Dan para wanita mempunyai hak yang seimbang dengan kewajibannya menurut cara
yang maruf. Akan tetapi, para suami mempunyai satu tingkatan kelebihan daripada
istrinya. Dan Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana. (Qs. al-Baqarah : 228)
Wahai suamiku, engkau adalah anugerah dan kenikmatan yang besar yang Allah karuniakan
kepadaku. Ketika banyak para wanita yang belum menikah, Allah mengaruniakanku seorang
suami shalih -Insya Allah- seperti dirimu. Ketika banyak dari para wanita yang mempunyai
suami yang tidak memperhatikan agama istrinya, Allah memberikanku seorang suami yang
selalu menyemangatiku untuk hadir ke majelis-majelis ilmu. Ketika banyak suami yang
acuh-tak-acuh dengan perbuatan-perbuatan istrinya yang salah, Allah memberikan
kepadaku seorang suami yang selalu menasehatiku. Ketika banyak suami yang tak peduli
halal dan haram ketika ia mencari rezeki, Allah memberikan kepadaku seorang suami yang
merasa cukup dengan yang halal. Banyak lagi kebaikan dan keutamaanmu, apakah pantas
bagiku untuk tidak bersyukur kepada Allah atas nikmat dirimu, apakah pantas bagiku untuk
tidak berterima kasih kepadamu dengan segala kebaikanmu, kasih sayangmu, perhatianmu,
jerih payahmu untuk diriku
Allah Taaala berfirman :
Dan (ingatlah juga), tatkala Allah memalumkan, sesungguhnya jika kamu bersyukur
pasti Kami akan menambah (nikmat) kepadamu, dan jika kamu mengingkari (nikmat-Ku)
maka sesungguhnya adzab-Ku sagat pedih. (Qs. Ibrahim : 7)
Dan dalam sebuah hadits Rasulullah shallallaahu alaihi wa sallam bersabda : Aku melihat
neraka dan aku melihat sebagian besar penduduknya adalah kaum wanita. Mereka (para
sahabat) bertanya, Mengapa demikian wahai Rasulullah?
: , ,
Mereka mendurhakai suami dan mengingkari kebaikannya. Sekiranya seorang dari
mereka engkau perlakukan dengan baik sepanjang masa, lalu ia melihat sesuatu
(kesalahan) darimu, ia akan berkata, Aku tidak pernah melihat satu pun kebaikan darimu
selama ini. (HR. Bukhari dan Muslim)
Wahai suamiku, segala puji bagi Allah sematalah kemudian karena sebab pendidikan orang
tuaku yang baik, yang telah mempersiapkan dan mendidikku untuk menjadi seorang istri
dan ibu rumah tangga yang baik, sehingga aku sadar bahwasanya pernikahan bukanlah
surga yang tak ada problema, kesusahan dan kesulitan. Dan juga bukanlah neraka yang ada
hanya kesusahan dan kesengsaraan. Semoga dengan sebab itu aku lebih siap dan tegar jika
kesusahan, kesulitan datang menerpa. Wahai suamiku, Insya Allah engkau akan
mendapatiku menjadi pendamping yang kokoh dalam mengarungi kehidupan rumah tangga
ini, hanya kepada Allahlah aku memohon pertolongan.
Allah Taaala berfirman :
Hanya kepada Engkaulah kami menyembah dan hanya kepada Engkaulah kami mohon
pertolongan. (Qs. al-Fatihah : 5)
Wahai suamiku, keinginanmu agar aku dekat dengan orang tuamu, akupun menginginkan
hal yang demikian. Orang tuamu adalah orang tuaku juga. Dan aku ingin engkau tetap
berbakti, melayani dan memberikan perhatian yang besar kepadanya walaupun engkau
sudah menikah. Insya Allah aku akan membantumu untuk hal itu.
Allah Taalaa berfirman :
Sembahlah Allah dan janganlah kamu mempersekutukan-Nya dengan sesuatu pun. Dan
berbuat baiklah kepada kedua orang tua (ibu dan bapak). (Qs. an-Nisa : 36)
Wahai suamiku, banyak hal yang tidak diperhatikan oleh sebagian istri tentang perkaraperkara yang membuat suaminya senang dan menghindari sesuatu yang membuat suaminya
tidak suka. Di antaranya tampil apa adanya di depan suaminya, tidak mau berdandan dan
mempercantik diri. Wahai suamiku, katakanlah kepadaku apa yang membuat dirimu senang
sehingga aku berusaha untuk melakukannya dan katakanlah sesuatu yang membuatmu
benci sehingga aku menjauhinya.
