Anda di halaman 1dari 28

Membangun rumah tangga dalam Islam 

adalah membentuk keluarga yang


sakinah, mawadah, warahmah. Untuk mencapai tujuan pernikahan tersebut
tentunya harus diikuti dengan menjadi suami yang baik sesuai kriteria calon
suami menurut Islam. Berikut ini adalah 13 cara menjadi suami terbaik
menurut Islam:
1. Beriman dan bertakwa

Kriteria suami terbaik dalam Islam adalah suami yang memiliki keimanan
dan ketakwaan yang kuat. Hal ini sangat diperlukan karena suami adalah
pemimpin bagi keluarganya sehingga ia harus menjadi contoh yang baik bagi
anak dan istrinya. Allah berfirman, 

{‫ْض َوبِ َما أَ ْنفَقُوا ِم ْن أَ ْم َوالِ ِه ْم‬ َ ‫ل قَ َّوا ُمونَ َعلَى النِّ َسا ِء ِب َما فَض ََّل هَّللا ُ بَع‬%ُ ‫الرِّجا‬
ٍ ‫ْضهُ ْم َعلَى بَع‬ َ }

“Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum perempuan, oleh karena
Allah telah melebihkan sebahagian mereka (laki-laki) atas sebahagian yang
lain (perempuan), dan karena mereka (laki-laki) telah menafkahkan
sebagian dari harta mereka” (QS an-Nisaa’: 34).
{‫}إِ َّن أَ ْك َر َم ُك ْم ِع ْن َد هَّللا ِ أَ ْتقَا ُك ْم‬

“Sesungguhnya orang yang paling mulia di sisi Allah ialah orang yang paling
bertakwa di antara kamu” (QS al-Hujuraat: 13).
2. Pekerja keras

Cara menjadi suami terbaik menurut Islam berikutnya adalah suami yang
bekerja keras untuk memberikan nafkah kepada istrinya. Allah berfirman,

ِ ‫}و َعلَى ْال َموْ لُو ِد لَهُ ِر ْزقُه َُّن َو ِكس َْوتُه َُّن ِب ْال َم ْعر‬
{‫ُوف‬ َ

“Dan kewajiban ayah memberi makan dan pakaian kepada para ibu dengan
cara yang ma’ruf” (QS al-Baqarah: 233).

Rasulullah bersabda, 

“Hendaknya dia memberi (nafkah untuk) makanan bagi istrinya


sebagaimana yang dimakannya, memberi (nafkah untuk) pakaian baginya
sebagaimana yang dipakainya, tidak memukul wajahnya, tidak mendokan
keburukan baginya (mencelanya), dan tidak memboikotnya kecuali di dalam
rumah (saja)” (HR Abu Dawud (no. 2142) dan dinyatakan shahih oleh
Syaikh al-Albani)
3. Taat kepada orang tua

Dari Mu’awiyah bin Jahimah, sesungguhnya Jahimah berkata: “Saya datang


kepada Nabi SAW untuk meminta izin kepada beliau guna pergi berjihad,
namun Nabi SAW bertanya: “Apakah kamu masih punya Ibu-Bapak (yang
tidak bisa mengurus dirinya)?”. Saya menjawab: “Masih”. Beliau bersabda:
“Uruslah mereka, karena surga ada di bawah telapak kaki mereka.” (H.R.
Thabarani, adapun ini adalah hadits Hasan (baik).
Dari Ibnu Umar RA, ujarnya: “Rasulullah SAW bersabda: “Berbaktilah
kepada orang tua kalian, niscaya kelak anak-anak kalian berbakti kepada
kalian; dan periharalah kehormatan (istri-istri orang), niscaya kehormatan
istri-istri kalian terpelihara.” (H.R. Thabarani, adapun ini adalah hadits
Hasan).
4. Selalu mendoakan kebaikan bagi istri

Allah Ta’ala berfirman:

{‫اجنَا َو ُذرِّ يَّاتِنَا قُ َّرةَ أَ ْعي ٍُن َواجْ َع ْلنَا لِ ْل ُمتَّقِينَ إِ َما ًما‬
ِ ‫} َوالَّ ِذينَ يَقُولُونَ َربَّنَا هَبْ لَنَا ِم ْن أَ ْز َو‬

“Dan orang-orang yang berkata: “Ya Rabb kami, anugerahkanlah kepada


kami isteri-isteri kami dan keturunan kami sebagai penyejuk hati (kami), dan
jadikanlah kami imam (panutan) bagi orang-orang yang bertakwa” (QS al-
Furqaan: 74).
Rasulullah juga bersabda, “…Dan tidak mendokan keburukan baginya” (HR
Abu Dawud (no. 2142) dan dinyatakan shahih oleh Syaikh al-Albani)
5. Selalu bersabar menghadapi istri

Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda: “Berwasiatlah untuk


berbuat baik kepada kaum wanita, karena sesungguhnya wanita diciptakan
dari tulang rusuk (yang bengkok), dan bagian yang paling bengkok dari
tulang rusuk adalah yang paling atas, maka jika kamu meluruskannya
(berarti) kamu mematahkannya, dan kalau kamu membiarkannya maka dia
akan terus bemgkok, maka berwasiatlah (untuk berbuat baik) kepada kaum
wanita” (HSR al-Bukhari (no. 3153) dan Muslim (no. 1468)
6. Selalu membimbing istri dan anak

Allah Ta’ala berfirman:

َ ‫}يَا أَيُّهَا الَّ ِذينَ آ َمنُوا قُوا أَ ْنفُ َس ُك ْم َوأَ ْهلِي ُك ْم نَاراً َوقُو ُدهَا النَّاسُ َو ْال ِح َج‬
{ُ‫ارة‬

“Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari


api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu” (QS at-
Tahriim:6).
Ali bin Abi Thalib radhiallahu’anhu, ketika menafsirkan ayat di atas, beliau
berkata: “(Maknanya): Ajarkanlah kebaikan untuk dirimu sendiri dan
keluargamu”
Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda: “Semoga Allah merahmati
seorang laki-laki yang bangun di malam hari lalu dia melaksanakan shalat
(malam), kemudian dia membangunkan istrinya, kalau istrinya enggan maka
dia akan memercikkan air pada wajahnya…” (HR Abu Dawud (no. 1308)
dan Ibnu Majah (no. 1336), dinyatakan shahih oleh syaikh al-Albani)
7. Tidak kikir pada istri

Allah Ta’ala berfirman:

ِ ‫} َوالَّ ِذينَ إِ َذا أَ ْنفَقُوا لَ ْم يُس‬


{‫ْرفُوا َولَ ْم يَ ْقتُرُوا َو َكانَ بَ ْينَ َذلِكَ قَ َوا ًما‬

“Dan (hamba-hamba Allah yang beriman adalah) orang-orang yang apabila


mereka membelanjakan (harta), mereka tidak berlebih-lebihan, dan tidak
(pula) kikir, dan adalah (pembelanjaan mereka) di tengah-tengah antara
yang demikian” (QS al-Furqaan:67).
8. Selalu bersikap lembut

Allah berfirman, “Dan bergaullah dengan mereka (para istri) dengan cara


yang baik.” (An-Nisa: 19)
Al-Hafidz Ibnu Katsir t ketika menafsirkan ayat di atas, menyatakan: “Yakni
perindah ucapan kalian terhadap mereka (para istri) dan perbagus
perbuatan dan penampilan kalian sesuai kadar kemampuan. Sebagaimana
engkau menyukai bila ia (istri) berbuat demikian, maka engkau (semestinya)
juga berbuat hal yang sama. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman dalam
hal ini:
“Dan para istri memiliki hak yang seimbang dengan kewajibannya menurut
cara yang ma’ruf.” (Al-Baqarah: 228)
Rasulullah Shalallahu ‘alahi wassalam sendiri telah bersabda:

“Sebaik-baik kalian adalah yang paling baik terhadap keluarganya


(istrinya). Dan aku adalah orang yang paling baik di antara kalian terhadap
keluargaku (istriku).”
Termasuk akhlak Nabi Shalallahu ‘alahi wassalam, beliau sangat baik
hubungannya dengan para istrinya. Wajahnya senantiasa berseri-seri, suka
bersenda gurau dan bercumbu rayu dengan istri, bersikap lembut dan
melapangkan mereka dalam hal nafkah serta tertawa bersama istri-istrinya.
Sampai-sampai, beliau pernah mengajak ‘Aisyah Ummul Mukminin
berlomba, untuk menunjukkan cinta dan kasih sayang beliau terhadapnya.”
(Tafsir Ibnu Katsir, 1/477)
9. Menggauli istri dengan baik

Allag berfirman,

‫ث لَ ُك ْم فَأْتُوا َحرْ ثَ ُك ْم أَنَّ ٰى ِش ْئتُ ْم‬


ٌ ْ‫نِ َسا ُؤ ُك ْم َحر‬

“Istri-istrimu adalah (seperti) tanah tempat kamu bercocok tanam, maka


datangilah tanah tempat bercocok-tanammu itu bagaimana saja kamu
kehendaki” [Al-Baqarah/2:223]
10. Tidak menghukum istri berlebihan

