Anda di halaman 1dari 22

BAB I

KONSEP DASAR SECTIO CAESARIA

A. Pengertian Sectio Caesaria


Sectio caesaria adalah suatu persalinan buatan dimana janin dilahirkan
melalui suatu insisi pada dinding depan perut dan dinding rahim dengan syarat
rahim dalam keadaan utuh serta berat janin di atas 500 gram (Sarwono, 2009).
Sectio Caesaria ialah tindakan untuk melahirkan janin dengan berat badan
diatas 500 gram melalui sayatan pada dinding uterus yang utuh (Gulardi &
Wiknjosastro, 2006).
Sectio caesaria adalah pembedahan untuk melahirkan janin dengan
membuka dinding perut dan dinding rahim (Mansjoer, 2002).
B. Indikasi
1. Riwayat SC
Uterus yang memiliki jaringan parut dianggap sebagai kontraindikasi untuk
melahirkan karena dikhawatirkan akan terjadi rupture uteri. Risiko ruptur uteri
meningkat seiring dengan jumlah insisi sebelumnya, klien dengan jaringan perut
melintang yang terbatas disegmen uterus bawah, kemungknan mengalami
robekan jaringan parut simtomatik pada kehamilan berikutnya. Wanita yang
mengalami ruptur uteri berisiko mengalami kekambuhan, sehingga tidak menutup
kemungkinan untuk dilakukan persalinan pervaginam tetapi dengan beresiko
ruptur uteri dengan akibat buruk bagi ibu dan janin.
2. Indikasi Ibu :
a. Panggul sempit
b. Tumor jalan lahir yang menimbulkan obstruksi
c. Stenosis serviks uteri atau vagina
d. Plassenta praevia
e. Disproporsi janin panggul
f. Rupture uteri membakat
g. Partus tak maju
h. Incordinate uterine action

1
3. Indikasi Janin
a. Kelainan Letak :
1) Letak lintang
2) Letak sungsang ( janin besar,kepala defleksi)
3) Letak dahi dan letak muka dengan dagu dibelakang
4) Presentasi ganda
5) Kelainan letak pada gemelli anak pertama
b. Gawat Janin
c. Indikasi Kontra(relative)
1) Infeksi intrauterine
2) Janin Mati
3) Syok/anemia berat yang belum diatasi
4) Kelainan kongenital berat

C. Tujuan Sectio Caesarea


Tujuan melakukan sectio caesarea (SC) adalah untuk mempersingkat
lamanya perdarahan dan mencegah terjadinya robekan serviks dan segmen
bawah rahim.

D. Jenis - Jenis Operasi Sectio Caesarea (SC)


1. Abdomen (SC Abdominalis)
a. Sectio Caesarea Transperitonealis
1) Sectio caesarea klasik atau corporal : dengan insisi memanjang
pada corpus uteri. Dilakukan dengan membuat sayatan memanjang
pada korpus uteri kira-kira 10cm.
Kelebihan :
a) Mengeluarkan janin lebih memanjang
b) Tidak menyebabkan komplikasi kandung kemih tertarik
c) Sayatan bisa diperpanjang proksimal atau distal
Kekurangan :
a) Infeksi mudah menyebar secara intraabdominal karena tidak
ada reperitonial yang baik.

