Anda di halaman 1dari 16

Sifat istri shalihah bisa kita rinci berikut ini berdasarkan dalil-dalil yang disebutkan setelahnya: 1.

Penuh kasih sayang, selalu kembali kepada suaminya dan mencari maafnya. Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam bersabda : Maukah aku beritahukan kepada kalian, istri-istri kalian yang menjadi penghuni surga yaitu istri yang penuh kasih sayang, banyak anak, selalu kembali kepada suaminya. Di mana jika suaminya marah, dia mendatangi suaminya dan meletakkan tangannya pada tangan suaminya seraya berkata: Aku tak dapat tidur sebelum engkau ridha. (HR. An-Nasai dalam Isyratun Nisa no. 257. Silsilah Al-Ahadits Ash Shahihah, Asy- Syaikh Al Albani rahimahullah, no. 287) 2. Melayani suaminya (berkhidmat kepada suami) seperti menyiapkan makan minumnya, tempat tidur, pakaian, dan yang semacamnya. 3. Tidak memberikan Kemaluan nya kecuali kepada suaminya. Al Quran : Perempuan yang berzina dan laki-laki yang berzina, maka deralah tiap-tiap seorang dari keduanya seratus dali dera, dan janganlah belas kasihan kepada keduanya mencegah kamu untuk (menjalankan) agama Allah, jika kamu beriman kepada Allah, dan hari akhirat, dan hendaklah (pelaksanaan) hukuman mereka disaksikan oleh sekumpulan orang-orang yang beriman. (anNuur: 2-3). Dan janganlah kamu mendekati zina; sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji. Dan suatu jalan yang buruk, (al-Israa: 32) Dan orang-orang yang tidak menyembah tuhan yang lain beserta Allah dan tidak membunuh jiwa yang diharamkan Allah (membunuhnya) kecuali dengan (alasan) yang benar, dan tidak berzina, barang siapa yang melakukan yang demikian itu, niscaya dia mendapat (pembalasan) dosa(nya), (yakni) akan dilipat gandakan azab untuknya pada hari kiamat dan dia akan kekal dalam azab itu, dalam keadaan terhina, (al-Furqaan: 68-69). Hai Nabi, apabila datang kepadamu perempuan-perempuan yang beriman untuk mengadakan janji setia, bahwa mereka tiada akan menyekutukan Allah, tidak akan mencuri, tidak akan berzina, tidak akan membunuh anak-anaknya, tidak akan berbuat dusta yang mereka ada-adakan antara tangan dan kaki mereka dan tidak akan mendurhakaimu dalam urusan yang baik, maka terimalah janji setia mereka dan mohonkanlah ampunan kepada Allah untuk mereka. Sesungguhnya Allah maha Pengampun lagi Maha Penyayang, (al-Mumtahanah: 12). HADIS : Diriwayatkan dari Abu Hurairah r.a, ia berkata, Rasulullah saw. bersabda, Tiga jenis orang yang Allah tidak mengajak berbicara pada hari kiamat, tidak mensucikan mereka, tidak melihat kepada mereka, dan bagi mereka adzab yang pedih: Orang yang berzina, penguasa yang pendusta, dan orang miskin yang sombong, (HR Muslim [107]).

Diriwayatkan dari Abu Hurairah r.a, bahwasanya Rauslullah saw. bersabda, Tidaklah berzina seorang pezina saat berzina sedang ia dalam keadaan mukmin, Masih diriwayatkan darinya dari Nabi saw. beliau bersabda, Jika seorang hamba berzina maka keluarlah darinya keimanan dan jadilah ia seperti awan mendung. Jika ia meninggalkan zina maka kembalilah keimanan itu kepadanya, (Shahih, HR Abu Dawud [4690]). Diriwayatkan dari al-Miqdad bin al-Aswad r.a, ia berkata, Rasulullah saw. bersabda kepada para sahabatnya, Bagaimana pandangan kalian tentang zina? Mereka berkata, Allah dan RasulNya telah mengharamkannya maka ia haram sampai hari kiamat. Beliau bersabda, Sekiranya seorang laki-laki berzina dengan sepuluh orang wanita itu lebih ringan daripada ia berzina dengan isteri tetangganya, (Shahih, HR Bukhari dalam Adabul Mufrad [103]). 4. Menjaga rahasia-rahasia suami, lebih-lebih yang berkenaan dengan hubungan intim antara dia dan suaminya. Asma bintu Yazid radhiallahu anha menceritakan dia pernah berada di sisi Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam. Ketika itu kaum lelaki dan wanita sedang duduk. Beliau Shallallahu alaihi wa sallam bertanya: Barangkali ada seorang suami yang menceritakan apa yang diperbuatnya dengan istrinya (saat berhubungan intim), dan barangkali ada seorang istri yang mengabarkan apa yang diperbuatnya bersama suaminya? Maka mereka semua diam tidak ada yang menjawab. Aku (Asma) pun menjawab: Demi Allah! Wahai Rasulullah, sesungguhnya mereka (para istri) benar-benar melakukannya, demikian pula mereka (para suami). Beliau Shallallahu alaihi wa sallam bersabda: Jangan lagi kalian lakukan, karena yang demikian itu seperti syaithan jantan yang bertemu dengan syaitan betina di jalan, kemudian digaulinya sementara manusia menontonnya. (HR. Ahmad 6/456, Asy-Syaikh Al Albani rahimahullah dalam Adabuz Zafaf (hal. 63) menyatakan ada syawahid (pendukung) yang menjadikan hadits ini shahih atau paling sedikit hasan) 5. Selalu berpenampilan yang bagus dan menarik di hadapan suaminya sehingga bila suaminya memandang akan menyenangkannya. Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam bersabda: Maukah aku beritakan kepadamu tentang sebaik-baik perbendaharaan seorang lelaki, yaitu istri shalihah yang bila dipandang akan menyenangkannya, bila diperintah akan mentaatinya dan bila ia pergi si istri ini akan menjaga dirinya. (HR. Abu Dawud no. 1417. Asy-Syaikh Muqbil rahimahullah berkata dalam Al-Jamiush Shahih 3/57: Hadits ini shahih di atas syarat Muslim.) 6. Ketika suaminya sedang berada di rumah (tidak bepergian/ safar), ia tidak menyibukkan dirinya dengan melakukan ibadah sunnah yang dapat menghalangi suaminya untuk istimta (bernikmat-nikmat) dengannya seperti puasa, terkecuali bila suaminya mengizinkan. Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam bersabda: Tidak halal bagi seorang istri berpuasa (sunnah) sementara suaminya ada (tidak sedang bepergian) kecuali dengan izinnya. (HR. Al-Bukhari no. 5195 dan Muslim no. 1026) 7. Pandai mensyukuri pemberian dan kebaikan suami, tidak melupakan kebaikannya, karena Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam pernah bersabda: Diperlihatkan neraka kepadaku, ternyata aku dapati kebanyakan penghuninya adalah kaum wanita yang kufur. Ada yang bertanya kepada beliau: Apakah mereka kufur kepada Allah? Beliau menjawab: Mereka