Rasul bersabda, “Hendaklah engkau memberinya makan jika engkau makan,


memberinya pakaian jika engkau berpakaian, tidak memukul wajah, tidak
menjelek-jelekkannya …..” {H.R. Ibnu Majah disahihkan oleh Syeikh
Albani}
11. Membantu pekerjaan istri

‘Aisyah radhiallahu ‘anha berkata,

َّ ‫صالَةُ قَا َم إِلَى ال‬


‫صالَ ِة‬ َّ ‫ت ال‬ َ ‫َكانَ فِي ِم ْهنَ ِة أَ ْهلِ ِه فَإِ َذا َح‬
ِ ‫ض َر‬
“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam kesibukan membantu
istrinya, dan jika tiba waktu sholat maka beliaupun pergi shalat” (HR
Bukhari).
ُ‫ف نَ ْعلَهُ َوي ُِخ ْيطُ ثَوْ بَهُ َويَرْ فَ ُع د َْل َوه‬ ِ ‫أَ َح ُد ُك ْم فِي ِم ْهنَ ِة أَ ْهلِ ِه يَ ْخ‬
ُ ‫ص‬

Urwah berkata kepada Aisyah, “Wahai Ummul Mukminin, apakah yang


dikerjakan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam jika ia bersamamu
(di rumahmu)?”, Aisyah berkata, “Ia melakukan (seperti) apa yang
dilakukan oleh salah seorang dari kalian jika sedang membantu istrinya, ia
memperbaiki sendalnya, menjahit bajunya, dan mengangkat air di ember”
(HR Ibnu Hibban).
12. Memberikan yang terbaik untuk istri

Dari Mu’awiyah Al Qusyairi radhiyallahu ‘anhu, ia bertanya pada Rasulullah


shallallahu ‘alaihi wa sallam mengenai kewajiban suami pada istri, lantas
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
َّ‫ب ْال َوجْ هَ َوالَ تُقَبِّحْ َوالَ تَ ْهجُرْ إِال‬ ْ ُ‫أَ ْن ت‬
ِ ‫ط ِع َمهَا إِ َذا طَ ِع ْمتَ َوتَ ْكس َُوهَا إِ َذا ا ْكتَ َسيْتَ – أَ ِو ا ْكتَ َسبْتَ – َوالَ تَضْ ِر‬
ِ ‫فِى ْالبَ ْي‬
‫ت‬

“Engkau memberinya makan sebagaimana engkau makan. Engkau


memberinya pakaian sebagaimana engkau berpakaian -atau engkau
usahakan-, dan engkau tidak memukul istrimu di wajahnya, dan engkau tidak
menjelek-jelekkannya serta tidak memboikotnya (dalam rangka nasehat)
selain di rumah” (HR. Abu Daud no. 2142. Syaikh Al Albani mengatakan
bahwa hadits ini hasan shahih).
13. Selalu bersikap romantis

Dari ‘Aisyah Radhiallaahu ‘anha, “Bahwa Nabi Shalallahu ‘alaihi wa sallam


mencium sebagian istrinya kemudian keluar menunaikan shalat tanpa
berwudhu dahulu.” (HR Ahmad).
Dari Anas, dia berkata: “Kemudian kami pergi menuju Madinah (dari
Khaibar). Aku lihat Nabi Sallallahu ‘Alaihi Wa Sallam menyediakan tempat
duduk yang empuk dari kain di belakang beliau untuk Shafiyyah. Kemudian
beliau duduk di samping untanya sambil menegakkan lutut beliau dan
Shafiyyah meletakkan kakinya di atas lutut beliau sehingga dia bisa menaiki
unta tersebut.” (HR Bukhari)
Itulah 13 cara menjadi suami terbaik menurut Islam. Demikianlah artikel
yang singkat ini. Semoga dapat menambah wawasan dan keimanan kita.
Aamiin.
Perangai Rasulullah yang Layak Diteladani Para Ayah

Hari Ayah yang beriringan dengan Hari Kelahiran Nabi ‫ ﷺ‬pada tahun ini
merupakan momentum yang tepat untuk memotret kembali akhlak dan perangai Rasulullah
‫ ﷺ‬sebagai seorang ayah bagi anak-anaknya sekaligus suami bagi para istrinya.
Apa saja pesan beliau untuk para ayah dan para suami?

Sebagaimana diketahui, Rasulullah ‫ ﷺ‬adalah seorang yang sibuk mengurus


pemerintahan, memimpin pasukan, menegakkan hukum, bernegosiasi dengan delegasi,
mengajar para sahabat, menerima wahyu, dan mendakwahkan Islam, bahkan mengirim
surat kepada para raja dan pemimpin dunia. Namun, di sela-sela kesibukannya, beliau
ternyata seorang yang bertanggung jawab dan penuh perhatian kepada keluarga, kepada
anak-istri, cucu, bahkan anak-anak di sekitarnya. Beliau sosok pelindung dan seorang yang
lemah-lembut terhadap keluarga. Hal itu seperti yang diakuinya dalam salah satu hadits:  
‫ َخ ْي ُر ُك ْم َخ ْي ُر ُك ْم ألَهْ لِ ِه َوأَ َنا َخ ْي ُر ُك ْم ألَهْ لِي‬  “Yang terbaik di antara kalian adalah yang terbaik terhadap
keluarga. Dan aku adalah yang terbaik kepada keluarga” (HR al-Tirmidzi, Ibnu Majah, dan
Ibnu Hibban).

