Anda di halaman 1dari 7

LI LBM 3

1. Kenapa pasien saat berhenti meminum obat menimbulkan gejala yang berlawan
dengan kondisi awal
Fungsi pemberian obat pada pasien psikiatri adalah untuk mengontrol
keluarnya impuls yang berlebihan akibat dari aktivasi terus menerus. Efeknya adalh
mengantuk
2. Kenapa bisa muncul gejela manik, logore, depresi, mood irritable
Munculnya gejala manik, logore, depresi, mood irritable adalah akbat dari
menurunnya kadar GABA. GABA (gamma aminobutyric acid) adalah
neurotransmitter penghambat utama pada SSP dan berperan penting dalam mengatur
kecemasan dan mengurangi stres. Sebagai neurotransmitter penghambat, GABA
memfasilitasi koordinasi aktivitas kortikal yang dapat mempengaruhi kemampuan
pemrosesan kognitif. Dengan demikian perubahan pada sistem GABAergic dapat
menyebabkan gangguan pada pasien gangguan bipolar. Dari beberapa penelitian yang
telah dilakukan disimpulkan bahwa bipolar mengalami penurunan kadar GABA pada
CSF, penurunan ini menyebabkan peningkatan kecemasan psikis dan munculnya
gejala gejala pada pasien di skenario
3. Bagaimana peran keluarga

4. Diagnosa multiaksial
Axis I : F31.1. gangguan afektif bipolar tipe satu episode manic tanpa gejala
psikotik
Axis II : tidak ada diagnosis
Axis III : Tidak ada gangguan medis
Axis IV : Masalah pekerjaan (dimutasi)
Axix V : 50-41 (gejala berat)
5. DD
a. Bipolar
i. Definisi
Gangguan bipolar (GB) merupakan gangguan jiwa yang
bersifat episodik dan ditandai oleh gejala-gejala manic, hipomanik,
depresi, dan campuran, biasanya rekuren serta dapat berlangsung
seumur hidup. Setiap episode dipisahkan sekurangnya dua bulan tanpa
gejala penting mania atau hipomania. Tetapi pada beberapa individu,
gejala depresi dan mania dapat bergantian secara cepat, yang dikenal
dengan rapid cycling. Episode mania yang ekstrim dapat menunjukkan
gejala-gejala psikotik seperti waham dan halusinasi.
ii. Etiologi
Gangguan bipolar disebabkan oleh berbagai macam faktor.
Secara biologis dikaitkan dengan faktor genetik dan gangguan
neurotransmitter di otak Secara psikososial dikaitkan dengan pola asuh
masa kanak-kanak, stress yang menyakitkan, stress kehidupan yang
berat dan berkepanjangan, dan banyak lagi faktor lainnya
iii. Manifestasi Klinis
Ciri khas dari gangguan bipolar adalah adanya penyembuhan
sempurna antar episode. Untuk episode manik biasanya mulai dengan
tiba-tiba dan berlangsung antara 2 minggu hingga 4-5 bulan. Episode
sering terjadi setelah stress yang berat atau trauma mental lain. Episode
mania dihubungkan dengan tingginya kadar serotonin dalam celah
sinaps neuron khususnya pada sistem limbik.
Gejala pada episode manik:
 Peningkatan mood/suasana perasaan