mengkufuri suami dan mengkufuri (tidak mensyukuri) kebaikannya. Seandainya salah seorang dari kalian berbuat baik kepada seorang di antara mereka (istri) setahun penuh, kemudian dia melihat darimu sesuatu (yang tidak berkenan baginya) niscaya dia berkata: Aku tidak pernah melihat darimu kebaikan sama sekali. (HR. Al-Bukhari no. 29 dan Muslim no. 907) 8. Bersegera memenuhi ajakan suami untuk memenuhi hasratnya, tidak menolaknya tanpa alasan yang syari, dan tidak menjauhi tempat tidur suaminya, karena ia tahu dan takut terhadap berita Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam: Demi Dzat yang jiwaku berada di tangan-Nya, tidaklah seorang suami memanggil istrinya ke tempat tidurnya lalu si istri menolak (enggan) melainkan yang di langit murka terhadapnya hingga sang suami ridha padanya. (HR. Muslim no.1436) 9. Melegakan hati suami bila dilihat. Rasulullah bersabda, Bagi seorang mukmin laki-laki, sesudah takwa kepada Allah SWT, maka tidak ada sesuatu yang paling berguna bagi dirinya, selain istri yang shalehah. Yaitu, taat bila diperintah, melegakan bila dilihat, ridha bila diberi yang sedikit, dan menjaga kehormatan diri dan suaminya, ketika suaminya pergi. (HR Ibnu Majah). 10. Amanah. Rasulullah bersabda, Ada tiga macam keberuntungan (bagi seorang lelaki), yaitu: pertama, mempunyai istri yang shalehah, kalau kamu lihat melegakan dan kalau kamu tinggal pergi ia amanah serta menjaga kehormatan dirinya dan hartamu (HR Hakim). 11, istri shalehah mampu memberikan suasana teduh dan ketenangan berpikir dan berperasaan bagi suaminya. Allah SWT berfirman, Di antara tanda kekuasaan-Nya, yaitu Dia menciptakan pasangan untuk diri kamu dari jenis kamu sendiri, agar kamu dapat memperoleh ketenangan bersamanya. Sungguh di dalam hati yang demikian itu merupakan tanda-tanda (kekuasaan) Allah bagi kaum yang berpikir.(QS Ar Rum [30]: 21). Demikianlah Istri shaleha itu menurut Kitab Suci Al Quran dan Hadis2 sahih. semoga Anda termasuk di dalam nya.

Allah berfirman dalam Q.S. An-Nisaa ayat 34: Oleh sebab itu, wanita yang shalih ialah yang taat kepada Allah lagi memelihara (dirinya dan harta suami) ketika suaminya tidak ada, karena Allah telah (menyuruh) memeliharanya Disebutkan dalam Hadits berikut: Rasulullah SAW bersabda: Sebaik-baik istri yaitu yang meyenangkanmu ketika kamu lihat; taat kepadamu ketika kamu suruh; menjaga dirinya dan hartamu ketika kamu pergi. (H.R. Thabarani, dari Abdullah bin Salam) Penjelasan: Amanah yaitu tanggung jawab memenuhi kepercayaan orang kepadanya. Apa saja yang dipercayakan orang kepadanya dijaga dan ditunaikan dengan sebaik-baiknya sesuai dengan tuntutan pemberi kepercayaan. Ayat tersebut menjelaskan sifat istri yang baik, yaitu benar-benar bisa memelihara kehormatan dirinya pada saat suaminya tidak di rumah. Ia juga menjaga dengan amanah harta benda suaminya selama dia tidak di rumah. Hadits di atas menjelaskan bahwa setiap istri dituntut untuk amanah terhadap suaminya dalam mengelola harta suami yang dipercayakan kepadanya. Seorang istri harus memiliki sifat amanah karena ia diberi kepercayaan oleh suaminya mengenai segala macam urusan diri dan keluarganya, bahkan seluruh rahasia suaminya. Suami bukan hanya mempercayakan harta kekayaan kepadanya, melainkan juga mempercayakan kehormatan dan keamanan anak-anaknya. Hal ini menuntut adanya sifat amanah istri sehingga ia tidak akan melakukan kecurangan ketika suami tidak ada, atau menipu suaminya sehingga menjerumuskannya ke dalam malapetaka. Misalnya, karena kekurangan uang belanja ia menyebarkan hal tersebut kepada orang lain, atau menyampaikan aib suami kepada orang lain sekalipun tidak bermaksud jahat. Hal semacam ini sudah merupakan tindakan khianat istri kepada suami. Istri yang amanah tentu tidak akan mengabaikan tanggung jawabnya menjaga dan memelihara segala hal yang dipercayakan kepadanya. Ia akan memelihara suasana rumah tangga penuh rasa kasih sayang dan cinta. Sungguh sangat besar bahaya istri yang tidak amanah bagi keselamatan dan keamanan suami. Istri yang curang dalam menggunakan harta kekayaan suami akan memberatkan suami dalam mencari pemenuhan kebutuhan keluarga. Istri yang tidak dapat menyimpan cacat cela dan rahasia suami akan merusak kehormatan suaminya. Istri yang tidak dapat menjaga anak-anak suaminya dengan baik akan menyusahkan suami dalam membina kehidupan anak-anaknya menjadi orang yang shalih. Istri yang tidak amanah akan menimbulkan ketegangan dan perselisihan karena hal yang diamanahkan kepadanya tidak dijaga dengan baik.

