Oleh :
Sasongko Ambang
I. PENDAHULUAN
I.1. Latar Belakang
Perkembangan pembangunan pada suatu daerah tidak lepas dari pertambahan jumlah
penduduk di daerah tersebut yang menyebabkan pemanfaatan lahan menjadi sangat tinggi.
Kondisi ini menyebabkan alih fungsi lahan terjadi dengan sangat cepat dari lahan hutan ke
lahan pertanian, perkebunan dan serta dari lahan hutan, pertanian, perkebunan ke lahan
pemukiman dan industri. Perubahan ini berdampak pada kondisi lingkungan terutama
keadaan sumber daya alam yang mencakup salah satu sumber daya itu adalah sumber daya
air yang didalamnya terdapat air tanah.
Kebutuhan akan air bagi berbagai keperluan terus akan meningkat seiring dengan
peningkatan pembangunan diberbagai sektor di Provinsi Maluku. Disisi lain sumber-sumber
air untuk memenuhi kebutuhan semakin langka atau mengalami degradasi baik jumlah
maupun mutu/kualitasnya akibat tekanan dari pembangunan itu sendiri dan peningkatan
jumlah penduduk. Dari sisi penyedia (supply) air tanah ada kencederungan menurun baik
jumlah maupun mutunya, sementara disisi kebutuhan (demand) kecenderungan naik.
Menghadapi keadaan yang demikian, diperlukan upaya-upaya yang efesien dan efektif dalam
pengelolaan sumberdaya air berwawasan lingkungan, agar sumberdaya air tanah di Provinsi
Maluku tetap tersedia dengan kualitas yang tetap terjaga dan berkelanjutan.
Kecamatan Namlea yang merupakan Ibukota Kabupaten akan mengalami
perkembangan yang cukup pesat dan hal tersebut akan berdampak pada kondisi air tanah
setempat. Luas Kecamatan Namlea adalah 11285.22 Ha mempunyai air tanah adalah air
tanah bebas dan tidak termasuk dalam cekungan air tanah (CAT) yang memiliki resiko akan
kekurangan air bila dilakukan eksploitasi sumber air tanah yang berlebihan.
Dari latar belakang tersebut diatas dan untuk memperoleh informasi kondisi air
tanah di Kecamatan Namlea, maka upaya penting penyelidikan guna memperoleh data
ketersediaan potensi air tanah secara lebih akurat dapat dipakai sebagai dasar pengelolaan air
tanah di wilayah tersebut dalam mengurangi degradasi atau kerusakan air tanah akibat
pemanfaatan yang berlebih.
1
sekunder yang berkaitan dengan daerah Kabupaten Buru ataupun data lain yang
menunjang kegiatan ini.
b. Tahapan penyelidikan lapangan.
Yaitu kegiatan pengamatan langsung di lapangan dengan cara mengamati dan
memantau keadaan geologi (morfologi, struktur geologi, dan litologi), kondisi
hidrogeologi daerah penyelidikan (mengamati, mengukur kedalaman sumur dan muka
air tanah pada sumur). .