Dan dalam sebuah hadits Rasulullah shallallaahu alaihi wa sallam bersabda :
Sebaik-baik istri adalah yang menyenangkan suami apabila ia melihatnya,
mentaati apabila suami menyuruhnya, dan tidak menyelisihi atas dirinya dan hartanya
dengan apa yang tidak disukai suaminya. (HR. ath-Thabrani dari Abdullah bin
Salam, dishahihkan oleh Syaikh al-Albani)
Wahai suamiku, sungguh sebuah keburukan kalau aku tidak bisa menerima kekurangan
dirimu di mana kelebihanmu tak sebanding dengan kekuranganmu. Padahal aku tahu tak
ada seorang yang sempurna. Apakah pantas aku bersikap seperti itu, sedangkan engkau
ridha dan bershabar dengan berbagai kekurangan diriku.
Wahai suamiku, ketika aku merasa lelah dalam mengurus pekerjaan rumah, aku teringat
kisahnya seorang wanita yang mulia, pemimpin wanita di surga yang merasa keletihan ketika
ia mengerjakan tugasnya sebagai ibu rumah tangga. Seorang wanita shalihah yang memiliki
jiwa yang mulia, hati yang bersih dan akal yang terbimbing oleh syariat yang agung. Semoga
aku bisa meneladani keshabaran Fathimah putrinya Rasulullah shallallaahu alaihi wa
sallam, bukan malah meneladani wanita yang akalnya menjadi tempat sampah pemikiran
barat yang menamakan dirinya Feminisme.
Suatu ketika Fathimah mengeluh kepada Rasulullah shallallaahu alaihi wa sallam atas
kelelahan yang ia rasakan sebab ia menarik alat penggiling hingga berbekas di kedua
tangannya, menimba air dengan qirbah (tempat air pada masa itu) hingga qirbah
membekas di lehernya, dan menyalakan api di tungku hingga mengotori pakaiannya. Itu
semua terasa berat baginya. Lalu apa tanggapan Rasulullah shallallaahu alaihi wa
sallam tentang hal itu? Beliau menasehati Fathimah dan Ali bin Abi Thalib agar bertasbih
sebanyak 33 kali, bertahmid 33 kali dan bertakbir 33 kali setiap hendak tidur . Beliau
bersabda kepada keduanya bahwa itu semua lebih baik dari pembantu (yang Fathimah
minta ed). (HR. Bukhari dan Muslim)
Wahai suamiku, seharusnya setiap istri sadar, termasuk diriku. Bahwa setiap suami
mempunyai posisi dan status sosial yang berbeda. Ada di antara suami yang sangat
dibutuhkan oleh keluarganya. Ada juga seorang suami yang memiliki kedudukan yang
penting sehingga sangat dibutuhkan oleh masyarakat. Ada juga seorang suami yang menjadi
seorang dai sehingga sangat dibutuhkan oleh ummat. Seharusnya setiap istri
memperhatikan hal ini. Jika dia seorang suami yang sangat dibutuhkan keluarganya maka
bantulah ia, dan relakanlah sendainya hak waktumu sedikit terkurangi. Bukan malah
menghalangi dari keluarganya. Kalau dia seorang yang sangat dibutuhkan oleh masyarakat
atau ummat, maka bantulah ia, semangatilah ia dan berilah nasehat untuk ikhlas dalam
melayani ummat dan bershabar atas mereka. Bukan malah bertindak seperti anak kecil yang
merongrong suaminya hanya karena dia tidak selalu berada di sisinya. Atau sesekali ketika
lagi bersendau gurau denganmu ia mengangkat telpon untuk sekedar memberikan nasehat
atau saran kepada ummat. Wahai suamiku, semoga aku bisa memperhatikan hal ini. Dan
aku pun sadar hakku telah kau tunaikan dengan baik.
Wahai suamiku, aku teringat sebuah ayat yang seharusnya membuatku untuk berfikir dan
merenungi sejauh mana aku merealisasikan ayat ini atau malah sebaliknya.