2
b) Untuk persalinan berikutnya lebih sering terjadi rupture uteri
spontan.
c) Ruptura uteri karena luka bekas SC klasik lebih sering terjadi
dibandingkan dengan luka SC profunda. Ruptur uteri karena
luka bekas SC klasik sudah dapat terjadi pada akhir kehamilan,
sedangkan pada luka bekas SC profunda biasanya baru terjadi
dalam persalinan.
d) Untuk mengurangi kemungkinan ruptura uteri, dianjurkan
supaya ibu yang telah mengalami SC jangan terlalu lekas
hamil lagi. Sekurang -kurangnya dapat istirahat selama 2
tahun. Rasionalnya adalah memberikan kesempatan luka
sembuh dengan baik. Untuk tujuan ini maka dipasang akor
sebelum menutup luka rahim.
2) Sectio caesarea profunda(Ismika Profunda) : dengan insisi pada
segmen bawah uterus.Dilakukan dengan membuat sayatan
melintang konkaf pada segmen bawah rahim kira-kira 10cm
Kelebihan :
a) Penjahitan luka lebih mudah
b) Penutupan luka dengan reperitonialisasi yang baik
c) Tumpang tindih dari peritoneal flap baik sekali untuk menahan
isi uterus ke rongga perineum
d) Perdarahan kurang
e) Dibandingkan dengan cara klasik kemungkinan ruptur uteri
spontan lebih kecil
Kekurangan :
a) Luka dapat melebar ke kiri, ke kanan dan bawah sehingga
dapat menyebabkan arteri uteri putus yang akan menyebabkan
perdarahan yang banyak.
b) Keluhan utama pada kandung kemih post operatif tinggi.
b. Sectio caesarea ekstraperitonealis.
Merupakan sectio caesarea tanpa membuka peritoneum parietalis
dan dengan demikian tidak membuka kavum abdominalis.

3
a) Vagina (sectio caesarea vaginalis)
Menurut arah sayatan pada rahim, sectio caesaria dapat dilakukan
apabila :
a) Sayatan memanjang (longitudinal)
b) Sayatan melintang (tranversal)
c) Sayatan huruf T (T Insisian)

E. Komplikasi
1. Infeksi Puerperalis
Komplikasi ini bersifat ringan, seperti kenaikan suhu selama
beberapa hari dalam masa nifas atau dapat juga bersifat berat, misalnya
peritonitis, sepsis dan lain-lain. Infeksi post operasi terjadi apabila
sebelum pembedahan sudah ada gejala - gejala infeksi intrapartum atau
ada faktor - faktor yang merupakan predisposisi terhadap kelainan itu
(partus lama khususnya setelah ketuban pecah, tindakan vaginal
sebelumnya). Bahaya infeksi dapat diperkecil dengan pemberian
antibiotika, tetapi tidak dapat dihilangkan sama sekali, terutama SC
klasik dalam hal ini lebih berbahaya daripada SC transperitonealis
profunda.
2. Perdarahan
Perdarahan banyak bisa timbul pada waktu pembedahan jika cabang
arteria uterina ikut terbuka atau karena atonia uteri
3. Komplikasi-komplikasi lain seperti :
a. Luka kandung kemih
b. Embolisme paru – paru
Suatu komplikasi yang baru kemudian tampak ialah kurang
kuatnya perut pada dinding uterus, sehingga pada kehamilan
berikutnya bisa terjadi ruptura uteri. Kemungkinan hal ini lebih
banyak ditemukan sesudah sectio caesarea klasik.

4
F. Patofisiologi
Adanya beberapa kelainan/hambatan pada proses persalinan yang
menyebabkan bayi tidak dapat lahir secara normal/spontan, misalnya plasenta
previa sentralis dan lateralis, panggul sempit, disproporsi cephalo pelvic,
rupture uteri mengancam, partus lama, partus tidak maju, pre-eklamsia,
distosia serviks, dan malpresentasi janin. Kondisi tersebut menyebabkan perlu
adanya suatu tindakan pembedahan yaitu Sectio Caesarea (SC).
Dalam proses operasinya dilakukan tindakan anestesi yang akan
menyebabkan klien mengalami imobilisasi sehingga akan menimbulkan
masalah intoleransi aktivitas. Adanya kelumpuhan sementara dan kelemahan
fisik akan menyebabkan klien tidak mampu melakukan aktivitas perawatan
diri klien secara mandiri sehingga timbul masalah defisit perawatan diri.
Kurangnya informasi mengenai proses pembedahan, penyembuhan, dan
perawatan post operasi akan menimbulkan masalah ansietas pada klien. Selain
itu, dalam proses pembedahan juga akan dilakukan tindakan insisi pada
dinding abdomen sehingga menyebabkan terputusnya inkontinuitas jaringan,
pembuluh darah, dan saraf - saraf di sekitar daerah insisi. Hal ini akan
merangsang pengeluaran histamin dan prostaglandin yang akan menimbulkan
rasa nyeri (nyeri akut). Setelah proses pembedahan berakhir, daerah insisi
akan ditutup dan menimbulkan luka post op, yang bila tidak dirawat dengan
baik akan menimbulkan masalah risiko infeksi.