Oleh karena itu, setiap laki-laki yang ingin memperistri seorang perempuan harus benar-benar memperhatikan ada tidaknya sifat amanah pada calon istrinya. Jika ternyata ia seorang perempuan yang kurang baik amanahnya dan kecil harapan untuk diperbaiki, perempuan semacam ini sebaiknya tidak dijadikan istri. Untuk mengetahui apaah calon istri amanah atau tidak, dapat dilakukan upaya-upaya berikut: 1. Menanyakan kepada kerabat atau tetangga atau teman dekatnya yang jujur dan berakhlaq baik apakah dia orang yang dapat dipercaya bila diberi kepercayaan mengurus dan menyimpan sesuatu atau tidak. 2. Menyelidiki perilakunya apakah ia dapat dipercaya dalam melaksanakan kepercayaan orang kepadanya atau tidak. Misalnya dengan mengamati sikapnya bila dititipi uang apakah ia dapat dipercaya atau tidak. Bisa juga dengan mengamati apakah ia selalu memenuhi janji dengan baik atau tidak bila berjanji. 3. Menyelidiki perilaku keluarganya berkenaan dengan sifat amanah apakah keluarganya dapat dipercaya dalam menjaga harta titipan dan selalu memenuhi janji atau tidak. Dengan bercermin pada keadaan keluarganya besar kemungkinan yang bersangkutan juga menjadi perempuan yang amanah. Sebaliknya, jika keluarganya dikenal sebagai orang yang tidak dapat dipercaya, kemungkinan anaknya begitu. Jadi, karena istri yang amanah sangat berperan penting dalam menciptakan kehidupan keluarga yang baik, laki-laki yang ingin membina rumah tangga harus selalu mengutamakan istri yang amanah. Dengan istri yang amanah insya Allah kehidupan keluarga tidak akan banyak beban sehingga tercipta keluarga yang sakinah

Tanggung Jawab Istri Dirumah Suami Menurut Islam Penulis : Al-Ustadzah Ummu Ishaq Al-Atsariyyah Minimnya perhatian dan kelembutan seorang ibu yang tersita waktunya untuk aktivitas di luar rumah, jika mau disadari, sejatinya berpengaruh besar pada perkembangan jiwa anak. Terlebih jika keperluan anak dan suaminya malah diserahkan kepada sang pembantu/babysitter. Lantas di manakah tanggung jawab untuk menjadikan rumah sebagai madrasah bagi anak-anak mereka? Banyak orang bodoh meneriakkan agar wanita jangan dikungkung dalam rumahnya, karena membiarkan wanita diam menganggur dalam rumah berarti membuang separuh dari potensi sumber daya manusia. Biarkan wanita berperan dalam masyarakatnya, keluar rumah bahu membahu bersama lelaki membangun negerinya dalam berbagai bidang kehidupan!!!

Demikian igauan mereka. Padahal dari sisi mana mereka yang bodoh ini dapat menyimpulkan bahwa separuh potensi sumber daya manusia terbuang? Dari mana mereka dapat istilah bahwa wanita yang diam di rumah karena mengurusi rumahnya adalah pengangguran? Ya, karena memang dalam defenisi kebodohan mereka, wanita pekerja adalah yang bergiat di luar rumah. Adapun yang cuma berkutat dengan pekerjaan domestik, mengurus suami dan anak-anaknya bukanlah pekerja tapi penganggur. Tidak memberikan pendapatan bagi negara.

Tahukah mereka bahwa Islam justru memberi pekerjaan yang mulia kepada wanita, kepada para istri di rumah-rumah mereka? Mereka diberi tanggung jawab. Dan dengan tanggung jawab tersebut, bisakah diterima bila mereka dikatakan menganggur, tidak memberikan sumbangsih apa-apa kepada masyarakat dan negerinya? Dalam bentuk pendapatan berupa materi mungkin tidak. Tapi dalam mempersiapkan generasi yang sehat agamanya dan fisiknya? Tentu tak dapat dipungkiri peran mereka oleh orang yang berakal sehat dan lurus serta mau menggunakan akalnya. Suatu peran yang tidak dapat dinilai dengan materi.

Dalam sebuah hadits yang shahih disebutkan:

"Setiap kalian adalah rain dan setiap kalian akan ditanya tentang raiyahnya. Imam azham (pemimpin negara) yang berkuasa atas manusia adalah rain dan ia akan ditanya tentang raiyahnya. Seorang lelaki/suami adalah rain bagi ahli bait (keluarga)nya dan ia akan ditanya tentang raiyahnya. Wanita/istri adalah raiyah terhadap ahli bait suaminya dan anak suaminya dan ia akan ditanya tentang mereka. Budak seseorang adalah rain terhadap harta tuannya dan ia akan ditanya tentang harta tersebut. Ketahuilah setiap kalian adalah rain dan setiap kalian akan ditanya tentang raiyahnya." (HR. Al-Bukhari no. 5200, 7138 dan Muslim no. 4701 dari Abdullah bin Umar radhiyallahu 'anhuma)

Makna rain adalah seorang penjaga, yang diberi amanah, yang harus memegangi perkara yang dapat membaikkan amanah yang ada dalam penjagaannya. Ia dituntut untuk berlaku adil dan menunaikan perkara yang dapat memberi maslahat bagi apa yang diamanahkan kepadanya. (AlMinhaj 12/417, Fathul Bari, 13/140) Berdasarkan makna rain di atas, berarti setiap orang memegang amanah, bertindak sebagai penjaga, dan kelak ia akan ditanya tentang apa yang diamanahkan kepadanya. Seorang pemimpin manusia, sebagai kepala negara ataupun wilayah yang lebih kecil darinya, merupakan pemegang amanah dan bertanggung jawab terhadap kemaslahatan rakyatnya dan kelak ia akan ditanya tentang kepemimpinannya. Begitu pula seorang suami sebagai kepala rumah tangga, ia memegang amanah, sebagai penjaga serta pengatur bagi keluarganya dan kelak ia akan dimintai pertanggungjawaban atas apa yang dipimpinnya. Berikutnya seorang istri, selaku pendamping suami, ia memegang amanah sebagai pengatur urusan dalam rumah suaminya berikut anak-anak suaminya dan ia pun kelak akan ditanya tentang pengaturannya dan tentang anak-anaknya.

