dilihat dari raut wajahnya yang seram, lingkungannya dan latar
6
Petunjuk adalah perbuatan, kejadian atau keadaan, yang karena persesuaian, baik antara yang
Satu dengan yang lain, maupun dengan tindak pidana itu sendiri, menandakan bahwa telah
terjadi Suatu tindak pidana dan siapa pelakunya. Petunjuk dapat diperoleh dari keterangan saksi,
surat dan Keterangan terdakwa. Lihat Pasal 188 ayat (1) dan (2) KUHAP.
7
Upaya hukum adalah hak terdakwa atau Penuntut Umum untuk tidak menerima putusan
Pengadilan yang berupa perlawanan atau banding atau kasasi atau terpidana untuk mengajukan
Permohonan peninjauan kembali dalam hal serta menurut cara yang diatur dalam undang-
undang ini. Lihat pasal 1 angka 12 KUHAP.
belakang kehidupannya dan keluarganya), apabila diamati secara
seksama, maka menurut hemat penulis faktor tingkah laku dan cepat
guna mencari lokasi yang sunyi, maka munculah niat jahatnya.
Kurang bermoralnya seseorang sering menyebabkan sikap, tindakan
orang lain diselesaikan kekerasannya, yaitu kesusilaan sekaligus
penganiayaan.
Sifat kepribadian seseorang yang demikian mengakibatkan
mudah dipengaruhi oleh nafsu, sehingga setiap persoalan yang
berwatak lemah lembut membuat mudah tersinggung, yang dianggap
cukup berdaya karena suatu persoalan yang mencemaskan nama baik
pribadi atau keluarga yang tidak bersalah akan terus
dipertahankan/dijaga.
b. Faktor Ekstern
Ada beberapa orang yang dapat mendorong terjadinya
kesusilaan antara lain adalah faktor eksternal. Yang termaksud faktor
eksternal adalah faktor yang timbul di luar pribadi pelaku, misalnya
adanya kesempatan dan pengaruh dari korban itu sendiri serta
rendahnya hukuman yang diberikan kepada pelaku delik kesusilaan.
Faktor-faktor kesempatan, hal ini kebanyakan pelakunya ada para
sopir mikrolet, karena melihat penumpangnya tinggal sendirian dan
perempuan (gadis) seorang sopir lalu melarikan kendaraannya dengan
kesusilaan/perbuatan cabul sering pula terjadi karena faktor dari
korban itu sendiri yaitu adannya pergaulan bebas, sehingga korban
sering berteman atau bergaul dengan laki-laki. Di samping itu juga
korban biasa menggunakan pakaian yang minim.
2. Usaha Pemerintah Dalam Menanggulangi Kesusilaan
Adapun beberapa yang dapat dilakukan oleh pemerintah untuk
menanggulangi kesusilaan, yaitu sebagai berikut:
a. Mendidik para remaja untuk memperoleh keterampilan sehingga
memungkinkan mereka memperoleh lapangan kerja.
b. Memberikan pendidikan agama dan moral pancasila kepada
mantan terpidana agar dapat menyadari perbuatan yang dilakukan.
c. Mentranmigrasikan mantan terpidana karena tekanan ekonomi
telah melakukan kejahatan berupa pemerkosaan yang disertai
dengan pencucian atau pemerkosaan.
d. Supaya masyarakat bersedia menerima mantan nara pidana dan
membimbing mereka untuk melaksanakan tugas-tugas seperti
sediakala
BAB III
KESIMPULAN DAN SARAN
3.1 KESIMPULAN
Berdasarkan uraian di atas, maka dapatlah disimpulkan sebagai berikut :
a. tentang tindak pidana pencabulan terhadap anak menurut hukum di Indonesia
diatur dalam 3 (tiga) Undang-Undang yaitu: 1) Kitab Undang-Undang Hukum
Pidana (KUHP) pada Pasal 290 ayat (2) dan (3), Pasal 292, Pasal 293, Pasal
294 ayat (1), Pasal 295 dan Pasal 296; 2) Undang-Undang No. 23 tahun 2002
Tentang Perlindungan Anak (UUPA) pada Pasal 81 ayat (2), Pasal 82 dan
Pasal 88; 3) Undang-Undang No. 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan
Kekerasan Dalam Rumah Tangga (UUKDRT) pada Pasal 46 dan Pasal 47.