Rasulullah ‫ ﷺ‬juga sosok penyayang dan ramah kepada anak-anak. Hal ini
diakui langsung oleh Anas ibn Malik yang kesehariannya lebih banyak bersama beliau,
“Aku belum pernah melihat seseorang yang lebih sayang kepada keluarga selain
Rasulullah ‫ﷺ‬.”   Keakraban beliau kepada mereka terlihat jelas dalam berbagai
kesempatan. Pernah pada suatu ketika, beliau mencium salah seorang cucunya, al-Hasan
ibn ‘Ali. Kejadian itu disaksikan langsung oleh al-Aqra‘ ibn Habis. Al-Aqra‘ pun berkomentar,
“Aku memiliki sepuluh orang anak, tapi tak ada satu pun yang biasa kucium.” Rasulullah
‫ ﷺ‬menoleh ke arahnya dan menjawab, ”Siapa yang tak sayang, maka tak
disayang,” (HR al-Bukhari dan Muslim).   Mungkin al-Aqra‘ menduga bahwa laki-laki yang
berkarakter kuat adalah mereka yang tak dekat dengan anak-anak. Namun, Rasulullah
‫ ﷺ‬dengan tegas menepis dugaan itu, sehingga spontan melontarkan jawaban,
”Siapa yang tak sayang, maka tak disayang.” Jawaban itu jelas menunjukkan sikap beliau
yang sangat luhur, penyayang, ramah anak, dan tentunya sangat layak diteladani para
ayah. Keluhuran, ketawadukan, dan kerendahan hati Rasulullah ‫ ﷺ‬benar-benar
tak bisa dibandingkan dengan siapa pun. Karena keluhurannya beliau tak sungkan
membaur dan bergaul dengan anak kecil. Pernah suatu saat beliau menghibur anak Ummu
Sulaim bernama Abu ‘Umair yang menangis karena kematian burung kesayangannya.  
Bentuk lain kasih sayang dan kelembutan Rasulullah ‫ ﷺ‬kepada anak-anak
adalah tidak membebani mereka di luar kemampuannya. Disebutkan, pada saat perang
Uhud, beliau kedatangan sejumlah anak yang ingin ikut berperang. Namun, beliau menolak
karena mereka masih kecil. Mereka adalah ‘Abdullah ibn ‘Umar ibn al-Khathab, Usamah ibn
Zayd, Usaid ibn Zhuhair, Zayd ibn Tsabit, Zayd ibn Arqam, ‘Arabah ibn Aus, ‘Amr ibn Hazm,
Abu Sa‘id al-Khudri, dan Sa‘d ibn Habah.   Dalam kesempatan lain, Rasulullah
‫ ﷺ‬bahkan tak ragu untuk meminta air dan membasuh air pipis dari anak kecil
yang dibawanya. Perhatian dan perlindungan Rasulullah ‫ ﷺ‬terhadap anak-anak
ini bukan sekadar perlakuan sepintas dan sewaktu-waktu, melainkan berlangsung
berulang-ulang, sampai-sampai anak-anak kecil kerap menemui Rasul sepulang bepergian
dan mengajaknya bermain atau bergurau dengan mereka. Beliau seakan tak punya
keperluan atau kesibukan selain bermain dengan anak-anak (lihat: Raghib al-Sirjani, Nabi
Kaum Mustad‘afin, 2011, [Jakarta: Zaman], hal. 38). Kasih sayang dan kelembutan
Rasulullah ‫ ﷺ‬bahkan jauh melebihih kasih sayang dan kelembutan seorang
ayah kepada anaknya. Pernah pada suatu saat Abu Bakar meminta izin untuk datang ke
rumah Nabi ‫ﷺ‬. Namun setiba di rumah Nabi, ia mendengar suara keras
putrinya, ‘Aisyah radliyallahu ‘anha, kepada suaminya. Begitu masuk, ia langsung meraih
tangan putrinya dan bermaksud menamparnya, sambil berkata, “Tadi aku mendengarmu
membentak Rasulullah ‫ﷺ‬.” Namun, niatnya itu segera dihalangi oleh Rasulullah
‫ﷺ‬.   Abu Bakar pun akhirnya pulang membawa kekesalan. Sementara setelah
ayah mertuanya pulang, Rasulullah bertanya kepada istrinya, ‘Aisyah, “Bagaimana
menurutmu tentangku yang telah menyelamatkanmu dari pria itu?” Selama beberapa hari,
Abu Bakar pun tak bicara, sampai kembali meminta izin mendatangi Rasulullah
‫ ﷺ‬dan mendapati keduanya sudah kembali rukun. Beliau berkata kepada
keduanya, “Bawalah aku dalam kedamaian kalian berdua sebagaimana kalian membawaku
dalam pertengkaran kalian.” Rasulullah ‫ ﷺ‬menjawab, “Sudah, sudah kami
lakukan.” Di sini terlihat jelas, kasih sayang Rasulullah ‫ ﷺ‬melebihi kasih sayang
seorang ayah. Abu Bakar yang hendak menampar sang putri segera dihalanginya. Itu tak
mungkin lahir kecuali dari kasih sayang dan kelembutannya terhadap wanita. Terlihat jelas,
Rasulullah ‫ ﷺ‬adalah seorang yang memahami karakter perempuan. Begitu pula
karakter, kebutuhan, dan kondisi psikologis anak-anak.   Selain menjadi ayah pilihan,
Rasulullah ‫ ﷺ‬juga dikenal sebagai suami yang lemah lembut dan tak sungkan
membantu pekerjaan istrinya. Dalam riwayat Ahmad disebutkan, suatu ketika, Ummul
Mukminin ‘Aisyah radhiyallahu anha pernah ditanya perihal aktivitas beliau saat di rumah.
‘Aisyah menjawab, “Rasulullah ‫ ﷺ‬biasa menjahit pakaiannya, memperbaiki
sandalnya, dan mengerjakan apa yang dikerjakan kaum pria di rumah.”   Kelembutannya itu
kemudian ditularkannya kepada para sahabat. Beliau mengajarkan agar mereka selalu
berpesan kebaikan terhadap istri mereka. “Berpesanlah kalian kepada para wanita dengan
kebaikan. Karena mereka laksana tawanan di sisi kalian.” Demikian yang diriwayatkan al-
Bukhari dan Muslim. Bahkan, kedekatan hubungan antara laki-laki dan perempuan juga
digambarkannya dalam hadits lain sebagaimana yang diriwayatkan al-Tirmidzi, “Perempuan
itu adalah saudara kandung laki-laki.” Ini mengisyaratkan bahwa hubungan antara laki-laki
dan perempuan, termasuk suami dengan istri, harus selalu baik layaknya dua orang yang
bersaudara.   Rasulullah ‫ ﷺ‬juga berpesan kepada para suami agar tetap
bersabar menghadapi sikap para wanita yang kurang disukai. Hal ini seperti dalam
sabdanya:   ‫ َر‬S‫آخ‬ ِ ‫ا َر‬SS‫ا ُخلُ ًق‬SS‫ر َه ِم ْن َه‬S
َ S‫ ا‬S‫ َى ِم ْن َه‬S‫ض‬ ً S‫ؤ ِمنٌ م ُْؤ ِم َن‬Sْ S‫ركْ ُم‬S
ِ S‫ة إِنْ َك‬S َ S‫ الَ َي ْف‬  “Janganlah marah seorang pria
mukmin kepada seorang wanita mukmin. Jika tidak menyukai satu perangai darinya, maka
sukailah perangai lainnya,” (Muslim dan Ahmad).   Demikian gambaran keluhuran akhlak
Rasulullah ‫ ﷺ‬yang layak diteladani para suami dan para ayah. Semoga kita
termasuk orang yang mampu meneladani perangainya.
Nasihat Rasulullah untuk Para Suami
Para wanita riuh mengerumuni kediaman Nabi Muhammad SAW. Mereka
beramai-ramai mengadukan satu hal yang serupa, kelakuan para suami.
Mereka ingin menyampaikan keluhan kepada manusia terbaik itu. Sebabnya,
kala itu Umar bin Khattab RA mengadukan kelakukan wanita yang semakin
berani terhadap para suami.
Lewat hadis yang diriwayatkan Imam Abu Daud dengan sanad sahih ini,
Rasulullah SAW lantas bersabda, "Sungguh telah banyak wanita yang
mendatangi keluarga Muhammad untuk mengadukan suaminya. Mereka itu
(para suami) bukanlah orang-orang yang terbaik di antara kalian semua."

Wanita salehah adalah sebaik-baik perhiasan dunia. Karakter wanita memang


spesial. Maka, diperlukan juga perlakuan yang amat spesial. Dan, sebaik-baik
lelaki yang memperlakukan istrinya adalah Rasulullah SAW. Beliau SAW
bersabda, "Sebaik-baik kalian adalah (suami) yang paling baik terhadap
keluarganya dan aku adalah yang paling baik terhadap keluargaku." (HR
Tirmidzi)

Memperlakukan wanita, terutama istri, mestilah dengan cara terbaik. Ada


beragam pertimbangan untuk menyampaikan sesuatu kepada wanita. Ada
pertimbangan rasa, ada momentum psikis, ada karakter, hingga soal kondisi
fisik. Memperlakukan sebaik-baik perhiasan dunia, tentu harus dengan cara
yang terbaik pula.

Mari kita mencontoh dari seorang lelaki, suami, dan ayah terbaik yang
memperlakukan wanita dengan sikap terbaik. Rasulullah SAW senantiasa
memberikan wasiat agar berbuat baik kepada kaum wanita. Lelaki hendaknya
berlemah lembut serta berbuat baik kepada wanita sebab kondisi mereka.
Terlebih lagi, seorang suami tak bisa lepas dari peran istri. Seorang yang bisa
mengurus semua kebutuhan sang lelaki. Allah SWT berfirman, "Dan
bergaullah dengan mereka secara patut (dengan cara yang baik)... " (QS an-
Nisaa [4] :19)

Perbuatan yang makruf, bukan sekadar baik bisa diejawantahkan dalam


bentuk tutur kata yang baik. Perbaiki pula segala tindak tanduk lelaki saat
berhadapan dengan wanita. Abu Hurairah RA merekam nasihat Rasulullah
SAW soal cara yang ahsan dalam menasihati wanita. Rasulullah SAW
bersabda, "Sampaikanlah pesan kebaikan kepada kaum wnaita karena
sesungguhnya wanita itu diciptakan dari tulang rusuk, dan tulang rusuk yang
paling bengkok adalah bagian atasnya. Jika kalian ingin meluruskannya,
maka kalian mematahkannya, jika kalian biarkan saja, niscaya ia akan tetap
bengkok." (Muttafaq 'Alaih).

Syekh Salim bin Id Hilali dalam Syarah Riyadhush Shalihin mengungkapkan


kandungan dari hadis agung di atas. Pertama, hendaknya seorang lelaki
bersikap lemah lembuh kepada kaum wanita kerena kelemahan mereka dan
kelemahan akal mereka. Wanita mungkin tidak akan selamanya lurus dalam
suatu keadaan. Karenanya, hendaknya para lelaki menyesuaikan diri agar
kehidupan rumah tangga bisa harmonis.

Wanita digambarkan diciptakan dari tulang rusuk yang bengkok. Sifat ini tak
bisa dimungkiri. Maka, jangan sekali-kali seorang lelaki memaksakan
kehendaknya kepada wanita. Karena jika ia bersikeras meluruskannya, tulang
tersebut akan patah. Namun, jika seorang lelaki memilih jalan nabi, bersabar
dan menerima segala kekurangannya, maka wanita akan menjadi partner
hidup yang sempurna. Sadari dan terima kekurangan, kelemahan akal dan
perangainya serta kebengkokan-kebengkokan lainnya.

Dengan menyadari kondisi wanita secara psikologis tersebut, mudahlah


seorang lelaki untuk menyesuaikan diri. Untuk bersikap terbaik, berusaha
mengejar akhlak mulia yang dicontohkan Sang Baginda SAW.

Janganlah para lelaki membenci semua yang ada pada wanita bersebab pada
kelemahan yang ada padanya. Bisa jadi seorang wanita memiliki kekurangan.
Amat mungkin banyak kekurangan. Namun, di balik kekurangan, pastilah
terdapat kelebihannya. Mari, sekali lagi kita simak anjuran Nabi SAW.
"Janganlah seorang mukmin laki-laki memarahi seorang mukminat. Jika ia
merasa tidak senang terhadap satu perangainya, maka ada perangai lain
yang dia sukai." (HR Muslim).