Al-Khaththabi rahimahullahu berkata, "Mereka yang disebutkan dalam hadits di atas, seorang imam/pemimpin negara, seorang lelaki/suami dan yang lainnya, semuanya berserikat dalam penamaan atau pensifatan sebagai rain. Namun makna atau tugas/peran mereka berbeda-beda. Amanah dan tanggung jawab imam azham (pemimpin negara) adalah untuk menjaga syariat dengan menegakkan hukum had dan berlaku adil dalam hukum. Sementara kepemimpinan seorang suami terhadap keluarganya adalah pengaturannya terhadap perkara mereka dan menunaikan hak-hak mereka. Adapun seorang istri, amanah yang ditanggungnya adalah mengatur urusan rumahnya, anak-anaknya, pembantunya dan mengatur semua itu dengan baik untuk suaminya. Seorang pelayan ataupun budak, ia bertanggung jawab menjaga apa yang ada di bawah tangannya dan menunaikan pelayanan yang wajib baginya." (Fathul Bari, 13/141)

Al-Qadhi Iyadh rahimahullahu mengatakan, "Hadits ini menunjukkan bahwa setiap orang yang mengurusi sesuatu dari perkara orang lain, ia dituntut untuk berlaku adil di dalamnya, menunaikan haknya yang wajib, menegakkan perkara yang dapat memberi maslahat kepada apa yang diurusinya. Seperti, seorang suami dalam keluarganya, istri dalam pengurusannya terhadap rumah dan harta suaminya serta anak-anaknya, budak dalam pengurusan dan pengaturannya terhadap harta tuannya." (Al-Ikmal, 6/230) Asy-Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin rahimahullahu menjelaskan, "Setiap rain bermacam-macam yang diaturnya dan amanah yang ditanggungnya. Ada yang tanggung jawabnya besar lagi luas dan ada yang tanggung jawabnya kecil. Karena itulah Nabi bersabda: , ia akan ditanya tentang raiyahnya (rakyatnya/ apa yang diatur dan dipimpinnya),

seorang suami juga rain tapi raiyahnya terbatas hanya pada ahli baitnya, yaitu istrinya, anak laki-lakinya, anak perempuannya, saudara perempuannya, bibinya dan semua orang yang ada di rumahnya. Ia rain bagi ahli baitnya dan akan ditanya tentang raiyahnya, maka wajib baginya untuk mengatur dan mengurusi mereka dengan sebaik-baik pengaturan/pengurusan, karena ia akan ditanya dan diminta pertanggungjawaban tentang mereka. Demikian pula seorang istri merupakan raiyah di rumah suaminya dan akan ditanya tentang urusannya. Maka wajib baginya untuk mengurusi rumah dengan baik, dalam memasak, dalam menyiapkan kopi, teh, dalam menyiapkan tempat tidur. Janganlah ia memasak lebih dari yang semestinya. Jangan ia membuat teh lebih dari yang dibutuhkan. Ia harus menjadi seorang wanita yang bersikap pertengahan, tidak mengurangi-ngurangi dan tidak berlebih-lebihan, karena sikap pertengahan adalah separuh dari penghidupan. Tidak melampaui batas dalam apa yang tidak sepantasnya. Si istri bertanggung jawab pula terhadap anak-anaknya dalam perbaikan mereka dan perbaikan keadaan serta urusan mereka, seperti dalam hal memakaikan pakaian kepada mereka, melepaskan pakaian yang tidak bersih dari tubuh mereka, merapikan tempat tidur mereka, memerhatikan penutup tubuh mereka di musim dingin. Demikian, ia akan ditanya tentang semua itu. Sebagaimana ia akan ditanya tentang memasaknya untuk keluarganya, baiknya dalam penyiapan dan pengolahannya. Demikianlah ia akan ditanya tentang seluruh apa yang ada di dalam rumahnya." (Syarhu Riyadhis Shalihin, 2/106,107) Jelas, wanita sudah memiliki amanah dan tugas tersendiri yang harus dipikulnya dengan sebaikbaiknya. Dan yang menetapkan amanah dan tugas tersebut bukan sembarang orang tapi manusia yang paling mulia, paling berilmu dan paling takut kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala, yaitu Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam sebagai pengemban syariat yang diturunkan oleh Allah Subhanahu wa Ta'ala dari atas langit yang ketujuh. Dan beliau tidaklah menetapkan syariat dari hawa nafsunya, melainkan semuanya merupakan wahyu yang diwahyukan kepada beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam.