 Lekas marah/mudah tersinggung/iritabel
 Peningkatan aktivitas
 Kebutuhan tidur yang berkurang
 Ide-ide tentang kebesaran dan optimistik
 Ekspresif
 Lebih banyak bicara/adanya dorongan untuk terus
berbicara
 Perhatian mudah teralih
 Keterlibatan berlebih dalam aktivitas yang mengandung
kemungkinan risiko tinggi merugikan apabila tidak
bijaksana seperti belanja berlebihan. tingkah laku
seksual yang terbuka, penanaman modal secara bodoh,
mengebut secara tidak bertanggungjawab dan lainnya
 Hendaya dalam fungsi kehidupan sehari-hari
b. Siklotimia
i. Definisi
Cyclothymia atau cyclothymia terdiri dari dua kata yakni
"Cycle" yang artinya perputaran dan "thymic" yang artinya mood atau
keadaan perasaan seseorang. Maka dapat diartikan bahwa Cyclothymia
dapat berarti "mood swing" adalah keadaan perasaan seseorang yang
berubah-ubah sesuai siklus yang berlaku dimana bias dalam episode
hipomania dan episode depresi dengan tingkat ringan (Kaplan, 2015).
Cyclothymia dapat disebut sebagai gangguan cyclothymic
adalah bentuk ringan gangguan bipolar. Seperti gangguan bipolar,
cyclothymia adalah gangguan suasana hati (mood) kronis yang
menyebabkan naik turunnya emosi. Terkadang penderita berada
puncak emosi, namun tiba-tiba emosi turun drastis di titik terendah
yang dapat membuat pendeita merasa putus asa dan bunuh diri.
Sedangkan pada saat suasana hati stabil (antara emosi tinggi dan
rendah). penderita merasa baik-baik saja (Perugi dkk. 2015).
ii. Etiologi
Seperti gangguan distimik, terdapat kontroversi apakah
gangguan siklotimik terkait dengan gangguan mood, baik secara
biologis ataupun psikologis. Sejumlah peneliti telah menghipotesiskan
bahwa gangguan siklotimik memiliki hubungan yang lebih dekat
dengan gangguan kepribadian ambang daripada gangguan mood.
Walaupun terdapat kontroversi ini, data biologis dan genetik
menyokong gagasan gangguan siklotimik sebagai benar benar
gangguan mood
iii. Manifestasi Klinis
Berdasarkan PPDGJ-III, ciri esensial ialah ketidak-stabilan
menetap dari afektif (suasana perasaan), meliputi banyak periode
depresi ringan dan hipomania ringan, diantaranya tidak ada yang cukup
parah atau cukup lama untuk memenuhi kriteria gangguan afektif
bipolar (F31.-) atau gangguan depresif berulang (F33.-). Setiap episode
alunan afektif (mood swing) tidak memenuhi kriteria untuk kategori
manapun yang disebutkan dalam episode manik (F30.-) atau episode
depresif (F32.-)
c. Skizoafektif
i. Definisi
Skizoafektif adalah istilah yang digunakan pada keadaan
terdapat gejala skizofrenia persisten (delusi dan halusinasi) dan gejala
afektif berat (mood depresif. manic campuran) yang terjadi secara
bersamaan. skizofenia lebih dominan.
ii. Etiologi