5
G. Pemeriksaan Penunjang
1. Hemoglobin atau hematokrit (Hb/Ht) untuk mengkaji perubahan dari
kadar pra operasi dan mengevaluasi efek kehilangan darah pada
pembedahan.
2. Leukosit (WBC) mengidentifikasi adanya infeksi
3. Tes golongan darah, lama perdarahan, waktu pembekuan darah
4. Urinalisis / kultur urine

6
5. Pemeriksaan elektrolit

H. Penatalaksanaan Medis Post SC


1. Pemberian cairan
Karena 24 jam pertama penderita puasa pasca operasi, maka
pemberian cairan perintavena harus cukup banyak dan mengandung
elektrolit agar tidak terjadi hipotermi, dehidrasi, atau komplikasi pada
organ tubuh lainnya. Cairan yang biasa diberikan biasanya DS 10%, garam
fisiologi dan RL secara bergantian dan jumlah tetesan tergantung
kebutuhan. Bila kadar Hb rendah diberikan transfusi darah sesuai
kebutuhan.
2. Diet
Pemberian cairan perinfus biasanya dihentikan setelah penderita
flatus lalu dimulailah pemberian minuman dan makanan peroral.
Pemberian minuman dengan jumlah yang sedikit sudah boleh dilakukan
pada 6 - 10 jam pasca operasi, berupa air putih dan air teh.
3. Mobilisasi
Mobilisasi dilakukan secara bertahap meliputi :
a. Miring kanan dan kiri dapat dimulai sejak 6 - 10 jam setelah operasi
b. Latihan pernafasan dapat dilakukan penderita sambil tidur telentang
sedini mungkin setelah sadar
c. Hari kedua post operasi, penderita dapat didudukkan selama 5 menit
dan diminta untuk bernafas dalam lalu menghembuskannya.
d. Kemudian posisi tidur telentang dapat diubah menjadi posisi setengah
duduk (semifowler)
e. Selanjutnya selama berturut-turut, hari demi hari, klien dianjurkan
belajar duduk selama sehari, belajar berjalan, dan kemudian berjalan
sendiri pada hari ke-3 sampai hari ke5 pasca operasi.
4. Kateterisasi
Kandung kemih yang penuh menimbulkan rasa nyeri dan tidak enak
pada penderita, menghalangi involusi uterus dan menyebabkan

7
perdarahan. Kateter biasanya terpasang 24 - 48 jam / lebih lama lagi
tergantung jenis operasi dan keadaan penderita.
a. Pemberian obat-obatan
1) Antibiotik. Cara pemilihan dan pemberian antibiotic sangat
berbeda-beda setiap institusi
2) Analgetik dan obat untuk memperlancar kerja saluran
pencernaan
a) Supositoria = ketopropen sup 2x/24 jam
b) Oral = tramadol tiap 6 jam atau paracetamol
c) Injeksi = penitidine 90-75 mg diberikan setiap 6 jam bila
perlu
3) Obat-obatan lain
Untuk meningkatkan vitalitas dan keadaan umum penderita dapat
diberikan caboransia seperti neurobian I vit. C
b. Perawatan luka
Kondisi balutan luka dilihat pada 1 hari post operasi, bila basah dan
berdarah harus dibuka dan diganti
c. Perawatan rutin
Hal-hal yang harus diperhatikan dalam pemeriksaan adalah suhu,
tekanan darah, nadi,dan pernafasan.
d. Perawatan payudara
Pemberian ASI dapat dimulai pada hari post operasi jika ibu
memutuskan tidak menyusui, pemasangan pembalut payudara yang
mengencangkan payudara tanpa banyak menimbulkan kompesi,
biasanya mengurangi rasa nyeri.
(Manuaba, 1999)
5. Pemeriksaan Penunjang
a. Elektroensefalogram ( EEG )
Untuk membantu menetapkan jenis dan fokus dari kejang.
b. Pemindaian CT
Untuk mendeteksi perbedaan kerapatan jaringan.
c. Magneti resonance imaging (MRI)