Usahlah membenci seseorang dengan benci yang amat besar. Usahlah jua
mencintai seseorang dengan cinta yang amat dahsyat. Umar bin Khattab RA
pernah menasihati Aslam soal membenci dan mencintai yang ideal.
Berkatalah Umar, "Wahai Aslam janganlah cintamu menjadikan dirimu
bergantung dan janganlah kebencianmu mengakibatkan kehancuran."

Aslam lantas bertanya, "Bagaimana hal itu bisa terjadi?" Umar menjawab,
"Jika kamu jatuh cinta, maka jangan sampai cinta membuatmu tergantung
sebagaimana bayi bergantung pada apa yang dicintainya. Dan jika kamu
membenci, maka jangan sampai kebencianmu itu menjadikanmu ingin
merusak dan membinasakan temanmu."
Nasihatilah wanitamu karena Dia semata. Gunakanlah akal sehat dan
kendalikan perasaan dan emosi agar baik segalanya. Wanita berada dalam
kebaikan dan keburukan sehingga ia tidak akan bisa lurus pada satu
keadaan. Luruskan dengan nasihat yang amat baik nan makruf.
Potret Suami Ideal Dalam Rumah Tangga

Menjadi suami dan bapak ideal dalam rumah tangga? Tentu ini dambaan setiap
lelaki, khususnya yang beriman kepada Allah Ta’ala dan hari akhir. Dan tentu
saja ini tidak mudah kecuali bagi orang-orang yang dimudahkan oleh
Allah Ta’ala.

Sosok kepala rumah tangga ideal yang sejati, Rasulullah Shallallahu’alaihi


Wasallam pernah bersabda:

«‫ َخ ْي ُر ُك ْم ألَهْ لِى‬S‫»خ ْي ُر ُك ْم َخ ْي ُر ُك ْم ألَهْ لِ ِه َوأَ َنا‬


َ
“Sebaik-baik kalian adalah orang yang paling baik (dalam bergaul) dengan
keluarganya dan aku adalah orang yang paling baik (dalam bergaul) dengan
keluargaku”1.

Karena kalau bukan kepada anggota keluarganya seseorang berbuat baik,


maka kepada siapa lagi dia akan berbuat baik? Bukankah mereka yang paling
berhak mendapatkan kebaikan dan kasih sayang dari suami dan bapak mereka
karena kelemahan dan ketergantungan mereka kepadanya? 2. Kalau bukan
kepada orang-orang yang terdekat dan dicintainya seorang kepala rumah
tangga bersabar menghadapi perlakuan buruk, maka kepada siapa lagi dia
bersabar?.

Imam al-Munawi berkata: “Dalam hadits ini terdapat argumentasi yang


menunjukkan (wajibnya) bergaul dengan baik terhadap istri dan anak-anak,
terlebih lagi anak-anak perempuan, (dengan) bersabar menghadapi perlakuan
buruk, akhlak kurang sopan dan kelemahan akal mereka, serta (berusaha
selalu) menyayangi mereka” 3.

Potret Kepala Keluarga Ideal Dalam Al-Qur-an


Allah Ta’ala menggambarkan sosok dan sifat kepala keluarga ideal dalam
beberapa ayat al-Qur-an, di antaranya dalam firman-Nya:

{S‫ض َو ِب َما‬ َ ْ‫ض َل هَّللا ُ َبع‬


ٍ ْ‫ض ُه ْم َعلَى َبع‬ َّ ‫ َف‬S‫ء ِب َما‬Sِ ‫ُون َعلَى ال ِّن َسا‬
َ ‫ل َقوَّ ام‬
Sُ ‫الرِّ َجا‬
‫م‬Sْ ‫ِن أَ ْم َوال ِِه‬Sْ ‫ م‬S‫}أَ ْن َفقُوا‬
“Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum perempuan, oleh karena Allah
telah melebihkan sebahagian mereka (laki-laki) atas sebahagian yang lain
(perempuan), dan karena mereka (laki-laki) telah menafkahkan sebagian dari
harta mereka” (QS an-Nisaa’: 34).

Inilah sosok suami ideal, dialah lelaki yang mampu menjadi pemimpin dalam
arti yang sebenarnya bagi istri dan anak-anaknya. Memimpin mereka artinya
mengatur urusan mereka, memberikan nafkah untuk kebutuhan hidup mereka,
mendidik dan membimbing mereka dalam kebaikan, dengan memerintahkan
mereka menunaikan kewajiban-kewajiban dalam agama dan melarang mereka
dari hal-hal yang diharamkan dalam Islam, serta meluruskan penyimpangan
yang ada pada diri mereka 4.

Dalam ayat lain, Allah Ta’ala berfirman:

{S.‫ًيا‬S}ًّ ‫ان َرسُوال َن ِب‬ Sَ ‫د َو َك‬Sِ ْ‫صاد َِق ْال َوع‬ َ ‫ان‬ Sَ ‫ل إِ َّن ُه َك‬Sَ ‫ب إِسْ َماعِ ي‬ Sِ ‫َو ْاذ ُكرْ فِي ْال ِك َتا‬
S‫ًيا‬S}ًّ ِ‫ان ِع ْن َد َر ِّب ِه َمرْ ض‬ َّ ‫ة َو‬Sِ ‫صال‬
َ ‫ة َو َك‬Sِ ‫الز َكا‬ َّ ‫ه ِبال‬Sُ َ‫ان َيأْ ُم ُر أَهْ ل‬ Sَ ‫}و َك‬
َ
“Dan ceritakanlah (hai Muhammad kepada mereka) kisah Ismail (yang
tersebut) di dalam al-Qur’an. Sesungguhnya dia adalah seorang yang benar
janjinya, dan dia adalah seorang rasul dan nabi. Dan dia (selalu)
memerintahkan kepada keluarganya untuk (menunaikan) shalat dan
(membayar) zakat, dan dia adalah seorang yang di ridhoi di sisi Allah” (QS
Maryam: 54-55).

Inilah potret hamba yang mulia dan kepala rumah tangga ideal, Nabi
Ismail ‘alaihissalam, sempurna imannya kepada Allah, shaleh dan kuat dalam
menunaikan ketaatan kepada-Nya, sehingga beliau ‘alaihissalam meraih
keridhaan-Nya. Tidak cukup sampai di situ, beliau ‘alaihissalam juga selalu
membimbing dan memotivasi anggota keluarganya untuk taat kepada Allah,
karena mereka yang paling pertama berhak mendapatkan bimbingannya 5.

Demukian pula dalam ayat lain, Allah Ta’ala berfirman:

{S‫ُن َواجْ َع ْل َنا‬Sٍ ‫ قُرَّ َة أَعْ ي‬S‫ َو ُذرِّ يَّا ِت َنا‬S‫ج َنا‬ ِ ‫ ِمنْ أَ ْز َوا‬S‫ َهبْ لَ َنا‬S‫ون َر َّب َنا‬
Sَ ُ ‫ِين َيقُول‬
Sَ ‫َوالَّذ‬
Sَ ‫}ل ِْل ُم َّتق‬
S‫ِين إِ َما ًما‬
“Dan orang-orang yang berkata: “Ya Rabb kami, anugerahkanlah kepada kami
isteri-isteri kami dan keturunan kami sebagai penyejuk hati (kami), dan
jadikanlah kami imam (panutan) bagi orang-orang yang bertakwa” (QS al-
Furqaan: 74).
Dalam ayat ini Allah Ta’ala memuji hamba-hamba-Nya yang beriman karena
mereka selalu mendokan dan mengusahakan kebaikan dalam agama bagi
anak-anak dan istri-istri mereka. Inilah makna “qurratul ‘ain” (penyejuk hati) bagi
orang-orang yang beriman di dunia dan akhirat 6.

Imam Hasan al-Bashri ketika ditanya tentang makna ayat di atas, beliau
berkata: “Allah akan memperlihatkan kepada hambanya yang beriman pada diri
istri, saudara dan orang-orang yang dicintainya ketaatan (mereka) kepada
Allah. Demi Allah, tidak ada sesuatupun yang lebih menyejukkan pandangan
mata (hati) seorang muslim dari pada ketika dia melihat anak, cucu, saudara
dan orang-orang yang dicintainya taat kepada Allah Ta’ala”7.

Beberapa Sifat Kepala Rumah Tangga Ideal


1. Shalih Dan Taat Beribadah
Keshalehan dan ketakwaan seorang hamba adalah ukuran kemuliaannya di sisi
Allah Ta’ala, sebagaimana dalam firman-Nya:

{S‫}إِنَّ أَ ْك َر َم ُك ْم عِ ْن َد هَّللا ِ أَ ْت َقا ُك ْم‬


“Sesungguhnya orang yang paling mulia di sisi Allah ialah orang yang paling
bertakwa di antara kamu” (QS al-Hujuraat: 13).