Dan para ibu rumah tangga jangan termakan dan tertipu dengan teriakan orang-orang bodoh di luar sana sehingga timbul rasa minder berhadapan dengan wanita-wanita karir dan merasa diri cuma menganggur di rumah. Padahal di rumah ada suami yang harus ditaati dan dikhidmatinya. Ada anak-anak yang harus ditarbiyah dengan baik. Ada harta suami yang harus diatur dan dijaga sebaik-baiknya. Dan ada pekerjaan-pekerjaan rumah tangga yang butuh penanganan dan pengaturan. Semua ini pekerjaan yang mulia dan berpahala bila diniatkan karena Allah Subhanahu wa Ta'ala. Dan para ibu rumah tangga harus ingat bahwa mereka kelak pada hari kiamat akan ditanya tentang amanah yang dibebankan kepadanya, berdasarkan hadits Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam di atas dan juga ada hadits lain yang berbunyi:

"Tidak ada seorang rain pun kecuali ia akan ditanya pada hari kiamat, apakah ia menunaikan perintah Allah atau malah menyia-nyiakannya." (HR. Ath-Thabarani dalam Al-Ausath dari Abu Hurairah radhiyallahu 'anhu, sebagaimana dibawakan Al-Hafizh Ibnu Hajar Al-Asqalani

rahimahullahu dalam Fathul Bari ketika memberi penjelasan terhadap hadits Abdullah bin Umar radhiyallahu anhuma di atas ).

Dan juga hadits:

"Sesungguhnya Allah akan bertanya kepada setiap rain tentang apa yang dibawah pengaturannya, apakah ia menjaganya atau malah menyia-nyiakannya." (HR. Ibnu Adi dengan sanad yang dishahihkan oleh Al-Hafizh rahimahullahu dalam Fathul Bari, dari Anas bin Malik radhiyallahu 'anhu)

Dengan demikian, kita dapat memahami bahwa seorang yang mukallaf, termasuk dalam hal ini seorang istri sebagai ibu rumah tangga, akan menanggung dosa karena sikap penyia-nyiaannya terhadap perkara yang berada di bawah tanggungannya. (Fathul Bari, 13/141)

Karenanya tunaikan amanah dan tugasmu dengan sebaik-baiknya. Dan sadarilah bahwa peran wanita dalam masyarakat Islam amatlah besar dan penting. Di mana ia harus menunaikan hak suaminya dan kewajibannya terhadap anak-anaknya dengan memberikan pendidikan dan menyiapkan kebutuhan mereka agar kelak anak-anak tersebut dapat membawa agamanya dengan kekuatan dan kemuliaan. (Bahjatun Nazhirin, 1/369) Wallahu taala alam bish-shawab.

shalihah) merupakan sebaik-baik dan semulia-mulia gelar yang diberikan kepada wanita kekasih Allah. Titel atau gelar itu bukan sekadar nama dan kebanggaan, tetapi dia adalah buah dari satu perjuangan panjang dalam kehidupan seorang wanita. Masyarakat Muslim diingatkan, supaya waspada terhadap khadrauddiman, yaitu wanita cantik yang tumbuh dewasa di tempat yang buruk. Banyak wanita mendambakan titel itu, tetapi sangat sedikit yang sampai kepada tujuan yang dirindukan. Sebab, perjalanan panjang yang harus ditempuh oleh seorang wanita mengharuskannya melalui jalan yang terjal, berkelok, berbatu, naik bukit dan turun gunung, penuh onak dan duri. Kenanglah sejenak perjalanan hidup para pemimpin wanita ahli surga, yaitu sebaik-baik wanita sebagaimana sabda Rasulullah Saw berikut ini. Sebaik-baik wanita ialah Maryam binti Imran dan sebaik-baik wanita ialah Khadijah binti Khuwailid. (HR. Bukhari Muslim). Dari Abu Musa ra. berkata: Rasulullah Saw bersabda: Lelaki yang sempurna banyak, tetapi tidak demikian halnya bagi wanita kecuali Asiah istri Firaun dan Maryam binti Imran. Dan sesungguhnya keutamaan Aisyah atas wanita lainnya seperti keutamaan tsarid (lauk yang berminyak) atas makanan lainnya. (HR. Bukhari). Nabi Saw bersabda: Fatimah adalah pemimpin wanita ahli surga. (HR. Bukhari). Kesemua wanita yang disebut di dalam hadits-hadits di atas, yang diberi gelar sebagai sebaikbaik wanita ahli surga (Maryam, Asiah, Khadijah, Aisyah dan Fatimah) adalah wanita-wanita yang perjalanan hidupnya penuh dengan ujian dan tantangan. Mereka ditimpa banyak musibah dan bala bencana, baik dalam urusan keluarga, masyarakat dan musuh-musuh Allah dan RasulNya. Namun mereka tidak bergeming dari keimanan dan ketaatan kepada Allah Swt. Apakah ciri dan karakter yang dimiliki dalam menjalankan kehidupan sehari-hari, sehingga dengan tegar bertahan dari segala amuk duniawi, dan mendapatkan gelar mulia sebagai wanita/istri shalihah? Secara umum dijelaskan di dalam al-Quran, Allah Swt berfirman:| Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh karena Allah telah melebihkan sebahagian mereka (laki-laki) atas sebahagian yang lain (wanita), dan karena mereka (laki-laki) telah menafkahkan sebagian dari harta mereka. Sebab itu maka wanita yang saleh, ialah yang taat kepada Allah lagi memelihara diri ketika suaminya tidak ada, oleh karena Allah telah memelihara (mereka). (Qs. An Nisaa 4: 34). Inilah ayat yang menerangkan secara terperinci tentang ihwal kaum wanita dalam kehidupan rumah tangga yang berada di bawah kepemimpinan kaum pria. Disebutkan bahwa ada dua jenis wanita: yang shalihah dan yang tidak shalihah. Lalu ciri shalihah antara lain adalah taat, yaitu taat kepada Allah Swt, kepada Rasul Nya dan taat kepada suami. Selain itu dia betah tinggal di rumah, bersikap maruf kepada suami dan menjaga kehormatan diri di saat suaminya tidak ada di rumah. Ats-Tsauri dan Qata-dah mengatakan: Arti menjaga kehormatan diri di saat suami tidak ada di rumah adalah menjaga segala sesuatu yang mesti dipelihara, baik berkenaan dengan kehormatan diri maupun harta. Sementara itu Ibnu Jarir dan al-Baihaqi meriwayatkan hadits dari Abu Hurairah yang menyatakan bahwa Nabi Saw bersabda:

