Anda di halaman 1dari 5

 

> Keluarga

Bermesraan Ala Rasulullah


Publikasi 17/12/2002 12:48 WIB
eramuslim - Bermesraan, itulah yang membuat hubungan suami-istri terasa indah dan nikmat. Caranya? Coba perhatikan
uraian berikut ini.
Dalam berkomunikasi, ada dua jenis lambang yang bisa dipergunakan, yaitu lambang verbal dan lambang non verbal. Menurut
penelitian Profesor Birdwhistell, maka nilai efektifitas lambang verbal dibanding non verbal adalah 35:65. Jadi, justru lambang
non verbal yang lebih efektif dalam menyampaikan pesan.
Bermesraan, adalah upaya suami istri untuk menunjukkan saling kasih sayang dalam bentuk verbal. Sentuhan tangan dan
gerak tubuh lainnya, adalah termasuk lambang non verbal ketika suami berkomunikasi dengan istrinya. Komunikasi verbal
semata belumlah efektif jika belum disertai oleh komunikasi non verbal, dalam bentruk kemesraan tersebut.
Rasulullah saw pun merasakan pentingnya bermesraan dengan istri, sehingga beliau pun mempraktekkannya untuk menghias
hari-hari dalam keluarganya, yang tecermin seperti dalam hadis-hadis berikut:
1. Tidur dalam satu selimut bersama istri
Dari Atha' bin Yasar: "Sesungguhnya Rasulullah saw dan 'Aisyah ra biasa mandi bersama dalam satu bejana. Ketika beliau
sedang berada dalam satu selimut dengan 'Aisyah, tiba-tiba 'Aisyah bangkit. Beliau kemudian bertanya, 'Mengapa engkau
bangkit?' Jawabnya, 'Karena saya haidh, wahai Rasulullah.' Sabdanya, 'Kalau begitu, pergilah, lalu berkainlah dan dekatlah
kembali kepadaku.' Aku pun masuk, lalu berselimut bersama beliau." (HR Sa'id bin Manshur)
2. Memberi wangi-wangian pada auratnya
'Aisyah berkata, "Sesungguhnya Nabi saw apabila meminyaki badannya, beliau memulai dari auratnya dan mengolesinya
dengan nurah (sejenis bubuk pewangi), dan istrinya meminyaki bagian lain seluruh tubuhnya. (HR Ibnu Majah)
3. Mandi bersama istri
Dari 'Aisyah ra, ia berkata, "Aku biasa mandi bersama dengan Nabi saw dengan satu bejana. Kami biasa bersama-sama
memasukkan tangan kami (ke dalam bejana)." (HR 'Abdurrazaq dan Ibnu Abu Syaibah)
4. Disisir istri
Dari 'Aisyah ra, ia berkata, "Saya biasa menyisir rambut Rasulullah saw, saat itu saya sedang haidh".(HR Ahmad)
5. Meminta istri meminyaki badannya
Dari 'Aisyah ra, ia berkata, "Saya meminyaki badan Rasulullah saw pada hari raya 'Idul Adh-ha setelah beliau melakukan
jumrah 'aqabah." (HR Ibnu Asakir)
6. Minum bergantian pada tempat yang sama
Dari 'Aisyah ra, dia berkata, "Saya biasa minum dari muk yang sama ketika haidh, lalu Nabi mengambil muk tersebut dan
meletakkan mulutnya di tempat saya meletakkan mulut saya, lalu beliau minum, kemudian saya mengambil muk, lalu saya
menghirup isinya, kemudian beliau mengambilnya dari saya, lalu beliau meletakkan mulutnya pada tempat saya meletakkan
mulut saya, lalu beliau pun menghirupnya." (HR 'Abdurrazaq dan Sa'id bin Manshur)
7. Membelai istri
"Adalah Rasulullah saw tidaklah setiap hari melainkan beliau mesti mengelilingi kami semua (istrinya) seorang demi seorang.
Beliau menghampiri dan membelai kami dengan tidak mencampuri hingga beliau singgah ke tempat istri yang beliau giliri
waktunya, lalu beliau bermalam di tempatnya." (HR Ahmad)
8. Mencium istri
Dari 'Aisyah ra, bahwa Nabi saw biasa mencium istrinya setelah wudhu', kemudian beliau shalat dan tidak mengulangi
wudhu'nya."(HR 'Abdurrazaq)