Seorang kepala rumah tangga yang selalu taat kepada Allah Ta’ala akan


dimudahkan segala urusannya, baik yang berhubungan dengan dirinya sendiri
maupun yang berhubungan dengan anggota keluarganya.
Allah Ta’ala  berfirman:

{‫ب‬ ُ ‫ َو َيرْ ُز ْق ُه ِمنْ َحي‬S.ً‫ل لَ ُه َم ْخ َرجا‬Sْ ‫}و َمنْ َي َّت ِق هَّللا َ َيجْ َع‬
Sُ ِ‫ َيحْ َتس‬S‫ْث ال‬ َ
“Barangsiapa yang bertakwa kepada Allah niscaya Dia akan memberikan
baginya jalan keluar (dalam semua masalah yang dihadapinya), dan
memberinya rezki dari arah yang tidak disangka-sangkanya” (QS. ath-
Thalaaq:2-3).

Dalam ayat berikutnya Allah berfirman:

{Sً‫ل لَ ُه ِمنْ أَ ْم ِر ِه يُسْ را‬Sْ ‫}و َمنْ َي َّت ِق هَّللا َ َيجْ َع‬
َ
“Barangsiapa yang bertakwa kepada Allah niscaya Dia akan menjadikan
baginya kemudahan dalam (semua) urusannya” (QS. ath-Thalaaq:4).

Artinya: Allah Ta’ala akan meringankan dan memudahkan (semua) urusannya,


serta menjadikan baginya jalan keluar dan solusi yang segera (menyelesaikan
masalah yang dihadapinya) 8.

Bahkan dengan ketakwaan seorang kepala rumah tangga, dengan menjaga


batasan-batasan syariat-Nya, Allah Ta’ala  akan memudahkan penjagaan dan
taufik-Nya untuk dirinya dan keluarganya, sebagaimana sabda
Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam:

“Jagalah (batasan-batasan/syariat) Allah maka Dia akan menjagamu, jagalah


(batasan-batasan/syariat) Allah maka kamu akan mendapati-Nya
dihadapanmu”9.

Makna “menjaga (batasan-batasan/syariat) Allah” adalah menunaikan hak-hak-


Nya dengan selalu beribadah kepada-Nya, serta menjalankan semua perintah-
Nya dan menjauhi larangan-Nya10. Dan makna “kamu akan mendapati-Nya
dihadapanmu”: Dia akan selalu bersamamu dengan selalu memberi
pertolongan dan taufik-Nya kepadamu11.

Penjagaan Allah Ta’ala dalam hadits ini juga mencakup penjagaan terhadap
anggota keluarga hamba yang bertakwa tersebut12.

2. Bertanggung Jawab Memberi Nafkah Untuk


Keluarga
Menafkahi keluarga dengan benar adalah salah satu kewajiban utama seorang
kepala keluarga dan dengan inilah di antaranya dia disebut pemimpin bagi
anggota keluarganya. Allah Ta’ala berfirman:

{S‫ض َو ِب َما‬ َ ْ‫ض َل هَّللا ُ َبع‬


ٍ ْ‫ض ُه ْم َعلَى َبع‬ َّ ‫ َف‬S‫ء ِب َما‬Sِ ‫ُون َعلَى ال ِّن َسا‬
َ ‫ل َقوَّ ام‬
Sُ ‫الرِّ َجا‬
‫م‬Sْ ‫ِن أَ ْم َوال ِِه‬Sْ ‫ م‬S‫}أَ ْن َفقُوا‬
“Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum perempuan, oleh karena Allah
telah melebihkan sebahagian mereka (laki-laki) atas sebahagian yang lain
(perempuan), dan karena mereka (laki-laki) telah menafkahkan sebagian dari
harta mereka” (QS an-Nisaa’: 34).

Dalam ayat lain, Allah Ta’ala berfirman:


ِ ‫}و َعلَى ْال َم ْولُو ِد لَ ُه ِر ْزقُهُنَّ َو ِكسْ َو ُتهُنَّ ِب ْال َمعْ ُرو‬
{‫ف‬ َ
“Dan kewajiban ayah memberi makan dan pakaian kepada para ibu dengan
cara yang ma’ruf” (QS al-Baqarah: 233).

Dalam hadits yang shahih, ketika Rasulullah Shallallahu’alaihi


Wasallam ditanya tentang hak seorang istri atas suaminya, beliau  bersabda:
“Hendaknya dia memberi (nafkah untuk) makanan bagi istrinya sebagaimana
yang dimakannya, memberi (nafkah untuk) pakaian baginya sebagaimana yang
dipakainya, tidak memukul wajahnya, tidak mendokan keburukan baginya
(mencelanya), dan tidak memboikotnya kecuali di dalam rumah (saja)”13.

Tentu saja maksud pemberian nafkah di sini adalah yang mencukupi dan
sesuai dengan kebutuhan, tidak berlebihan dan tidak kurang. Karena termasuk
sifat hamba-hamba Allah Ta’ala yang bertakwa adalah mereka selalu mengatur
pengeluaran harta mereka agar tidak terlalu boros adan tidak juga kikir.
Allah Ta’ala berfirman:

{‫ك َق َوامًا‬ Sَ ‫ َولَ ْم َي ْق ُت ُروا َو َك‬S‫م يُسْ ِرفُوا‬Sْ َ‫ ل‬S‫ أَ ْن َفقُوا‬S‫ِين إِ َذا‬
Sَ ِ‫ْن َذل‬Sَ ‫ان َبي‬ Sَ ‫}والَّذ‬
َ
“Dan (hamba-hamba Allah yang beriman adalah) orang-orang yang apabila
mereka membelanjakan (harta), mereka tidak berlebih-lebihan, dan tidak (pula)
kikir, dan adalah (pembelanjaan mereka) di tengah-tengah antara yang
demikian” (QS al-Furqaan:67).

Artinya: mereka tidak mubazir (berlebihan) dalam membelanjakan harta


sehingga melebihi kebutuhan, dan (bersamaan dengan itu) mereka juga tidak
kikir terhadap keluarga mereka sehingga kurang dalam (menunaikan) hak-hak
mereka dan tidak mencukupi (keperluan) mereka, tetapi mereka (bersikap) adil
(seimbang) dan moderat (dalam pengeluaran), dan sebaik-baik perkara adalah
yang moderat (pertengahan) 14.

Ini semua mereka lakukan bukan karena cinta yang berlebihan kepada harta,
tapi kerena mereka takut akan pertanggungjawaban harta tersebut di hadapan
Allah Ta’ala di hari kiamat kelak. Rasulullah Shallallahu’alaihi
Wasallam bersabda: “Tidak akan bergeser dua telapak kaki seorang hamba
pada hari kiamat sampai dia ditanya (dimintai pertanggungjawaban) tentang
umurnya kemana dihabiskannya, tentang ilmunya bagaimana dia
mengamalkannya, tentang hartanya; dari mana diperolehnya dan ke mana
dibelanjakannya, serta tentang tubuhnya untuk apa digunakannya”15.

3. Memperhatikan Pendidikan Agama Bagi Keluarga


Ini adalah kewajiban utama seorang kepala rumah tangga terhadap anggota
keluarganya. Allah Ta’ala berfirman:

Sُ ‫ َوقُو ُد َها ال َّن‬Sً‫م َنارا‬Sْ ‫م َوأَهْ لِي ُك‬Sْ ‫ أَ ْنفُ َس ُك‬S‫ قُوا‬S‫ِين آ َم ُنوا‬
َ ‫اس َو ْالح َِج‬
{Sُ‫ارة‬ Sَ ‫} َيا أَ ُّي َها الَّذ‬
“Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api
neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu” (QS at-Tahriim:6).

Ali bin Abi Thalib radhiallahu’anhu, ketika menafsirkan ayat di atas, beliau


berkata: “(Maknanya): Ajarkanlah kebaikan untuk dirimu sendiri dan
keluargamu”16.

Syaikh Abdurrahman as-Sa’di berkata: “Memelihara diri (dari api neraka)


adalah dengan mewajibkan bagi diri sendiri untuk melaksanakan perintah Allah
dan menjauhi larangan-Nya, serta bertobat dari semua perbuatan yang
menyebabkan kemurkaan dan siksa-Nya. Adapun memelihara istri dan anak-
anak (dari api neraka) adalah dengan mendidik dan mengajarkan kepada
mereka (syariat Islam), serta memaksa mereka untuk (melaksanakan) perintah
Allah. Maka seorang hamba tidak akan selamat (dari siksaan neraka) kecuali
jika dia (benar-benar) melaksanakan perintah Allah (dalam ayat ini) pada
dirinya sendiri dan pada orang-orang yang dibawa kekuasaan dan tanggung
jawabnya”17.

Dalam sebuah hadits shahih, ketika shahabat yang mulia, Malik bin al-
Huwairits radhiallahu’anhu dan kaumnya mengunjungi
Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam selama dua puluh hari untuk
mempelajari al-Qur-an dan sunnah beliau, kemudian
Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda kepada mereka: “Pulanglah
kepada keluargamu, tinggallah bersama mereka dan ajarkanlah (petunjuk
Allah Ta’ala) kepada mereka”18.

4. Pembimbing Dan Motivator


Seorang kepala keluarga adalah pemimpin dalam rumah tangganya, ini berarti
dialah yang bertanggung jawab atas semua kebaikan dan keburukan dalam
rumah tangganya dan dialah yang punya kekuasaan, dengan izin Allah Ta’ala,
untuk membimbing dan memotivasi anggota keluarganya dalam kebaikan dan
ketaatan kepada Allah Ta’ala.

Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda: “Ketahuilah, kalian semua


adalah pemimpin dan kalian semua akan dimintai pertanggungjawaban tentang
apa yang dipimpinnya…seorang suami adalah pemimpin (keluarganya) dan dia
akan dimintai pertanggungjawaban tentang mereka”19.

Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam mencontohkan sebaik-baik teladan


sebagai pembimbing dan motivator. Dalam banyak hadits yang shahih,
beliau Shallallahu’alaihi Wasallam selalu memberikan bimbingan yang baik
kepada orang-orang yang berbuat salah, sampaipun kepada anak yang masih
kecil.

Beliau Shallallahu’alaihi Wasallam pernah melihat seorang anak kecil yang


berlaku kurang sopan ketika makan, maka beliau Shallallahu’alaihi
Wasallam menegur dan membimbing anak tersebut, beliau Shallallahu’alaihi
Wasallam bersabda: “Wahai anak kecil, sebutlah nama Allah (ketika hendak
makan), makanlah dengan tangan kananmu dan makanlah (makanan) yang
ada di depanmu”20.

Dalam hadits lain, Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam pernah melarang


cucu beliau, Hasan bin ‘Ali radhiallahu’anhu memakan kurma sedekah, padahal
waktu itu Hasan masih kecil, Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda:
“Hekh hekh” agar Hasan membuang kurma tersebut, kemudian
beliau Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda: “Apakah kamu tidak mengetahui
bahwa kita (Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam  dan keturunannya) tidak
boleh memakan sedekah?”21.

Imam Ibnu Hajar menyebutkan di antara kandungan hadits ini adalah bolehnya
membawa anak kecil ke mesjid dan mendidik mereka dengan adab yang
bermanfaat (bagi mereka), serta melarang mereka melakukan sesuatu yang
membahayakan mereka sendiri, (yaitu dengan) melakukan hal-hal yang
diharamkan (dalam agama), meskipun anak kecil belum dibebani kewajiban
syariat, agar mereka terlatih melakukan kebaikan tersebut 22.

Memotivasi anggota keluarga dalam kebaikan juga dilakukan dengan


mencontohkan dan mengajak anggota keluarga mengerjakan amal-amal
kebaikan yang disyariatkan dalam Islam.

Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda: “Semoga Allah merahmati


seorang laki-laki yang bangun di malam hari lalu dia melaksanakan shalat
(malam), kemudian dia membangunkan istrinya, kalau istrinya enggan maka
dia akan memercikkan air pada wajahnya…”23.

Teladan baik yang dicontohkan seorang kepala keluarga kepada anggota


keluarganya merupakan sebab, setelah taufik dari Allah Ta’ala untuk
memudahkan mereka menerima nasehat dan bimbingannya. Sebaliknya,
contoh buruk yang ditampilkannya merupakan sebab besar jatuhnya
wibawanya di mata mereka.

Imam Ibnul Jauzi membawakan sebuah ucapan seorang ulama salaf yang
terkenal, Ibrahim al-Harbi 24. Dari Muqatil bin Muhammad al-‘Ataki, beliau
berkata: Aku pernah hadir bersama ayah dan saudaraku menemui Abu Ishak
Ibrahim al-Harbi, maka beliau bertanya kepada ayahku: “Mereka ini anak-
anakmu?”. Ayahku menjawab: “Iya”. (Maka) beliau berkata (kepada ayahku):
“Hati-hatilah! Jangan sampai mereka melihatmu melanggar larangan Allah,
sehingga (wibawamu) jatuh di mata mereka” 25.

5. Bersikap Baik Dan Sabar Dalam Menghadapi


Perlakuan Buruk Anggota Keluarganya
Seorang pemimpin keluarga yang bijak tentu mampu memaklumi kekurangan
dan kelemahan yang ada pada anggota keluarganya, kemudian bersabar
dalam menghadapi dan meluruskannya.

Ini termasuk pergaulan baik terhadap keluarga  yang diperintahkan dalam firman


Allah Ta’ala:

{S‫ن َت ْك َرهُوا َش ْي ًئا‬Sْ َ‫ن َك ِرهْ ُتمُوهُنَّ َف َع َسى أ‬Sْ ِ‫َو َعاشِ ُروهُنَّ ِب ْال َمعْ ُروفِ َفإ‬
‫}و َيجْ َع َل هَّللا ُ فِي ِه َخيْرً ا َك ِثيرً ا‬
َ
“Dan bergaullah dengan mereka secara patut. Kemudian jika kamu tidak
menyukai mereka, (maka bersabarlah) karena mungkin kamu tidak menyukai
sesuatu, padahal Allah menjadikan padanya kebaikan yang banyak” (QS an-
Nisaa’: 19).

Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda: “Berwasiatlah untuk berbuat


baik kepada kaum wanita, karena sesungguhnya wanita diciptakan dari tulang
rusuk (yang bengkok), dan bagian yang paling bengkok dari tulang rusuk
adalah yang paling atas, maka jika kamu meluruskannya (berarti) kamu
mematahkannya, dan kalau kamu membiarkannya maka dia akan terus
bemgkok, maka berwasiatlah (untuk berbuat baik) kepada kaum wanita”26.

Seorang istri bagaimanapun baik sifat asalnya, tetap saja dia adalah seorang
perempuan yang lemah dan asalnya susah untuk diluruskan, karena diciptakan
dari tulang rusuk yang bengkok, ditambah lagi dengan kekurangan pada
akalnya. Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda:
“‫ على طريقة‬S‫ تستقيم لك‬S‫ خلقت من ضلع لن‬S‫ المرأة‬S‫”إن‬
“Sesungguhnya perempuan diciptakan dari tulang rusuk (yang bengkok),
(sehingga) dia tidak bisa terus-menerus (dalam keadaan) lurus jalan
(hidup)nya”27.

Dalam hadits lain Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam menyifati perempuan


sebagai:

“…S‫ ودين‬S‫”ناقصات عقل‬


“…Orang-orang yang kurang (lemah) akal dan agamanya”28.

Maka seorang istri yang demikian keadaannya tentu sangat membutuhkan


bimbingan dan pengarahan dari seorang laki-laki yang memiliki akal, kekuatan,
kesabaran, dan keteguhan pendirian yang melebihi perempuan 29. Oleh karena
itulah, Allah Ta’ala menjadikan kaum laki-laki sebagai pemimpin dan penegak
urusan kaum perempuan.

Seorang laki-laki yang beriman tentu akan selalu menggunakan pertimbangan


akal sehatnya ketika menghadapi perlakuan kurang baik dari orang lain, untuk
kemudian dia berusaha menasehati dan meluruskannya dengan cara yang baik
dan bijak, terlebih lagi jika orang tersebut adalah orang yang terdekat
dengannya, yaitu istri dan anak-anaknya. Rasulullah Shallallahu’alaihi
Wasallam bersabda: “Janganlah seorang lelaki beriman membenci seorang
wanita beriman, kalau dia tidak menyukai satu akhlaknya, maka dia akan
meridhai/menyukai akhlaknya yang lain”30.

6. Selalu Mendoakan Kebaikan Bagi Anak Dan


Istrinya
Termasuk sifat hamba-hamba Allah Ta’ala yang beriman adalah selalu
mendoakan kebaikan bagi dirinya dan anggota keluarganya.
Allah Ta’ala berfirman:

{S‫ُن َواجْ َع ْل َنا‬Sٍ ‫ قُرَّ َة أَعْ ي‬S‫ َو ُذرِّ يَّا ِت َنا‬S‫ج َنا‬ ِ ‫ ِمنْ أَ ْز َوا‬S‫ َهبْ لَ َنا‬S‫ون َر َّب َنا‬
Sَ ُ ‫ِين َيقُول‬
Sَ ‫َوالَّذ‬
Sَ ‫}ل ِْل ُم َّتق‬
S‫ِين إِ َما ًما‬
“Dan orang-orang yang berkata: “Ya Rabb kami, anugerahkanlah kepada kami
isteri-isteri kami dan keturunan kami sebagai penyejuk hati (kami), dan
jadikanlah kami imam (panutan) bagi orang-orang yang bertakwa” (QS al-
Furqaan: 74).

Dalam hadits yang shahih, ketika Rasulullah Shallallahu’alaihi


Wasallam menjelaskan tentang kewajiban seorang suami terhadap istrinya,
diantaranya: “…Dan tidak mendokan keburukan baginya”31.

Maka kepala keluarga yang ideal tentu akan selalu mengusahakan dan
mendoakan kebaikan bagi anggota keluarganya, istri dan anak-anaknya,
bahkan inilah yang menjadi sebab terhiburnya hatinya, yaitu ketika
menyaksikan orang-orang yang dicintainya selalu menunaikan ketaatan kepada
Allah Ta’ala32.

Penutup
Demikianlah, semoga tulisan ini bermanfaat dan menjadi motivasi bagi orang-
orang yang beriman, khusunya para kepala keluarga, untuk menghiasi dirinya
dengan akhlak yang terpuji ini, untuk menjadikan mereka meraih kemuliaan dan
kebahagiaan sejati di dunia dan akhirat bersama anggota keluarga mereka,
dengan taufik dari Allah Ta’ala.

