Anda di halaman 1dari 4

RESENSI

Judul Buku : Budak Teuneung


Penulis : Samsoedi
Tebal Buku : 56 halaman
Penerbit : Kiblat Buku Utama
Tahun Terbit : 2011
Harga : Rp. 19.800,00.

Ringkasan Cerita :

Di suatu tempat di tanah Sunda,ada seorang anak yatim bernama Warji. Warji
hanyalah anak biasa yang hidup bersama ibunya. Warji bersama ibunya tinggal di sebuah
rumah kecil yang sudah bobrok. Karena keadaan ekonomi keluarganya yang kurang baik
maka mereka mau tidak mau tinggal di rumah tersebut. Warji baru berusia sekitar sebelas
tahun. Warji ialah anak yatim, ayahnya sudah meninggal. Ia hanya mempunyai ibunya saja.
Meski ayahnya sudah tiada dan keadaan ekonominya lumayan buruk, tetapi ia memiliki ibu
yang sangat menyayanginya. Jadi, Warji tumbuh dengan kasih sayang ibunya saja. Namun
hal tersebut sudah cukup menjadikan Warji sebagai anak yang baik. Suatu hari Ibunya
pernah berpesan kepada Warji bahwa Warji harus menjadi anak yang jujur, sabar, dan
pemaaf serta rela berkorban untuk kebaikan. Warji pun menyimpan baik-baik pesan dari
ibunya di dalam hati dan pikirannya.

Tidak seperti anak-anak yang lain, Warji sering mendapatkan perlakuan yang tidak
pantas oleh teman-temannya, hal tersebut disebabkan karena Warji adalah bukan seorang
anak orang kaya, ia hanya berasal dari keluarga sederhana yang bahkan bisa disebut juga
dari keluarga yang miskin. Karena itulah ia sering mendapatkan perlakuan-perlakuan yang
tidak pantas dari teman-temannya. Bahkan, Warji sering digigiti oleh teman-temannya
tersebut. Beberapa diantara mereka bernama Begu dan Utun. Begu dan Utun termasuk
anak-anak yang sering disuapi ibunya yang mangartikan bahwa mereka berasal dari
keluarga yang lebih berkecukupan. Sayangnya mereka berdua bukan anak-anak yang baik
seperti Warji, mereka menyalahgunakan kekuasaan mereka untuk merundung anak-anak
lain yang menurut mereka lemah seperti Warji contohnya. Padahal Warji tidak selemah
yang mereka kira.

Suatu hari Warji berhasil menolong seorang anak laki-laki yang bernama Asep
Onon. Anak laki-laki yang bernama Asep Onon tersebut terjebak di sumur yang kering.
Beruntung Warji melewati daerah tersebut. Jika tidak, anak laki-laki yang bernama Asep
Onon itu bisa terjebak semalaman di dalam sumur yang kering. Semenjak kejadian Warji
menolong Asep Onon yang terjebak di dalam sumur, mereka menjadi sahabat dekat.
Ternyata Asep Onon adalah anak pak lurah. Ketika pak lurah mengetahui kejadian Asep
Onon yang terjebak di dalam sumur dan Warji yang berhasil menyelamatkan anaknya,
Warji pun diangkat menjadi pemilik kerbau milik pa lurah. Keluarga pak lurah sangat
menyayangi Warji. Karena Warji berasal dari keluarga yang kurang mampu, Warji tidak
bisa menulis dan membaca. Tetapi semenjak Warji bersahabat dengan Asep Onon, Warji
pun sering diajari membaca dan menulis oleh Asep Onon sendiri. Karena Warji tekun
dalam belajar, akhirnya dalam waktu yang tidak lama Warji pun bisa membaca dan menulis
berkat Asep Onon yang berbaik hati mengajarinya.

Pada suatu hari Asep Onon berkelahi dengan Begu dan Utun yang dahulunya
pernah mengganggu Warji. Untungnya, Warji segera datang. Warji pun berusaha
menyelamatkan Asep Onon karena Asep Onon adalah sahabat kesayangannya. Warji tidak
bisa diam saja melihat sahabat kesayangannya berkelahi dengan orang yang dahulu pernah
menindasnya itu. Begu dan Utun pun akhirnya berhasil dikalahkan oleh Warji dan Asep
Onon pun terselamatkan.