8
Menghasilkan bayangan dengan menggunakan lapangan magnetik dan
gelombang radio, berguna untuk memperlihatkan daerah – daerah otak
yang itdak jelas terliht bila menggunakan pemindaian CT.
d. Pemindaian positron emission tomography ( PET )
Untuk mengevaluasi kejang yang membandel dan membantu
menetapkan lokasi lesi, perubahan metabolik atau alirann darah dalam
otak.
e. Uji laboratorium
1) Fungsi lumbal : menganalisis cairan serebrovaskuler
2) Hitung darah lengkap : mengevaluasi trombosit dan hematokrit
3) Panel elektrolit
4) Skrining toksik dari serum dan urin
5) AGD
6) Kadar kalsium darah
7) Kadar natrium darah
8) Kadar magnesium darah
6. Penatalaksanaan
a. Perawatan awal
1) Letakan klien dalam posisi pemulihan
2) Periksa kondisi klien, cek tanda vital tiap 15 menit selama 1 jam
pertama, kemudian tiap 30 menit jam berikutnya. Periksa tingkat
kesadaran tiap 15 menit sampai sadar
3) Yakinkan jalan nafas bersih dan cukup ventilasi
4) Transfusi jika ada indikasi syok hemorarge
5) Jika tanda vital dan hematokrit turun walau diberikan transfusi,
segera kembalikan ke kamar bedah kemungkinan terjadi
perdarahan pasca bedah
b. Diet
Pemberian cairan perinfus biasanya dihentikan setelah penderita
platus lalu dimulailah pemberian minuman dan makanan peroral.
Pemberian minuman dengan jumlah yang sedikit sudah boleh
dilakukan pada 6 - 10 jam pasca operasi, berupa air putih dan air teh.

9
c. Mobilisasi
Mobilisasi dilakukan secara bertahap meliputi :
1) Miring kanan dan kiri dapat dimulai sejak 6 - 10 jam setelah
operasi.
2) Latihan pernafasan dapat dilakukan penderita sambil tidur
telentang sedini mungkin setelah sadar
3) Hari kedua post operasi, penderita dapat didudukkan selama 5
menit dan diminta untuk bernafas dalam lalu menghembuskannya.
4) Kemudian posisi tidur telentang dapat diubah menjadi posisi
setengah duduk (semifowler)
5) Selanjutnya selama berturut-turut, hari demi hari, klien dianjurkan
belajar duduk selama sehari, belajar berjalan, dan kemudian
berjalan sendiri pada hari ke-3 sampai hari ke5 pasca operasi.
d. Fungsi gastrointestinal
1) Jika tindakan tidak berat beri klien diit cair
2) Jika ada tanda infeksi , tunggu bising usus timbul
3) Jika klien bisa flatus mulai berikan makanan padat
4) Pemberian infus diteruskan sampai klien bisa minum dengan baik
e. Perawatan fungsi kandung kemih
1) Jika urin jernih, kateter dilepas 8 jam setelah pembedahan atau
sesudah semalam
2) Jika urin tidak jernih biarkan kateter terpasang sampai urin jernih
3) Jika terjadi perlukaan pada kandung kemih biarkan kateter
terpasang sampai minimum 7 hari atau urin jernih.
4) Jika sudah tidak memakai antibiotika berikan nirofurantoin 100
mg per oral per hari sampai kateter dilepas
5) Kandung kemih yang penuh menimbulkan rasa nyeri dan tidak
enak pada penderita, menghalangi involusi uterus dan
menyebabkan perdarahan. Kateter biasanya terpasang 24 - 48 jam /
lebih lama lagi tergantung jenis operasi dan keadaan penderita.

