Anda di halaman 1dari 6

Majalah Islam Asy-Syariah  

Asy Syariah Edisi 011


Mengayuh Biduk

Jangan Terlalu Membenci Istri


By Redaksi on Jan 17, 2016

Suami yang bijak adalah orang yang mau menerima segala kekurangan yang ada pada
istrinya. Ia menyadari bahwa tidak ada wanita yang sempurna, yang bisa memenuhi semua
harapannya. Inilah salah satu kunci terciptanya keharmonisan rumah tangga, yang
selayaknya dimiliki oleh setiap suami.

Pepatah mengatakan “tak ada gading yang tak retak”, tak ada manusia yang sempurna.
Kenyataannya memang demikian, siapa pun dia selama dia disebut anak manusia, entah
wanita ataupun lelaki, mesti ada kekurangannya, tidak ada yang sempurna dalam segala sisi.

Memang ada manusia yang mempunyai banyak kelebihan namun jumlah mereka pun
sedikit.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

‫ِإ َّن َم ا الَّن اُس َكْا ِإل ِب اْلِم اَئ ِة َال َت َكاُد َت ِج ُد ِف ْي َه ا َر اِح َلًة‬
‫ِل‬

“Manusia itu hanyalah seperti seratus ekor unta, yakni hampir-hampir dari seratus unta
tersebut engkau tidak dapatkan satu unta pun yang bagus untuk ditunggangi.[1]” (HR. al-
Bukhari no. 6498 dan Muslim no. 2547)
Al-Khaththabi rahimahullah berkata, “Mereka menafsirkan hadits di atas dengan dua sisi.”
Majalah
Beliau Islam Asy-Syariah
lalu menyebutkan  
sisi pertama. Setelahnya beliau berkata, “Sisi kedua: mayoritas
manusia itu memiliki kekurangan. Adapun orang yang memiliki keutamaan dan kelebihan
jumlahnya sedikit sekali. Mereka seperti kedudukan unta yang bagus untuk ditunggangi dari
sekian unta pengangkut beban.” (Fathul Bari, 11/343)

An-Nawawi rahimahullah berkata, “Orang yang diridhai keadaannya dari kalangan manusia,
yang sempurna sifat-sifatnya, indah dipandang mata, kuat menanggung beban (itu sedikit
jumlahnya).” (Syarah Shahih Muslim, 16/101)

Ibnu Baththal rahimahullah juga menyatakan yang serupa tentang makna hadits di atas,
“Manusia itu jumlahnya banyak, namun yang disenangi dari mereka jumlahnya sedikit.”
(Fathul Bari, 11/343)

Dalam kaitannya dengan kehidupan keluarga juga tidak bisa dipisahkan dengan
pembicaraan tentang kekurangan dan ketidaksempurnaan manusia ini. Kesiapan menerima
pasangan hidup dengan segala kekurangan yang ada padanya menjadi satu kemestian.
Karena kita adalah anak manusia yang tidak sempurna, menikah dengan manusia yang tidak
sempurna pula. Namun kenyataannya, dalam perjalanan rumah tangga terkadang muncul
kekecewaan yang berbuah kebencian terhadap pasangan hidupnya karena kekurangan
dimilikinya, walaupun tetap menyadari “tak ada gading yang tak retak”.

Perasaan tidak suka ini bila muncul dari pihak istri maka biasanya ia lebih bisa menekan dan
“memaksakan” dirinya untuk tetap menerima suaminya. Beda halnya bila ketidaksukaan itu
dirasakan oleh pihak suami, mungkin pada akhirnya kebencian tumbuh di hatinya dan
ujungnya vonis talak pun dijatuhkan.

Dari hadits Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam di atas, kita pahami bahwa jarang
dijumpai orang yang terkumpul padanya segala kebaikan dan kelebihan. Demikian pula pada
diri wanita yang memang diciptakan dari tulang yang bengkok, lebih jarang lagi didapatkan
pada mereka segala kebaikan. Terkadang ada wanita yang parasnya cantik namun jelek
lisannya. Terkadang ada yang ucapan dan tutur katanya manis memikat namun tidak pandai
bergaul dengan suami. Ada yang pandai bergaul dengan suami namun tidak bisa mengurus
rumahnya. Ada pula wanita yang jelita, bagus perangainya, pandai bergaul dengan suami,
bisa mengatur rumah akan tetapi ia sangat pencemburu atau tidak giat dalam ibadah.
Keadaan-keadaan semisal ini harusnya dipahami oleh seorang suami agar ia tidak larut
dalam ketidaksukaan kepada istrinya, sebaliknya ia sabarkan dirinya dengan kekurangan
yang ada.