Allah Taaala berfirman :
Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebaikan dan taqwa. (Qs. alMaidah : 2)
Ya Allah, jadikanlah aku istri shalihah yang membantu suamiku untuk taat kepada-Mu,
berdakwah di jalan-Mu dan melakukan berbagai amalan kebaikan bukan malah sebaliknya
menjadi fitnah baginya.
Allah Taaala berfirman :
Wahai orang-orang yang beriman, Sesungguhnya di antara istri-itrimu dan anakanakmu ada yang menjadi musuh bagimu, maka berhati-hatilah kamu terhadap
mereka. (Qs. at-Taghabun : 14)
Wahai suamiku, rezeki yang halal sudah sangat cukup bagiku. Nafkah yang kau berikan
kepadaku sebagai bentuk tanggungjawabmu sebagai seorang suami sangatlah besar
walaupun menurut sebagian orang dinilai kecil. Keindahan dan kebahagian hidup ini adalah
ketika kita bisa bersyukur dan hidup dengan qanaah. Ya Allah, aku berlindung kepadamu
menjadi istri yang tidak pandai bersyukur yang bisanya hanya menuntut, terlebih lagi
menjadi sebab suaminya mengambil yang haram.
Dan tidaklah pantas bagi laki-laki yang mukmin dan perempuan yang mukmin, apabila
Allah dan Rasul-Nya telah menetapkan suatu ketetapan akan ada pilihan (yang lain) bagi
mereka tentang urusan mereka. Dan barangsiapa yang mendurhakai Allah dan RasulNya, maka sungguh dia telah tersesat dengan kesesatan yang nyata. (Qs. al-Ahdzab :
36)
Wahai suamiku, anak-anak kita adalah buah hati kita, buah cinta kita. Karunia yang Allah
karuniakan kepada kita, sekaligus merupakan amanah yang Allah amanahkan kepada kita.
Insya Allah, aku akan mendidiknya dengan pendidikan yang baik, dengan penuh kasih
sayang dan kelembutan. Aku akan mendidiknya untuk mentauhidkan Allah, aku akan
mendidiknya agar taat kepada Allah dan Rasul-Nya, aku akan mendidiknya agar berbakti
kepada orangtuanya. Semoga Allah mengkaruniakan anak yang shalih dan shalihah kepada
kita. Amiin.
Sebagaimana Allah subhaanahu wa taaala berfirman :
Ya Rabbku, berilah aku dari sisi-Mu seorang anak yang baik. Sesungguhnya Engkau
Maha Mendengar doa. (Qs. Ali Imran : 38)
Wahai suamiku, tentu sebagai seorang muslimah aku mendambakan surga Allah dan
khawatir terhadap neraka-Nya. Aku sering teringat sebuah hadits di mana
Rasulullahshallallaahu alaihi wa sallam bersabda :
,
Perhatikanlah posisimu terhadap suamimu sebab dia adalah surgamu dan
nerakamu.(HR. Ahmad dan al-Hakim dan selainnya, ia menyatakan hadits
shahih dan disetujui oleh Imam adz-Dzahabi)
Dan di antara jalan menuju surga adalah dengan mentaatimu.
Sebagaimana Rasulullah shallallaahu alaihi wa sallam bersabda :
, , , ,
Apabila seorang istri mengerjakan shalat lima waktu, berpuasa pada bulan Ramadhan,
menjaga kemaluannya dan taat kepada suaminya, niscaya ia akan masuk surga dari
pintu mana saja yang ia kehendaki. (HR. Ibnu Hibban dari Abu
HurairahRadiyallahu anhu)
Dan sebaliknya di antara jalan menuju neraka adalah bersikap nusyuz kepadamu, durhaka
dan tidak taat kepadamu. Wahai suamiku, Insya Allah aku akan selalu taat dan berbuat baik
kepadamu dengan menjaga kehormatanku, menjaga diriku dari menyakitimu, tidak lalai
melayanimu, tidak menggambarkan sosok wanita di hadapanmu, tidak keluar rumah tanpa
seizinmu, tidak menyebarkan problema rumah tangga kepada orang lain dan tidak menolak
ketika engkau mengajakku berhubungan.
Sebagaimana Rasulullah shallallaahu alaihi wa sallam bersabda :
Ada dua orang yang mana shalat mereka tidak naik melewati kepala mereka ; yakni
seorang budak yang lari dari majikannya hingga kembali kepadanya, dan seorang istri
yang bermaksiat kepada suaminya hingga ia kembali taat. (HR. ath-Thabarani, al-