Sebaik-baik wanita adalah yang menawan hatimu bila engkau pandang, taat manakala engkau perintah, dan menjaga hartamu serta memelihara kehormatan dirinya ketika engkau tidak ada di rumah. Kemudian Rasulullah Saw. membaca ayat tersebut di atas. (Qs. An Nisaa 4: 34). Syeikh Muhammad Abduh mengatakan bahwa yang dimaksud dengan menjaga kehormatan diri di sini adalah menutup apa yang dapat membuat malu ketika diperlihatkan atau diungkapkan. Artinya, menjaga segala sesuatu yang secara khusus berkenaan dengan rahasia suami istri, serta tidak menceritakan rahasia suaminya kepada siapapun kecuali kepada orang yang benar-benar dipercaya karena ingin mencari solusi keruwetan rumah tangga. Secara syari, yang juga bisa dikategorikan dalam hal ini adalah keharusan merahasiakan segala sesuatu yang berkaitan dengan hubungan intim suami istri, termasuk didalamnya menceritakan hal-hal yang tidak senonoh. Jangan seperti khadrauud-diman, seperti yang sering ditayangkan infotainment tv, mengumbar segala aurat keluarga sehingga orang jijik mendengarnya. Apatah lagi bila sampai ke bentuk-bentuk perilaku yang mereka laksanakan sebagai pasangan suami isteri yang tidak layak didengar oleh selain mereka. Selain itu juga dapat difahami bahwa ungkapan yang disebut oleh al-Qur-an di atas, merupakan salah satu ungkapan yang memiliki arti kiasan yang amat mendalam: menghentak kaum wanita yang keras hati, namun bisa difahami rahasianya oleh mereka yang berhati lembut. Kaum wanita memang memiliki naluri yang demikian lembut, dimana anda sekalian bisa menerobos hati mereka hanya dengan menyentuh ujung jarinya saja. Jantung mereka memiliki nadi-nadi peka yang segera memompakan darah ke raut wajah mereka manakala menerima rangsangan. Maka tidak dibenarkan menghubungkan langsung kalimat hifzhul ghaib (menjaga harta dan kehormatan diri) dengan kalimat bima hafizhallah (sebagaimana Allah menjaga dirinya). Sebab perpindahan yang demikian drastis dari penuturan rahasia diri yang tersembunyi ke arah penuturan penjagaan Allah yang demikian jelas memalingkan seseorang untuk berfikir secara berkepanjangan tentang hal-hal yang berada di balik tabir-tabir rahasia pribadi suami istri. Yakni, hal-hal yang tersembunyi dan rahasia, untuk dialihkan pada pengawasan Allah Azza wajalla. Penghormatan yang diberikan kepada kaum wanita melalui kesaksian Allah tersebut di atas, dimaksudkan agar mereka tetap terjaga dari jamahan tangan-tangan kotor, pandangan mata jahil, atau pergunjingan, di saat suami mereka tidak berada di rumah, melalui bujukan, rayuan berupa lembaran-lembaran uang, mobil mewah, rumah indah atau beberapa kerat roti. Jadi, wanita-wanita shalihah ialah wanita yang menjaga harta dan kehormatan dirinya ketika suaminya tidak di rumah, sebagaimana Allah telah menjaga mereka. Itulah yang menjadi sifat shalihah kepada mereka. Sebab seorang wanita yang shalihah akan selalu mendapat pengawasan dari Allah Swt, dan ketakwaan yang mereka miliki menyebabkan mereka bisa menjadi wanitawanita yang terpelihara dari sifat khianat dan mampu menjaga amanat. Oleh karena itulah yang dimaksud dengan Wanita Shalihah dalam ayat diatas adalah mereka

yang selalu taat kepada Allah Swt, Rasul Nya, suaminya dan tidak memperturutkan hawa nafsunya dalam hidup hariannya. Apabila dikaitkan arti ayat yang disebutkan di atas tepat sekali untuk menggambarkan ihwal kaum wanita masa kini yang senang membeberkan rahasia-rahasia rumah tangga sendiri, atau rumah tangga orang lain (gosip wanita sinetron) dan tidak bisa menjaga harta dan kehormatan dirinya manakala suami mereka tidak berada di rumah bukanlah termasuk dalam koridor wanita shalihah. Jangan seperti khad-rauuddiman, seperti yang sering ditayangkan infotaiment tv, mengumbar segala aurat keluarga sehingga orang jijik mendengarnya. Jika diamati dengan seksama keterangan diatas, maka dapat disimpulkan bahwa isteri yang shalihah mempunyai karakter sebagai berikut: 1. Menaati Allah dan Rasul Nya Dengan ketaatannya itulah sebagai aset terbesar baginya untuk meraih ganjaran tertinggi sebagai buah dari ilmu dan imannya. Yaitu surga yang penuh dengan kenikmatan, dia kekal didalamnya selama-lamanya. Allah Swt. berfirman:| (Hukum-hukum tersebut) itu adalah ketentuan-ketentuan dari Allah. Barangsiapa taat kepada Allah dan Rasul-Nya, niscaya Allah memasukkannya kedalam syurga yang mengalir didalamnya sungai-sungai, sedang mereka kekal di dalamnya; dan itulah kemenangan yang besar. (Qs. An Nisaa, 4: 13). Firman Allah: Dan barangsiapa yang mentaati Allah dan Rasul(Nya), mereka itu akan bersamasama dengan orang-orang yang dianugerahi nikmat oleh Allah, yaitu: nabi-nabi, para shiddiiqiin, orang-orang yang mati syahid, dan orang-orang shalih. Dan mereka itulah teman yang sebaikbaiknya. (Qs. An Nisaa, 4: 69). Abu Hurairah ra berkata, Rasulullah Saw bersabda: Semua ummatku akan masuk surga kecuali yang enggan (tidak mau). Para sahabat bertanya: Siapakah yang enggan itu wahai Rasulullah? Beliau menjawab: Barang siapa yang taat kepadaku (mengikuti Sunnahku), dialah yang akan masuk surga, dan barang siapa yang mendurhakaiku, maka dialah yang yang enggan masuk surga. (HR Bukhari) Maka demikian pula seorang wanita atau isteri, dia akan masuk surga dengan menaati Allah dan Rasul-Nya dengan sebenar-benarnya. 2. Menaati Suami Ketaatan kepada suaminya merupakan pintu keselamatan baginya untuk meraih kenikmatan yang kekal dan abadi di surga. Rasulullah Saw bersabda: Jika seorang isteri itu telah menunaikan shalat lima waktu, dan shaum (puasa) dibulan Ramadhan, dan menjaga kemaluannya dari yang haram serta taat kepada suaminya, maka akan dipersilakan: masuklah ke surga dari pintu mana saja kamu suka. (HR. Ahmad) Diriwayatkan dari Ummu Salamah, bahwasanya Asma datang kepada Nabi dan berkata: Sesungguhnya aku adalah utusan dari kaum wanita Muslim, semua mereka berkata dan berpendapat sebagaimana aku Wahai Rasulullah, sesungguhnya Allah telah mengutusmu kepada laki-laki dan wanita, kami telah beriman kepadamu dan mengikutimu, (namun) kami kaum