10
f. Pembalutan dan perawatan luka
1) Jika pada pembalut luka terjadi perdarahan atau keluar cairan tidak
terlalu banyak jangan mengganti pembalut
2) Jika pembalut agak kendor , jangan ganti pembalut, tapi beri plester
untuk mengencangkan
3) Ganti pembalut dengan cara steril
4) Luka harus dijaga agar tetap kering dan bersih
5) Jahitan fasia adalah utama dalam bedah abdomen, angkat jahitan
kulit dilakukan pada hari kelima pasca SC
g. Jika masih terdapat perdarahan
1) Lakukan masase uterus
2) Beri oksitosin 10 unit dalam 500 ml cairan I.V. (garam fisiologik
atau RL) 60 tetes/menit, ergometrin 0,2 mg I.M. dan prostaglandin
h. Pemberian Antibiotik
1) Ampisilin 2 g I.V. setiap 6 jam
2) Ditambah gentamisin 5 mg/kg berat badan I.V. setiap 8 jam
3) Ditambah metronidazol 500 mg I.V. setiap 8 jam
i. Analgesik dan obat untuk memperlancar kerja saluran pencernaan
1) Pemberian analgesia sesudah bedah sangat penting
2) Supositoria = ketopropen sup 2x/ 24 jam
3) Oral = tramadol tiap 6 jam atau paracetamol
4) Injeksi = penitidine 90-75 mg diberikan setiap 6 jam bila
perlu
j. Obat-obatan lain
Untuk meningkatkan vitalitas dan keadaan umum penderita dapat
diberikan caboransia seperti neurobian I vit. C
k. Hal – Hal lain yang perlu diperhatikan
1) Paska bedah penderita dirawat dan diobservasi kemungkinan
komplikasi berupa perdarahan dan hematoma pada daerah operasi
2) Pasca operasi perlu dilakukan drainase untuk mencegah terjadinya
hematoma.

11
3) Klien dibaringkan dengan posisi semi fowler (berbaring dengan
lutut ditekuk) agar diding abdomen tidak tegang.
4) Diusahakan agar penderita tidak batuk atau menangis.
5) Lakukan perawatan luka untuk mencegah terjadinya infeksi.
6) Perhatikan jenis anastesi yang diberikan:
6) Anastesi umum : mempunyai pengaruh pada pusat pernafasan
janin
7) Anastesi Spiral : baik buat janin tapi tekanan darah klien dapat
menurun
8) Anastesi local : cara yang paling aman tidak mempengaruhi
janin dan klien

12
BAB I
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

A. Pengkajian fokus
1. Identitas klien dan penanggung jawab
Meliputi nama, umur, pendidikan, suku bangsa, pekerjaan, agama,
alamat, status perkawinan, ruang rawat, nomor medical record, diagnosa
medik, yang mengirim, cara masuk, alasan masuk, keadaan umum tanda
vital.
2. Keluhan utama
3. Riwayat kehamilan, persalinan, dan nifas sebelumnya bagi kien multipara
4. Data riwayat penyakit
a. Riwayat kesehatan sekarang
Meliputi keluhan atau yang berhubungan dengan gangguan atau
penyakit yang dirasakan saat ini dan keluhan yang dirasakan setelah
klien operasi.
b. Riwayat kesehatan dahulu
Meliputi penyakit lain yang dapat mempengaruhi penyakit
sekarang, maksudnya apakah klien pernah mengalami penyakit yang
sama (plasenta previa)
c. Riwayat kesehatan keluarga
Meliputi penyakit yang diderita klien dan apakah keluarga klien
ada juga mempunyai riwayat persalinan yang sama (plasenta previa).
5. Pola-pola fungsi kesehatan
a. Pola persepsi dan tata laksana hidup sehat
Karena kurangnya pengetahuan klien tentang ketuban pecah dini,
dan cara pencegahan, penanganan, dan perawatan serta kurangnya
mrnjaga kebersihan tubuhnya akan menimbulkan masalah dalam
perawatan dirinya
b. Pola Nutrisi dan Metabolisme
Pada klien nifas biasanaya terjadi peningkatan nafsu makan karena
dari keinginan untuk menyusui bayinya.