KUHP adalah aturan umum sedangkan UUPA adalah aturan khusus sehingga
berdasarkan asas lex specialis derogat legi generalis, maka UUPA
menghapuskan daya berlaku KUHP sepanjang aturan pencabulan terhadap
anak (yang berumur di bawah 18 tahun) sedangkan jika korban pencabulan
berumur 18 tahun ke atas tetapi masih di bawah 21 tahun dan belum pernah
menikah maka pasal-pasal yang ada dalam KUHP dapat diterapkan.
b. Penegakan hukum dalam perkara No. 396/Pid.B/2012/PN-LP telah sesuai
dengan KUHAP. Proses acara dimulai dengan dakwaan, pemeriksaan saksi,
ahli, surat, terdakwa, tuntutan, pembelaan dan putusan. Berdasarkan
pemeriksaan di depan persidangan dengan alat bukti yang ada, ditambah
keyakinan hakim ditemukan fakta hukum bahwa benar telah terjadi perbuatan
yang didakwakan dan terdakwalah pelakunya.
c. Hambatan-hambatan yang dihadapi hakim dalam memeriksa dan mengadili
perkara No. 396/Pid.B/2012/PN-LP adalah dibidang yuridis dan non yuridis.
Hambatan yuridis terkait dengan ketentuan Pasal 153 ayat (3) KUHAP yang
menentukan bahwa perkara kesusilaan harus tertutup untuk umum, sementara
itu masyarakat luas ingin agar perkara ini terbuka untuk umum. Hambatan
yuridis lainnya adalah ketentuan Pasal 64 ayat (3) UUPA terkait dengan upaya
penghindaran anak dari publikasi media massa dan labelisasi, sementara itu
media massa sangat gencar memberikan permberitaan secara luas. Hambatan
yuridis lainnya adalah UUPA tidak mengatur secara khusus tentang
pemberatan hukuman terhadap pelaku dewasa yang melakukan pencabulan
terhadap anak.
3.2 SARAN
Berdasarkan uraian di atas, beberapa saran penulis adalah:
1. Demi mencapai perlindungan hukum terhadap anak secara maksimal
seharusnya pengaturan tindak pidana pencabulan terhadap anak cukup diatur
dalam satu undang-undang saja untuk kepastian hukum dan menghindari multi
tafsir.
2. Diharapkan agar para penegak hukum dalam mencermati kasus-kasus
pencabulan terhadap anak tidak hanya memperhatikan normatif tekstual undang-
undang tetapi juga harus memperhitungkan kenyataan kematangan psikologis
pelaku dan
korban dalam menyadari sebuah perbuatan melanggar hukum.
3. Hendaknya dalam setiap sistem peradilan terpadu dimulai dari kepolisian,
kejaksaan, dan terutama sekali pengadilan lebih memperbanyak orang-orang
yang memiliki keahlian khusus yang membidangi persoalan anak baik sebagai
pelaku atau sebagai korban tindak pidana. Ruang yang representatif untuk
perkara-perkara kesusilaan dan untuk tujuan persidangan tertutup untuk umum
hendaknya disediakan dalam setiap Pengadilan. UUPA seharusnya mengatur
secara khusus pemberatan hukuman bagi pelaku dewasa yang melakukan tindak
pidana pencabulan terhadap anak sehingga UUPA ini perlu direvisi.
DAFTAR PUSTAKA
A. Buku
Rajagrafindo Persada
Nursariani dan Faisal, 2017, Kriminolgi Suatu Pengantar, Medan: Pustaka Prima
Aditya Bakti
Indonesia
Alfabeta CV
B. Peraturan Perundang-Undangan