wanita merasa dibatasi dan dibelenggu. Padahal kamilah yang menunggu rumah mereka, tempat menyalurkan nafsu mereka, kamilah yang mengandung anak-anak mereka, sedang mereka dilebihkan dengan sholat berjamaah, menyaksikan jenazah dan berjihad di jalan Allah. Dan apabila mereka ke luar berjihad, kamilah yang menjaga harta mereka dan kamilah yang memelihara anak-anak mereka, maka apakah kami tidak mendapatkan bagian pahala mereka wahai Rasulullah? Maka berpalinglah Rasulullah kepada para sahabatnya dan bertanya: Apakah tadi kamu sudah mendengar pertanyaan sebaik itu dari seorang perempuan tentang agamanya? Mereka menjawab: Ya, Demi Allah wahai Rasulullah, kemudian beliau bersabda: Pergilah engkau wahai Asma dan beritahukanlah kepada wanita-wanita yang mengutusmu bahwa layanan baik salah seorang kamu kepada suaminya, meminta keridhaannya dan menuruti kemauannya menyamai (pahala) amalan laki-laki yang engkau sebutkan tadi. Maka Asma pun pergi sambil bertahlil dan bertakbir karena gembiranya dengan apa yang diucapkan Rasulullah kepadanya. (Al Istiiaab, Ibnu Abd al Bar) Dari Ibnu Abbas ra ia berkata, wakil wanita berkata:Wahai Rasulullah, saya wakil dari kaum wanita untuk berjumpa denganmu. Sesungguhnya jihad hanya diwajibkan atas kaum laki-laki saja, sekiranya mereka menang mereka memperoleh pahala dan sekiranya mereka terbunuh, maka mereka senantiasa hidup dan diberi rizki di sisi Rabb mereka. Sedangkan kami golongan wanita menjalankan tugas (berkhidmat) untuk mereka, maka adakah bagian kami dari yang tersebut? Maka Rasulullah menjawab, Sampaikanlah kepada siapa saja dari kaum wanita yang engkau temui, bahwa taat kepada suami dan mengakui hak suami adalah menyamai yang demikian itu, dan amat sedikitlah di antara kamu yang mampu melaksanakannya. (HR al Bazzar). 3. Melayani Suami Sebagian isteri sangat taat kepada suaminya, tapi kurang pandai melayani suami dengan sebaikbaiknya. Maka jika taat kepada suami dan pandai melayaninya, hal itu merupakan kemuliaan tersendiri yang mengangkat derajatnya meraih keselamatan di dunia dan akhirat. Ummu Salamah ra berkata, Rasulullah Saw bersabda: Tiap-tiap isteri yang mati diridhai oleh suaminya, maka ia akan masuk surga. (HR. at-Tirmidzi dan Ibnu Majah). Dari Abdullah bin Abi Aufa ia berkata, Muadz diutus ke Yaman atau Syam dan dia melihat orang-orang Nashrani bersujud kepada pembesar-pembesar dan kepada pendeta-pendetanya. Maka beliau berkata dalam hatinya sesungguhnya Rasulullah lebih layak untuk diagungkan (daripada mereka). Maka tatkala ia datang kepada Rasulullah ia berkata: Wahai Rasulullah, sesungguhnya aku melihat orang-orang Nashrani bersujud kepada pembesar-pembesar dan kepada pendeta-pendetanya, dan aku berkata dalam hatiku sesungguhnya engkaulah yang lebih layak untuk diagungkan (daripada mereka) lalu beliau bersabda: Andaikata aku boleh memerintahkan seseorang bersujud kepada seseorang, maka sungguh akan kuperintahkan isteri bersujud kepada suaminya dan seorang isteri belum dikatakan menunaikan kewajibannya terhadap Allah sehingga menunaikan kewajibannya terhadap suami seluruhnya, sehingga andaikan (suaminya) memerlukannya di atas kendaraan, sungguh ia tidak boleh menolaknya. (HR Ahmad) 4. Menjaga Kehormatan Diri