Dari Hafshah, putri 'Umar ra, "Sesungguhnya Rasulullah saw biasa mencium istrinya sekalipun sedang puasa." (HR Ahmad)
9. Tiduran di Pangkuan Istri
Dari 'Aisyah ra, ia berkata, "Nabi saw biasa meletakkan kepalanya di pangkuanku walaupun aku sedang haidh, kemudian
beliau membaca al-Qur'an." (HR 'Abdurrazaq)
10. Memanggil dengan kata-kata mesra
Rasulullah saw biasa memanggil Aisyah dengan beberapa nama panggilan yang disukainya, seperti 'Aisy, dan Humaira (pipi
merah delima).
11. Mendinginkan kemarahan istri dengan mesra
Nabi saw biasa memijit hidung 'Aisyah jika ia marah dan beliau berkata, Wahai 'Uwaisy, bacalah do'a: 'Wahai Tuhanku,
Tuhan Muhammad, ampunilah dosa-dosaku, hilangkanlah kekerasan hatiku, dan lindungilah diriku dari fitnah yang
menyesatkan." (HR. Ibnu Sunni)
12. Membersihkan tetesan darah haidh istri
Dari 'Aisyah ra, ia berkata, "Aku pernah tidur bersama Rasulullah saw di atas satu tikar ketika aku sedang haidh. Bila darahku
menetes ke tikar itu, beliau mencucinya di bagian yang terkena tetesan darah dan beliau tidak berpindah dari tempat itu,
kemudian beliau shalat di tempat itu pula, lalu beliau berbaring kembali di sisiku. Bila darahku menetes lagi ke tikar itu, beliau
mencuci di bagian yang terkena darah itu saja dan tidak berpindah dari tempat itu, kemudia beliau pun shalat di atas tikar itu."
(HR Nasa'i)
13. Bermesraan walau istri haidh
Dari 'Aisyah ra, ia berkata, "Saya biasa mandi bersama Rasulullah saw dengan satu bejana, padahal kami sama-sama dalam
keadaan junub. Aku biasa menyisir rambut Rasulullah ketika beliau menjalani i'tikaf di masjid dan saya sedang haidh. Beliau
biasa menyuruh saya menggunakan kain ketika saya sedang haidh, lalu beliau bermesraan dengan saya." (HR 'Abdurrazaq dan
Ibnu Abi Syaibah)
14. Memberikan hadiah
Dari Ummu Kaltsum binti Abu Salamah, ia berkata,
"Ketika Nabi saw menikah dengan Ummu Salamah, beliau bersabda kepadanya, Sesungguhnya aku pernah hendak memberi
hadiah kepada Raja Najasyi sebuah pakaian berenda dan beberapa botol minyak kasturi, namun aku mengetahui ternyata Raja
Najasyi telah meninggal dunia dan aku mengira hadiah itu akan dikembalikan. Jika hadiah itu memang dikembalikan
kepadaku, aku akan memberikannya kepadamu."
Ia (Ummu Kultsum) berkata, "Ternyata keadaan Raja Najasyi seperti yang disabdakan Rasulullah saw, dan hadiah tersebut
dikembalikan kepada beliau, lalu beliau memberikan kepada masing-masing istrinya satu botol minyak kasturi, sedang sisa
minyak kasturi dan pakaian tersebut beliau berikan kepada Ummu Salamah." (HR Ahmad)
15. Segera menemui istri jika tergoda.
Dari Jabir, sesungguhnya Nabi saw pernah melihat wanita, lalu beliau masuk ke tempat Zainab, lalu beliau tumpahkan
keinginan beliau kepadanya, lalu keluar dan bersabda, "Wanita, kalau menghadap, ia menghadap dalam rupa setan. Bila
seseorang di antara kamu melihat seorang wanita yang menarik, hendaklah ia datangi istrinya, karena pada diri istrinya ada hal
yang sama dengan yang ada pada wanita itu." (HR Tirmidzi)
Begitu indahnya kemesraan Rasulullah saw kepada para istrinya, memberikan gambaran betapa Islam sangat mementingkan
komunikasi non verbal ini, karena bahasa tubuh ini akan lebih efektif menyatakan cinta dan kasih sayang antara suami istri.
Nah, silakan mencoba. ·
From : Cathy, Didik L Kuntadi
Diambil dari milis Faktual
 > Keluarga

Begitulah Cinta ...