13
c. Pola aktifitas
Pada klien pos partum klien dapat melakukan aktivitas seperti
biasanya, terbatas pada aktifitas ringan, tidak membutuhkan tenaga
banyak, cepat lelah, pada klien nifas didapatkan keterbatasan aktivitas
karena mengalami kelemahan dan nyeri.
d. Pola eleminasi
Pada klien postpartum sering terjadi adanya perasaan sering / susah
kencing selama masa nifas yang ditimbulkan karena terjadinya odema,
yang menimbulkan infeksi dari uretra sehingga sering terjadi
konstipasi karena penderita takut untuk melakukan BAB.
e. Istirahat dan tidur
Pada klien nifas terjadi perubagan pada pola istirahat dan tidur
karena adanya kehadiran sang bayi dan nyeri epis setelah persalinan
f. Pola hubungan dan peran
Peran klien dalam keluarga meliputi hubungan klien dengan
keluarga dan orang lain.
g. Pola penagulangan stres
Biasanya klien sering melamun dan merasa cemas
h. Pola sensori dan kognitif
Pola sensori klien merasakan nyeri pada prineum akibat luka
jahitan dan nyeri perut akibat involusi uteri (pengecilan uteri oleh
kontraksi uteri), pada pola kognitif klien nifas primipara terjadi
kurangnya pengetahuan merawat bayinya
i. Pola persepsi dan konsep diri
Biasanya terjadi kecemasan terhadap keadaan kehamilanya, lebih-
lebih menjelang persalinan dampak psikologis klien terjadi  perubahan
konsep diri antara lain dan body image dan ideal diri
j. Pola reproduksi dan sosial
Terjadi disfungsi seksual yaitu perubahan dalam hubungan seksual
atau fungsi dari seksual yang tidak adekuat karena adanya proses
persalinan dan nifas.

14
k. Pemeriksaan Fisik
1) Kepala
Bagaimana bentuk kepala, kebersihan kepala, kontribusi
rambut, warna rambut, ada atau tidak adanya edem, kadang-kadang
terdapat adanya cloasma gravidarum, dan apakah ada benjolan.
2) Mata
Terkadang adanya pembengkakan paka kelopak mata,
konjungtiva, dan kadang-kadang keadaan selaput mata pucat
(anemia) karena proses persalinan yang mengalami perdarahan,
sklera kunuing.
3) Telinga
Biasanya bentuk telinga simetris atau tidak, bagaimana
kebersihanya, adakah cairan yang keluar dari telinga.
4) Hidung
Adanya polip atau tidak dan apabila pada post partum kadang-
kadang ditemukan pernapasan cuping hidung.
5) Leher
Pembesaran kelenjar limfe dan tiroid, adanya abstensi vena
jugularis.
6) Dada dan payudara
Bentuk dada simetris, gerakan dada, bunyi jantung apakah ada
bisisng usus atau tiak ada. Terdapat adanya pembesaran payudara,
adanya hiperpigmentasi areola mamae dan papila mamae
7) Abdomen
Pada klien nifas abdomen kendor kadang-kadang striae masih
terasa nyeri. Fundus uteri 3 jari dibawa pusat.
8) Ginetelia
Pengeluaran darah campur lendir, pengeluaran air ketuban, bila
terdapat pengeluaran mekomium yaitu feses yang dibentuk anak
dalam kandungan menandakan adanya kelainan letak anak.

15
9) Anus
Kadang-kadang pada klien nifas ada luka pada anus karena
ruptur, adanya hemoroid.
10) Ekstermitas
Pemeriksaan odema untuk melihat kelainan-kelainan karena
membesarnya uterus, karenan preeklamsia atau karena penyakit
jantung atau ginjal.
11) Tanda-tanda vital
Apabila terjadi perdarahan pada pos partum tekanan darah
turun, nadi cepat, pernafasan meningkat, suhu tubuh turun.