‫ الحمد هلل رب العالمين‬S‫ وآخر دعوانا أن‬S،‫ وآله وصحبه أجمعين‬S‫ على نبينا محمد‬S‫وصلى هللا وسلم وبارك‬
9 Amalan Terpuji Rasulullah sebagai Suami
PERKARA yang pertama dan utama dalam hidup seorang lelaki bernama suami adalah
keluarga. Tidak ada gunanya dia sukses dalam karirnya namun rumah tangganya
sendiri berantakan. Justru, Allah SWT sejak awal mengingatkan melalui firman-Nya
yang agar seorang suami menyelamatkanlah diri dan keluarga dari api neraka!

Dan sebaik-baiknya seorang suami, siapa lagi kalau bukan Rasulullah Muhammad
SAW? Mengapa Rasul demikian baiknya?

1. Kalau ada pakaian yang koyak, Rasulullah menisiknya sendiri tanpa perlu menyuruh
isterinya. Beliau juga memerah susu kambing untuk keperluan keluarga maupun untuk
dijual.

2. Setiap kali pulang ke rumah, bila dilihat tiada makanan yang sudah siap di masak
untuk dimakan, sambil tersenyum baginda menyingsingkan lengan bajunya untuk
membantu isterinya di dapur. ‘Aisyah menceritakan Kalau Nabi berada di rumah, beliau
selalu membantu urusan rumah tangga.

3. Jika mendengar adzan, beliau cepat-cepat berangkat ke masjid, dan cepat-cepat


pula kembali seusai shalat.

4. Pernah Nabi pulang pada waktu pagi. Tentulah beliau teramat lapar waktu itu. Tetapi
dilihatnya tiada apa pun yang bisa dimakan untuk sarapan. Yang mentah pun tidak ada
karena ‘Aisyah belum ke pasar. Maka Nabi bertanya, “Belum ada sarapan, ya
Khumaira?” Aisyah menjawab dengan agak serba salah, “Belum ada apa-apa, wahai
Rasulullah.” Rasulullah lantas berkata, ‘Jika begitu, aku puasa saja hari ini”, tanpa
sedikit pun perasaan kesal di raut wajahnya.

5. Sebaliknya Rasul sangat marah tatkala melihat seorang suami sedang memukul
isterinya. Rasulullah menegur, “Mengapa engkau memukul isterimu?” Lantas dijawab
dengan agak gemetar, “Isteriku sangat keras kepala! Sudah diberi nasihat dia tetap
begitu juga, jadi aku pukul dia.” “Aku tidak menanyakan alasanmu,” sahut Nabi SAW.
“Aku menanyakan mengapa engkau memukul teman tidurmu dan ibu kepada anak-
anakmu?”

6. Pernah ia bersabda, “Sebaik-baik lelaki adalah yang paling baik, kasih dan lemah
lembut terhadap isterinya” Prihatin, sabar, dan rendah hati dalam menjadi ketua
keluarga dan tidak sedikitpun hal itu menurunkan kedudukannya sebagai pemimpin
umat.

7. Kecintaannya yang tinggi terhadap Allah SWT dan rasa kehambaan yang sudah
melekat dalam diri Rasulullah SAW menolak sama sekali kesombongan.
8. Pintu surga telah terbuka seluas-luasnya untuknya, namun Rasul masih berdiri di
waktu-waktu sepi malam hari, terus-menerus beribadah hinggak pernah beliau terjatuh
lantaran kakinya sudah bengkak-bengkak.

9. Ketika kondisi fisiknya sudah tidak mampu menanggung kemauan jiwanya yang
tinggi, ketika ditanya oleh ‘Aisyah, “Ya Rasulullah, bukankah engkau telah dijamin
Syurga? Mengapa engkau masih bersusah payah begini?”Jawab Nabi dengan lunak,
“Ya ‘Aisyah, apakah aku tak boleh menjadi hamba-Nya yang bersyukur?”
Cara Bersetubuh yang Terbaik Menurut Islam (1)

Islam adalah agama yang sempurna karena tidak hanya mengatur hubungan manusia dengan
Rabb-nya, tetapi juga mengatur urusan manusia dan keluarga. Berikut ini kita bahas adab dan
tata krama hubungan suami istri (jima') berdasarkan perspektif Islam.

Dalam Kitab Qurrotul 'Uyun karangan Syeikh Muhammad At-Tihami bin Al-Madani Kanun yang
merupakan syarah (kitab penjelas) atas Kitab Nazhom (syair-syair) Syeikh Ibnu Yamun
menjelaskan secara detail bagaimana adab bersetubuh dan posisi yang baik.

Seorang ulama, Syeikh AbuBakarAl-Waroqiberkata:"Setiap syahwat dapat membuat hati


menjadi keras, kecuali syahwat untuk bersenggama dengan istri. Maka sesungguhnya syahwat
untuk melakukan senggama itu dapat membersihkan hati. Oleh karena itu para Nabi melakukan
senggama."

Syeikh Ibnu Yamun mengatakan dalam melakukan senggama ada tata kramanya. Sebagian
dari tata krama itu seorang suami hendaknya membersihkan hatinya dengan bertobat dari
semua dosa. Dianjurkan melaksanakan salat sunnah 2 rakaat atau lebih kemudian berdoa.

Ketika memasuki kamar, dahulukan kaki kanan dan kemudian mengucap: "Bismillahi
wassalamu 'ala Rasulillah Assalamu 'Alaikum". Kemudian suami menghadap istrinya dan
memberi salam kepadanya.

Disunnahkan bagi yang hendak bersenggama, menyebut nama Allah Ta'ala. Kemudian
membaca doa yang diriwayatkan Imam Al-Bukhari dalam kitab sahihnya: BISMILLAHI,
ALLOHUMMA JANNIBNAS-SAYTOONA WAJANNIBIS-SAYTOONA MAA ROZAQTANA.
(Dengan menyebut nama Allah, Ya Allah jauhkanlah setan dari kami, dan jauhkanlah setan dari
sesuatu yang telah Engkau rizqikan kepada kami).

Maka apabila dari persenggaman itu Allah takdirkan lahirnya anak, maka setan tidak akan
mampu mencelakakan/menjerumuskan anak itu. Dalam Kitab Al-Qosthalani dari Mujahid
disebutkan, orang yang tidak menyebut nama Allah ketika bersenggama, maka setan akan ikut
masuk melalui lubang zakar dan dan ia pun ikut bersenggama bersamanya. Na'udzubillahi min
dzalik.

Setiap istri disunnahkan menghiasdiridan memakaiwangi-wangian untuksuaminya, bukan untuk


orang lain.Suami tidak menyetubuhi istrinya dalam keadaan berpakaian. Suami hendaknya
melepas semua pakaian istrinya, kemudian bersetubuh dalam satu selimut. Rasulullah
SAW ketika hendak bersenggama beliau menggunakan tutup kepala dan melirihkan suaranya
serta berkata kepada istri beliau: "Hendaklah kamu tenang".

Cara Jima' yang Terbaik


Syeikh Ibnu Yamun menjelaskan, seorang suami hendaklah memulai dengan bersenda gurau
dengan istrinya. Juga bermain-main dengan istrinya dengan sesuatu yang dibolehkan seperti
meraba, merangkul, dan mencium istrinya.

Cara bersenggama yang membuat istri merasakan kenikmatan adalah hendaklah sang istri
tidur berbaring. Kemudian suami menelungkupkan tubuhnya di atas tubuh istrinya dalam
keadaan kepala lebih rendah dari pantatnya. Disarankan sang suami mengganjal (maaf)
bokong istrinya dengan bantal.
Syeikh Ibnu Yamun mengatakan, ketika akan melakukan senggama, hendaklah suami
memegang zakarnya dengan tangan kiri, buka tangan kanan. Lalu mengusap-ngusap kepala
zakarnya di atas bibir farji (vagina), kemudian zakarnya itu dimasukkan ke dalam farji.
Janganlah ia mencabut zakarnya, sebelum ejakulasi.

Ketika akan merasakan ejakulasi, hendaklah suami memasukkan tangannya ke bawah pinggul
istrinya. Kemudian ia angkat pinggul istrinya itu. Sesungguhnya suami istri akan merasakan
kenikmatan yang tidak bisa digambarkan.

Bagi seorang suami ketika hendak keluar air mani, dianjurkan membaca firman Allah Taala
secara pelan: "ALHAMDULILLAHILLADZI KHOLAQO MINAL MAAI BASYARON
FAJAALAHU NASABAN WA SIHRON WAKAANA ROBBUKA QODIIRON". (Segala puji bagi
Allah yang telah menjadikan dari air mani manusia, maka ia menjadikan manusia itu beranak
pinak, dan adalah Tuhanmu itu Maha Kuasa).