Ciri keempat inilah yang merupakan kunci dari keshalihan seorang isteri yang berada di bawah pengawasan suaminya yang shalih. Lelaki yang memiliki isteri dengan karakteristik seperti ini berarti telah memiliki harta simpanan yang terbaik. Dari Abu Umamah ra, dari Nabi Saw beliau bersabda: Tidak ada yang paling bermanfaat bagi seorang (lelaki) Mukmin sesudah bertaqwa kepada Allah daripada memiliki isteri yang shalihah, yaitu jika ia diperintah ia taat, jika ia dipandang menyenangkan hati, dan jika ia digilir ia tetap berbuat baik, dan jika ia ditinggalkan (suaminya) ia tetap menjaga suaminya dalam hal dirinya dan harta suaminya. (HR Ibnu Majah). Dari Ibn Abbas ra Rasulullah Saw bersabda: Ada empat perkara siapa yang memilikinya berarti mendapat kebaikan di dunia dan akhirat, yaitu hati yang bersyukur, lisan yang selalu berzikir, tubuh yang bersabar ketika ditimpa bala bencana (musibah) dan isteri yang tidak menjerumuskan suaminya dan merusakkan harta bendanya. (HR Thabrani dengan isnad Jayyid). Wanita paling baik adalah wanita (isteri) yang apabila engkau memandangnya menggembirakanmu, apabila engkau menyuruhnya dia pun menaati, dan apabila engkau pergi dia juga memelihara dirinya dan menjaga hartamu. (HR Abu Dawud. Derajat hadits oleh al Hakim dinyatakan shahih). Semoga para akhwat mampu memiliki karakter tersebut sehingga melayakkannya mendapat pahala yang telah dijanjikan Allah Swt. Mereka menjadi partner dalam perjuangan fi sabilillah, dan menjadi pendamping setia dikala suka dan duka bersama suami yang dicintainya. Amien Ya Rabbal Alamin. Share

Keluarga Islam Dan Konsep Amanah


KELUARGA ISLAM DAN KONSEP AMANAH
Oleh: Dra. Hj. Lenny Oemar Keluarga dalam islam merupakan komunitas ideal pertama bagi manusia muslim untuk membentuk masyarakat yg diridhoi allah. Di dalam islam, keluarga menempati posisi dasar pembentukan insan yg sempurna. Keluarga islam adalah komunitas kecil yg selanjutnya berkembang ke arah pembentukan umat. Bila memandang keluarga dalam islam, tak akan lepas dari konsep jamaah yg didalamnya mengandung unsur pengelolaan yg baik dan adil atau amanah yg harus dijaga dan istri memperlakukan suami sebagai amanah yg harus dimuliakan, serta keduanya melaksanakan amanah untuk membesarkan dan mengasuh anak-anaknya untuk menjadi hamba-hamba allah. Rumah tangga adalah amanah bersama. Titik ini semestinya menjadi acuan awal ketika menempatkan masalah rumah tangga sebagai sentral pembinaan umat. Biasanya masalahmasalah yg timbul dalam keluarga karena masing-masing pihak tidak bisa memenuhi amanah tersebut. : 19} hai adam tinggallah engkau bersama istrimu (hawa) dalam surga dan makanlah kamu berdua sebagaimana kamu kehendaki, tetapi janganlah kamu hampiri pohon kayu ini, nanti kamu termasuk orang termasuk orang yg aniaya. { Q.S Al-Araf:19 ayat tersebut sering dijadikan sebagai alat untuk mendiskreditkan wanita sebagai penggoda. Syekh Muhammad Saltut menjelaskan bahwa ayat tersebut justru menjelaskan keluarga islam pertama dimuka bumi ini serta nilai-nilai yg menyertainya. Beliau merinci awal mulanya allah menetapkan 1. konsep suami istri (tatkala adam menerima hawa sebagai amanah allah) 2. kewajiban suami istri mengemban amanah didalam rumah tangga dan menjalankan konsensus (dengan makan dan minum dari surga tapi jangan dekati larangan allah). 3. konsekuensi/hukuman yg ditimpakan allah bila amanah tersebut dilanggar (hawa menggoda adam melanggar larangan allah sehingga mendapat hukuman). 4. adanya konsep timbal balik terhadap amanah keluarga yg dijalankan oleh suami istri (hawa tergoda, adampun tergoda, kedua-duanya sama-sama menanggung konsekuensi yg tidak bisa menjaga amanah. Dalam konteks lain, allah tidak menghukum salah satu tapi keduanya). Demikian allah menjelaskan konsep dasar keluarga dalam islam. Proses resiprokal (timbal balik) didalam keluarga antara suami-istri sebenarnya merupakan alasan mendasar terbentuk dan utuhnya keluarga, baik dengan pembagian peran (suami-istri, ayah-ibu) ataupun pembagian fungsi (pengasuh-penjaga, pendidik-pengurus). Ketika pasangan berubah peran, dari seorang istri menjadi seorang ibu, dari suami menjadi seorang ayah, hambatan-hambatan akan selalu muncul dalam kehidupan keluarga. Islam telah akomodatif terhadap perubahan itu dengan mengembalikan fungsi-fungsi kepengurusan (imarah) dan pendidikan (tarbiyah). Keluarga ideal adalah seperti yg dicontohkan Rasulullah SAW. Istri dimuliakan dan dijaga haknya, serta suami dihormati dan dipatuhi perintahnya, sehingga Nabi menyebutnya Baiti jannati artinya rumah tanggaku adalah surgaku. Rasulullah menyuruh setiap suami untuk sering berkhidmat dan memuliakan istri, sehingga rasulullah berkata, tidak akan memuliakan istri kecuali suami yg mulia dan tidak akan menghinakan istri kecuali suami yg hina.rasulullah pun menyuruh setiap istri untuk menggembirakan suami, sehingga senangnya suami diidentikkan dengan turunnya ridho allah.

istri yang baik adalah apabila ditatap suaminya, hati suaminya menjadi suka cita. Moh. Abdul menjelaskan bahwa keluarga rasulullah SAW adalah bentuk/model final dari keluarga-keluarga terdahulu, karena telah melengkapi kausalitas keluarga sebagai modal dasar membangun umat. Setelah beberapa model keluarga yg disebutkan allah dalam Al-Quran: 1. Adam dan Hawa yg dihukum Allah karena tidak amanah. 2. Nuh yg istri dan anaknya membangkang 3. firaun yg istrinya beriman 4. ibrahim a.s dan hajar yg kedua-duanya membangun keluarga tauhid dan generasi penerus, yaitu ismail. 5. Abu lahab yg istrinya membantu suami menentang Allah dan Rasulullah. 6. konsep keluarga Rasulullah SAW menempatkan amanah sebagai landasan dan struktur bangunan. Wallahu alam bishawaab

Anda mungkin juga menyukai