Publikasi 09/01/2003 08:03 WIB
....... and you know honey,
my love for you is growing and growing in every single day.....
eramuslim - Dua baris kalimat pendek dalam email itu sempat membuat hatiku berbunga-bunga tiada tara. Mengingat sangat
jarang bahkan hampir dapat dikatakan tidak pernah dalam tiga bulan pernikahan kami, suamiku menulis kata-kata sebegitu
romantisnya seperti yang dia lakukan di atas.
Usia pernikahan kami memang masih sangat muda, yang mungkin bagi sebagian orang masih belum berarti apapun. Namun
insya Allah pondasi pernikahan yang kami bangun didasari dengan kalimah Lillahi ta'ala, tanpa (saling) cinta yang menggebu
layaknya pasangan-pasangan yang sedang asyik memadu kasih. Pun, tanpa kata sayang apalagi secara verbal mengatakan 'I
love you'.
Sebagian besar kawan memberi julukan pernikahan kami dengan istilah 'kawin instan'. Instan yang berarti serba cepat dan
serba mendadak. Bahkan segelintir orang sempat merasa curiga ada apa-apa dengan pernikahan ini, seandainya mereka tidak
melihat calon suami seorang ikhwan yang insya Allah sholeh. Usia perkenalan kami yang hanya dua minggu, rasanya mustahil
dibilang ada rasa cinta. Walau ada pepatah yang mengatakan 'love at the first sight'. Namun bagi kami, 'love' di antara kami
lebih indah dan lebih dahsyat justru hadir setelah ijab kabul terlaksana. Tidak percaya? Buktikan sendiri.
Dan episode pacaran pun baru dimulai sesudahnya. Rasanya, masya Allah... rasa cinta, rindu dan segudang rasa sayang yang
besarnya bagai air bah yang meluap dan meluber ke segala sudut hati. Sangat mengherankan jika banyak pemuda-pemudi yang
berpasangan lebih leluasa berpacaran berlama-lama sebelum ijab kabul terlaksana. Padahal mereka banyak melakukan hal-hal
yang diharamkan oleh agama. Pernah terlintas dalam benak kami, kenapa mereka tidak menyegerakan menikah agar segala
yang haram menjadi halal?
Bukankah lebih indah dan bahkan sejuta rasanya jika kita dapat meluapkan rasa cinta kita kepada pasangan yang sudah
disahkan dengan tali pernikahan?. Pacaran? siapa yang melarang? wong apa yang kami lakukan sekarang justru sedang 'hot-
hot' nya pacaran kok, pacaran yang dihalalkan Allah. Pacaran yang dimulai setelah ijab kabul. Indah bukan?...
Pernah satu kali, ketika keadaan memaksa kami untuk berpisah selama satu malam. Satu malam perpisahan kami rasakan
bagai sebulan, telepon dan SMS pun mengalir. Tak tahan rasanya berpisah dengan belahan hati walau satu malam pun!
Tidak ada pernikahan tanpa berselisih paham. Jika hal tersebut terjadi, kami berusaha kembalikan kepada hukum Allah dan
kemesraan pun terjalin kembali. Bagi pasangan-pasangan yang berpacaran sebelum menikah, jika terjadi selisih paham dan
emosi yang bermain maka keputusan yang diambil mungkin lebih ekstrim, yaitu putus hubungan. Padahal dosa-dosa akibat
mendekati zina yang dimurkai Allah sudah mereka lakukan.
"Dan janganlah kamu mendekati zina; sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji. Dan suatu jalan yang buruk."
(Al-Israa:32)
Pernikahan adalah perjanjian suci yang dipersatukan oleh Allah. Pun, jika terjadi salah paham kita dianjurkan untuk tidak
memakai emosi di dalam menyelesaikannya. Kata "putus" untuk sebagian pasangan yang belum menikah mungkin lebih
mudah diucapkan, namun tidak bagi pasangan yang menikah seperti kami (dan mungkin juga pasutri lainnya). Pernikahan ini
adalah pagar bagi kami untuk tidak berbuat hal-hal yang dibenci Allah Swt.
Kami percaya, cinta yang hadir di kehidupan pernikahan kami adalah karena Allah Swt menghendaki demikian adanya. Lewat
cinta-Nya kepada kami, dianugerahkan-Nya rasa cinta dan kasih di antara kami sebagai pengikat tali pernikahan kami. Insya
Allah, akan kami jaga sampai maut memisahkan kami atau bahkan sampai cita-cita kami berdua tercapai, ber-reuni di Surga-
nya Allah, amin ya Robb, amin. Dan kami percaya, awal perkenalan sampai proses pernikahan kami yang 'serba instan' juga
buah karya dan keputusan dari Sang Raja dari segala raja yang telah menghadirkan rasa cinta itu di setiap helaan nafas kami,
(dan semoga untuk selamanya).
..... I miss bunda! (dari: ayah)
Sebaris short message (SMS) masuk ke handphone ku siang itu. Anganku pun langsung terbang ke langit, mempesona.
Begitulah Cinta! Wallahu'alam Bishshowab. (untuk ayah IH sal-say, dari: bunda)
Muslimah

Jika Aku Jatuh Cinta ...