Ibnu Yamun juga menjelaskan, apabila seorang suami lebih dahulu keluar mani dari istrinya,
maka dianjurkan untuk tidak mencabut zakarnya sampai istrinya keluar air maninya, karena hal
itu merupakan sunnah. Dalam suatu hadis disebutkan: "Buatlah mereka (para istri) ridha, maka
sesungguhnya keridhoan mereka berada di farji-farji mereka."

Dalam hadis lain disebutkan, "Syahwat itu ada 10 bagian, 9 bagian untuk wanita, dan 1 bagian
untuk pria. Hanya saja Allah Ta'ala telah menutupi kaum wanita dengan sifat malu." Adapun
tanda-tanda keluar mani bagi istri adalah, keningnya berkeringat dan dekapannya kepada
suaminya bertambah kuat. Sebagian dari tanda-tanda yang lain adalah lemas persendiannya,
dan ia malu memandang suaminya dan terkadang bisa membuat ia gemetar.

Ibnu Yamun menjelaskan bahwasanya diperbolehkan melakukan jima' di setiap waktu, baik
malam maupun siang. "Istri-istrimu adalah (seperti) tanah tempat kamu bercocok tanam, maka
datangilah tanah tempat bercocok tanam itu bagaimana saja kamu kehendaki." (QS. Al
Baqarah: 223).

Namun, Ibnu Yamun menjelaskan, disunnahkan melakukan jima' pada malam Jumat, karena
malam Jumat adalah malam paling utama dalam satu minggu. Nabi SAW bersabda: "Semoga
Allah memberi rahmat kepada orang yang ia menyebabkan orang lain mandi wajib dan ia pun
mandi wajib."
Cara Bersetubuh yang Terbaik Menurut Islam (2)

Dalam Kitab Qurrotul 'Uyun karangan Syeikh Muhammad At-Tihami bin Al-Madani Kanun yang
merupakan syarah (kitab penjelas) atas Kitab Nazhom (syair-syair) Syeikh Ibnu Yamun
menjelaskan secara detail bagaimana adab dan cara terbaik dalam jima' (bersetubuh).

Seorang suami yang hendak bersetubuh (jima') dengan istrinya dianjurkan untuk bercumbu dan
didahului mencium kepala istrinya. Syeikh Ibnu Yaman mengatakan, apabila jima' tidak
didahului dengan bermain-main (bercumbu rayu), maka hal itu dapat menyebabkan
percekcokan dan perselisihan. Bahkan bisa menyebabkan anak yang terlahir dalam keadaan
bodoh dan lemah otaknya.

Hal itu sebagaimana dijelaskan dalam Kitab An-Nashihah bahwa suami yang melakukan


pemanasan (cumbu raya) akan mendapat pahala besar. Dari Sayyidah Aisyah radhiallahu
'anha (RA) ia berkata, bahwa Nabi SAW bersabda: "Barang siapa memegang tangan istrinya
kemudian ia merayunya, maka Allah tetapkan baginya satu kebaikan, dan Allah hapus baginya
satu keburukan dan Allah angkat baginya satu derajat. Dan apabila ia memeluk istrinya, maka
Allah tetapkan baginya sepuluh kebaikan, dan Allah hapus baginya sepuluh keburukan dan
Allah angkat baginya sepuluh derajat. Apabila ia mencium istrinya, maka Allah tetapkan baginya
dua puluh kebaikan, dan Allah hapus baginya dua puluh keburukan dan Allah angkat baginya
dua puluh drajat. Dan apabila ia menjima' istrinya, maka hal itu lebih baik baginya daripada
dunia beserta isinya".

Rasulullah SAW juga bersabda:"Janganlah salah seorang dari kalian menjima' istrinya sebagai
mana jimaknya binatang. Akan tetapi hendaklah ada antara mereka berdua perantara, Maka
Sahabat bertanya: "Apakah perantara itu wahai Rasulullah?' Maka Nabi SAW berkata:
"Berciuman dan rayuan".

Di antara tata krama jima' lainnya adalah dilakukan setelah perut terasa ringan dan tubuh
benar-benar segar. Karena senggama dalam keadaan perut kenyang dapat menimbulkan rasa
sakit, mengundang penyakit tulang, dan lain-lain. Karena itu, bagi orang yang ingin menjaga
kesehatan, hal-hal seperti itu sebaiknya dihindari. Disebutkan, ada tiga perkara yang terkadang
dapat mematikan seseorang, yaitu:
1. Bersetubuh dalam keadaan lapar.
2. Bersetubuh dalam keadaan sangat kenyang.
3. Bersetubuh setelah makan ikan dendeng kering.

Kemudian, syariat juga melarang melakukan jima' ketika istri haid dan nifas serta sempitnya
waktu salat fardu. Larangan berjima' ketika istri sedang haid disebutkan dalam Al-Qur'an: "Dan
mereka bertanya kepadamu (Muhammad) tentang haid, katakanlah bahwa darah haid itu
adalah kotoran (najis) maka jauhilah para istri ketika haidnya." (QS. Al-Baqarah: 222)

Syeikh penazham menjelaskan, hendklah jima' dihindari di malam-malam berikut:


1. Malam Idul Adha, karena ada keterangan yang mengatakan sesungguhnya jima' di malam itu
dapat menyebabkan anak terlahir dalam keadaan mempunyai sifat pembunuh.
2. Malam akhir dari setiap bulan, karena ada hadis Nabi SAW: "Janganlah berjima' di awal dan
pertengahan setiap bulan (Hijriyah)."
3. Imam Al-Ghozali berkata: "dimakruhkan jima' di tiga malam dari setiap bulan, di awal, akhir
dan pertengahan."
Menurut suatu keterangan bahwa setan menghadiri orang yang jima' di malam-malam
tersebut. Wallahu A'lam Bisshowab. Tata krama lainnya, hendaklah jima' dilakukan di tempat
yang aman dari pendengaran seseorang.

Posisi Terbaik dalam Berjima'


Syeikh Penazham menjelaskan, sesungguhnya jima' diperbolehkan dalam segala sifat (gaya)
sebagaiman firman Allah Ta'ala: "Maka datangilah ladangmu (istri-istrimu) sekehendak kamu."
Namun, para ulama menganjurkan untuk menjauhi jima' dalam keadaan berdiri.

Berkata Sayyidina Ali bin Abi Thalib RA: "Istri itu laksana kendaraan suami, kapan saja suami
boleh menaikinya. Akan tetapi sifat yang paling disukai adalah naik ke atas istri dengan
perlahan dan lemah lembut". Namun, dibolehkan dengan gaya yang lain, seperti dari arah
belakang, yaitu tempat jadinya anak (farji), bukan dubur.

Di dalam satu hadis disebutkan, ada seorang perempuan menemui Nabi SAW kemudian
bertanya: "Sesungguhnya suamiku menjima' aku dari arah belakang, maka Nabi SAW berkata:
"Tidak apa apa, apabila tetap di satu lubang (vagina)."

Sebagian orang-orang mengatakan, bahwa sifat/gaya jima dari arah belakang paling lezat dari
gaya jima' yang lain. Jima' dihindari dalam keadaan berdiri, karena dapat membuat ginjal dan
bersendian menjadi lemah. Begitu juga dalam keadaan duduk, dapat memyebabkan sakit ginjal,
perut dan urat, dan juga dapat mempercepat timbulnya luka baru. Sedangkan dalam keadaan
miring dapat membahayakan pantat (bokong). Selain itu, hendaklah dihindari posisi istri di atas
suami, karena hal itu dapat menyebabkan sakitnya saluran kencing dan buah zakar.

Dalam Kitab An-Nasihah dijelaskan bahwa jima' dalam keadaan miring dapat menyebabkan


lemah dan sakitnya salah satu pinggang dan mempersulit keluarnya air mani. Dalam Syarah Al-
Waqhlisiyah dijelaskan: "Janganlah suami menjima' istrinya dalam keadaan duduk, karena hal
itu akan mempersulit sang istri. Begitu juga dalam keadaan miring, karena hal itu dapat
membuat salah satu pinggang menjadi lemah. Begitu juga jangan berjima' dalam keadaan istri
di atas suami dapat mempersulit kehamilan.

Syeikh Ibnu Yamun mengatakan, posisi paling baik dalam berjima' adalah istri dalam keadaan
terlentang dengan mengangkat (meninggikan) kedua kakinya. Karena gaya seperti itu adalah
gaya bercinta yang paling baik. Ibnu Yamun juga berkata: "Hindarilah memandang farji
(kemaluan) masing-masing serta bercakap-cakap
ketika jima".

Adapaun jima' melalui dubur itu dilarang dalam syariat, dan orang yang melakukannya akan
dilaknat. Kemudian, diharamkan bagi suami menjima' istrinya sambil menghayalkan perempuan
lain, karena yang demikian itu sama halnya dengan zina.

Setelah selesai berjima', suami istri disunnahkan mencuci kemaluannya dan berwudhu ketika
hendak tidur. Alangkah baiknya jika sanggup untuk mandi besar terlebih dahulu, karena mandi
besar setelah jima' dapat membuat tubuh segar dan suci dari hadas besar.

Wallahu A'lam Bish-Showab

Anda mungkin juga menyukai