B. Diagnosa keperawatan yang sering muncul


1. Nyeri akut berhubungan dengan pelepasan mediator nyeri (histamin,
prostaglandin) akibat trauma jaringan dalam pembedahan (section
caesarea)
2. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan nyeri pada abdomen post
operasi SC
3. Resiko infeksi berhubungan dengan perdarahan, luka post operasi
4. Cemas berhubungan dengan koping yang tidak efektif

C. Rencana Tindakan
1. Diagnosa : Nyeri akut berhubungan dengan pelepasan mediator nyeri
(histamin, prostaglandin) akibat trauma jaringan dalam pembedahan
(section caesarea)
Tujuan: Klien akan mengungkapkan penurunan nyeri
Kriteria hasil:
a. Mengungkapkan nyeri dan tegang di perutnya berkurang
b. Skala nyeri 0-1 ( dari 0 – 10 )
c. Dapat melakukan tindakan untuk mengurangi nyeri
d. Kooperatif dengan tindakan yang dilakukan
e. TTV dalam batas normal ; Suhu : 36-37°C, TD : 120/80 mmHg, RR :
18-20x/menit, Nadi : 80-100 x/menit

16
Tindakan Rasional
1) Kaji lokasi, sifat dan durasi nyeri, Menandakan ketepatan pilihan
khususnya saat berhubungan tindakan. Klien yang menunggu
dengan indikasi kelahiran sesaris. kelahiran sesaria iminen dapat
mengalami berbagai derajat
ketidaknyamanan, tergantung pada
indikasi terhadap prosedur.
2) Hilangkan factor-faktor
yang Tingkat toleransi ansietas adalah
menghasilkan ansietas (mis; individual dan dipengaruhi oleh
kehilangan control), berikan berbagai faktor. Ansietas berlebihan
informasi akurat, dan anjurkan pada respon terhadap situasi darurat
keberadaan pasangan. dapat meningkatkan ketidaknyamanan
karena rasa takut, tegang, dan nyeri
yang saling berhubungan dan merubah
kemampuan klien untuk mengatasi.
3) Instruksikan teknik relaksasi; Dapat membantu dalam reduksi
posisikan senyaman mungkin. ansietas dan ketegangan dan
Gunakan sentuhan terapeutik. meningkatkan kenyamanan.

a. • R/ R

a. Kurane

2. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan nyeri pada abdomen post


operasi SC
Tujuan: Dalam 3 x 24 jam gangguan mobilitas fisik teratasi dengan
kriteria hasil klien mampu melakukan aktivitasnya secara mandiri

17
Tindakan Rasional
i. Kaji tingkat mobilitas dari klien 1) Diharapkan dapat mempermudah
pemberian tindakan pengobatan
selanjutnya
ii. Motivasi klien untuk 2) Diharapkan dapat meningkatkan
melakukan mobilitas secara kenyamanan dan ambulasi.
bertahap
iii. Pertahankan posisi tubuh yang 3) Dapatkan meningkatkan posisi
tepat fungsional pada tubuh klien.
iv. berikandukungan dan bantuan kelu 4) Memampukan keluarga/orang
arga/orang terdekat pada terdekat untuk aktifitas
latihan gerak klien. dalam perawatan klien
perasaan senang dan nyaman pada
klien.

18
3. Diagnosa keperawatan : Resiko infeksi berhubungan dengan
perdarahan, luka post operasi
Tujuan umum : Sel darah putih, suhu, nadi, tetap dalam batas normal.
Penyembuhan insisi terjadi dengan tujuan pertama ; uterus tetap lembut
dan tidak empuk dan lochia bebas dari bau.

Tindakan Rasional
1) Angkat balutan verban abdomen 1) Memudahkan insisi untuk kering
sesuai indikasi dan meningkatkan penyembuhan
setelah 24 jam pertama menjalani
prosedur pembedahan.
2) Bantu sesuai keperluan dengan 2) Insisi biasanya sudah cukup
mengangkat benang kulit sembuh untuk pengangkatan
benang pada 4-5 hari setelah
prosedur pembedahan.
3) Anjurkan klien untuk mandi air
3) Mandi sering diijinkan setelah hari
hangat setiap hari.
ke-2 menjalani prosedur kelahiran
caesarea dapat meningkatkan
kebersihan dan dapat merangsang
sirkulasi dan penyembuhan luka
4) Berikan oxytoksin atau preparat
4) Mempertahankan kontraksi
ergometrium, beri infuse oksitoksin
miometrial oleh karena menurunya
yang sering dianjurkan secara rutin
penyebaran bakteri melalui dinding
untuk 4 jam setelah prosedur
uterus, membantu dalam
pembedahan.
pengeluaran bekuan dan selaput.
5) Ambil darah vaginal dan kultur
5) Bekterimial lebih sering pada ibu
urine bila infeksi dicurigai.
yang mengalami ruptur membrane
untuk 6 jam atau lebih lama dari
pada klien yang mempunyai