Bersabar Terhadap Istri

Allah subhanahu wa ta’ala berfirman,

١٩ ‫َو َع اِش ُر وُه َّن ِب ٱۡل َم ۡع ُر وِۚف َف ِإ ن َكِر ۡه ُت ُم وُه َّن َف َع َس ٰٓى َأ ن َت ۡك َر ُه وْا َش ٗٔ‍ۡيا َو َيۡج َع َل ٱُهَّلل ِف يِه َخ ۡي ٗر ا َكِث يٗر ا‬
“Dan bergaullah kalian dengan mereka (para istri) secara patut. Kemudian bila kalian
Majalah Islam
tidak menyukai Asy-Syariah
mereka (maka bersabarlah)  
karena mungkin kalian tidak menyukai
sesuatu, padahal Allah menjadikan pada dirinya kebaikan yang banyak.” (an-Nisa: 19)

Dalam tafsir al-Jami’ li Ahkamil Qur’an (5/65), al-Imam Abu Abdillah Muhammad bin Ahmad
al-Anshari al- Qurthubi rahimahullah berkata, “Firman Allah subhanahu wa ta’ala, (“Kemudian
bila kalian tidak menyukai mereka”), dikarenakan parasnya yang buruk atau perangainya
yang jelek, namun bukan karena si istri berbuat keji dan nusyuz, maka dianjurkan (bagi si
suami) untuk bersabar menanggung kekurangan tersebut, mudah-mudahan hal itu
mendatangkan rezeki berupa anak-anak yang saleh yang diperoleh dari istri tersebut.”

Al-Hafizh Ibnu Katsir rahimahullah berkata dalam Tafsir-nya terhadap ayat di atas, “Yakni
mudah-mudahan kesabaran kalian dengan tetap menahan mereka (para istri dalam ikatan
pernikahan), sementara kalian tidak menyukai mereka, akan menjadi kebaikan yang banyak
bagi kalian di dunia dan di akhirat sebagaimana perkataan Ibnu Abbas radhiallahu ‘anhuma
tentang ayat ini, “Si suami mengasihani (menaruh iba) istri (yang tidak disukainya) hingga
Allah subhanahu wa ta’ala berikan rezeki padanya berupa anak dari istri tersebut dan pada
anak itu ada kebaikan yang banyak.” (Tafsir Ibnu Katsir, 1/173)

Asy-Syaikh Abdurrahman bin Nashir as-Sa‘di rahimahullah berkata, “Sepantasnya bagi kalian
—wahai para suami—untuk tetap menahan istri (dalam ikatan pernikahan) walaupun kalian
tidak suka pada mereka. Karena di balik yang demikian itu ada kebaikan yang besar. Di
antaranya adalah berpegang dengan perintah Allah subhanahu wa ta’ala dan menerima
wasiat-Nya yang di dalamnya terdapat kebahagiaan di dunia dan di akhirat. Kebaikan lainnya
adalah dengan ia memaksa dirinya untuk tetap bersama istrinya, dalam keadaan dia tidak
mencintainya, ada mujahadatun nafs (perjuangan jiwa) dan berakhlak dengan akhlak yang
indah.

Bisa jadi, ketidaksukaan itu akan hilang dan berganti dengan kecintaan sebagaimana
(disaksikan dari) kenyataan yang ada. Bisa jadi dia mendapat rezeki berupa seorang anak
yang saleh dari istri tersebut, yang memberi manfaat kepada kedua orang tuanya di dunia
maupun di akhirat. Tentunya semua ini dilakukan bila memungkinkan untuk tetap menahan
istri dalam pernikahan tersebut dan tidak timbul perkara yang dikhawatirkan.

Bila memang harus berpisah dan tidak mungkin untuk tetap seiring bersama, maka si suami
tidak dapat dipaksakan untuk tetap menahan istrinya (dalam pernikahan).” (Taisir al-Karimir
Rahman fi Tafsir Kalamil Mannan, hlm. 173) Sehubungan dengan permasalahan ini, Abu
Hurairah radhiallahu ‘anhu mengabarkan bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
pernah bersabda,

‫َال َي ْف َر ْك ُم ْؤ ِم ٌن ُم ْؤ ِم َن ًة ِإ ْن َكِر َه ِم ْنَه ا ُخ ُلًق ا َر ِض َي ِم ْنَه ا آَخ َر‬