Setelah bertahun-tahun Warji hidup mengikuti pa lurah, akhirnya ia diangkat


menjadi salah satu pekerja. Sementara Begu dan Utun menjadi seorang penjahat. Kejahatan
Begu dan Utun baru berhenti ketika Warji menangkap mereka ketika sedang berbuat
kejahatan. Dengan penuh keberanian Warji menangkap Begu dan Utun lalu membawa
mereka ke polisi setempat untuk ditindak lebih lanjut. Setelah kejadian penangkapan Begu
dan Utun, pak lurah pun mengapresiasi dengan cara memberikan penghargaan kepada
Warji karena telah menangkap kedua penjahat tersebut.

Dari cerita tersebut kita dapat mengambil banyak sekali hikmah seperti menjaga
amanah dari orang tua itu sangat penting untuk keberkahan hidup yang kita jalani, karena
perkataan orang tua adalah doa jadi kita harus senantiasa menjaga pesan dari orang tua kita.
Dari Warji kita pun bisa mengambil pelajaran bahwa walaupun dari segi ekonomi tertinggal
tetapi bukan berarti kita kehilangan kesempatan untuk memajukan ekonomi keluarga. Jika
kita tekun dalam menjalani suatu hal, maka hal-hal yang tidak memungkinkan akan
menjadi mungkin. Dari Begu dan Utun kita dapat belajar bahwa apapun kejahatan yang kita
lakukan akan ada balasannya baik dalam waktu dekat maupun waktu jangka panjang.
Begitupun juga dengan segala kebaikan yang kita lakukan. Kejahatan akan dibalas dengan
kejahatan dan kebaikan akan dibalas dengan kebaikan juga. Singkatnya, apa yang kamu
tabur itu yang akan kamu tuai. Kekayaan bukanlah suatu hal yang dapat kita banggakan
jika kita menyalahgunakannya. Dan kaya bukanlah jaminan bahwa hidup kita akan bahagia
selamanya. Dari Asep Onon kita bisa belajar bahwa bertemanlah dengan siapa saja, jangan
memilih teman berdasarkan kaya dan miskin maupun pintar dan bodoh. Jika kita memiliki
kemampuan lebih, apa salahnya kita berbagi ilmu dengan orang lain. Berbagi ilmu tidak
akan membuat kita menjadi bodoh tetapi akan membuat kita menjadi lebih pintar dan ilmu
yang kita punya menjadi berkah.
Dari pa lurah kita bisa mengambil hikmah bahwa pemimpin yang baik ialah pemimpin
yang tidak melihat tinggi-rendahnya derajat orang. Memperlakukan masyarakatnya secara
sama dan setara.

Kelebihan dari buku ini ialah alur ceritanya yang mudah dimengerti terutama untuk
orang-orang yang baru belajar bahasa Sunda. Kalimat-kalimatnya pun secara garis besar
bisa dimengerti untuk ukuran orang-orang yang baru belajar bahasa Sunda. Kualitas
material bukunya juga sangat bagus untuk buku seharga kurang lebih ribu rupiah.
Ditambah, terdapat gambar ilustrasi yang membuat pembaca lebih tertarik untuk
membacanya sehingga para pembaca lebih mudah berimajinasi mengenai cerita tersebut,
dan apa yang ingin disampaikan penulis akan lebih mudah tersampaikan karena adanya
gambar ilustrasi tersebut.

Kekurangan buku ini adalah masih banyak kata-kata yang kurang dimengerti untuk
orang-orang yang baru belajar bahasa Sunda, seperti saya contohnya. Ketika membaca
buku ini saya sedikit kebingungan sehingga mengharuskan saya untuk bertanya kepada
teman saya mengenai kata yang tidak saya mengerti atau mencari kata yang tidak saya
mengerti lewat terjemahan google. Padahal buku ini didekasikan untuk siswa sekolah dasar,
jadi saya kira saya akan mengerti dengan kata-katanya. Ternyata saya harus lebih banyak
belajar juga untuk mengerti maksud buku ini secara keseluruhan. Karena di sampul
belakang tertulis bahwa buku tersebut dipakai untuk anak-anak sekolah dasar, seharusnya
untuk pemilihan kata-katanya lebih diturunkan lagi levelnya. Tetapi hal tersebut juga bisa
menjadi kelebihan karena bisa menjadi sarana belajar berbahasa Sunda. Dengan menambah
kosakata yang tidak kita mengerti.
Resensi Budak Teuneung

Nama : Agfy Laila Fadhilah


Kelas : 12 MIPA 7

Guru Pembimbing : Riki Nawawi

Jalan Raya No No.22, Cipacing, Jatinangor, Kabupaten Sumedang,


Jawa Barat 45363, Indonesia. 

Anda mungkin juga menyukai