19
membran tetap utuh sebelum
menjalani kelahiran caesarea,
pemasangan kateter tidak tetap,
mempredisposisi klien untuk
6. Berikan infus antibiotik profilaksis.
kemungkinan infeksi.
6) Menurunkan / mengurangi
kemungkinan endometritis post
partum sebagaimana halnya dengan
komplikasi seperti abses insisi atau
trombophlebitis pelvis.
4. Diagnosa : Cemas b/d koping yang tidak efektif.
Tujuan :
Klien akan ;
a. Mengungkapkan rasa takut pada keselamat klien dan janin
b. Mendiskusikan perasaan tentang kelahiran sesaria
c. Tampak benar-benar rileks
d. Menggunakan sumber atau sistem pendukung secara efektif

20
Tindakan Rasional
1) Kaji respons psikologis pada Makin klien merasakan ancaman,
kejadian dan ketersediaan system makin besar tingkat ansietas.
pendukung.
2) Pastikan apakah prosedur Pada kelahiran sesaria yang tidak
direncanakan atau tidak direncanakan, klien/pasangan biasanya
direncanakan. tidak mempunyai waktu untuk
persiapan secara psikologis maupun
fisiologis. Bahkan bila direncanakan,
kelahiran sesaria dapat membuat
ketakutan klien/pasangan karena
ancaman fisik aktual atau dirasakan
pada ibu dan bayi yang berhubungan
dengan prosedur dan pembedahan itu
sendiri.
3) Tetap bersama klien dan tetap
Membantu membatasi transmisi
tenang. Bicara perlahan.
ansietas interpersonal, dan
Tunjukkan empati.
mendemonstrasikan perhatian terhadap
klien/pasangan.
4) Beri penguatan aspek positif dari
Memfokuskan pada kemungkinan
ibu dan kondisi janin.
keberhasilan hasil akhir dan membantu
membawa ancaman yang dirasakan /
aktual ke dalam perspektif.
5) Dukung/arahkan kembali Mendukung mekanisme koping dasar
mekanisme koping yang dan otomatik, meningkatkan
diekspresikan kepercayaan diri dan penerimaan, dan
menurunkan ansietas
6) Diskusikan pengalaman / harapan Klien dapat mengalami penyimpangan
kelahiran anak pada masa lalu, bila memori dari melahirkan masa lalu atau
tepat. persepsi tidak realistis dari
abnormalitas kelahiran sesaria yang
akan meningkatkan ansietas.

Memungkinkan kesempatan bagi


7) Berikan masa privasi. Kurangi klien/pasangan untuk
rangsang lingkungan, seperti menginternalisasi informasi.
21
jumlah orang yang ada, sesuai Menyusun sumber-sumber, dan
indikasi keinginan klien. mengatasi dengan efektif
DAFTAR PUSTAKA

 Abdul bari, Saifuddin. 2002. Panduan Praktis Pelayanan Kesehatan Maternal dan
Neonatal.YBPSP. Jakarta
Aria wibawa dept obstetri dan ginekologi FKUI-RSUPN CM
Cunningham, F.G., Et all. 2005. William Obstetrics, 22nd edition. Chapter 21
Disorders of Aminic Fluid Volume. Pages 525-533. USA: McGRAW-HILL
Chandranita Manuaba, Ida Ayu, dkk. 2009. Buku Ajar Patologi Obstetri . Jakarta.
EGC
Prawirohardjo, Sarwono. 2008. . Ilmu Kebidanan. Jakarta: PT.Bina Pustaka
Sarwono Prawirohardjo.
Saifuddin, Abdul Bari. 2006. Buku Panduan Praktis Pelayanan Kesehatan
Maternal dan Neonatal . Jakarta: YBP-SP

22

Anda mungkin juga menyukai