Publikasi 28/03/2003 06:59 WIB
eramuslim - Cinta. Sebuah kata singkat yang memiliki makna luas. Walaupun belum teridentifikasi secara pasti, namun
eksistensi cinta diakui oleh semua orang. Al-Ghazali mengatakan cinta itu ibarat sebatang kayu yang baik. Akarnya tetap di
bumi, cabangya di langit dan buahnya lahir batin, lidah dan anggota-anggota badan. Ditujukan oleh pengaruh-pengaruh yang
muncul dari cinta itu dalam hati dan anggota badan, seperti ditujukkanya asap dalam api dan ditunjukkanya buah dan pohon.
Cinta sejati hanyalah pada Rabbul Izzati. Cinta yang takkan bertempuk sebelah tangan. Namun Allah tidak egois mendominasi
cinta hamba-Nya. Dia berikan kita cinta kepada anak, istri, suami, orang tua, kaum muslimin. Tapi cinta itu tentu porsinya
tidak melebihi cinta kita pada Allah, karena Allah mengatakan, “Katakanlah! ‘Jika bapak-bapakmu, anak-anakmu, saudara-
saudaramu, istri-istrimu, kaum keluargamu, harta-benda yang kamu usahakan, perdagangan yang kamu khawatiri akan merugi
dan rumah tangga yang kamu senangi (manakala itu semua) lebih kamu cintai dari pada Allah dan Rasul-Nya dan berjiha di
jalan-Nya, maka tunggulah keputusan-Nya. Dan Allah tidak memberi petunjuk kepada kaum yang fasik.”
Prestasi kepahlawanan para pejuang tidak terlepas dari pengaruh cintanya seorang pemuda kepada pemudi. Umar bin Abdul
Aziz berhasil memenangkan pertarungan cinta sucinya kepada Allah dari pada cinta tidak bertuannya kepada seorang gadis.
Tidak ada yang salah pada cinta. Berusahalah menempatkannya pada tempat, waktu dan sisi yang tepat.
Ya Allah, jika aku jatuh cinta, cintakanlah aku pada seseorang yang melabuhkan cintanya pada-Mu, agar bertambah
kekuatan ku untuk mencintai-Mu.
Ya Muhaimin, jika aku jatuh cinta, jagalah cintaku padanya agar tidak melebihi cintaku pada-Mu
Ya Allah, jika aku jatuh hati, izinkanlah aku menyentuh hati seseorang yang hatinya tertaut pada-Mu, agar tidak terjatuh aku
dalam jurang cinta semu.
Ya Rabbana, jika aku jatuh hati, jagalah hatiku padanya agar tidak berpaling pada hati-Mu.
Ya Rabbul Izzati, jika aku rindu, rindukanlah aku pada seseorang yang merindui syahid di jalan-Mu.
Ya Allah, jika aku rindu, jagalah rinduku padanya agar tidak lalai aku merindukan syurga-Mu.
Ya Allah, jika aku menikmati cinta kekasih-Mu, janganlah kenikmatan itu melebihi kenikmatan indahnya bermunajat di
sepertiga malam terakhirmu.
Ya Allah, jika aku jatuh hati pada kekasih-Mu, jangan biarkan aku tertatih dan terjatuh dalam perjalanan panjang menyeru
manusia kepada-Mu.
Ya Allah, jika Kau halalkan aku merindui kekasih-Mu, jangan biarkan aku melampaui batas sehingga melupakan aku pada
cinta hakiki dan rindu abadi hanya kepada-Mu.
Ya Allah Engaku mengetahui bahwa hati-hati ini telah berhimpun dalam cinta pada-Mu, telah berjumpa pada taat pada-Mu,
telah bersatu dalam dakwah pada-MU, telah berpadu dalam membela syariat-Mu. Kokohkanlah ya Allah ikatannya.
Kekalkanlah cintanya. Tunjukilah jalan-jalannya. Penuhilah hati-hati ini dengan nur-Mu yang tiada pernah pudar.
Lapangkanlah dada-dada kami dengna limpahan keimanan kepada-Mu dan keindahan bertawakal di jalan-Mu. (Yesi
Elsandra, special untuk yang saling mencintai karena-Nya)

Anda mungkin juga menyukai