iii. Manifestasi Klinis


Gejala psikotik waham (bizarre, pikiran yang disiarkan, pikiran
yang dikendalikan dari luar, ada kekuatan dari luar yang mengendalikan
tindakannya), halusinasi (mendengar suara-suara yang tidak ada
objeknya). Afek manic: energi yang berlebihan, waham kebesaran,
waham kejar. agresif, iritabel.
d. Penentuan dx
Menurut PPDGJ 3 kriteria diagnosis:
Gangguan mood bipolar I, episode manik sekarang ini
1. Saat ini dalam episode manik
2. Sebelumnya, paling sedikit, pernah mengalami satu kali
episode manik, depresi, atau campuran.
3. Episode mood pada kriteria A dan B bukan skizoafektif dan
tidak bertumpang tindih dengan skizofrenia, skizofreniform,
Gangguan waham, atau dengan Gangguan psikotik yang tidak
dapat diklasifikasikan.
4. Gejala-gejala tidak disebabkan oleh efek fisiologik langsung
zat atau kondisi medik umum.
5. Gejala mood menyebabkan penderitaan yang secara klinik
cukup bermakna atau menimbulkan hendaya dalam sosial,
pekerjaan dan aspek fungsi penting lainnya.
e. Gangguan Afektif bipolar 1 episode manik tanpa gejala psikotik
i. Epidemiologi
ii. Patogenesis
1. Faktor Genetik
Faktor genetik meruapakan salah satu hipotesis yang
sering diajukan dalam gangguan bipolar. Faktor genetik telah
dibuktikan dengan studi kembar pada 11 penelitian kembar
yang menunjukkan kembar monozigot konkordansi yang lebih
tinggi untuk menderita gangguan bipolar dari pada kembar
dizigot. Dalam dua dekade terakhir, hubungan ekstensif dan
studi asosiasi genetik telah dilakukan untuk mencari basis
genetik gangguan bipolar. Namun, gen penyebab atau faktor
risiko genetik belum teridentifikasi. Faktor genetik
berkontribusi pada timbulnya gangguan bipolar episode mania
dan depresi disertai dengan perubahan dari neurotransmisi
dopaminergik. Peningkatan kejadian hiperintensitas
subkortikal, saluran kalsium, GSK3B, disfungsi mitokondria
dan disfungsi stres dikaitkan dengan perubahan neurotransmisi
dopaminergik. Kehilangan atau disfungsi neuron penstabil
mood mungkin merupakan jalur akhir dari gangguan bipolar.
Perubahan pada faktor genetik akan menyebabkan berbagai
macam perubahan yang akhirnya akan menyebabkan terjadinya
disregulasi pada jalur dopaminergik (Kato Tadafumi, 2008).
Neurotransmisi dopaminergik merupakan salah satu
neuorotransmisi yang berpengaruh pada kejadian mood pasien
gangguan bipola, data menunjukkan bahwa terjadinya
penurunan dopamin akan menyebabkan terjadinya episode
depresi, sebaliknya peningkatan dari dopamin akan
menyebabkan terjadinya episode mania (Sadock et al., 2015).
2. Faktor GABA
GABA (gamma aminobutyric acid) adalah
neurotransmitter penghambat utama pada SSP dan berperan
penting dalam mengatur kecemasan dan mengurangi stres
(Sadock et al., 2015). Beberapa penelitian menunjukkan bahwa
kelainan pada GABA mungkin berperan gangguan mood yang
parah. Sebagai neurotransmitter penghambat, GABA
memfasilitasi koordinasi aktivitas kortikal yang dapat
mempengaruhi kemampuan pemrosesan kognitif. Dengan
demikian perubahan. pada sistem GABAergic dapat
menyebabkan gangguan pada pasien gangguan bipolar (Roscoe
et al., 2013). Menurut penelitian Mann et al tahun 2014 pasien
bipolar mengalami penurunan kadar GABA pada CSF,
penurunan ini menyebabkan peningkatan kecemasan psikis dan
depresi berat.
GABA merupakan hasil dari sintesis glutamat yang di
katalis oleh GAD (Glutamat (Katzung et al., 2012). Setelah
terjadinya eksositosis, GABA akan berdifusi dari presinap
menuju celah sinap dan berikatan dengan reseptornya
kemudian GABA akan direuptake menuju presinap dan
diuptake menuju glia oleh GAT-1/2/3, peningkatan uptake akan
mengakibatkan penurunan GABA pada celah sinap. efek dari
penuaanan GABA akan memicu terjadinya gangguan bipolar
dengan episode depresi (Daniele et al., 2012).
3. Sistem Limbik dan Paralimbik
Patofisiologi dari gangguan bipolar akibat disregulasi
jalur neural yang di pengaruhi oleh perubahan fungsional dan
perubahan struktural. Hal tersebut dapat terjadi akibat
ketidakseimbangan volume otak. Pada studi pencitraan
struktural menunjukkan bahwa depresi berat dikaitkan dengan
penumman volume 5-10% di hipokampus Sumbu HPA memicu
pelepasan kortisol sebagai hormon stres utama. Kortisol
disekresikan pada saat stres dan meningkatkan aktivitas sistem
kekebalan tubuh dalam membantu tubuh mempersiapkan diri
terhadap ancaman. Berbagai temuan menghubungkan depresi
dengan kadar kortisol tinggi. Penurunan maupun kenaikan
volume otak akan mempengaruhi perubahan fungsional dari
amilgada. hipokampus, PFC maupun ACC (Kring et al., 2012).
Beberapa daerah limbik dan paralimbik yang terlibat
dalam patofisiologi gangguan bipolar memiliki peran penting
dalam pengaturan fungsi otonom dan kekebalan tubuh.
Meskipun tidak tersedia data yang menghubungkan gangguan
di daerah limbik/paralimbik ini dengan peradangan pada
gangguan bipolar, tapi beberapa penelitian baru-baru ini telah
melaporkan peningkatan sitokin inflamasi perifer pada pasien
depresi dan mania bipolar dibandingkan dengan kontrol sehat
(Maletic dan Raison, 2014).

Anda mungkin juga menyukai