“Janganlah seorang mukmin membenci seorang mukminah. Jika ia tidak suka satu
tabiat/perangainya maka (bisa jadi) ia ridha (senang) dengan tabiat/perangainya yang
lain.” (HR. Muslim no. 1469)
Al-Imam an-Nawawi rahimahullah berkata, “Hadits ini menunjukkan larangan (untuk
Majalahyakni
membenci), Islam Asy-Syariah
sepantasnya seorang suami tidak membenci istrinya, karena  
bila ia
mendapatkan pada istrinya satu perangai yang tidak ia sukai namun di sisi lain ia bisa
dapatkan perangai yang disenanginya pada si istri. Misal, istrinya tidak baik perilakunya akan
tetapi ia seorang yang beragama atau berparas cantik atau menjaga kehormatan diri atau
bersikap lemah lembut dan halus padanya atau yang semisalnya.” (Syarah Shahih Muslim,
10/58)

Dengan demikian, tidak sepantasnya seorang suami membenci istrinya dengan penuh
kebencian hingga membawa dia untuk menceraikannya. Bahkan semestinya dia memaafkan
kejelekan istrinya dengan melihat kebaikannya dan menutup mata dari apa yang tidak
disukainya dengan melihat apa yang disenanginya dari istrinya.

Ibnul ‘Arabi rahimahullah berkata, Abul Qasim bin Hubaib telah mengabarkan padaku di al-
Mahdiyyah, dari Abul Qasim as-Sayuri dari Abu Bakar bin Abdirrahman, ia berkata, adalah asy-
Syaikh Abu Muhammad bin Zaid memiliki pengetahuan yang mendalam dalam hal ilmu dan
kedudukan yang tinggi dalam agama. Beliau memiliki seorang istri yang buruk pergaulannya
dengan suami. Istrinya ini tidak sepenuhnya memenuhi haknya bahkan mengurang-ngurangi
dan menyakiti beliau dengan ucapannya.

Ada yang berbicara pada beliau tentang keberadaan istrinya namun beliau memilih untuk
tetap bersabar hidup bersama istrinya. Beliau pernah berkata, “Aku adalah orang yang telah
dianugerahi kesempurnaan nikmat oleh Allah subhanahu wa ta’ala dalam kesehatan
tubuhku, pengetahuanku dan budak yang kumiliki. Mungkin istriku ini diutus sebagai
hukuman atas dosaku. Aku khawatir bila aku menceraikannya akan turun padaku hukuman
yang lebih keras daripada apa yang selama ini aku dapatkan darinya.” (al-Jami’ li Ahkamil
Qur’an, 5/65)

Sulitnya Meluruskan Kebengkokan Istri

Seorang suami tentu tidak boleh berdiam diri membiarkan begitu saja kekurangan yang ada
pada istrinya. Dia harus berupaya meluruskannya dengan lembut dan perlahan agar tidak
mematahkannya. Tentu saja lurusnya istri tidak bisa sempurna karena akan tetap ada
kebengkokan padanya sebagaimana sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,

‫ َو ِإ ْن َذ َه ْب َت ُت ِق ْي ُم َه ا‬، ‫ َف ِإ ِن اْس َت ْم َت ْع َت ِب َه ا اْس َت ْم َت ْع َت ِب َه ا َو ِب َه ا ِع َو ٌج‬، ‫ َلْن َت ْس َت ِق ْي َم َلَك َع َلى َط ِر ْي َق ٍة‬، ‫ِإ َّن اْلَم ْر َأَة ُخ ِل َق ْت ِم ْن ِض َلٍع‬
‫ َو َكْس ُر َه ا َط الُق َه ا‬،‫َكَس ْر َت َه ا‬

“Sesungguhnya wanita diciptakan dari tulang rusuk yang bengkok.[2] Dia tidak akan
lurus untukmu di atas satu jalan. Jika engkau bersenang-senang dengannya, maka
engkau bisa melakukannya namun padanya ada kebengkokan. Bila engkau paksakan
untuk meluruskannya maka engkau akan mematahkannya, dan patahnya itu adalah
menceraikannya.[3]” (HR. al-Bukhari no. 5184, Muslim no. 1468)
‫ َو ِإ ْن َت َر ْكَت ُه َلْم‬،‫ َف ِإ ْن َذ َه ْب َت ُت ِق ْي ُم َه ا َكَس ْر َت َه ا‬. ‫ َو ِإ َّن َأ ْع َو َج َش ْي ٍء ِف ي الِّض َلِع َأ ْع َالُه‬، ‫ َف ِإ َّن اْلَم ْر َأَة ُخ ِل َق ْت ِم ْن ِض َلٍع‬، ‫اْس َت ْو ُص وا ِب الِّن َس اِء‬
Majalah Islam Asy-Syariah  
‫ َف اْس َت ْو ُص وا ِب الِّن َس اِء‬، ‫َي َز ْل َأ ْع َو َج‬

“Mintalah wasiat dari diri-diri kalian dalam masalah hak-hak para wanita[4], karena
sesungguhnya wanita itu diciptakan dari tulang rusuk. Yang paling bengkok dari tulang
rusuk itu adalah bagian paling atasnya. Bila engkau paksakan untuk meluruskannya
maka engkau akan mematahkannya. Namun bila engkau biarkan, ia akan terus-menerus
bengkok. Maka mintalah wasiat dari diri-diri kalian dalam masalah hak-hak para wanita.”
(HR. al-Bukhari no. 3331, 5186)

Al-Imam an-Nawawi rahimahullah berkata, “Dalam hadits ini (ada anjuran untuk) bersikap
lembut kepada para istri, berbuat baik kepada mereka, bersabar atas kebengkokan
akhlak/perangai mereka serta bersabar dengan kelemahan akal mereka. Hadits ini juga
menunjukkan tidak disukainya menceraikan mereka tanpa sebab dan tidak boleh terlalu
bersemangat/berlebihan untuk meluruskan mereka, wallahu a’lam.” (Syarah Shahih Muslim,
10/57)

Al-Hafizh Ibnu Hajar al-Asqalani rahimahullah berkata, “Dipahami dari hadits ini bahwasanya
tidak boleh membiarkan istri di atas kebengkokannya, apabila ia melampaui kekurangan
yang merupakan tabiatnya dengan melakukan maksiat atau meninggalkan kewajiban.
Adapun dalam perkara-perkara mubah, ia dibiarkan apa adanya.

Hadits ini menunjukkan disenanginya penyesuaian diri untuk menarik jiwa, mengambil dan
mendekatkan hati, sebagaimana hadits ini menunjukkan pengaturan terhadap para istri
dengan memaafkan mereka dan bersabar atas kebengkokan mereka. Siapa yang hendak
meluruskan mereka, maka akan luput darinya kemanfaatan yang diperoleh dari mereka,
sementara tidak ada seorang lelaki pun yang tidak merasa butuh terhadap wanita guna
memperoleh ketenangan (sakinah) dengannya dan untuk menolongnya dalam kehidupannya.
Seakan-akan bisa dikatakan: Bernikmat-nikmat dengan wanita (istri) tidak akan sempurna
kecuali dengan bersabar terhadap mereka.” (Fathul Bari, 9/306)

Wallahu ta‘ala a‘lam bish-shawab.

Ditulis oleh al-Ustadzah Ummu Ishaq Al-Atsariyyah

[1] Rahilah adalah unta yang cerdik, pilihan dan bagus untuk ditunggangi ataupun untuk
keperluan lainnya karena sifat-sifatnya yang sempurna. (Syarah Shahih Muslim, 16/101)

[2] Dalam hadits ini ada dalil terhadap ucapan fuqaha atau sebagian mereka bahwasanya
Hawa diciptakan dari tulang rusuk Adam. Allah I berfirman:

‫َخ َلَق ُكْم ِم ْن َنْف ٍس َو اِح َد ٍة َو َخ َلَق ِم ْنَه ا َز ْو َج َه ا‬


“Dia menciptakan kalian dari jiwa yang satu dan Dia menciptakan dari jiwa yang satu itu
Majalah Islam
pasangannya.” Asy-Syariah
(Syarah Shahih Muslim, 10/57)  

[3] Bila engkau menginginkan istrimu untuk meninggalkan kebengkokannya maka ujung
dari perkara ini adalah berpisah (cerai) dengannya. (Fathul Bari, 6/447)

[4] Atau dengan makna: Aku wasiatkan kalian agar berbuat kebaikan terhadap para wanita
maka terimalah wasiatku ini tentang perkara mereka dan amalkanlah. (Fathul Bari, 9/306)

 bimbingan rumah tangga problem rumah tangga tips rumah tangga


Share

Related Posts

Jan 10, 2021 Sep 28, 2020 Sep 14, 2020

Merayakan Hari Jadi Hak Suami Istri Nikahkan Dia dengan


Pernikahan Redaksi Ridhanya
Redaksi Redaksi

 View Desktop Version

Anda mungkin juga menyukai